Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISIS KEKUATAN SAMBUNGAN LAS PIPA BAJA BLACKSTEEL


SPINDO SCH 40 PADA POSISI PENGELASAN 5G DAN 6G
MENGGUNAKAN ELEKTRODA LB - 52U E - 7016

Oleh :

ROBIN HAUDE ARIES (21801052008)

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS ISLAM MALANG

2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................................2

BAB I.......................................................................................................................3

PENDAHULUAN...................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..........................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................5

1.3 Batasan Masalah........................................................................................5

1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................5

1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................................6

BAB II......................................................................................................................6

TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................................6

2.1 Penelitian Terdahulu.................................................................................6

2.2 Pengelasan.................................................................................................9

2.3 Baja Karbon.............................................................................................10

2.4 Las SMAW (Shield Metal Arc Welding)................................................12

2.5 Kawat Las (Elektroda)............................................................................16

2.6 Pengelasan Pada Pipa..............................................................................18

2.7 Hal Yang Mempengaruhi Hasil Las........................................................22

2.8 Pengujian Sambungan Las......................................................................23

2.9 Kekuatan Tarik........................................................................................23

BAB III..................................................................................................................26

METODE PENELITIAN.......................................................................................26
2
3.1 Metode Penelitian....................................................................................26

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian.................................................................26

3.3 Variabel Penelitian..................................................................................26

3.4 Instalasi Penelitian...................................................................................27

3.5 Alat dan Bahan Penelitian.......................................................................27

3.6 Flow Chart Penelitian..............................................................................30

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan teknologi produksi dan bahan baku logam tidak dapat
dipisahkan dari pemanfaatan teknologi pengelasan. Sehingga boleh dikatakan
hampir tidak ada logam yang tidak dapat dilas. Pengelasan adalah salah satu
teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk
dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam
tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Sonawan, 2006).

Las adalah salah satu cara untuk menyambung benda padat dengan jalan
mencairkannya melalui pemanasan (Widharto, 2001). Faktor yang
mempengaruhi hasil pengelasan adalah prosedur pengelasan yaitu cara
pembuatan konstruksi las yang sesuai rencana dan spesifikasi dengan
menentukan semua hal yang diperlukan dalam pelaksanaan tersebut. Proses
produksi pengelasan yang dimaksud adalah proses pembuatan, alat dan bahan
yang diperlukan, urutan pelaksanaan, persiapan pengelasan (meliputi:
pemilihan mesin las, penunjukan juru las, pemilihan elektroda, penggunaan
jenis kampuh) (Wiryosumarto, 2000).

Biasanya pengelasan harus dilakukan pada posisi tertentu karena


mengikuti rancangan suatu konstruksi seperti pengelasan jaringan pipa,
pengelasan langit-langit plafon bangunan, pada pojok bangunan, diatas lantai
dan sebagainya. Dalam bidang pemipaan sistem sarnbungan las banyak
digunakan untuk menyambung komponen pemipaan seperti komponen siku
sambungan - T, reduser, flange dan berbagai macam sarnbungan pipa dengan
peralatan. Terlebih lagi pada proses pengelasan berkelanjutan yaitu suatu
konstruksi memerlukan pengelasan yang berurutan dan cepat dengan posisi
pengelasan yang berbeda-beda. Dengan adanya keharusan posisi pengelasan
tertentu, maka akan memberikan hasil yang berbeda terhadap kekuatan dan
kekerasan hasil lasan. (Howard B.C, 1994). Untuk mengurangi kemungkinan

4
tidak terjaminnya kekuatan sambungan las, adalah perlu melibatkan berbagai
pihak yang relevan secara berkesinambungan, dan perlu adanya kesamaan
pendapat serta pengertian agar saling memberikan masukan dan pengawasan
yang positif.

Berdasarkan wacana tersebut, maka dipandang perlu dilakukan suatu


kajian mengenai kekuatan sambungan las pipa baja SPINDO SCH 40 dengan
posisi pengelasan 5G dan 6G. Dalam hal ini pengaruh posisi pengelasan
mempunyai peran ketika melakukan pengelasan pipa yang memiliki kekuatan
sambungan cukup kuat.

1.2 Rumusan Masalah


Kualitas dan kekuatan sambungan las sangat dipengaruhi oleh posisi
pengelasan yang dilakukan. Pengujian dan pemeriksaan sarnbungan las
merupakan hal yang sangat menentukan dalam bidang teknik pengelasan
logam. Pemeriksaan kekuatan ini lebih penting lagi dalam pengelasan pipa.
Hal ini disebabkan karena bentuk pipa yang bulat, maka posisi pengelasannya
sangat memerlukan kekuatan sambungan lasnya dari satu posisi ke posisi
lainnya untuk menentukan hasil yang optimal. Berdasarkan uraian latar
belakang di atas, maka permasalahan yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana melakukan pengelasan pada pipa baja dengan posisi 5G dan


6G mengggunakan elektroda LB-52U E-7016?

2. Berapa besar kekuatan tarik sambungan las pipa baja pada posisi
pengelasan 5G dan 6G mengggunakan elektroda LB-52U E-7016?

1.3 Batasan Masalah


Dalam menentukan kualitas sambungan las sangat banyak parameter yang
harus ditentukan. Namun dalam penelitian ini hanya dibatasi untuk parameter
kekuatan tarik sambungan las pada posisi pengelasan 5G dan 6G. Jenis las
yang digunakan Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding) dengan elektroda
jenis LB-52U E-7016. Posisi pipa baja SPINDO SCH 40 yang dilas ada dalam

5
dua posisi, yaitu posisi pipa vertikal tetap dan posisi pipa horizontal tetap,
karena kedua posisi ini bisa mencakup posisi lainnya antara kedudukan 0
derajat sampai 90 derajat. Arus yang digunakan ada tiga variasi yaitu 80
Ampere, 90 Ampere, dan 100 Ampere dengan menggunakan sambungan
Double Butt Joint ( V Groove ).

1.4 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui cara melakukan pengelasan yang benar pada pipa baja pada
posisi 5G dan 6G.

2. Mendeskripsikan perbedaan dan pengaruh kekuatan sambungan las pipa


baja pada posisi pengelasan 5G dan 6G dengan pengujian tarik.

1.5 Manfaat Penelitian


Manfaat dari peneletian ini adalah:

1. Memberikan informasi kepada dunia industri tentang kepastian terhadap


mutu las selama pemakaian.

2. Memberikan masukan kepada masyarakat dan industri tentang perbedaan


kualitas suatu pengelasan dengan dua metode serta posisi yang berbeda.

3. Memberikan informasi pengembangan penelitian di lingkungan akademik.

6
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu


Penelitian terdahulu bertujuan untuk mendapatkan bahan perbandingan
dan acuan. Selain itu, untuk menghindari anggapan kesamaan dengan
penelitian ini. Maka dalam kajian pustaka ini peneliti mencantumkan hasil –
hasil penelitian terdahulu sebagai berikut:

Penelitian (Sam and Nugraha 2015), yang berjudul “Kekuatan Tarik dan
Bending Sambungan Las Pada Material Baja SM 490 Dengan Metode
Pengelasan SMAW dan SAW”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kekuatan sambungan las baja SM 490. Proses pengelasan SAW menggunakan
arus pengelasan 100 – 125 Ampere dan SMAW 300 Ampere. Elektroda yang
digunakan dalam metode pengelasan ini adalah E 7018 (SMAW) dan
F7A4EM12K (SAW). Berdasarkan penelitian tersebut dapat disimpulkan
Kekuatan tarik sambungan las tertinggi terjadi pada metode pengelasan
SMAW dengan nilai rata–rata tegangan tarik sebesar 666,05 MPa
dibandingkan dengan metode pengelasan SAW sebesar 621,78 Mpa dan raw
material sebesar 608,28 MPa. Kekuatan bending pada sambungan las metode
pengelasan SMAW sebesar 109,46 MPa lebih besar dibandingkan dengan
nilai kekuatan bending pada metode SAW sebesar 76,68 MPa, dan raw
material atau tanpa pengelasan sebesar 68,28 MPa.

Penelitian yang dilakukan (Irzal et al. 2011) yang berjudul “Kekuatan


Sambungan Las Pipa Baja Karbon Pada Posisi Pengelasan 5G Dan 6G
rnenggunakan Elektroda E-7018”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
perbedaan kekuatan sambungan las pipa baja karbon pada posisi 5G dan 6G
dengan menggunakan elektroda E-7018. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa Hasil dari penelitian ini diperoleh nilai
tegangan rata-rata pada posisi pengelasan 5G sebesar 44,80 kg/mm 2 dan pada
posisi pengelasan 6G sebesar 43,24 kg/mm2. Hal ini membuktikan bahwa

7
adanya pengaruh posisi pengelasan pipa 5G dan 6G yang dilakukan pada
pengelasan sambungan pipa terhadap kekuatan tariknya. Kegagalan atau
putusnya spesimen uji pada pengujian tarik yang dilakukan berada pada
daerah logam induk (base metal). Kondisi ini menunjukkan bahwa kekuatan
sambungan las lebih baik dibandingkan bahan pipa tersebut dan ini lebih
dipengaruhi pada penggunaan elektroda E-7018. Pengelasan dengan posisi
5G, Heat Affected Zone (HAZ) lebih merata yang disebabkan posisi
pengelasan pipa. Karena aliran metal cair akibat pengaruh gravitasi pada
sambungan lasnya merata dibandingkan pengelasan pada posisi 6G.

Penelitian yang dilakukan (Rinaldi et al. 2019) yang berjudul “STUDI


KEKUATAN TARIK DAN KEKERASAN PADA SAMBUNGAN PIPA ASTM A
106 GRADE B DENGAN PENGELASAN SMAW”. Penelitin ini bertujuan
untuk mengetahui kekuatan sambungan las pipa ASTM A 106 Grade B
mengunakan proses pengelasan SMAW menggunakan arus 80 A. Elektroda
yang digunakan adalah E 6010 dan E 7018, kampuh yang digunakan adalah
kampuh V dengan sudut 35 derajat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dapat di simpulkan bahwa nilai rata-rata Kekuatan tegangan tarik senilai 41,83
kgf/mm2 dan untuk nilai rata rata kekuatan regangan tarik (kgf/mm 2) senilai
8,25%. Hasil rata rata dari setiap titik pengujian kekerasan, Nilai rata – rata
base metal I senilai 61,12 HRC, HAZ I senilai 54,37 HRC, Weld senilai 61,62
HRC, HAZ II senilai 54,12 HRC dan base metal II senilai 59,35 HRC.

Penelitian yang dilakukan (Ilmi 2014) yang berjudul “PENGARUH ARUS


PENGELASAN SMAW PADA KEKUATAN SAMBUNGAN PIPA ASTM A335
GRADE P11”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetetahui pengaruh
perbedaan arus pengelasan dengan kekuatan sambungan pipa ASTM A355
Grade P11. Dengan metode pengelasan SMAW (Shielded Metal Arc Welding)
menggunakan elektroda E8018-B2. Material disambung dengan bentuk
kampuh V dengan sudut 60 derajat. Berdasarkan penelitian yang dilakukan
dapat disimpulkan bahwa arus pada las SMAW berpengaruh signifikan pada

8
kekuatan hasil pengelasan sambungan pipa A335 grade P11, kekuatan tarik,
kekuatan luluh dan regangan tertinggi didapat pada arus 110 A.

Penelitian yang dilakukan (Hamid 2016) yang berjudul “ANALISA


PENGARUH ARUS PENGELASAN SMAW PADA MATERIAL BAJA
KARBON RENDAH TERHADAP KEKUATAN MATERIAL HASIL
SAMBUNGAN”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arus
pengeasan SMAW pada baja karbon rendah terhadap kekuatan sambungan las.
Dalam penelitian ini dilakukan pemakaian arus yang berbeda pada tiap
spesimen, material yang digunakan S355JO, eletroda E 70181 diameter
2,6mm posisi pengelasan mendaki(vertical),arus yang digunakan 70A, 75A,
80A. Dalam pelaksanaan pengelasan menggunakan metode pengelasan
SMAW (Shielded Metal Arc Welding). Berdasarkan penelitian yang
dilakukan dapat disimpulkan bahwa nilai impak metode Charpy pada daerah
logam las dan nilai kekerasan metode Vickers didaerah logam induk, HAZ,
dan logam las. Dari hasil penelitian impak metode Charpy, nilai arus
pengelasan 80A lebih tinggi dari pada arus pengelasan 70A dan 75A.
Sedangkan angka kekerasan arus pengelasan 70A mendapatkan kekerasan
yang lebih tinggi dari arus pengelasan 75A dan 80A

2.2 Pengelasan
Pengelasan (welding) merupakan salah salah satu teknik penyambungan
logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi
dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam penambah dan
menghasilkan sambungan yang kontinyu. Definisi las menurut DIN (Deutche
Industrie Normen) adalah ikatan metalurgi pada logam atau logam paduan
yang dilaksanakan dalam keadaan cair atau lumer. Jadi pengelasan dapat
diartikan dengan suatu proses menyambung logam dengan menggunakan
energi panas, dalam keadaan cair dengan menggunakan bahan tambah atau
tanpa bahan tambah (Hamid 2016). Mengelas menurut Alip (1989) adalah
suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara
memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa
9
sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa dengan atau tanpa
bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun
strukturnya.

Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair


dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan
cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan
sehingga mempunyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan
sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain: prosedur pengelasan,
bahan, elektroda dan jenis kampuh yang digunakan. Penggunaan teknologi las
sampai saat ini sangat memegang peranan penting dalam masyarakat industri
modem, dimana penerapanya banyak digunakan dalam industri-industri,
misalnya kontruksi perkapalan, jembatan, rangka baja, kendaraan re1 dan lain
sebagainya. (Irzal et al. 2011)

Disamping untuk fabrikasi, proses las juga digunakan untuk reparasi


misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran, mengelas bahan besi cor
yang mengalami cacat, seperti retak, patah, aus, membuat lapisan keras pada
perekat, dan mempertebal bagian yang sudah aus.

2.3 Baja Karbon


Baja karbon adalah paduan antara besi dan karbon dengan sedikit Si, Mn,
P, S dan Cu. Sifat baja karbon sangat tergantung pada besarnya unsur karbon
pada baja tersebut, karena itu dikelompokan berdasarkan kadar karbonnya
yaitu Baja karbon rendah memiliki unsur C < 0,30% ; Baja karbon sedang
memiliki unsur C = (0,30 sampai 0,45)% ; Baja karbon tinggi memiliki unsur
C = (0,45 sampai 0,70)%. Bila kadar karbon naik, kekuatan dan kekerasannya
juga bertambah tinggi tetapi perpanjangannya menurun. Baja karbon rendah
dengan unsur C < 0,30%, baja ini mempunyai sifat mampu las yang baik
perpanjangan yang tinggi serta kekuatan yang rendah. (Irzal et al. 2011)

10
Sifat mampu las adalah kemarnpuan suatu logam yang dikerjakan dengan
proses pengelasan untuk menyatu tanpa terjadi cacat, retak, perubahan bentuk,
dan dapat digunakan baik menurut desain. Klasifikasi dari baja karbon dapat
dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Baja Karbon (Tata Surdia, 1999)

Baja karbon rendah yang disebut juga baja lunak, banyak sekali digunakan
untuk konsumsi umum. Baja karbon ini dibagi lagi dalam baja kil, baja semi
kil, dan baja rim, dimana penamaanya didasarkan atas persyaratan deoksidasi,
cara pembekuan dan distribusi rongga atau lubang halus di dalam ingot.
Klasifikasi baja menurut tingkat deoksidasi dapat dilihat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Klasifikasi Baja menurut tingkat Deoksidasi (Tata Surdia, 1999)


11
Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi mampu las dari baja karbon
rendah adalah kekuatan tarik dan kepekaan terhadap retak las. Kekuatan Tarik
pada baja karbon rendah dapat dipertinggi dengan menurunkan kadar karbon
(C) dan menaikan kadar mangan (Mn). Suhu transisi dari kekutan takik
menjadi turun dengan naiknya harga perbandingan Mn/C. Di dalam baja rim
terdapat pemisahan antara kulit dan bagian dalam yang menyebabkan
kekuatan takik baja ini menjadi lebih rendah bila dibanding dengan baja kil
dan baja semi kil. Sifat Mampu las adalah sifat menyatu logam las dengan
logam induk yang cair pada waktu membeku (Compacitibiliy), sifat guna
pakai hasil sambungan las sesuai dengan desain (Service Ability), sifat logam
yang di las memiliki sifat-sifat mekanik yang lebih baik (Mechanical Ability).
Baja yang mempunyai kandungan karbon (C) akan mempengaruhi sifat
mampu las dari baja tersebut. Baja karbon rendah mempunyai kepekaan retak
las yang rendah bila dibandingkan dengan baja karbon medium, tinggi dan
baja paduan. (Irzal et al. 2011).

Pengelasan yang banyak digunakan untuk baja paduan rendah adalah las
busur elektroda terbungkus, las busur rendam dan las MIG (las logam gas
mulia). Perubahan struktur daerah las selama pengelasan, karena danya
pemanasan dan pendinginan yang cepat menyebabkan daerah HAZ (Heat
Effected Zone) menjadi keras. Kekerasan yang tertinggi terdapat pada daerah
HAZ.

Pada proses pengelasan, transformasi (austenit) ke (ferit) merupakan tahap


yang paling krusial karena struktur mikro logam las yang berarti juga sifat-
sifat mekanisnya sangat ditentukan pada tahap ini. Diantara faktor-faktor yang
mempengaruhi transformasi (austenit) ke (ferit) adalah masukan panas (heat
input), komposisi kimia las, kecepatan pendinginan dan bentuk sambungan
las seperti ditunjukkan oleh diagram CCT (Continuous Cooling
Transformstion), struktur mikro logam las baja terdiri dari kombinasi dua atau
lebih fasa-fasa berikut yang disusun berdasarkan suhu pembentuknya (Amin,
2015).

12
2.4 Las SMAW (Shield Metal Arc Welding)
Shielded Metal Arc Welding (SMAW) adalah proses pengelasan manual
dimana busur listrik terciptadiantara benda kerja dan elektroda termakan
yang dibungkus terak. Proses ini menggunakan dekomposisi terak guna
menciptakan gas pelindung dan menyediakan elemen terak untuk melindungi
lelehan logam lasan. (Prayitno, Hutagalung, & Aji, 2018)

Jenis las yang digunakan dalam berbagai pengelasan sangat beragam.


Beberapa jenis las diantaranya adalah Las Oksiasitelin, Las busur listrik
berselaput (SMAW), Las busur listrik elektroda tungsten / TGA (Gas
Tungsten Arc) Welding, Las busur listrik elektroda logam terumpan/GMA
(Gas Metal Arc Welding), Las busur rendam / Sumberged Arc Welding, Las
TIG, Las MIG dan sebagainya. Dalam penggunaan dari masing-masing jenis
las ini disesuaikan dengan kebutuhannya. Pada pengelasan pipa umurnnya
digunakan las busur listrik elektroda berselaput (SMAW), karena
kemampuannya untuk pengelasan pada semua posisi dan mutu las lebih baik
jika dibandingkan dengan jenis las lain. Namun tidak jarang juga digunakan
pada pengelasan konstruksi kapal dan pelapisan keras pada pekerjaan
perawatan.(Irzal et al. 2011)

Dalam proses pengelasan jenis las SMAW, logam induk dalam pengelasan
ini mengalami pencairan akibat pemanasan dari busur listrik yang timbul
antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan
dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan bsrupa kawat yang dibungkus
pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama pengelasan akan mengalami
pencairan bersama dengan logam induk dan membeku bersama menjadi
bagian kampuh las. Proses pemindahan logarn elektroda terjadi pada saat
ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur
listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair
yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya
menjadi besar. (Irzal et al. 2011)

13
Penelitian sebelumnya telah melakukan penelitian mengenai pengelasan
metode SMAW, FCAW, dan SAW pada material mild steel (ST.42). Metode
SMAW kawat las yang digunakan AWS A5.1 E6013 dia. 3,2 mm dan dia. 4
mm. Metode SAW digunakan kawal las AWS A5-17 EM 12K dia. 4 mm
dengan pelindung fluks. Hasil penelitiannya menunjukkan, pengelasan
metode SAW mempunyai kekuatan tarik lebih baik dari metode SMAW.
Sedangkan hasil pengujian tegangan lentur (bending), menunjukkan bahwa
pengelasan dengan metode SMAW mempunyai tegangan lentur atau
kekuatan bending lebih baik. (Hadi 2012)

Pola pemindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari
logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan
terjadi dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh
besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan, fluks yang digunakan. Bahan
fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan
mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di
tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi (Gambar 1).

Saat terjadi proses pengelasan, logam induk akan menerima panas, dengan
adanya panas ini akan menyebabkan temperatur logam naik, oleh sebab itu di
sekitar daerah lasan akan mengalami siklus termal cepat sehingga terjadi
perubahan struktur mikro yang rumit, deformasi, dan tegangan termal yang
berhubungan dengan sifat mekanik, cacat, retak dari logam induk.

Gambar 1. Las busur dengan elektroda terbungkus (Wiryosumarto, 2008)

14
Siklus Thermal Daerah Las

Daerah pengelasan (Gambar 2) terdiri dari 3 bagian yaitu logam lasan,


daerah pengaruh panas (Head Affeted Zone) dan logam induk yang tak
terpengaruhi.

Gambar 2. Daerah - daerah transformasi fasa pada HAZ material Pengerasan


Transformasi (Bagjo Habsono, 2007:10)

Logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair
dan kemudian membeku. Daerah pengaruh panas atau daerah HAZ adalah
logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses
pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat.

Logam induk tak terpengaruhi adalah bagian logam dasar dimana panas
dan suhu pengelasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan
struktur dan sifat. Disamping ketiga pembagian utama tersebut masih
terdapat daerah khusus yang membagi logam las dan daerah terpengaruh
panas yang disebut Batas Las.

15
Selain perubahan sifat metalurgi pada logam induknya disekitar daerah
pengelasan, tegangan sisa juga akan timbul karena pengaruh dari penjepitan,
karena adanya urutan proses pengerasan. Tetapi tegangan sisa biasanya tidak
terlalu besar pengaruhnya, dalam beberapa hal suatu perlakuan panas yang
ringan pada suatu pengelasan dapat memperkecil tegangan tersebut. Bila
bagian-bagian yang akan di las tebal maka perlu diberikan pemanasan awal
sebelum proses pengelasan.

2.5 Kawat Las (Elektroda)


Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las
(elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan
dari campuran kimia (Gambar 3). Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit
dan sebagai bahan tambah. Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang
berselaput (Fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk
menjepitkan tang las. Fungsi dari Fluks adalah untuk melindungi logam cair
dari lingkungan udara, menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur. Hal
yang kurang menguntungkan adalah busur listriknya kurang bagus, sehingga
butiran yang dihasilkan agak besar dibandingkan jenis lain. Dalam
pelaksanaan pengelasan memerlukan juru las yang sudah berpengalaman.
Sifat mampu las fluks ini sangat baik maka biasa digunakan untuk konstruksi
yang memerlukan tingkat pengaman tinggi.

16
Gambar 3. Elektroda terbungkus (Arifin, 1997)

Standarisasi pengelasan di negara-negara industri elektroda las terbungkus


sudah banyak yang distandarkan berdasarkan penggunaanya. Standarisasi
elektroda berdasarkan AWS - ASTM didasarkan pada jenis fluks, posisi
pengelasan dan arus las. Spesifikasi elektroda untuk baja karbon berdasarkan
jenis dari lapisan elektroda (Fluks), jenis listrik yang digunakan, posisi
pengelasan dan polaritas pengelasan terdapat pada Tabel 3. Pada Tabel 4
diperlihatkan hubungan Diameter Elektroda dengan Arus Pengelasan. Batas
komposisi Kimia Bahan Las ( Tabel 5 ).

17
Tabel 3. Spesifikasi Elektroda Terbungkus dari Baja Lunak (Wiryosumarto,
2004).

Tabel 4. Diameter Elektroda dengan Arus Pengelasan (Howard B .C, 1998)

Tabel 5. Batas komposisi Kimia Bahan Las (Sri, Whidarto, 2007: 3)

Menurut (Tarkono et al. 2012). Perbedaan penggunaan jenis-jenis


elektroda akan mempengaruhi kekuatan tarik hasil pengelasan dan
perpanjangan (elongation). Peneliti lainnya (Syahrani et al. 2013) melakukan
penelitian dengan variasi arus pengelasan terhadap kekuatan tarik dan bending
pada baja SM 490 diperoleh perbedaan nilai kekuatan tarik dan bending.
Penelitian ini menggunakan perbedaan metode pengelasan, penggunaan arus,
dan jenis elektroda.

18
2.6 Pengelasan Pada Pipa
Saluran pipa adalah suatu alat transportasi untuk memindahkan cairan atau
gas seperti minyak, air, gas alam dan lain-lainnya. Saluran pipa dibagi dalanm
dua macam yaitu saluran hantar dan saluran pembagi. Sistem saluran pipa di
dalam pabrik, karena syarat instalasi yang berbeda biasanya dimasukan dalam
kelompok saluran pipa. Pengelasan saluran pipa merupakan pengelasan
penyambungan yang dilakukan di lapangan. Karena itu pengelasan selama
proses pembuatan pipanya sendiri tidak termasuk dalam klasifikasi ini. Karena
kekhususannya tersebut maka dalam pengelasan saluran pipa ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan seperti dijelaskan berikut ini. Pertama, pengelasan
hanya dilakukan satu pihak saja yaitu pihak luar, maka mutu dari las harus
diperhatikan dengan sungguh-sungguh. Kedua, karena bila ada kerusakan
akan mengganggu seluruh sistem maka kekuatan dan mutunya harus terjamin.

Pipa dari bahan baja karbon banyak digunakan sebagai pipa minyak dan
gas. Dalam sistem perpipaan sering menggunakan sistem penyambungan las.
Kriteria dan klasifikasi cara pengelasan serta elektroda las yang digunakan
pada pengelasan pipa disesuaikan dengan kebutuhan. Banyaknya cara
pengelasan antara lain karena banyaknya jenis logam yang harus di las. Pada
dasamya posisi pengelasan ada empat yaitu Posisi datar, Posisi tegak, Posisi
horizontal, Posisi atas kepala. Karena pipa berbentuk bulat maka keempat
posisi pengelasan tersebut tidak rata tetapi berubah sedikit demi sedikit dari
satu posisi ke posisi pengelasan yang lain. Menurut standard ASME posisi
pengelasan seperti yang diperlihatkan pada (Gambar 3). Pada Gambar 3 dapat
dilihat berbagai posisi pengelasan dari 1G sampai 6G hanya saja dapat
dibedakan dari posisi pengelasan 3G, 5G, dan 6G untuk pelat pipa dan dapat
dilakukan untuk arah naik dan turun. (Irzal et al. 2011)

19
Gambar 3. Berbagai posisi pengelasan menurut ASME

Keterangan :

 1G merupakan posisi datar

 2G merupakan posisi tegak

 3G merupakan posisi horizontal

 4G merupakan posisi atas kepala

 5G merupakan posisi pipa horizontal tetap

 6G merupakan posisi pipa datar berputar

Pipa-pipa yang tebal dengan bahan pipa baja paduan yang tinggi, biasanya
digunakan pengelasan dengan arah naik. Pengelasan arah naik serta kecepatan
arah naik kecepatannya lebih rendah jika dibandingkan pengelasan arah turun,
sehingga masukan panas yang diberikan tiap satuan luas lebih banyak.
Kerugian panas karena konduksi juga lebih besar daripada pipa tipis karena
massanya lebih besar. Persiapan sambungan pipa merupakan dasar dari
keberhasilan pengelasan pipa. Juru las harus memahami benar bentuk-bentuk
sambungan las yang akan dipakai yang disesuaikan dengan ukuran dimensi,
jenis las dan posisi pengelasan yang akan dilakukan. Bentuk sambungan las
tumpul berkampuh merupakan sambungan yang sering dipakai pada
sambungan las pipa dengan pipa atau pipa dengan sambungan fitting. Bentuk
sambungan pipa dapat dilihat pada (Gambar 4) untuk posisi pengelasan 5G
pada pipa dengan ring pengisi. (Irzal et al. 2011)

20
Gambar 4. Sambungan pipa pengelasan kombinasi las busur listrik

Sambungan kampuh V dipergunakan untuk menyambung logam atau pipa


dengan ketebalan 6 - 15 mm. Sambungan ini terdiri dari sambungan kampuh
V terbuka dan sambungan kampuh V tertutup. Sambungan kampuh V terbuka
dapat dipergunakan untuk menyambung pipa dengan ketebalan 6 - 15 mm
dengan sudut kampuh antara 60o - 80°, jarak akar 2 mm, tinggi akar 1-2 mm
(Gambar 5) (Sonawan, 2004). Sedangkan pada Gambar 6 adalah bentuk
kampuh sambungan pipa dengan pengelasan kombinasi las busur listrik
manual.

Gambar 5. Bentuk kampuh sambungan las

21
Gambar 6. Kampuh las untuk sambungan pipa T

2.7 Hal Yang Mempengaruhi Hasil Las


Sambungan las yang baik sangat diinginkan dalam proses pengelasan.
Gabungan dari banyak keahlian individu diperlukan, mulai dari perencanaan
las sampai operasi pengelasan. Dalam mencapai hal ini perlu diperhatikan
parameter yang mempengaruhi kualitas dan kekuatan sambungan las. Selain
posisi pengelasan juga turut dapat mempengaruhi kekuatan sambungan las,
ada beberapa parameter pengelasan yang harus diperhatikan dan pengaruhnya
adalah tegangan busur las, arus las, kecepatan pengelasan, polaritas listrik,
besarnya penetrasi.

a. Tegangan Busur Las

Tingginya tegangan busur tergantung pada panjang busur yang


dikehendaki dan jenis elektroda yang digunakan. Hal ini tidak
berpengaruh pada kecepatan pencairan.

b. Arus las

Besaranya arus las tergantung pada diameter kawat las (elektroda).


Besarnya arus harus cukup untuk untuk mencairkan logam induk dan
logam pengisi sehingga melekat dengan baik

c. Kecepatan Pengelasan

Kecepatan pngelasan berbanding lurus dengan arus pengelasan.


Kecepatan pengelasan mempengaruhi jumlah panas yang masuk pada
daerah lasan dan jumlah deposit yang terjadi.

d. Polaritas Listrik

22
Polaritas listrik mempengaruhi penetrasi pada logam induk.
Polaritas lurus (elektroda negatif) penetrasinya dalam, polaritas
sebaliknya penetrasinya dangkal.

e. Besarnya Penetrasi

Besarnya penetrasi tergantung pada sifat fluks, besarnya arus


listrik, tegangan dan kecepatan las. Penetrasi akan mempengaruhi
kekuatan sarnbungan las sesuai dengan parameter pengelasan.

2.8 Pengujian Sambungan Las


Pengujian dan pemeriksaan las merupakan hal yang sangat penting dalam
bidang teknik pengelasan logam. Hal ini karena teknik pengelasan logam
banyak digunakan dalam berbagai bidang industri logam dan mesin serta
dalam bidang konstruksi. Pengujian dan pemeriksaan las ini perlu dilakukan
untuk kepentingan berbagai pihak.

Secara garis besarnya pengujian ini dapat dibagi dua kategori yaitu
pengujian merusak (destructive test) dan pengujian tidak merusak (non
destruktive test). Pengujian merusak (destructive test) merupakan pengujian
model konstruksi atau batang uji hasil las diuji sampai terjadi kerusakan pada
model atau batang uji. Yang termasuk jenis pengujian ini adalah pengujian
mekanik seperti uji tarik, uji pukul takik, uji lelah (fatik), atau metalografi
(struktur) dan lainnya. Sedangkan pengujian tak merusak merupakan
pengujian dengan tidak merusak model atau batang uji. Yang termasuk jenis
pengujian ini adalah uji radiografi, ultra sonic, uji serbuk magnit, uji cairan
tembus, uji elektromagnet dan pancaran suara. Pemeriksaan hasil las yaitu
dengan melakukan pemeriksaan cacat las. (Irzal et al. 2011)

23
2.9 Kekuatan Tarik
Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat mekanik dan
perubahan-perubahannya dari suatu logam terhadap pembebanan tarik seperti
tegangan, regangan, dan modulus elastisitas. Pengujian tarik dilakukan karena
mampu memberikan informasi perilaku mekanis material. Pengujian ini
umumnya diperuntukan bagi pengujian beban - beban statik. Beban tarik
tersebut dimulai dari nol dan berhenti pada beban atau tegangan patah tarik
(Ultimate Strenght) dari logam yang bersangkutan. Beban uji yang telah
dinormalisasikan ukurannya dipasang pada mesin tarik, kemudian diberi
beban (gaya tarik) secara perlahan-lahan dari nol hingga maksimum.
Pengujian tarik dilakukan dengan mesin uji tarik atau dengan universal testing
machine. (Syahrani et al. 2013)

Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi


rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi
spesifikasi bahan. Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu
yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan
terhadap perpanjangan yang dialami benda uji. Kurva tegangan regangan
rekayasa diperoleh dari pengukuran perpanjangan benda uji.

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan


bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji
adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan
melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan
tersebut oleh penarikan gaya maksimum. Pada pengujian tarik beban diberikan
secara kontinyu dan pelan-pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu
dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji dan
dihasilkan kurva tegangan regangan. Beban tarik (tensile load) P bekerja pada
ujung sebelah kanan benda bebas ini. Dengan menganggap bahwa tegangan
terdistribusi secara merata pada seluruh penampang batang, maka resultannya
sama dengan intensitas σ kali luas penarnpang A 0 dari batang, sehingga
diperoleh (Gere and Timoshenko, 2001):

24
F
σu=
Ao

Dimana:

σu = Tegangan nominal (kg/mm2)

F = Beban maksimal (N)

A0 = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan atau persentase pertambahan panjang yang diperoleh dengan


membagi perpanjangan panjang ukur (𝛥L) dengan panjang ukur mula-mula
benda uji. Pemanjangan (elongation) yang terjadi merupakan hasil kumulatif
dari tarikan bahan pada seluruh panjang L dari batang. Konsep perbandingan
pemanjangan terhadap panjang satuan disebut regangan (strain) (Gere and
Timoshenko, 2001):

ΔL l ₁−l ˳
ℇ= =
L l˳

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban


sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berupa
pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan
mengakibatkan kepatahan pada beban. Persentase pengecilan yang terjadi
dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

A ˳− Af
Q= (100 % )

Dimana:

Q = Reduksi penampang (%)

Ao = Luas penampang mula (mm2)

Af = Luas penampang akhir (mm2)

Kekuatan tarik maksimum (ultimate tensile strength) adalah beban


maksimum dibagi luas penampang lintang awal benda uji. Hasil pengujian
25
tarik dapat digambarkan dalam kurva tegangan - regangan. Pengukuran
tegangan tarik spesimen didasarkan pada teori Hukum Hooke (Hooke Law).
Teori ini menyatakan bahwa suatu bahan berkelakuan secara elastis dan
memperlihatkan suatu hubungan liniear antara tegangan regangan yang
disebut elastis secara linier, dinyatakan (Gere & Timoshetiko, 2001).

σ =Ḕ . ℇ

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian


Penelitian yang dilakukan adalah jenis penelitian eksperimen, dimana hasil
pengujian diperoleh melalui percobaan langsung terhadap benda uji.
Berdasarkan pokok masalah yang di bahas dalam bab sebelumnya, maka data
diperoleh melalui hasil pengujian tarik terhadap sambungan pengelasan pada
pipa baja BLACKSTEEL SPINDO SCH 40 dengan posisi 5G dan 6G
menggunakan elektroda LB-52U E-7016 pada tegangan 80 A, 90A, dan 100A,
dengan sambungan Double Butt Joint ( V Groove ). Kemudian dilanjutkan
dengan pengamatan dan analisa terhadap data yang diperoleh dari pengujian di
laboratorium.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan selama X bulan. Tempat pelaksanaan
penelitian yaitu pengelasan pipa dilakukan di Workshop Fabrikasi dan
pengujiannya dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Bahan Jurusan Teknik
Mesin Universitas Islam Malang

3.3 Variabel Penelitian


Dalam penelitian ini digunakan 3 variabel yaitu:

A. Variabel Bebas (Independent Variable)

26
Variabel bebas atau independent variable adalah variabel yang
mempengaruhi, atau yang menjadi sebab perubahan dari adanya suatu
variabel dependen (terikat). Variabel bebas biasanya dinotasikan dengan
X. Dalam penelitian ini variabel bebas nya yaitu, jenis pipa baja, jenis
elektroda, variasi tegangan, variasi posisi pengelasan, dan variasi jenis
sambungan las.

B. Variabel Terikat

Variabel terikat atau variable dependent diartikan sebagai variabel


yang dipengaruhi, akibat adanya variabel bebas. Variabel ini biasa
dinotasikan dengan Y. Dalam penelitian ini variabel terikat nya yaitu, hasil
sambungan las pada pipa baja.

C. Variabel Terkontrol

Variabel Terkontrol adalah variabel yang dapat dikendalikan.


Sesuai dengan namanya, sehingga variabel bebas terhadap variabel terikat
tidak dipengaruhi oleh faktor luar yang tidak diteliti. Variabel Terkontrol
umumnya, sering digunakan untuk jenis penelitian perbandingan. Dalam
penelitian ini variabel terkontrol nya yaitu Waktu, Cuaca, dan Juru Las.

3.4 Instalasi Penelitian


-

3.5 Alat dan Bahan Penelitian


1. Alat

Peralatan pengelasan yang digunakan dalam penelitian ini


menggunakan pengelasan busur listrik berselaput SMAW (Shielded Metal
Arc Welding) yang memiliki sistem listrik DC .Dalam pelaksanaan
pengujian sifat mekanik spesimen uji digunakan mesin uji tarik (Tension
27
Testing Machine). Mesin ini digunakan untuk pengujian tarik statis .Data
yang diperoleh dari pengujian ini adalah kekuatan luluh serta kekuatan
tarik material uji tarik standar.

Gambar 7. Transformator Las Listrik

Gambar 8. Tension Testing Machine ( Universal Unit )

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pipa Hydrant


dengan spesifikasi data adalah:

 Bahan pipa : Carbon steel


 Diameter Pipa : 4 Inch (10,16 cm)
 Tebal Dinding Pipa : 9,53 mm
28
 Jenis Kawat Las : Elektroda las AWS A5.1 E7016 dengan
Diameter 3,2 x 400 mm
 Kuat Arus pengelasan : 80A, 90A, dan 100A
 Kecepatan pengelasan : 1,1 mm/det
 Arah Pengelasan : Naik (vertikal)
 Posisi Pengelasan : 5G (Horizontal) dan 6G (Vertikal)

Pipa yang disambung dengan pengelasan sebanyak 12 buah.


Pengelasan dilakukan oleh juru las yang sama, agar dapat dibandingkan
kekuatan sambungan las. Pipa yang telah dilas kemudian dibentuk
spesimen uji sesuai dengan standard uji tarik ASTM E8-M sebanyak 6
buah untuk masing masing posisi pengelasan.

Gambar 9. Pipa Baja Karbon

Gambar 10. Elektroda LB 52U E-7016

Gambar 11. Geometri dan Dimensi Spesimen Uji Tarik ASTM E8-M

29
3.6 Flow Chart Penelitian

Mulai

Study Literature dan


Membuat Hipotesa

Persiapan Alat
dan Bahan

Pengumpulan
Parameter Pengujian

Pengambilan
Data

Tidak
Data Keluar
dan Sesuai

Ya
Pengolahan Data

Analisa dan Pembahasan

Kesimpulan

30
Selesai
DAFTAR PUSTAKA

Sonawan, H., Suratman, R., (2004). Pengantar Untuk Memahami Pengelasan


Logam, Alfa Beta, Bandung.

Sri Widharto. (2007). Inspeksi Teknik Edisi Ketujuh. Jakarta:

Gere and Timoshenko, S. (2001). "Strength of Materials". Volume I: New York.

Wiryosumarto, H., (2000), Teknologi Pengelasan Logam, Erlangga, Jakarta.

Wiryosumarto, H., (2004). Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan ke-7, Penerbit


Pradnya Paramitha, Jakarta

Wiryosumarto, H., (2008). Teknologi Pengelasan Logam. Cetakan ke-7,


Penerbit Pradnya Paramitha, Jakarta

Howard.B.C, (1998). Modern Welding Technology. 4 edition, Prentice Hal1, New


Jersey.

Alip, M., (1989). Teori dan Praktik Las, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Tata Surdia (1999). "Pengetahuan Bahan Teknik", cetakan keempat, Pradnya


Paramita, Jakarta.

ASME Sections IX, 2002, Qualification Standard for Welding and Brazing
Procedures, Welders, Brazers, and Welding and Brazing Operators,
Andeda

Amin A, 2012, Pengaruh Besar Arus Temper Bead Welding Terhadap


Ketangguhan Hasil Las SMAW Pada Baja ST37, Media Sains, 16 – 24.

Bagjo habsoro. (1997). Metalurgi Pengelasan. Institut Teknologi Bandung:


Bandung

Arifin, S., (1997). Las Listrik dan Otogen, Qhalia Indonesia, Jakarta.
31
Sri Widharto. (2007). Inspeksi Teknik Edisi Ketujuh. Jakarta:

Syahrani, A., Sam, A., Chairulnass. 2013. Variasi Arus Terhadap Kekuatan Tarik
dan Bending pada Hasil Pengelasan SM 490. Jurnal Mekanikal, Vol. 4 No.
2: Juli 2013: 393 - 402

Tarkono, Siahaan, P., G., Zulhanif. 2012. Studi Penggunaan Jenis Elektroda yang
Berbeda Terhadap Sifat mekanik Pengelasan Baja AISI 1045. Jurnal
Mechanical. Volume 3. Nomor 2. 51-62.

Irzal, Hendri Nurdin. 2014. Analisis Kekuatan Tarik Sambungan Las Pada Pipa
Baja Karbon Menggunakan Elektroda E-7018 Dengan Posisi Pengelasan
5G. Prosiding Konvensi Nasional APTEKINDO VII dan Temu Karya
XVIII FPTK/FT-JPTK Se-Indonesia. Bagian III. Hal 374 – 579.

A. Hamid, “ANALISA PENGARUH ARUS PENGELASAN SMAW PADA


MATERIAL BAJA KARBON RENDAH TERHADAP KEKUATAN
MATERIAL HASIL SAMBUNGAN.,” Teknik Elektro, Univ.
Mercubuana, Vol. 7, No. 1, p. (ISSN: 2086-9479), 2016.

Naharuddin, Alimuddin Sam, Candra Nugraha, “KEKUATAN TARIK DAN


BENDING SAMBUNGAN LAS PADA MATERIAL BAJA SM 490
DENGAN METODE PENGELASAN SMAW DAN SAW”. Teknik
Mesin, Universitas Tadulako, Jurnal Mekanikal, Vol. 6 No. 1: Januari
2015: 550- 555 (ISSN 2086 - 3403).

Rio Rinaldi, Hamdani, Al Fathier, “STUDI KEKUATAN TARIK DAN


KEKERASAN PADA SAMBUNGAN PIPA ASTM A 106 GRADE B
DENGAN PENGELASAN SMAW”. Teknik Mesin Teknologi Rekayasa
Manufaktur Politeknik Negeri Lhokseumawe, Jurnal Mesin Sains Terapan,
vol. 5 no. 2: Agustus 2021 (e-ISSN 2597-9140).

Bahrul Ilmi, “PENGARUH ARUS PENGELASAN SMAW PADA KEKUATAN


SAMBUNGAN PIPA ASTM A335 GRADE P11”. Teknik Mesin

32
Universitas IBA, Jurnal Ilmiah “TEKNIKA” Vol. 5 No. 2 (ISSN: 2355-
3553).

Prayitno, D., Hutagalung, H. D., & Aji, D. P. B. (2018). Pengaruh kuat arus listrik
pengelasan terhadap kekerasan lapisan lasan pada baja ASTM A316,
7590.

33

Anda mungkin juga menyukai