Anda di halaman 1dari 73

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Pembangunan kesehatan merupakan upaya yang dilakukan oleh masyarakat

yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk

hidup sehat agar tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Sasaran

pembangunan jangka menengah (RPJMN) 2020-2024 adalah mewujudkan

masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan

pembangunan di berbagai bidang. Salah satu program utama pembangunan

kesehatan saat ini adalah program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

(PIS-PK). Indikator RPJMN 2020-2024 yaitu Jumlah Kabupaten/Kota yang

melaksanakan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan keluarga (PIS-PK)

dengan cakupan 100% intervensi keluarga.

Program Indonesia Sehat merupakan salah satu program dari agenda ke-5

Nawa Cita, yaitu meningkatnya kualitas hidup manusia. Program ini didukung

oleh program sektoral lainnya yaitu Program Indonesia Pintar, Program

Indonesia Kerja, dan Program Indonesia Sejahtera. Program Indonesia Sehat

mempunyai 4 program prioritas yaitu penurunan angka kematian ibu dan bayi,

perbaikan gizi dengan turunnya stunting, pencegahan penyakit menular,

pencegahan penyakit tidak menular. (Kementerian Kesehatan, 2017).

Program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga adalah salah satu

program kesehatan yang dibuat oleh Kementerian Kesehatan dengan cara

mengunjungi setiap keluarga dengan fokus sasaran kesehatan yang lebih kecil,

dengan demikian didapatkan permasalahan kesehatan disetiap keluarga sehingga

1
dapat ditangani dengan baik oleh tenaga kesehatan. Pelaksanaan Program

Indonesia Sehat diselenggarakan melalui pendekatan keluarga, yang

mengintegrasikan upaya kesehatan perorangan (UKP) dan upaya kesehatan

masyarakat (UKM) secara berkesinambungan dengan target keluarga,

berdasarkan data dan informasi dari Profil Kesehatan Keluarga.

Berdasarkan data dari aplikasi Keluarga Sehat (KS) per September 2021 ,

Indeks Keluarga Sehat (IKS) di Indonesia saat ini yaitu sebesar 0,186. IKS

tersebut kurang dari 0,500 atau kategori keluarga tidak sehat. Terdapat 3 kategori

Indeks Keluarga Sehat dalam Program PIS-PK, yakni Keluarga Sehat bila

nilai IKS > 0,8, Keluarga Pra Sehat bila nilai IKS 0,5 - 0,8 dan Keluarga Tidak

Sehat bila nilai IKS < 0,5. Riset yang dilakukan oleh tim Puslitbang Sumber

Daya & Pelayanan Kesehatan Kemenkes (2017) di Kota Bandar Lampung,

menyatakan bahwa dalam pelaksanaan program Indonesia sehat dengan

pendekatan keluarga belum berjalan secara optimal. Hal tersebut dikarenakan

tedapat kendala, diantaranya : belum terdapat regulasi khusus yang mengatur

pelaksanaan PIS-PK di tingkat Kab/Kota, terbatasnya atau belum memadainya

Sumber Daya Manusia (SDM) untuk kunjungan rumah, dana Biaya

Operasional Kesehatan (BOK) belum jelas juknis dan waktu keluar dananya.

Dalam upaya menyelenggarakan pelaksanaan pendekatan keluarga di

Puskesmas hal terpenting yang dibutuhkan yaitu sumber daya manusia berupa

partisipasi tenaga dari masyarakat sebagai mitra dapat diupayakan, seperti kader

Posyandu, kader Posbindu, kader Poskestren, kader PKK. Pengurus organisasi

kemasyarakatan setempat, seperti pengurus PKK, pengurus karang taruna,

pengelola pengajian, dan lain-lain (Kementerian Kesehatan RI, 2016).

2
Menurut Ismawati (2010), Kader merupakan seorang tenaga sukarela yang

direkrut dari, oleh dan untuk masyarakat, yang membantu dalam kelancaran

pelayanan kesehatan. Peran kader kesehatan dalam program Indonesia sehat

yaitu sebagai pelaksana kunjungan rumah, penyuluhan kesehatan, mendatangi

keluarga, pendataan keluarga dan mengajak keluarga agar dapat berperilaku

hidup bersih dan sehat (Kementerian Kesehatan, 2016). Kader diharapkan

berperan aktif dan mampu menjadi pendorong, motivator dan penyuluh

masyarakat. Kader kesehatan masyarakat bertanggung jawab terhadap masyarakat

setempat serta pimpinan-pimpinan yang ditunjuk oleh pusat kesehatan.

Komponen yang mempengaruhi perilaku manusia menurut L. Green,

(1980) dalam Notoatmodjo, (2010) yaitu faktor predisposisi (predisposing

factors), faktor pemungkin (enabling factors), dan faktor penguat

(reinforcing factor). Penelitian dari Laela Sari (2017) “Evaluasi Kesiapan

Pelaksanaan Program Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga”. Dari

hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa seluruh kabupaten yang telah maupun

yang belum melakukan pendataan siap melaksanakan PIS-PK dengan adanya

komitmen dan arahan-arahan dari pihak dinas kesehatan, Puskesmas juga akan

memiliki komitmen tinggi dalam menyelesaikan target pendataan di wilayah

kerjanya. Beberapa kabupaten telah menunjukkan komitmen yang tinggi

terhadap PIS-PK, yang diwujudkan dengan perencanaan SDM yang matang,

pengalokasian anggaran, perencanaan mekanisme pengumpulan data yang

matang, serta menyiapkan sarana dan prasarana penunjang yang

diperlukan untuk kegiatan pengumpulan data. Kelancaran kegiatan pendataan

PIS-PK, memerlukan keterlibatan lintas sektor terutama untuk menggerakkan

3
aparat pemerintahan dan meningkatkan partisipasi masyarakat.

Jurnal Penelitian dari Nurgahayu dan dan Septiyanti (2020) “ Identifikasi

Faktor Penghambat Implementasi PIS-PK Indikator TB Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Antang” penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi

mendalam tentang faktor penghambat implementasi PIS PK ditinjau dari indikator

TB Paru, kesimpulan nya adalah trasmisi atau penyaluran komunikasi yang

dilakukan oleh petugas pelaksana program kepada Kader Posyandu serta tokoh

msyarakat dalam melakukan sosialisasi mengenai PIS PK telah baik, tetapi

transmisi dari kader dan tokoh masyarakat yang ada tidak tersampaikan dengan

baik ke masyarakat dilihat dari masih banyaknya masyarakat yang menolak untuk

dilakukan pendataan dan saat sosialisasi mengenai intervensi TB Paru

berdaasarkan wawancara dapat dilihat bahwa masih banyak masyarakat yang

tidak rutin mengkonsumsi obat TB Paru secara rutin.

Dari beberapa penelitian tersebut, peneliti tertarik untuk meneliti dan

menambahkan variabel self efficacy dan kerjasama kelompok terhadap partisipasi

kader dalam Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK).

Menurut data dari profil Puskesmas Way Halim Kota Bandar Lampung tahun

2020, jumlah kader Puskesmas sebesar 100 kader. Kader tersebut terdiri dari

kader Posyandu Lansia dan Kader Posyandu Balita. Kader inilah yang akan

melakukan pendataan dan melakukan penyuluhan terkait program Indonesia

sehat.

4
Tabel 1.1
Data Cakupan IKS (Indeks Keluarga Sehat) meliputi 12 indikator berdasarkan
dari Aplikasi Keluarga Sehat di Kelurahan/Kecamatan wilayah kerja Puskesmas
Way Halim Tahun 2021 (Per Juni 2021)
Persentase
Indikator Keluarga Sehat Cakupan
Keluarga Sehat
Keluarga mengikuti program KB 44,41%
Persalinan ibu di fasilitas pelayanan kesehatan 92,28%
Bayi mendapatkan imunisasi lengkap 99,24%
Bayi mendapatkan ASI eksklusif 94,40%
Pertumbuhan bayi dipantau 99,26%
Penderita TB Paru berobat sesuai standar 10,61%
Penderita Hipertensi yang berobat secara teratur 27,87%
Penderita gangguan jiwa berat diobati dan tidak ditelantarkan 22,73%
Anggota keluarga tidak ada yang merokok 50,23%
Keluarga sudah menjadi anggota JKN 67,04%
Keluarga memiliki akses/menggunakan sarana air bersih 98,91%
Keluarga memiliki akses/menggunakan jamban keluarga 97,82%
Total Cakupan Indikator Keluarga Sehat 0,266%
Source: Aplikasi Keluarga Sehat https://keluargasehat.kemkes.go.id/ Tahun 2021

Berdasarkan Tabel 1.1 dari 12 indikator tersebut, total IKS puskesmas

Way Halim yaitu sebesar 0,266. Dari IKS tersebut, dapat dilihat bahwa

Puskesmas Way Halim termasuk dalam IKS yang tidak sehat, dikatakan keluarga

sehat yaitu jika cakupan IKS (Indeks Keluarga Sehat) sebesar >0,800, keluarga

pra sehat yaitu 0,500-0,800 dan keluarga tidak sehat jika IKS <0,500 ( Permenkes

RI No.39 Tahun 2016).

Berdasarkan latar belakang dan fenomena tersebut maka peneliti

tertarik untuk melakukan penelitian tentang ” Analisis Faktor –faktor yang

Berpengaruh Pada Partisipasi Kader Dalam Mendukung Program

Indonesia Sehat Dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Wilayah Kerja

Puskesmas Way Halim Kota Bandar Lampung”.

5
1.2 Identifikasi Masalah.

Berdasarkan tabel 1.1 pada latar belakang diatas, cakupan total Indeks

Keluarga Sehat (IKS) Puskesmas Way Halim sebesar 0,266 (keluarga tidak sehat),

angka tersebut berada di bawah standar Indeks Keluarga Sehat yang ditetapkan

dalam Permenkes No 39 Tahun 2016 serta dilihat dari buku profil Puskesmas

Way Halim untuk kader Program PIS-PK diambil dari kader Posyandu dan kader

kelurahan, total berjumlah 100 orang kader. Petugas Puskesmas beserta Kader

Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan keluarga (PIS-PK) sampai tahun

2020 telah melakukan pendataan dan penyuluhan sebanyak 5997 KK yang belum

termasuk seluruh KK yang ada di wilayah kerja Puskesmas Way Halim .

1.3 Rumusan Masalah.

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, maka dirumuskan

permasalahan sebagai berikut :

1. Apakah Self Efficacy berpengaruh terhadap Partisipasi Kader dalam

Mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-

PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung ?

2. Apakah Pengetahuan berpengaruh terhadap Partisipasi Kader dalam

Mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-

PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung ?

3. Apakah Motivasi berpengaruh terhadap Partisipasi Kader dalam

Mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-

PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung ?

4. Apakah Fasilitas berpengaruh terhadap Partisipasi Kader dalam

6
Mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-

PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung ?

5. Apakah Kerjasama Kelompok berpengaruh terhadap Partisipasi Kader

dalam Mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga

(PIS-PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung ?

1.4 Batasan Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode survei, yaitu metode penelitian yang

menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk mengumpulkan data. Untuk

lebih fokus, pada penelitian ini peneliti membatasi ruang lingkup penelitian pada

pengaruh Self Efficacy, Pengetahuan, Motivasi, Fasilitas dan Kerjasama Kelompok

terhadap partisipasi kader terhadap Program PIS-PK di Puskesmas Way Halim Bandar

Lampung.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian.

1.5.1 Tujuan dari penelitian ini adalah :

A. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Self Efficacy terhadap

partisipasi kader dalam mendukung Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung

B. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Pengetahuan terhadap

partisipasi kader dalam mendukung Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung

7
C. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Motivasi terhadap Partispasi

Kader dalam mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung

D. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Fasilitas terhadap Partisipasi

Kader dalam mendukung Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung

E. Untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh Kerjasama Kelompok

terhadap Partisipasi Kader dalam mendukung Program Indonesia Sehat

dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Way Halim Bandar

Lampung .

1.5.2 Manfaat dari penelitian ini adalah :

A. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

dalam aspek teoritis (keilmuan) yaitu bagi perkembangan ilmu kesehatan,

khususnya pada aspek Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga (PIS-PK) oleh kader Puskesmas Way Halim Bandar Lampung.

B. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan

dalam aspek praktis yaitu untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi

Pimpinan UPT Puskesmas Way Halim Bandar Lampung.

8
BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Pengertian Kader

Kader kesehatan yaitu tenaga yang berasal dari masyarakat, yang dipilih

oleh masyarakat sendiri dan bekerja secara sukarela untuk menjadi penyelenggara

di Desa siaga (Fallen & Budi, 2010). Kader adalah tenaga suka rela yang dipilih

oleh dan dari masyarakat yang bertugas mengembangkan masyarakat. Direktorat

Bina Peran Serta Masyarakat Kementerian Kesehatan RI memberikan batasan

kader, bahwa kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditunjuk

oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela (Handayani, 2011). Mengingat

bahwa kader bukanlah tenaga profesional dan teknis, melainkan hanya membantu

dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, untuk itu perlu adanya pembagian

tugas yang diembankan padanya, baik menyangkut jumlah maupun jenis

pelayanan. Adapun tugas kader adalah sebagai berikut:

a. Sehari sebelumnya semua ibu hamil, ibu menyusui, ibu balita diberitahu
akan adanya kegiatan posyandu.
b. Mencatat semua sasaran wanita usia subur, pasangan usia subur dan
lanjut usia.
c. Mempersiapkan alat-alat dan bahan yang akan diperlukan, bila ada yang
kurang dan belum tersedia dapat meminjam dan meminta pada petugas
atau membuat sendiri.
d. Pembagian tugas diantara sesama kader.

9
Kementerian Kesehatan RI (2009), menjelaskan bahwa Kader mempunyai

6 peran dan fungsi sebagai pengembang desa siaga, yaitu:

a. Membantu tenaga kesehatan dalam mengelola desa siaga melalui


kegiatan usaha kesehatan berbasis masyarakat (UKBM) seperti
posyandu,
b. Memantau kegiatan dan evaluasi desa siaga .
c. Membantu mengembangkan dan mengelola UKBM selain Posyandu
d. Membantu mengidentifikasi dan melaporkan kejadian di masyarakat
yang dapat berdampak kepada masyarakat,
e. Membantu dan memberikan pemecahan masalah kesehatan yang
sederhana kepada masyarakat,
f. Mempersiapkan masyarakat dalam menghadapi kedaruratan
kesehatan dan penanggulangan bencana.

Mengingat kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan

ditunjuk oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela, maka kader kesehatan

merupakan perwujudan peran serta aktif masyarakat dalam pelayanan terpadu,

dengan adanya kader yang dipilih oleh masyarakat, kegiatan diperioritaskan pada

lima program dan mendapat bantuan dari petugas kesehatan terutama pada

kegiatan yang mereka tidak kompeten memberikannya (Ramadhoni, 2011).

Tujuan Pembentukan Kader Dalam rangka mensukseskan pembangunan

nasional, khususnya di bidang kesehatan, bentuk pelayanan kesehatan diarahkan

pada prinsip bahwa masyarakat bukanlah sebagai objek akan tetapi merupakan

subjek dari pembangunan itu sendiri.

Kader yang dinamis dengan pendidikan rata -rata di desanya ternyata

mampu melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi

masyarakat sekelompoknya meliputi:

10
a. Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatan
terhadap diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan
sederhana dan lain-lain.
b. Penimbangan dan penyuluhan gizi
c. Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi,
pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB
d. Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan,
pembuatan jamban keluarga dan sarana air sederhana.
e. Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain.

Kader merupakan tenaga masyarakat yang dianggap paling dekat dengan

Masyarakat, hal ini di sebabkan karena kader berasal dari masyarakat setempat

sehingga alih pengetahuan dan keterampilan dari kader kepada tetangganya

menjadi mudah (Adisasmito, 2008). Peran kader dalam siap antar jaga kesehatan

ibu anak adalah ibu harus selalu siap mengantar dan menjaga apabila ada ibu atau

anak yang memerlukan pertolongantenaga kesehatan. Peran kader dalam kasus

ibu hamil dengan faktor risiko adalah dapat mengenal faktor risiko, menjelaskan

kepada ibu/keluarga tentang faktor risiko, untuk melakukan pemeriksaan

kehamilan serta merujuk ibu hamil dengan faktor risiko (Kementerian Kesehatan

RI, 2007).

Peran kader dalam surveilans penyakit dan masalah kesehatan adalah

melihat, mendengar, mencatat untuk menemukan gejala dan masalah kesehatan,

menemukan, melaporkan dan melakukan upaya pencegahan dan penanganan

sederhana. Dalam pelaksanaan peran menemukan gejala, tanda serta masalah

kesehatan yang ada di masyarakat termasuk faktor risiko ibu hamil informasi

diperoleh dari posyandu, laporan dari masyarakat, laporan dasa wisma, kunjungan

11
rumah, kegiatan sosial masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Kader

adalah tenaga pilihan yang sangat tepat untuk usaha-usaha masyarakat karena :

1) Berasal dari masyarakat, sehingga mengenal betul masyarakat setempat;

2) Dipilih masyarakat sehingga dapat diterima oleh masyarakat;

3) Disegani dan dipercaya masyarakat sehingga saran dan petunjuknya akan


didengar dan diikuti oleh masyarakat (Mantra, 1997).

2.1.2 Pengertian Partisipasi

Partisipasi adalah keterlibatan seseorang dalam situasi baik secara mental,

pikiran atau emosi dan perasaan yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan

dalam upaya untuk memberikan sumbangan dalam usaha mencapai tujuan yang telah

ditentukan dan ikut bertanggung jawab terhadap kegiatan pencapaian tujuan tersebut”

(Syamsuddin Adam dalam Prasetya, 2008:54). Partisipasi merupakan suatu konsep

yang merujuk pada keikutsertaan seseorang dalam berbagai aktivitas

pembangunan. Keikutsertaan ini sudah barang tentu didasari oleh motif–motif dan

keyakinan akan nilai–nilai tertentu yang dihayati seseorang .Terdapat tahapan

partisipasi menurut Hoofsteede (1971: 25) yaitu :

a. Partisipasi inisiasi (Inisiation Participation) adalah partisipasi yang

mengundang inisiatif dari pemimpin desa, baik formal maupun informal,

ataupun dari anggota masyarakat mengenai suatu proyek, yang nantinya

proyek tersebut merupakan kebutuhan bagi masyarakat.

b. Partisipasi Legitimasi (Legitimation Participation) adalah partisipasi pada

tingkat pembicaraan atau pembuatan keputusan tentang proyek tersebut.

c. Partisipasi Eksekusi (Execution Participation), adalah partisipasi pada tingkat

pelaksanaan.

12
2.1.3 Pengertian PIS-PK

Pendekatan Keluarga adalah salah satu cara Puskesmas untuk

meningkatkan jangkauan sasaran dan mendekatkan atau meningkatkan akses

pelayanan kesehatan dengan mendatangi keluarga. (Kementerian Kesehatan,

2017). Tujuan Program Indonesia Sehat yaitu :

a. Mengintegrasikan seluruh program di Puskesmas


b. Meningkatkan akses keluarga terhadap pelayanan kesehatan yang
komperhensif
c. Mendukung pencaoaian SPM Kabupaten/Kota
d. Menukung Pelksanaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
e. Mendukung tercapainya program Indonesia Sehat.

Sasaran dari PIS-PK adalah meningkatnya derajat kesehatan dan

status gizi masyarakat melalui upaya kesehatan dan pemberdayaan masyarakat

yang didukung dengan perlindungan finansial dan pemerataan pelayanan

kesehatan. Sasaran ini sesuai dengan sasaran pokok RPJMN, yaitu: Pertama,

meningkatnya status kesehatan dan gizi ibu dan anak; Kedua, meningkatnya

pengendalian penyakit; Ketiga, meningkatnya akses dan mutu pelayanan

kesehatan dasar dan rujukan terutama di daerah terpencil, tertinggal

dan perbatasan; Keempat, meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan

universal melalui Kartu Indonesia Sehat (KIS) dan kualitas pengelolaan SJSN

kesehatan; Kelima, terpenuhinya kebutuhan tenaga kesehatan, obat dan vaksin,

dan; Keenam, meningkatnya responsivitas sistem kesehatan.

Upaya pencapaian prioritas pembangunan kesehatan dalam PIS-PK

dilaksanakan dengan mendayagunakan segenap potensi yang ada, baik dari

pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/kota, maupun masyarakat. Pembangunan

13
kesehatan imulai dari unit terkecil dari masyarakat yaitu keluarga Pembangunan

keluarga, sebagaimana dimaksud dalam UU No.52 Tahun 2009 tentang

Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga serta UU No.23

Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah adalah upaya mewujudkan keluarga

berkualitas yang hidup dalam lingkungan yang sehat. Dari aspek legal, peraturan

Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Program Indonesia Sehat dengan (PIS-PK) telah diterbitkan.

Pelaksanaan PIS-PK di tingkat puskesmas yang telah disusun dan

disepakati bersama dalam berbagai bentuk kegiatan di Puskesmas, diantaranya

adalah rapat dinas, pengarahan pada saat apel pegawai, dan kunjungan rumah

untuk melakukan intervensi atas segala permasalahan kesehatan ditingkat

keluarga sehingga indikator keluarga sehat dapat dipertahankan/ ditingkatkan.

Pelaksanaan kegiatan dari setiap program sesuai penjadwalan pada RPK bulanan,

tribulanan dilakukan melalui forum yang dibentuk khusus dinamakan Forum

Lokakarya Mini Puskesmas. Penggerakan melalui lokmin dan upaya lain juga

dapat ditingkatkan dengan adanya penggerakan UKM yang lebih tepat sasaran

dan efektif, termasuk penggerakan secara lintas sektor.

Kepala puskesmas akan menyusun strategi atas pelaksanaan RPK untuk

menanggulangi segala permasalahan kesehatan prioritas dengan memanfaatkan

seluruh potensi sumberdaya yang ada di dalam dan luar lingkungan kerjanya,

membagi habis tugas kepada seluruh petugas puskesmas sesuai dengan

kapasitasnya, mengatur waktu pelaksanaan kunjungan rumah, berkoordinasi

dengan lintas sektor dalam pelaksanaan kunjungan rumah.

14
Kunjungan rumah dilakukan oleh petugas Puskesmas dibantu oleh kader

kesehatan yang ditunjuk sebagai Pembina Keluarga secara berkala (misalnya

seminggu sekali) atau sesuai kesepakatan dengan keluarga. Pembina Keluarga

harus membuat jadwal kunjungan rumah agar tidak terjadi tumpang-tindih atau

adanya keluarga yang tidak mendapat giliran kunjungan. Pelaksanaan kunjungan

rumah memerlukan langkah-langkah seperti persiapan dan pelaksanaan.

1) Persiapan

Pembina Keluarga/Pembina Wilayah membuat persiapan sebelum melakukan

kunjungan rumah. Persiapan terpenting adalah identifikasi masalah kesehatan

yang dihadapi setiap keluarga dan potensi pemecahannya, serta melakukan

analisis sampai ditetapkannya cara pemecahan masalah.

2) Pelaksanaan

Terdapat empat langkah yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan kunjungan

rumah yang dapat disingkat menjadi SAJI, yaitu: (a) Salam (S), (b) Ajak Bicara

(A), (c) Jelaskan dan bantu (J), dan (d) Ingatkan (I). Berikut ini disampaikan

cara menerapkan SAJI.

Masalah-masalah kesehatan lingkungan kecamatan telah dimasukkan ke

dalam perencanaan program kesehatan di Puskesmas (dalam RUK dan RPK).

Pelaksanaan program-program kesehatan tersebut dengan sendirinya telah

menerapkan pendekatan keluarga. Pelaksanaan program-program kesehatan di

Puskesmas. Lingkup kecamatan tersebut pada akhirnya akan mendukung dan

mempercepat pula peningkatan indeks keluarga sehat, termasuk indeks keluarga

sehat tingkat RT/RW/kelurahan/desa/kecamatan.

15
PIS-PK menetapkan 12 indikator utama sebagai penanda status kesehatan

sebuah keluarga. PIS-PK merupakan prioritas pembangunan kesehatan dan

sebagai tindak lanjutnya telah terbit Permenkes No.39 Tahun 2016 tentang

Pedoman Penyelenggaraan PIS-PK ada 12 indikator keluarga sehat tersebut,

yaitu:

1) Keluarga Mengikuti Program Keluarga Berencana (KB)


2) Ibu Melakukan Persalinan Di Fasilitas Kesehatan
3) Bayi Mendapat Imunisasi Dasar Lengkap
4) Bayi Mendapat Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
5) Balita Mendapatkan Pemantauan Pertumbuhan
6) Penderita Tuberculosis Paru Mendapatkan Pengobatan Sesuai
Standar
7) Penderita Hipertensi Melakukan Pengobatan Secara Teratur
8) Penderita Gangguan Jiwa Mendapatkan Pengobatan Dan
Tidak Diterlantarkan
9) Anggota Keluarga Tidak Ada Yang Merokok
10) Keluarga Sudah Menjadi Anggota Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN)
11) Keluarga Mempunyai Akses Sarana Air Bersih
12) Keluarga Menggunakan Jamban Sehat

2.1.4 Pengertian Self Efficacy

Bandura (1997) mendefinisikan bahwa self efficacy adalah keyakinan

individu mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan

yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu. Bandura dan Nancy (1997)

mengatakan bahwa self efficacy pada dasarnya adalah hasil dari proses

kognitif berupa keputusan, keyakinan, ataupengharapan tentang sejauh mana

16
individu memperkirakan kemampuan dirinya dalam melaksanakan tugas atau

tindakan tertentu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan.

Lebih lanjut, Woolfolk (Andiny, 2008) menyatakan bahwa secara umum

self efficacy adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau tingkat

keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam mengerjakan suatu

tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu. Berdasarkan definisi-definisi di atas,

self efficacy dapat didefinisikan sebagai keyakinan seorang individu terhadap

kemampuan yang dimilikinya untuk mengatasi hambatan guna mencapai tujuan

yang diinginkan. Tinggi atau rendahnya self- efficacy yang dimiliki oleh

seorang individu berbeda- beda dalam setiap bidang tertentu.

2.1.5 Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan berasal dari kata “tahu”, dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia (2008) kata tahu memiliki arti antara lain mengerti sesudah melihat

(menyaksikan, mengalami, dan sebagainya), mengenal dan mengerti. Mubarak

(2011), pengetahuan merupakan segala sesuatu yang diketahui berdasarkan

pengalaman manusia itu sendiri dan pengetahuan akan bertambah sesuai dengan

proses pengalaman yang dialaminya.

Sedangkan menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari

tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni,

indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian

pengetahuan manusia didapat melalui mata dan telinga.

17
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan pengetahuan

merupakan segala sesuatu yang dilihat, dikenal, dimengerti terhadap suatu

objek tertentu yang ditangkap melalui pancaindera yakni, indera pendengaran,

penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif menurut

Notoatmodjo (2012) mempunyai 6 tingkatan yaitu :

a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat kembali (recall) suatu materi yang

telah dipelajari dan diterima dari sebelumnya. Tahu merupakan tingkatan yang

paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang

telah dipelajari antara lain mampu menyebutkan, menguraikan,

mendefinisikan suatu materi secara benar. Misalnya, seorang siswa mampu

menyebutkan bentuk bullying secara benar yakni bullying verbal, fisik dan

psikologis. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan sebuah pertanyaan misalnya: apa dampak yang ditimbulkan jika

seseorang melakukan bullying, apa saja bentuk perilaku bullying, bagaimana

upaya pencegahan bullying di sekolah.

b. Memahami (comprehension)
Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan dan

menginterpretasikan materi yang diketahui secara benar. Orang yang telah

paham terhadap suatu materi atau objek harus dapat menyebutkan, menjelaskan,

menyimpulkan, dan sebagainya. Misalnya siswa mampu memahami bentuk

perilaku bullying (verbal, fisik dan psikologis), tetapi harus dapat menjelaskan

mengapa perilaku bullying secara verbal, fisik maupun psikologis dapat

merugikan diri sendiri dan orang lain.

18
c. Aplikasi (application)
Aplikasi merupakan kemampuan seseorang yang telah memahami suatu

materi atau objek dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang

diketahui tersebut pada situasi atau kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini

dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode,

prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain. Misalnya,

seseorang yang telah paham tentang proses penyuluhan kesehatan, maka dia

akan mudah melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan dimana saja dan

seterusnya.

d. Analisis (analysis)
Analisis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk menjabarkan

materi atau objek tertentu ke dalam komponen-komponen yang terdapat dalam

suatu masalah dan berkaitan satu sama lain. Pengetahuan seseorang sudah

sampai pada tingkat analisis, apabila orang tersebut telah dapat membedakan,

memisahkan, mengelompokkan dan membuat diagram (bagan) terhadap

pengetahuan atas objek tertentu. Misalnya, dapat membedakan antara bullying

dan school bullying, dapat membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing

kremi, dan sebagainya.

e. Sintesis (synthesis)
Sintesis merupakan suatu kemampuan seseorang untuk meletakkan

atau menghubungkan bagian-bagian suatu objek tertentu ke dalam bentuk

keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk

menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya,

dapat meringkas suatu cerita dengan menggunakan bahasa sendiri, dapat

membuat kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca atau didengar.

19
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi merupakan suatu kemampuan seseorang untuk melakukan

penilaian terhadap suatu materi atau objek tertentu. Penilaian itu didasarkan pada

suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang

telah ada. Misalnya, seorang guru dapat menilai atau menentukan siswanya yang

rajin atau tidak, seorang ibu yang dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana,

seorang bidan yang membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak

yang kekurangan gizi, dan sebagainya.Berbagai cara dilakukan para manajer

untuk menggerakkan karyawan agar bekerja dengan segala daya upayanya dalam

mencapai tujuan perusahaan. Menggerakkan berarti mendorong karyawan untuk

melaksanakan pekerjaannya disertai dengan motivasi kerja yang tinggi.

2.1.6 Pengertian Motivasi


Menurut Hasibuan (2016), motivasi berasal dari kata latin mover yang

berarti dorongan atau mengerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen

hanya ditunjukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan pada

khususnya. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan,

menyalurkan, dan mendukung perilaku manusia, supaya mau bekerja giat dan

antusias mencapai optimal.

Salah satu aspek memanfaatkan karyawan atau sumber daya manusia ialah

pemberian motivasi (daya perangsang) kepada para karyawan agar para karyawan

dapat bekerja secara maksimal untuk memberikan manfaat kepada perusahaan.

Ini berarti setiap karyawan yang akan memberikan kemungkinan yang bermanfaat

bagi perusahaan. Menurut Murty dan Hudiwinarsih (dalam Damayanti, 2013),

20
motivasi adalah pemberian dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang

menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah

pada tujuan. Menurut Robbins (Nafrizal, 2012) mengemukakan bahwa motivasi

adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat

upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh

kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.

Hasibuan (2016), menjelaskan beberapa tujuan pemberian motivasi antara

lain meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan, meningkatkan

produktivitas kerja karyawan, mempertahankan loyalitas dan kestabilan karyawan

perusahaan, meningkatkan kedisiplinan karyawan, mengefektifkan pengadaan

karyawan menciptakan suasana dan hubungan kerja yang baik, meningkatkan

loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan, meningkatkan tingkat

kesejahteraan karyawan, mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap

tugas-tugasnya, meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Menurut Robert Heller (dalam Wibowo, 2014) motivasi adalah keinginan

untuk bertindak. Adalah pendapat bahwa motivasi harus diinjeksi dari luar, tetapi

sekarang semakin dipahami bahwa setiap orang termotivasi oleh beberapa

kekuatan yang berbeda. Menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki (dalam

Wibowo, 2014) motivasi merupakan proses psikologis yang membangkitan dan

mengarahkan perilaku pada pencapaian tujuan atau goal directed behavior.

Dari definisi-definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi

adalah kondisi yang menggerakkan, membangkitkan, mengarahkan individu atau

karyawan agar mampu bekerja secara giat dan antusias guna mencapai tujuan.

21
Tujuan perusahaan memberikan motivasi kepada karyawan menurut

Hasibuan (2016) adalah sebagai berikut :

1. Meningkatkan moral dan kepuasan kerja karyawan.


2. Meningkatkan produktivitas kerja kerja karyawan
3. Mempertahankan kestabilan kerja karyawan
4. Meningkatkan kedisiplinan kerja karyawan
5. Mengaktifkan pengadaan karyawan
6. Menciptakan suasana hubungan kerja yang baik
7. Meningkatkan loyalitas, kreativitas dan partisipasi karyawan
8. Meningkatkan kesejahteraan karyawan
9. Mempertinggi rasa tanggung jawab karyawan terhadap tugas-
tugasnya
10. Meningkatkan efisiensi penggunaan alat-alat dan bahan baku.

Menurut Hasibuan (2016) ada dua jenis motivasi, yaitu :

1. Motivasi Positif

Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi (merangsang) bawahan

dengan memberikan hadiah kepada mereka yang berproduktivitas diatas

produktivitas standar. Dengan motivasi positif, semangat kerja bawahan akan

meningkat karena umumnya manusia senang menerima yang baik-baik saja. Alat

motivasi (daya perangsang) yang diberikan kepada bawahan adalah

a. Material Incentive

Material incentive adalah dorongan yang bersifat keuangan yang bukan

saja merupakan upah atau gaji yang wajar tetapi juga jaminan yang dapat

dinilai dengan uang. Material incentive merupakan faktor yang sangat

menganalisis pengaruhi seseorang untuk bekerja dengan giat sehingga

22
meningkatkan produktivitas kerjanya.

b. Non Material Incentive

Non material incentive yaitu segala jenis insentif yang tidak dapat dinilai

dengan uang.

2. Motivasi Negatif

Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan standar

mereka akan mendapat hukuman. Dengan motivasi negatif ini semangat kerja

bawahan dalam jangka waktu pendek akan meningkat karena mereka takut

dihukum, tetapi untuk jangka waktu panjang dirasa kurang baik.

Dalam praktiknya kedua jenis motivasi di atas sering digunakan oleh

suatu perusahaan, motivasi (positif/negatif) harus sesuai dengan perjanjian,

penggunaan harus tepat dan seimbang agar dapat meningkatkan semangat kerja

serta dapat meraih prestasi kerja yang diinginkan. Yang menjadi masalah ialah

kapan motivasi positif atau motivasi negatif dapat efektif untuk jangka

panjang sedangkan motivasi negatif sangat efektif untuk jangka pendek. Akan

tetapi pimpinan harus konsisten dan adil dalam menerapkannya (Hasibuan, 2016:

150).

Indikator motivasi menurut Robert Kreitner dan Angelo Kinicki

(dalam Wibowo, 2014) yaitu sebagai berikut:

1. Needs (Kebutuhan)

Kebutuhan menunjukan adanya kekurangan fisiologis dan psikologis

yang menimbulkan perilaku. Teori motivasi berdasarkan hierarki kebutuhan

dikemukakan oleh Abraham Maslow yang menyatakan bahwa kebutuhan

manusia berjenjang dari physiological, safety, social, esteem, dan

23
selfactualization.

2. Job Design (Desain Pekerjaan)

Job Design adalah mengubah konten dan/atau proses pekerjaan spesifik

untuk meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja. Metode yang dipergunakan

untuk desain kerja adalah Scientific management (manajemen saintifik), job

enlargement (perluasan kerja), job rotation (rotasi kerja), dan job enrichment

(pengkayaan kerja).

3. Satisfaction (Kepuasan)

Motivasi kerja individual berhubungan dengan kepuasan kerja. Kepuasan

kerja adalah respon bersifat mempengaruhi terhadap berbagai segi pekerjaan.

Karena terdapat hubungan dinamis antara motivasi dengan kepuasan kerja.

Konsekuensi kepuasan kerja ditunjukan oleh korelasinya dengan motivasi,

pelibatan kerja, organizational citizenship behavior, komitmen organisasi,

perasaan stres, dan kinerja.

4. Equity (Keadilan)

Equity theory adalah model motivasi yang menjelaskan bagaimana orang

mengejar kejujuran dan keadilan dalam pertukaran sosial, atau hubungan

memberi dan menerima.

5. Expectation (Harapan)

Expectancy Theory berpandangan bahwa orang berperilaku temotivasi

dengan cara yang menghasilkan manfaat yang dihargai.

6. Goal Setting (Penetapan Tujuan)

Tujuan adalah apa yang diusahakan untuk dicapai individu, merupakan

24
objek atau tujuan dari suatu tindakan. Menurut Locke, goal setting mempunyai

empat mekanisme yaitu Goal direct attention tujuan yang cenderung fokus pada

satu perhatian yang relevan dan penting. Goal regulate effort, bukan hanya

tujuan yang ingin dicapai tetapi memotivasi untuk bertindak. Goals increase

persistence, orang yang tekun cenderung melihat hambatan sebagai tantangan

yang harus diatasi daripada sebagai alasan untuk gagal. Goals foster strategies

and action plans, tujuan dapat membantu karena tujuan mendorong orang

mengembangkan strategi dan rencana aksi yang memungkinkan mencapai

tujuan.

2.1.7 Pengertian Fasilitas

Menurut ahli Suryo Subroto dalam Arianto (2008) fasilitas adalah segala

sesuatu yang dapat memberikan kemudahan dan melancarkan pelaksanaan suatu

usaha, bisa berupa benda ataupun uang. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat

dalam Arianto (2008) mengungkapkan bahwa fasilitas adalah semua hal yang

dapat mempermudah upaya serta memperlancar kerja dalam rangka mencapai

suatu tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan, fasilitas adalah hal yang mendukung

dan memudahkan berbagai kegiatan dan sifatnya tak bisa dipisahkan dalam

kehidupan sehari-hari. Dengan adanya fasilitas ini kegiatan bisa dilakukan dengan

cepat, praktis dan tentunya menguntungkan bagi sekitarnya. A.S Moenir (1987)

membagi fasilitas menjadi 3 golongan, yaitu:

A. Fasilitas Alat Kerja


Seorang pegawai atau pekerja tidak dapat melakukan pekerjaan yang

ditugaskan kepadanya tanpa disertai alat kerja. Alat kerja ini pun terbagi atas dua

jenis yaitu sebagai berikut:

25
1. Alat Kerja Manajemen.
Alat kerja manajemen berupa aturan yang menetapkan kewenangan dan

kekuasaan dalam menjalankan kewajibannya. Jadi dengan alat

kewenangan dan kekuasaan itu lah manajemen dapat menjalankan

fungsinya untuk memimpin, mengarahkan, mengatur dan mengawasi

pelaksanaan pekerjaan oleh pegawai atau pekerja.

2. Alat Kerja Operasional


Alat kerja operasional yaitu semua benda atau barang yang berfungsi

sebagai alat yang langsung digunakan dalam produksi. Dengan pengertian

ini termasuk didalamnya semua alat kerja di kantor seperti mesin tulis,

mesin pengganda, mesin hitung, mesin komputer.

B. Fasilitas Perlengkapan Kerja

Perlengkapan kerja ialah semua benda atau barang yang digunakan dalam

pekerjaan tetapi tidak langsung utnuk berproduksi, melainkan berfungsi sebagai

pelancar dan penyegar dalam pekerjaan. Termasuk dalam perlengkapan kerja ini

ialah: gedung dengan segala sarana yang diperlukan, termasuk jalan, selokan, air

bersih, pembuangan air kotor dan halaman parkir., ruang kerja dan ruangan

lain yang memadai dengan layout yang efisien, penerangan yang cukup,

mebel yang meliputi meja dan kursi kerja, meja dan kursi tamu, almari

dengan segala bentuk dan keperluan, meja serba guna dan segala macam

26
meja kursi lemari yang diperlukan di tempat kerja, alat komunikasi berupa

telepon, teleks, dan kendaraan bermotor sebagai perlengkapan kerja

antara lain untuk kurir, antar jemput pegawai, alat-alat yang berfungsi

untuk penyegar ruangan, seperti kipas angin, exhaust fan, air conditioning,

segala macam peralatan rumah tangga kantor alat pemasak, alat pencuci,

alat pembersih, pecah belah dan lain-lain.

C. Fasilitas Sosial

Fasilitas sosial yaitu fasilitas yang digunakan oleh pegawai dan

berfungsi sosial. Misalnya penyediaan mess, asrama untuk para pegawai

bujangan, rumah jabatan, rumah dinas dan kadang-kadang kendaraan

bermotor termasuk juga sebagai fasilitas sosial motor, kendaraan sedan.

Penyediaan dari penggunaan sosial ini tidak mungkin dapat memenuhi

kepuasan pegawai, baik dari segi jumlah maupun segi kualitas.

Pengaturan yang objektif dan dirasa adil akan sangat membantu kedua

belah pihak organisasi dan pegawai memperlancar usaha.

2.1.8. Pengertian Kerjasama

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kerjasama merupakan

sesuatu yang ditangani oleh beberapa pihak. Kerjasama adalah sebuah sikap mau

melakukan suatu pekerjaan secara bersama-ssama tanpa melihat latar belakan

orang yang diajak bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Kerjasama atau

belajar bersama adalah proses berkelompok yang anggota-anggotanya mendukung

27
dan saling mengandalkan untuk mencapai hasil satu mufakat (Landsberger, 2011).

Karakter kerjasama dapat ditanamkan, dilatih, dan dikembangkan melalui

berbagai cara, salah satu bentuknya melalui kegiatan pembelajaran. Kerjasama

dalam pembelajaran dapat dilakukan oleh dua peserta didik atau lebih yang saling

berinteraksi, menggabungkan tenaga, ide atau pendapat dalam waktu tertentu

dalam mencapai tujuan pembelajaran sebagai kepentingan bersama (Rukiyati,

dkk, 2014).

Hit (2002) mengutarakan karakteristik kerjasama kelompok (team work)

adalah sebagai berikut :

a. Persetujuan umum dalam harapan tinggi untuk tim


b. Suatu komitmen untuk tujuan umum
c. Tanggung jawab diasumsikan untuk kerja yang harus dilakukan
d. Jujur dan komunikasi terbuka
e. Akses untuk informasi
f. Iklim kepercayaan
g. Perasaan umum bahwa seseorang dapat mempengaruhi apa yang terjadi
h. Dukungan untuk keputusan yang telah dibuat.
i. Suatu pendekatan yang sama-sama untung untuk pengendalian konflik
j. Suatu fokus pada proses seperti hasil.

2.2. Pembelajaran Sosial

2.2.1. Pengertian Teori Belajar Sosial / Social Learning Theory

Istilah belajar sosial atau teori pembelajaran sosial dikenal dengan sebutan

observational learning. Tokoh utama dalam teori ini adalah Albert Bandura.

Bandura memandang bahwa tingkah laku manusia bukan semata refleks otomatis

dan stimulus, melainkan juga akibat dari reaksi yang timbul sebagai hasil dari

28
interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif manusia itu sendiri (Basuki,

2008: 97).

Teori pembelajaran sosial ini merupakan pembelajaran yang tercipta

ketika seseorang mengamati dan meniru perilaku orang lain. Dengan kata lain,

informasi yang didapatkan dari cara memperhatikan kejadian-kejadian yang ada

di lingkungan sekitar. Prinsip dasar dalam pembelajaran menurut teori ini, bahwa

yang dipelajari seseorang terutama dalam pembelajaran sosial dan moral terjadi

melalui peniruan/imitation dan penyajian contohnya dalam perilaku/modelling.

Dalam hal ini seseorang belajar mengubah perilakunya sendiri melalui

cara orang atau sekelompok orang dalam merespon sebuah stimulus tertentu.

Seseorang juga dapat mempelajari respon-respon baru dengan cara pengamatan

terhadap perilaku seperti dari orang lain. Bandura (dikutip dari Hergenhahn dan

Olson, 2015: 356) menganggap belajar observasi sebagai proses kognitif yang

melibatkan sejumlah atribut pemikiran manusia seperti, bahasa, moralitas,

pemikiran dan regulasi diri perilaku.

a. Proses Teori Pembelajaran Sosial / Process Social Learning Theory

Bandura (1986) dalam teorinya mengemukakan bahwa observational

learning mencakup empat proses elemen yaitu memperhatikan, menyimpan

informasi, menghasilkan perilaku dan termotivasi untuk mengulangi perilaku

tertentu. (Hergenhahn dan Olson, 2015: 363-366).

b. Fase Perhatian / Attensional.

Merupakan proses memerhatikan, seseorang bisa meniru perilaku

seseorang ketika seseorang sudah memperhatikan perilaku itu terlebih dahulu.

29
Jadi seorang anak bisa meniru perilaku orang tua ketika anak tersebut sudah

memperhatikan perilaku orang tua nya terlebih dahulu. Proses peniruan dapat

terjadi sempurna ketika anak sebagai pengamat memperhatikan pola-pola yang

ada dengan seksama. Untuk itu syarat utama untuk meniru suatu perilaku adalah

perilaku itu harus menarik perhatian. Ketika anak mengobservasi banyak perilaku

orang tua tapi tidak semua perilaku orang tua layak diperhatikan anak.

Misalnya ketika orang tua sedang memberikan penjelasan kepada anaknya

mengenai berita dikoran “bagaimana anak ABK yang dengan keterbatasan nya

bisa mempunyai prestasi yang tinggi dan mendapatkan penghargaan dari

pemerintah”, ketika anaknya tidak memperhatikan apa bisa mengerti ? untuk itu

ketika ingin meniru sesuatu perhatian sangat penting.

c. Fase Pengingat / Retensional

Merupakan proses ingatan, seberapa baik perilaku ini diingat. Seorang anak

mungkin mengetahui sebuah perilaku, tetapi tidak bisa serta merta menirunya.

Ada kalanya seorang anak itu lupa. Kelupaan inilah bisa mencegah proses meniru.

Maka dari itu penting untuk mengingat perilaku sebelum mencoba menirunya.

Mengapa penting? Karena tidak semua proses social learning langsung ditiru saat

itu juga. Ada juga proses meniru yang tertunda, dan baru akan terjadi beberapa

saat setelahnya. Proses peniruan tidak akan berhasil ketika seseorang tidak ingat

perilakunya. Misalnya ketika anak tidak memperhatikan orang tua yang sedang

memberikan penjelasan kepada anaknya mengenai berita dikoran “bagaimana

anak ABK yang dengan keterbatasan nya bisa mempunyai prestasi yang tinggi

dan mendapatkan penghargaan dari pemerintah”, maka anak tersebut tidak akan

bisa mengingat perilaku orang tua nya yang sedang memberikan penjelasan

30
mengenai perilaku yang dilakukan oleh ABK dikoran tersebut, hal tersebut

menjadikan proses peniruan tidak akan berhasil.

d. Fase pembentukan perilaku / Production merupakan proses pembentukan

perilaku, ketika sudah memperhatikan, sudah mengingat, tentu waktunya

praktek. Seseorang akan mencoba melakukan apa yang sudah dilihat dan

disimpan dalam memorinya. Beberapa pengulangan bisa langsung berhasil dalam

sekali percobaan, ada juga yang membutuhkan usaha. Seorang anak tidak

langsung mempraktekan dan berhasil hanya karena mendengarkan dan melihat

berkali-kali seorang anak ABK yang berprestasi tinggi. Perlu adanya pengulangan

meniru bagaimana proses anak ABK tersebut bisa mempunyai prestasi tinggi

dengan keterbatasan yang ia punya, hal ini agar hasilnya sesuai dengan yang ada

di ingatan.

Termasuk dalam proses pengulangan yaitu pertimbangan seseorang

sebelum seseorang itu meniru perilakunya. Ketika seseorang memiliki

keterbatasan fisik yang sama namun kemampuan kognitif seseorang itu berbeda

sehingga ketika tidak bisa meniru perilakunya. Disini proses pengulangan sudah

terjadi. Ketika seseorang berpikir ini menunjukan seseorang tersebut melakukan

proses pengulangan. Tetapi ini hanya sebatas pikiran. Disini seseorang akan

mempertimbangkan apakah bisa meniru atau tidak. Ketika ternyata bisa

menirukan maka seseorang bisa melanjutkan proses social learning theory ini.

Namun ketika tidak bisa menirukan maka seseorang tidak bisa melanjutkan proses

social learning theory ini.

e. Fase motivasi / Motivation

Merupakan proses pendorongan untuk mencapai tujuan. Ketika seseorang

31
sudah memperhatikan perilaku, seseorang akan mengingat langkah-langkahnya.

Sebuah perilaku tidak bisa ditiru, apabila seseorang tidak ingin melakukannya.

Dalam hal ini, perlu adanya motivasi.

Seseorang cenderung akan melakukan peniruan ketika ada sesuatu yang

mendorong atau memotivasinya. Peniruan akan terjadi apabila memberi manfaat

bagi seseorang tersebut, merasakan hal positif setelah seseorang itu meniru.

Bandura (1986) juga menambahkan bahwa proses peniruan lebih mudah terjadi

ketika didalam dirinya ada self efficacy dan self regulatory yang baik. Self efficacy

(efikasi diri) merupakan keyakinan dalam diri seseorang, bahwa dia yakin bisa

melakukannya. Sedangkan self regulatory (regulasi diri) merupakan kemampuan

mengontrol perilaku sendiri. Konsep terpenting dari sudut pandang regulasi

sendiri adalah konsep diri. Konsep diri lebih dikenal sebagai konsep harga diri.

2.3 Penelitian Terdahulu

Beberapa hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan tema

analisis Faktor-faktor yang berpengaruh pada Pelaksanaan Program PIS-PK oleh

Kader Kesehatan di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung sebagai berikut;

Penelitian dari Arifin (2020) “ Analisis Pelaksanaan Program Indonesia

Sehat dengan Pendekatan Keluarga Tahun 2020 di Kota Padang dapat

disimpulkan bahwa upaya yang dapat dilakukan Puskesmas dalam pelaksanaan

PIS-PK untuk meningkatkan kesehatan keluarga yaitu dengan membuat kebijakan

daerah, pelatihan perencanaan program dan model intervensi promosi kesehatan

tentang konsep pengenalan diri dan komunikasi, merekrut tenaga promkes,

penguatan kerjasama lintas sektor, program dan stakeholder, menyediakan media

32
informasi yang efektif dan efisien untuk menunjang pelaksanaan PIS-PK agar

terwujud keluarga sehat.

Laela Sari (2017) “Evaluasi Kesiapan Pelaksanaan Program Indonesia

Sehat Dengan Pendekatan Keluarga”. Dari hasil evaluasi dapat disimpulkan

bahwa seluruh kabupaten yang telah maupun yang belum melakukan pendataan

siap melaksanakan PIS-PK. Dengan adanya komitmen dan arahan-arahan dari

pihak dinas kesehatan, puskesmas juga akan memiliki komitmen tinggi dalam

menyelesaikan target pendataan di wilayah kerjanya. Beberapa kabupaten

telah menunjukkan komitmen yang tinggi terhadap PIS-PK, yang diwujudkan

dengan perencanaan SDM yang matang, pengalokasian anggaran, perencanaan

mekanisme pengumpulan data yang matang, serta menyiapkan sarana dan

prasarana penunjang yang diperlukan untuk kegiatan pengumpulan data.

Kelancaran kegiatan pendataan PIS-PK, memerlukan keterlibatan lintas sektor

terutama untuk menggerakkan aparat pemerintahan dan meningkatkan partisipasi

masyarakat.

Jurnal Penelitian dari Nurgahayu dan dan Septiyanti (2020) “ Identifikasi

Faktor Penghambat Implementasi PIS-PK Indikator TB Paru di Wilayah Kerja

Puskesmas Antang” penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi

mendalam tentang faktor penghambat implementasi PIS PK ditinjau dari indikator

TB Paru, kesimpulan nya adalah trasmisi atau penyaluran komunikasi yang

dilakukan oleh petugas pelaksana program kepada Kader Posyandu serta tokoh

msyarakat dalam melakukan sosialisasi mengenai PIS PK telah baik, tetapi

transmisi dari kader dan tokoh masyarakat yang ada tidak tersampaikan dengan

baik ke masyarakat dilihat dari masih banyaknya masyarakat yang menolak untuk

33
dilakukan pendataan dan saat sosialisasi mengenai intervensi TB Paru

berdaasarkan wawancara dapat dilihat bahwa masih banyak masyarakat yang

tidak rutin mengkonsumsi obat TB Paru secara rutin.

Penelitian dari Purnamasari (2020) “Hubungan antara Efikasi Diri

Dengan Kecemasan“ menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara efikasi

dengan kecemasan pada atlet yang diteliti. Atlet yang memiliki efikasi diri dapat

terlihat dari sikap atau perasaan yang menunjukkan yakin terhadap kemampuan

yang dimilikinya pada saat menghadapi pertandingan, dengan adanya rasa

tanggung jawab maka atlet akan mampu mencapai tujuan yang diinginkan, yaitu

diraihnya prestasi dari setiap pertandingan yang diikutinya, sebagai wujud dari

keberhasilannya

Penelitian dari Alias (2018) “Pengaruh pengetahuan, sikap dan

pengalaman kerja terhadap kinerja karyawan” menunjukkan bahwa pengetahuan

mempunyai tingkat signifikasi dan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja

karyawan BPJS Ketenaga Kerjaan Cabang Makasar. Karyawan yang memiliki

tingkat pengetahuan yang tinggi akan bekerja secara maksimal sehingga

menimbulkan kinerja yang baik.

Hasil penelitian oleh Ma’ruf (2020) “Pengaruh Kompensasi dan

Lingkungan Kerja Terhadap Motivasi Kerja Pada Karyawan Gen Y dan Gen Z”

menunjukkan bahwa jika motivasi meningkat maka kinerja karyawan akan

meningkat. Karyawan yang jika kebutuhannya dipenuhi akan menimbulkan

motivasi untuk dapat bekerja secara lebih baik, seperti kebutuhan

psikologis, keamanan dan sosial.

Penelitian yang dilakukan oleh Prameta Sambali (2019) “Pengaruh

34
Kompetensi, Budaya Kerja dan Fasilitas Kerja Terhadap Kinerja Pegawai

Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi

Sulawesi Tengah” menyimpulkan bahwa budaya kerja dan fasilitas kerja

memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai,

semakin tinggi kompetensi sesorang disertai dengan penerapan budaya kerja yang

poisitif dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi, maka akan semakin tinggi kinerja yang

dihasilkan.

Penelitian dari Wulan Riana (2019) “Pengaruh Kerjasama Tim dan

Kepuasan Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan“ menyimpulkan bahwa ada

pengaruh antara kerjasama tim dan kepuasan kerja terhadap kualitas pelayanan

pada perawat di RSUD Abdul Wahab. Perawat yang memiliki kerjasama tim

yang baik maka ia akan memiliki kecenderungan untuk dapat meningkatkan

kualitas pelayanan di tempat kerja dikarenakan individu merasa bahwa pekerjaan

yang dilakukan memiliki makna bagi kehidupannya.

2.4 Kerangka Pemikiran

Kerangka Pemikiran adalah kemampuan seorang peneliti dalam

mengaplikasikan pola berpikirnya dalam menyusun secara sistematis teori-teori

yang mendukung permasalahan penelitian.Teori adalah himpunan konstruk

(konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis

tentang gejala dengan menjabarkan relasi diantara variabel, untuk menjelaskan

dan meramalkan gejala tersebut.

35
Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran Analisis Faktor yang

Berpengaruh pada Pelaksanaan Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan

Keluarga (PIS-PK) di Puskesmas Way Halim Bandar Lampung dengan Metoda

regresi linier berganda, yang dibagi menjadi beberapa item yang ingin dikaji

yaitu tentang insentif,pengetahuan, pendidikan, komitmen, motivasi serta

kerangka konsepnya dapat digambarkan sebagai berikut.

SELF EFFICACY (X1)

PENGETAHUAN (X2) PARTISIPASI


KADER
MOTIVASI (X3) (Y)
FASILITAS (X4)

KERJASAMA
KELOMPOK (X5)

Gambar: 2.1 Kerangka Pikir Penelitian

2.5 Hipotesis

2.5.1 Pengaruh Self Efficacy terhadap partisipasi kader

Menurut Bandura dalam Ghufron (2014) Self Efficacy adalah keyakinan

seseorang mengenai kemampuan dirinya dalam melakukan tugas atau tindakan

yang diperlukan untuk mencapai hasil tertentu serta evaluasi kemampuan atau

kompetensi diri individu untuk melakukan suatu tugas, mencapai tujuan, dan

mengatasi hambatan. Penelitian dari Purnamasari (2020) “Hubungan antara

Efikasi Diri Dengan Kecemasan “ menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara

36
efikasi dengan kecemasan pada atlet yang diteliti. Atlet yang memiliki efikasi diri

dapat terlihat dari sikap atau perasaan yang menunjukkan yakin terhadap

kemampuan yang dimilikinya pada saat menghadapi pertandingan, dengan adanya

rasa tanggung jawab maka atlet akan mampu mencapai tujuan yang diinginkan,

yaitu diraihnya prestasi dari setiap pertandingan yang diikutinya, sebagai wujud

dari keberhasilannya.

H1 : Self efficacy berpengaruh positif terhadap partisipasi Kader

2.5.2 Pengaruh Pengetahuan terhadap partisipasi kader

Pengetahuan menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan adalah hasil dari

tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia yakni,

indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan. Penelitian

dari Alias (2018) “Pengaruh pengetahuan, sikap dan pengalaman kerja terhadap

kinerja karyawan” menunjukkan bahwa pengetahuan mempunyai tingkat

signifikasi dan berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja karyawan BPJS

Ketenaga Kerjaan Cabang Makasar.

H2 : Pengetahuan berpengaruh positif terhadap partisipasi Kader.

2.5.3 Pengaruh Motivasi terhadap partisipasi kader

Menurut Hasibuan (2016) motivasi berasal dari kata latin mover yang

berarti dorongan atau mengerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen

hanya ditunjukan kepada sumber daya manusia umumnya dan bawahan pada

khususnya. Hasil penelitian oleh Ma’ruf (2020) menunjukkan bahwa jika

37
motivasi meningkat maka kinerja karyawan akan meningkat.Karyawan yang

jika kebutuhannya dipenuhi akan menimbulkan motivasi untuk dapat

bekerja secara lebih baik, seperti kebutuhan psikologis, keamanan dan

sosial.

H3 : Motivasi berpengaruh positif terhadap partisisipasi kader.

2.5.4 Pengaruh Fasilitas terhadap partisipasi kader

Menurut ahli Suryo Subroto, fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat

memberikan kemudahan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha, bisa berupa

benda ataupun uang. Penelitian yang dilakukan oleh Prameta Sambali (2019) “

Pengaruh Kompetensi, Budaya Kerja dan Fasilitas Kerja Terhadap Kinerja

Pegawai Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional

Provinsi Sulawesi Tengah menyimpulkan bahwa budaya kerja dan fasilitas kerja

memberikan pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pegawai,

semakin tinggi kompetensi sesorang diertai dengan penerapan budaya kerja yang

poisitif dan didukung oleh sarana dan prasarana yang memadai dalam

melaksanakan tugas pokok dan fungsi, maka akan semakin tinggi kinerja yang

dihasilkan.

H4 : Fasilitas berpengaruh positif terhadap partisisipasi kader.

2.5.5 Pengaruh Kerjasama Kelompok terhadap partisipasi kader

38
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:04) kerjasama merupakan

sesuatu yang ditangani oleh beberapa pihak. Kerjasama adalah sebuah sikap mau

melakukan suatu pekerjaan secara bersama-sama tanpa melihat latar belakang

orang yang diajak bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Kerjasama atau

belajar bersama adalah proses berkelompok dimana anggota-anggotanya

mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai hasil satu mufakat.

(Landsberger, 2011). Penelitian dari Wulan Riana (2019) “Pengaruh Kerja sama

Tim dan Kepuasan Kerja Terhadap Kualitas Pelayanan “Menyimpulkan bahwa

ada pengaruh antara kerjasama tim dan kepuasan kerja terhadap kualitas

pelayanan pada perawat di RSUD Abdul Wahab. Perawat yang memiliki

kerjasama tim yang baik maka ia akan memiliki kecenderungan untuk dapat

meningkatkan kualitas pelayanan di tempat kerja dikarenakan individu merasa

bahwa pekerjaan yang dilakukan memiliki makna bagi kehidupannya.

H5 : Kerjasama Kelompok berpengaruh positif terhadap partisisipasi kader .

39
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Desain peneltian ini menggunakan metode kuantitatif dengan survei, yaitu

metode penelitian yang menggunakan kuesioner sebagai instrumen untuk

mengumpulkan data. Survey akan dilakukan pada kader Puskesmas Way Halim

yang aktif dan tercatat pada bulan November 2021.

3.2 Variabel Penelitian, Definisi Operasional dan Operasional Variabel

3.2.1 Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri atas 2 (dua) jenis yaitu variabel bebas

(independent variabel) yang terdiri dari Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2),

Motivasi (X3), Fasilitas (X4), dan Kerjasama Kelompok (X5) serta variabel terikat

(dependent variabel) yaitu Partisipasi Kader (PIS-PK) (Y). Variabel bebas dalam

hal ini adalah variabel yang menjadi penyebab terjadinya atau memberi pengaruh

terhadap variabel terikat, sedangkan variabel terikat dalam hal ini adalah variabel

yang dipengaruhi oleh variabel bebas.

3.2.2 Definisi Operasional dan Indikator Penelitian

Dalam pelaksanaan penelitian ini, definisi operasional variabel

berdasarkan hal sebagaimana dimaksud di atas adalah sebagai berikut:

1. Variabel Bebas adalah variabel yang mempengaruhi variabel lain. Dalam

penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah :

40
2. Self Efficacy (X1) adalah keyakinan individu mengenai kemampuan dirinya

dalam melakukan tugas atau tindakan yang diperlukan untuk mencapai hasil

tertentu

3. Pengetahuan (X2) adalah hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek. Penginderaan terjadi melalui

pancaindera manusia yakni indera pendengaran, penglihatan, penciuman,

perasaan dan perabaan. Sebagian pengetahuan manusia didapatmelalui

mata dan telinga.

4. Motivasi (X3) adalah pemberian dorongan-dorongan individu kader untuk

bertindak yang menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu

yang mengarah pada tujuan.

5. Fasilitas (X4) Menurut ahli Suryo Subroto, fasilitas adalah segala sesuatu yang

dapat memberikan kemudahan dan melancarkan pelaksanaan suatu usaha, bisa

berupa benda ataupun uang

6. Kerjasama Kelompok (X6) adalah sebuah sikap mau melakukan suatu

pekerjaan secara bersama-sama tanpa melihat latar belakan orang yang diajak

bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan

7. Variabel Terikat adalah varibel yang dipengaruhi oleh variabel lain. Dalam

penelitian ini varibel terikat adalah Partisipasi Kader dalam Mendukung PIS-

PK adalah keberhasilan kader dalam mencapai tujuan secara efisien yang

berkaitan dengan PIS-PK Pencapaian bisa diartikan sebagai proses, perbuatan,

cara mencapai sehingga memperoleh apa yang diinginkan. Pencapaian yang

dimaksud dalam PIS-PK adalah seberapa tinggi tingkat pencapaian program

dari target/sasaran yang telah dialokasikan atau di tetapkan.

41
Tabel 3.1. Ringkasan Variabel, Definisi dan Pengukuran

Item
Variabel
Definisi Pengukuran Pertanyaan/
Pernyataan
Partisipasi adalah keterlibatan seseorang
dalam situasi baik secara mental, pikiran
atau emosi dan perasaan yang
Variabel
mendorongnya untuk memberikan
Dependen
sumbangan dalam upaya untuk Skala Likert 1-5 1- 4
Partisipasi
memberikan sumbangan dalam usaha
Kader (Y)
mencapai tujuan yang telah ditentukan dan
ikut bertanggung jawab terhadap kegiatan
pencapaian tujuan tersebut.

Variabel Self Efficacy adalah keyakinan individu


Independen mengenai kemampuan dirinya dalam
Skala Likert 1-5 1–5
Self Efficacy melakukan tugas atau tindakan yang
(X1) diperlukan untuk mencapai hasil tertentu.

Variabel
Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan
Independen
ini terjadi setelah seseorang melakukan Skala Likert 1-5 1–5
Pengetahuan
penginderaan terhadap suatu objek
(X2)

adalah pemberian dorongan-dorongan


Variabel individu kader untuk bertindak yang
Independen menyebabkan orang tersebut berperilaku Skala Likert 1-5 1–5
Motivasi (X3) dengan cara tertentu yang mengarah pada
tujuan.

Fasilitas adalah segala sesuatu yang dapat


Variabel
memberikan kemudahan dan melancarkan
Dependen Skala Likert 1-5 1–5
pelaksanaan suatu usaha, bisa berupa benda
Fasilitas (X4)
ataupun uang

Variabel Kerjasama adalah sebuah sikap mau


Dependen melakukan suatu pekerjaan secara bersama-
Kerjasama sama tanpa melihat latar belakang orang Sakla Likert 1-5 1–5
Kelompok yang diajak bekerjasama untuk mencapai
(X5) suatu tujuan

3.3 Populasi dan Sampel

42
3.3.1 Populasi

Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek

yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono,2016). Untuk

penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh kader kesehatan yang

aktif dan tercatat pada bulan November di wilayah kerja Puskesmas Way Halim

Bandar Lampung yaitu berjumlah 100 orang kader.

3.2.3 Sampel

Menurut Sugiyono (2018) sampel adalah bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Apabila objek penelitian kurang

dari 100 maka lebih baik diambil semua. Sehubungan dengan jumlah populasi

yang hanya 100 maka pada penelitian ini peneliti menentukan jumlah sampel

sama dengan jumlah populasi.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Sumber data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data

primer diperoleh melalui sensus dengan menggunakan metode kuesioner.

Peneliti menggunakan 100 orang kader sebagai responden. Proses penyebaran

kuesioner dilakukan dengan memberikan kuesioner kepada para kader di wilayah

Puskesmas Way Halim. Dalam Penelitian ini kuisioner yang digunakan yaitu

kuisioner terbuka dan langsung sehingga responden tinggal memilih jawaban

yang tersedia. Skala pengukuran merupakan kesimpulan yang digunakan sebagai

acuan untuk menentukan panjang pendeknya interval dalam alat ukur. Dalam

43
operasional variabel ini semua diukur oleh instrumen pengukur dalam bentuk

kuesioner yang memenuhi pernyataan-pernyataan tipe skala Likert. Menurut

Sugiyono (2012) skala Likert yaitu skala yang digunakan untuk mengukur sikap,

pendapat, dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial.

Untuk setiap pilihan jawaban diberi skor, maka responden harus menggambarkan,

mendukung pernyataan (positif) atau tidak mendukung pernyataan (negatif).

Tabel 3.2. Scoring Untuk Jawaban Kuesioner

Jawaban Responden Skor


Sangat Setuju 5
Setuju 4
Netral 3
Tidak Setuju 2
Sangat Tidak Setuju 1
Sumber: Sugiyono (2012)

3.5 Uji Validitas dan Reliabilitas

Pengujian validitas dan reliabilitas instrumen penelitian perlu dilakukan

agar instrumen lebih akurat dan dapat dipercaya. Jumlah sampel yang digunakan

untuk uji validitas dan reliabilitas adalah seluruh responden penelitian.

Perhitungan validitas dan reliabilitas dilakukan dengan software SPSS.

3.5.1 Uji Validitas

Menurut Priyatno (2014) uji validitas digunakan untuk mengukur seberapa

cermat sebuah pernyataan dalam kuesioner yang akan ditanyakan kepada

responden. Jenis uji validitas yang digunakan yaitu validitas konstruk dimana peneliti

mencari definisi-definisi yang dikemukakan para ahli yang tertulis dalam literatur.

44
Metode pengujian validitas instrumen penelitian yang digunakan adalah korelasi

product moment menggunakan alat bantu program statistika SPPS versi 26.

3.5.1. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiyono (2017) menyatakan bahwa uji reliabilitas adalah sejauh

mana hasil pengukuran dengan menggunakan objek yang sama, akan

menghasilkan data yang sama. Instrument yang reliabel adalah instrumen yang

bila digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama akan

menghasilkan data yang sama. Suatu pengukuran mungkin reliabel tapi tidak valid,

tetapi suatu pengukuran tidak bisa dikatakan valid bila tidak reliabel.Uji reabilitas

menggunakan rumus korelasi Alpha Croncbach .

3.6. Teknik Analisa Data

Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data berdasarkan

variabel dan jenis responden, mentabulasi data berdasarkan variabel dari seluruh

responden, menyajikan data dari setiap variabel yang diteliti, melakukan

perhitungan untuk menjawab rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk

menguji hipotesis yang telah diajukan”.

Dalam menentukan analisis data, diperlukan data yang akurat dan dapat

dipercaya yang nantinya dapat dipergunakan dalam penelitian yang dilakukan

oleh penulis. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data kedalam

bentuk yang lebih mudah dibaca, dipahami dan diinterpretasikan. Analisis data

yang dilakukan dengan bantuan dari program SPSS sebagi alat untuk

meregresikan model yang telah dirumuskan.

45
1) Analisis Statistik Deskriptif
Metode yang digunakan oleh penulis dalam menganalisis data dalam

penelitian ini adalah analisis statistik deskriptif. Menurut Sugiyono (2014:206)

analisis deskriptif adalah “Statistik yang digunakan untuk menganalisis data

dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul

sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk

umum atau generalisasi”.

Analisis deskriptif merupakan penelitian yang dilakukan untuk

mengetahui nilai variabel independen dan variabel dependen. dengan rumus

sebagi berikut:

a. Rata-rata Hitung (Mean). Mean merupakan teknik penjelasan responden

yang didasarkan atas nilai rata-rata dari responden tersebut.

b. Standar Deviasi. Standar deviasi atau simpang baku dari data yang telah disusun
dalam tabel distribusi frekuensi atau data bergolong.

2) Analisis Model Regresi Linier Berganda

Metode analisis yang digunakan adalah model regresi linier berganda. Menurut

Sugiyono (2014) bahwa: “Analisis regresi linier berganda bermaksud meramalkan bagaimana

keadaan (naik turunnya) variabel dependen (kriterium), bila dua atau lebih variabel independen

sebagai faktor prediator dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya). Jadi analisis regresi berganda

akan dilakukan bila jumlah variabel independennya minimal 2”. Adapun persamaan model regresi

berganda tersebut adalah (Suharyadi dan Purwanto, 2011) :

Y = a + b1 X1 + b2 X2 + b3 X3 +b4 X4 + b5 X5 + e

Keterangan :
Y : nilai prediksi dari Y b1, b2, b3, b4, b5 : koefisien variabel bebas
A : bilangan konstan X1.X2,X3, X4, X 5 : variabel independen

46
Untuk dapat melanjutkan pengujian berikutnya yaitu pengujian model regresi

linier berganda, diperlukan uji asumsi klasik. Pemenuhan asumsi klasik

dimaksudkan agar dalam pengerjaan model regresi tidak menemukan masalah-

masalah statistik. Selain itu, model regresi yang dihasilkan dapat memenuhi

standar statistik sehingga parameter yang diperoleh logis dan masuk akal. Proses

pengujian asumsi klasik dilakukan bersama dengan proses uji regresi sehingga

langkah-langkah yang dilakukan dalam pengujian asumsi klasik menggunakan

langkah kerja yang sama dengan uji . Ada tiga uji asumsi klasik, yaitu ;

A. Uji Normalitas

Uji normalitas adalah untuk meihat apakah nilai residu terdistribusi normal

atau tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki residu yang terdistribusi

normal. Tes normalitas dapat dilakukan dengan tes histogram, tes normal P-Plot,

tes Chi-square, tes Skewness dan Kurtosis atau tes Kolmogorov-Smirnov.

B. Uji Multikolinieritas

Uji Multikolinearitas dirancang untuk menentukaan apakah ada korelasi

yang tinggi antara variabel independen dalam model regresi linier berganda.

Masalah asumsi klasik regresi bukan hanya terletak kepada adanya hubungan

antardata dalam satu variabel, tetapi juga hubungan antara sesama variabel

independen. Jika dua atau lebih variabel independen dalam model regresi

memiliki hubungan linear yang erat, maka model regresi ini tergejala oleh kondisi

multikolinearitas. Multikolinearitas berarti adanya hubungan linear yang

sempurna atau pasti di antara beberapa atau semua variabel yang menjelaskan

47
C. Uji Heteroskedastisitas

Heteroskedastisitas adalah kondisi dimana varian dari nilai sisa adalah tidak

sama (unequal) antara satu observer (pengamatan) dengan observer lainnya. Jika

varian dan nilai sisa sama (equal) antara satu observer dengan observer lainnya,

maka kondisi ini disebut dengan kondisi homoskedastisitas. Regresi yang baik

adalah regresi yang berada dalam posisi homoskedastisitas dan bukan kondisi

heteroskedastisitas. Variabel dinyatakan dalam posisi tidak terjadi

heteroskedastisitas jika penyebaran titik-titik observer di atas dan atau di bawah

angka nol pada sumbu Y mengarah kepada satu pola yang tidak jelas.

3.7. Pengujian Hipotesis

3.7.1. Uji Statistik Stimultan ( Uji F)

Untuk mengetahui apakah variabel bebas secara bersama-sama memiliki

pengaruh terhadap variabel terikat digunakan Uji F. Pengujian ini dilakukan untuk

melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara

serentak. Uji ini dilakukan untuk membandingkan pada tingkat nilai signifikan

dengan nilai α (5 %) pada tingkat derajat 5 %.Pengambilan kesimpulannya adalah

dengan melihat nilai signifikansi α (5%) dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi ≤ α maka Hₒ ditolak

b) Jika nilai signifikansi > α maka Hₒ diterima.

3.7.2. Uji Statistik Parsial (Uji T)

Untuk menguji hipotesis secara parsial digunakan Uji t. Pengujian ini

dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel

48
dependen secara parsial dengan derajat keabsahan 5%. Pengambilan

kesimpulannya adalah dengan melihat nilai signifikansi yang dibandingkan

dengan nilai α (5%) dengan ketentuan sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi ≤ α maka Hₒ ditolak

b) Jika nilai signifikansi ≥ α maka Hₒ diterima

3.7.3. Analisis Koefisien Determinasi (Uji R)

Digunakan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam

menerangkan variasi variabel dependen. Nilai koefisien determinasi adalah antara

0 dan 1. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen

dalam menjelaskan variasi variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati

1 (satu) berarti variabel–variabel independen memberikan hampir semua

informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen.

𝐾𝑑=𝑟2×100%
(Sugiono, 2012)
Dimana

Kd : Koefisien Determinasi
r : Koefisien Korelasi

Nilai koefesien determinasi adalah antar 0 dan 1.Nilai R2 yang kecil

berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi

variabel dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati 1 (satu) berarti variabel-

variabel independen memberikan semua informasi yang dibutuhkan untuk

memprediksi variasi variabel dependen.

49
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Penelitian

4.1.1 Sejarah Puskesmas

Puskesmas merupakan bagian dari jejaring pelayanan kesehatan untuk

mencapai indikator kinerja kesehatan yang ingin dicapai pemerintah kabupaten.

Oleh karenanya puskesmas harus mempunyai hubungan koordinatif, kooperatif

dan fungsional dengan Dinas Kesehatan dan sarana kesehatan lain. Puskesmas

memiliki tugas pokok melaksanakan (1) pelayanan, pembinaan dan pengendalian

Pos Kesehatan Kelurahan (2) Pengembangan Upaya Kesehatan individu dan

Kesmas (3) Pendidikan dan Latihan tenaga kesehatan.

Puskesmas juga wajib berpartisipasi dalam penanggulangan bencana alam,

wabah penyakit, pelaporan penyakit menular dan penyakit lain yang ditetapkan

oleh tingkat nasional dan daerah, serta dalam melaksanakan program prioritas

pemerintah. Puskesmas juga wajib berpartisipasi dalam penanggulangan bencana

alam, wabah penyakit, pelaporan penyakit menular dan penyakit lain yang

ditetapkan oleh tingkat nasional dan daerah, serta dalam melaksanakan program

prioritas pemerintah.

Puskesmas Way Halim merupakan Puskesmas Pemerintah Kotamadya

Bandar Lampung yang resmi menjadi Puskesmas induk pada tanggal 18 Februari

1987 dan antara tahun 1980 sampai tahun 1987 yang sebelumnya adalah

Puskesmas Pembantu yang berindukkan Puskesmas Sukabumi , yang meliput

Empat Kelurahan yaitu :

50
1. Kelurahan Jagabaya 1
2. Kelurahan Jagabaya 2
3. Kelurahan Jagabaya 3
4. Kelurahan Perumnas Way Halim

Sejak berdirinya hingga sekarang, Puskesmas Way Halim mengalami

beberapa pergantian pemimpin, antara lain sebagai berikut :

1. Tahun 1980 – 1982 dipimpin oleh dr. Hertiani

2. Tahun 1982 – 1985 dipimpin oleh dr. Hermawati

3. Tahun 1985 – 1988 dipimpin oleh dr. Mulyanti IKH

4. Tahun 1988 – 1994 dipimpin oleh dr. Lisman Gaya D Sinarusati

5. Tahun 1994 – 2000 dipimpin oleh dr. Meisnon Lisman Gaya

6. Tahun 2000 – 2001 dipimpin oleh dr. Hilda Fitri

7. Tahun 2001 – 2006 dipimpin oleh drg. Rosmini Sipayung

8. Tahun 2006 – 2009 dipimpin oleh dr. Prima Kusumawardhani

9. Tahun 2009 – agustus 2016 dipimpin oleh drg. Rini Alita, M.Kes

10. Bulan September 2016 – sekarang dipimpin oleh Nurmala Yunita, SKM

Puskesmas Way Halim didirikan diatas tanah seluas 950m2 dengan luas

bangunan 544 m2.Sarana yang tersedia meliputi fasilitas sarana pelayanan

langsung (medis dan keperawatan) dengan tidak langsung (penunjang medis)

Kegiatan yang direncanakan adalah kegiatan upaya kesehatan wajib yaitu upaya

yang ditetapkan berdasarkan komitmen nasional, regional dan global serta yang

mempunyai daya tingkat tinggi untuk peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

51
Upaya kesehatan wajib ini harus di selenggarakan oleh Puskesmas Way

Halim yaitu

1. Upaya Promosi Kesehatan ( penyebarluasan informasi kesehatan )


2. Upaya Kesehatan Lingkungan
3. Upaya kesehatan ibu dan anak serta KB
4. Upaya perbaikan gizi masyarakat
5. Upaya pencegahan dan pembrantasan penyakit menular
6. Upaya pengobatan (BP Umum, BP Askes, BP Gigi dan KIA)

Selain dari upaya wajib juga ada upaya kesehatan pengembang yaitu :

1. Kesehatan Jiwa
2. Kesehatan mata dan pencegahan kebutaan
3. Kesehatan telinga dan pencergahan ketulian
4. Kesehatan Usia Lanjut
5. Kesehatan Kerja
6. Kesehatan Olah Raga
7. Kesehatan Matra
8. Pembinaan pengobatan tradisional
9. Laboratorium sederhana
10. Penyuluhan obat
11. Rekam Medik

4.1.2 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Berdasarkan peraturan Walikota Bandar Lampung No. 4 Tahun 2012 Tentang

Penataan dan Pemekaran Wilayah Kecamatan dan Kelurahan di Kota Bandar

Lampung. Wilayah Kecamatan Way Halim merupakan bagian wilayah dari Kota

Bandar Lampung dengan batas-batas sebagai berikut :

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan tanjung Senang dan

Kecamatan Sukarame

52
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Karang Timur

3. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Labuhan Ratu Dan

kecamatan Kedaton

4. SebelahTimur berbatasan dengan Kecamatan Kedamaian

Puskesmas Way Halim terletak di Jalan Raja Basa III No.60 Perumnas

Way Halim ,yang termasuk dalam wilayah Kelurahan Perumnas Way Halim Kota

Bandar Lampung. Puskesmas Way Halim terletak di antara perumahan perumnas

Way Halim diapit sebelah kanan Puskesmas adalah Sekolah Dasar Negeri 1

Perumnas Way Halim dan di belakang Puskesmas Yaitu Pasar Perumnas Way

Halim dengan intensitas pemakaian tinggi.

4.1.3. Hasil Analisa Data

4.1.3.1 Uji Validitas dan Reabilitas

A. Uji validitas

Pengujian Validitas dilakukan untuk mengetahui valid tidaknya suatu

kuesioner dari masing-masing variabel tersebut. Uji validitas yang telah dilakukan

dalam penelitian ini ditampilkan dalam tabel berikut ;

Tabel 4.1 Hasil Uji Validitas Item-Item Variabel

Indikator r hitung r tabel Keterangan


X1_1 0,933 0,196 Valid
X1_2 0,926 0,196 Valid
X1_3 0,928 0,196 Valid
X1_4 0,880 0,196 Valid
X1_5 0,910 0,196 Valid
X2_1 0,947 0,196 Valid
X2_2 0,943 0,196 Valid
X2_3 0,951 0,196 Valid
X2_4 0,933 0,196 Valid

53
X2_5 0,975 0,196 Valid
X3_1 0,935 0,196 Valid
X3_2 0,940 0,196 Valid
X3_3 0,938 0,196 Valid
X3_4 0,935 0,196 Valid
X3_5 0,901 0,196 Valid
X4_1 0,919 0,196 Valid
X4_2 0,923 0,196 Valid
X4_3 0,917 0,196 Valid
X4_4 0,915 0,196 Valid
X4_5 0,848 0,196 Valid
X5_1 0,943 0,196 Valid
X5_2 0,938 0,196 Valid
X5_3 0,944 0,196 Valid
X5_4 0,930 0,196 Valid
X5_5 0,875 0,196 Valid
Y1 0,936 0,196 Valid
Y2 0,936 0,196 Valid
Y3 0,941 0,196 Valid
Y4 0,937 0,196 Valid
Y5 0,908 0,196 Valid
Y2.5 0,591 0,196 Valid
Y2.6 0,685 0,196 Valid
Y2.7 0,711 0,196 Valid
Y2.8 0,689 0,196 Valid
Y2.9 0,648 0,196 Valid
Y2.10 0,688 0,196 Valid
Y2.11 0,724 0,196 Valid
Sumber: Data Primer Diolah, 2022.

Dari hasil pengujian validitas pada tabel di atas, kuesioner yang terdiri atas

6 variabel, ada 30 kuesioner yang telah diisi oleh 100 responden pada penelitian

ini. Salah satu cara agar bisa mengetahui kuesioner mana yang valid dan tidak

valid, kita harus mencari tau r tabelnya terlebih dahulu. Rumus dari r tabel adalah

df = N-2 jadi 100-2 = 98, sehingga r tabel = 0,1966. Dari hasil perhitungan

validitas pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa r hitung > r tabel ada 30 kuisioner

sehingga semua dinyatakan valid karena r hitung lebih besar dari r tabel.

54
B. Uji Reliabilitas

Penelitian ini harus dilakukannya uji reliabilitas untuk mengukur konsisten

atau tidak kuesioner dalam penelitian yang digunakan untuk mengukur pengaruh

tidaknya variabel X dengan variabel Y. Sebelum dilakukannya pengujian

reliabilitas harus ada dasar pengambilan keputusan yaitu alpha sebesar 0,60.

Variabel yang dianggap reliabel jika nilai variabel tersebut lebih besar dari >0,60

jika lebih kecil maka variabel yang diteliti tidak bisa dikatakan reliabel karena

<0,60. Hasil dari pengujian reliabilitas pada variabel penelitian ini sebagai

berikut:

Tabel 4.2
Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel Self Efficacy (X1)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

,951 5

Sumber: data primer diolah 2022

Hasil dari uji reliabilitas pada variabel Self Efficacy (X1) dapat dilihat

bahwa cronbach’s alpha pada variabel ini lebih tinggi dari pada nilai dasar yaitu

0,951 > 0,60 hasil tersebut membuktikan bahwa semua pernyataan dalam

kuesioner variabel (X1) dinyatakan reliabel.

Tabel 4.3
Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel Pengetahuan (X2)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

,960 5

Sumber: data primer diolah 2022

55
Hasil dari uji reliabilitas pada variabel Pengetahuan (X2) dapat dilihat pada

tabel 4.3 hasil yang dihasilkan dari variabel ini adalah 0,960 menunjukkan bahwa

cronbach’s alpha 0,960 > 0,60. Dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa

semua pernyataan pada variabel Pengetahuan (X2) ini dinyatakan reliabel atau

bisa dipercaya.

Tabel 4.4
Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel Motivasi (X3)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

,961 5
Sumber: data primer diolah 2022

Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada variabel Motivasi (X3) seperti tabel

4.4 diatas bahwa cronbach’s alpha sebesar 0,961 > 0,60. Bisa disimpulkan bahwa

pernyataan pada variabel Motivasi (X3) semuanya bisa dipercaya atau reliabel.

Tabel 4.5
Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel Fasilitas (X4)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

,945 5
Sumber: data primer diolah 2022

56
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada variabel Fasilitas (X4) seperti tabel

4.5 diatas bahwa cronbach’s alpha sebesar 0,945 > 0,60. Bisa disimpulkan bahwa

pernyataan pada variabel Fasilitas (X4) semuanya bisa dipercaya atau reliabel.

Tabel 4.6
Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel Keja Sama Kelompok (X5)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

,958 5
Sumber: data primer diolah 2022

Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada variabel Kerja Sama Kelompok (X 5)

seperti tabel 4.6 diatas bahwa cronbach’s alpha sebesar 0,961 > 0,60. Bisa

disimpulkan bahwa pernyataan pada variabel Kerja Sama Kelompok (X5)

semuanya bisa dipercaya atau reliabel.

Tabel 4.7
Hasil pengujian reliabilitas terhadap variabel Partisipasi Kader (Y)

Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items

,962 5
Sumber: data primer diolah 2022

Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada variabel Partisipasi Kader (Y) seperti

tabel 4.7 diatas bahwa cronbach’s alpha sebesar 0,962 > 0,60. Bisa disimpulkan

bahwa pernyataan pada variabel Partisipasi Kader (Y) semuanya bisa dipercaya

atau reliabel.

57
C. Hasil Uji Asumsi Klasik

a. Uji normalitas

Pengujian pengaruh Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2), Motivasi (X3),

Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok (X5) terhadap Partisipasi Kader ( PIS-

PK) (Y) di Wilayah Kerja Puskesmas Way Halim Kota Bandar Lampung

dilakukan dengan menggunakan analisis regresi linier sederhana. Sebelum

dilakukan analisis regresi linier sederhana terlebih dahulu dilakukan pengujian

asumsi regresi linier sederhana yaitu uji normalitas dengan menggunakan uji One-

Sample Kolmogorov-Smirnov Test dengan cara mengukur jika nilai yang di

hasilkan kurang dari 0,05 maka persebarannya dianggap tidak normal sebaliknya

jika hasil yang didapat lebih dari 0,05 maka dinyatakan persebarannya normal,

dan hasilnya sebagai berikut:

Tabel 4.8
Hasil Uji Normalitas Menggunakan Kolomogrov-Smirnov

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual
N 100
Normal Parameters a,b
Mean .0000000
Std. Deviation 3.64430964
Most Extreme Differences Absolute .065
Positive .065
Negative -.055
Test Statistic .065
Asymp. Sig. (2-tailed) .200c,d
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
c. Lilliefors Significance Correction.
d. This is a lower bound of the true significance.

58
Berdasarkan tabel diatas, didapatkan nilai signifikansi pada table

(Asymp. Sig. (2-tailed)) sebesar 0,200 lebih besar dari α (0.05). Diambil

keputusan terima H0 yang artinya persebaran variabel Self Efficacy (X1),

Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok (X5)

dengan variabel Partisipasi Kader ( PIS-PK) (Y) berdistribusi normal.

b. Uji linieritas

Penelitian ini harus ada pengujian linieritas yang bertujuan untuk

mengetahui variabel bebas dan variabel terikat mempunyai hubungan linier atau

tidak mempunyai hubungan, dengan cara mencari tau nilai sig. Devination from

linearity dari variabel X dan variabel Y. Jika nilai sig > 0,05 maka bisa dinyatakan

kedua variabel tersebut mempunyai hubungan sebaliknya jika nilai didapat < 0,05

maka berarti kedua variabel tersebut tidak linier. Hasil dari perhitungan uji

linieritas dari penelitian ini sebagai berikut:

Tabel 4.9
Hasil uji linieritas terhadap variabel Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2),
Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok (X5) dan variabel
Partisipasi Kader ( PIS-PK) (Y)

ANOVA Table
Sum of Mean
Squares df Square F Sig.
Partisipasi Between (Combined) 580.001 16 36.250 1.937 .028
Kader * Self Groups Linearity 205.413 1 205.413 10.977 .001
Efficacy Deviation from 374.588 15 24.973 1.334 .201
Linearity
Within Groups 1553.239 83 18.714

Total 2133.240 99

59
Berdasarkan dari hasil uji linieritas diatas diketahui nilai sig. Devination

from linearity adalah 0,201 signifikan, berarti hasil tersebut bisa dibilang lebih

tingggi dari pada 0,05 dan menyatakan bahwa kedua variabel ini mempunyai

hubungan linier atau dapat disebut variabel Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2),

Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok (X5) dan variabel

Partisipasi Kader ( PIS-PK) (Y) mempunyai hubungan linier.

c. Uji Heteroskedastisitas

Pengujian ini dilakukan untuk menguji ada tidaknya ketidak samaan

variansi residual dari satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Heteroskedastisitas menguji terjadinya ketidak-samaan varians residual suatu

periode pengamatan ke periode pengamatan yang lain. Model regresi yang baik

adalah model regresi yang memiliki ketidak-samaan varians residual suatu

pengamatan yang lain, sehingga dikatakan model tersebut heteroskedastisitas.

Uji heterokedastisitas ini menggunakan cara uji glejser, dasar

pengembalian nilai sig adalah 0,05 jika hasil yang didapat > 0,05 maka dapat

disimpulkan bahwa tidak terjadi masalah heterokedastisitas tetapi sebaliknya jika

hasil yang didapat < 0,05 maka bisa disimpulkan bahwa ada terjadinya masalah

heteroskedastisitas. Hasil dari pengujian sebagai berikut:

Tabel 4.9
Hasil Uji Heteroskedastisitas

Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Model Coefficients Coefficients t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 5.27 1.153 4.576 .000
7
Self Efficacy .148 .077 .292 1.915 .058 .388 2.575
Pengetahuan -.194 .069 -.418 -2.825 .061 .413 2.423
Motivasi -.116 .062 -.242 -1.873 .064 .541 1.847

60
Fasilitas .048 .078 .088 .616 .540 .446 2.240
KerjaKelompok -.033 .048 -.070 -.694 .489 .884 1.131
a. Dependent Variable: Res_Abs
Sumber: data primer diolah 2022

Berdasarkan hasil dari pengujian heteroskedastisitas pada table dapat

dilihat bahwa nilai sig. 0,058,0,061,0,064,0,540,489 > 0,05 ini menunjukkan

bahwa dalam variabel X dengan variabel Y tidak terjadinya masalah

heteroskedastisitas.

d. Analisis koefisien determinasi


Penelitian ini membutuhkan analisis koefisien determinasi untuk

mengetahui seberapa besar variasi variabel bebas bisa menjelaskan seluruh varian

dari variabel terikat. Nilai koefisien determinasi yaitu antara 0 sampai dengan 1.

Jika R = 0 maka tidak ada hubungan antara variabel independent (bebas) dengan

variabel dependent (terikat). Sebaliknya, jika R = 1 maka terdapat hubungan

yang kuat antara variabel independent dengan variabel dependent.

Tabel 4.10
R dan R square X terhadap Y

Model Summaryb
Adjusted R Std. Error of the
Model R R Square Square Estimate
1 .619 a
.384 .351 3.73998
a. Predictors: (Constant), KerjaKelompok, Fasilitas, Motivasi,
Pengetahuan, Self Efficacy
b. Dependent Variable: Partisipasi Kader

Berdasarkan hasil dari tabel diatas nilai R sebagai koefisien korelasi

adalah 0,619 sedangkan diketahui R square sebagai koefisien determinasi ialah

0,384. Hasil tersebut dapat menunjukkan seberapa besarnya pengaruh variabel

independent secara menyeluruh terhadap naik turunnya variabel dependent.

61
Dapat dijelaskan bahwa variabel independent yaitu Self Efficacy (X1),

Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok (X 5)

mempunyai kemampuan sebesar 38,4% dalam menjelaskan terhadap variabel

dependent yaitu Partisipasi Kader ( PIS-PK) (Y) dan masih ada 61,6% yang

dijelaskan oleh faktor variabel independent lain.

e. Uji T
Penelitian ini menggunakan uji T yang bertujuan untuk mengetahui

bagaimana pengaruh antara variable independen (X) secara sendiri (parsial)

dengan variabel dependen (Y). Cara berdasarkan hasil dari nilai signifikansi,

Variabel independen dinyatakan secara parsial berpengaruh signifikan terhadap

variabel dependen jika nilai signifikansi kurang dari 0,05. Sebaliknya, jika hasil

nilai signifikansi lebih dari 0,05 maka variabel independen secara parsial

dinyatakan tidak berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.

Tabel 4.11
Uji Parsial

Coefficientsa
Unstandardized Standardized Collinearity
Model Coefficients Coefficients t Sig. Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 5.271 2.056 2.564 .012

Self Efficacy .004 .138 .004 .029 .033 .388 2.575


Pengetahuan .204 .122 .210 1.664 .016 .413 2.423
Motivasi .087 .111 .086 .783 .029 .541 1.847
Fasilitas -.109 .140 -.094 -.779 .204 .446 2.240
KerjaKelompok .518 .086 .521 6.055 .000 .884 1.131
a. Dependent Variable: Partisipasi Kader

62
Tabel 4.12 Hasil Uji Parsial

Variabel P-Value Sig. Keputusan

Self Efficacy (X1) 0,05 Berpengaruh


.033
Pengetahuan (X2) 0,05 Berpengaruh
.016
Motivasi (X3) 0,05 Berpengaruh
.029
Fasilitas (X4) 0,05 Tidak Berpengaruh
.204
Kerjasama Kelompok 0,05 Berpengaruh
.000
(X5)

Sumber: Data diolah (2022)

Berdasarkan pada tabel 4.11 di atas, ditunjukkan bahwa Self Efficacy

memiliki nilai Sig. 0,033 dimana nilai probabilitas ini dibawah 0,05. Dengan

demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria pengujian, jika nilai

probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variabel Self Efficacy

berpengaruh terhadap Partisipasi Kader. Berikutnya ditunjukkan bahwa variable

Pengetahuan memiliki nilai Sig. sebesar 0,016 dimana nilai probabilitas ini kurang

dari 0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria pengujian,

jika nilai prob. dibawah 0,05, maka hal ini berarti secara parsial variabel

Pengetahuan berpengaruh terhadap Partisipasi Kader.

Berikutnya ditunjukkan bahwa variabel Motivasi memiliki nilai Sig.

sebesar 0,029 dimana nilai probabilitas ini dibawah 0,05. Dengan demikian,

sesuai dengan ketentuan dalam kriteria pengujian, jika nilai prob. dibawah 0,05,

maka hal ini berarti secara parsial variable Motivasi berpengaruh terhadap

Partisipasi Kader. Berikutnya ditunjukkan bahwa variabel Fasilitas memiliki

nilai Sig. sebesar 0,204 dimana nilai probabilitas ini diatas 0,05. Dengan

demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria pengujian, jika nilai prob. >

63
0,05, maka hal ini berarti secara parsial variabel Fasilitas tidak berpengaruh

terhadap Partisipasi Kader. Berikutnya ditunjukkan bahwa variabel Kerja Sama

Kelompok memiliki nilai Sig. sebesar 0,000 dimana nilai probabilitas ini dibawah

0,05. Dengan demikian, sesuai dengan ketentuan dalam kriteria pengujian, jika

nilai prob. < 0,05, maka hal ini berarti secara parsial variabel Kerja Sama

Kelompok berpengaruh terhadap kinerja perawat.

f. Hasil Uji F (Simultan)

Uji stastistik F pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh

variabel independen secara simultan dalam menerangkan variabel dependen. Uji

simultan ini dilakukan dengan membandingkan nilai α (alpha) dengan nilai p-

value. Apabila nilai p-value < α (0,05), maka H 0 ditolak. Sehingga dapat

dikatakan terdapat pengaruh secara simultan antara variabel independen dengan

variabel dependen, dan sebaliknya. Jika nilai p-value > α (0,05), maka H0 diterima

yang artinya tidak terdapat pengaruh antara variabel independen terhadap variabel

dependen secara simultan. Berikut adalah hasil pengujian statistic F, yang dapat

dilihat pada tabel 4.13 di bawah ini:

Tabel 4.13 Uji Simultan

ANOVAa
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 818.422 5 163.684 11.702 .000b
Residual 1314.818 94 13.987

Total 2133.240 99

a. Dependent Variable: Partisipasi Kader

64
b. Predictors: (Constant), KerjaKelompok, Fasilitas, Motivasi, Pengetahuan,
Self Efficacy
Sumber : Output SPSS Versi 26.0

Berdasarkan pada tabel 4.13 diatas, menunjukkan bahwa variabel

independen memiliki nilai Sig. 0,000 dimana nilai probabilitas ini dibawah 0,05.

Dengan demikian, maka sesuai dengan ketentuan dalam kriteria pengujian, jika

nilai probabilitas < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa variable Self Efficacy

(X1), Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok

(X5) secara bersama-sama berpengaruh terhadap Partisipasi Kader (y).

4.2.Pembahasan

Berdasarkan hasil dari pengujian yang sudah dilakukan terhadap variabel

Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan

Kerjasama Kelompok (X5) dengan varibel Partisipasi Kader (y) pengaruh yang

ditimbulkan sebagian besar berpengaruh positif atau bisa di sebut variabel X

mempunyai pengaruh terhadap variabel Y, seperti hasil uji T Variabel (X5)

mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,05 bisa disimpulkan

bahwa variabel Kerjasama Kelompok (X5) secara parsial berpengaruh terhadap

variabel (Y), dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa H1 dapat diterima.

Hasil dari perhitungan diatas maka bisa disimpulkan bahwa Kader di

Wilayah Puskesmas Way Halim Kota Bandar Lampung mempunyai persepsi

bahwa Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan

Kerjasama Kelompok (X5) khususnya dalam variabel Kerjasama Kelompok

(X5) merupakan upaya yang baik untuk dilanjutkan/direspon oleh pihak

65
Puskesmas karena berkaitan dengan memicu kerjasama untuk suksesnya kegiatan

PIS-PK.

Secara teori hasil yang diperoleh dari pengujian kelima variabel ini

berkaitan dengan teori pembelajaran sosial, Teori ini membahas tentang cara

menganalisis manusia terhadap suatu karakteristik, dalam hasil dari pengujian

kelima variabel ini berhasil positif itu menandakan bahwa responden berfikir

bahwa partisipasi kader yang dikaitkan dengan Self Efficacy (X1), Pengetahuan

(X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok (X5) ini memiliki

hal yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Dampak yang dihasilkan dari Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2),

Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama Kelompok (X5) yang dikaitkan

dengan daya Partisipasi Kader ini dari hasil pengujian yang menghasilkan nilai

positif bisa dinyatakan dampak yang ditimbulkan berkaitan dengan dampak

kognitif yaitu sebuah dampak yang mempengaruhi pengetahuan, daya ingat, dan

pemahaman manusia.

Hasil dari uji hipotesis pada variabel ini menurut hasil banyaknya

pengujian terhadap kelima variabel ini peneliti bisa simpulkan bahwa Self

Efficacy (X1), Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan Kerjasama

Kelompok (X5) dalam partisipasi kader menimbulkan persepsi yang baik

terhadap terlaksananya PIS-PK secara optimal.

Berdasarkan hasil Uji F yaitu pengujian secara serempak di peroleh hasil

bahwa semua variabel independen dalam penelitian ini secara bersama-sama

berpengaruh terhadap variabel dependen, yaitu kinerja perawat. Hal terlihat

66
bahwa bahwa nilai signifikansi adalah sebesar 0,000 < 0,05. Selain itu pada

uji koefisien diterminasi juga menunjukkan bahwa sebanyak 38,4 % variabel

independen dapat menjelaskan variabel dependen dalam peneitian ini. Hal ini

berarti bahwa pengaruh variabel independen terhadap variabe dependen cukup

atau tidak cukup 50 %.

Selanjutnya, secara individual pengaruh masing-masing variabel

independen terhadap variabel dependen dapat dijelaskan sebagai berikut :

4.2.1 Pengaruh Self Efficacy terhadap partisipasi kader

Self Efficacy adalah penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri atau

tingkat keyakinan mengenai seberapa besar kemampuannya dalam

mengerjakan suatu tugas tertentu untuk mencapai hasil tertentu. Self efficacy

dapat didefinisikan sebagai keyakinan seorang individu terhadap kemampuan

yang dimilikinya untuk mengatasi hambatan guna mencapai tujuan yang

diinginkan. Tinggi atau rendahnya self- efficacy yang dimiliki oleh seorang

individu berbeda- beda dalam setiap bidang tertentu.

Berdasarkan hasil Uji t menunjukkan bahwa nilai signifikasi variabel Self-

Efficacy adalah sebesar 0,033. Sehingga dengan menggunakan derajat

kepercayaan (α) = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa signifikansi variabel self-

efficacy lebih kecil dari pada derajat kepercayaan. Oleh karena itu, variabel self-

efficacy memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap partisipasi kader, hal

ini berarti Self Efficacy menjadi sangat penting karena Self Efficacy sangat

menentukan seberapa besar keyakinan mengenai kemampuan yang dimiliki oleh

setiap individu untuk lebih berpartisipasi dalam kegiatan Program PIS-PK, makin

67
tingginya keyakinan pada diri sendiri, makin tinggi pula seorang kader dapat

mengerjakan tugasnya.

4.2.2 Pengaruh Pengetahuan terhadap Partisipasi Kader

Pengetahuan merupakan segala sesuatu yang dilihat, dikenal,

dimengerti terhadap suatu objek tertentu yang ditangkap melalui pancaindera

yakni, indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan. hasil

dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap

suatu objek. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni,

indera pendengaran, penglihatan, penciuman, perasaan dan perabaan. Sebagian

pengetahuan manusia didapat melalui mata dan telinga.

Berdasarkan uji t dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai

signifikansi variabel pengetahuan adalah sebesar 0,016. Dengan menggunakan

derajat kepercayaan (α) = 0,05 maka nilai signifikan variabel pengetahuan lebih

kecil dari batas kesalahan yang dapat terjadi. Oleh karena itu hipotesis satu

diterima yang artinya pengetahuan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan partisipasi kader di wilayah Puskesmas way halim Kota bandar

Lampung. Hal ini berarti pengetahuan yang tinggi mengenai Program Indonesia

Sehat dengan Pendekatan Keluarga akan meningkatkan partisipasi kader.

4.2.3 Pengaruh Motivasi terhadap Partisipasi Kader

Menurut Murty dan Hudiwinarsih (dalam Damayanti, 2013), motivasi

adalah pemberian dorongan-dorongan individu untuk bertindak yang

menyebabkan orang tersebut berperilaku dengan cara tertentu yang mengarah

pada tujuan. Menurut Robbins (Nafrizal, 2012) mengemukakan bahwa motivasi

68
adalah keinginan untuk melakukan sebagai kesediaan untuk mengeluarkan tingkat

upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan organisasi, yang dikondisikan oleh

kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu kebutuhan individual.

Motivasi dari hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel

motivasi adalah sebesar 0,029. Dengan menggunakan derajat kepercayaan (α) =

0,05 maka nilai signifikansi variabel motivasi lebih kecil dari pada batas

kepercayaan maupun batas kesalahan yang terjadi. Oleh karena itu hipotesis satu

diterima yang artinya motivasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan partisipasi kader di wilayah Puskesmas way halim Kota bandar

Lampung, hal ini berarti apabila indikator motivasi seperti yang dikemukakan

oleh Robert Kreitner diberikan kepada kader, akan dapat meningkatkan kinerja

dan partisipasi kader. Hal ini juga sesuai dengan hasil penelitian terdahulu

(Ma’ruf 2020) yang menyimpulkan bahwa jika motivasi meningkat maka

kinerja karyawan akan meningkat. Karyawan yang jika kebutuhannya

dipenuhi akan menimbulkan motivasi untuk dapat bekerja secara lebih baik,

seperti kebutuhan psikologis, keamanan dan sosial

4.2.4 Pengaruh Fasilitas terhadap Partisipasi Kader

Menurut ahli Suryo Subroto dalam Arianto (2008) fasilitas adalah segala

sesuatu yang dapat memberikan kemudahan dan melancarkan pelaksanaan suatu

usaha, bisa berupa benda ataupun uang. Sedangkan menurut Zakiah Daradjat

dalam Arianto (2008) mengungkapkan bahwa fasilitas adalah semua hal yang

dapat mempermudah upaya serta memperlancar kerja dalam rangka mencapai

suatu tujuan tertentu. Jadi dapat disimpulkan, fasilitas adalah hal yang mendukung

69
dan memudahkan berbagai kegiatan dan sifatnya tak bisa dipisahkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Fasilitas dari hasil uji t menunjukkan bahwa nilai signifikansi variabel

fasilitas adalah sebesar 0,204. Dengan menggunakan derajat kepercayaan (α) =

0,05 maka nilai signifikansi variabel Fasilitas lebih besar dari pada batas

kepercayaan maupun batas kesalahan yang terjadi. Oleh karena itu hipotesis satu

tidak diterima, artinya fasilitas tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

peningkatan partisipasi kader di wilayah Puskesmas way halim Kota bandar

Lampung, berarti pemberian fasilitas kepada Kader tidak berpengaruh dalam

meningkatkan partisipasi.

Hal ini berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prameta

Sambali (2019) “Pengaruh Kompetensi, Budaya Kerja dan Fasilitas Kerja

Terhadap Kinerja Pegawai Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga

Berencana Nasional Provinsi Sulawesi Tengah” menyimpulkan bahwa budaya

kerja dan fasilitas kerja memberikan pengaruh yang positif dan signifikan

terhadap kinerja pegawai, semakin tinggi kompetensi sesorang disertai dengan

penerapan budaya kerja yang poisitif dan didukung oleh sarana dan prasarana

yang memadai dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsi, maka akan semakin

tinggi kinerja yang dihasilkan.

4.2.5 Pengaruh Kerjasama Kelompok terhadap Partisipasi Kader

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kerjasama merupakan

sesuatu yang ditangani oleh beberapa pihak. Kerjasama adalah sebuah sikap mau

melakukan suatu pekerjaan secara bersama-ssama tanpa melihat latar belakan

70
orang yang diajak bekerjasama untuk mencapai suatu tujuan. Kerjasama atau

belajar bersama adalah proses berkelompok dimana anggota-anggotanya

mendukung dan saling mengandalkan untuk mencapai hasil satu mufakat.

(Landsberger, 2011).

Berdasarkan uji t dalam penelitian ini, menunjukkan bahwa nilai

signifikansi variabel kerja sama kelompok adalah sebesar 0,000 dengan

menggunakan derajat kepercayaan (α) = 0,05 maka nilai signifikan variabel kerja

sama kelompok lebih kecil dari batas kesalahan yang dapat terjadi. Oleh karena

itu hipotesis satu diterima yang artinya kerja sama kelompok memiliki pengaruh

yang signifikan terhadap peningkatan partisipasi kader di wilayah Puskesmas way

halim Kota bandar Lampung.Kader yang memiliki kerjasama tim yang baik maka

ia akan memiliki kecenderungan untuk dapat meningkatkan kualitas pelayanan

di tempat kerja dikarenakan individu merasa bahwa pekerjaan yang dilakukan

memiliki makna bagi kehidupannya.

71
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

Variabel Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan

Kerjasama Kelompok (X5) dengan varibel Partisipasi Kader (y) pengaruh yang

ditimbulkan sebagian besar berpengaruh positif atau bisa di sebut variabel X

mempunyai pengaruh terhadap variabel Y, seperti hasil uji T Variabel (X5)

mendapatkan nilai signifikansi sebesar 0,000 kurang dari 0,05 bisa disimpulkan

bahwa variabel Kerjasama Kelompok (X5) secara parsial berpengaruh terhadap

variabel (Y), dari hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa H1 dapat diterima.

Hasil dari perhitungan diatas maka bisa disimpulkan bahwa Kader di

Wilayah Puskesmas Way Halim Kota Bandar Lampung mempunyai persepsi

bahwa Self Efficacy (X1), Pengetahuan (X2), Motivasi (X3), Fasilitas (X4) , dan

Kerjasama Kelompok (X5) khususnya dalam variabel Kerjasama Kelompok

(X5) merupakan upaya yang baik untuk dilanjutkan/direspon oleh pihak

Puskesmas karena berkaitan dengan memicu kerjasama untuk suksesnya kegiatan

PIS-PK.

5.2. Implikasi

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan dalam aspek

teoritis (keilmuan) yaitu bagi perkembangan ilmu kesehatan, khususnya pada

72
aspek Program Indonesia Sehat dengan Pendekatan Keluarga (PIS-PK) oleh kader

Puskesmas Way Halim Bandar Lampung dan secara praktis, penelitian ini

diharapkan pula dapat memberikan sumbangan dalam aspek praktis yaitu untuk

memberikan sumbangan pemikiran bagi Pimpinan UPT Puskesmas Way Halim

Bandar Lampung.

5.3. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, penulis akan memberikan saran untuk

mengatasi dan mengurangi kelemahan yang terjadi, yaitu sebagai berikut :

a. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan memperluas variabel penelitian

dengan menggunakan variabel lain.

b. Bagi penelitian selanjutnya diharapkan dapat memperluas lingkup

Puskesmas yang akan dijadikan sampel penelitian, dan menambah

periode penelitian agar sampel penelitian lebih besar dan mendapat

hasil penelitian yang lebih baik.

c. Bagi Kader Kesehatan disarankan untuk lebih memperhatikan aspek-

aspek yang dapat mempengaruhi terlaksananya PIS-PK. Hal tersebut

dikarenakan aspek-aspek merupakan alat ukur besar kecilnya suatu

kepuasan pelayanan, yang dapat dijadikan pertimbangan untuk

pelayanan prima oleh masyarakat.

d. Bagi Puskemas disarankan harus lebih selektif untuk memilih Kader

kesehatan dengan melihat bagaimana karakteristiknya.

73

Anda mungkin juga menyukai