Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Istilah tumbuh kembang sebenarnya mencakup dua peristiwa yang sifatnya
berbeda tetapi saling berkaitan dan sulit dipisahkan, yaitu pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar,
jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu, yang bisa
diukur dengan ukuran (gram, pound, kilogram), ukuran panjang (cm, meter),
umur tulang, dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan nitrogen tubuh).
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan (skill) dalam struktur dan
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat diramalkan,
sebagai hasil dari proses pematangan. Disini menyangkut adanya proses
diferensiasi dari sel-sel tubuh, jaringan tubuh, organ-organ dan sistem organ
yang berkembang sedemikian rupa sehingga masing-masing dapat memenuhi

fungsinya.1
Seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama William Little pertama
kali mendeskripsikan satu penyakit yang pada saat itu membingungkan yang
menyerang anak-anak pada usia tahun pertama, yang menyebabkan kekakuan
otot tungkai dan lengan. Anak-anak tersebut mengalami kesulitan memegang
obyek, merangkak dan berjalan. Penderita tersebut tidak bertambah membaik
dengan bertambahnya usia tetapi juga tidak bertambah memburuk. Kondisi
tersebut disebut Little’s Disease selama beberapa tahun, yang saat ini dikenal
sebagai spastik diplegia. Penyakit ini merupakan salah satu dari penyakit yang
mengenai pengendalian fungsi pergerakan dan digolongkan dalam terminologi
cerebral palsy atau umunya disingkat CP.2
Cerebral palsy adalah kecacatan motorik yang paling umum dimasa
tumbuh-kembang seorang anak. Cerebral palsy adalah kecacatan yang

1
berhubungan dengan gangguan di otak. Palsy sendiri dapat diartikan dengan
kelemahan atau masalah yang berhubungan dengan otot. Pada masa anak-anak
otak akan berkembang, dan perkembangan otak akan berhenti ketika seorang
anak berusia 6-7 tahun. Cerebral palsy disebabkan oleh perkembangan otak
yang tidak normal atau kerusakan pada otak yang sedang berkembang dimana

dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk mengendalikan otot-ototnya.3


Istilah cerebral palsy, yang dipergunakan secara luas, meliputi kelainan
sistem saraf yang ditandai dengan gejala kelumpuhan pada masa bayi atau
kanak-kanak. Kelompok heterogen ini mencakup kelainan dan kerusakan pada
sistem saraf yang terjadi di dalam uterus, pada saat lahir atau pada masa postnatal
yang dini, dan kelainan tersebut disebabkan oleh defek dalam pertumbuhan,
trauma lahir, anoxia postnatal, encephalitis atau meningitis intrauterin,

cerebrovascular accident pada masa infansi dan kernikterus.4


Berdasarkan faktor risiko dari CP, beberapa negara melakukan penelitian
terhadap kelainan CP. Studi berbasis populasi dari seluruh dunia melaporkan
bahwa perkiraan prevalensi CP berkisar dari 1,5 hingga lebih dari 4 per 1.000
kelahiran hidup atau anak-anak dari rentang usia yang ditentukan. Prevalensi
kelahiran cerebral palsy secara keseluruhan adalah sekitar 2 dari 1.000 kelahiran
hidup.5
Sebuah studi kasus berbasis populasi dari Amerika Serikat melaporkan
tingkat CP spastik yang relatif stabil, 1,86/1.000 kelahiran hidup pada tahun
1985 menjadi 1,76/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002. Yang menarik, ada
perbedaan rasial dalam perubahan prevalensi cerebral palsy selama periode
waktu itu. Sementara pada populasi kulit putih non-Hispanik, prevalensi
keseluruhan menurun dari 1,65 /1.000 kelahiran hidup pada tahun 1985 menjadi
1,34 /1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002, prevalensi cerebral palsy pada

2
orang kulit hitam non-hispanik meningkat dari 2,29/1.000 kelahiran hidup pada
tahun 1985 menjadi 2,34/1.000 kelahiran hidup pada tahun 2002.5
Australian Cerebral Palsy Register, termasuk informasi dari tahun 1993
hingga 2006 melaporkan prevalensi cerebral palsy keseluruhan 2,1 per 1.000
kelahiran hidup dengan prevalensi tinggi dalam kelipatan (7 per 1.000 kelahiran
hidup) dan pada neonatus dengan berat lahir sangat rendah (misalnya, untuk
berat lahir <1.000 g, prevalensinya adalah 50 per 1.000 kelahiran hidup).5
Di Indonesia, prevalensi penderita CP 1-5 per 1000 kelahiran hidup. Dimana
ada sekitar 5.000-25.000 kelahiran dengan diagnosa CP setiap 5 juta kelahiran
hidup di Indonesia per tahunnya, laki-laki lebih banyak dari pada perempuan,
seringkali terjadi pada 30 tahun terakhir dikarenakan semakin canggihnya
teknologi di bidang kegawatdaruratan neonatologi sehingga bayi prematur yang
kritis bisa terselamatkan. Namun bayi yang terselamatkan tersebut mengalami
masalah perkembangan saraf dan kerusakan neurologis. 50% kasus termasuk
ringan yaitu penderita dapat mengurus dirinya sendiri, dan 10% tergolong berat
yaitu penderita membutuhkan pelayanan khusus. 35% disertai kejang dan 50%
mengalami gangguan bicara dengan rata-rata 70% tipe spastik, 10-20% tipe

athetoid, 5-10% ataksia, dan sisanya campuran.6


Berdasarkan hasil penelitian kasus CP di tiap negara maka dapat
disimpulkan bahwa kejadian CP masih sangat tinggi. Dengan demikian peneliti
tertarik untuk meneliti faktor risiko tersering yang terjadi pada anak CP di
Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) di Jalan Adi Negoro Nomor 2, Gaharu,
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Peneliti juga
berharap dengan adanya penelitian ini maka para orangtua dapat memahami
faktor risiko yang menyebabkan CP dan risiko terjadiya CP pada kelahiran anak
berikutnya.

3
1.2. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran faktor-faktor risiko cerebral palsy di Yayasan
Pembina Anak Cacat (YPAC) di Jalan Adi Negoro Nomor 2, Gaharu,
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
1.3. Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik usia, jenis kelamin
dan faktor-faktor risiko dari cerebral palsy di Yayasan Pembina Anak Cacat
(YPAC) di Jalan Adi Negoro Nomor 2, Gaharu, Kecamatan Medan Timur, Kota
Medan, Provinsi Sumatera Utara.
1.3.2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran umur ibu saat hamil anak dengan CP.
2. Mengetahui gambaran berat badan lahir anak dengan CP.
3. Mengetahui gambaran riwayat trauma kepala pada anak dengan
terjadinya CP.
4. Mengetahui gambaran riwayat infeksi penyakit pada anak dengan CP.
5. Mengetahui gambaran riwayat kejang deman pada anak dengan CP.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Akademik / Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat meningkatkan pengetahuan
peneliti tentang CP dan faktor-faktor risiko yang melatarbelakangi kejadian
terjadinya CP.
1.4.2. Masyarakat
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat meningkatkan
pengetahuan/wawasan masyarakat tentang CP sehingga dapat dilakukan
pencegahan dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk meningkatkan
kesehatan.

4
1.4.3. Penelitian Selanjutnya
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan menjadi data dasar
dengan penelitian selanjutnya tentang hubungan CP dengan faktor-faktor risiko
terjadinya CP.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cerebral Palsy
2.1.1. Definisi Cerebral Palsy
Cerebral palsy merupakan gangguan fungsi motor dan postur akibat lesi
anatomi otak yang bersifat statis non-progresif pada saat perkembangan otak,
sehingga mengakibatkan perubahan tonus dan kelemahan otot, gerakan
involunter, ataksia atau kombinasi abnormalitas. 7 Cerebral palsy pertama kali
diperkenalkan oleh seorang ahli bedah ortopedi yang bernama William John
Little (1888), yang menjelaskan bahwa kejadian cerebral palsy bukan karena
adanya trauma pada jalan lahir tapi dikarenakan oleh bayi yang mengalami
hipoksia selama proses persalinan maupun setelah kelahiran. Pada dasarnya CP
akan menunjukkan berbagai macam gangguan klinis dari kerusakan korteks
serebral atau kerusakan subkortikal yang terjadi selama awal tahun kehidupan.8
2.1.2. Etiologi Cerebral Palsy
Etiologi dari cerebral palsy sebenarnya belum dapat diketahui secara pasti.
Namun ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kejadian cerebral palsy,
yaitu
1. Prenatal
a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan
kromosom.
b. Infeksi intrauterin, seperti TORCH (Toxoplasma, Rubella atau
campak, Cytomegalovirus, Herpes simplex virus).
c. Asfiksia intrauterin (plasenta previa, kelainan umbilicus,
perdarahan plasenta, dan lain-lain).6,10

6
2. Perinatal
a. Anoksia/ hipoksia
Cedera otak dapat menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian
terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta
previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan
lahir dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan otak dan anoksia dapat terjadi bersamaan sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak
mengganggu pusat pernafasan sehingga terjadi anoksia.
c. Asfiksia BBLR dan Prematuritas
Bayi kurang bulan memiliki kemungkinan menderita perdarahan
otak yang lebih banyak daripada bayi cukup bulan, karena pembuluh
darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih belum
sempurna.
d. Ikterik neonatorum
Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa
akibat penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah
ikterus dengan konsentrasi bilirubin serum yang mengarah pada
terjadinya kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin
tidak dikendalikan. Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan
kerusakan jarringan otak yang sifatnya menetap akibat masuknya
bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan inkompatibilitas

golongan darah.6,9,11
3. Pascanatal
a. Trauma kapitis6
b. Infeksi10

7
c. Kernikterus.11,12
2.1.3. Patofisiologi Cerebral Palsy
Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,
menyebabkan otak sebagai subjek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral
ischemia yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan
defisit migrasi neuronal, antara minggu ke–26 sampai ke–34 menyebabkan
periventricular leucomalacia atau PVL dan antara minggu ke–34 sampai ke-40
menyebabkan fokal atau multifokal cedera otak. Cedera otak akibat vascular
insufficiency tergantung pada berbagai faktor saat terjadinya cedera, antara lain
distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran darah ke otak dan sistem peredaran
darah, serta respon biokimia jaringan otak terhadap penurunan oksigenasi.
Kelainan tergantung pada berat ringannya asfiksia yang terjadi pada otak. Pada
keadaan yang berat tampak ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang

menyeluruh.3,12
Pada keadaan yang lebih ringan terjadi bercak nekrosis di daerah
paraventrikular substansia alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada
substansia grisea korteks serebri. Kelainan dapat lokal atau menyeluruh
tergantung tempat yang terkena. Tekanan secara fisik yang dialami oleh bayi
yang mengalami kelahiran sehingga terjadi gangguan imaturitas pada otak dan
vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti yang menjelaskan mengapa
prematuritas merupakan faktor risiko yang signifikan terhadap kejadian cerebral
palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi sirkulasi darah janin ke otak dapat
menyebabkan tendensi terjadinya hipoperfusi sampai dengan periventrikular
white matter. Hipoperfusi dapat menyebabkan perdarahan pada matrik germinal
atau periventricular leukomalacia dimana terdiri atas nekrosis simetris, fokal,
pada substansia alba dorsal dan lateral terhadap sudut eksternal ventrikel lateral.
Hal ini dapat membuat terjadinya rongga kistik, sementara pada kasus yang lebih

8
ringan, mielin dapat berkurang dan ventrikel lateral mengalami dilatasi. Karena
serabut motoric desendens dari korteks ke ekstremitas bawah adalah yang paling
dekat dengan ventrikel, lesi pada serabut ini paling sering menyebabkan
displagia spastik.3,12
Leukomalasia periventricular dan infark perdarahan periventrikular adalah
merupakan lesi otak klasik pada kasus CP spastik diplegik, yang relatif
berhubungan dengan kejadian prematur, yang menyebabkan gangguan motorik
murni dengan kemampuan kognitif yang masih baik. Dari pemeriksaan fisik
didapatkan gangguan kelemahan kontrol motorik, dan spastisitas pada
ekstremitas bawah lebih berat dibandingkan dengan gangguan pada ekstremitas
atas. Secara muskuloskeletal patologi spastik cerebral palsy sering digambarkan
sebagai “short muscle disease‟ karena spastisitas dan reduksi aktivitas volunter
menyebabkan gangguan pada pertumbuhan secara longitudinal pada otot
skeletal. Sehingga ada kecenderungan pertumbuhan pada otot dan tendon lebih
lambat dibandingkan pertumbuhan pada tulang, sehingga menghasilkan
kontraktur yang menetap, torsional sekunder pada tulang dan ketidakstabilan

sendi.3,12
Pada kuadriparesis spastik yang dominan pada ekstremitas atas yang
berkaitan dengan buruknya perfusi pada zona batas anterial dan zona akhir
daerah. Cedera korteks iskemik fokal dan multifocal menunjukkan patologi yang
sama tetapi mengenai daerah sirkulasi lemah yang lebih terlokalisasi seperti
yang diakibatkan dari anomali vaskular, vaskulopati, atau obstruksi vaskular.
Lesi-lesi ini berkaitan dengan terjadinya hemi atau kuadriparesis.3

2.1.4. Klasifikasi Cerebral Palsy

Klasifikasi pada penderita CP sangat beragam, beberapa pengelompokkan


CP dibagi menjadi 2 bagian, yakni

9
A. Berdasarkan gejala klinis cerebral palsy dibagi menjadi 4, yakni
1. Cerebral palsy spastik, merupakan bentukan cp yang terbanyak, otot
mengalami kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur.
2. Cerebral palsy diskinetik, karakteristik Gerakan yang tidak
terkontrol pada tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada sebagian
besar kasus, otot muka dan lidah, menyebabkan anak tampak selalu
menyeringai dan selalu mengeluarkan air liur.
3. Cerebral palsy ataksik, menunjukkan koordinasi yang buruk, seperti
berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki terbuka lebar,
meletakkan kedua kaki dengan posisi yang saling berjauhan.
Kesulitan dalam melakukan gerakan cepat dan tepat
4. Cerebral palsy campuran (spastik-atetoid, rigid-spastik, spastik-
ataksia), merupakan kombinasi dari beberapa klasifikasi cerebral
palsy seperti spastik dan gerakan atetoid tetapi kombinasi lain juga
dapat ditemukan.12,14
B. Berdasarkan lokasi anatomi, cerebral palsy dibagi menjadi 5, yakni
1. Monoplegia, yaitu mengenai satu ekstremitas
2. Diplegia, yaitu mengenai keempat ekstremitas, tetapi kedua kaki
lebih berat dari kedua lengan
3. Triplegia, yaitu mengenai tiga ekstremitas, yang paling banyak
adalah mengenai lengan dan kaki
4. Quadriplegia, yaitu keempat ekstremitas terkena degan derajat yang
sama
5. Hemiplegia, yaitu mengenai salah satu sisi dari tubuh dan lengan
yang terkena lebih berat.12-14

10
2.1.5. Manifestasi Klinis Cerebral Palsy
Manifestasi yang menonjol pada CP adalah kelainan gerak dan postur.
Manifestasi lain yang penting adalah menetapnya atau menjadi hiperaktifnya
reflek primitif atau terlambat bahkan tidak timbulnya beberapa reflek postural.
Adanya kelainan organik non motorik akan memperberat gejala klinis. Berikut
ini adalah beberapa tipe dari CP.
1. Tipe Spastik
Anak dengan cerebral palsy spastik memperlihatkan tanda upper motor
neuron seperti, kelemahan, hipertonisitas, hiperefleksia, klonus, refleks
patologis, dan kecendrungan mengalami kontraktur.
a. Spastik monoplegia, ialah satu ekstremitas, biasanya ringan, dan
sering merupakan suatu kesalahan diagnosis hemiplegia.
b. Spastik hemiparesis, ialah satu sisi tubuh lengan dan tungkai (lengan
berat)
c. Spastik diplegia, ialah kedua tungkai atas
d. Spastik triplegia, ialah kedua tungkai bawah dan satu lengan
e. Spastik kuadriplegia, ialah kedua lengan atas dan tungkai atas, tetapi
lebih parah diekstremitas bawah.5,8,15
2. Tipe Diskinetik
Gangguan aktivitas yang diinginkan yang bermanifestasi sebagai
gerakan tidak terkontrol atau tidak diinginkan yang menghilang selama tidur
dan berkaitan dengan patologi pada ganglia basalis. Ada beberapa tipe dari
diskenetik sebagai berikut:
a. Atetosis, ialah gerakan menggeliat perlahan pada wajah dan
ekstremitas distal.
b. Korea, ialah gerakan-gerakan menyentak cepat irregular pada wajah
ekstremitas.

11
c. Koreoatetosis, ialah gerakan yang terdiri dari korea dan atetosis.
Korea mengacu pada gerakan cepat, bervariasi, menyentak pada
kelompok otot proksimal di ekstremitas dan wajah, sedangkan atetosis
mengacu pada gerakan irregular lambat yang nyeri pada ektremitas,
wajah, leher, dan badan.
d. Distonia, ialah gerakan memuntir berirama badan dan ekstremitas
proksimal disertai perubahan tonus otot.5,8,15
3. Ataksia
Gangguan ini terdiri atas disfungsi koordinasi, gaya jalan, gerakan
ekstremitas distal yang cepat.5,15
4. Tipe Campuran
Merupakan kombinasi dari spastisitas dan koreoatetosis. Ada beberapa
tipe campuran, yaitu
a. Atetoid spastik: spastisitas dan atetoid
b. Ataksik spastik: keadaan goyah, nystagmus, Gerakan tak
terkoordinasi dan diskinetik.5,8,15
2.2. Gross Motoric Function Classification System
Gross Motoric Function Classification System pada kasus cerebral palsy
berdasarkan kemampuan pasien sendiri (keseimbangan tubuh) dan berjalan.
Sistem klasifikasi ini terdiri dari lima derajat. Setiap level memiliki kriteria
klinis yang bermakna. Perbedaan antar derajat fungsi motorik berdasarkan
keterbatasan fungsi, kebutuhan akan menggunakan teknologi alat bantu,
termasuk alat bantu mobilitas (berupa walkers, crutches, and canes) dan alat
bantu beroda, dan kualitas dari gerakan.
Fokus penentuan level pada sistem klasifikasi fungsi motorik kasar adalah
kemampuan dan keterbatasan fungsi motorik pada anak. Penekanan penentuan
ini berdasarkan pada performa anak dirumah, sekolah, dan lingkungan. Tujuan

12
dari penentuan derajat adalah untuk mengklasifikasikan gross motor function,
bukan untuk menentukan kualitas gerak atau potensi untuk perbaikan.
Deskripsi lima derajat tersebut sangat luas, sehingga tidak menggambarkan
semua fungsi aspek pada fungsi tiap individu.
Derajat tertinggi untuk menggambarkan mobilitas adalah pada usia 6-12
tahun. Klasifikasi ini dibagi menurut interval umur, yaitu saat infancy and early
childhood. Lebih spesifik ada empat interval, yaitu kurang dari 2 tahun, umur
2-4 tahun, 4-6 tahun dan 6-12 tahun. Pada tiap derajat, penggambaran klinis
berbeda. Kemampuan fungsional dan keterbatasan pada tiap interval usia sudah
ditentukan, berperan sebagai petunjuk, sifatnya tidak komprehensif.9
Klasifikasi Gross Motor Functional Classification System, yaitu
1. Derajat 1
Berjalan naik tangga di dalam dan luar rumah. Tidak ada keterbatasan.
2. Derajat 2
Berjalan di dalam dan luar rumah, naik tangga berpegang railing.
Keterbatasan pada permukaan yang tidak rata dan miring.
3. Derajat 3
Berjalan di dalam dan luar rumah, pada permukaan datar dengan alat
bantu. Mendorong kursi roda.
4. Derajat 4
Menggunakan alat bantu untuk bergerak dan berpindah jarak dekat.
Menggunakan kursi roda di dalam dan luar rumah.
5. Derajat 5
Bergantung pada orang lain untuk mobilitas.

13
2.3. Kerangka Teori

Faktor-faktor risiko
Penderita cerebral palsy
cerebral palsy

14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan suatu studi deskriptif dengan pendekatan cross
sectional.16
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di YPAC Jl. Adinegoro No. 2 Gaharu, Kecamatan
Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 25 Januari - 10 Februari 2020.
3.3. Populasi Penelitian
3.3.1. Populasi Target

Penderita cerebral palsy


3.3.2. Populasi Terjangkau
Siswa-siswi dengan cerebral palsy di YPAC Jl. Adinegoro No. 2 Gaharu,
Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara yang masih aktif.

3.4. Sampel dan Pemilihan Sampel

3.4.1. Sampel

Siswa-siswi dengan cerebral palsy di YPAC Jl. Adinegoro No. 2 Gaharu,


Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara yang masih aktif yang
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
3.4.2. Pemilihan Sampel

Pemilihan sampel ini dilakukan dengan menggunakan teknik total


sampling.17

15
3.5. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
3.5.1. Kriteria Inklusi
1. Siswa-siswi dengan CP yang aktif.
2. Bersedia terlibat dalam penelitian dengan menandatangni informed
consent (pasien atau orangtuanya).
3.5.2. Kriteria Eksklusi
Siswa/I yang ibunya tidak hadir untuk wawancara.
3.6. Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan data primer yang didapatkan dengan cara
membagikan kuesioner yang telah divalidasi sebelumnya dari hasil wawancara
responden yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

16
3.7. Cara Kerja

Mengajukan permohonan izin penelitian ke Fakultas


Kedokteran Universitas HKBP Nommensen

Melakukan survei ke lokasi penelitian di YPAC Kota


Medan

Memulai proses pengumpulan data

Menemui responden dan menjelaskan identitas diri dan


penelitian yang akan dilakukan

Meminta kesediaan responden untuk menjadi sampel


penelitian dan menjelaskan pengisian kuesioner

Responden yang bersedia menjadi sampel didampingi


saat mengisi kuesioner

Memeriksa kelengkapan data yang telah terkumpul

Analisis data

17
3.8. Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Skala Hasil
penelitian operasional pengukuran
Cerebral Kelainan gerakan Berdasarkan Nominal 1. Ya
palsy dan postur yang status 2. Tidak
tidak progresif
oleh karena suatu
kerusakan atau
gangguan pada
otak yang sedang
tumbuh atau
belum matang
yang dinyatakan
oleh dokter dan
tercatat dalam
status.
Umur Umur ibu saat Berdasarkan nominal 1. Memenuhi
hamil dalam risiko tinggi 2. Tidak
tahun terlalu muda memenuhi
dibawah 18
tahun.
Terlalu tua
diatas 35
tahun.
Risiko
rendah, umur
18 sampai 30
tahun.
Umur Umur kehamilan Wawancara Nominal 1. ≤ 37 Minggu
kehamilan ibu saat bayi dengan 2. > 37 Minggu
ibu dilahirkan dalam kuesioner
minggu

18
Berat bayi Berat badan bayi Wawancara Nominal 1. < 2.500 gram
lahir saat dilahirkan dengan 2. ≥ 2.500 gram
dalam gram. kuisioner.
Kategori
berat bayi
lahir:
Normal (≥
2.500 gram)
BBLR (<
2500 gram)
BBLSR
(1000-1500
gram)
BBLASR
(<1000gram)
Riwayat Riwayat benturan Wawancara Nominal 1. Pernah
trauma atau cidera pada dengan 2. Tidak pernah
kepala kepala akibat kuisioner
benda tajam
maupun tumpul
yang pernah
dialami oleh
anak.
Riwayat Riwayat penyakit Wawancara Nominal 1. Pernah
penyakit infeksi intrauterin dengan 2. Tidak pernah
infeksi seperti TORCH kuisioner.
(Toxoplasma,
Rubella,
Cytomegalovirus,
Herpes simplek

19
virus) yang
pernah dialami
oleh anak selama
masa prenatal.
Riwayat Riwayat kejang Wawancara Nominal 1. Pernah
kejang demam yang dengan 2. Tidak pernah
demam pernah dialami kuisioner.
oleh anak.

3.9 Pengelolaan dan Analisis Data


Data yang dikumpulkan berupa data primer yang diperoleh dari kuesioner
dan wawancara langsung kepada siswa-siswi di YPAC Jl. Adinegoro No. 2
Gaharu, Kecamatan Medan Timur, Kota Medan, Sumatera Utara yang masih
aktif mengikuti pendidikan pada waktu penelitian dilakukan. Data yang diperoleh
di analisis secara deskriptif dan diolah dengan program lunak komputer. Data
kemudian disusun dalam bentuk tabel distribusi frekuensi.

20

Anda mungkin juga menyukai