Anda di halaman 1dari 16

P age |1

Kaidah Dlamir, Ta’nis, dan Tadzkir


Selayang Pandang
Disebabkan hadirnya Quran adalah sumber hukum bagi
masyarakat muslim dunia, maka tidak heran jika kajian sedetail apapun
dalam Quran selalu dipertimbangkan. Satu kitab yang disebut Syahrur
sebagai al-Tanzil al-Hakim dipercaya oleh masyarakat muslim sebagai
manifestasi dari suara Tuhan yang selalu selaras dengan masa dan
tempat. Berkenaan dengan itu, satu hal yang tidak bisa dilepaskan untuk
menjadikan Quran sebagai Quran, yaitu penafsiran. Dan dalam proses
penafsiran tidak bisa tidak membutuhkan perangkat. Sehingga untuk
menjadikan Quran sebagai al-tanzil al-hakim diperlukan penafsiran-
penafsiran dan pemahaman sesuai metode-metode yang ada tentangnya
secara detail.

Termasuk dalam pembahasan itu adalah kaidah dlomir, tadzkir,


dan ta’nis. Ketiga hal tersebut bisa dikatakan adalah beberapa dari kaidah
yang sering ditemukan dalam ayat-ayat Quran. Bahkan hampir semua
ayat-ayat yang panjang tidak bisa tidak melibatkan tiga hal di atas. Dalam
masalah makna, ketiga hal tersebut juga memiliki sumbangsih yang
penting. Sedikit saja salah menentukan dlomir misalnya, maka
dampaknya bisa menyeluruh. Sehingga, sulit untuk menyangkal kalau
ketiga hal tersebut kurang berarti untuk dipahami.

Sedikit menyelami persoalan. Sebenarnya, ketiga terma tersebut


sangatlah terkait—meskipun toh nantinya semua terkait. Dikatakan
terkait sebab dalam memahami dlamir, pasti didalamnya menyangkut
dlamor muttasil dan munfasil. Sedangkan berbicara tentang muttasil dan
munfasil, hal itu tidak bisa terlepas dari jenis kelamin: apakah ini ta’nis
atau tadzkir. Baik tadzkir maupun ta’nis, keduanya memiliki indikasi-
indikasi tertentu dan itu detail, yaitu lewat satuan huruf. Satu huruf saja
salah, maka dampaknya pada kesalahan penentuan dlamir. Dan selama
P age |2

penentuan dlamir masih salah, maka pemahaman Quran masih jauh dari
sempurna. Dengan demikian, penting rasanya ketiga kaedah tersebut
untuk dipelajari dan diaplikasikan.

1. Sekilas Tentang Mereka.


Dlamir adalah sesuatu atau kata yang menunjukkan kepada yang
berbicara seperti kata seperti kata “saya” atau “kita”, atau lawan yang di
ajak bicara seperti kata “kamu” ataupun orang ketiga orang yang sedang
dibicarakan seperti kata “dia”. Jadi yang dimaksud dengan dlamir adalah
kata ganti baik berupa orang pertama (mutakalim), orang kedua
(mukhatab), maupun orang ketiga (ghaib)1. Tadzkir adalah sesuatu yang
menunjukkan lafdz yang dihukumi sebagai lafadz mudzakar (laki-laki)
atau bisa disebut dengan tanda lafadz mudzakar. Ta’nits adalah sesuatu
yang memiliki fungsi sebagai penanda bahwa suatu lafadz di hukumi
sebagai lafadz mu’anats (prempuan).

Berbicara tentang ketiga konsep di atas, berbicara juga tentang


bagaimana seseorang bisa memahami Quran secara proporsional. Dengan
kalimat lain, pengetahuan subjek maupun objek dalam pemahaman
suatu ayat itu sangat diperlukan agar tidak menimbulkan kesalahan
interpretasi. Selain itu, adanya dlamir juga sekaligus sebagai bukti bahwa
melalui Quran inilah Tuhan benar-benar terasa sangat akrab dengan
ciptaannya. Sebab dengan dlamir tersebut muslim bisa memahami bahwa
mereka sering disapa, sering diperingatkan, sering diapresiasi, sering
diceritani, dan lain sebagainya oleh Tuhan melalui Quran dengan konsep-
konsep dlamir. Begitu juga dengan tadzkir dan ta’nis, melalui keduanya
muslim bisa memahami bahwa baik itu perempuan maupun laki-laki,
keduanya diakui secara adil oleh Yang Maha Mutlak. Dengan demikian,
urgensi dari ketiga konsep ini tidak diragukan lagi.

1
Dikutip dari www.referensimakalah.com/2012/08/pengertian-dhamir-dalam-
bahasa-arab.html?m=1 diakses pada sabtu 22 November 2014 pukul 13.30 wib.
P age |3

2. Menyelami Persoalan
a. Konsep Dlamir

Dlamir mempunyai kaidah-kaidah kebahasaan tersendiri yang


disimpulkan oleh para ahli bahasa dari Al-Quran, hadits nabawy, sumber-
sumber asli bahasa Arab, dan dari perkataan orang-orang Arab yang
dapat dijadikan hujjah (landasan), baik berupa puisi atau prosa. Pada
dasarnya, dlamir diletakkan untuk mempersingkat perkataan. Dlamir
berfungsi untuk menggantikan penyebutan kata-kata yang banyak dan
menempati kata-kata itu dengan sempurna, tanpa merubah makna yang
dimaksud dan tanpa pengulangan.
Secara bahasa dlamir berasal dari kata dasar al-dhumr yang berarti
kurus kering, sebab dilihat dari segi bentuknya memang terlihat ringkas
dan kecil. Kata dlamir juga bias diambil dari kata al-idhmar, yang berarti
tersembunyi, sebab banyak yang tidak tampak bentuk nyatanya.
Sedangkan secara istilah dlamir adalah kata yang digunakan sebagai
penganti, baik kata ganti untuk orang pertama (dlamir mutakallim), orang
kedua (dlamir mukhattab), maupun orang ketiga (dlamir ghaib)2
Dalam kitab Nahwu definisi Dlamir diartikan sebagai

‫الضمير هو ما دل على متكلم كأنا أو مخاطب كأنت أو غائب كهو‬

Definisi dlamir adalah tiap Isim yang dibuat untuk mewakili


Mutakallim (pembicara/orang pertama), Mukhatab (yang diajak
berbicara/orang kedua), Ghaib (yang tidak ada di tempat/orang ketiga).
Contoh:

 Mutakallim : ‫( أَنَا‬Saya) dan ‫( نَحْ ن‬Kami).


 Mukhatab : َ‫( أَ ْنت‬Kamu) dan ‫( أَ ْنت ْم‬Kalian).

2
Syaikh musthafa al-ghalayaini, tarjamah jami’ud durusil arabiyyah, terj. Drs.
Moh. Zuhri, Dipl, TAFL, Dkk. (semarang: al-syifa,1992) hlm. 219.
P age |4

 Ghaib : ‫( ه َو‬Dia) dan ‫( ه ْم‬Mereka).


Kata ganti Mutkallim yang meliputi kata Ana dan Nahnu sebagai kata
ganti orang pertama, Dlamir ini tidak terikat kepada salah satu gender,
tidak menunjukan makna khusus bagi laki-laki ataupun perempuan,
namun dapat digunakan oleh keduanya. Kata Ana bersifat tunggal
biasanya menunjukan satu orang pelaku saja. Sedangkan kata nahnu
banyak yang bersifat lebih dari satu atau bermakna satu, namun dengan
spesifikasi tertentu. Semisal dalam surat al-Hijr (15) ayat 9:

 
 
 
          
      
  
  

Kata ganti (Dlamir) Mukhatab yang meliputi kata Anta, Anti, Antum,
Antuma dan Antunna, dapat dibagi menjadi tiga macam, pertama, kata
ganti orang kedua tunggal. Bagian yang pertama ini memiliki dua jenis
spesifikasi, yaitu kata ganti orang kedua tunggal laki-laki dan kata ganti
orang kedua tunggal perempuan. Untuk jenis pertama itu menggunakan
kata anta dan ka atau disebut sebagai mufrad mudzakkar mukhaththab.
Sedangkan untuk jenis kedua menggunakan kata anti dan ki atau disebut
sebagai mufrad muannats mukhaththab. Dlamir jenis ini, yaitu
penggunaan kata anti dalam Al-Qur’an tidak banyak dijumpai, bahkan
tidak ada sama sekali. Namun demikian, yang biasa dipakai adalah
dengan menggunakan huruf kaf yang berbaris kasrah (ki).
Seperti dalam contoh al-qur’an QS. An-Naml :42

                

Kata arsyuki (singgasanamu) yang terdaapat pada ayat di atas


berasal dari kata arsy yang dihubungkan dengan dlamir muannas
mukhaththab berupa huruf kaf yang berbaris kasrah, sebagai symbol kata
ganti Balqis.
P age |5

Kedua, kata ganti orang kedua untuk dua orang (mutsanna


mukathtahab), baik kedua laki-laki dan satunya perempuan. Untuk jenis
kedua ini biasa disimbolkan dengan antuma dan kuma.
Ketiga, kata ganti orang kedua jamak, baik untuk laki-laki (jamak
mudzakkar mukhaththab), maupun untuk perempuan (jamak muannas
mukhaththab). Untuk kata ganti orang kedua jamak laki-laki biasa
disimbolkan dengan kata antum atau menambah kata kum di akhir suatu
kata. Sedangkan untuk kata ganti orang kedua jamak perempuan biasa
disimbolkan dengan kata antunna atau menambah kata kunna pada akhir
suatu kata tertentu.
Sementara itu untuk jenis yang disebutkan terakhir (dlamir ghaib)
juga dapat dibagi menjadi tiga macam, yaitu pertama, kata ganti untuk
orang ketiga tunggal. Jenis ini dapat digunakan untuk orang ketiga
tunggal laki-laki (mufrad mudzakkar ghaib) yang biasa disimbolkan
dengan kata huwa (dia seorang laki-laki) atau dengan menambah huruf
hu atau hi pada akhir suatu kata tertentu.
Demikian juga untuk orang ketiga perempuan (mufrad muannas
ghaib) yang biasa disimbolkan dengan kata hiya (dia seorang
perempuan), atau dengan menambahkan huruf ha yang terdapat pada
akhir suatu kata.
Kedua, kata ganti orang ketiga yang menunjukkan dua orang
(mutsanna ghaib), baik keduanya laki-laki, perempuan, atau seorang laki-
laki dan seorang perempuan. Untuk jenis yang kedua ini biasa
disimbolkan dengan kata huma (mereka, dua orang laki-laki dan
perempuan).
Ketiga, kata ganti orang ketiga jamak. Untuk kata ganti orang ketiga
laki-laki (jamak mudzakkar ghaib) disimbolkan dengan kata hum (mereka
laki-laki). Dalam al qur’an banyak sekali dijumpai dlamir jenis ini,
sedangkan untuk kata ganti orang ketiga jamak perempuan (jamak
P age |6

muannas ghaibah) yang biasa disimbolkan dengan kata hunna (mereka,


perempuan)3

b. Kaidah-kaidah Dlamir
Sebelum memahami kaidah dlamir dalam al-Quran, ada baiknya
dipahami pengertian dlamir. Mengenai kaidah dlamir, yaitu:

Kaidah dlamir pertama:


‫اصل وضع الضمير لالختصار‬
Asal mula diletakkannya dlamir adalah untuk meringkas kalimat.
Sebagai contoh, Firman Allah dalam Q.S. Al-Ahzab/33 ayat 35:

       

      

       

       

Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, laki-laki-dan


perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
ketaatannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan
perempaun yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusuk, laki-laki
dan perempuan yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang
berpuasa, laki-laki dan perempuan yang memelihara kehormatannya,
laki-laki dan perempaun yang banyak menyebut (nama) Allah, Allah
Telah menyediakan untuk mereka ampunan dan pahala yang besar.

3
Abdhushomad M.adib, memahami bahsa al-quran, pustakapelajar,tahun 2002,
hal 31-36
P age |7

Dlamir ( ‫ )هم‬pada kata (‫ )لهم‬berfungsi sebagai pengganti puluhan lafal


yang terletak sebelumnya dimulai dari lafal ‫ المسلمين‬sampai kepada lafal
‫والذاكرات‬. Dengan demikian, tanpa pengulangan lafal-lafal tersebut, maksud
yang dikehendaki dari ayat itu sudah tercapai. Fungsi utamanya dlamir
pada ayat ini adalah untuk meringkas kalimat.

Kaidah dlamir kedua:


‫ حمل عليه‬, ‫اذا كان في االية ضمير يحتمل عوده الي اكثر من مذكور وامكن الحمل علي الجميع‬
Apabila ada dlamir di dalam satu ayat yang tempat kembalinya
mencakup lebih dari yang disebutkan dan memang memungkinkan untuk
mencakup kesemuanya itu, maka bisa dikembalikan kepada semuanya
sesuai cakupannya.
Sebagai contoh firman Allah di dalam Q.S. Al-Insyiqaq/84 ayat 6:

        

Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-


sungguh menuju Tuhanmu, maka pasti kamu akan menemuiNya.
Dlamir pada ayat ‫ فمالقيه‬menurut sebuah pendapat kembali kepada ‫ربك‬
yaitu "Kamu pasti akan menemui Tuhanmu", tetapi menurut pendapat
yang lain kembali pada ‫ كدحا‬yaitu "kamu akan menemui amal-amal
perbuatanmu". Kedua pendapat ini benar karena seorang hamba di
akhirat nanti akan menemui Allah dan amal-amal perbuatannya.

Kaidah dlamir ketiga:


‫ فاالصل عوده للمضاف‬,‫ااذ ورد مضاف ومضاف اليه وجاء بعد هما ضمير‬
P age |8

Apabila ada mudhaf dan mudhaf ilaih kemudian terdapat dlamir


sesudah keduanya, maka pada dasarnya dlamir itu kembalinya ke
mudhaf.
Kaidah pokoknya adalah ketika terdapat mudhaf dan mudhaf ilaih
sebelum dlamir maka dikembalikan ke mudhaf bukan mudhaf ilaihnya,
kecuali ada petunjuk-petunjuk lain yang mengharuskan dikembalikan
kepada mudhaf ilaih.
Contoh pertama: firman Allah di dalam Q.S. Ibrahim/14 ayat 34:

                

Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu


menghinggakannya.
Dalam ayat ini kaidah dasarnya, dlamir ‫ ال تحصوها‬dikembalikan pada
mudhaf yaitu ‫ نعمة‬bukan ‫هللا‬

Kaidah dlamir keempat:


‫كالذي يفسره سياق الكالم‬, ‫ضميرالغائب قد يعود علي غير ملفوظ به‬
dlamir orang ketiga (al-gaib) kadang-kadang dikembalikan kepada kata
yang tidak terucap sebelumnya, namun dapat dipahami dari konteks
kalimat
Contoh yang terdapat dalam firman Allah dalam Q.S. al-Qadr/97:1.

     

Sesungguhnya kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam


kemulian.
Dlamir yang dimaksud dalam ayat ‫ انزلناه‬adalah al-Quran. sebab, kata al-
inzal (turun) menunjukkan secara pasti (iltizam) bahwa rujukan (marji')
yang dimaksud dalam dlamir itu adalah al-Quran.
P age |9

Kaidah dlamir kelima


‫اذا تعاقبت الضمائر فاالصل ان يتحد مرجعها‬
Apabila terdapat banyak dlamir, maka pada dasarnya marji'nya
disamakan.
Jika terdapat banyak dlamir maka marji'nya disatukan untuk
menghindari ketercerai-beraian maksudnya.
Contoh dalam hal ini seperti firman Allah dalam Q.S. al-Fath/48:9

        

Supaya kamu sekalian beriman kepada Allah dan RasulNya,


menguatkan (agama)-Nya, membesarkanNya dan bertasbih kepadaNya di
waktu pagi dan petang.
Para ahli tafsir berbeda pendapat tentang marji' dlamir ‫وتعزروه و توقروه‬,
sekalipun semuanya sepakat bahwa marji'nya dlamir ‫ وتسبحوه‬adalah
kembali kepada Allah. Sebagian ulama berpendapat bahwa marji'nya
dlamir ‫ وتعزروه و توقروه‬adalah Rasulullah.

Kaidah dlamir keenam


‫المخالفة بين الضمائر في المرجع حذرا من التنافر‬
Perbedaan marji' terhadap beberapa dlamir supaya terhindar dari
ketidaksesuaian (tanafur).
Seperti contohnya dalam firman Allah Q.S. al-Kahfi/18: 22.

            

                   

   

Dan jangan kamu menanyakan tentang mereka (pemuda-pemuda itu)


kepada seorangpun di antara mereka.
P a g e | 10

Menurut Sta'lab dan Mubarrad, rujukan dlamir ‫( فيهم‬dlamir yang


diterjemahkan dengan kata mereka yang pertama). Dalam ayat ini adalah
pemuda-pemuda Ashab al-Kahfi, sedangkan marji' dari dlamir ‫منهم‬
(mereka yang kedua) adalah orang-orang Yahudi.

Kaidah dlamir ketujuh:


c. ‫ مع كون الجميع مقصودا‬, ‫قد يذكر شيئان ويعود الضمير علي احدهما اكتفاء بذكره عن االخر‬
Kadang ada dua sesuatu yang disebutkan kemudian dlamir-nya hanya
kembali kepada salahsatunya saja karena sudah cukup meliputi yang
lainnya, sekalipun yang dimaksud adalah kedua-duanya.
Contoh dari firman Allah di dalam Q.S. al-Taubah/9 ayat 62:

            

Dan Allah dan Rasul-Nya itulah yang lebih patut mereka cari
keridhaannya jika mereka adalah orang-orang yang beriman.

Dalam ayat ini dlamir ‫يرضوه‬berbentuk mufrad, padahal yang dimaksud


adalah Allah dan Rasul-Nya.

Kaidah dlamir kedelapan:


‫قد يجيء الضمير متصال بشيء وهو لغيره‬
Kadang-kadang dlamir bersambungan dengan sesuatu tetapi dia
(dlamir ) diperuntukkan untuk yang lainnya.
Contoh dalam firman Allah di dalam Q.S. Yasin/36 ayat 81:

               
P a g e | 11

Dan tidakkah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi itu berkuasa
menciptakan kembali jasad-jasad mereka yang hancur itu?

Firman Allah ‫ مثلهم‬bukan kembali kepada ‫السموات واالرض‬, akan tetapi


kembali kepada orang-orang kafir yang mengingkari hari kebangkitan.
Dengan dalil bahwa, orang-orang kafir itu tidak mengingkari penciptaan
langit dan bumi, yang mereka ingkari adalah hari kebangkitan.

Kaidah dlamir kesembilan:


‫اذا جتمع في الضمائر مراعاة اللفظ والمعني بديء باللفظ ثم بالمعنيا‬

Apabila dalam beberapa dlamir terhimpun maksud untuk menjaga


kesesuain kata dan kesesuaian makna, maka sebaiknya dimulai dengan
menjaga kesesuaian kata baru kemudian kesesuaian makna.
Contohnya di dalam firman Allah Q.S. al-Baqarah/2 ayat 8:

           

Di antara manusia ada yang mengatakan "kami beriman kepada Allah


dan hari kemudian", padahal mereka itu sesungguhnya bukan orang-
orang yang beriman.

Kalimat pertama ‫ من يقول‬menggunakan dlamir mufrad karena mengikuti


tuntutan kata, sedangkan pada kalimat kedua ‫ وما هم بمؤمنين‬menggunakan
dlamir jamak karena mengikuti tuntutan makna dalam ayat tersebut4

4
Manna' Al-Qaṭṭan, Mabahist Fi 'Ulūm al-Quran, Cet. II (Kairo: Dar al-Taūfiq,
2005).
P a g e | 12

3. Konsep Ta’nis dan Tadzkir 5

Secara umum karena Quran itu diturunkan kepada manusia dan


sebagai respon atas peliknya permasalahan manusia, maka konsep-
konsep yang ada dalam Quran juga tidak bisa lepas dari konsep yang ada
pada diri manusia. Salah satu contohnya adalah konsep jenis. Dalam
Quran terlampau banyak konsep jenis terpakai di dalamnya. Selain
memang hal itu disebabkabkan oleh posisi objeknya sendiri adalah
manusia yang berjenis kelamin, hal itu juga berfungsi untuk
memudahkan pemahaman akan Quran: kepada siapakah sebenarnya ayat
ini diturunkan, cowok atau cewek dan sebagainya. Sehingga berangkat
dari itu, perlu rasanya untuk mengetahui indikasi-indikasi atas konsep
ta’nis maupun tadzkir.

Konsep Ta’nis

Ta’nis—isim muannas—memiliki dua indikasi, yaitu ta’ dan alif. Ta’


sebagai tanda dari ta’nis terbagi menjadi dua bagian: hakiki dan majazi.
Ta’nis hakiki atau yang biasa disebut sebagai muannas hakiki adalah
adanya ta’ marbutah—ta’ yang melingkar yang berada di akhir kata—
dalam satu kata sebagai tanda ta’nisnya. Sedangkan ta’nis majazi adalah
satu kalimat isim yang tanda muannasnya dikira-kirakan. Hal ini biasanya
terjadi pada isim yang memiliki pasangan, seperti: tangan, bulan, sandal,
dan sebagainya. Dengan demikian, dari sini bisa dipahami bahwa suatu
isim bisa dikatakan itu adalah muannas ketika pada salah hurufnya
terdapat huruf ta’ ta’nis.

Kemudian indikasi selanjutnya adalah alif ta’nis. Alif ta’nis menjadi


indikasi ta’nis setelah ta’ ta’nis memiliki dua bagian juga, yaitu alif ta’nis
maksurah dan mamdudah. Pertama, hal itu biasanya berupa isim-isim

5
Muhammad bin Malik, Alfiyah ibnu malik, terj. Muhammad Humaidi (Gresik:
MBS Press, 2006) hlm. 335.
P a g e | 13

manqus—bukan maqsur.6 Sedangkan yang kedua, hal itu adalah


konstruksi dari bertemunya dua alif dan disebabkan pertemuannya itu
mengakibatkan alif yang terakhir dirubah menjadi hamzah. Sehingga,
sebagai konsekuensinya ketika ada isim yang akhirnya berupa alif
ta’nis—sesuai kriteria di atas—maka itu termasuk golongan ta’nis.
Adapun contoh-contohnya, sebagai berikut:

 Contoh ta’ ta’nis hakiki:

               

  

dan Kami berfirman: "Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga
ini, dan makanlah makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana
saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu dekati pohon ini[37], yang
menyebabkan kamu Termasuk orang-orang yang zalim.

 Contoh ta’ ta’nis majazi

     

Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan Sesungguhnya Dia akan


binasa
 Contoh alif ta’nis maqsurah

Syarifuddin Yahya, Nadzam al-Jurumiyah li alimrity al-syafii (Surabaya:


6

Hidayah, 2009) hlm. 5.


P a g e | 14

             

               

           

Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash


berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan
orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya,
hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan
hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi
ma'af dengan cara yang baik (pula). yang demikian itu adalah suatu
keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang
melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih

 Contoh alif ta’nis mamdudah

               

           

            

              

bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu


kebajikan, akan tetapi Sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman
P a g e | 15

kepada Allah, hari Kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi


dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-
anak yatim, orang-orang miskin, musafir (yang memerlukan
pertolongan) dan orang-orang yang meminta-minta; dan
(memerdekakan) hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan
zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji,
dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan
dalam peperangan. mereka Itulah orang-orang yang benar (imannya);
dan mereka Itulah orang-orang yang bertakwa.

Konsep Tadzkir

Sebagaiman konsep ta’nis, konsep tadzkir merupakan sesuatu yang


menyebabkan disebutnya suatu isim sebagai laki-laki atau termasuk
dalam katagori tadzkir. Konsep tadzkir sebagai tanda bahwa suatu isim
termasuk mudzakkar itu memiliki satu indikasi saja. Adalah tidak
ditemukannya indikasi-indikasi ta’nis dalam suatu isim. Dengan kalimat
lain, suatu isim sudah bisa disebut sebagai mudzakkar ketika isim
tersebut sepi dari tanda-tanda muannas: ta’ dan alif. Adapun contoh-
contohnya antara lain:

            

dan Ya'qub berpaling dari mereka (anak-anaknya) seraya berkata:


"Aduhai duka citaku terhadap Yusuf", dan kedua matanya menjadi putih
karena Kesedihan dan Dia adalah seorang yang menahan amarahnya
(terhadap anak-anaknya).

            
P a g e | 16

Pergilah kamu dengan membawa baju gamisku ini, lalu letakkanlah Dia
kewajah ayahku, nanti ia akan melihat kembali; dan bawalah
keluargamu semuanya kepadaku".

Selain pembagian yang disebutkan dia atas tadi, ditinjau dari


kacamata yang berbeda, pembagian ta’nis terlengkapi dengan dua bagian
lagi. Adalah ta’nis lafdzi dan ta’nis maknawi. Ta’nis lafdzi adalah ta’nis
yang apapun sebenarnya maknanya selama terdapat tanda ta’nis, maka
itu adalah muannas, muannas dalam lafadznya saja. Sedangkan ta’nis
maknawi bermakna terbalik. Artinya, meski dalam sebuah lafadz tertentu
tidak memiliki tanda muannas, namun maknanya mengindikasikan
muannas, maka itu adalah muannas, muannas secara makna.

       

Anda mungkin juga menyukai