Anda di halaman 1dari 11

Available online at:

http://unikastpaulus.ac.id/jurnal/index.php/jpkm
JKPM: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan Missio,
P-ISSN: 1411-1659; E-ISSN: 2502-9576
Volume 12, No 1, Januari 2020 (1-11)
DOI: https://doi.org/10.36928/jpkm.v12i1.206

HAM DAN HUKUMAN MATI MENURUT ATURAN GEREJA KATOLIK:


IMPLIKASI PASTORALNYA DI INDONESIA

Yohanes S. Lon
Universitas Katolik Indonesia Santu Paulus Ruteng. Jalan Ahmad Yani No. 10,
Ruteng-Flores-NTT, 86518. Indonesia
E-mail: yohservatiusboylon@gmail.com

Abstrak
Penerapan hukuman mati di Indonesia merupakan tantangan tersendiri bagi
Gereja Katolik Indonesia dalam perjuangannya membela kehidupan dan keluhuran
martabat manusia. Melalui studi kepustakaan, artikel ini akan menyoroti aturan
Gereja Katolik tentang hukuman mati dan implikasi pastoralnya. Studi ini
berargumentasi bahwa manusia memiliki martabat yang luhur karena hakikatnya
yang berakal budi, berkehendak bebas dan berhati nurani. Tuhan telah
menciptakan manusia sesuai dengan citraNya dan kemudian memulihkan
(menebusnya) ketika rusak oleh dosanya manusia sendiri. Hukuman mati pada
hakikatnya bertentangan dengan hak hidup manusia dan mengkianati keluhuran
martabatnya. Olehnya penerapan hukuman mati harus mempertimbangkan
keselamatan dan perlindungan hak asasi manusia. Hukuman mati hanya
diterapkan untuk kejahatan yang luar biasa melawan kemanusiaan dan
dilaksanakan untuk melindungi hak asasi orang lain serta melalui peradilan yang
adil, benar dan objektif. Studi ini berkesimpulan bahwa untuk melindungi
keluhuran martabat manusia dan hak asasinya, Gereja Katolik Indonesia, melalui
karya pastoralnya, mempromosikan dan membela keluhuran martabat manusia
dan hak-haknya (pastoral pro-life), melaksanakan pastoral pengampunan dan
belas kasih bagi terpidana mati dan mengkritisi dan mengawasi proses peradilan
yang berujung pada hukuman mati (pastoral kritis kenabian).

Kata kunci: Hukuman Mati; Hak Hidup; Gereja Katolik; Pastoral.

Human Rights And Dead Punishment According To The Catholic


Church: Its Pastoral Implications In Indonesia

Abstract
The enforcement of the death penalty in Indonesia has become a challenge for
Indonesian Catholic Church in defending the dignity of human being and his right for
life. Through a literature study, this article will highlight the rule of Catholic Church o
death penalty and its implications for pastoral activities. The study argues that the
dignity of human being is based on its nature as rational, free will and conscience
creature. Moreover God has created human beings according to His own image and
has redeemed them when destroyed by their own sins. Death penalty is essentially
against the dignity of human being and human rights, especially the right to life.
Therefore, its enforcement must consider the safety and protection of human rights.
The death penalty is only allowed for extraordinary crimes against humanity and is
carried out to protect the human rights of others as well as through fair, right and
objective justice. The study concludes that in order to protect human rights and the
dignity of human being in Indonesia, the Indonesian Catholic Church, through its
pastoral works, must promote and defend the noble dignity of human beings and
1 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, e-ISSN/p-ISSN: 25029576/14111659
Ham Dan Hukuman Mati…

their right to life (pro life pastoral), carry out pastoral of forgiveness and of mercy to
the setenced to death, criticize and oversee every trial which results in the death
sentence to the defendant (critical prophetic pastoral).
Keywords: death penalthy; right to life; Catholic Church; pastoral.

PENDAHULUAN Ketika seseorang dibaptis menjadi


orang Kristen, dia tidak kehilangan
Gereja Katolik pernah memiliki
kemanusiaannya ataupun haknya
situasi perdebatan yang panjang
sebagai manusia. Jika ada prinsip
tentang penerapan dan pemberlakuan
teologi “rahmat tidak menghancurkan
Hak Asasi Manusia (HAM) bagi umat
kodrat tetapi melengkapinya” (gratia
beriman (Langan, 1986). Kelompok
non tollit naturam sed supponit et
yang menantang penerapan HAM
perfecit), maka keluhuran martabat
dalam Gereja Katolik berpendapat
seorang manusia tetap melekat dalam
bahwa Gereja bukanlah sebuah
dirinya ketika seseorang dibaptis
perkumpulan masyarakat sipil atau
menjadi orang Katolik. Bahkan,
manusia semata tetapi merupakan
keluhuran kodrati manusia diperkuat
sebuah realitas teologis. Gereja adalah
dan disempurnakan dengan dasar
sebuah realitas rohani yang dibentuk
teologis melalui sakramen
dan ditetapkan oleh Tuhan sendiri jauh
pembaptisan. Artinya, melalui
sebelum ada individu-individu umat
sakramen pembaptisan, seseorang
beriman. Oleh karena itu, hak-hak
dipanggil secara eksplisit untuk
dalam Gereja bukanlah sebuah klaim
berpartisipasi dalam keluhuran dan
individu melawan masyarakat seperti
keagungan Tuhan. Lara Castello (1986)
dalam masyaarkat sipil. Gereja sebagai
berpendapat bahwa melalui
sebuah persekutuan rohani yang
pembaptisan, dasar antropologis dari
mempunyai misi ilahi tidak
HAM dikukuhkan dengan dasar
mendasarkan keberadaannya pada
teologis.
hak-hak dari setiap umat beriman,
Perkembangan selanjutnya,
tetapi pada misteri ilahi yang dibawa
banyak studi yang menggambarkan
dan ditampakkan Kristus Tuhan untuk
sikap positif dan perjuangan Gereja
semua umat beriman (Provost, 1986:
Katolik dalam membela HAM. Bahkan
291).
Tahta Suci, sebagai Pimpinan Gereja
Kelompok yang pro sebaliknya
Katolik Universal, telah menjadikan
berargumentasi bahwa Gereja
HAM sebagai inti dari ajaran etika dan
bukanlah hanya sebuah komunitas
pastoralnya, terutama dalam
rohaniah tetapi juga sebuah
memperjuangkan keadilan dan
masyarakat yang kelihatan (Kasper,
perdamaian dunia. Hollenbach (1989)
1990). Gereja merupakan sebuah
mencatat bahwa dalam satu abad
persekutuan umat beriman yang
terakhir Gereja telah memperkuat dan
bersatu dalam iman dan kasih.
melindungi hak-hak umat berimannya.
Namun, Gereja juga merupakan
Rerum Novarum Paus Leo XIII
sebuah perkumpulan manusia yang
ditekankan secara khusus tentang
menuntut adanya keadilan ketika
HAM pada konteks sosial. Dia juga
mereka gagal dalam mewujudkan iman
menyerukan tanggung jawab dari
dan kasih. Sebagaimana dalam
otoritas publik untuk memastikan
komunitas manusia lain, hak setiap
bahwa keadilan dipelihara baik dalam
orang perlu dilindungi agar tercipta
semua relasi pekerjaan.
keadilan; demikian juga dalam Gereja,
Selain itu, ajaran tentang HAM
hak dasar setiap orang perlu diakui
diperkuat oleh Pius XI yang tidak saja
dan dihargai. HAM bukanlah hak
mengungkapkan secara eksplisit
untuk melawan Tuhan tetapi hak
tentang HAM, tetapi terutama menjadi
untuk melindungi keluhuran
prasyarat terwujudnya bonum
martabatnya sebagai manusia (Kasper,
commune (kesejahteraan umum). Dia
1990).
juga meminta otoritas publik untuk

2 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

memastikan kondisi perkembangan kegiatan pastoral di Indonesia?


dan kemajuan sosial ekonomi sebagai Jawaban atas pertanyaan-pertanyaan
perwujudan dari berbagai macam HAM. tersebut, maka studi ini menggunakan
Ghirlanda (1984) menulis bahwa pendekatan kepustakaan, yaitu studi
Gereja ditetapkan sebagai communio yang diarahkan dan difokuskan pada
(persekutuan) umat beriman yang sumber-sumber tertulis tentang aturan
dipersatukan secara hirarkis menurut hukum negara Indonesia dan aturan
beberapa kategori atau tingkatan, Gereja katolik tentang HAM dan
melalui karya Roh Kudus, dalam satu hukuman mati. Sumber-sumber
kesatuan iman, harap, dan kasih yang tersebut dibaca, disimak isinya, dibuat
sama, serta dalam sakramen dan catatan hal-hal relevan, lalu dianalisa
kepemimpinan gereja yang sama. untuk dimanfaatkan sesuai kebutuhan
Perdebatan tentang HAM menjadi tulisan ini. Untuk menjaga ketepatan
lebih kompleks dalam sejarah Gereja pengkajian isinya dan mencegah
Katolik, ketika dikaitkan dengan isu kesalahan informasi dalam analisis
hukuman mati. Banyak studi yang data maka dilakukan pengecekan
menunjukkan perbedaan pendapat di antar-pustaka. Selain itu, dilakukan
antara pimpinan dan umat katolik pembacaan pustaka secara cermat dan
tentang hukuman mati. Studi yang berulang-ulang.
dilakukan Thoroddur Bjarnason dan
Michael R. Welch (2004) menyatakan PEMBAHASAN
bahwa Gereja Katolik sangat kuat
melawan hukuman mati dan Keluhuran Martabat Manusia dan
mendorong umatnya untuk HAM
memperjuangkan HAM. Temuan Hakikatnya, HAM berakar pada
mereka bahwa umat Katolik Amerika keluhuran martabat seorang manusia.
yang berkulit hitam lebih banyak Keluhuran tersebut melekat pada
mendukung hukuman mati eksistensi manusia sebagai mahluk
dibandingkan dengan orang katolik yang memiliki akal budi dan
yang berkulit putih. Sementara itu, Perl berkehendak bebas. Dengan demikian,
dan McClintock (2001) mencatat HAM secara antropologis berakar pada
kekonsistenan uskup-uskup Amerika hakikat manusia sendiri dan bukan
dalam melawan hukuman mati. pada sebuah sistem sosial tertentu.
Menurut mereka, sikap konsisten para Manusia memiliki HAM karena dia
uskup di Amerika serikat telah turut memiliki martabat yang luhur. Jika
mempengaruhi sikap umat Katolik dibandingkan dengan mahluk lain,
terhadap hukuman mati. Brugger manusia memiliki kelebihan dan
(2014) berusaha menjelaskan alasan superioritas karena kemampuan akal
penolakan hukuman mati oleh Gereja budi, kehendak bebas, hati nurani, dan
Katolik. berbagai kapabilitas yang khas
Tulisan ini akan berbicara tentang manusiawi.
pandangan Gereja Katolik tentang Person stands head and
keluhuran martabat manusia dan shoulders above the rest of
hukuman mati serta implikasinya bagi creation. Endowed with
karya pastoral di Indonesia. Gereja intelligence and free will, a
Katolik sangat menjunjung tinggi person is capable of self
keluhuran martabat manusia dan determination and creative
HAM, maka penerapan hukum mati di action (Maritain, dalam
Indonesia akan menuntut sikap Gereja Lon, 2017: 20).
yang arif dan tegas. Pertanyaan dasar Manusia mengelola dunia dan
yang akan dijawab dalam artikel ini, mengembangkan ilmu pengetahuan
yakni Bagaimana pandangan Gereja dan teknologi dengan kemampuan akal
Katolik tentang HAM dan hukuman budi sehingga menghasilkan berbagai
mati? Bagaimana implikasinya bagi penemuan baru dan kreasi luar-biasa

3 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

seperti terungkap dalam capaian anugerah istimewa kepada manusia,


revolusi teknologi 4.0. Dengan yaitu martabatnya yang luhur.
kemampuan hati nurani, manusia Anugerah tersebut merupakan sebuah
mampu mengarahkan dan privilese karena tidak akan pernah
mengendalikan temuan kekayaan lenyap hanya karena kekeliruan atau
intelektualnya untuk memajukan kesalahannya.
bonum commune dan meningkatkan Our human dignity is
martabat kemanusiaannya. Dengan something that was given to
demikian, menurut Harcum R. (dalam us by God. Dignity is
Lon, 2017), keluhuran manusia something we should accept
sesungguhnya berakar pada sesuatu from Gos as a privilege; the
yang intrinsik dalam diri setiap orang human person even when
dan hal itu diakui oleh orang lain. he or she errs, always
Setiap manusia secara kodrati terarah maintain inherent dignity
pada sesuatu yang luhur dan berharga. and never forveits personal
Dalam tradisi Gereja, keluhuran dignity (Pacem in Terris
martabat manusia yang didasarkan No.299).
pada landasan antropologis dilengkapi Paus Leo Agung menjelaskan
dengan dasar teologis tentang dasar Kristologis dari HAM. Dalam diri
penciptaan manusia dan Tuhan Yesus Kristus, Allah sekaligus
penebusannya oleh Tuhan Yesus mengemban segala sesuatu yang
Kristus. Menurut teologi penciptaan, manusiawi dan mengangkat martabat
manusia dicipta serupa dengan wajah manusia kepada keilahian-Nya. Konsili
Allah (Imago Dei) (Kej. 1, 26). Dia juga Vatikan II juga menegaskan keluhuran
diberi kuasa untuk mengatur dan martabat manusia baik secara individu
mengembangkan dunia dan semua maupun secara umum. Dalam
mahluk lainnya sesuai kehendak dokumen Gaudium et Spes dikatakan
Pencipta (Kej. 1, 24-30). Karena itu, bahwa Yesus Kristus sebagai Putera
secara kodrati keluhuran manusia Allah telah mempersatukan diriNya
memiliki unsur keilahian yang dengan setiap manusia. Keluhuran
menyerupai wajah Allah. Ketika tersebut diperteguh dengan kehadiran
manusia dirusak oleh dosanya sendiri, Roh Kudus yang memampukan setiap
hakikatnya sebagai manusia yang orang untuk memiliki kebebasan anak-
serupa dengan Allah tetap tidak hilang. anak Allah. Dengan kekuatan Roh
Konsekuensinya, setiap penjahat yang Kudus, setiap orang dipanggil untuk
diyakini sebagai pendosa berat menjadi sempurna, menuju keluhuran
sekalipun tetap mempunyai hak martabatnya yang melampaui sejarah.
sebagai seorang manusia. Sekali dia Karena itu orang yang melawan atau
menjadi manusia padanya melekat meniadakan kehidupan manusia
berbagai hak untuknya sebagai meracuni masyarakat manusia dan
manusia. Allah menciptakan manusia melecehkan Tuhan Penciptanya (GS
bukan untuk suatu kehancuran tetapi 27).
dalam keilahiannya. Paus Leo XIII memberikan dasar
Sesuai dengan magisterium dari ajaran Katolik tentang Hak Asasi
teologi inkarnasi, Allah telah menjadi Manusia. Beliau menekankan bahwa
manusia melalui Yesus Kristus karena keluhuran martabat manusia menjadi
sangat mencintai dan menghormati indikator semua lembaga politik,
martabat manusia. Ketika martabatnya ekonomi dan hukum. Keluhuran
rusak oleh dosa manusia sendiri, martabat manusia lebihberdimensi
Tuhan Pencipta mengutus Yesus sosial ketimbang individual. Keluhuran
Kristus untuk memulihkan dan martabat manusia menyebabkan
menyelamatkan martabat tersebut adanya tuntutan moral dalam
(Lon, 2017). Menurut Paus Yohanes kehidupan bermasyarakat. Keluhuran
XXIII, Tuhan telah memberikan martabat manusia lebih dituntut dalam

4 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

interaksi manusia yang satu dengan 21), orang miskin (Im. 19:10), pekerja
yang lain. Karena itu hak asasi (Im. 25: 39-41). Allah sendiri tidak
manusia tidak dapat diphami terpisah membeda-bedakan manusia. Setiap
dari relasi kertegantungan satu sama orang diciptakanNya unik dan dikasihi-
lain sebagai mahluk sosial. Tentunya Nya (Yoh. 3: 16; Petr. 3: 9; Ams. 22: 2;
saling kertegantungan sosial tidak Gal. 3, 28; Kol. 3:11). “Siapa menindas
menghilangkan kemandirian dari orang yang lemah, menghina
setiap individu. Bahkan keluhuran Penciptanya, tetapi siapa menaruh
personal martabat manusia akan belaskasihan kepada orang miskin,
semakin baik terwujud dalam relasi memuliakan Dia” (Ams. 14: 31).
dengan sesama. Konstitusi dogmatik Gaudium et
Saat ini komitmen Gereja Katolik Spes No. 29 menyebut, “Karena semua
terhadap keluhuran martabat manusia manusia mempunyai jiwa berbudi dan
dan Hak Asasi manusia merupakan diciptakan menurut citra Allah, karena
bagian integral dari keaksian injili dan mempunyai kodrat dan asal yang
misi Kristiani. Paus Yohanes Paulus II sama, serta karena penebusan Kristus,
(Redemptoris Hominis, 274-275) mempunyai panggilan dan tujuan ilahi
menegaskan bahwa penghormatan yang sama, maka kesamaan asasi
kepada keluhuran martabat manusia antara manusia harus senantiasa
dan hak asasi manusia merupakan injil diakui.” Konsili menegaskan
atau kabar gembira pada masa ini. kesetaraan antara umat manusia
Olehnya semua orang Katolik memiliki karena martabatnya luhur. Keluhuran
tanggung jawab untuk menghargai, martabatnya dilandaskan pada 1)
memperjuangkan, membela dan kodratnya dan asalnya sebagai mahluk
melindungi keluhuran martabat yang mempunyai jiwa berbudi dan
manusia dan HAM. Perlindungan HAM sesuai dengan citra Allah; 2) pada
menjadi keharusan agar Gereja panggilannya sebagai orang yang
dipercayai dalam pewartaannya tertebus dan terarah kepada tujuan
tentang keadilan dan perdamaian. Di yang ilahi.
sini perlindungan HAM dibuat dalam
sebuah sistem hukum yang adil. Gereja Katolik dan Hukuman Mati
Dalam Kitab Suci Alkitab dicatat Sikap Gereja Katolik terhadap
banyak kisah tentang perlindungan hukuman mati mengalami perubahan
martabat manusia. Kitab Kejadian 9:6 dari waktu-waktu. Dalam Kitab Suci
mencatat larangan untuk Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru
merendahkan martabat manusia yang dicantumkan berbagai praktik
serupa dengan citra Allah. Bagi mereka hukuman mati. Pidana mati diterapkan
yang merusak keluhuran martabat pada perbuatan pembunuhan (Kel. 21:
manusia pantas mendapat sanksi yang 12), penculikan (Kel. 21:16), hubungan
keras. “Siapa yang menumpahkan seks dengan binatang (Kel. 22: 19),
darah manusia, darahnya akan perzinahan (Im. 20: 10),
tertumpaoleh manusia, sebab Allah homoseksualitas (Im. 20:13), nabi
membuat manusia itu menurut palsu (Ul. 13: 5), pelacuran dan
gambarNya sendiri” (Kej. 9:6). pemerkosaan (Ul. 22: 4). Dalam
Penghormatan kepada martabat luhur Perjanjian Baru, Rasul Paulus tegas
manusia diperkuat lagi dalam kisah mengakui otoritas pemerintah sipil
Sepuluh Perintah Allah yang diberikan untuk memberikan pidana mati jika
melalui nabi Musa. Perintah melarang dibutuhkan (Rom. 13, 1-5). Pada
melakukan pembunuhan, pencurian, bagian lain dicatat kekecualian dalam
perzinahan tentunya bernafaskan pada pemberian sanksi terhadap kasus yang
semangat mencintai kehidupan dan sama. Ketika Daud melakukan
keluhuran martabat manusia. perzinahan, Allah tidak menuntut
Perlakuan hormat itu terjadi kepada nyawanya diambil (2 Samuel 11: 1-5;
siapapun seperti pendatang (Kel. 22: 14-17; 2 Samuel 12: 13). Ketika

5 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

seorang wanita dituntut orang Farisi bersalah dan melindungi orang yang
untuk dirajam karena tertangkap tidak bersalah. Kuasa tersebut harus
tangan berzinah, Yesus meminta dijalankan secara adil agar memberi
adanya perlakuan adil terhadap semua perlindungan dan keamanan hidup
orang (Yoh. 8: 7). “Syukur kepada manusia. Di sini hukuman mati
Allah; Allah menyatakan kasihNya diberikan sebagai kompensasi yang
kepada kita dengan tidak menghukum legitim terhadap kejahatan yang
kita” (Rom.5:8).Teks-teks ini dilakukan terpidana. Dengan hukuman
mempromosikan ajaran Tuhan tentang mati masyarakat dijauhkan dari
cinta kasih sebagai hukum utama. kegusaran dan kecemasan serta
Thomas Aquinas, Teolog terkenal ketakutan terhadap pelaku kejahatan
di abad pertengahan, menegaskan yang mengancam hidup mereka.
dalam Summa Contra Gentiles, Buku 3, Pengakuan tentang
Bab 146 bahwa negara tidak hanya pemberlakuan hukuman mati
berhak tetapi juga merupakan dicantumkan juga dalam Katekismus
tugasnya untuk melindungi warga Gereja Katolik yang baru yang disusun
negaranya dari musuh internal dan tanggal 11 Agustus 1992. Ditegaskan
eksternal. Adalah tidak berdosa jika dalam No. 2266 bahwa pembelaan
pemerintah melakukan eksekusi mati kesejahteraan umum masyarakat
demi tegaknya keadilan. Hukuman menuntut agar penyerang dihalangi
mati pantas diberikan pada mereka untuk menyebabkan kerugian. Karena
yang membahayakan keselamatan alasan ini, ajaran Gereja sepanjang
umum. Di sini pidana mati diterapkan sejarah mengakui hak dan kewajiban
jika dibutuhkan untuk keselamatan dari kekuasaan sipil untuk
warganya. Dia menulis: “Kehidupan menjatuhkan hukuman yang setimpal
seorang yang berbahaya menjadi suatu dengan beratnya kejahatan, tanpa
hambatan untuk tercapainya mengecualikan hukuman mati dalam
kesejahteraan bersama yang adalah kejadian-kejadian yang serius. Otoritas
dasar dari kerukunan masyarakat publik mempunyai hak untuk
manusiawi. Oleh karena itu, beberapa menggunakan kekerasan senjata
orang tertentu harus disingkirkan melawan penyerang bersenjata yang
lewat kematian dari masyarakat mengancam kehidupan dan keamanan
manusia” (Summa Theologiae, II-II, masyarakat. Para penjahat yang
64,1). Bagi Aquinas hukuman mati menerima hukuman mati dengan
digunakan untuk mencegah terjadinya sukarela akan menerima
kejahatan di masa mendatang. pengampunan. Dengan demikian,
Tulisnya: Singkirkan dia secara hukuman mati memiliki nilai
permanen dan kirimkan kepada Tuhan perbaikan diri bagi terpidana. Namun,
untuk pengadilan ilahi, maka penjahat dalam No 2267 ditegaskan, hukuman
tak akan pernah mencelakai yang lain. mati sebagai pilihan yang terakhir. Jika
Tahun 1210 Paus Innocentius III masih ada jenis hukuman lain yang
dalam suratnya kepada uskup Agung selaras dengan keluhuran martabat
Tarragonta menyatakan hukuman mati manusia dan yang dapat memulihkan
boleh dijalankan namun harus keamanan masyarakat dan melindungi
dilandasi oleh peradilan yang adil dan kepentingan umum, maka hukuman
arif, bukan karena benci dan tergesa- mati tidak perlu diterapkan bagi
gesa. Dalam Katekismus Romawi yang terpidana.
didasarkan pada Konsili Trente 1566 Paus Yohanes Paulus II (25
dinyatakan tentang pengakuan Gereja Maret 1995) secara tegas tidak
atas kuasa otoritas sipil dalam mendukung hukuman mati. Dalam
memberikan hukuman mati kepada ensikliknya Evangelium Vitae No 56,
orang yang bersalah. Otoritas sipil Paus meminta otoritas sipil yang
memiliki tanggung jawab legal dan berwenang untuk mengutamakan jenis
yudisial untuk menghukum orang yang hukuman lain ketimbang hukuman

6 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

mati. Beliau juga menghimbau agar Ketika pidana hukuman mati


sifat dan tingkat hukuman harus dijatuhkan kepada Fabianus Tibo,
dievaluasi dan diputuskan dengan Dominggus da Silva, dan Marinus
hati-hati, dan tidak boleh langsung Riwu, Paus Benediktus XVI menulis
ekstrim mengeksekusi pelaku kecuali surat kepada Presiden Soesilo
dalam kasus-kasus kebutuhan mutlak. Bambang Yudhoyono pada 11 Agustus
Lebih lengkap dikatakan Paus: 2006 agar meninjau kembali vonis mati
…setiap orang yang tersebut. Paus menegaskan bahwa
hidupnya di akhiri di hukuman mati tidak sesuai dengan
kamar gas, dengan hak hidup seorang manusia. Seruan
penggantungan, dengan penolakan hukuman mati semakin
injeksi yang mematikan kuat disampaikan oleh Paus
atau oleh komando Fransiskus. Tanggal 20 Maret 2015,
penembak adalah seorang Paus Fransiskus menyampaikan
dari kita–manusia, saudara kepada Komisi Internasional
atau saudari, betapa pun Penghapusan Hukuman Mati, sebagai
kejamnya dan tak berikut:
manusiawi tindakannya. ... I would like to express
Pada fajar millennium my personal gratitude..for
baru, pantaslah umat your commitment to bring
manusia menjadi lebih about a world free from the
manusiawi dan kurang death penalthy and for your
kejam. ...memberikan contribution toward the
perhatian serius terhadap establishment of a
penghapusan hukuman universal moratorium on
mati akan menjadi executions throughout the
prakarsa yang pantas world, in order to abolish
dicatat bagi umat capital punishment... The
manusia. Magisterium of the Church,
Paus menegaskan kesederajatan beginning from Sacred
antara semua manusia termasuk Scripture and from the
terpidana mati. Selanjutnya dia experience of the People of
menekankan pentingnya solidaritas God for millenia, defends
antara manusia termasuk dalam life from conception to
menghilangkan hukuman mati yang natural death and supports
tidak cocok lagi pada era yang beradab. full human dignity as in the
Menurutnya, diskusi tentang image of God (Gen. 1: 26)
keluhuran martabat manusia dan (Letter, March 2015).
penghapusan hukuman mati menuntut Paus Fransiskus menegaskan sikap
1) kesadaran baru tentang kesucian resmi Gereja yang menolak hukuman
hidup dan sikap hormat yang patut mati. Baginya hukuman mati
diterimanya, 2) keberanian untuk merupakan 1) tindakan atau perbuatan
mengatakan “tidak” kepada setiap jenis melawan rencana Allah terhadap
tindakan pematian, termasuk manusia dan masyarakat, 2) perbuatan
hukuman mati, dan 3) kemurahan hati yang tidak menggambarkan
untuk memberi kesempatan untuk keadilanNya yang penuh kerahiman,
menghayati hidup yang dibaharui dan 3) perbuatan yang tidak sesuai
dengan penyembuhan dan dengan tujuan hukuman yang adil.
pengampunan kepada pelaku Selain itu, hukuman mati tidak
kejahatan yang terbesar sekali pun. memperlakukan korban dengan adil,
Dengan melakukan ketiga hal itu, tetapi bernada pembalasan dendam.
perikemanusiaan akan berkembang Bagi negara hukum, hukuman mati
lebih baik. sesungguhnya mencerminkan
kegagalan karena mewajibkan negara

7 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

membunuh atas nama keadilan. terlibat dalam perbuatan-perbuatan


Selanjutnya Paus menegaskan bahwa kegelapan, 2) hidup orang Katolik
kehidupan manusia itu suci karena harus berkenan di hati Tuhan dan, 3)
merupakan karia ciptaan Tuhan. orang Katolik harus mengembangkan
Olehnya hukuman mati bertentangan daya kritisnya dalam membedakan dan
dengan kemanusian dan kerahiman mengembangkan nilai-nilai kehidupan
Allah yang harus menjadi model yang benar dan otentik.
keadilan manusiawi. Hukuman mati Budaya maut merujuk pada
menyengsarakan manusia yang kebiasaan, prilaku yang melawan
diperlakukan secara kejam (Letter, kehidupan karena tidak menghargai
March 2015). hak hidup manusia. Budaya maut
Hari Kamis 2 Agustus 2018, merujuk pada tindakan pembunuhan
Paus Fransiskus sebagai pimpinan yang dilakukan di mana-mana
tertinggi Gereja Katolik sedunia secara terhadap orang yang lemah dan tak
resmi dan terbuka menyatakan sikap berdaya seperti yang terjadi melalui
penolakannya terhadap pidana tindakan aborsi. Budaya maut juga
hukuman mati. Dia mengajak semua nampak dalam sikap manusia yang
politikus Katolik untuk berjuang tidak menghargai kehidupan manusia
menghapus penerapan hukuman mati karena membiarkan terjadinya
dan meminta para pimpinan Gereja pembunuhan pada masa akhir
untuk mengubah sikap resmi Gereja kehidupan (euthanasia). Paus Yohanes
tentang hukuman mati. Seharusnya Paulus II kedua menekankan
hukuman mati tidak diperbolehkan pentingnya budaya kehidupan, budaya
karena bertentangan dengan rencana pro-life atau budaya menghargai,
Allah bagi individu, masyarakat dan membela dan memperjuangkan
keadilan yang penuh kasih-Nya. kehidupan yang ada pada setiap orang
terutama pada mereka yang lemah dan
Implikasi Pastoral powerless. Untuk itu umat Katolik
Situasi kehidupan manusia yang perlu proaktif membaharui
diwarnai oleh persaingan antara masyarakatnya dengan
“budaya maut” dan “budaya mempromosikan bonum commune
kehidupan”, Paus Fransiskus mengajak (kesejahteraan umum). Adalah tidak
umat Katolik untuk mengikuti mungkin untuk memajukan bonum
himbauan Paus Yohanes Paulus II, commune tanpa menghargai hak untuk
yakni: hidup, hak yang menjadi dasar dan
Walk as children of asal dari hak-hak yang lain.
light....and try to learn what Kesejahteraan umum harus sejalan
is pleasing to the Lord. Take dengan keluhuran martabat manusia,
no part in the unfruitful keadilan dan perdamaian, demokrasi
works of darkness (Eph. 5: dan HAM (EV No. 100).
8, 10-11). In our present Maka ketika hukuman mati
social context, marked by a diperbolehkan di Indonesia, Gereja
dramatic struggle between Katolik Indonesia pertama-tama
the “culture of life” and the dipanggil untuk menyuarakan
“culture of death”, there is a keluhuran martabat manusia dan hak
need to develop a deep hidupnya. Seruan tentang keluhuran
critical sense, capable of martabat manusia penting
discerning true values and dikumandangkan karena hukuman
authentic needs mati secara tidak langsung
(Evangelium Vitae, No 95). menyatakan bahwa hidup itu murah.
Tiga hal penting yang ditegaskan Hukuman mati tidak menghargai
dalam himbauan tersebut, yaitu: 1) kehidupan tetapi kematian. Gereja di
orang Katolik harus hidup sebagai satu sisi tetap patuh terhadap otoritas
anak-anak terang dan tidak boleh sipil yang berwenang memberi

8 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

hukuman (termasuk hukuman mati) menampakkan wajah pengampunan


kepada warga yang bersalah. Namun, dan belas kasih.
sisi lain Gereja harus tetap bersuara Ketiga, hukuman mati
tentang hak hidup setiap orang yang merupakan hukuman yang terakhir
diterimanya dari Tuhan. Manusia dan tidak dapat ditarik kembali jika
memiliki hakikat yang mulia karena sudah dieksekusi (irreversible). Karena
diciptakan sesuai dengan citra Tuhan itu, putusan pidana mati haruslah
(Imago Dei) (Kej. 1,27-). Keluhuran didasarkan pada keputusan yang adil,
martabatnya justru terletak pada roh benar, tepat dan objektif. Keputusan
kehidupan yang diberikan Tuhan pidana seharusnya mewakili
kepada manusia. Sebab sesungguhnya keputusan ilahi, yang sempurna
manusia itu berasal dari debu dan benarnya. Namun dalam banyak kasus
akan kembali kepada debu. Namun keputusan hukuman mati sering salah
ketika nafas kehidupan Tuhan dan keliru. Bahkan ada kasus
dihembuskan ke dalam debu tersebut, hukuman mati yang diberikan kepada
maka terciptalah manusia (Widyawati terpidana hanya karena desakan
dan Lon, 2019). publik. Dalam situasi demikian Gereja
Kedua, Gereja Katolik Indonesia Katolik Indonesia dipanggil untuk hadir
dipanggil untuk tetap menampilkan dan memastikan terpidana mati diadili
wajah pengampunan dan belas kasih secara objektif, benar dan tepat.
seperti yang dicontohkan oleh Yesus Karena itu, Gereja harus selalu
sendiri. Ketika orang Farisi membawa mengawasi dan mencermati semua
kepada Yesus wanita yang tertangkap kasus peradilan yang berujung dengan
basah berbuat Zinah dan bertanya pidana mati dan berani menyerukan
apakah dia harus dirajam, Dia berkata: suara kenabiannya jika ditemukan
“Barangsiapa di antara kamu tidak kesalahan.
berdosa, hendaklah ia yang pertama Misi Gereja adalah misi
melemparkan batu kepada perempuan keselamatan dan misi keadilan.
ini.” Di sini Yesus mau menekankan Keselamatan berarti pembebasan dari
pentingnya pengampuan dan belas dosa dan kematian. Sementara
kasih. Hukuman mati sesungguhnya keadilan merujuk pada kesetaraan
menghentikan setiap kemungkinan sebagai manusia dan anak Allah (Lon
untuk berubah dan bertobat. dan Widyawati, 2017). Keadilan dan
Hukuman mati cendrung kesetaraan akan tercipta apabila
menampakkan wajah kekejaman dan Gereja mampu membangun tatanan
balas dendam, gigi ganti gigi, mata hidup yang mendorong relasi yang
ganti mata. Hukuman mati hanya harmonis dan produktif di antara
membuat seseorang takut dan manusia. Dalam konteks hukuman
hopeless. Jika ada penyesalan maka mati, Gereja Katolik Indonesia
datangnya terlambat dan hanya mengemban tanggung jawab besar
berurusan dengan Tuhan. untuk memastikan bahwa penerapan
Dampak psikologis yang dialami hukuman mati di Indonesia tidak
terpidana mati selama menantikan menjadi sumber perpecahan dan
waktu eksekusi adalah munculnya ketidakadilan di antara warga negara
rasa takut, stress, depresi, kecemasan tetapi sebaliknya mendorong
dan sebagainya. Perasaan ini akan bertumbuhnya sikap pro-life di antara
menjadi-jadi ketika waktu eksekusi warga negara.
matinya tertunda terus menerus. Pada Untuk itu, Gereja sebaiknya
saat demikian terpidana sangat tampil dengan tritugasnya sebagai
membutuhkan dukungan dan imam, nabi dan raja. Yesus Kristus,
penguatan dari keluarga, teman dan pendiri Gereja, diurapi oleh Bapa
terutama pelayan rohani. Ruang dengan RohKudus dan dijadikan imam,
ketakutan, kecemasan dan depresi ini nabi dan raja agar umat manusia
menjadi peluang bagi Gereja memperoleh keselamatan. Seluruh

9 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

Umat Allah di Indonesia juga transparan dan ankutabel agar tidak


mengambil bagian dalam ketiga tugas terjadi hal-hal yang negatif.
jabatan Kristus ini, serta bertanggung Karena itu, ketika pemerintah
jawab untuk melanjutkan perutusan Indonesia menerapkan hukuman mati,
dan pelayanan yang keluar darinya Gereja Katolik Indonesia terpanggil
(RH, no 18-21). Sebagai nabi, Gereja untuk menjalankan misi keselamatan
Katolik Indonesia terus mewartakan terhadap keluhuran martabat manusia
kebenaran Kristus tentang martabat dan HAM-nya. Misi tersebut dapat
luhur manusia dan hak hidupnya. dijalankan oleh Gereja katolik
Sebagai imam, Gereja membantu setiap Indonesia dengan mengembangkan 1)
orang untuk memperoleh rahmat Allah pastoral pro-life yang membela
khususnya rahmat pengampunan dan kehidupan dan mengupayakan
belaskasihan bagi yang kesejahteraan umum, serta menjaga
membutuhkannya seperti terpidana harkat dan martabatnya sesuai citra
mati. Sebagai raja Gereja Katolik Allah atau sebagai mahluk ciptaan
Indonesia selalu melayani kebutuhan Tuhan, 2) pastoral pengampunan dan
akan kesejahteraan umat manusia di belas kasih terutama dengan
Indonesia. memberikan pendampingan dan
penguatan atau peneguhan kepada
SIMPULAN terpidana mati, dan 3) pastoral profetis
Hak Asasi manusia melekat pada (kenabian) dengan menumbuhkan daya
kodrat manusia yang luhur sebagai kritis terhadap semua proses peradilan
mahluk yang berakal budi, yang berujung pada hukuman mati
berkehendak bebas dan berhati nurani. agar tidak terjadi pelanggaran HAM
Oleh Tuhan sendiri manusia diciptakan ataupun ketidakadilan atau
sesuai citra dan rupa Allah. Ketika diskriminasi yang melecehkan
manusia melecehkan keluhuran martabat kemanusiaan.
martabatnya melalui perbuatan dosa,
Tuhan mengirim Kristus Yesus untuk DAFTAR PUSTAKA
menyelamatkan martabat luhur yang Brugger, E. Christian. 2014. Capital
ada pada semua umat manusia. Punishment and Catholic Moral
Kepedulian dan cinta Tuhan akan tradition. Second Edition.
keluhuran martabat manusia sering Baltimore: University of Notre
tidak dikuti pemerintah sipil karena Dame Press.
mereka menerapkan hukuman mati. Castillo, Lara R.J. 1986. “I doveri et i
Penerapan atau pemberlakuan diritti dei christifideles.”
hukuman mati tentunya memberi Salesianum, 48: 307-329.
ruang potensial untuk terjadinya Ghirlanda, G. 1984. “De obligationibus
pelecehan martabat manusia dan et iuribus christifidelium in
pelanggaran HAM. communioni ecclesiali deque
Kodratnya hukuman mati eorum adimpletione et exercitio”.
bertentangan dengan HAM, khususnya Periodica, 73: 329-378.
hak hidup. Pidana mati merupakan Hollenbach, D. 1989. “The Common
salah satu bentuk pengingkaran, Good Revisited”. Theological
pengurangan dan pembatasan hak Studies 50: 70-74.
seseorang untuk hidup. Pidana mati Kasper, W. 1990. “Theological
adalah pidana yang paling kejam Foundation of Human Rights”. The
karena tidak memberikan kesempatan Jurist 50: 148-166.
kepada pelaku untuk memperbaiki diri. Langan, J. 1986. “Can there be a
Hukuman mati hanya diperbolehkan human rights Problem in the
untuk kejahatan yang luar biasa dan Church?” The Jurist 46: 14-42.
tidak boleh bertentangan dengan hak Letter of His Holiness Pope Francis to
hidup seseorang. Hukuman mati the President of the International
harus dilakukan secara adil, objektif, Commission Against the Death

10 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020


Ham Dan Hukuman Mati…

Penalthy. Vatican, 20 March 2015 Provost, J.H. 1986. “Protecting and


Lingga, Eka. 2012. “Tinjauan HAM Promoting The Rights of Christian:
terhadap Penundaan Eksekusi Some Implications for Church
Hukuman Mati. Skripsi. Medan: Structure.” The Jurist 46: 289-
Universitas Sumatera Utara.” 342
Lon, Yohanes S. 2017. Pendidikan Thoroddur, Bjarnason dan Michael R.
HAM, Gender dan Antikorupsi. Welch. 2004. “Father knows best:
Ruteng: STKIP Santu Paulus. Parishes, Priests, American
Lon, Yohanes S. 2019. Membangun Catholic Parishioner’s Attitude
Manusia Seutuhnya: Perspektif Toward Capital Punishment.”
Agama, Kebudayaan dan Journal for the Scientific Study of
Pendidikan. Ruteng: Penerbit Religion 43 (1): 103-118.
Unika Santu Paulus Widyawati, Fransiska, 2018. Catholics in
Lon, Yohanes S dan Widyawati, F. Manggarai, Eastern Indonesia,
2017. “Cultural Aspects on Childs Geneva, Swiss: Globethics.net, 29
Development and Parenting in Widyawati, Fransiska dan Lon, Yohanes
Manggarai, East Nusa Tenggara” S., 2019. “Mission and
Guidena 7 (1): 130-139. Development in Manggarai Flores
doi: https://doi.org/10.24127/gdn Eastern in 1920-1960s” Paramitha
.v7i1.959 Historical Studies Journal 29 (2):
Perl, Paul dan Jamie S. McClintock. 178-189.
2001. “The Catholic Consistent Life DOI: https://doi.org/10.15294/pa
Ethic and Attitudes Toward Capital ramita.v29i2.16716
Punishment and Welfare Reform.”
Sociology of Religion 62 (3): 275-
299
Pope Ioannes Paulus II. 1995.
Encyclical Evangelium Vitae,
Rome: Libreria Editrice Vaticana.

11 | Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan: Vol 12, No 1 Januari 2020

Anda mungkin juga menyukai