Anda di halaman 1dari 5

Program Pendidikan Guru Penggerak

Materi 1

PEMBELAJARAN
ORANG DEWASA

PENYUSUN
Purnama Sari Pelupessy
Feri Taupik Ridwan
1. Pengertian dan Prinsip Pembelajaran Orang Dewasa (POD)

POD merupakan suatu proses belajar yang sistematis dan berkelanjutan pada orang yang berstatus
dewasa dengan tujuan untuk mencapai perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan.
POD berbeda dengan model pendidikan anak yang biasa kita kenal sebagai pedagogi. Pendidikan anak
atau pedagogi sering kali berlangsung dalam bentuk identifikasi dan peniruan, sedangkan pendidikan
orang dewasa berlangsung dalam bentuk pengarahan diri sendiri untuk memecahkan masalah. POD
mendorong peserta sebagai subjek utama dalam pembelajaran, menjadi orang yang paling aktif dalam
pencarian identitas dan pengembangan kapasitas dirinya atas pengalaman dan pengetahuan yang
dimilikinya. Knowles mendefinisikan POD sebagai seni dan ilmu untuk membantu orang dewasa belajar.
Namun, dalam makna yang lebih luas POD bukan hanya membantu orang dewasa belajar tetapi
membantu manusia belajar. karena itu konsep andragogi dapat diterapkan bagi setiap kelompok usia
dan strata.

Dalam kegiatan pembelajaran, orang dewasa tidak lagi menjadi objek pembelajaran, yang seolah-olah
dibentuk dan dipengaruhi oleh pendidik supaya menyesuaikan dirinya dengan otoritas yang
mengendalikan dirinya. Pembelajaran orang dewasa merupakan sebuah proses pendampingan dari
seorang fasilitator pembelajaran kepada orang dewasa menuju pencapaian pemantapan identitas dan
minat diri, agar tersebut mampu berdaya atas dirinya dan berkontribusi terhadap lingkungannya dalam
wujud kemampuan mengekspresikan segala bentuk pertanyaan, pendapat atau bahkan bantahan
sebagai respon dirinya terhadap pengetahuan yang baru ia dapat. Prinsip dari POD pada intinya adalah
kemandirian dari, oleh dan untuk peserta. Sifat orang dewasa yang notabene sudah memiliki
pengetahuan, kemampuan umum dan khusus, kepentingan, sikap, praduga, nilai dan tingkat emosi
sebagai orang dewasa memungkinkan orang dewasa mampu melakukan pengembangan diri,
mengembangkan kemampuan, keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan
kualifikasi teknis dan profesionalisme dirinya secara mandiri.

2. POD dan Praktik Fasilitasi

Fasilitasi adalah sebuah proses mengantarkan peserta dalam sebuat rapat atau sesi untuk mencapai
tujuan bersama. Dalam pelaksanaannya tugas seorang fasilitator bukan hanya sekedar mempertemukan
antara satu pendapat peserta dengan peserta lainnya. Namun, lebih dari itu fasilitator harus mampu
menggali pemikiran peserta dan memberikan stimulus kepada peserta, sehingga solusi dan jawaban atas
banyak pertanyaan mampu mereka jawab dengan sendirinya. Peran dan fungsi fasilitator itulah yang

1
menjadi alasan seorang fasilitator harus dibekali dengan pengetahuan Pembelajaran Orang Dewasa
(POD) agar mengembangkan teknik fasilitasi sesuai dengan prinsip-prinsip POD. Fasilitasi dengan prinsip
POD harus menjamin kesamaan hak antara fasilitator dengan peserta, maupun peserta satu dengan
peserta lainnya untuk berbicara atau berpendapat dalam sebuah rapat atau sesi.

POD dan fasilitasi adalah dua konsep yang tidak bisa dipisahkan. Asumsi awal sebelum proses fasilitasi
dimulai, semua peserta sudah memiliki tujuan dan sudut pandang masing-masing. Maka, prinsip-prinsip
dalam POD akan menuntun seorang fasilitator memimpin sebuah rapat atau sesi sehingga peserta dapat
mencapai tujuannya dengan rasa adil dan merasakan keterlibatan dirinya secara penuh dalam proses
yang terfasilitasi tersebut. Begitupun sebaliknya dalam penerapan prinsip-prinsip POD secara praktis
dapat dilaksanakan melalui teknik fasilitasi, dimana seorang fasilitator senantiasa membimbing dan
memberikan keleluasaan kepada peserta untuk mengembangkan pemikiran, kemampuan, minat dan
gagasannya dalam proses pembelajaran.

3. POD dan Praktik Pendidikan yang Memerdekakan

POD merupakan suatu proses belajar yang sistematis dan berkelanjutan pada orang yang berstatus
dewasa dengan tujuan untuk mencapai perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan.
Dengan prinsip POD, peserta didik (orang dewasa) diharapkan dapat mengembangkan potensi diri,
keterampilan, memperkaya khasanah pengetahuan, meningkatkan kualifikasi keteknisannya atau
keprofesionalannya dalam upaya mengembangankan kemampuan pribadi secara utuh dan dapat
mewujudkan keterlibatan dirinya dalam perkembangan sosial budaya, ekonomi, dan teknologi secara
bebas, seimbang, dan berkesinambungan..

Praktik POD mendorong peserta didik sebagai subjek utama dalam pembelajaran, menjadi orang yang
paling aktif dalam pencarian identitas dan pengembangan kapasitas dirinya. Dengan begitu, peserta didik
senantiasa akan mengikuti proses pembelajaran dengan sangat sadar dan penuh antusias karena praktik
pembelajaran kontekstual dengan kebutuhan dan tantangan zaman yang ada di hadapannya. Paulo Freire
memperkenalkan model pembelajaran tersebut dengan sebutan “pendidikan hadap masalah”, yaitu model
pendidikan kontekstual yang berpusat kepada peserta didik sebagai tandingan model pendidikan gaya
bank yang di kritik Freire sebagai praktek penjejalan ilmu pengetahuan yang tidak bersifat dialogis dan
menindas.

Di Indonesia praktik pendidikan yang berpusat kepada peserta didik bukanlah hal yang baru
diperkenalkan. Jauh sebelum Freire memperkenalkan pendidikan hadap masalah, Ki Hajar Dewantara

2
telah mengenalkan model pendidikan berpusat kepada anak yang Ia sebut sebagai sistem among.
Menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan berfungsi hanya sebagai tuntunan seseorang dalam proses
tumbuh kembang kehidupannya. Tujuan pendidikan adalah agar anak berdaya sebagai seorang individu
maupun anggota masyarakat dan dapat mencapai well being, yakni kondisi yang oleh Ki Hajar Dewantara
disebut sebagai selamat dan bahagia.

Sebagai suatu tuntunan hidup, pendidikan termasuk di dalamnya proses pembelajaran, lebih tepat disebut
sebagai proses mengarahkan dan penguatan potensi-potensi yang ada pada diri anak agar berguna untuk
kehidupannya kelak. Bukan bukan mencetak, membentuk, atau istilah-istilah sejenis lainnya. Dalam hal ini
kita dapat melihat sudut pandang dari filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara yang memandang bahwa
setiap manusia mempunyai potensi yang dapat dikembangkan dan digali melalui proses pembelajaran.
Tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak yang telah memiliki kodrat sejak dari dalam kandungan.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara berbeda dengan tabula rasa dalam pemikiran John Locke yang
menganggap anak sebagai kertas kosong yang bisa diisi apapun oleh orang dewasa. Dalam sudut
pandang Ki Hajar Dewantara, anak mempunyai kodratnya sendiri sebagai makhluk Tuhan, yang tidak bisa
diubah sesuai keinginan pendidik. Pendidik hanya bisa mengarahkan tumbuh kembangnya kodrat
tersebut.

Pada bukunya yang berjudul Pendidikan, Ki hajar Dewantara menjelaskan “Hidup dan tumbuhnya
anak-anak itu terletak di luar kecakapan dan kehendak kita kaum pendidik. Anak-anak itu sebagai
makhluk, sebagai manusia, sebagai benda hidup, teranglah hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri”.
Filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara menggaris bawahi kodrat anak sebagai potensi yang harus
ditumbuh kembangkan, tidak untuk diubah atau direkonstruksi oleh orang diluar dirinya.

Sebagai subjek aktif, anak mempunyai mekanisme untuk membangun dan mengkonstruksi
pengetahuannya dan pemahamannya sendiri. Anak telah membawa skema-skema pengetahuan bawaan,
yang perlu untuk dikembangkan menjadi pola pengetahuan dan pemahaman baru dalam belajar. Tugas
seorang pendidik lebih diarahkan pada proses mendampingi, memfasilitasi, dan membantu anak dalam
membangun pengetahuan dan otentisitas pemahamannya tentang informasi-informasi baru yang
dihubungkan dengan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki sebelumnya.

Koneksi pemahaman prinsip-prinsip dalam POD dan praktik pendidikan yang memerdekakan terletak
pada peranan Guru/Pendidik sebagai orang yang menentukan suksesnya pembelajaran dalam kelas. Baik
POD maupun pendidikan yang memerdekakan dalam filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, keduanya

3
mengharuskan peranan Guru/Pendidik bertindak sebagai seorang fasilitator dalam pembelajaran.
Guru/Pendidik harus menjamin kemerdekaan berfikir anak dan mendorong anak untuk mencari sendiri
segala pengetahuan dengan menggunakan pikirannya sendiri tanpa dipaksa untuk mengakui buah
pemikiran orang lain.

Referensi

Asmin. (2005). Konsep dan metode pembelajaran untuk orang dewasa (Andragogi).
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_SEKOLAH/195109141975011-AYI_OLIM/andra
gogi_PDF2.pdf

Anisah Basleman dan Syamsu Mappa. Teori Belajar Orang Dewasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Dewantara, K. H. (2013). Bagian 1: Pendidikan. Majelis Luhur Persatuan Tamansiswa.

Dewantara, K. H. (2009) Menuju Manusia Merdeka. Leutika.

Freire, P. (2009). Pendidikan Kaum tertindas. LP3ES.

Jayanti, D. D. (2021) Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Pemikiran Ki Hajar Dewantara.
Universitas Islam Lamongan.

Knowles, Malcolm. (1977). The Adult Learner : A Neclected Selection. Houston:Gulf Publishing

Novita, M. W. (2019). Pendidikan Orang Dewasa. Universitas Negeri Padang.


https://doi.org/10.31227/osf.io/km78v

Anda mungkin juga menyukai