Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

KRITIK MATAN HADITS


Makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Ulumul Hadist

Dosen Pengampu: Zaenal Mukhid,S.pd.I., M,Sy

Disusun Oleh :
Safrizal
Salsabilah Eva Nur Fatimah
Sigit Wahyudi

HKI 5 Karyawan

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM MINHAAJURROSYIDIIN (STAIMI)
JAKARTA TAHUN 2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah dengan judul “Kritik Matan Hadist” ini
dengan tepat waktu. Dan kami tidak lupa juga mengucapkan sholawat kepada Nabi besar
Muhammad SAW yang telah mengantarkan kita pada zaman yang terang benderang ini.
Kami juga tidah lupa mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen dan pihak-pihak lain
yang telah membantu menyusun makalah ini.
Tujuan ditulisnya makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas yang telah diberikan olah
Dosen Pengajar Mata Kuliah Ulumul Hadist, makalah ini dibuat dari berbagai sumber literatul
buku dan internet.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna dan cenderung masih banyak
kekurangan oleh karena itu kami membutuhkan kritik ataupun saran yang bersifat membangun
dari berbagai pihak untuk membenarkan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat membawa dampak posotif bagi setiap pihak yang
membaca.

Jakarta, 12 November 2021


BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Hadis merupakan teks normatif kedua setelah Al-Qur’an yang menerangkankan prinsip
dan doktrin ajaran Islam. Kitab-kitab hadist karya para mukharrij hadis sangatlah beragam
baik dari segi sistematika, metode, topik penghimpunan maupum kualitas hadist yang
dikandungnya.
Dengan adanya keberagaman kitab hadist terutama dari segi kualitas hadist yang
dikandungnya, maka supaya meniliti validitas hadis-hadis yang termuat didalamnya
menjadi urgen untuk dilakukan umat islam benar-benar mampu memilah-milah antara
hadist yang shahih dan yang tidak shahih, untuk dijadikan sebagai pedoman dan sumber
ajaran agama.
Untuk menentukan apakah suatu hadist itu berkualitas shahih atau tidak, tidaklah cukup
jika penelitian yang dilakukan hanya terfokus pada aspek sanadnya, namun penelitian
terhadap matan hadist juga merupakan langkah yang tidaklah boleh ditinggalkan, karena
tidak ada jaminan jika sanadnya shahih maka matannya pun berkualitas dan begitupun
sebaliknya.
Oleh karena itu, kritik terhadap matan hadis merupakan hal yang sangat urgen untuk
dilaksanakan di samping kritik terhadap sanad hadis. Kritik sanad dan kritik matan hadis
ibarat mata rantai yang tidak bisa dipisahkan dalam menentukan kesahihan suatu hadis.
2. Rumusan Masalah
1. Pengertian kritik matan hadist
2. Matan shahih
3. Matan maqlub
4. Matan mushahhaf dan muharraf
5. Matan mudraj
6. Matan mudltharib
7. Ziyadal al-tsiqat dalam matan
8. Matan syadz dan mahfudz
BAB II
PEMBAHASAN

1. Pengertian Kritik Matan Hadis


Kata kritik merupakan alih bahasa dari kata naqd yang dalam bahasa Arab populer
berarti penelitian, analisis, pengecekan, dan pembedaan. Sedangkan menurut istilah, kritik
berarti berusaha menemukan kekeliruan dan kesalahan dalam rangka menemukan
kebenaran.
Menurut bahasa, kata matan berasal dari bahasa Arab matn yang artinya punggung
jalan (muka jalan), tanah yang tinggi dan keras. Sedangkan menurut ilmu hadis, matan
berarti penghujung sanad, yakni sabda Nabi Muhammad Saw yang disebutkan setelah
sanad. Singkatnya, matan hadis adalah isi hadis.
Dari pengertian-pengertian telah tertulis di atas dapat disimpulkan bahwa kritik matan
hadis adalah suatu upaya dalam bentuk penelitian dan penilaian terhadap matan hadis
Rasulullah Saw. untuk menentukan derajat suatu hadis apakah hadis tersebut merupakan
hadis yang shahih atau bukan, yang diawali dengan melakukan kritik terhadap sanad
hadis terlebih dahulu.
Kritik matan hadist difokuskan pada teks hadis yang merupakan intisari dari apa yang
pernah disabdakan oleh Rasulullah, yang ditransmisikan kepada generasi generasi
berikutnya hingga ke tangan para mukharrij hadist baik secara lafzi’ maupun ma’nawi’.
Istilah kritik matan hadis dipahami sebagai upaya pengujian atas keabsahan matan
hadis yang dilakukan untuk memisahkan antara matan matan hadis yang shahih dan yang
tidak shahih. Dengan demikian, kritik matan tidaklah dimaksudkan untuk mengoreksi
atau menggoyahkan dasar ajaran agama Islam dengan mencari kelemahan sabda
Rasulullah, akan tetapi diarahkan kepada telaah redaksi dan makna suatu hadis untuk
ditetapkan keabsahannya.
2. Matan Shahih
Para ulama biasa menyebut kata shahih ini sebagai lawan dari katasaqim (sakit). Maka
matan Shahih secara bahasa adalah matan hadist yang sehat, selamat, benar, sah, sempurna
dan yang tidak sakit. Secara istilah menurut Shubhi al-Shalih, matan shahih adalah matan
hadist yang sanadnya bersambung, diriwayatkan oleh periwayat yang ‘adil dan dhâbith
hingga bersambung kepada Rasulullah atau pada sanad terakhir berasal dari kalangan
sahabat tanpa mengandung syâdz (kejanggalan) ataupun ‘illat (cacat).
Syarat-syarat dari hadist sahih yaitu :
1) Sanadnya bersambung, maksudnya adalah setiap rangkaian perawi dalam sanad
tersebut memiliki hubungan guru dan murid. Hal itu bisa diketahui dari nama atau
murid yang biasanya tercantum dalam kitab itu.
2) Tidak ada syaz, syaz adalah kondisi sebuah hadis yang bertentangan dengan yang
lebih baik kualitasnya dari hadis itu sendiri.
3) Tidak ada illat, Illat adalah cacat yang terdapat dalam sebuah kesalahan yang tidak
disengaja. Untuk mengetahui illat dalam sebuah hadis adalah dengan cara
membandingkan antar periwayatan yang tsiqah.
4) Perawinya adil
Kerana orang yang adil adalah orang yang senantiasa menjauhkan diri deari perbuatan
dosa atau yaang menjauhi hawa nafsunya. Ada syarat-syarat perawi disebut
adil,yaitu ;
- Muslim
- Menjauhi perbuata fasiq
- Bukan orang yang teledor
- Mukallaf (baligh dan berakal)
- Menjaga mur’ah
5) Perawinya dhabith, ada dua jenis dhabit yaitu dhabith shadr dan dabhith kitab. Dabhit
shadr adalah kuat hafalannya. Sedangkan dabhith kitab adalah tuliswan yang benar-
benar dijaga oleh penulis dan ditulis langsung dari asalnya.

3. Matan Maqlub
Istilah maqlub berasal dari bentuk objek kata qalaba, yang artinya membalik. Yang
disebut matan maqlab adalah penukaran hadist yang terjadi pada matannya, yang terbagi
menjadi 2 bentuk yaitu ;
1) Perawi mengedepankan dan mengakhirkan sebagian matan hadist.
Contohnya; hadist Abu Hurairah yang memaparkan tentang muslim yang akan
dilindungi Allah pada hari tidak ada lagi perlindungan kecuali perlindungan-Nya,
didalamnya terdapat;

ُ‫اها َحتَّى اَل َت ْعلَ َم يَ ِم ْينُهُ َما ُت ْن ِف ُق ِش َمالُه‬ ٍ ِ‫ورجل تَص َّد َق ب‬
َ ‫ص َدقَة فََأ ْخ َف‬
َ َ ٌ ُ ََ
"(Golongan keenam) dan seseorang yang melakukan shadaqah, lalu ia
menyamarkannya sehingga tangan kanannya tidak mengetahui apa yang telah
diinfaqkan oleh tangan kirinya" (HR. Muslim)
Dari hadits tersebut, terlihat beberapa rawi telah melakukan kemaqluban, padahal
dalam riwayat lainnya adalah sebagai berikut :

ُ‫اها َحتَّى اَل َت ْعلَ َم ِش َمالُهُ َما ُت ْن ِف ُق يَ ِم ْينُه‬ ٍ ِ‫ورجل تَص َّد َق ب‬
َ ‫ص َدقَة فََأ ْخ َف‬
َ َ ٌ ُ ََ
"(Golongan keenam) dan seseorang yang melakukan shadaqah, lalu ia
menyamarkannya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang telah
diinfaqkan oleh tangan kananya" (HR. Malik, Nasai, dan Bukhari).
2) Rawi menempatkan matan suatu hadist kepada sanad (hadist) lain, dan
menempatkan sanadnya terhadap matan hadist lain.
Contohnya

‫الصاَل ةُ فَاَل َت ُق ْو ُم ْوا َحتَّى َت َر ْونِ ْي‬


َّ ‫ت‬ِ ‫ِإذَا ُأقِ ْيم‬
َ
"Ketika didirikan sholat, maka janganlah kalian berdiri sampai kalian melihatku"
(lihat pada HR. Tirmidzi)
Hadits tersebut diriwayatkan dari Jarir bin Hazim, ia melakukan kesalahan dengan
menukarnya pada sanad dari Tsabit dari Anas bin Malik dari Nabi SAW. Padahal
seharusnya, sanad yang shahih dalam hadits tersebut adalah dari Hajjaj As-Shawwaf,
dari Yahya bin Abi Katsir, dari Abdullah bin Abi Qatadah, dari ayahnya (Abu Qatadah),
dari Nabi SAW.

Penyebab perawi melakukan penukaran ialah untuk mengasingkan maksudnya agar


masyarakat suka terhadap riwayat hadistnya dan mengambil hadistnya, untuk menguji
dan memeperkuat hafalan hadist serta menyempurn akan kedhabitan, terdapat kesalahan
atau kekeliruan yang tidak disengaja.

4. Matan Mushahhaf dan Muharraf


a. Hadist mushahhaf
Menurut bahasa, mushahhaf merupakan isim maf'ul dari lafadz "shahafa" ( َ‫)ص َّحف‬
َ yang
artinya adalah salah mengucapkan atau membuat kekeliruan, sedangkan mushahhaf
sendiri berarti sesuatu yang dikelirukan.
Jadi matan hadist adalah sebuah salah pengucapan didalam hadist baik itu didalam
sanadnya maupun didalam matan hadistnya.
Contoh matan mushaahhaf
ِ ِ
ُ‫الد ْه َر ُكلَّه‬ َ ُ‫ضا َن َواَْتَب َعهُ ستًّا م ْن َش َّو ٍال فَ َكاَنَّه‬
َّ ‫ص َام‬ َ ‫ص َام َر َم‬
َ ‫َم ْن‬
"Barang siapa yang berpuasa di Bulan Ramadhan dan dia mengikuti puasa 6 hari di
Bulan Syawal, maka dia seperti telah berpuasa setahun penuh".
Abu Bakar As-Shuli pernah meriwayatkan hadits tersebut, namun kekeliruannya adalah
pada lafadz "‫ستًّا‬
ِ " (enam hari) yang diriwayatkan dengan lafadz "‫ش ْيًئا‬
َ " (sesuatu). Tentu
saja hadits di atas adalah hadits yang kuat dan dinilai diterima untuk diamalkan, namun
jika periwayatannya menggunakan lafadz "‫ش ْيًئا‬ َ ", maka menjadi sebuah kedhaifan yang
parah, dikhawatirkan orang awam menerimanya akan gagal faham.
b. Hadist muharraf
Menurut bahasa, muharraf merupakan isim maf'ul dari lafadz "harrafa" ( َ‫)حرَّف‬ َ yang
berarti memutar-balikkan, sedangkan muharraf sendiri berarti sesuatu yang diputar-
balikkan.
Matan muharraf adalah matan hadist yang mukhalafahnya (menyalahi hadist orang
lain), terjadi disebabkan karena perubahan syakal (harakat) kata, dengan masih tetapnya
bentuk tulisannya tetapi menjadikan makna huruf 180 derajat berubah dari makna
aslinya, sehingga hal itupun akan kegagalan faham dalam memaknai hadist itu sendiri.
Contoh matan muharraf

‫صلَّى ال ٰلّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َمر‬ ِٰ ِِ ِ ‫ُر ِمي اُبَ ُّي َي ْو َم ااْل َ ْح َز‬
َ ‫اب َعلَى اَ ْك َحله فَ َك َواهُ َر ُس ْو ُل اللّه‬ َ
"Ubay bin Ka'ab terkena panah pada hari Perang Ahzab (Perang Khandaq) pada urat
nadinya, lalu Rasulullah SAW menyudut lukanya dengan besi panas" (HR. Muslim)
Ghandar pernah meriwayatkan hadits tersebut dan mengubah lafadz "‫( "اُبَ ُّي‬Ubay bin
Ka'ab) menjadi "‫( "اَبِ ْي‬ayahku). Jadi, di sini seolah yang terkena panah bukanlah Sahabat
Ubay bin Ka'ab ra, tetapi ayah Sahabat Jabir ra, padahal ayah Sahabat Jabir ra sudah
meninggal dunia sebelum Perang Ahzab (Perang Khandaq).
5. Matan Mudraj
Secara bahasa, mudraj merupakan isim maf'ul dari lafadz "adraja" (‫ )اَ ْد َر َج‬yang berarti
memasukkan, sedangkan mudraj berarti sesuatu yang dimasukkan.
Matan mudraj adalah matan hadist Nabi SAW yang dimasukkan beberapa kalimat oleh
perawi yang mana kalimat itu sebenarnya berasal dari perawi itu sendiri tetapi tidak
banyak yang mengetahui itu sehingga banyak yang mengira bahwa kalimat itu termasuk
dari hadist tersebut.
Ada 3 jenis mudraj matan yaitu mudraj diawal matan, mudraj ditengah matan, dan
mudraj diakhir matan,berikut penjelasannya :
1) Mudraj di awal matan

: ‫صلَّى ال ٰلّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِٰ ٰ ِ


َ ‫َع ْن اَبِ ْي ُه َر ْي َر َة َرض َي اللّهُ َع ْنهُ َع ْن َر ُس ْو ِل اللّه‬
‫اب ِم َن النَّا ِر‬
ِ ‫ض ْو َء َويْل لِاْل َ ْع َق‬
ٌ ُ ‫اَ ْسبِغُ ْوا ال ُْو‬
"Dari Sahabat Abu Hurairah ra, dari Rasulullah SAW : "Sempurnakanlah wudlu,
celaka bagi orang yang tumit-tumitnya tidak terkena air akan masuk neraka"

ُ ‫سبِ ُغ ْوا ا ْل ُو‬


Kalimat "‫ض ْو َء‬ ْ َ‫( "ا‬sempurnakanlah wudlu) merupakan perkataan tambahan
sendiri dari Sahabat Abu Hurairah ra, bukan dari qauliyah Nabi SAW, Hadits Bukhari
Hadits Muslim.
2) Mudraj dipertengahan matan

ُ ‫صلَّى ال ٰلّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم َيتَ َحن‬


‫َّث ِف ْي‬ ٰ ِ ‫ِئ‬
َ ‫ َكا َن النَّبِ ُّي‬: ‫َع ْن َعا َشةَ َرض َي اللّهُ َع ْن َها‬
ِ ‫غَا ٍر ِحر ٍاء و ُهو التَّعب ُد اللَّيالِي ذَو‬
‫ات ال َْع َد ِد‬ َ َ َ َُ َ َ َ
"Dari Siti Aisyah ra, Nabi SAW menyepi di dalam Gua Hira', Beliau beribadah
selama beberapa malam"
Kalimat "ُ‫"وه َُو التَّ َعبُد‬
َ (Beliau beribadah) merupakan perkataan rawi.
3) Mudraj diakhir matan

‫اد فِي‬ ِ ‫ لَواَل ال‬،‫ والَّ ِذي َن ْف ِسي بِي ِد ِه‬،‫ان‬


ُ ‫ْج َه‬ ِ ِ ‫لِلْعب ِد الْمملُو ِك الْم‬
ْ َ ْ َ ‫َأج َر‬ ْ ‫صل ِح‬ ْ ُ ْ ْ َ َْ
ٌ ُ‫وت َوَأنَا َم ْمل‬
‫وك‬ ُ ‫ َأَل ْحبَْب‬،‫ َوبُِّر ُِّأمي‬،‫ْح ُّج‬
َ ‫ت َأ ْن َُأم‬ ِ ِ ِ‫سب‬
َ ‫ َوال‬،‫يل اهلل‬ َ
"Untuk hamba sahaya yang shalih baginya dua pahala. Demi Dzat yang jiwaku
berada di tangan-Nya, kalaulah bukan karena (keutamaan) jihad di jalan Allah,
haji dan berbuat baik kepada ibuku tentu aku lebih meyukai mati sedangkan aku
sebagai seorang budak"  (HR. Bukhari)
ِ ‫( " َوالَّ ِذي نَ ْف‬Demi Dzat
Imam Asy-Syuyuthi mengatakan bahwa kalimat "‫ الخ‬... ‫س ْي بِيَ ِد ِه‬
yang jiwaku di dalam kekuasaan-Nya ... dan seterusnya) adalah perkataan Sahabat
Abu Hurairah, bukan qauliyah Nabi SAW.

6. Matan mudhltharib
Munurut bahasa, mudhtharib berasal dari kata idhtharaba "‫طَ َر َب‬TTT‫ض‬
ْ ِ‫ "ا‬yang berarti
bergencang, kacau balau, bingung.
Matan mudhltharib adalah hadist yang bertentangan didalam sanadnya, matannya, atau
keduanya, dikarenakan adanyan penambahan atau pengurangan, yang tidak dapat
dikomopromo atau ditarjihkan.
Contohnya;

‫الز َك ِاة‬
َّ ‫ال َح ٌّق ِس َوى‬
ِ ‫لَْيس فِي الْم‬
َ َ
"Tidak ada hak di dalam harta selain zakat" (HR. Ibnu Majah)

Hadits tersebut dikatakan mudhtharib karena matannya bertentangan dengan riwayat hadits-
hadits lainnya, misalnya :
‫الز َك ِاة‬
َّ ‫ِإ َّن ِفي َْأم َوالِ ُك ْم َح ًّقا ِس َوى‬
ْ
"Sesungguhnya di dalam harta kalian ada hak selain zakat". (Ad-Darimi)

‫الز َك ِاة‬
َّ ‫ال لَ َح ًّقا ِس َوى‬
ِ ‫ِإ َّن ِفي الْم‬
َ
"Sesungguhnya di dalam harta ada hak selain zakat" (HR. Tirmidzi)
7. Ziyadal Al-Tsiqah Dalam Matan

A. MAKSUD DARI ZIYADAAT ATS-TSIQAAT

Ziyadat merupakan bentuk jamak dari kata ziyadah, sedangkan tsiqaat merupakan
jamak dari kata tsiqah. Tsiqah itu adalah orang yang adil lagi dlabith. Yang
dimksud dengan ziyadat ats-tsiqah adalah lafadz tambahan sebagian ( rawi ) tsiqah
yang kita lihat dalam riwayat hadist dari perawi tsiqah lainnya.

B. TOKOH YANG MEMBERI PERHATIAN

Tambahan-tambahan oleh sebagian rawi tsiqah yang ada pada sebagian hadist
hamper terlupakan oleh para ulama. Diantara mereka ada yang mencermatinya,
mengumpulkan dan memahaminya, yang popular antara lain :
a. Abu Bakar Abdulloh Bin Muhammad Bin Ziyad an- Naisaburi
b. Abu Nu’aim Al-Jurjani
c. Abu Al-Walid Hasan Bin Muhammad al-Qursyi

C. TEMPAT TERJADINYA

a. Pada matan: berupa taambahan kata atau kalimat


b. Pada sanad: berupa memarfu’kan yang mauquf, atau menyambung yang
mursal.

D. HUKUM TAMBAHAN PADA MATAN

Para ulama telah berselisih pendapat mengenai hukum tambahan pada matan :
a. Diantara mereka ada yang menerimanya secara mutlak.
b. Ada juga yang menolaknya secara mutlak.
c. Tetapi ada juga yang menolak tambahan dari rawi hadits yang
meriwayatkannya dari rawi yang pertama tanpa disertai tambahan, namun
menerimanya jika dari yang selainnya12.
Ibnu Shalah telah membagi ziyadah tsiqah sesuai dengan bisa diterima
atau ditolak menjadi tiga macam. Pembagiannya termasuk bagus, dan hal itu
disepakati oleh an-Nawawi maupn lainnya.
Pembagian itu:
a. Tambahan yang tidak saling meniadakan dari para perawi tsiqah atau yang
lebih tsiqah. Hukumnya dapat diterima, sebab hal it sama seperti hadits
yang diriwayatkan sejumlah rawi tsiqah dari rawi-rawi tsiah.
b. Tambahan yang saling meniadakan dari para perawi tsiqah atau yang lebih
tsiqah. Hukumnya ditolak, sama seperti hadist syad.
c. Tambahan yang didalamnya terdapat jenis yang saling meniadakan dari
para perawi tsiqah atau yang lebih tsiqah. Secara ringkas jenis yang saling
meniadakan itu ada dua:
1. Taqyid dari yang mutlak.
2. Tahshish dari yangumum.

Terhadap pembagian ini Ibnu Shalah tidak berkomentar mengenai


hukumnya , tetapi an-nawawi berkata : ‘ Yang benar, bagian terakhir
dapat diterima2.
E. CONTOH TAMBAHAN PADA MATAN
a. Contoh tambahan yang tidak saling meniadakan: Hadist yang diriwayatkan
Muslim melalui jalur Ali bin Mushi dari al-A’Masy dari Abu Rain dan Abu
Shaleh, dari Abu Hurairah ra berupa tambahan kata falyuriqhu pada hadist
mengenai ilatan anjing. Seluruh penghafal dari kawan-kawannya A’masy
tidak menyebutkan hal itu. Mereka meriwayatkan:
‫بع ِمَرا ٍر‬ ِ ِ ِ ‫ِإ‬ ‫ِإ‬
َ ‫لب يِف نَاء اَ َحد ُكم فَليَغسلهُ َس‬
ُ ‫ذَا َولَ َغ ال َك‬
‘Apabila seekor anjing menjilat bejana kalian, maka basuhlah sebanyak enam
kali’.

Tambahan semacam ini sama seperti khabar yang menyendiri dari


Ali bin Mushir, sedangkan ia seorang tsiqah. Karena itu tambahan ini dapat
diterima.
b. Contoh tambahan yang saling meniadakan : Tambahan yaum ‘arafah pada
hadist:
ٍ ‫َأكل و َش‬ ِ ِ ِ ‫يوم عرفَةَ ويوم النَّح ِر وَأيام التَّش ِر ِيق‬
‫رب‬ َ ِ ‫َأهل اِإل ساَل م َوه َي َأيَ ُام‬
َ ‫ا‬َ‫ن‬‫يد‬
ُ ‫ع‬ ُ َ َ ْ َ ََ َ َ َ
‘Hari Arafah, hari nahar, dan hari-hari tasyriq merupakan hari raya kita
para pemeluk islam, itu merupakan hari-hari untuk makan dan minum.
Hadist dari seluruh jalur tidak menyertakan tambahan kata tadi.
Namun,kata tersebut dating dari Musa bin Ali dari Rabah dari
bapaknya dari ‘Uqbah bin Amir, dan hadist nya dikeluarkan oleh
Tirmidzi, Abu Daud dan lainnya.
c. Contoh tambahan dari salah satu jenis yang saling meniadakan : Hadist yang
diriwayatkan Muslim melalui jalur Abi Malik al-Asyja’I dari Rib’i dari
Hudzaifah, yang berkata : ‘Rasulullah saw bersabda:

ِ ِ ‫َو ُجعِلَت لَنَا‬


‫ورا‬ َ ُ‫اَألرض ُكلُّ َها َمسج ًدا َو ُجعلَت ت‬
ُ ‫ربُت َها لَنَا طَ ُه‬ ُ
‘…Dan telah dijadikanbagi kita, bumi itu sebagai masjid, dan telah dijadikan
bagi kita, debi it suci’.

Riwayat Abu Malik yang disertai tambahan kata turbatuha


mentendiri, dan hal itu tidak pernah disebut-sebut oleh perawi lain. Mereka
meriwayatkan hadist dengan redaksi:
‫ورا‬ ِ ِ
ً ‫ض َم ْسج ًدا طَ ُه‬
ُ ‫اَألر‬
ْ ‫َو ُجعلَت لَنَا‬
‘Dan telah dijadikan bagi kita, bumi itu sebagai masjid dan sui.

F. HUKUM TAMBAHAN PADA SANAD


Mengenai tambahan pada sanad, dalam hal ini harus ditempatkan dalam dua hal
penting, yang banyak sekali terjadi. Keduanya saling bertentangan karena baik
antara yang bersambung dengan yang mursal, ataupun antara yang marfu’ dengan
yang mauquf. Sedangkan bentuk tambahan lainnya pada sanad, para ulama telah
mengkhususkan pengkajiannya, seperti dalam topik al-mazid fi al-muttashil al-
asanid.
Para ulama berbeda pendapat mengenai diterima atau ditolaknya hukum
tambahan pada sanad menjadi empat kategori :
a. Hukum bagi riwayat yang bersambung ( muttashil ) atau marfu’, maka
tambahannya dapat diterima. Ini merupakan pendapat jumhur fuqaha dan
ulama ushul.
b. Hukum bagi riwayat yang mursal dan mauquf, maka tambahannya ditolak. Ini
merupakan pendapat banyak ahli hadist.
c. Hukumnya berdasarkan pada jumlah (banyaknya). Ini merupakn pendapat
sebagian ahli hadist.
d. Hukumnya berdasarkan hafalan. Ini merupakan pendapat sebagian ahli hadist.
Contohnya adalah hadist:

‘Tidak ada nikah (melainkan) ada wali’.

Diriwayatkan oleh Yunus bin Abi Ishak as-Sabi’i , dan anaknya adalah
(bangsa) Israel, dan Qais bin Rabi’ dari Abi Ishak dengan status musnad
muttashil. Dan riwayat Sufyan at-Tsauri dan Syu’bah bin al-Hajjaj dari Abi
Ishak secara mursal.
8. Hadist Syadz dan Mahfudz

1. DEFINISI SYADZ
a.Menurut bahasa,Merupakan isim fa’il dari kata Syadz,yang berarti
menyendiri [asing]. Jadi,syadz itu bermakna terasing dari kebanyakan oang.
b.Menurut istilah,Hadist yang diriwayatkan rawi maqbul [bisa
diterima],yang menyelisihi dengan orang yang lebih utama.

2. PENJELASAN
Yang dimaksud dengan maqbul adalah,[rawinya] adil dan sempurna
kedlobitannya,atau [rawinya] adil tetapi tingkat kedlobitanya lebih ringan,
Sedangkan yang dimaksud orang yang lebih utama adalah,lebih rajih [kuat]
dibandingkan dengan dirinya, baik karena derajat kedlobitannya lebih tinggi,
atau lebih banyak jumlahnya,atau hal-hal lain yang termasuk dalam aspek
Tarjih.
Para ulama’ telah berselisih mengenai definisinya dengan berbagai
pernyataan, akan tetapi Al-Hafidz Ibnu Hajar telah memilih definisi tersebut
seraya berkata: ‘Definisi itu menjadi sandaran bagi definisi hadist syadz yang
sesuai dengan istilah’.

3. DIMANA TERJADINYA HADIST SYADZ


Syadz bisa terjadi pada sanad maupun matan .
a. Contoh Syadz pada sanad. Hadist yang diriwayatkan Tirmidzi,Nasa’i,Ibnu
Majah melalui jalur Ibnu ‘Uyainah hingga sampai kepadanya adalah Ibnu
Juraij dan yang lainnya. Hammad bin zaid menyelisihi mereka, riwayatnya
dari Amru bin Dinar dari ‘Ausajah dan tidak menyebut Ibnu Abbas.
Karena itu Abu Hatim berkata: ‘Yang mahfudh adalah haditsnya Ibnu
‘Uyainah’. Hammad bin Zaid termasuk golongan yang adil dan dlabith, tetapi
Abu Hatim telah menguatkan riwayat dari orang yang jumahnya lebih banyak.
b. Contoh syadz pada matan: Hadist yang diriwayatkan Abu Daud dan
Tirmidzi dari hadistnya Abdul Wahid bin Ziad dari al-A’masy dari Abi
Shaleh , secara marfu’:

Apabila salah seorang dari kalian sholat fajar, hendaknya berbaring ke


sebelah kanan.

Al-baihaqi berkata, dalam hal ini Abdul Wahid menyalahi banyak


rawi. Masyarakat itu meriwayatkan tentang perbuatan Nabi saw, bukan
perkataannya. Dalam lafadz ini Abdul Wahid menyendiri dari rawi-rawi
yang menjadi sahabat al-A’masy.

4.AL-MAHFUDH
Al-Mahfudh merupakan lawan dari syadz, yaitu hadist yang diriwayatkan
oleh rawi yang lebih tsiqah, yang menyelisihi dengan riwayat tsiqah lain.
Contohnya sama dengan dua contoh yang disinggung pada jenis hadist
Syadz.
5. HUKUM HADIST SYADZ DAN HADITS MAHFUDH
Sudah diketahui bahwa hadist syadz itu mardud (tertolak), sedangkan
hadits mahfudh termasuk maqbul (diterima).

Anda mungkin juga menyukai