0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
15 tayangan3 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang depresi pada lanjut usia. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap depresi pada lanjut usia antara lain faktor biologis, psikologis, dan sosial. Secara khusus, dokumen menjelaskan tentang etiologi depresi, faktor psikososial seperti kehilangan, isolasi sosial, dan dukungan sosial, serta hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kejadian depresi pada
Dokumen tersebut membahas tentang depresi pada lanjut usia. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap depresi pada lanjut usia antara lain faktor biologis, psikologis, dan sosial. Secara khusus, dokumen menjelaskan tentang etiologi depresi, faktor psikososial seperti kehilangan, isolasi sosial, dan dukungan sosial, serta hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kejadian depresi pada
Dokumen tersebut membahas tentang depresi pada lanjut usia. Faktor-faktor yang berkontribusi terhadap depresi pada lanjut usia antara lain faktor biologis, psikologis, dan sosial. Secara khusus, dokumen menjelaskan tentang etiologi depresi, faktor psikososial seperti kehilangan, isolasi sosial, dan dukungan sosial, serta hubungan antara faktor-faktor tersebut dengan kejadian depresi pada
Depresi adalah gangguan mental dengan penampilan mood yang terdepresi, kehilangan minat atau kesenangan, penurunan energi, perasaan bersalah atau rendah diri, gangguan tidur atau nafsu makan, dan kurang konsentrasi. Pada lansia, depresi merupakan salah satu penyakit mental yang sering terjadi.Kaplan dan Sadock (1997) mengungkapkan bahwa gejala depresi ditemukan pada 25% dari semua penduduk komunitas lanjut usia dan pasien rumah perawatan (home nursing care). Kerentanan seorang lansia terhadap kejadian depresi tidak hanya dipengaruhi oleh faktor tunggal, namun multifaktorial, yaitu faktor biologis, fisis, psikologis, dan sosial. Depresi pada lansia dapat muncul dalam bentuk keluhan fisis seperti insomnia, kelemahan umum, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan, dan sakit kepala. Gejala-gejala tersebut sering mengacaukan diagnosis depresi pada lansia dikarenakan dokter menganggap gejala tersebut normal unttuk lansia. Hal ini mengakibatkan depresi pada lansia lebih sulit dideteksi. Namun diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada pasien geriatri dapat meningkatkan kualitas hidup, status fungsional dan mecegah kematian dini.Terdapat beberapa cara untuk menegakkan diagnosis depresi, menurut DSM-IV atau menurut ICD-10. Penggunaaan DSM IV tidak spesifik dan dianjurkan dengan skala Depresi Khusus Usia Lanjut (Geriatric Depression Scale) atau skala penilaian depresi Hamilton (Hamilton Rating Scale). 2. Etiologi Penyebab depresi sangat kompleks, yaitu penyebab eksternal dan penyebab internal, tetapi lebih sering merupakan hasil kombinasi dari keduanya. Berat ringannya depresi tergantung pada kepribadian mental, kematangan individu, progresifitas penyakit fisik, dan tingkat pendidikan.Hingga saat ini etiologi depresi yang pasti belum diketahui. Terdapat beberapa faktor predisposisi yang telah diketahui berkaitan dengan terjadinya depresi, yaitu antara lain faktor genetik. Faktor ini berperan secara sangat kompleks dalam perkembangan gangguan mood.Pada penelitian mengenai depresi dalam keluarga diperoleh bahwa generasi pertama berpeluang lebih sering dua sampai sepuluh kali mengalami depresi berat.Penelitian yang berhubungan dengan anak kembar mengemukakan bahwa kembar monozigot berpeluang sebesar 50%, sedangkan kembar dizigot sebesar 10-25%. Mengenai faktor neurobiologik, adanya perubahan neurotransmiter otak, yaitu antara lain: norepinefrin, serotonin, dopamin, dan juga menurut teori amina biogenik, depresi disebabkan karena defisiensi senyawa monoamin, terutama noradrenalin dan serotonin). Juga perlu dipertimbangkan peran faktor psiko-sosial (peristiwa dalam kehidupan dan stres lingkungan) dan faktor kognitif(BalloKaunang, Munayang, & Elim, 2012). 3. Faktor Psikososial Menurut Freud dalam teori psikodinamikanya, penyebab depresi adalah kehilangan objek yang dicintai (Kaplan, 2010). Ada sejumlah faktor psikososial yang diprediksi sebagai penyebab gangguan mental pada lanjut usia yang pada umumnya berhubungan dengan kehilangan. Faktor psikososial tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya otonomi, kematian teman atau sanak saudara, penurunan kesehatan,peningkatan isolasi diri, keterbatasan finansial, dan penurunan fungsi kognitif (Kaplan, 2010), sedangkan menurut Kane, faktor psikososial meliputi penurunan percaya diri, kemampuan untuk mengadakan hubungan intim, penurunan jaringan sosial, kesepian, perpisahan, kemiskinan dan penyakit fisik (Kane, 2001). Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi meliputi: peristiwa kehidupan dan stressor lingkungan, kepribadian, psikodinamika, kegagalan yang berulang, teori kognitif dan dukungan sosial (Kaplan, 2010). Peristiwa kehidupan dan stresor lingkungan. Peristiwa kehidupan yang menyebabkan stres, lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood dari episode selanjutnya. Para klinisi mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memegang peranan utama dalam depresi, klinisi lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset depresi. Stressor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan (Kaplan, 2010). Stressor psikososial yang bersifat akut, seperti kehilangan orang yang dicintai, atau stressor kronis misalnya kekurangan finansial yang berlangsung lama, kesulitan hubungan interpersonal, ancaman keamanan dapat menimbulkan depresi. Penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2011) menemukan bahwa hubungan partisipasi sosial kurang, partisipasi sosial cukup, dan gangguan fungsional sedang dengan kejadian depresi pada lanjut usia di panti wreda mendapatkan nilai p<0,05, sehingga dinyatakan semua faktor risiko yang diteliti ada hubungan dengan kejadian depresi pada lansia. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa status perkawinan orang tua, jumlah sanak saudara, status sosial keluarga,perpisahan orang tua, perceraian, fungsi perkawinan atau struktur keluarga banyak berperan dalam terjadinya gangguan. Faktor psikososial yang mempengaruhi depresi lansia, telah ditunjukkan dalam sebuah penelitian oleh Saputri dan Indrawati (2012), bahwa dukungan sosial memiliki korelasi negatif yang tinggi dan bermakna terhadap timbulnya gejala-gejala depresi lanjut usia. Depresi terjadi lebih banyak pada umur yang lebih tua dan dukungan keluarga yang rendah. Faktor-faktor psikososial usia lanjut merupakan permasalahan yang sangat rawan membebani kehidupannya yang pada gilirannya dapat mempengaruhi gangguan fisik, sosial, dan mentalnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh Manabung (2006) juga menunjukkan bahwa terjadinya stres pada psikososial adalah dapat disebabkan oleh takut akan datangnya kematian namun dukungan sosial keluarga memiliki pengaruh yang lebih tinggi. Stanley dan Beare (2007) menyebutkan bahwa terjadinya depresi pada lansia dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti gangguan fisik, isolasi sosial dan kesepian, sikap dari lanjut usia, penyangkalan, dan pengabaian terhadap proses penuaan normal. Faktor kepribadian. Beberapa ciri kepribadian tertentu yang terdapat pada individu, seperti kepribadian dependen, anankastik, histrionik, diduga mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya depresi. Sedangkan kepribadian antisosial dan paranoid (kepribadian yangmemakai proyeksi sebagai mekanisme defensif) mempunyai resiko yang rendah (Kaplan, 2010). Kepribadian dasar seseorang amat ditentukan pada masa kanak-kanak. Salah satunya adalah lingkungan sosial. Peristiwa tidak menyenangkan pada masa kecil dapat mempengaruhi perilaku dan kepribadian seseorang ketika ia dewasa (Santoso dan Ismail, 2009). Faktor psikodinamika. Berdasarkan teori psikodinamika Freud, dinyatakan bahwa kehilangan objek yang dicintai dapat menimbulkan depresi (Kaplan, 2010). Upaya untuk mengerti depresi, Sigmud Freud sebagaimana dikutip Kaplan (2010) mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Kaplan (2010) menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek, ia membedakan melankolia atau depresi dari duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian. Faktor kognitif. Adanya interpretasi yang keliru terhadap sesuatu, menyebabkan distorsi pikiran menjadi negatif tentang pengalaman hidup, penilaian diri yang negatif, pesimisme dan keputusasaan. Pandangan yang negatif tersebut menyebabkan perasaan depresi (Kaplan, 2010).