Anda di halaman 1dari 29

 MASALAH PUBLIK MENURUT PARA AHLI

Masalah-masalah publik adalah masalah yang mempunyai dampak yang luas dan
mencakup konsekuensi2 bagi orang2 yang tidak secara langsung terlibat,masalah
kebijakan pblik adlh kbutuhan atau kesempatan yg tdk terlealisir tetapi dapat dicapai
melalui tdakan.
 Jenis-jenis masalah publik:
1. Masalah pblik dikategorikan memnjadi masalah prosedural dan substansif
a. Masalah prosedural berhubungan dgan bagaimana pemerintah diorganisasikan
dan bagaimana pemerintah malakukantugas2nya.
b. Maslah substansif, berkaitandengan akibat2 nyata dari kegiatan manusia, seperti
berkaitan kebebasan berbicara atau polusi lingkungan
2. Kategori masalah publik didasarkan asal usul masalah tersebut.
a. Masalah luar negeri adalah masalah-masalah yang menyangkut hubungan
antara negara satu dengan negara lainnya, misalnya terlihat dengan perjanjian
bilateral, multilateral, perjanjian ektradisi, nuklir, dsb.
b. Masalah dalam negeri meliputi: masalah pendidikan, kemiskinan/kesejahteraan,
keamanan, kriminalitas/kejahatan, perpajakan, transportasi, dsb.
3. Kategori masalah publik didasarkan pada jumlah orang yang dipengaruhi serta
hubungannya antara satu dengan yang lain .
a. Masalah distributif mencakup sejumlah kecil orang yang dapat ditanggulangi
satu persatu. Sebagai contoh masalah permintaan masyarakat terkait proyek-
proyek pengendalian banjir, reboisasi, pengadaan air bersih, dsb.
b. Masalah regulasi mendorong timbulnya tuntutan-tuntutan yang diajukan dalam
rangka membatasi tindakan-tindakan pihak lain. Sebagai contoh untuk
mencegah akibat-akibat buruk yang disebabkan adanya aksi-aksi buruh, para
pengusaha menuntut pengaturan aksi aksi tersebut sehingga tidak merugikan
perusahaan.
c. Masalah redistributif menyangkut , menyangkut masalah-masalah yang
menghendaki perubahan sumber-sumber antara kelompok-kelompok atau kelas-
kelas dalam masyarakat.
 Sifat-sifat atau ciri-ciri kebijakan publik
a. Saling ketergantungan (interpendence)
b. Subjektivitas
c. Sifat buatan (artificiality)
d. Dinamika masalah kebijakan

1.Saling ketergantungan (interpendence)

Masalah-masalah publik dalam satu bidang tertentu sering memengaruhi masalah-masalah


publik lain. Demikian pula suatu masalah publik bukanlah suatu masalah yang berdiri sendiri,
namun saling terkait satu sama lainnya. Masalah energi (bahan bakar minyak), misalnya
memengaruhi masalah transportasi, Sembilan bahan poko (sembako), masalah pengangguran,
masalah kemiskinan, ataupun kejahatan.

2.Subjektivitas,

Masalah kebijakan adalah suatu hasil pemikiran yang dibuat pada suatu lingkungan
tertentu, masalah yang diabstraksikan dari situasi tersebut oleh analisi. Karenanya bisa jadi
suatu fenomena yang dianggap sebagai suatu masalah oleh lingkungan tertentu, oleh
lingkungan lain tidak dianggap sebagai masalah. Sebagai contoh, soal dampak antara
masyarakat desa dengan masyarakat atau keluarga-keluarga yang tinggal di perkotaan.
Masyarakat desa tidak menganggap sampah rumah tangga sebagai suatu masalah. Sebaliknya,
tiap keluarga di masyarakat perkotaan menganggap masalah samph rumah tangga sebagai
masalah serius yang harus dipecahkan.

3.Sifat buatan (artificiality)

Masalah kebijakan hanya mungkin (dianggap sebagai masalah) ketika manusia membuat
penilaian mengenai keinginannya untuk mengubah beberapa situasi. Masalah kebijakan
merupakan hasil penilaian subjektif manusia, masalah kebijakan juga bisa diterima sebagai
definisi-definisi yang sah dari kondisi sosial objektif karena itu masalah kebijakan tersebut
dipahami, dipertahankan, dan diubah secara sosial. Pendapatan per kapita yang rendah
menjadi masalah karena pemerintah berkeinginan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat.

4. Dinamika masalah kebijakan

Solusi terhadap suatu masalah selalu berubah. Ada banyak solusi yang bisa ditawarkan
untuk memecahkan suatu masalah sebagaimana terdapat banyak pula definisi terhadap
masalah-masalah tersebut. Masalah yang sama juga belum tentu dapat dipecahkan dengan
kebijakan yang sama, kalau konteks lingkungan berbeda atau berubah. Demikian pula dengan
adanya masalah yang sama, belum tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yang sama, kalau
waktunya berbeda. Cara pandang seseorang terhadap suatu masalah pada akhirnya akan
menentukan solusi yang ditawarkan untuk memecahkan masalah tersebut.

 Tipe-tipe masalah publik

Charles O. Jones nmembuat dua tipe, yakni:

pertama, masalah-masalah tersebut dikarakteristikkan oleh adanya perhatian kelompok


dan warga kota yang terorganisasi yang bertujuan untuk melakukan tindakan (action).

Kedua, masalah-masalah tersebut tidak dapat dipecahkan secara individual/pribadi


(dengan demikian menjadi masalah publik), tetapi kurang terorganisasi dan kurang mendapat
dukungan. Pembedaan seperti ini menurut Jones merupakan sesuatu yang kritis dalam
memahami kompleksitas proses yang berlangsung di mana beberapa masalah bisa sampai ke
pemerintah. Sedangkan beberapa masalah yang lain tidak. Dengan demikian jika kita merujuk
pendapat O. Jones maka suatu masalah publik mendapat dukungan yang luas di kalangan
masyarakat dan kelompok-kelompok kepentingan, maka besar kemungkingan masalah
tersebut akan masuk ke agenda pemerintah.

 Fase-fase perumusan masalah publik


a. Pencarian masalah (problem search)
b. Pendefinisian masalah (problem d efinition)
c. Spesifikasi masalah (problem specification)
d. Pengenalan masalah (problem sesing)

Agar pembuat kebijakan (policy maker) dapat merumuskan masalahnya dengan tepat dan
benar, maka Patton dan Sawicki menganjurkan adanya tujuh tahap dalam merumuskan
masalah tersebut:

1. Pikirkan kenapa suatu gejala dianggap sebagai masalah

2. Tetapkan batasan masalah yang akan dipecahkan

3. Kumpulkan fakta dan informasi yang berhubungan dengan masalah yang telah ditetapkan

4. Rumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai

5. Identifikasi variabel-variabel yang memengaruhi masalah 6. Tunjukkan biaya dan manfaat


dari masalah yang hendak diatasi 7. Rumuskan masalah kebijakannya dengan baik

 Metode perumusan masalah

1. Analisis batas, yakni usaha mengestimasi batas peta masalah atau memetakan masalah
melalui pencarian sampel bola salju (snowball sampling), pencarian masalah dari para
stakeholders. Upaya ini dilakukan karena analisis kebijakan pada permasalahan yang rumit dan
belum jelas sehingga stakeholders disini diharapkan memberikan informasi yang berhubungan
dengan permasalahan yang bersangkutan. Untuk mengetahui permasalahan korupsi misalnya,
langkah analisis pertama adalah melakukan komunikasi dengan seorang bernama X. ternyata X
memberitahukan bahwa yang bernama Y mengetahui lebih banyak tentang kasus korupsi
tersebut. Kemudian dari Y diperoleh informasi lebih lanjut, bahwa Z mengetahui lebih banyak
tentang kasus korupsi tersebut dengan benar dan tepat, sehingga akhirnya berhasil
menawarkan alternatif kebijakan yang tepat.

2. Analisis klasifikasi, yakni upaya untuk memperoleh kejelasan melalui pemilahan secara logis
dan klasifikasi konsep. Analisis klasifikasi juga bisa dimaksudkan sebagai usaha
mengklasifikasikan masalah kedalam kategori-kategori tertentu dengan tujuan untuk lebih
memudahkan anasisis. Terhadap rendahnya tingkat pendidikan misalnya: analisis kebijakan
dapat dapat mengklasifikasikan ke dalam rendahnya tingkat pendidikan di kota dan di desa.
Apabila analisis memperoleh data bahwa rendahnya tingkat pendidikan lebih banyak atau
terkonsentrasi di daerah pedesaan, maka analisis kebijakan perlu menawarkan alternatif yang
lebih memfokuskan di wilayah pedesaan.

3. Analisis hierarki, yakni upaya melalui pemilahan secara logis dan klasifikasi penyebab
masalah untuk mengidentifikasi penyebab yang mungkin masuk akal, dan dapat ditindaklanjuti.
Jadi dengan metode ini, analisis hierarki ini berusaha untuk analisis kebijakan dalam
menyususn masalah berdasarkan sebab-sebab yang mungkin lahir dari situasi masalah.

4. Sinektika ( Synecties), adalah sebuah metode yang diciptakan untuk mengenali masalah
yang bersipat analogi. Sinektika, kerap kali merujuk pada upaya investigasi terhadap kesamaan-
kesamaan suatu masalah. Cara ini sangat membantu para analis melakukan analogi yang
kreatif dalam memahami masalah-masalah kebijakan. Beberapa studi menunjukkan bahwa
orang sering gagal mengenali bahwa apa yang tampaknya sebagai masalah beru sesungguhnya
merupakan masalah lama yang tersamar. Sedangkan, masalah lama mungkin mengandung
solusi-solusi potensial bagi masalah-masalah yang kelihatannya baru. Oleh karena itu, sinektika
didaarkan pada pemahaman terhadap hubungan yang identik atau mirip di antara berbagai
masalah, yang akan mengakibatkan pengaruh terhadap kemampuan analisis dalam
memecahkan masalah.

5. Braistorming, adalah metode untuk merumuskan masalah melalui curah pendapat dari
orang-orang yang mengetahui kondisi yang ada atau metode untuk menghasilkan ide-ide,
tujuan-tujuan jangka pendek, dan strategi-strategi yang membantu mengidentifikasi dan
mengengonseptualisasikan kondisi-kondisi permasalahan.

6. Analisis Perspektif Berganda adalah metode untuk memperoleh pandangan yang lebih
banyak mengenai masalah-masalah dan peluang pemisahannya dengan secara sistematis
menerapkan perspektif personal, organisasional, dan teknikal terhadap situasi masalah.

7. Analisis Asumsi, merupakan sebuah teknik yang bertujuan menyintesiskan secara kreatif
asumsi-asumsi yang saling bertentangan mengenai masalah-masalah kebijakan. Dalam
beberapa hal, analisis asumsi merupakan analisis yang paling komprehensif dari semua metode
rumusan masalah, karena analisis asumsional mencakup prosedur yang digunakan dalam
hubungannya dengan teknik-teknik lain dan dapat difokuskan pada kelompok-kelompok,
individu, atau keduanya.

 Cari lima masalah strategis kebijakan publik


1. Masih bnyaknya warga di kec yg blmmelakukan vaksin padahall vaksin sdh tersedia
2. Masalah kenaikan buruh
3. Penerimaan bantuan tidak sesuai
4. Penurunan angka keliharan
5. Pengangguran
1. KELOMPOK 1 AGENDA SETTING

Agenda setting merupakan sebuah langkah awal dari keseluruhan tahapan kebijakan.
Sehingga agenda setting menjadi tahap yang sangat penting dalam analisis kebijakan. Agenda
setting adalah tahap penjelas tahapan kebijakan lainnya. Didalam masalah kebijakan dan agenda
setting ini nantinya akan dapat diketahuai kearah mana kebijakan yang dibuat oleh pemerintah
apakah berpihak kepada rakyat atau sebaliknya. Dalam penentuan kebijakan publik sangatlah
dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat
strategis dalam realitas kebijakan publik. Karena dalam proses inilah ruang untuk memaknai apa
yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan.
Penyusunan agenda pemerintah (agenda setting) dimulai dari kegiatan fungsional, meliputi
Persepsi, Definisi, Agregasi, Organisasi dan Representasi yang bermuara pada terusungnya suatu
masalah publik dan atau suatu isu publik menjadi suatu masalah yang oleh pemerintah (pembuat
kebijakan) dianggap penting untuk dicari jalan keluarnya melalui kebijakan public.

Menurut Anderson bahwa Agenda Pemerintah merupakan pola-pola tindakan pemerintah


yang spesifik sifatnya, yang biasanya berada pada tahap awal proses perumusan kebijakan,
menyangkut bagaimana suatu masalah publik dikembangkan, didefinisikan, dan diformulasikan
makna dan cara pemecahannya. Agenda kebijakan merupakan sebuah daftar permasalahan atau
isu yang mendapat perhatian serius karena berbagai sebab untuk ditindaklanjuti atau diproses
pihak yang berwenang menjadi kebijakan (Abidin, 2005).
Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis dalam realitas kebijakan
publik. Karena dalam proses inilah ruang untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah
publik dan prioritas dalam agenda publik dipertarungkan. Penyusunan agenda pemerintah
(agenda setting) dimulai dari kegiatan fungsional, meliputi Persepsi, Definisi, Agregasi,
Organisasi dan Representasi yang bermuara pada terusungnya suatu masalah publik dan atau
suatu isu publik menjadi suatu masalah yang oleh pemerintah (pembuat kebijakan) dianggap
penting untuk dicari jalan keluarnya melalui kebijakan public

Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2012:85), suatu isu akan mendapat perhatian bila
memenuhi beberapa kriteria, yakni:

a. Bila suatu isu telah melampaui proporsi suatu krisis dan tidak dapat terlalulama
didiamkan, misalnya kebakaran hutan.
b. Suatu isu akan mendapatkan perhatian bila isu tersebut mempunyai sifat partikularitas,
dimana isu tersebut menunjukkan dan mendramatisir isu yang lebih besar seperti
kebocoran lapisan ozon dan pemanasan global.
c. Mempunyai aspek emosional dan mendapat perhatian media massa karenafaktor human
interest.
d. Mendorong munculnya pertanyaan menyangkut kekuasaan, legitimasi, danmasyarakat.
e. Isu tersebut sedang menjadi trend atau sedang diminati oleh banyak orang.

Sedangkan Rushefky dalam Winarno (2012:85) menyatakan bahwa suatu isu akan menjadi
agenda melalui konjungsi tiga urutan.

a) Pengidentifikasian, yakni tahap pengidentifikasian masalah yangdidiskusikan


sebelumnya.
b) Menitikberatkan pada kebijakan atau pemecahan masalah. Urutan keduaini
biasanya terdiri dari para spesialis di bidang kebijakan, seperti misalnya para
birokrat, staf legislatif, akademisi, para ahli dalam kelompok-kelompok
kepentingan: dan proposal yang dibawa oleh komunitas-komunitas tersebut.
c) Urutan ketiga merupakan urutan politik. Pada urutan ini biasanya disusundari
perubahan-perubahan dalam opini publik, hasil pemilihan umum, perubahan
dalam administrasi dan pergantian partisipan atau ideologi dalam lembaga
legislatif.
Tahap-Tahap Agenda Setting

Agenda setting adalah tahap penting dalam proses pembuatan kebijakan publik. Proses
ini akan menentukan apakah masalah akan dianggap sebagai masalah oleh pemerintah atau
tidak. Proses penyusunan agenda kebijakan menurut Anderson dalam Widodo (2013:53)
secara runtut terdiri atas :
a. Private problems, Penyusunan agenda kebijakan diawali dari suatu masalah yang
muncul di masyarakat. Masalah ini dapat diungkapkan oleh seseorang sebagai masalah
pribadi.
b. Public problems,Masalah publik diartikan sebagai masalah yang mempunyai akibat
yang luas, termasuk akibat-akibat yang mengenai orang–orang yang terlibat secara
tidak langsung. Masalah publik tersebut kemungkinan akan berkembang menjadi isu
kebijakan (Policy issues).
c. Isu, Isu adalah problema publik yang saling bertentangan satu sama lain
(Controversial public problems). isu kebijakan merupakan hasil perdebatan tentang
definisi, klasifikasi, eksplanasi dan evaluasi masalah. Isu kebijakan tadikemudian
mengalir dan masuk dalam agenda pemerintah.
d. Agenda pemerintah, Agenda pemerintah merupakan sejumlah daftar masalah di mana
para pejabat publik menaruh perhatian yang serius pada waktu tertentu. Agenda
pemerintah menurut Cobb dan Elder dalam Widodo (2013:54) dibedakan menjadi 2
macam;
 Systemic agenda, agenda sistemik merupakan semua isu yang pada umumnya
dirasakan oleh para anggota masyarakat politik yang patut mendapat perhatian
publik dan isu tersebut memang berada dalam yurisdiksi kewenangan pemerintah;
 Institusional agenda, sementara agenda institusional merupakan serangkaian
masalah yang secara tegas membutuhkanpertimbangan-pertimbangan yang aktif
dan serius dari pembuat keputusan yang sah/otoritas.

2, FORMULASI KEBIJAKAN
Menurut Dunn, perumusan kebijakan (policy formulation) adalah pengembangan dan sintesis
terhadap alternatif-alternatif pemecahan masalah. Menurut Eugene, The complete formulation
is “Alternative will very probably lead to Outcome, which we judge to be the best of the
possible outcomes; therefore, we judge a alternative to be the best.” Formulasi yang lengkap
adalah menentukan alternatif yang mungkin untuk dibuat kebijakan, dimana kita menilai
(mencari) yang terbaik dari kemungkinan yang ada; oleh sebab itu, kita mencari satu alternatif
yang terbaik

Formulasi kebijakan publik ialah langkah paling awal dalam proses kebijakan publik secara
keseluruhan. Oleh karenannya apa yang terjadi pada fase ini akan sangat menentukan berhasil
tidaknya kebijakan publik yang dibuat pada masa yang akan datang.

Menurut Anderson (Dalam Winarno, 2007 : 93) formulasi kebijakan menyangkut upaya
menjawab pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi.

Formulasi kebijakan sebagai bagian dalam proses kebijakan publik merupakan tahap yang paling
krusial karena implementasi dan evaluasi kebijakan hanya dapat dilaksanakan apabila tahap
formulasi kebijakan telah selesai, disamping itu kegagalan suatu kebijakan atau program dalam
mencapai tujuan-tujuannya sebagian besar bersumber pada ketidaksempurnaan pengolaan tahap
formulasi

 Komponen Proses Formulasi Kebijakan

Menurut Wibawa (1994: 13), komponen (unsur) yang terdapat dalam proses formulasi
kebijakan, antara lain sebagai berikut.

1. Tindakan, Tindakan kebijakan adalah tindakan disengaja yang selalu dilakukan secara
terorganisasi dan berulang untuk membentuk polapola tindakan tertentu sehingga akan
menciptakan norma-norma bertindak bagi sistem kebijakan.

2. Aktor, Orang atau pelaku yang terlibat dalam proses formulasi kebijakan akan memberikan
dukungan ataupun tuntutan serta menjadi sasaran dari kebijakan yang dihasilkan oleh sistem
kebijakan
3. Orientasi Nilai, Proses formulasi kebijakan pada prinsipnya berhubungan dengan proses
mengidentifikasi dan menganalisis nilai-nilai yang beragam, kemudian menentukan nilai-nilai
yang relevan dengan kepentingan masyarakat sehingga setiap kebijakan yang dihasilkan akan
mempunyai implikasi nilai, baik secara implisit maupun eksplisit

 Proses Formulasi Kebijakan

1. Perumusan Masalah Kebijakan

pertama yang harus dilakukan oleh setiap pembuat kebijakan adalah mengidentifikasikan
masalah yang akan dipecahkan, kemudian membuat perumusan yang jelas terhadap masalah
tersebut. Kegiatan ini merupakan upaya untuk menentukan identitas masalah kebijakan dengan
terlebih dahulu mengerti dan memahami sifat dari masalah tersebut sehingga akan
mempermudah dalam menentukan sifat proses perumusan kebijakan.

2. Penyusunan Agenda Pemerintah

Karena masalah publik yang telah diidentifikasi begitu banyak, para pembuat keputusan akan
memilih dan menentukan masalah yang seharusnya memperoleh prioritas utama untuk
diperhatikan secara serius dan aktif sehingga biasanya agenda pemerintah ini mempunyai sifat
yang khas, lebih konkret dan jumlahnya terbatas.

3. Perumusan Usulan Kebijakan

Tahap ini merupakan kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu
untuk memecahkan masalah, meliputi hal-hal berikut ini..

4. Pengesahan Kebijakan

pengesahan kebijakan merupakan proses penyesuaian dan penerimaan secara bersama terhadap
prinsipprinsip yangdiakui dan diterima Landasan utama untuk melakukan pengesahan adalah
variabel sosial, seperti sistem nilai masyarakat, ideology negara, sistem politik, dan sebagainya.

Proses pengesahan suatu kebijakan diawali dengan kegiatan persuasion dan bargaining
(Andersson, 1966: 80). Persuasion diartikan sebagai usaha untuk meyakinkan orang lain tentang
suatu kebenaran atau nilai kedudukan seseorang sehingga mereka mau menerimanya sebagai
milik sendiri. Bergaining diterjemahkan sebagai suatu proses dua orang atau lebih yang
mempunyai kekuasaan atau otoritas mengatur/menyesuaikan sebagian tujuan yang tidak
disepakati agar dapat merumuskan serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama. Contoh
bargaining adalah perjanjian (negotiation), saling memberi dan menerima (take and give), dan
kompromi (compromise). Baik persuasion maupun bargaining, keduanya saling melengkapi
sehingga penerapan kedua kegiatan atau proses tersebut akan bias memperlancar proses
pengesahan kebijakan.

 Hal-Hal yang Mempengaruhi Proses Formulasi Kebijakan

Menurut Nigro and Nigro (Islamy; 1991, 25), faktor-faktor yang berpengaruh terhadap proses
formulasi kebijakan adalah :

a. Adanya pengaruh tekanan-tekanan dari luar,

b. Adanya pengaruh kebiasaan lama,

c. Adanya pengaruh sifat-sifat pribadi.

d. Adanya pengaruh dari kelompok luar

e. Adanya pengaruh keadaan masa lalu

3, PROSES FORMULASI KEBIJAKAN

 Nilai-Nilai (Ukuran) yang Mempengaruhi Tindakan dari para Pembuat Keputusan dalam
Proses Formulasi Kebijakan

Anderson (1966), Winarno (1989, 16) dan Wibawa (1994, 21) mengemukakan bahwa nilai-
nilai (ukuran) yang mempengaruhi tindakan dari para pembuat keputusan dalam proses
formulasi kebijakan dapat dibagi kedalam beberapa kategori, yakni :

a) Nilai-nilai politik, dimana keputusan dibuat atas dasar kepentingan politik dari partai
politik atau kelompok kepentingan tertentu. Dalam konteks ini, maka proses formulasi
kebijakan dipahami sebagai sebuah proses pengambilan keputusan yang sangat ditentukan
oleh faktor kekuasaan, dimana sumber-sumber kekuasaan itu berasal dari strata sosial,
birokrasi, akademis, profesionalisme, kekuatan modal dan lain sebagainya.
b) Nilai-nilai organisasi, dalam hal ini keputusan-keputusan dibuat atas dasar nilai-nilai yang
dianut organisasi, seperti balas jasa (rewards) dan sanksi (sanction) yang dapat
mempengaruhi anggota organisasi untuk menerima 5 dan melaksanakannya.

c) Nilai-nilai pribadi, Proses formulasi kebijakan dalam konteks ini lebih dipahami sebagai
suatu proses yang terfokus pada aspek emosi manusia, personalitas, motivasi dan hubungan
interpersonal.

d) Nilai-nilai kebijakan, dalam hal ini keputusan dibuat atas dasar persepsi pembuat
kebijakan tentang e) Nilai-nilai ideologi, dimana nilai ideologi seperti misalnya nasionalisme
dapat menjadi landasan pembuatan kebijakan, baik kebijakan dalam negeri maupun luar
negeri. Selain itu, ideologi juga masih merupakan sarana untuk merasionalisasikan dan
melegitimasikan tindakan-tindakan kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah.

 Model Formulasi Kebijakan


1. Model Kelembagaan (Institusional) Pada model ini secara sederhana bermakna
bahwa “tugas membuat kebijakan publik adalah tugas pemerintah”. Jadi semua yang
dibuat oleh pemerintah dengan cara apa pun merupakan kebijakan publik. Model ini
pada dasarnya lebih mengutamakan fungsi-fungsi setiap kelembagaan dari pemerintah,
di setiap sektor dan tingkat dalam memformulasikan kebijakan
2. Model Proses (Process) Pada model ini politik diasumsikan sebagai sebuah aktivitas
sehingga mempunyai proses. Oleh karena itu, kebijakan publik juga merupakan suatu
proses politik yang menyertakan rangkaian kegiatan: Identifikasi Permasalahan
Mengemukakan tuntutan agar pemerintah mengambil tindakan.
3. Model Teori Kelompok (Group) Dalam pengambilan kebijakan penganut teori ini
mengandaikan kebijakan sebagai titik keseimbangan (equilibrium). Intinya adalah
interaksi yang terjadi di dalam kelompok akan menghasilkan keseimbangan dan
keseimbangan tersebut adalah yang terbaik.
4. Model Teori Elit (Elite) Model teori ini mengasumsikan bahwa dalam setiap
masyarakat terdapat 2 kelompok, yaitu pemegang kekusaan (elit) dan yang tidak
berkuasa (massa). Di dalam formulasi kebijakan, sedemokratis apa pun selalu ada bias
karena pada akhirnya kebijakan tersebut merupakan preferensi politik dari para elit-
politik. Jadi model elit merupakan abstraksi dari proses formulasi kebijakan dimana
kebijakan publik merupakan perspeksi elitpolitik. Prinsip dasarnya kebijakan yang dibuat
bersifat konservatif karena para elit- politik ingin mempertahankan status quo.
Kelemahannya yaitu kebijakan yang dibuat elit-politik tidak selalu mementingkan
kesejahteraan rakyat.
5. Model Teori Rasionalisme (Rational) “Kebijakan publik sebagai maximum social
gain”, maksudnya pemerintah sebagai pembuat kebijakan harus memilih kebijakan yang
memberikan manfaat optimum bagi masyarakat, dalam formulasinya harus berdasar
keputusan yang sudah diperhitungkan rasionalitasnya yaitu perbandingan antara
pengorbanan dan hasil yang akan dicapai.
6. Model Inkrementalis (Incremental) Pada dasarnya merupakan kritik terhadap model
rasional, diamana para pembuat kebijakan tidak pernah melakukan proses seperti yang
diisyaratkan oleh pendekatan rasional karena mereka tidak memiliki cukup waktu,
intelektual, maupun biaya, ada kekhawatiran muncul dampak yang tidak diinginkan
akibat kebijakan yang belum pernah dibuat sebelumnya, adanya hasil-hasil dari
kebijakan sebelumnya yang harus dipertahankan dan menghindari konflik. Karena
pengambilan kebijakan dihadapkan kepada ketidakpastian yang muncul di sekelilingnya
maka pilihannya adalah melanjutkan kebijakan di masa lalu dengan melakukan
modifikasi seperlunya, pemerintah dengan kebijakan inkrementalis berusaha
mempertahankan komitmen kebijakan di masa lalu untuk mempertahankan kinerja
yang telah dicapai.
7. Model Teori Permainan (Game Theory) Model ini di-cap sebagai model konspiratif,
dimana mulai muncul sejak berbagai pendekatan yang sangat rasional tidak mampu
menyelesaikan pertanyaan yang muncul yang sulit diterangkan dengan fakta-fakta yang
tersedia. Konsep kunci teori ini adalah strategi, dimana kuncinya bukanlah yang paling
aman tetapi yang paling aman dari serangan lawan. Jadi teori ini memiliki tingkat
konservativitas yang tinggi karena pada intinya merupakan strategidefensif, tetapi bisa
juga dikembangkan menjadi strategi ofensif asal yang bersangkutan memiliki posisi
superior dan dukungan sumber daya yang memadai.
8. Model Pilihan Publik (PublicChoice) Dalam model ini kebijakan sebagai proses
formulasi keputusan kolektif dari setiap individu yang berkepentingan atas keputusan
tersebut. Intinya setiap kebijakan yang dibuat pemerintah harus merupakan pilihan dari
publik yang menjadi pengguna (beneficiaries/customer). Dalam menyusun kebijakan,
pemerintah melibatkan publik melalui kelompok-kelompok kepentingan . Meskipun
ideal dalam konteks demokrasi dan kontrak sosial, namun memiliki kelemahan pokok
dalam realitas interaksi itu sendiri karena interaksi akan terbatas padapublik yang
mempunyai akses dan di sisi lain terdapat kecenderungan dari pemerintah untuk
memuaskan pemilihnya daripada masyarakat luas
9. Model Sistem (System) Menurut David Easton pendekatan dalam model ini terdiri
dari 3 komponen: input, proses dan output. Salah satu kelemahan dari pendekatan ini
adalah terpusatnya perhatian pada tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah dan
pada akhirnya kita kehilangan perhatian pada apa yang tidak pernah dilakukan
pemerintah. Jadi formulasi kebijakan dengan model sistem mengibaratkan bahwa
kebijakan merupakan hasil (output) dari sistem politik. Seperti dalam ilmu politik, maka
sistem politik terdiri dari input, throughput dan output. Sehingga dapat dipahami,
proses formulasi kebijakan publik dalam sistem politik mengandalkan masukan (input)
yang terdiri dari tuntutan dan dukungan.
10. Model Pengamatan Terpadu (Mixed-Scaning) Model ini berupaya menggabungkan
antara model rasional dengan model inkremental. model ini sebagai suatu pendekatan
terhadap formulasi keputusan-keputusan pokok dan inkremental, menetapkan proses-
proses formulasi kebijakan pokok dan urusan tinggi yang menentukan petunjukpetunjuk
dasar, proses-proses yang mempersiapkan keputusan-keputusan pokok dan
menjalankannya setelah keputusan itu terapai. Jika diibaratkan seperti dua kamera;
kamera wide angle untuk melihat keseluruhan, kamera dengan zoom untuk melihat
detailnya.
11. Model Demokratis “Pengambilan keputusan harus sebanyak mungkin
mengelaborasi suara dari stakeholders”. Model ini implementasinya pada good
governance, Model ini sebenarnya sudah baik akan tetapi kurang efektif dalam
mengatasi masalah-masalah yang bersifat kritis, darurat dan dalam kelangkaan sumber
daya. Namun apabila model ini mampu dijalankan maka sangat efektif karena setiap
pihak mempunyai kewajiban untuk ikut serta mencapai keberhasilan kebijakan karena
masing-masing pihak bertanggung jawab atas kebijakan yang dirumuskan.
12. Model Strategis Inti dari teori ini adalah bahwa pendekatan menggunakan rumusan
runtutan perumusan strategi sebagai basis perumusan kebijakan. Fokusnya lebih kepada
pengidentifikasian dan pemecahan isu-isu, lebih menekankan kepada penilaian
terhadap lingkungan di luar dan di dalam organisasi dan berorientasi.
Tahapan perumusan kebijakan merupakan tahap kritis dari sebuah proses
kebijakan. Hal ini terkait dengan proses pemilihan alternatif kebijakan oleh pembuat
kebijakan yang biasanya mempertimbangkan pengaruh langsung yang dapat dihasilkan
dari pilihan alternatif utama tersebut. Proses ini biasanya akan mengekspresikan dan
mengalokasikan kekuatan dan tarik-menarik di antara berbagai kepentingan sosial,
politik, dan ekonomi.

4, IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat
mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979),
menjelaskan makna implementasi ini dengan mengatakan bahwa: memahami apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan
fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiata- kegiatan yang
timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha-
usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada
masyarakat atau kejadiankejadian.

 Konsep Implementasi

Jadi secara etimologis implementasi itu dapat dimaksudkan sebagai suatu aktivitas yang
bertalian dengan penyelesaian suatu pekerjaan dengan penggunaan sarana (alat) untuk

meperoleh hasil. Apabila pengertian implementasi di atas dirangkaikan dengan

kebijakan publik, maka kata implementasi kebijakan publik dapat diartikan sebagai

aktivitas penyelesaian atau pelaksanaan suatu kebijakan publik yang telah ditetapkan/

disetujui dengan penggunaan sarana (alat) untuk mencapai tujuan kebijakan.

 Teori Implementasi kebijakan

a, Teori George C.Edwards III (2004), implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variabel,
yakni: komunikasi, sumberdaya, disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat variabel tersebut juga
saling berhubungan satu sama lain.

1. Komunikasi, Keberhasialan implementasi kebijakan mensyaratkan agar implementor


mengetahui apa yang harus dilakukan. Apa yang menjadi tujuan dan sasaran

2. Sumber daya, apabila implementor kekurangan sumberdaya untuk melaksanakan,


implementasi tidak akan berjalan efektif. Sumberdaya tersebut sdm, sumberdaya adalah faktor
penting untuk implementasi kebijakan agar efiktif. Tanpa sumber daya, kebijakan hanya tinggal
di kertas menjadi dokumen saja.

3. Disposisi, Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki implementor. apabila

implementor memiliki disposisi yang baik, maka dia akan menjalankan kebijakan

dengan baik seperti apa yang diinginkan oleh pembuat kebijakan

4. Struktur birokrasi, Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan


memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek
struktur yang penting dari setiap organisasi adalah adanya prosedur operasi yang SOP.

b, variabel isi kebijakan menurut Grindlemencakup beberapa indicator yaitu:

1. Kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.

2. Jenis manfaat yang diterima oleh target group

3. Derajat perubahan yang diharapkan dari sebuah kebijakan.


4. Letak pengambilan keputusan.

5. Pelaksana program telah disebutkan dengan rinci, dan

6. Dukung oleh sumber daya yang dilibatkan..

Sedangkn variable lingkungan kebijkn mnckup 3 indikator :

1. Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh paraaktor yang
terlibat dalam implementasi kebijakan.
2. Karakteristik lembaga dan rejim yang sedang berkuasa
3. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.

Teori Donald S. Van Meter dan Carl E. Van Horn

Menurut meter dan horn, ada enam variable yang memengaruhi kinerja implementasi, yakni:

1. Standar dan sasaran kebijakan. Standar dan sasaran kebijakan harus jelas dan terukur sehingga
dapat direalisir.

2. Sumber daya. Yg baik

3. Hubungan antar Organisasi. Dalam banyak program, implementasi sebuah program perlu
dukungan dan koordinasi dengan intansi lain.

4. Karakteristik agen pelaksana. Yang dimaksud karakteristik agen pelaksana adalah mencakup
struktur birokrasi, norma-norma, dan pola- pola hubungan yang terjadi dalam birokrasi, yang
semuanya itu akan memengaruhi implementasi suatu program.

5. Kondisi sosial, politik, dan ekonomi. Variable ini mencakup sumberdaya ekonomi lingkungan
yang dapat mendukung keberhasilan implementasi kebijakan.

 Syarat-syarat Implementasi kebijakan secara sempurna

Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna


menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun yaitu:

1. Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksanatidak akan mengalami
gangguan atau kendala yang serius. Hambatan – hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik,
politis.
2. Pelaksanaan program tersedia waktu dan sumber-sumber yang cukup memadai.

3. Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar tersedia.

4. Kebijaksanaan yg akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yg


handal.

5. Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnnya.

6. Hubungan saling ketergantungan kecil.

7. Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan.

8. Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat.

9. Komunikasi dan koordinasi yang sempurna.

10. Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan

mendapatkan kepatuhan yang sempurna.

Faktor yang mempengaruhi keberhasilan Implementasi Kebijakan

Meter dan Horn dalam Sujianto (2008 : 35) mengatakan, bahwa yang menentukan

keberhasilan implementasi kebijakan antara lain :

a. Standar dan Tujuan Kebijakan

b. Sumberdaya Kebijakan

c. Aktifitas Pengamatan dan Komunikasi Interorganisasional

d. Karakteristik Pelaksana

e. Kondisi Ekonomi, Sosial dan

f. Disposisi atau Sikap Pelaksana

Faktor yang menjadi penghambat Implementasi Kebijakan

Gow dan Morss menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang menjadi hambatan dalam

implementasi kebijakan yaitu:


1. Hambatan politik.

2. Kelemahan institusi

3. Ketidakmampuan sumber daya manusia.

4. Perbedaan agenda tujuan aktor.

Konsep dan Teori Implementasi

Hakikat utama implementasi kebijakan menurut Mazmanian dan Sabatier adalah memahami hal-
hal yang seharusnya terjadi setelah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan.
Pemahaman tersebut mencakup usaha-uasah untuk mengadministrasikannya dan menimbulkan
dampak nyata pada masyarakat. Berdasarkan beberapa ahli tentang pengertian implementasi
dapat disimpulkan bahwa implementasi merupakan suatu kegiatan atau usaha yang dilakaukan
oleh pelaksana kebijakan dengan harapan akan memperoleh suatu hasil yang sesuai dengan
tujuan atau sasaran dari suatu kebijakan.

Pendekatan Implementasi, Untuk kepentingan implementasi kebijakan dibutuhkan pendekatan


dan ilmu yang komprehensif sejalan dengan yang dikemukakan Nicholas Henry sebagai berikut:

1. Pendekatan politik
2. Pendekatan Struktural
3. Pendekatan Prosedural dan Managerial
4. Pendekatan perilaku

Pendekatan politik

Istilah pada ini mengacu pada pola-pola kekuasaan dan pengaruh yang terjadi dalam organisasi
birokrasi. Asumsi dasarnya tidak terlepas dari proses kekuasaan yang terjadi dalam keseluruhan
proses kebijakan publik. Misalnya adanya beberapa kelompok kepentingan penentang kebijakan
yang berusaha mengganjal bahkan memboikot usaha dari berbagai pendukung kebijakan yang
ada dan serta merta dapat menjadi faktor penghambat dalam proses kebijakan publik. Dengan
demikian sukses dan gagalnya suatu kebijakan dipengaruhi oleh kesediaan dan kemampuan
berbagai kelompok kepentingan dominan yang mungkin berbagai koalisi kepentingan yang
memaksakan kehendak.
EVALUASI KEBIJAKAN

Menurut William N Dunn dalam Public Policy Analisis menjelaskan bahwa evaluasi
merupakan salah satu dari proses ataupun siklus kebijakan publik setelah perumusan masalah
kebijakan, implementasi kebijakan dan monitoring ataupun pengawasan terhadap implementasi
kebijakan. Pada prinsipnya, evaluasi kebijakan bertujuan untuk melihat apakah tujuan kebijakan
telah tercapai ataupun tidak. Evaluasi juga berfungsi sebagai klarifikasi dan kritik terhadap nilai-
nilai yang mendasari kebijakan, membantu dalam penyesuaian dan perumusan masalah pada
proses kebijakan selanjutnya.

Evaluasi adalah salah satu prosedur dalam analisis kebijakan publik. Metodelogi analisis
kebijakan publik pada hakikatnya menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai
dalam pemecahan masalah manusia yaitu definisi (perumusan masalah), prediksi (Peramalan),
preskripsi (Rekomendasi) dan evaluasi yang mempunyai nama sama dengan yang dipakai dalam
bahasa sehari-hari yang berfungsi menyediakan informasi mengenai nilai atau kegunaan dari
konsekuensi pemecahan masalah. Dalam beberapa tahun belakangan ini, terlihat persoalan-
persoalan yang dihadapi oleh pemerintah begitu kompleks akibat dari krisis multidimensional,
maka keadaan ini sudah tentu membutuhkan perhatian yang besar dan penanganan pemerintah
yang cepat dan akurat agar persoalan yang dihadapi baik dalam ruang lingkup masyarakat
maupun pemerintahan dapat teratasi dengan maksimal.

Pada dasarnya pemerintah menghadapi dilema yang cukup besar dalam memilih kebijakan
yang tepat. Kebijakan yang diambil terkadang membantu Pemerintah dan rakyat keluar dari
krisis namun dapat juga sebaliknya. Sehingga dalam pengambilan kebijakan yang baru sangat
diperlukan hasil evalusi dari kebijakan sebelumnya serta analisis yang tepat sehingga kebijakan
yang dihasilkan tepat sasaran.

Di Indonesia, pemerintah telah mengadopsi berbagai macam kebijakan dalam memecahkan


masalah public seperti kebijakan distributif, redistributif, dan regulatif, namun belum dapat
memecahkan masalah dengan baik, terutama pada masalah-masalah publik dalam aspek-aspek
ekonomi, sosial dan politik serta aspek lainnya yang terus meningkat baik kuantitas maupun
kompleksitasnya.

Pengertian Evaluasi Kebijakan Publik


Evaluasi kebijakan publik adalah sebuah penilaian terhadap kebijakan-kebijakan politik
dalam bidang sosial yang menyangkut kehidupan publik. Evaluasi merupakan salah satu
tingkatan di dalam proses kebijakan publik, evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah
suatu kebijakan atau program itu berjalan dengan baik atau tidak. Evaluasi mempunyai definisi
yang beragam, William N. Dunn, memberikan arti pada istilah evaluasi bahwa: “Secara umum
istilah evaluasi dapat disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (rating) dan
penilaian (assessment), kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan
dalam arti satuan nilainya. Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi
informasi mengenai nilai atau manfaat hasil kebijakan” (Dunn, 2003).

Pengertian evaluasi kebijakan publik di atas menjelaskan bahwa evaluasi kebijakan


merupakan hasil kebijakan dimana pada kenyataannya mempunyai nilai dari hasil tujuan atau
sasaran kebijakan. Bagian akhir dari suatu proses kebijakan adalah evaluasi kebijakan. Menurut
Lester dan Stewart yang dikutip oleh Leo Agustino dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar
Kebijakan Publik bahwa evaluasi ditujukan untuk melihat sebagian-sebagian kegagalan suatu
kebijakan dan untuk mengetahui apakah kebijakan telah dirumuskan dan dilaksanakan dapat
menghasilkan dampak yang diinginkan (Dalam Leo, 2006:186). Jadi, evaluasi dilakukan karena
tidak semua program kebijakan publik dapat meraih hasil yang diinginkan.

Adapun menurut Taliziduhu Ndraha dalam buku Konsep Administrasi dan Administrasi
di Indonesia berpendapat bahwa evaluasi merupakan proses perbandingan antara standar dengan
fakta dan analisa hasilnya (Ndraha, 1989). Kesimpulannya adalah perbandingan antara tujuan
yang hendak dicapai dalam penyelesaian masalah dengan kejadian yang sebenarnya, sehingga
dapat disimpulkan dengan analisa akhir apakah suatu kebijakan harus direvisi atau dilanjutkan.
Sudarwan Danim mengemukakan definisi penilaian (evaluating) adalah: “Proses pengukuran
dan perbandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang
seharusnya. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan dalam definisi tersebut, yaitu:

1. Bahwa penilaian merupakan fungsi organik karena pelaksanaan fungsi tersebut turut
menentukan mati hidupnya suatu organisasi.
2. Bahwa penilaiaan itu adalah suatu proses yang berarti bahwa penilaian adalah kegiatan
yang terus menerus dilakukan oleh administrasi dan manajemen.
3. Bahwa penilaian menunjukkan jurang pemisah antara hasil pelaksanaan yang
sesungguhnya dengan hasil yang seharusnya dicapai” (Danim, 2000).

Pendapat di atas dapat diperoleh gambaran bahwa evaluasi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan untuk mengukur serta membandingkan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan yang telah
dicapai dengan hasil yang seharusnya menurut rencana. Sehingga diperoleh informasi mengenai
nilai atau manfaat hasil kebijakan, serta dapat dilakukan perbaikan bila terjadi penyimpangan di
dalamnya. Menurut Muchsin, evaluasi kebijakan pemerintah adalah sebagai hakim yang
menentukan kebijakan yang ada telah sukses atau gagal mencapai tujuan dan dampak-
dampaknya (Muchsin dan Fadillah, 2002:110). Evaluasi kebijakan pemerintah dapat dikatakan
sebagai dasar apakah kebijakan yang ada layak untuk dilanjutkan, direvisi atau bahkan
dihentikan sama sekali.

Evaluasi kebijakan adalah upaya untuk menghasilkan informasi tentang nilai-nilai yang telah
tecapai dari kinerja kebijakan tetentu. 3 (tiga) kunci dalam evaluasi adalah :

1. Informasi
2. Nilai-nilai
3. Kinerja

Fungsi Evaluasi dalam buku William N.Dunn antara lain:

1) Evaluasi memberi informasi yang valid dan dapat dieprcaya mengenai kinerja kebijakan,
yaitu seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan
publik.
2) Evaluasi memberi sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang
mendasari pemilihan tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendeinisikan dan
mengoperasikan tujuan dan target. Nilai juga dikritik dengan menanyakan secara
sistematis kepantasan tujuan dan target dalam hubungan masalah yang dituju.
3) Evaluasi memberi sumbangan pada aplikasi metode-metode analisis kebijakan lainnya,
termasuk perumusan masalah dan rekomendasi. Informasi tentang tidak memadainya
kinerja kebijakan dapat memberi sumbangan pada perumusan ulang masalah kebijakan,
sebagai contoh dengan menunjukkan bahwa tujuan dan target perlu didefinisikan ulang.
Evaluasi yang dilakukan juga ikut menilai keterkaitan antara teori dengan prakteknya dalam
bentuk dampak kebijakan, apakah dampak tersebut sesuai dengan yang diperkirakan atau tidak.
Dari hasil evaluasi tersebut maka dapat dinilai apakah sebuah kebijakan memberikan manfaat
atau tidak bagi masyarakat. Fungsi evaluasi sangat dibutuhkan dalam proses kebijakan dan
implementasinya sebagai bentuk pertanggung-jawaban publik, terlebih di masa masyarakat yang
makin kritis menilai kinerja pemerintah.

Evaluasi kebijakan publik merupakan proses yang dilakukan terhadap semua aktivitas yang
bersifat integral dari keseluruhan proses kebijakan publik. Evaluasi kebijakan publik akan
melihat dan menilai kebijakan publik yang dilaksanakan apakah sudah seperti yang diharapkan
atau belum. Evaluasi kebijakan publik akan dapat menambah nilai dari proses kebijakan itu
sendiri.

Evaluasi kebijakan dapat dikelomppokkan menjadi tiga menurut Bingham dan Felbinger,
Howlet dan Ramesh (1995) dalam Nugroho (2011, 676-677), yaitu:

1. Evaluasi administrative. Berkenaan dengan evaluasi administratif-anggaran, efisiensi, biaya-


dari proses kebijakan di dalam pemerintah yang berkenaan dengan:

a. Effort evaluation, menilai input program yang dikembangkan oleh kebijakan


b. Performance evaluation, menilai output program yang dikembangkan oleh kebijakan
c. Adequacy of performance evaluation atau effectiveness evaluation, menilai sebuah
program apakah telah dijalankan sebagaimana yang sudah ditetapkan
d. Efficiency evaluation, menilai biaya program dan keefektifan biaya tersebut
e. Process evaluations, menilai metode yang dipergunakan untuk menjalankan program

2. Evaluasi judicial, yaitu evaluasi yang berkenaan dengan isu keabsahan hukum tempat
kebijakan diimplementasikan, termasuk kemungkinan pelanggaran terhadap konstitusi, sistem
hukum, etika, aturan administrasi negara, hingga hak asasi manusia.

3. Evaluasi politik, yaitu menilai bagaimana penerimaan konstituen politik terhadap kebijakan
publik yang diimplementasikan.

2.2 Peran Evaluasi Kebijakan dalam Sebuah kebijakan


Istilah evaluasi memiliki arti yang berhubungan, masing-masing menunjuk pada aplikasi
beberapa skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Secara umum, istilah evaluasi dapat
disamakan dengan penaksiran (appraisal), pemberian angka (ratting), dan penilaian (assesment),
kata-kata yang menyatakan usaha untuk menganalisis hasil kebijakan dalam arti satuan nilainya.
Dalam arti yang lebih spesifik, evaluasi berkenaan dengan produksi informasi mengenai nilai
atau manfaat hasil kebijakan. Ketika hasil kebijakan pada kenyataannya mempunyai nilai, hal ini
karena hasil tersebut memberi sumbangan pada tujuan dan sasaran. Dalam hal ini, dapat
dikatakan bahwa kebijakan atau program telah mencapai tingkat kinerja yang bermakna yang
berarti bahwa masalah-masalah kebijakan dapat diatasi.

Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan
yang mencukup substansi, implementasi dan dampak (Anderson: 1975). Evaluasi kebijakan
dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan
pada tahap akhir saja melainkan pada seluruh proses kebijakan. Menurut William N Dunn, istilah
evaluasi memiliki arti yang berhubungan. Masing-masing menunjuk pada aplikasi beberapa
skala nilai terhadap hasil kebijakan dan program. Evaluasi mencakup: kesimpulan, klarifikasi,
kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali.

Menurut Lester dan Steward, evaluasi kebijakan dapat dibedakan ke dalam dua tugas
yang berbeda yaitu:

1) Untuk menetukan konsekuensi-konsekuensi apa yang ditimbulkan oleh suatu kebijakan


dengan cara menggambarkan dampaknya.
2) Untuk menilai keberhasilan atau kegagalan dari suatu kebijakan berdasarkan standar atau
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

Fungsi Evaluasi Kebijakan Publik :

1) Eksplanasi. Melalui evaluasi dapat dipotret realitas pelaksanaan program dan dapat
dibuat suatu generalisasi tentang pola-pola hubungan antar berbagai dimensi realitas yang
diamatinya. Dari evaluasi ini, evaluator dpat mengidentifikasi masalah, kondisi dan
faktor yang mendukung keberhasilan atau kegagalan kebijakan.
2) Kepatuhan. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah tindakan yang dilakukan oleh para
pelaku, baik birokrasi maupun pelaku lainnya sesuai dengan standar dan prosedur yang
ditetapkan oleh kebijakan.
3) Audit. Melalui evaluasi dapat diketahui apakah output benar-benar sampai ke tangan
kelompok sasaran kebijakan atau justru ada penyimpangan.
4) Akunting. Dengan evaluasi dapat diketahui apa akibat sosial ekonomi dari kebijakan
tersebut.

2.3 Ruang Lingkup Evaluasi Kebijakan

Sebuah kebijakan publik tidak bisa dilepas begitu saja. Kebijakan harus diawasi, dan
salah satu mekanisme pengawasan tersebut sebagai “evaluasi kebijaka”. Evaluasi biasanya
ditujukan untuk menilai sejauh mana keefektifan kebijakan publik guna dipertanggungjawabkan
kepada konstituenna sejauhmana tujuan dicapai. Evaluasi diperlukan untuk melihat kesenjangan
antara harapan dengan kenyataan. Tujuan pokok dari evaluasi bukanlah untuk menyalah-
nyalahkan melainkan untuk melihat seberapa besar kesenjangan antara pencapaian dan harapan
dari suatu kebijakan publik. Tugas selanjutnya adalah bagaimana mengurangi atau menutup
kesenjangan tersebut. Jadi evaluasi kebijakan bertujuan mencari kekurangan dan menutup
kekurangan. Ada tiga lingkup evaluasi kebijakan publik :

1. Evaluasi Perumusan Kebijakan Publik, Secara umum, evaluasi formulasi kebijakan publik
berkenaan dengan apakah formulasi kebijakan publik telah dilaksanakan :

a) Menggunakan pendekatan yang sesuai dengan masalah yang hendak diselesaikan, karena
setiap masalah publik memerlukan model formulasi kebijakan publik yang berlainan.
b) Mengarah kepada permasalah inti, karena setiap pemecahan masalah harus benar-benar
mengarah kepada inti permasalahannya.
c) Mengikuti prosedur yang diterima secara bersama, baik dalam rangka keabsahan maupun
juga dalam rangka kesamaan dan keterpaduan langkah perumusan.
d) Mendayagunakan sumber daya yang ada secara optimal, baik sumberdaya waktu, dana,
manusia, dan ondisi lingkungan strategis

2. Evaluasi Implementasi kebijakan Publik

Mengikuti prof. Sofyan Effendi, tujuan dari evaluasi implementasi kebijakan publik
adalah untuk mengetahui variasi dalam indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk
menjawab tiga pertanyaan pokok, yaitu :
a) Magaimana kinerja implementasi kebijakan publik? Jawabannya berkenaan dengan
kinerja implementasi kebijakan publik (variasi dari outcome) terhadap variabel inependen
tertentu.
b) Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan variasi itu? Jawabannya berkenaan dengan
faktor kebijakan itu sendiri, organisasi implementasi kebijakan, dan lingkungan
implementasi keijakan yang mempengaruhi variabel outcome dari implementasi
kebijakan.
c) Output / keluarannya seperti apa? Jawabannya sangat tergantung.

3. Evaluasi Lingkungan Kbijakan

Evaluasi lingkungan kebijakan merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan
arah kebijakan. Lingkungan kebijakan dapat berpengaruh dan memberi nilai posoitif maupun
negatif dalam proses evaluasi yang dilakukan. Adapun lingkungan kebijakan tersebut adalah:

a) Intervensi Politik
b) Partisipasi Masyarakat
c) Peran Swasta

Dalam hal ini, ketiga lingkungan kebijakan seperti yang disebut diatas, sangat mempengaruhi
hasil kebijakan, baik dalam memberi kontribusinya sekaligus memberikan solusi atas
permasalahan yang terjadi dalam suatu kebijakan.

2.4 Perubahan Kebijakan


Perubahan kebijakan menunjuk pada pergantian satu atau lebih kebijakan dengan satu
atau lebih dengan kebijakan lain. Perubahan dari kebijakan yang telah dievaluasi, Pembuatan
status baru dalam area kebijakan tertentu Perubahan drastis dari kebijakan publik sebagai
konsekuensi dari munculnya pilihan-pilihan baru, dan perubahan kebijakan.Perubahan kebijakan
hanya berbentuk linear Penggabungan beberapa kebijakanyang dianggap cocok Pemisahan satu
program menjadi dua atau beberapa kebijakan, Perubahan kebijakan secara nonlinear Pemerintah
memperluas aktivitasnya dalam kebijakan tertentu, sehingga tumpang tindih dengan program
yang sedang berjalan.

Kebijakan itu sendiri yang menciptakan kondisi yang mensyaratkan perubahan karena
ketidakmampuannya menciptakan efek samping sesuai yang diharapkan. Tingkat relativitas
keberlanjutan pertumbuhan ekonomi dan implikasi finansialnya menyebabkan suatu kebijakan
yang ada kemudian dianggap tidak diperlukan lagi, hanya bersifat pemborosan, dan tidak tepat.

Konflik merupakan suatu pertentangan atau ketidakcocokan yang biasanya muncul pada
tahap implementasi kebijakan. Konflik juga didefinisikan sebagai perbenturan dua atau lebih
kekuatan yang timbul karena perbedaan sejumlah kepentingan. Salah satu hakikat dari kebijakan
publik adalah konflik, khususnya dalam rangka memperebutkan sumber daya, baik sumberdaya
ekonomi, politik, sosial, budaya dan lainnya. Kebijakan publik pun muncul ditengah konflik, dan
sebagian besar dibuat untuk mengatasi konflik yang telah, sedang, dan yang akan terjadi
(Nugroho, 2007). Selain karena adanya kesenjangan, konflik dalam kebijakan publik juga dapat
mendorong terjadinya perubahan kebijakan.

Makna Perubahan kebijakan (Pearson, 2001), akhir dari ketidakpastian dari suatu hal,dan
lompatan maju terhadap hal yang tidak diketahui. Dan di sisi lain perubahan dapat mengancam
kestabilan dari sistem organisasional dan kekuasaan yang sedang eksis atau juga kepentingan
pihak lain. Melalui perubahan ada sesuatu yang akan direalisasikan di masa datang, atau sesuatu
yang harus ditinggalkan. Perubahan dapat dilihat sebagai upaya bagaimana permasalahan itu
dirubah dan di identifikasi dengan perubahan cara dengan fokus terhadap upaya-upaya
penggunaan alat-alat untuk berubah, selain itu perubahan juga dilihat sebagai perubahan
”masalah apa” yang lebih fokus kepada substansi dari perubahantersebut.

Beberapa permasalahan dalam masyarakat tidak dapat dipecahkan atau tidak memiliki
solusi karena masalah pendefinisiannya. Oleh sebab itu perlu mendefinisikan dengan jelas
masalah apa yang akan dikerjakan terlebih dahulu atau dengankata lain masalah yang mendapat
prioritas. Ekspektasi publik dapat mendorong terjadinya pengurangan kapabilitas pemerintah.
Adanya kemajuan dalam pelaksanaan kebijakan menyebabkan publik memiliki ekspektasi yang
lebih tinggi supaya kebijakan dapatmenyelesaikan lebih baik atau lebih lengkap lagi.

Publik sering menggunakan cara-cara sendiri untukmenerima kebijakan, ketika kebijakan


dinilai kurang bermanfaat bagi mereka, permasalahan dalam masyarakat memiliki penyebab
yang beragam, dan kebijakan tertentu tidak mampumemecahkan permasalahan tersebut. Solusi
untuk beberapa permasalahan mungkin membutuhkan biaya yang lebih mahal daripadaproblem
itu sendiri.Sistem politik tidak dibangun untuk pengambilan keputusan yang sama sekali
rasional, sehingga dalam setiap kebijakan selalu ada terdapat kepentinga dari elit-elit politik
Model-model perubahan kebijakan di AS:

 pertama the Cylical Thesis. Model ini menjelaskan bahwa perubahan kebijakan
disebabkan adanya pergeseran secara terus-menerus dalam keterlibatan nasional antara
kepentingan public dan kepentingan swasta.
 Kedua, the Evolutionary or Policy-Learning Thesis, memandang perubahan kebijakan
sebagai suatu fungsi dari tiga faktor berikut:
a. Interaksi dari advocacy coalitions.
b. Perubahan-perubahan eksternal terhadap subsistem
c. Akibat-akibat dari parameter sistem yang stabil.
Yang bersaing dalam suatu subsistem/ komunitas kebijakan, perubahan-perubahan
eksternal terhadap subsistem, akibat-akibat dari parameter system yang stabil.
 Ketiga, the Backlash or Zigzag Thesis, berpandangan bahwa terdapat pola yang tidak
menentu dalam sejarah kebijakan public AS. . Konsep Class strugless atau koalisi
masyarakat yang bersaing merupakan suatu cara yang berguna untuk menjelaskan
pergeseran-pergeseran

2.5 Proses Perubahan Kebijakan


Kebijakan publik merupakan sesuatu yang kompleks dan rumit, tumpang tindih dan
kadang-kadang saling bersaing untuk memenuhi kepentingan-kepentingan tertentu (Parsons,
2001). Proses pengembangan kebijakan berkaitan dengan sistem dan dimensi yang lebih luas di
luar lingkungan kebijakan itu sendiri.Untuk itu terlebih dahulu perlu dipahami pengertian dari
sistem itu sendiri.

Proses Perubahan kebijakan juga bisa muncul dari kebijakan sebelumnya yang mungkin
telah mengubah kondisi, sehingga membuat kebijakan tersebut tidak memadai lagi atau menjadi
lebih buruk. Penyebab Perubahan Kebijakan itu terjadi karena bebrapa hal diantara nya :

1. Adanya evaluasi kebijakan


2. Konsekuensi dari perubahan dalam lingkungan kebijakan, misalnya reformasi politik juga
berdampak kepada dilaksanakannya reformasi bidang pendidikan misalnya.
3. Konsekuensi dari perubahan dalam lingkungan politik dan pembelajaran birokratis,
seperti pergantian pimpinan.
4. Konsekuensi dari perkembangan ide dan struktur organisasi

Bentuk-bentuk Perubahan Kebijakan antara lain:

a. Inovasi Kebijakan
b. Suksesi Kebijakan
c. Pemeliharaan Kebijakan
d. Terminasi Kebijakan

Pengelolaan Resistensi Perubahan

a. Menyediakan mekanisme dan informasiyang cukup bagi individu, serta kesempatan


untuk berdiskusi secara terbuka mengenai perhatian dan permasalahannya.
b. Mengkomunikasikan dengan jelaspermasalahan dengan manajemen danstaf, seperti
masalah keuntungan yangdiperoleh setiap individu dari perubahanyang terjadi
Pengelolaan ResistensiPerubahan.
c. Menyediakan dukungan yang memadaibagi semua pihak sebelum, selama dansetelah
implementasi kebijakan, misalnyadukungan pendanaan sehingga kebijakantersebut dapat
berjalan dengan sukses.
d. Melibatkan orang-orang yang memilikiresistensi sekaligus mampu memberikanjaminan
bahwa mereka paham danpeduli terhadap perubahan, sepertimelibatkan tokoh-tokoh
masyarakat dantokoh agama setempat

Perubahan kebijakan mengambil tiga bentuk, yaitu incremental, pembuatan undang-undang


baru untuk kebijakan khusus, penggantian kebijakan yang besar sebagai akibat pemilu kembali.
Bentuk-bentuk perubahan kebijakan yang terjadi antara lain: pertama linear, mencakup
penggantian secara langsung suatu kebijakan oleh kebijakan lain; kedua konsolidasi,
penggabungan kebijakan-kebijakan sebelumnya ke dalam suatu kebijakan baru; ketiga splitting,
beberapa badan/agensi dipecah-pecah ke dalamm beberapa komponen; keempat nonlinear,
kebijakan mencakup unsur-unsur dari jenis perubahan lain dan kompleks.

Anda mungkin juga menyukai