Anda di halaman 1dari 26

PERUMUSAN MASALAH KEBIJAKAN

1. Pengantar dan Batasan Masalah

a. Pengantar

Perumusan masalah merupakan aspek paling krusial tetapi paling tidak


dipahami dari analisi kebijakan. Proses perumusan masalah-masalah kebijakan
kelihatannya tidak mengikuti aturan yang jelas sementara masalah itu sendiri
seringkali sangat kompleks sehingga tampak sulit dibuat sistematis. Para analis
kebijakan lebih sering gagal karena mereka memecahkan masalah yang salah
dibanding karena mereka menemukan solusi yang salah terhadap masalah yang
benar.

Karakteristik utama masalah-masalah kebijakan adalah saling tergantung,


subjektif, artifisial, dan dinamis. Masalah-masalah kebijakan jarang dipecah ke
dalam bagian-bagian yang independen, berbeda, dan saling eksklusif; masalh-
masalah sesungguhnya merupakan sistem masalah dengan sifat-sifat yang teologis
(purposif) sedemikian rupa sehingga dari keseluruhan tidak sama dengan jumlah
kuantitatif bagian-bagiannya. Isu-isu kebijakan yang nampak sederhana seringkali
sama kompleksnya seperti sistem masalah dari mana mereka berasal. Isu-isu
kebijakan merupakan hasil dari perselisihan sebelumnya tentang hakikat masalah-
masalah kebijakan, yang didasarkan pada interpretasi yang selektif terhadap kondisi
masalah.

Kompleksitas dari struktur masalah bervariasi sesuai dengan karakteristik


dan hubungan di antara lima elemen: pembuat kebijakan, alternatif, utilitas (nilai),
hasil, probabilitas hasil. Banyak dari masalah kebijakan yang sangat penting adalah
yang rumit karena masalah-masalah tersebut merupakan suatu sistem masalah yang
benar-benar kompleks yang mengandung konflik yang tinggi di antara para pelaku
kebijakann yang saling bersaing.
Masalah yang rumit mengharuskan analisis mengambil bagian aktif dalam
mendefinisikan sifat masalah itu sendiri, analisis kebijakan diarahkan secara
seimbang kepada perumusan masalah dan pemecahan masalah. Perumusan masalah
adalah suatu proses dengan empat tahap yang saling tergantung: penghayatan
masalah, pencarian masalah, pendefinisian masalah, dan spesifikasi masalah. Tiap
tahap-tahap itu menghasilkan informasi mengenai situasi masalah, meta masalah,
masalah substantif, dan masalah formal.
Pengertian perumusan kebijakan publik dalam penelitian ini mengutip
pendapat Anderson bahwa perumusan kebijakan menyangkut upaya menjawab
pertanyaan bagaimana berbagai alternatif disepakati untuk masalah-masalah yang
dikembangkan dan siapa yang berpartisipasi. Perumusan kebijakan merupakan
proses yang secara spesifik ditujukan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
khusus. Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang belum
terpenuhi, yang dapat diidentifikasi untuk kemudian diperbaiki atau dicapai dengan
tindakan public.

b. Batasan Masalah

Masalah adalah kesenjangan antara teori dengan fakta empiris, antara


kebijakan yang diterapkan dengan kenyataan implementasi kebijakan.

Masalah kebijakan: unrealized needs, values, opportunities, however we


identified, the solution require public actions (tidak terwujudnya kebutuhan, nilai,
dan peluang yang meskipunsudah bisa diidentifikasikan tetapi pemecahannya
mengharuskan adanya tindakan-tindakan publik/negara/pemerintah.

Corak atau jenis masalah yang dihadapi oleh suatu organisasi biasanya
dapat dikelompokkan kedalam dua golongan, yaitu masalah yang sederhana (simple
problem) dan masalah yang rumit (complex problem). Corak atau jenis masalah
yang berbeda akan menyebabkan cara pengambilan keputusan yang berbeda pula.
Pengertian masalah sederhana adalah masalah yang mempunyai ciri-ciri
antara lain berskala kecil, berdiri sendiri dalam arti kurang memiliki sangkut paut
dengan masalah yang lain, tidak mengandung konsekuensi yang besar, serta
pemecahannya tidak memerlukan pemikiran yang luas dan mendalam.
Terhadap masalah yang sederhana seperti ini, maka pengambilan keputusan
dalam rangka pemecahan masalah dilakukan secara individual oleh setiap
pimpinan. Teknik yang biasa digunakan untuk memecahkan masalah sederhana ini
pada umumnya dilakukan atas dasar intuisi, pengalaman, kebiasaan dan wewenang
yang melekat pada jabatannya.
Sementara itu, masalah rumit adalah masalah yang mempunyai ciri-ciri
antara lain berskala besar, tidak berdiri sendiri melainkan memiliki kaitan erat
dengan masalah-masalah lain, mengandung konsekuensi yang besar, serta
pemecahannya memerlukan pemikiran yang tajam dan analitis. Oleh karenanya,
pengambilan keputusan atas masalah kompleks ini dilakukan secara kelompok yang
melibatkan pimpinan dan segenap staf pembantunya. Masalah rumit dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu masalah yang terstruktur (structured
problems), dan masalah yang tidak terstruktur (unstructured problems).
Structured problems adalah masalah yang jelas faktor-faktor penyebabnya,
bersifat rutin dan dan biasanya timbul berulang kali sehingga pemecahannya dapat
dilakukan dengan teknik pengambilan keputusan yang bersifat rutin, repetitif dan
dibakukan. Karena sifatnya yang rutin dan baku, maka pengambilan keputusan
menjadi relatif lebih mudah atau cepat, dimana salah satu caranya adalah dengan
penyusunan metode / prosedur / program tetap atau pembakuan-pembakuan
lainnya.
Pada masalah yang tidak terstruktur, proses pengambilan keputusan menjadi
lebih sulit dan lebih lama. Sebab, masalah yang tidak terstruktur ini merupakan
penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak jelas
faktor penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusnya. Oleh
karenanya, diperlukan teknik pengambilan keputusan yang bersifat non-
programmed decision-making.

2. Sifat dan Tipe Masalah

a. Sifat Masalah
William Dunn mengemukakan 4 ciri masalah publik :

1. Saling ketergantungan

Masalah publik bukanlah masalah yg berdiri sendiri, tetapi saling terkait satu
dengan yang lainnya. Contohnya saja masalah pengangguran yang menyebabkan
kemiskinan akan meningkatkan angka kriminalitas. Contoh lain yang yang saat ini
sedang menjadi buah bibir adalah mengenai kenaikan harga BBM yang pasti
meningkatkan biaya transportasi, dan berdampak pula pada kenaikan harga
kebutuhan pokok.

2. Subyektifitas

Masalah adalah bentuk transformasi pengalaman ke penilaian manusia. Kondisi


eksternal yang menimbulkan permasalahan didefinisikan, diklasifikasikan,
dijelaskan dan dievaluasi secara selektif. Masalah kebijakan adalah hasil pemikiran
dalam konteks lingkungan tertentu. Masalah tersebut merupakan elemen dari suatu
situasi masalah yg diabstraksikan dari situasi tersebut oleh analis, individu maupun
kelompok yang berkepentingan.

Sebagai contohnya sampah rumah tangga tidak jadi masalah bagi penduduk
pedesaan, tapi jadi masalah besar bagi warga perkotaan.

3. Sifat buatan/artficiality

Suatu fenomena dianggap sebagai masalah karena adanya keinginan manusia untuk
mengubah situasi. Sebagai contoh, pendapatan per kapita yg rendah jadi masalah
karena pemerintah ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

4. Dinamika (Dinamis) Masalah Kebijakan

Solusi terhadap masalah selalu berubah. Banyak solusi yang bisa ditawarkan untuk
memecahkan masalah. Cara pandang orang terhadap masalah akan menentukan
solusi yg ditawarkan untuk pemecahan masalah tersebut. Masalah yg sama belum
tentu dapat dipecahkan dengan kebijakan yg sama,

 kalau konteks lingkungannya berbeda

 kalau waktunya berbeda

Sebagai contoh, paradigma pembangunan tahun 1967an adalah kebijakan


pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi pada tahun 2000an sudah berganti dengan
model pembangunan yang lebih mengedepankan penghormatan pada hak-hak asasi
manusia dan demokrasi. Selain itu, pembangunan perkotaan tidak sama dengan
pembangunan wilayah pedesaan.

b. Tipe Masalah Publik

A) Masalah Terstruktur

Yaitu masalah yang pemecahannya hanya melibatkan beberapa pembuat


kebijakan, dengan alternatif pemecahan terbatas, nilai dari pemecahan masalah
disetujui, dan hasilnya lebih dapat diperhitungkan. Structured problems adalah
masalah yang jelas faktor-faktor penyebabnya, bersifat rutin dan dan biasanya
timbul berulang kali sehingga pemecahannya dapat dilakukan dengan teknik
pengambilan keputusan yang bersifat rutin, repetitif dan dibakukan.
Oleh karena
sifatnya yang rutin dan baku, maka pengambilan keputusan menjadi relatif lebih
mudah atau cepat, dimana salah satu caranya adalah dengan penyusunan
metode / prosedur / program tetap atau pembakuan-pembakuan lainnya.

Contoh :

1). Penghentian Karyawan Perusahaan

Penghentian Karyawan Perusahaan ( Masalah Ekonomi dan Skill ) : Dari aspek


ini penghentian karyawan perusahaan biasanya dari faktor intern yaitu kurang
tersedianya finansial (modal) perusahaan untuk menggaji para karyawan
kemudian skill para karyawan yang kurang bermutu (kurang terampil) maka
perusahaan berinisiatif merekrut kembali karyawan yang benar-benar
profesional.

2). Pembersihan Sampah Di Perkotaan

Pembersihan Sampah Di Perkotaan (Masalah Kebersihan ) : Bila ditinjau dari


aspek kebersihan maka ini harus di atasi sebab sampah ini bisa mengakibatkan
gejala-gejala yang bisa terjadi seperti mudah datangnya penyakit, terjadinya
banjir dll, namun untuk mengatasi sebelum itu terjadi maka semua warga di
perkotaan harus turun tangan kemudian menghubungi pihak instansi yang
memiliki kewenangan untuk mengatasinya. Selain itu pemerintah juga harus
memberikan penyuluhan kepada masyarakat kota tentang perlunya pola hidup
sehat.
B) Masalah Agak Terstruktur

Yaitu masalah yang pemecahannya hanya melibatkan beberapa pembuat


kebijakan, dengan alternatif pemecahan terbatas, nilai dari pemecahan masalah
disetujui, hasilnya tidak pasti dan sulit diperhitungkan.

Contoh :

1). Penggusuran Pedagang Kaki Lima

Penggusuran Pedagang Kaki Lima (Masalah Sosial ) : Kebijakan pemerintah


tentang penggusuran pedagang kaki lima memang bisa dikatakan sulit untuk di
laksanakan namun untuk penataan kota/desa maka ini perlu di tindak lanjuti
namun pemerintah tidak begitu saja melaksanakan kebijakan itu karena sebelum
melaksanakan kebijakan itu Pemerintah sendiri mencarikan solusi yang terbaik
bagi pedagang kaki lima itu sendiri seperti mencarikan tempat yang strategis
untuk menjual demi memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

2). Pelebaran Jalan

Pelebaran Jalan (Masalah Sosial ) : Kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintah


tentang pelebaran jalan biasanya berguna untuk memperlancar hubungan lalu
lintas antar tempat yang satu dengan yang lainnya, memperlancar hubungan
antar para kalangan baik itu pedagang, pengusaha, dan lain sebagainya. Namun
yang perlu kita ketahui bahwa pelebaran jalan ini biasanya mengambil lahan
masyarakat itu sendiri tetapi pemerintah menutupinya dengan ganti rugi agar
masyarakat tidak kecewa sebab pelebaran jalan ini sebenarnya untuk
kepentingan kita sendiri (umum).

C) Masalah Tidak Terstruktur

Yaitu masalah yang pemecahannya melibatkan banyak pembuat kebijakan,


dengan alternatif pemecahan tidak terbatas, nilai dari pemecahan masalah
biasanya menimbulkan konflik, hasilnya sangat sulit diketahui dan sangat sulit
diperhitungkan.
Pada masalah yang tidak terstruktur, proses pengambilan keputusan menjadi
lebih sulit dan lebih lama. Sebab, masalah yang tidak terstruktur ini merupakan
penyimpangan dari masalah organisasi yang bersifat umum, tidak rutin, tidak
jelas faktor penyebab dan konsekuensinya, serta tidak repetitif kasusnya. Oleh
karenanya, diperlukan teknik pengambilan keputusan yang bersifat non-
programmed decision-making.
Contoh :

1). Pengangguran Di Pedesaan

Pengangguran Di Pedesaan ( Masalah Pendidikan dan Lapangan Pekerjaan ) :


Masalah pengangguran di pedesaan juga merupakan masalah yang perlu
pemerintah atasi sebab jika semakin banyak pengangguran maka kemungkinan
kita susah untuk menjadi negara maju dan berkembang selain itu pengangguran
juga bisa memicu terjadinya sebuah kriminalitas sebab kurangnya lahan
pekerajaan serta pendidikan yang belum optimal. Jadi untuk mengatasi
masalah ini maka pemerintah harus mencari solusi dengan jalan membukakan
sebuah lahan pekerjaan dan mendirikan sebuah sekolah di pelosok-pelosok
desa agar nantinya rakyat yang di pedesaan bisa mencerna pendidikan dengan
baik dan bebas dari kebodohan dan jika skill masyarakat itu sendiri belum
optimal maka mungkin bisa dilakukan sebuah training.

2). Kemiskinan Di Pedesaan

Kemiskinan Di Pedesaan ( Masalah Ekonomi ) : Masalah kemiskinan di


pedesaan ini bisa terjadi akibat kurangnya lahan pekerjaan, skill yang kurang
optimal, harga jual barang ( Hasil Panen ) murah tetapi harga beli semakin naik
jadi otomatis untung yang diterima sedikit atau bisa-bisa mengalami kerugian.
Jadi peran pemerintah disini harus berperan aktif agar bisa mengurangi
kemiskinan yang ada dipedesaan mungkin bisa melalui berbagai alternatif
seperti tingkat harga diminimalisir, adanya bantuan bagi orang yang benar-
benar masuk dalam kategori orang miskin, memperluas lapangan pekerjaan.

3. Tahapan dan Metode Perumusan Masalah

a. Tahapan Perumusan Masalah

Tahap – tahap kebijakan publik

1. Perumusan masalah

2. Agenda setting

3. Formulasi kebijakan

4. Legitimasi kebijakan

5. Implementasi kebijakan
6. Evaluasi Kebijakan

Perumusan masalah merupakan aktivitas yang amat penting dalam proses


kebijakan publik. Oleh karena hal ini akan berpengaruh terhadap langkah-langkah
berikutnya.

Kebijakan yang disusun dengan baik, dan dilaksanakan secara efisien oleh
lembaga yang kompeten tidaklah berarti jika kebijakan tersebut didasarkan atas
masalah yang dirumuskan secara salah à the third error type: melaksanakan
kebijakan secara benar untuk meme-cahkan masalah yang dirumuskan secara
salah.

Agar masalah kebijakan dirumuskan secara benar, maka perlu menempuh


tahap-tahap perumusan masalah yang mencakup 4 sub metode perumusan masalah.

Tahapan Perumusan Masalah menurut Patton & Sawicki, yaitu :

1. Pikirkan mengapa gejala dianggap sebagai masalah


2. Tetapkan batasan masalah yang akan dipecahkan
3. Kumpulkan fakta & informasi sehubungan dengan masalah ditetapkan
4. Rumuskan tujuan dan sasaran yang akan dicapai
5. Identifikasi variabel-variabel yang mempengaruhi
6. Tunjukkan biaya dan manfaat dari masalah yang hendak diatasi
7. Rumuskan masalah kebijakannya dengan baik

Perumusan Masalah (Problem Structuring) : rangkaian kegiatan untuk


menghasilkan 4 informasi yang saling berkaitan dengan masalah kebijakan, dengan
cara menggunakan 4 sub metode/Fase perumusan masalah.
1. pengenalan masalah à situasi masalah/problematic
a. menuntut pemecahan masalah secara kolektif melalui penerapan suatu
kebi-jakan publik tertentu.,
b. Dikatakan problematis jika ada jarak/gab antara keadaan yang
diinginkan dengan yang senyatanya.
c. situasi umum yang dapat kita peroleh dari koran-koran/hasil
penelitian/laporan dinas
d. merupakan hasil dari metode pengenalan masalah
2. pencarian masalah à pemetaan masalah
a. situasi masalah ditransformasi menjadi pemetaan masalah melalui
metode pencarian masalah (identifikasi faktor penyebab).
b. mengidentifikasi faktor-faktor penyebab dari munculnya suatu masalah
kebijakan
c. perlu juga dilihat keterkaitan satu masalah dengan masalah lain,
sehingga dapat diupayakan pemecahan masalah secara lebih integratif.
3. pendefinisian masalah à masalah substantif
a. Cara merumuskan problematic situation menjadi substantive problem
sangat tergantung pada metode konseptualisasi/pende-finisian masalah
kemiskinan.

b. Misal masalah kemiskinan terkait dengan masalah : (1) kurang-nya


kesempatan kerja, (2) rendahnya kualitas SDM, (3) budaya, atau (4)
masalah politis/kemiskinan struktural.

4. spesifikasi masalah à masalah formal


a. Masalah substantif ditransformasi menjadi masalah formal melalui
metode spesifikasi masalah.

b. dapat lebih dispesifikan lagi (spesifikasi masalah) dengan bantuan


statistik.

c. Misal kemiskinan, ternyata masalah substantifnya adalah kelangkaan


kesempatan kerja, maka hal tersebut dapat dispesi-fikan lagi yaitu :
pemerintah menciptakan 10.000 kesempatan kerja selama 1 tahun.
-Tahap Perumusan Masalah

Prasyarat perumusan masalah meliputi:


a. Perumusan masalah harus jelas atau tidak ambigu.
b. Produk analisis harus terbaru (up-to-date).
c. Produk analisis harus berharga atau bernilai (valuable).
d. Proses analisis tidak bersifat konvensional, artinya menggunakan teknik-
teknik yang mutakhir.
e. Proses analisis memiliki daya motivasi, berkesinambungan, berhubungan
satu sama lain dan komprehensif.

b. Metode Perumusan Masalah

Metode Tujuan Prosedur Sumber Kriteria


pengetah Kinerja
uan

Analisi Estimasi Pencarian sampel Sistem Ketepatan


s Batas batas peta bolasalju, pencarian pengetah batas
masalah masalahdan penjumlahan uan

Analisi Kejelasan Pemilahan secara logis Analisis Konsistens


s konsep dan klasifikasi konsep individua i logis
klarifik
asi l

Analisi identifikasi Pemilahan secara logis Analisis Konsistens


s penyebaby dan klasifikasi penyebab individua i logis
Hirarki ang l dan
mungkin, kelompok
masuk
akaldan
dapat
ditindak
lanjuti

Sinekti Pengenalan Perumusan analogi kelompok Plausibilit


ka kesamaan personal, langsung, dan as
antar fantasi perbandin
masalah gan

Ana Generalisa P e n g g u n a a n s e c a r a s Kelompo Perbaiki


si wawasan erentak perspektif teknis, k wawasan
lisis organisasional,dan
perspek personal
tif
ganda

Analisi Sintesis I d e n t i f i k a s i p e l a k u , Kelompo Konflik


s kreatif penampakan k
asumsi asumsi – asumsi,
asumsi pempertentangkann
yang ya, dan
berlawanan pengelompoka,
sintesis

4. Masalah dan Issue Kebijakan

a. Masalah Kebijakan

Masalah kebijakan, adalah nilai, kebutuhan atau kesempatan yang


belum terpenuhi, tetapi dapat diindentifikasikan dan dicapai melalui
tindakan publik. Tingkat kepelikan masalah tergantung pada nilai dan
kebutuhan apa yang dipandang paling panting.
Menurut Dunn (1988) beberapa karakteristik masalah pokok dari masalah
kebijakan, adalah:

1). Interdepensi (saling tergantung), yaitu kebijakan suatu bidang (energi) seringkali
mempengaruhi masalah kebijakan lainnya (pelayanan kesehatan). Kondisi ini
menunjukkan adanya sistem masalah. Sistem masalah ini membutuhkan pendekatan
Holistik, satu masalah dengan yang lain tidak dapat di piahkan dan diukur
sendirian.

2). Subjektif, yaitu kondisi eksternal yang menimbulkan masalah diindentifikasi,


diklasifikasi dan dievaluasi secara selektif. Contoh: Populasi udara secara objektif
dapat diukur (data). Data ini menimbulkan penafsiran yang beragam (a.l. gang-guan
kesehatan, lingkungan, iklim, dll). Muncul situasi problematis, bukan problem itu
sendiri.

3). Artifisial, yaitu pada saat diperlukan perubahan situasi problematis, sehingga
dapat menimbulkan masalah kebijakan.

4). Dinamis, yaitu masalah dan pemecahannya berada pada suasana perubahan yang
terus menerus. Pemecahan masalah justru dapat memunculkan masalah baru, yang
membutuhkan pemecahan masalah lanjutan.

5). Tidak terduga, yaitu masalah yang muncul di luar jangkauan kebijakan dan
sistem masalah kebijakan.

b. Issue kebijakan

ISU KEBIJAKAN PUBLIK

Isu kebijakan publik sangat penting dibahas untuk membedakan istilah yang
dipahami awam dalam perbincangan sehari-hari yang sering diartika sebagai ”kabar
burung”. Isu dalam sebuah kebijakan sarat memiliki lingkup yang luas yang
meliputi berbagai persoalan yang ada di tengah masyarakat. Oleh karenanya
memahami konsep isu sangat akan sangat membantu para analis dalam
menganalisis kebijakan publik.

1. Makna Isu Kebijakan dan Dinamikanya


pada intinya isu kebijakan (policy issues) lazimnya muncul karena telah
terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang
telah atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter
permasalahan itu sendiri.

Isu kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari
adanya perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun
penilaian atas suatu masalah tertentu (Dunn, 1990). Pada sisi lain, isu bukan
hanya mengandung makna adanya masalah atau ancaman, tetapi juga
peluang-peluang bagi tindakan positif tertentu dan kecenderungan-
kecenderungan yang dipersepsikan sebagai memiliki nilai potensial yang
signifikan (Hogwood dan Gunn, 1996). Dipahami seperti itu, maka isu bisa
jadi merupakan kebijakan-kebijakan alternatif (alternative policies). atau
suatu proses yang dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan baru, atau
kesadaran suatu kelompok mengenai kebijakan tertentu yang dianggap
bermanfaat bagi mereka (Alford dan Friedland, 1990: 104). Singkatnya,
timbulnya isu kebijakan publik terutama karena telah terjadi konflik atau
"perbedaan persepsional" di antara para aktor atas suatu situasi problematik
yang dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu.

Sebagai sebuah konsep makna persepsi (perception) tidak lain adalah proses
dengan mana seseorang atau sekelompok orang memberikan muatan makna
tertentu atas pentingnya sesuatu peristiwa atau stimulus tertentu yang
berasal dari luar dirinya.

Dilihat dari peringkatnya, maka isu kebijakan publik itu, secara berurutan
dapat dibagi menjadi empat kategori besar, yaitu isu utama, isu sekunder,
isu fungsional, dan isu minor (Dunn, 1990). Kategorisasi ini menjelaskan
bahwa makna penting yang melekat pada suatu isu akan ditentukan oleh
peringkat yang dimilikinya. Artinya, makin tinggi status peringkat yang
diberikan atas sesuatu isu, maka biasanya makin strategis pula posisinya
secara politis.

2. Mengapa Isu Kebijakan Penting Untuk Dicermati


Sedikitnya ada dua alasan yang dapat dikemukakan mengenai hal ini.
Pertama, sebagai telah disinggung di muka, proses pembuatan kebijakan
publik di sistem politik mana pun lazimnya berangkat dari adanya tingkat
kesadaran tertentu atas suatu masalah atau isu tertentu. Kedua, derajat
keterbukaan, yakni tingkat relatif demokratis atau tidaknya suatu sistem
politik, di antaranya dapat diukur dari cara bagaimana mekanisme
mengalirnya isu menjadi agenda kebijakan pemerintah, dan pada akhirnya
menjadi kebijakan publik.(Wahab:2001:38)
Dalam kondisi yang normal, memang secara implisit disyaratkan bahwa
agar sebuah isu dapat menjadi kebijakan publik praktis harus mampu
"menembus" pelbagai pintu akses kekuasaan berupa saluransaluran tertentu
(birokrasi dan politik) baik yang formal maupun yang informal, yang
sekiranya relatif tersedia pada sistem politik. Adanya persyaratan seperti
itulah yang menyebabkan isu kebijakan tidak jarang menjadi semacam
"arena" atau ajang pertarungan kepentingan politik, baik terselubung atau
terang-terangan.

3. Kriteria Isu Dapat Menjadi agenda kebijakan


Diantara sejumlah kriteria itu yang penting ialah:

1. Isu tersebut telah mencapai suatu titik kritis tertentu, sehingga ia praktis
tidak lagi bisa diabaikan begitu saja; atau ia telah dipersepsikan sebagai
suatu ancaman serius yang jika tak segera diatasi justru akan menimbulkan
luapan krisis baru yang jauh lebih hebat di masa datang.

2. Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat


menimbulkan dampak (impact) yang bersifat dramatik.

3. Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dan sudut kepentingan


orang banyak bahkan umat manusia pada umumnya, dan mendapat
dukungan berupa liputan media massa yang luas.

4. Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.

5. Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan (legitimasi)


dalam masyarakat.

6. Isu tersebut menyangkut suatu persediaan yang fasionable, di mana


posisinya

sulit untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan kehadirannya.

4. Pengaruh Distribusi Kekuasaan Terhadap Isu Kebijakan


untuk keperluan itu kita dapat menggunakan pendekatan sosiologi kebijakan
dengan cara mencermati bagaimana peran dan pengaruh riil dari apa yang
disebut sebagai agenda setters. Dalam teori sering disebutkan pada,
umumnya yang secara potensial tergolong sebagai agenda setters ini adalah
organisasi kelompok-kelompok kepentingan, kelompok-kelompok
pemrotes, tokoh-tokoh partai politik, para pejabat senior pemerintah (sipil
atau militer) atau tokoh-tokoh yang berpengaruh dalam masyarakat, para
pembentuk opini, seperti editor surat kabar, dan sebagainya.
Posisi dari kelompok tertentu yang berpengaruh akan semakin kukuh jika
mereka dipersepsikan sebagai memiliki legitimasi dan kekuasaan atas isu
tersebut, sehingga pandangan-pandangan mereka atas isu yang
diperdebatkan dianggap memiliki nilai keabsahan tertentu.

Proses masuknya isu menjadi agenda kebijakan publik pemerintah pada


hakikatnya merupakan suatu proses yang "berdosis politik" sangat tinggi.
Artinya proses ini sangat dipengaruhi secara kental oleh bagaimana
perwujudan dari distribusi kekuasaan riil (the real distribution of power)
yang berlangsung di suatu negara, organisasi, atau masyarakat secara
keseluruhan (Wahab:2001:41).

Itu sebabnya, dalam praktek politik kebijakan, bisa jadi beberapa kelompok
atau organisasi ternyata tidak mampu menembus pintu akses kekuasaan
sama sekali, sementara kelompok lain relatif dapat menembus; pintu akses
itu, namun tak memiliki daya resonansi dan dampak yang cukup besar pada
diri policy-makers; sedangkan sekelompok kecil orang lainnya terbukti
bukan hanya mampu menembus pintu akses, melainkan mampu
mempengaruhi secara nyata tahap proses penyusunan agenda kebijakan,
hingga akhirnya bahkan menjadi kebijakan publik yang sebenarnya. Derajat
polarisasi dan tingkat persaingan politik yang berlangsung di kalangan para
aktor penting pada suatu sistem politik pada kurun waktu tertentu, praktis
dapat pula dilihat dari sudut: siapa yang mampu menggulirkan isu (seraya
menepiskan isu yang lain), memasukkan isu yang digulirkan sebagai agenda
kebijakan pemerintah, dan mewujudkannya sebagai kebijakan publik yang
diimplementasikan serta berdampak nyata pada kehidupan sosial politik
massa rakyat.

5. Makna Issue kebijakan dan Dinamikanya

Sekalipun harus diakui dalam pelbagai literatur istilah isu itu tidak pernah
dirumuskan dengan jelas, namun sebagai suatu "technical term' utamanya dalam
konteks kebijakan publik, muatan maknanya lebih kurang sama dengan apa yang
kerap disebut sebagai "masalah kebijakan" (policy problem). Dalam analisis
kebijakan publik, konsep ini menempati posisi sentral. Hal ini mungkin ada
kaitannya dengan fakta, bahwa proses pembuatan kebijakan publik apa pun pada
umumnya berawal dari adanya awareness of a problem (kesadaran akan adanya
masalah tertentu). Misalnya, gagalnya kebijakan tertentu dalam upayanya
mengatasi suatu masalah pada suatu tingkat yang dianggap memuaskan. Tapi, pada
situasi lain, awal dimulainya proses pembuatan kebijakan publik juga bisa
berlangsung karena adanya masalah tertentu yang sudah sekian lama dipersepsikan
sebagai "belum pernah tersentuh" oleh atau ditanggulangi lewat kebijakan
pemerintah. Pada titik ini kemudian mulai membangkitkan tingkat perhatian
tertentu.
Jadi, pada intinya isu kebijakan (policy issues) lazimnya muncul karena
telah terjadi silang pendapat di antara para aktor mengenai arah tindakan yang telah
atau akan ditempuh, atau pertentangan pandangan mengenai karakter permasalahan
itu sendiri.
Isu kebijakan dengan begitu lazimnya merupakan produk atau fungsi dari
adanya perdebatan baik tentang rumusan rincian, penjelasan, maupun penilaian atas
suatu masalah tertentu . Pada sisi lain, isu bukan hanya mengandung makna adanya
masalah atau ancaman, tetapi juga peluang-peluang bagi tindakan positif tertentu
dan kecenderungan-kecenderungan yang dipersepsikan sebagai memiliki nilai
potensial yang signifikan. Dipahami seperti itu, maka isu bisa jadi merupakan
kebijakan-kebijakan alternatif (alternative policies). atau suatu proses yang
dimaksudkan untuk menciptakan kebijakan baru, atau kesadaran suatu kelompok
mengenai kebijakan tertentu yang dianggap bermanfaat bagi mereka. Singkatnya,
timbulnya isu kebijakan publik terutama karena telah terjadi konflik atau
“perbedaan persepsional” di antara para aktor atas suatu situasi problematik yang
dihadapi oleh masyarakat pada suatu waktu tertentu.
Sebagai sebuah konsep, makna persepsi (perception) tidak lain adalah proses
dengan mana seseorang atau sekelompok orang memberikan muatan makna tertentu
atas pentingnya sesuatu peristiwa atau stimulus tertentu yang berasal dari luar
dirinya. Singkatnya, persepsi adalah "lensa konseptual" (conceptual lense) yang
pada diri individu berfungsi sebagai kerangka analisis sesungguhnya amat bersifat
subjektif. Dilihat dari sudut ini, maka besar kemungkinan masing-masing orang
kelompok, atau pihak-pihak tertentu dalam sistem politik yang berkepentingan atas
sesuatu isu akan berbeda-beda dalam cara memahami dan bagaimana
merumuskannya. Persepsi ini, pada gilirannya juga untuk memahami suatu
masalah. Karena dipengaruhi oleh daya persepsi inilah, maka pemahaman, dan tentu
saja perumusan atas suatu isu, sesungguhnya amat bersifat subjektif. Dilihat dari
sudut ini, maka besar kemungkinan masing-masing orang kelompok, atau pihak-
pihak tertentu dalam sistem politik yang berkepentingan atas sesuatu isu akan
berbeda-beda dalam cara memahami dan bagaimana merumuskannya. Persepsi ini,
pada gilirannya juga akan mempengaruhi terhadap penilaian mengenai status
peringkat yang terkait pada sesuatu isu.
Dilihat dari peringkatnya, maka isu kebijakan publik itu, secara berurutan
dapat dibagi menjadi empat kategori besar, yaitu isu utama, isu sekunder, isu
fungsional, dan isu minor . Kategorisasi ini menjelaskan bahwa makna penting yang
melekat pada suatu isu akan ditentukan oleh peringkat yang dimilikinya. Artinya,
makin tinggi status peringkat yang diberikan atas sesuatu isu, maka biasanya makin
strategis pula posisinya secara politis. Sebagai kasus yang agak ekstrem, dan
perspektif politik bandingkan misalnya antara status peringkat masalah kemiskinan
vs masalah pergantian pengurus organisasi politik di tingkat kecamatan. Namun.
perlu kiranya dicatat bahwa kategorisasi isu di atas hendaknya tidak dipahami
secara kaku. Sebab, dalam praktek, masing-masing peringkat isu tadi bisa jadi
tumpang tindih, atau suatu isu yang tadinya hanya merupakan isu sekunder,
kemudian berubah menjadi isu utama.

6. Issue dalam Agenda Kebijakan

Kebijakan publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah


sebagai otoritas pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di
masyarakat di mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.

Sebuah kebijakan yang diambil oleh pemerintah awalnya tidak serta merta langsung
diagendakan menjadi sebuah kebijakan public. Ada tahap-tahap sebuah masalah
atau issue itu pada akhirnya diagendakan oleh pemerintah untuk diambil
kebijakannya. Pemerintah melihat apakah masalah itu menyebar luas di masyarakat,
bahkan sampai membuat gaduh masyarakat, sehingga pemerintah perlu mengambil
tindakan berupa kebijakan mengenai masalah tersebut agar tidak terjadi kekacauan
di masyarakat.

Berikut saya berikan 5 contoh kasus yang akhirnya menjadi kebijakan public.
1. Kasus Prita Mulyasari
Kasus ini bermula ketika seorang ibu bernama Prita curhat melalui jejaring social
facebook mengenai pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional yang tidak
memadai di Tengerang. Dia mengeluarkan unek-uneknya atau kejengkelannya
terhadap pelayanan RS yang dianggapnya tidak professional.

Curhatan Prita diketahui oleh media, sehingga mereka mengekspos hal ini dalam
penerbitan beritanya. Ada yang melalui surat kabar, internet dan TV yang nyata-
nyatanya disaksikan oleh hampir seluruh masyarakat Indonesia. Akibatnya hampir
semua orang membicarakan kasus ini sepanjang waktu, kemudian muncul Pro dan
Kontra terhadap Prita di masyarakat. Ada pihak yang mendukung Prita dan ada
pihak yang tidak suka kepada Prita. Di pihak lain RS Omni Internasional
menggugat Prita secara Perdata dan Pidana sehingga dia sempat dipenjara karena
melakukan pencemaran nama baik.

Hal ini menjadi mengkhawatirkan di dalam masyarakat karena banyak yang


berbeda argumen sehingga ditakutkan akan ada pihak-pihak yang memancing
terjadinya keributan Pada akhirnya pemerintah mengagendakan kasus Prita sebagai
kasus yang harus diselesaikan dengan segera, karena bisa mengganggu stabilitas
nasional. Mulanya Pemerintah berusaha memfasilitasi mediasi antara Prita dengan
pihak RS, namun tidak menemui jalan keluar. Sehingga kasus ini akhirnya
diselesaikan di ranah hukum.

2. Kasus Darsem
Siapa rakyat Indonesia yang tidak tahu Darsem ? dia-lah seorang WNI yang bekerja
sebagai TKW di Arab Saudi yang akan menjalani hukum pancung akibat
membunuh majikannya sendiri.

Awalnya berita ini menjadi pembicaraan karena menyangkut nyawa sesorang,


ditambah lagi dia akan dihukum mati di negara orang. Hampir seluruh media di
tanah air memberitakan kasus ini. Dalam beberapa hari saja pemberitaan dan
pembicaraan mengenai Darsem semakin banyak di dengar. Hal ini juga dikarenakan
sebelumnya juga ada TKW Indonesia yang telah dipancung pemerintah Arab Saudi
yaitu Sumiati. Penyebab dipancungnya Sumiati sama dengan Darsem yaitu
membunuh majikan.

Muncul keprihatinan masyarakat Indonesia terhadap Darsem, sebagai salah satu


pahlawan devisa negara dia banyak dibela oleh masyarakat, bahkan ada gerakan
sejuta koin untuk Darsem yang dipelopori oleh masyarakat sebagai bentuk
keprihatinan. Melihat bahwa kasus Darsem ini menjadi hot topic di masyarakat,
apalagi ini menyangkut nyawa seorang WNI di luar negeri, maka pemerintah harus
mengambil kebijakan. Setelah mengadakan perundingan, akhirnya Pemerintah
melalui menteri luar negeri Martin Natalegawa dan juga Dubes RI di Arab Saudi
menebus Darsem dengan sejumlah uang agar bebas dari hukuman pancung. Darsem
akhirnya pulang ke tanah air.

3. Kasus Manohara
Tersebar issue mengenai penganiayaan dan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT)
yang dilakukan oleh sang pangeran Kelantan, Malaysia terhadap istrinya Manohara
Odelia Pinot yang merupakan wanita asal Indonesia.

Munculnya kasus ini menjadi tranding topic dalam setiap pemberitaan media
massa tanah air. Dikarenakan ini menyangkut kehormatan seorang istri yang
merupakan perempuan asli Indonesia. Di samping itu, hal ini juga memunculkan
kembali rivalitas yang terjadi antara Indonesia dan Malaysia yang selama ini
memang selalu berkonflik, terlebih lagi KDRT ini dilakukan oleh sang pangeran
Kelantan terhadap istrinya seorang warga negara Indonesia.

Akibat pemberitaan ini, masyarakat menjadi simpati terhadap Manohara, apalagi


mendengar langsung curhatan Ibunda Manohara di salah satu stasiun TV Nasional.
Dalam curhatannya, ibunda Manohara sangat berharap kepada pemerintah agar bisa
menyelesaikan kasus ini dan membawa Manohara kembali pulang ke tanah air.
Mau tidak mau kasus ini menjadi urusan pemerintah karena ini menyangkut tugas
negara yaitu memberikan perlindungan pada setiap warga negara yang ada di luar
negeri. Pada akhirnya Pemerintah Indonesia dan Malaysia melakukan mediasi
untuk penyelesaian kasus ini. Hasil mediasi memutuskan bahwa Manohara bisa
pulang ke tanah air.

4. Kasus Nazaruddin
Kasus ini bermula ketika tertangkapnya Sesmenpora Wafid Muharam yang disuap
oleh pengusaha pemenang tender pembangunan wisma atlet Palembang. Nama
Nazaruddin pun terlibat karena berusaha menyuap Wafid melalui Mindo Rosalina
Manulang agar tutup mulut. Namun kasus ini terus berlanjut dan ditangani oleh
KPK

Sebagai seorang anggota Komisi III DPR RI, apalagi sebagai seorang bendahara
partai penguasa saat ini, pemberitaan Nazaruddin sangat cepat. Seluruh media
memberitakan hal ini sepanjang hari. Kemudian mereka juga menelusuri kebenaran
kabar ini.

Namun belum sempat dimintai keterangan oleh penegak hukum, Nazaruddin sudah
kabur ke luar negeri. Kaburnya Nazzaruddin membuat seluruh masyarakat
mendesak dan menuntut pemerintah agar kasus ini dibongkar habis sampai ke akar-
akarnya, karena masyarakat sudah bosan dengan oknum pejabat yang korup. Takut
akan aksi demo dari mahasiswa yang menuntut kasus ini secepatnya diusut,
Pemerintah akhipnya mengirimkan red noticekepada Interpol agar menangkap
Nazaruddin. Pada akhirnya Pelarian Nazaruddin berakhir di Kolombia, dia
ditangkap Interpol Kolombia di salah satu bandara. Mengetahui bahwa Nazaruddin
tertangkap di Kolombia, pemerintah membentuk tim penjemput Nazaruddin yang
terdiri dari bagian imigrasi, KPK, dan Polri. Hingga saat ini proses hukumnya
masih berjalan

5. Kasus Sedot Pulsa


Kasus ini bermula ketika maraknya penipuan yang berkedok sms minta isikan
pulsa, primbon, dan sms lain yang berkonsep melakukan registrasi. Awalnya
masyarakat menganggap hal ini biasa saja karena hanya sedikit mulanya yang
tertipu. Namun akhir-akhir ini hamper 30 % pengguna telepon seluler melaporkan
bahwa pulsanya disedot oleh operator yang bersangkutan.

Kasus ini hampir dibicarakan oleh semua orang sepanjang hari. Hingga muncullah
aksi demo-demo agar operator jaringan mengembalikan pulsa mereka yang telah
disedot.

Melihat bahwa situasi semakin genting dan tidak kondusif kalau-kalau terjadi demo
besar-besaran terhadap pemerintah, maka pemerintah melalui menteri komunikasi
dan informasi Tifatul Sembiring mengambil kebijakan untuk menghentikan
layanan sms premium seperti penawaran konten-konten broadcast, pop screen, dll
dengan waktu yang ditentukan kemudian. Hal ini dilakukan agar kepercayaan
masyarakat kembali tercipta

Contoh lain:

Kebijakan publik dan para makelar proyek

“Reformasi atau perubahan social yang berjalan dengan raadikal selalu


membawa implikasi pada desakralisasi dan tertembusnya akses informasi yang
selama ini tertutup. Kita bisa melihat setiap perubahan yang terjadi dibangsa iini
pasti dimasa transisinya kakan membawa keterbukaan yang menghembuskan angin
segar “kemerdekaan kembali”. Sayangnya masa transisi seperti ini selalu
berlangsung dengan system yang sangat elitis. Keterlibatan secara total dan massif
dari seluruh lapisan masyarakat dalam pergerakan seperti ini tak pernah terjadi.
Sehingga perubaha ndfan reformasi sering kalli dipersepsi sebagai kebutuhan dari
elit saja”

Ada satu gejala paradox dar reformasi yang telah berlangsung pada tahun
1998 lalu, adalah mawabahnya ‘lapangan pekerjaan baru’ yaitu makelar proyek.
Ironisnya seringkali para pelaku makelar proyek ini adalah para mantan aktifis
gerakan yang dulunya menggemborkan reformasi dan penghancuran KKN. Justru
kemudian merekalah yang melakukan KKN. Praktek KKN di Indonesia begitu sulit
untuk diberantas ibaranya kita mencoba menguras air laut, dalam hal pelelangan
proyek (tender) hinggga saat ini tidak terlepas dari rekayasa, sehingga system
penunjukkan langsung masih tetap terjadiini diakibatkan adanya permainan antara
panitia lelang dan pelaksana proyek dengan mengadakan rekayasa tenderisasi
proyek dengan cara, misalnya, PT F adalah rekanan yang sudah puluhan tahun
bekerja sebagai pelaksana proyek di lingkungan pemerintahan Indonesia dalam
artian sudah mengerti dan faham aturan main mengenai komisi maupun intensif
buat Pimpro maupun pelaksana lelang.

Untuk mengesankan pada peserta lelang lainnya PT F sengaja menyewa


beberapa perusahaan yang disitilahkan sebagai pendamping agar member kesan
kompetisi yang sehat antara peserta lelang. Padahal, itu hanya akal bulus yang telah
disepakai oleh panitia dan PT F, yang pada akhirnya PT F-lah yang dimenangkan
sebagai pelaksana proyek, karena bagi sebagian pejabat yang memiliki kewenangan
dalam hal pelaksanaan proyek, lebih baik memelihara perusahaan lama yang sudah
sama-sama tau aturan main daripada bekerja sama dengan perusahaan baru yang
belum tentu mau dan mengerti tentang pembagian komisi maupun intensif bagi
pejabat terkait.

Memang mengerjakan proyek di lingkngan pemerintahan memberikan


keuntungan yang sangat luar biasa dan tidakk wajar, disinilah nurani harus
dipertaruhkan. Kebijakan public yang mengatur masalah ini, yang tertuang dalam
Kepres 18/2000 pasal 3 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
Instansi Pemerintah, tak mampu membendung permaian para makelar proyek ini.

Sebagai ilustrasi, lingkunga Pemprov DKI telah merugikan keuangan daerah


yang cukup besar sebagaimana disampaikan BPK, misalnya pada proyek
pemagaran lokasi Monas yang biayanya mencapai 8,85 miliar rupiah, pengadaan
194 pistol gas air mata yang diperuntukan bagi Dinas Perhubungan diindikasikan
merugikan keuangan daerah senilai 3,288 miliar rupiah. Hasil temuan BPK
terhadap pelaksanaan APBD Dishub DKI tahun anggaran 2001-2002
menyimpulkan, membengkaknya harga 194 pucuk pistol ggas air mata tersebut
karena panitia pengadaan barang/jas atidak maksimal untuk memperoleh harga
yang menguntungkan Pemprov DKI. Itu, dimungkinkan pula oleh sikap Biro
Perlengkapan DKI menetapkan harga terlalu tinggi tanpa mempertimbangkan harga
pasar (biasanya sengaja) logikanya sangat tidak masuk akal bagaimana mungkin
barang yang dibeli lebih mahal dari harga pasar, aneh tapi nyata.

Para makelar proyek biasanya mengaku tidak melakukan serap aspirasi


tentang proyek yang dibutuhkan masyarakat. Nanum mereka tidak sadar bahwa
namanya dimanfaatkan oknum tertentu dalam upaya mengegolkan proyek.
Modusnya biasanya dilakukan dengan pencatutan nama dari penguasa lokal tertentu
dan disertai dengan pungutan. Para makelar proyek kemudian meminta imbalan
sejumlah uang bilaproyek cair. Para calo bahkan menawarkan jasa membuat
proposal dan mengantarkan ke panitia tender proyek tertentu. Seharusnya untuk
menghindari calo, harus ada kebijakan yang ketat untuk mengancam tidak akan
mengegolkan proyek yang daijukan lewat calo.

Banyak pengamat yang sudah biasa melihat orang-orang yang tidak jelas
sering berkeliaran di lingkungan Kantor Pemerintah Kota/ Kabupaten. Mereka
ternyata adalah calo proyek yang sejak dulu selalu berusaha kasak-kusuk mendekati
oknum pejabat agar bisa mendapat proyek. Profesi broker/ calo, sering dicibir dan
dipandan gsebelah mata karena pekerjaannya tidak lebih dari sekedar mencari fee
atau komisi. Misalnya, calo diterminal sering meminta komisi dari sopir. Sementara
calo dikereta api atau pelabuhan mendapatkan komisi dari penumpang. Praktik yang
sama dilakukan broker politik dan calo proyek pemerintah. Mereka seolah- olah
hidup didunia lain yang hanya mengejar uang dan sama sekali tidak terpengaruh
dengan hiruk-pikuk reformasi.

Kalau broker politik baisanya mencari fee dari usahanya mempertemukan


oprang-orang partai yang bersewberangan agar mau berkoalisi untuk menhantam
laean politik lainnya, maka calo proyek pemerintah, berusaha kasak-kusuk
mendekati pejabat tertentu yang mau disogok. Selanjutnya, proyek pemerintah mau
bagus atau jelek, bukan menjadi urusan calo lagi sehingga zaman rezim Orde baru
banyak proyek pemerintah yang cepat rusak.
“Elit-elit masyarakat, seperti para akademisi, LSM, petinggi organisasi
masyarakat dan mahasiswa lah yang kemudian menikmati pelbagai akses informasi
di pemerintahan dan keputusan-keputusan politik dilevel strategis.sedangkan
kerumunan masyarakat di kalangan bwah seperti biasanya selalu menjadi penonton
saja. Akses inforamsi yang berputar ditingkat elit tapi selalu saja disekitarnya
terdapat sejumlah uang mengiringi. Misalnya, informasi tentang pelbagai proyek
yang ada di dalam birokrasi, kemudian membangkitkan naluri ‘mencari makan’ dari
manusia- manusia aktivis tadi. Keinginan untuk mendapatkan sejumlah keutungan
dari proyek-proyek (yang pada dasarnya adalah hasil dari kebijakan public) dari
para aktivis tadi muncul, barangkali dengan dalih sebagai hadiah dari perjuangan
yang mereka lakukan”.

“setelah para elit yang mengaku sebagai pendekar- pendekar reformasi inio
mengetahui adanya informasi proyek tersebut maka tentu mereka berkeinginan
untuk dapat mengaksesnya. Mereka menggunakla pressure pelbagai legitimasi yang
dimiliknya untuk melakukan lobby proposal proyek diajukannya agar dapat
disetujui oleh pemegang legalitas di pemerintahann pihak pemerintahan biasanya
memanfaatkan kondisi ini untuk ‘menguasai’ para aktivis agar berpihak padfanya,
denganmemberi kemudahan-kemudahan untuk mendapatkan proyek.

“Kita sesunggguhnya telah tahu bahwa sekian banyak poroyek


pembangunan itu adalah hasil dari proses kebijakan publik dari pemerintah untuk
memberikan pelayanan pada masyarakat. Akan tetapi bagi para broker proyek
seperti ini, sebuah proyek dipandang sebagai lading uang. Semakin banyak proyek
yang didapat, maka makin banyaklah keuntungan yang dapat diraih. Proyek-proyek
pembangunan sudah menjdi barang dagangan bagi para broker proyek ini, yang
umumya adalah para mantan aktivis itu. Pelbagai proyek mereka kantongi mulai
dari membangun jalan sampai sunatan missal”.

“Dari kondisi diatas kita bisa melihat bagaimana pekerjaan proyek-proyek


pembangunan yang harusnya dinikmati masyarakat ditangani oleh orang yang tidak
menguasai bidangnya. Tapi memang dalih yang muncul adalah bahwa mereka
adalah sebatas makelar proyek, yang tidak bekerja riil, tapi ikut menikmati untuk
dari pekerjaan itu. Para makelar proyek ini hanya bermodalkan ‘omongan’ dan
telpon sana-sini. Yang lebih parah adalah makelar proyek seperti ini juga memiliki
hierarkhisnya sendiri, inilah yang kemudian memunculkan istilah ‘sub kontrak’.
Yaitu makelar yang satu mengoperkan kepada makelar dibawahnya, begitu
seterusnya hingga membentuk rantai makelar yang panjang. Panjangnya rantai ini
tentu berimplikasi pada pemotongan di masing-masing level makelar itu, hingga
akhirnya yang sampai dimasyarakat tinggal 30-40 % saja. Tak ada lagi perbedaan
antara yang mereformasi dengan yang direformasi”.

“Dengan praktik seperti ini jelas uangh rakyaty akan terbuang sia-sia,
masyarakat sama sekali tidak merasakan proyek yang dikerjakan. Sebab, proyek-
proyek pembangunan sama sekali tidak berperspektif rakyat, tapi berperspektif pada
keuntunga personal para makelar-makelar proyek pembangunan, sebagai sebuah
output dari kebijakan publik, telh termodifikasi sedemikian rupa sehingga makin
jauh dari tujuan instrument menyejahterakan rakyat”.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Muhammad Zainal. 2011. Masalah, Isu, dan Agenda Kebijakan dalam
Kebijakan Publik. (online). (/www.masbied.com/2011/08/19/masalah-isu-dan-
agenda-kebijakan-dalam-kebijakan-publik/). Diunduh tanggal 20 April 2012

Anonim. 2012. Masalah Publik 2. [online]


http://eprints.undip.ac.id/9509/1/Masalah-Publik-2.pdf (diakses Jumat, 20 April
2012)

Dunn WN, Analisa Kebijaksanaan Publik, Penerbit PT. Hanindita, Yogyakarta,


1988.
SURYA UTAMA . Dasar–Dasar Analisis Kebijaksanaan Kesehatan . Fakultas
Kesehatan Masyarakat . Universitas Sumatera Utara
Putra, Fadillah. 2005. Kebijakan Tidak Untuk Publik!. Yogyakarta: Resist Book

Tri Anung Anindita, http://adieth12.blogspot.com/2011/11/5-contoh-masalah-


kebijakan-publik.html diakses 20-4-12

Subarsono, Ab. 2005. “Analisis Kebijakan Publik; Konsep, Teori dan Aplikasi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar

Tri Widodo Wahyu Utomo, SH. 1999-2000. Pengantar Kebijakan Publik. STIA
LAN Bandung.
William Dunn. Pengantar Analisis Kebijakan Publik, 1998, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. Hal: 24

Sudibyo, Priyo. 2012. Problem Structuring. (online).


(priyosudibyo.staff.fisip.uns.ac.id/files/.../3-ProblemStructuring.ppt) diunduh
tanggal 20 April 2012
Utomo, Tri Widodo W. 1999. Pengantar Kebijakan Publik. [online]
http://www.geocities.ws/mas_tri/peng_kebijakan.PDF (diakses Sabtu, 21 April
2012)

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3765/1/fkm-surya4.pdf.Dasar–
Dasar Analisis Kebijaksanaan Kesehatan. SURYA UTAMA. 2004. Diakses 21
April 2012 04:21

http://staf.unp.ac.id/yusranrdy/media/isu_kebijakan.pdf. BAHAN KULIAH


FORMULASI DAN IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PUBLIK PRODI ILMU
ADMINISTRASI NEGARA FIS-UNP. Rahmadani Yusran,S.Sos, M.Si

http://staf.unp.ac.id/yusranrdy/media/isu_kebijakan.pdf

Anda mungkin juga menyukai