Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH BERMAIN DAN PERMAINAN ANAK SD

“TAHAPAN PERKEMBANGAN BERMAIN”

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK VIII

1. RYAN ARYANTO (E1E019291)


2. SITI MAULIDIYA NABILA (E1E019302)
3. SRI RAHMAWATI (E1E019307)

Dosen Pengampu :
Drs. Safruddin, M.Pd
Dr. Prayogi Dwina Angga, M.Pd

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah subhanahu wa ta’ala yang telah memberikan limpahan
rahmat, taufik dan hidayah serta karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Tahapan Perkembangan Bermain”. Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas pada mata kuliah “Bermain dan Permainan Anak SD”. Disamping itu, penulis
berharap agar makalah ini mampu dibaca dan dipahami serta diambil manfaatnya oleh penulis
maupun pembaca.

Dalam pembuatan makalah ini tentunya tidak luput dari bantuan banyak pihak. Dan
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Drs. Safruddin, M.Pd dan Bapak Dr. Prayogi
Dwina Angga, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Bermain dan Permainan Anak SD.
Serta pihak-pihak lain yang banyak membantu untuk menyelesaikan makalah ini. Penulis
mengakui masih banyak kekurangan pada makalah ini, karena setiap manusia tidak luput dari
kesalahan. Dan penulis meminta agar makalah ini dapat diberikan saran dan kritik yang bersifat
membangun agar kedepannya dapat membuat makalah menjadi lebih baik.

Selong, 13 Maret 2022

Kelompok VIII
DAFTAR ISI
BAB I..........................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN......................................................................................................................................4
1.1 LATAR BELAKANG................................................................................................................4
1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................................................4
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN........................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................................6
PEMBAHASAN.........................................................................................................................................6
2.1 Pengertian Perkembangan..............................................................................................................6
2.2 Aspek-Aspek Perkembangan Anak................................................................................................6
2.3 Tahapan Perkembangan Bermain...............................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................................15
PENUTUP................................................................................................................................................15
3.1 KESIMPULAN........................................................................................................................15
3.2 SARAN.....................................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................16
DESKRIPSI TUGAS ANGGOTA KELOMPOK.................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan serta dapat menjadi sarana
belajar bagi anak yang sekaligus menjadi suatu proses yang terjadi secara terus menerus
dalam kehidupan dan mempunyai manfaat untuk merangsang perkembangan anak secara
umum, membantu anak dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya (Sekartini, 2011).
Sedangkan menurut Adriana (2011), Bermain adalah salah satu stimulasi yang tepat bagi
anak untuk merangsang daya pikir anak untuk mendayagunakan aspek emosional, sosial,
dan fisiknya.
Ada beberapa jenis permainan yang bersifat membentuk ketrampilan dankreatifitas
anak seperti permainan menyusun puzzel, membuat origami. Semua itu memerlukan
kontrol dan seleksi orang tua ataupun guru agar jenis dan alat permainan tersebut dapat
berfungsi optimal dan tidak membahayakan anak. Perkembangan personal sosial adalah
bertambahnya kemampuan dalam aspek-aspek yang berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan sekitar. Perkembangan
personal sosial anak dapat distimulasi dengan kegiatan bermain karena anak dapat
berinteraksi dengan teman-teman sebayanya (Marimbi, 2010).
Perangsangan dan latihan-latihan anak dapat dilakukan oleh orang tua,anggota
keluarga, ataupun orang dewasa disekitar anak. Karena pentingnya orang tua bagi
pengembangan kecerdasan anak dan kreatifitas anak, maka sangat dianjurkan pada orang
tua terutama ibu untuk meluangkan waktu secara teratur untuk menemani anak dalam
melakukan kegiatan sesuaidengan tingkatan usia dan perkembangan anak pada
umumnya, misalnyadengan kegiatan bermain dan diharapkan orang tua mengetahui
manfaatdari kegiatan yang dilakukan anak sesuai dengan umur anak saat ini.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan anak?
2. Apa saja aspek-aspek perkembangan anak?
3. Apa yang dimaksud tahapan perkembangan bermain?
1.3 TUJUAN PEMBAHASAN
1. Menjelaskan pengertian perkembangan anak
2. Menjelaskan aspek-aspek perkembangan anak
3. Menjelaskan tahapan perkembangan bermain
BAB II

PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Perkembangan
Perkembangan adalah suatu perubahan fungsional yang bersifat kualitatif, baik dari
fungsi-fungsi fisik maupun mental sebagai hasil keterkaitannya dengan pengaruh lingkungan.
Perkembangan ditunjukkan dengan perubahan yang bersifat sistematis, progresif dan
berkesinambungan.

1) Perubahan Bersifat Sistematis


Perubahan dalam perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya saling kebergantungan
atau saling mempengaruhi antara aspek-aspek fisik dan psikis dan merupakan satu
kesatuan yang harmonis. Misalnya anak diperkenalkan bagaimana cara memegang pensil,
membuat huruf-huruf dan diberi latihan oleh orang tuanya. Kemampuan belajar menulis
akan mudah dan cepat dikuasai anak apabila proses latihan diberikan pada saat
ototototnya telah tumbuh dengan sempurna, dan saat untuk memahami bentuk huruf telah
diperoleh. Dengan demikian anak akan mampu memegang pensil dan membaca bentuk
huruf.
2) Perubahan Bersifat Progresif
Perkembangan yang ditunjukkan dengan adanya perubahan yang terjadi bersifat maju,
meningkat dan mendalam baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Misalnya, perubahan
pengetahuan dan kemampuan anak dari yang bersifat sederhana berkembang ke arah
yang lebih kompleks.
3) Perubahan Bersifat Berkesinambungan
Berkesinambungan ditunjukkan dengan adanya perubahan yang berlangsung secara
beraturan atau berurutan, tidak bersifat meloncat-loncat atau karena unsur kebetulan.
Misalnya, agar anak mampu berlari maka sebelumnya anak harus mampu berdiri dan
merangkak terlebih dahulu. Melalui belajar anak akan berkembang, dan akan mampu
mempelajari hal-hal yang baru. Perkembangan akan dicapai karena adanya proses belajar,
sehingga anak memperoleh pengalaman baru dan menimbulkan perilaku baru.
2.2 Aspek-Aspek Perkembangan Anak
Perkembangan berkaitan dengan kepribadian yang terintegrasi. Anak sekolah dasar yang
berusia diantara 6-11 tahun berada pada fase kanak-kanak tengah (Sumantri, 2014: 99).

Fase kanak-kanak tengah, anak memiliki kemampuan dasar berhitung, menulis, serta
membaca. Fase perkembangan anak SD dapat dilihat dari beberapa aspek utama kepribadian
individu anak, yaitu aspek 1) fisik-motorik, 2) kognisi, 3) sosio-emosional, 4) bahasa, dan 5)
moral keagamaan. Fase perkembangan anak dijelaskan sebagai berikut:

1) Fisik-motorik
Pertumbuhan fisik anak pada usia SD ditandai dengan anak menjadi lebih tinggi,
berat, dan kuat dibandingkan pada saat anak berada di PAUD/TK, hal ini tampak pada
perubahan sistem tulang, otot dan keterampilan gerak. Anak lebih aktif dan kuat untuk
melakukan kegiatan fisik seperti berlari, memanjat,melompat, berenan dan kegiatan luar
rumah lainnya. Kegiatan fisik ini dilakukan oleh anak dalam upaya melatih koordinasi,
motorik, kestabilan tubuh maupun penyaluran energi yang tertumpuk. (Izzaty, 2008).
Perkembangan fisik anak SD lakilaki dan perempuan berbeda. Anak perempuan biasanya
lebih ringan dan lebih pendek daripada anak laki-laki. (Slavin, 2011).

Aspek perkembangan fisik-motorik ini berpengaruh terhadap aspek


perkembangan lainnya, sebagai contoh, keadaan fisik anak yang kurang normal misalnya
anak terlalu tinggi atau terlalu pendek, anak terlalu kurus atau gemuk akan
mempengaruhi rasa kepercayaan diri anak. Rasa kepercayaan ini akan berkaitan dengan
emosi, kepribadian, dan sosial anak (Latifa, 2017)

2) Kognisi
Aspek perkembangan kognisi merupakan perkembangan yang berhubungan
dengan kemampuan kognitif yang dimiliki oleh anak, yakni kemampuan untuk berpikir
dan memecahkan masalah. Anak usia sekolah dasar memiliki karakteristik berpikir yang
khas. Cara berpikir mereka berbeda dengan anak pra sekolah dan orang dewasa. Cara
mengamati lingkungan sekitar dan mengorganisasi dunia pengetahuan yang mereka
dapatpun berbeda dengan anak prasekolah dan orang dewasa.
Teori perkembangan Piaget merupakan salah satu teori perkembangan kognitif
yang terkenal. Dalam teorinya, Piaget menjelaskan anak usia SD yang pada umumnya
berusia 7 sampai 11 tahun, berada pada tahap ketiga dalam tahapan perkembangan
kognitif yang dicetuskannya yaitu tahap operasional konkret. Pada tahap ini, anak dinilai
telah mampu melakukan penalaran logis terhadap segala sesuatu yang bersifat konkret,
tetapi anak belum mampu melakukan penalaran untuk hal-hal yang bersifat abstrak
(Trianingsih, 2016).
Anak usia SD akan mengalami perkembangan kognitif yang pesat. Anak akan
mulai belajar membentuk sebuah konsep, melihat hubungan, dan memecahkan masalah
terhadap situasi yang bersifat konkret. (Slavin, 2011). Untuk itu, Guru hendaknya dapat
membangun suasana belajar yang konkret bagi anak sebagai guna memudahkan anak
dalam berpikir logis serta dapat memecahkan masalah. (Trianingsih, 2016).
3) Perkembangan sosio-emosional.
Ciri khas dari fase ini ialah meningkatnya intensitas hubungan anak dengan
teman-teman sebayanya serta ketergantungan anak terhadap keluarga menjadi berkurang.
Pada fase ini hubungan atau kontak sosial lebih baik dari sebelumnya sehingga anak lebih
senang bermain dan berbicara dalam lingkungan sosialnya. Dari penjelasan tersebut dapat
disimpulkan bahwa teman sebaya memiliki peranan yang penting dalam perkembangan
sosial anak, karena melalui teman sebaya anak bisa belajar dan mendapat informasi
mengenai dunia anak di luar keluarga (Murni, 2017).
Hal lainnya yang tampak pada fase ini ialah anak sudah mulai membentuk konsep
diri sebagai anggota kelompok sosial di luar keluarga. Hubungan sosial anak dengan
orang dewasa di luar keluarga memberikan pengaruh penting dalam pengembangan
kepercayaan diri anak. Ketidakpercayaan diri pada anak akan timbul jika anak tidak
mampu mengerjakan tugas seperti temannya. Dalam kegiatan pembelajaran peran guru
sangat penting dalam menumbuhkan kepercayaan diri anak serta semangat berkarya
sesuai dengan kemampuan masing-masing anak.
4) Perkembangan Bahasa
Bahasa merupakan suatu alat untuk berkomunikasi dalam suatu interaksi sosial.
Perkembangan bahasa anak akan berkembang dari awal masa sekolah dasar dan
mencapai kesempurnaan pada akhir masa remaja. Pada usia late primary (7-8 tahun),
bahasa anak mengalami perkembangan yang sangat pesat. Anak telah memahami tata
bahasa, sekalipun terkadang menemui kesulitan dan menunjukkan kesalahan tetapi anak
dapat memperbaikinya.
Anak telah mampu menjadi pendengar yang baik. Anak mampu menyimak cerita
yang didengarnya, dan selanjutnya mampu mengungkapkan kempali dengan urutan dan
susunan yang logis. Anak telah menunjukkan niatanya terhadap puisi, dan juga mampu
mengungkapkan perasaan dan pikirannya dalam bentuk puisi. Anak memiliki
kemampuan untuk memahami lebih dari satu arti, dan memperkaya kata menjadi sebuah
humor. (Surna. 2014).
Salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa anak SD ialah faktor
lingkungan. Anak SD telah banyak belajar dari orang disekitar lingkungannya khususnya
lingkungan keluarga yang merupakan lingkungan terdekat anak. Oleh karena itu,
hendaknya orang tua dan masyarakat menggunakan istilahistilah bahasa yang lebih
selektif dan lebih baik jika berada disekitar anak, karena pada dasarnya bahasa anak akan
dipengaruhi oleh lingkungan tempat tinggalnya. (Adriana, 2008).
5) Perkembangan Moral Keagamaan
Lingkungan keluarga dan lingkungan sosial yang lebih luas di luar keluarga
menjadi pusat dari pelajaran perkembangan moral bagi anak. Konsep perkembangan
moral menjelaskan bahwa norma dan nilai yang ada dilingkungan sosial siswa akan
mempengaruhi diri siswa untuk memiliki moral yang baik atau buruk (Trianingsih ,
2016). Pada masa perkembangan kanak-kanak awal, moral anak belum berkembang pesat
karena disebabkan oleh perkembangan kognitif anak yang belum mencapai pemahaman
menganai prinsip benar salah menganai suatu hal, pada masa ini anak belum mampu
membedakan hal-hal yang benar untuk dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan.
(Murni, 2017).
Berdasarkan periodesasi perkembangan Piaget, anak sekolah dasar kelas I, II, III,
dan IV berada dalam periode transisi, yaitu meninggalkan periode moral realisme
memasauki periode moral otonom. Akibat periode transisi itu tingkah laku moral anak
kadang-kadang seperti tingkah laku moral anak periode heterenom dan kadangkadang
seperti tingkah laku anak yang otonom. Bagi anak kelas II, III, dan IV yang masih berada
dalam perkembangan moral heterenom, yaitu anak mulai melihat tingkah laku baik atau
buruk yang dipanang dari akibat yang ditimbulkan oleh tingkah laku itu, dan bukan dari
niat atau maksud si pelaku. Misalnya, ketika 12 buah gelas secara tidak sengaja
dipecahkan oleh anak, hal ini akan dipandang anak sebagai tingkah laku yang lebih buruk
dibandingkan dengan memecahkan sebuah gelas yang maksudnya untuk mencuri kue
Bagi anak yang dalam periode perkembangan moral otonom justru berpandang
sebaliknya, bahwa memecahkan 12 buah gelas secara tidak sengaja lebih baik daripada
memecahkan sebuah gelas karena ingin mencuri kue.
Bagi anak itu kesalahan tingkah laku dilihat dari maksud orang bertingkah laku,
bukan dari akibat yang ditimbulkan dari oleh tingkah laku itu. Sehubungan dengan aspek
perkembangan moral anak, guru hendaknya dapat menanamankan moral pada anak yang
dilakukan. tanpa disadari anak sehingga mendorong kesadaran dalam diri anak untuk
berbuat sesuai dengan moral yang baik. (Trianingsih , 2016).

2.3 Tahapan Perkembangan Bermain


Perkembangan dapat diartikan merupakan perubahan yang terjadi pada individu ataupun
organisme yang bersifat kuantitatif dan kualitataif hal inipun dapat kita lihat dari perkembangan
bermain anak yang dimulai pada fase natal hingga dewasa dan memiliki ciri dan krakteristik
tertentu dalam setiap tahapan perkembangnya.Tahapan bermain pada anak tentunya berbeda dan
disetiap tahapanya hal ini sangat penting untuk diketahui agar kita dapat memfasilitasi tahapan-
tahapan perkembangan tersebut sehingga perkembangan bermain anak dapat berkembang sesuai
dengan tahapannya (Pratiwi, 2017:112).

Bermain memiliki beberapa tahapan sesuai dengan perkembangan anak. tahapan-tahapan


ini merupakan hasil penelitian dari beberapa ahli perkembangan anak (Ardini, et.al:2018) yaitu:

1. Tahapan perkembangan bermain menurut Jean Piaget


a. Sensory Motor Play (3/4 BLN- 2 TAHUN)
Pada tahap ini anak menikmati aktivits bermain melalui sensor-sensor otot yang
terdapat di dalam tubuh terutama yang terdapat dalam lima indera. Sebagai contoh anak
suka memasukan mainan ke dalam mulut, karena anak menikmati aktivitas tersebut.
Piaget mendasari tahapan tersebut berdasarkan tahapan perkembangan kognitif anak usia
0-2 tahun melalui sensory motor karena anak berusaha mengenali lingkungan dan
memperoleh informasi mengenai lingkungan melalui sensor-sensor otot.
b. Symbolic/make Believe Play (2-7 tahun)
Pada tahap ini kognitif anak sudah masuk pada masa pra operasional konkret,
yaitu tahap pemahaman informasi melalui benda-benda konkret. Pada tahap ini
kemampuan anak berimajinasi berkembang dengan pesat, dengan demikian pada tahap
ini anak masuk pada masa bermain pura-pura atau symbolic/make believe play.
c. Social Play Games with Rules (8-11 Tahun)
Pada tahap ini, perkembangan sosial anak sudah semakin baik. Anak sudah mulai
senang bermain dengan teman sebaya. Selain itu menurut Kohlberg, pada usia ini anak
sangat mematuhi sebuah aturan yang dibuat sebelumnya. Berdasarkan hal tersebut. pada
tahap ini Piaget mengklasifikasikan bahwa usia 8-11 tahun. adalah tahap bermain social
dengan aturan.
d. Games with Rules and Sports (11 tahun ke atas)
Usia 11 tahun ke atas, anak sudah masuk dalam tahap perkembangan kognitif
formal operasional. Pada tahap ini anak sudah mampu berpikir secara abstrak seperti
orang dewasa. Dengan demikian pada masa ini anak sudah mampu menikmati bermain
menggunakan aturan dan juga olah raga.
2. Ragam Kegiatan Bermain Menurut Parten
a. UNOCCUPIED PLAY
Pada tahap ini anak tidak benar-benar terlibat dalam. permainan. Anak hanya
mengamati permainan, jika anak tertarik dengan permainan yang diamati, anak akan
masuk dalam permainan. Namun jika tidak anak akan melanjutkan aktivitas lainnya.
b. SOLITARY PLAY
Pada tahap ini anak hanya bermain sendiri. Anak mengabaikan kegiatan
berinteraksi. Hal ini biasanya dilakukan oleh anak yang berusia 2 atau 3 tahun. Hal ini
karena pada masa ini anak berada pada tahap perkembangan kognitif operasional konkret
dan baru mengenal dirinya sendiri. Sehingga tahap berpikir anak masih terpusat pada diri
anak sendiri atau egosentris. Dengan demikian anak sangat menikmati kegiatan bermain
sendiri sampai ketika terdapat anak lain yang mulai mengganggu atau mengambil alat
permainan yang anak gunakan.
c. ONLOOKER PLAY
Tahap ini adalah tahap bermain melalui pengamatan. Tahap ini adalah tahap anak
sebelum ikut dalam kegiatan permainan dalam sebuah lingkungan baru. Anak lebih dulu
mengamati anak lain yang sedang bermain, setelah itu anak akan ikut bergabung dalam
permainan dengan kelompok anak yang diamati sebelumnya.
d. PARALLEL PLAY
Parallel Play adalah kegiatan bermain bersama dalam sebuah kelompok, namun
anggota dalam kelompok tersebut tidak melakukan interaksi. Sekelompok anak
melakukan kegiatan bermain dalam sebuah lingkungan yang sama namun antar individu
tidak melakukan interaksi satu sama lain. Kegiatan bermain ini biasa dilakukan oleh anak
usia 3-4 tahun.
e. ASSOSIATIVE PLAY
Pada tahap ini anak sudah terlibat sedikit komunikasi seperti bertukatr alat
permainan. Namun, anak masih belum memiliki kerja sama dalam melakukan kegiatan
bermain.
f. COOPERATIVE PLAY
Tahap ini adalah tahap bermain bersama. Pada kegiatan bermain cooperative anak
sudah berbagi tugas dan membuat aturan ketika bermain. Kegiatan bermain ini biasanya
sudah tampak pada anak usia 5 tahun. Namun hal ini tetap tergantung pada peran
pendidik atau orang tua menstimulasi perkembangan bermain anak.
3. Tahapan Bermain Menurut Hurlock
Adapun tahapan perkembangan bermain menurut Hurlock adalah sebagai berikut:
a. Tahapan Penjelajahan (Exploratory Stage)
Berupa kegiatan mengenal objek atau orang lain, mencoba menjangkau atau
meraih benda disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak
sudah dapat merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang
diraihnya.
b. Tahapan Mainan (Toy Stage)
Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak
biasanya hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadinya bermain dengan
boneka dan mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya.
c. Tahapan Bermain (Play Stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada masa ini
jenis permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan alat permain yang
lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan yang lain
yang dilakukan oleh orang dewasa.
d. Tahapan Melamun (Daydream Stage)
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak mulai
kurang berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai
menghabiskan waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya mengenai
perlakuan kurang adil dari orang lain atau merasa kurang dipahami oleh orang lain.

Pada teori yang lain Parten dan Rogers (Sujiono) dalam (Pratiwi, 2017:114-115)
mengemukakan bahwa ada enam tahapan perkembangan bermain pada anak yaitu sebagai
berikut.

1. Unoccupied atau tidak menetap


Anak hanya melihat anak lain bermain tetapi tidak ikut bermain. Anak pada tahap ini
hanya mengamati sekeliling dan berjalan tetapi tidak terjadi interaksi dengan anak yang
bermain.
2. Onlooker atau peneonton/pengamat
Pada tahap ini anak belum mau terlibat untuk bermain tetapi anak sudah mulai bertanya
lebih mendekat pada anak yang sedang bermaon dan anak sudah mulai muncul
ketertarikan untuk bermain, setelah mengamati anak biasanya dapat mengubah cara
bermain.
3. Solitary independent/ bermain sendiri
Pada tahap ini anak mulai bermain akan tetapi bermain dengan dirinya sendiri terkadang
anak berbicara temanya yang sedang bermain tetapi tidak terlibat dengan permainan
anak.
4. Paralel activity atau kegiatan parallel
Anak sudah bermain denngan anak lain akan tetapi belum terjadi interaksi dengan anak
yang lain dan cenderung menggunakan alat yang ada di dekat anak yang lain.
5. Associative play atau bermain dengan teman
Pada tahap terjadi interaksi yang lebih kompleks, dalam bermain anak suadh saling
mengingatkan satu dengan yang lain, terjadi tukar menukar mainanatau mengikuti anak
yang lain .
6. Cooperative or orgenaized supplementary play atau kerja sama dalam bermain atau
dengan aturan. Anak bermain bersama secara terorganisasi dan masing-masing
menjalankan peran yang saling mempengaruhi satu sama lain.
Tahapan bermain yang dikemukakan oleh Parten dan Rogers menyebutkan bahwa
pertama-tama anak menjadi pengamat terhadap hal yang menarik dalam kegiatan bermain,
kemudian anak mulai bermain sendiri, dan memiliki minat bermain, setelah itu anak mengamati
dan menirukan anak lain bermain namun belum berinteraksi, tahap selanjutnya anak mulai
berinteraksi sosial dalam permaian namun belum ada pengaturan dan tahap terakhir permianan
msudah melibatkan interkasi sosial dan pengaturan di dalam permainan.

Dari penjelasan di atas, maka dapat dipahami bermain merupakan suatu kegiatan yang
dilakukan oleh anak dengan dengan spontan, dan perasaan gembira tidak memiliki tujuan
ekstrinsik, melibatkan peran aktif anak, memiliki hubungan sistematik dengan hal-hal diluar
bermain (seperti perkembangan kreativitas) dan merupakan interaksi antara anak dengan
lingkungannya serta memungkinkan anak untuk beradaptasi dengan lingkungannya tersebut.
Masa bermain pada anak memiliki tahap-tahap yang sesuai dengan perkembangan anak baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor dan sejalan juga dengan usia anak.

Bermain merupakan suatu kegiatan yang menyenangkan dan spontan sehingga hal ini
memberikan rasa aman secara psikologis pada anak. Begitu pula dalam suasana bermain aktif,
dimana anak memperoleh kesempatan yang luas untuk melakukan eksplorasi guna memenuhi
rasa ingin tahunya anak bebas mengekspresikan gagasannya melalui khayalan, drama, bermain
konstruktif, dan sebagainya. Maka dalam hal ini memungkinkan anak untuk mengembangkan
perasaan bebas secara psikologis.
BAB III

PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bermain adalah suatu aktivitas yang menyenangkan serta dapat menjadi sarana
belajar bagi anak yang sekaligus menjadi suatu proses yang terjadi secara terus
menerus dalam kehidupan dan mempunyai manfaat untuk merangsang perkembangan
anak secara umum, membantu anak dalam bersosialisasi dengan teman sebayanya
(Sekartini, 2011). Dalam perkembangannya terdapat fase-fase perkembangan seperti
perkembangan fisik motoric, kognisi, sosio emosional, Bahasa dan perkembangan
moral keagamaan. Begitu juga dengan tahap perkembangan bermain anak, seperti
yang telah diungkapkan oleh para ahli seperti jean piaget, yang mengatakan bahwa
tahap perkembangan bermain anak terdiri dari Sensory motor play, symbolic make
believe play, Social play games with rules.
3.2 SARAN
Dalam penulisan makalah ini, kami sadar bahwa makalah ini sangat jauh dari kata
sempurna karena kesempurnaan hanya milik Allah subhanahu wa ta’ala. Sehingga
kami sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat untuk penulis dan pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Ardini, Pupung Puspa., & Anik Lestariningrum. 2018. Bermain dan Permainan Anak Usia Dini
(Sebuah Kajian Teori dan Praktik). Nganjuk. PT : Adjie Media Nusantara.
Khaulani, Fatma. Dkk. 2019. “Fase dan Tugas Perkembangan Anak Sekolah Dasar”. Jurnal
Ilmiah Pendidikan Dasar. Vol. VII No. 1

Pratiwi, Wiwik. 2017. KONSEP BERMAIN PADA ANAK USIA DINI. TADBIR : Jurnal
Manajemen Pendidikan Islam. Vol 5 (2). Hal 106-117.
Syaodih, Ermawulan. “Psikologi Perkembangan”.
DESKRIPSI TUGAS ANGGOTA KELOMPOK
N NAMA ANGGOTA PERAN DALAM PEKERJAAN
O KELOMPOK KELOMPOK/ DESKRIPSI TUGAS
01. RYAN ARYANTO (E1E019291)  Membuat Bab 1
 Menyampaikan Materi
 Membuat resume diskusi
02. SITI MAULIDIYA NABILA  Mencari materi
(E1E019302)  Menjadikan satu hasil refrensi menjadi
makalah
 Menyampaikan materi
03. SRI RAHMAWATI (E1E019307)  Mencari materi
 Membuat PPT
 Menyampaikan materi

Anda mungkin juga menyukai