NIM : E1A019090
KELAS : D/VI
TUGAS 6
2. Kelompokkan jasa lingkungan kedua ekosistem tersebut sesuai fungsinya, misalnya ada fungsi
untuk regulasi gas!
3. Bagian mana dari fungsi jasa lingkungannya yang dapat berfungsi dimanfaatkan oleh
wisatawan!
Jawab :
1.-Padang lamun : merupakan suatu ekosistem yang memberikan manfaat bagi organisme yang
hidup berasosiasi di dalamnya serta manusia di sekitarnya (jasa ekosistem). Jasa ekosistem padang
lamun yang ada dalam perairan antara lain berupa tempat perlindungan, tempat memijah ikan dan
tempat menyediakan makanan bagi biota laut (Fortes, 1990). Sedangkan bagi lingkungan sekitar,
jasa ekosistem padang lamun memberikan manfaat sebagai produsen primer, mendaur ulang zat
hara, stabilisator dasar perairan, pemurnian air dan perangkap sedimen.
-Terumbu karang : merupakan ekosistem yang subur dan paling produktif di lautan, hal ini
disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai
kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Terumbu karang menjad habitat bagi berbagai
spesies ikan seperti kerapu, kakap merah, dan ikan Napoleon, ikan hias laut (ornamental fish),
udang karang/lobster, kima, teripang, kerang mutiara dan alga. Terumbu karang juga mempunyai
fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien, pelindung fisik pantai, tempat pemijahan dan asuhan
bagi berbagai jenis biota. Selain itu, terumbu karang juga mempunyai potensi dalam jasa
lingkungan (environmental services) karena keindahan ekosistem yang dimilikinya terutama
dalam penyedia industri wisata bahari dan transportasi laut. Fungsi terumbu karang untuk
kepentingan wisata selain kepentingan ekologis banyak yang menghitung secara ekonomis.
2. Regulasi gas Ekosistem Lamun : akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen
untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi
sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Melalui sistem akar dan rhizoma,
lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan
kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi
sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran
oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang
dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi
anoksik yang sering ditemukan pada substrat yangmemiliki sedimen liat atau lumpur.
Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi)
maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi. Lamun memiliki akar sejati, daun,
pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas. interaksi
gas CO2 atmosfer dan air laut pada ekosistem lamun terjadi penyerapan langsung di musim barat,
sedangkan pada musim lainnya air laut berperan sebagai sumber CO2.
3. Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem alam maupun
buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh
para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan
ekosistem secara berkelanjutan. Wisata alam adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan
potensi sumber daya alam yang memiliki daya tarik bagi wisatawan serta yang ditujukan untuk
pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaannya. Ekowisata
adalah suatu model pengembangan wisata alam yang bertanggung jawab di daerah yang masih
alami atau daerah-daerah yang dikelola secara alami dimana tujuannya selain untuk menikmati
keindahan alam juga melibatkan unsur pendidikan dan dukungan terhadap usaha konservasi serta
peningkatan pendapatan masyarakat setempat.
4. Terdiri dari 4 aspek yaitu, aspek Ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan
maksimal suatu kawasan; Aspek Fisik, Daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang
menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam area
tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas; Aspek Sosial, Daya dukung sosial adalah
kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat
penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas
pengalaman atau kepuasan; Aspek Rekreasi, Daya dukung reakreasi merupakan konsep
pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan
kemampuan kawasan. Aspek dari ekowisata yang memiliki nilai konservasi atau ekonomi adalah
aspek fisik dan rekreasi.
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)
ABSTRAK
Banda Neira merupakan salah satu wilayah yang berada di Provinsi Maluku. Wilayah ini kaya
akan potensi sumber daya perikanan karena memiliki ekosistem terumbu karang, pelagis dan demersal.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji nilai ekonomi terumbu karang di Banda Neira. Penelitian
ini dilakukan pada tahun 2015 di Banda Neira. Nilai Ekonomi Total (TEV) terumbu karang di kawasan
TNKpS dihitung dengan mengagregasi nilai pemanfaatan dan nilai non pemanfaatan. Berdasarkan hasil
penelitian, Pertama, nilai pemanfaatan tidak langsung dari terumbu karang adalah pelindung pantai,
dimana panjang pantai yang dilindungi oleh karang pada wilayah Banda Neira diperkirakan mencapai
10.562 meter sehingga nilai yang terbentuk adalah Rp.1.936.366.667 atau setara dengan Rp.4.588.547/
ha karang. Kedua, nilai keberadaan terumbu karang adalah sebesar rata-rata Rp.113.162,-/tahun. Jika
dikalikan jumlah populasi dibagi luas terumbu karang, maka WTP Rp.2.580.733,-/orang/ ha/ tahun.
Ketiga, nilai pemanfaatan langsung perikanan sebesar Rp.323.071.865,- per pelaku usaha perikanan,
nilai pemanfaatan langsung untuk pariwisata sebesar Rp.482.654.114,10. Jadi total, nilai total ekonomi
terumbu karang di Banda Neira mencapai lebih dari 17 triliun rupiah. Sebagian besar masih disumbang
dari sumber daya ikan yang telah dimanfaatkan khususnya pelagis. Nilai ekosistem secara ekologi
berdasarkan parameter-parameter yang diukur hanya menyumbang kurang dari 1% dengan nilai sekitar
empat miliar rupiah per tahun. Kecilnya kontribusi nilai pariwisata terhadap pemanfaatan langsung karena
sulitnya aksesibilitas Banda Neira, sistem transportasi yang kurang mendukung seperti penerbangan
udara hanya satu kali seminggu. Diharapkan pemerintah memperbaiki aksesibilitas ke Banda Neira,
dengan memperbanyak frekuensi transportasi udara.
Kata Kunci: karang, valuasi ekonomi, keberadaan, manfaat langsung, manfaat tidak langsung
ABSTRACT
Banda Neira is one of the areas located in Maluku Province. This region has potential fisheries
resources because of coral reef ecosystems, pelagic and demersal. The purpose of this study was
to analyze the economic value of coral reefs in Banda Neira. The study was conducted in 2015 in
Banda Neira district, Maluku Province. The Total Economic Value (TEV) of coral reefs in the TNKpS
area is calculated by aggregating the value of utilization and non utilization. Based on the results of
the research, First, the indirect use value of coral reefs is coastal protection, where the length of coral
protected beaches in the Banda Neira region was estimated to reach 10,562 meters so that the value
was 1,936,366,667 IDR or equivalent to 4,588,547 IDR / ha corals. Secondly, the value of coral reefs
was an average of 113.162 IDR, - / year. If multiplied by the total population divided by coral reef area,
then the WTP value was 2.580.733 IDR, - / person / ha / year. Third, direct fishery utilization value was
323,071,865 IDR, - per fishery business actor, direct use value for tourism was 482.654.114,10 IDR.
So that total economic value of coral reefs in Banda Neira reaches more than 17 trillion rupiah. Most of
it is still contributed from fish resources that have been utilized, especially pelagic. Ecological value of
ecosystem based on measured parameters only contribute less than 1% with value of about 4 billion
rupiah per year. The small contribution of tourism value to direct use because of difficulty of Banda Neira
accessibility, less supportive transportation system like air flight only once a week . The government is
expected to improve accessibility to Banda Neira, by increasing the frequency of air transport.
Keywords: coral reefs, economic valuation, presence, direct benefits, indirect benefits
Korespodensi Penulis:
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 11
Gedung Balitbang KP I Lt. 4 Jalan Pasir Putih Nomor 1 Ancol Timur, Jakarta Utara, Indonesia
Telp: (021) 64711583 Fax: 64700924
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20
12
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)
Q = F (X1, X2, X3, X4, X5, X6) ........ (1) Dimana/ Where:
Dimana/ Where:
Dimana/ Where: PV = NilaiPVKini/ Present
= Nilai Kini/Value
Present Value
Q = Hasil tangkapan / The catch V = NilaiV terumbu
= Nilaikarang/
terumbu Coral reef value
karang/ Coral reef value
I = Suku Bunga/
I = Suku Bunga/ Interest rate Interest rate
X1 = Harga ikan/ Fish prices
t = Waktu ( tahun ke 1,2,3, ….)/ Time (year of 1
t = Waktu ( tahun ke 1,2,3, ….T)/Time (year of
X2 = Umur responden/ Age of respondent
1,2,3,.....T)
X3 = Jumlah trip / Number of trips
X4 = Pendidikan/ Education Teknik
Teknikcontingent valuation
contingent method
valuation (CVM) (CVM) digun
method
X5 = Pendapatan / Revenue digunakan untuk menghitung nilai manfaat
keberadaan
keberadaan ekosistem
ekosistem terumbu terumbu
karang karang
di Bandadi Banda N
X6 = Jumlah anggota keluarga/ Number of family
Neira. Metode initentang
menanyakan digunakan
nilai untuk menanyakan
atau harga yang diberikan ma
members
tentang nilai atau harga yang diberikan masyarakat
terumbu karang agar tetap terpelihara. Menurut Suprap
Sedangkan untuk aspek pariwisata secara akan keberadaan ekosistem terumbu karang agar
fungsional manfaat langsung dapat ditulis sebagai metode
tetap yang berbasiskan
terpelihara. surveyetdimana
Menurut Suprapto dalam kuesion
al. (2015)
berikut: CVMyangadalah sebuah metode
dipersepsikan yang dengan
masyarakat berbasiskan
keberadaan eko
survey dimana dalam kuesioner ditanyakan
Y = F (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7) ........(2) lestari. nilai
tentang Berdasarkan
atau harga hasilyang
wawancara rata-rata masyara
dipersepsikan
Dimana/ Where: masyarakat
keberadaandengan dan fungsikeberadaan ekosistem
serta manfaat ekosistem terum
Y = Kunjungan/ Visit terumbu karang supaya tetap lestari. Berdasarkan
X1= Biaya perjalanan/ Travel cost hasil wawancara rata-rata masyarakat sudah
sangat mengenal tentang keberadaan dan fungsi
13
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20
serta manfaat ekosistem terumbu karang di Banda Nilai ekonomi terumbu karang, mangrove,
Naira. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan atau wilayah konversi bervariasi, hal ini dapat
ekosistem terumbu karang rata-rata menyatakan dilihat dari nilai ekonomi satu kawasan konservasi
mau berkontribusi terhadap kelestarian ekosistem dengan kawasan konservasi berbeda-beda di
terumbu karang. setiap negara dan daerah. Hal ini dikarenakan
kawasan konservasi setiap negara mempunyai
Kelemahan dari metode CVM adalah adanya karakteristik sumber daya terumbu karang, sosial
perbedaan karakteristik masyarakat di berbagai ekonomi, pemanfaatan yang berbeda-beda.
daerah di Indonesia yang tentunya juga akan
memberikan nilai yang berbeda (Kalatouw et al.,
2015). Variabel yang dilihat menurut Kalatouw et al. HASIL DAN PEMBAHASAN
(2015) adalah manfaat tidak langsung (nilai yang
1. Karakteristik Sumber Daya Kelautan dan
dirasakan secara tidak langsung terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan Perikanan di Banda Neira
lingkungan), manfaat langsung (nilai yang dihasilkan Banda Neira memiliki potensi ikan dan
dari pemanfaatan secara langsung), nilai manfaat potensi non ikan seperti lobster, kerang-kerangan
pilihan (nilai pilihan untuk melakukan preservasi dan teripang. Namun, potensi non ikan ini belum
bagi penggunaan barang dan jasa sumber daya menjadi perhatian masyarakat nelayan karena
dan lingkungan terumbu karang di masa yang kecenderungannya masih terkonsentrasi pada
akan datang yang tidak dapat digunakan pada perikanan tangkap. .Ada pun jenis perikanan tangkap
saat sekarang), dan nilai manfaat ekonomi total yang yang memiliki potensi untuk dikembangkan
(penjumlahan dari seluruh manfaat yang telah untuk perekonomian masyarakat yaitu :
diidentifikasi dari ekosistem terumbu karang).
• Pelagis besar diantaranya Tuna dan Cakalang
Menurut Pieter et al. (2015), variabel dalam
• Pelagis Kecil..diantaranya layang, selar,
penelitian ini pada dasarnya adalah segala sesuatu
tongkol, wakong, marwaji, kawalinya.
yang berbentuk jasa lingkungan dari ekosistem
terumbu karang yang dinilai berdasarkan persepsi • Ikan Demersal diantaranya, kerapu, sikuda,
masyarakat. Penilaian tersebut ada yang bersifat samandar, biji nangka/salmaneti dan kakap.
sebagian saja atau parsial, namun ada juga yang
• Ikan hias diantaranya tiger fish, bat fish, angel
melakukan penilaian secara total (nilai ekonomi
fish, morrish fish, anemone fish dan lain-lain.
total ) dengan menjumlahkan manfaat langsung
(perikanan, pariwisata), manfaat tidak langsung Sedangkan untuk perikanan budidaya,
(feeding ground, nursering ground, pelindung berkembang usaha budidaya berupa pembesaran
pantai), nilai warisan, dan nilai keberadaan. teripang, budi daya kerang, dan budi daya rumput
laut. Setiap aktivitas usaha budidaya tersebut
Menurut Setiyowati et al. (2016), untuk dilakukan dalam bentuk “sasi”. Usaha budi daya
menghitung manfaat tidak langsung menggunakan selain dilakukan perorangan atau kelompok
metode replacement cost, dalam hal ini adalah oleh masyarakat juga sudah dilakukan dalam
sejumlah nilai moneter yang dikorbankan apabila bentuk usaha berbadan hukum, seperti usaha budi
kawasan terumbu karang mengalami kerusakan, daya tiram yang dikembangkan oleh CV. Banda
dimana nilai yang diberikan masyarakat merupakan Marine.
nilai minimum. Menurut Aryanto dan Mardjuka
(2005), pentingnya perhitungan moneter untuk Selain itu perekonomian masyarakat Banda
keuntungan dan kerugian lingkungan yaitu untuk Neira juga ditopang oleh sub sektor pariwisata, jadi
mengetahui dan mengartikan ‘moneterisasi’ tidak hanya mengandalkan sub sistem perikanan.
keinginan individu membayar untuk kepentingan Secara keseluruhan di Kecamatan Banda sampai
lingkungan, misalnya keinginan untuk membayar tahun 2013 terdapat 43 obyek wisata yang terdiri
bukan hanya pelestarian dan perbaikan saja, atas satu wisata alam, 25 wisata sejarah, 12 wisata
namun juga untuk menerima kompensasi dari bahari, tiga wisata budaya dan dua minat khusus.
kerugian. Biasanya metode yang digunakan dalam Ada pun wisata bahari yaitu wisata penyelam yang
valuasi adalah metode effect on production, dan menjadi ciri khas di Banda Neira adalah wisata
CVM yang diperoleh dari WTP per individu maupun penyelam di sekitar terumbu karang yang berasal
per rumah tangga, pada penelitian menggunakan dari batuan lahar Gunung Api Banda. Banda Neira
metode CVM. memiliki 14 titik penyelaman.
14
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)
KETERANGAN/ INFORMATION:
Gambar 1. Peta Nilai Manfaat Langsung Berbagai Ekosistem Di Pesisir Bandaneira, Kab.
Maluku Tengah (Data Primer Diolah, 2015)
Gambar 1. Figure
Peta Nilai
1. MapManfaat Langsung
of Direct Benefit Value Berbagai Ekosistemindi
Of Various Ecosystems Pesisir
Coastal Banda Neira,
Bandaneira Kabupaten
.Maluku District,
TengahCentral Maluku Region (Primary Data Processed, 2015)
Figure 1. . Map of Direct Benefit Value of Various Ecosystems in Coastal Banda Neira District,
Rata-rata responden yang melakukan penangkapan ikan berusia 42 tahun, dengan
.Central Maluku
pendidikan sebagian Region.
besar hanya sampai tamat SLTP. Jumlah tanggungan keluarga responden
Sumber: Data Primer Diolah, 2015/Source: Primary Data Processed, 2015
rata-rata berjumlah lima orang. Hasil tangkapan responden dapat mencapai rata-rata 11.000
kg/tahun dengan harga rata-rata Rp 18.000/kg. Usaha penangkapan ikan di Banda Neira
membutuhkan investasi untuk pembelian alat pancing seharga Rp 100.000/unit, armada perahu
15
dengan harga Rp 2.000.000,-/unit dan mesin seharga Rp 3.000.000,-/unit. Jumlah trip dalam
setahun dapat mencapai sekitar 196 trip atau berkisar 16-17 trip tiap bulannya. Pendapatan
responden per tahun bersihnya dapat mencapai Rp 118.711.716,- atau sebesar 9 jutaan rupiah
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20
Harga/
Price
Kunjungan/
Visit
Gambar
Gambar 2. 2. Surplus
Surplus ProdusenUntuk
Produsen UntukTravel
Travel Cost
Cost Method Banda
Banda Neira
Neira
Figure 2. Producer Surplus For Travel Cost Method Banda
Figure 2. Producer Surplus For Travel Cost Method Banda Neira District Neira District
Sumber:
Sumber : Data Data(Diolah),
Primer Primer (Diolah),
2015/ 2015/Source:
Source : Primary
PrimaryData (Processed),
Data 2015
(Processed), 2015
Tabel 2. Hasil
Pada Analisis
Tabel 2Regresi
hubunganLinear Berganda
biaya Model
perjalanan Permintaan
bertanda Wisata
negatif, di Banda
sedangkan Neira.
pada gambar
Table 2. Results of Multiple Linear Regression Model Analysis of Tourism Demand in Banda Neira.
sebelumnya bertanda positif, hal ini dikarenakan model dimasukkan ke fungsi, sehingga
Model Regresi/ Koefisien Beta/ Standardized
Model
Unstandardized Coefficients Coefficients
B
1 (Constant) 2.036 2.294
10
Biaya perjalanan/ Travel Cost -2.60E-009 .000 -.032
Pendapatan/ Income 6.41E-009 .000 .130
Umur/ Age -.009 .016 -.110
Pendidikan/ Education .039 .089 .075
Rombongan/ Entourage .029 .092 .063
Jarak/ Distance -.119 .271 -.093
Pengalaman/ Experience -.365 .430 -.141
Sumber: Data Primer (Diolah), 2015/Source: Primary Data (Processed), 2015
16
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)
Jika dilihat pengaruh biaya perjalanan wisatawan adalah pendapatan, pendidikan dan
terhadap kecenderungan wisatawan asing, ada jumlah rombongan.
fenomena yang cukup menarik adalah wisatawan
asing terutama dari Australia menginap di yacht b. Manfaat Tidak Langsung
yang mereka miliki, tapi untuk makan mereka
Salah satu fungsi terumbu karang adalah
makan di hotel. Faktor kedekatan jarak dan
melindungi lingkungan pesisir khususnya dari
keekonomisanlah yang membuat turis Australia
ancaman erosi akibat gelombang laut yang
menggunakan yacht, selain itu menurut mereka
besar. Nilai ekonomi dari fungsi terumbu karang
dengan menggunakan yacht mereka bisa
ini diperoleh melalui pendekatan biaya pengganti
mengatasi kesulitan aksesibilitas dan mengurangi
sebesar sepertiga dari biaya pembangunan
biaya perjalanan pada beberapa pulau kecil di
pemecah gelombang. Berdasarkan hasil Focus
Indonesia termasuk pulau-pulau di Banda Neira.
Group Discussion (FGD) diketahui bahwa standar
biaya yang digunakan untuk setiap meter kubiknya
Y = 2, 036 – 0, 0000000026 X1 + 0,0000000064 memiliki nilai antara Rp.500.000,- sampai dengan
X2 – 0,009 X3 + 0,039X4 + 0,029 X5 – 0,119 Rp.600.000,- sehingga diambil nilai antara sebesar
X6 – 0,365 X7 ...........................................(2) Rp.550.000,- per meter kubik. Kemudian setiap
satu meter panjang pemecah gelombang memiliki
Dimana/Where: dimensi sebesar enam meter kubik dengan
Y = Kunjungan/Visit asumsi lebar satu meter dan ketinggian enam
meter. Tinggi enam meter dibuat dengan catatan
X1 = Biaya perjalanan/Travel Cost
pondasi sebesar tiga meter dan tiga meter lebihnya
X2 = Pendapatan/Revenue adalah rata-rata jarak permukaan tertinggi dengan
X3 = Umur/Age permukaan terendah air laut. Panjang pantai yang
X4 = Pendidikan/Education dilindungi oleh karang pada wilayah Banda Neira
X5 = Rombongan/Entourage diperkirakan mencapai 10.562 meter sehingga nilai
X6 = Jarak/Distance yang terbentuk adalah Rp.1.936.366.667,- atau
X7 = Pengalaman/Experience setara dengan Rp.4.588.547,-/ ha karang.
KETERANGAN/ INFORMATION:
Gambar 3. Peta Nilai Manfaat Tidak Langsung (Fungsi Water Break) Ekosistem Terumbu
Gambar 3. Peta NilaiKarang
Manfaat Tidak Langsung
di Bandaneira, Kabupaten (Fungsi Water
Maluku Tengah PrimerEkosistem
Break)
(Data Diolah, 2015) Terumbu Karang di
Banda Neira,
Figure Kabupaten
3. Map Maluku
of Indirect Use Tengah.as Water Break) Coral Reef Ecosystem at
Value (Function
Bandaneira, Kabupaten Maluku Tengah (Primary Data Processed, 2015)
Figure 3. Map of Indirect Use Value (Function as Water Break) Coral Reef Ecosystem at Banda Neira,
Maluku Tengah Regency.
Sumber: Data Primer (Diolah), 2015/Source:
Terumbu Primary
karang juga Data (Processed),
merupakan tempat yang2015
sangat produktif dimana menurut hasil
penelitian Dahuri (2003) melaporkan bahwa potensi lestari ikan karang konsumsi ditinjau dari
sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), tercatat sekitar 1.452.500 ton/ tahun. 17
Sehingga dengan total area 50.000 km2, maka MSY (Maximum Sustainable Yield) ikan karang
di Indonesia terdapat sekitar 29,05 ton/ km2/ tahun atau setara dengan 290 kg per hektar per
tahun. Atas dasar tersebut, nilai eksisting terumbu karang sebagai fungsi penyedia sumber
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20
KETERANGAN/ INFORMATION:
NILA I PEMA NFAATAN T IDAK LAN GSUN G PRO DU KTIVITAS PRIMER / VA LUE OF INDIR EC T UTI LIZATI ON PRIMAR Y PR ODU CTIVITI ES
terumbu karang sebagai fungsi penyedia sumber terumbu karang. Hanya nilai kesediaan mereka
daya ikan dengan asumsi harga rata-rata untuk berkontribusi terhadap keberadaan dan
tertimbang ikan sebesar Rp.18.000 dapat dihitung kelestarian ekosistem terumbu karang (willingness
yaitu sebesar Rp.2.202.840.000/ tahun atau to pay) rata-rata sebesar rata-rata Rp.113.162,-/
14
Rp.5.220.00/ ha/ tahun. tahun. Jika dikalikan jumlah populasi dibagi luas
terumbu karang, maka WTP Rp.2.580.733,-/ orang/
c. Nilai Manfaat Keberadaan ha/ tahun.
Berdasarkan hasil wawancara rata-rata Nilai rata-rata WTP (willingness to pay)
masyarakat sudah sangat mengenal tentang responden hanya 0,47% dari pendapatan rata-rata
KETERANGAN/ INFORMATION:
Gambar 5.. Peta Nilai Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang di Banda Neira, Kab. Maluku Tengah.
Gambar 5. Peta Nilai Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang di Bandaneira, Kab
Maluku Tengah (Data Primer Diolah, 2015)
Gambar 5. Map of Figure
Existence Use Value
5. Map of Existence Coral
Use Value Reef
Coral Reef Ecosystem
Ecosystem at Banda
at Bandaneira, Maluku Neira, Maluku Tengah
Regency. Tengah Regency (Primary Data Processed, 2015)
mereka per tahun yakni sebesar Rp.24.119.658/ KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
tahun. Nilai rata-rata ini mengindikasikan bahwa
apresiasi nelayan terhadap jasa lingkungan yang Panjang pantai yang dilindungi oleh karang
dihasilkan terumbu karang masih kurang. Padahal pada wilayah Banda Neira diperkirakan mencapai
mereka mempunyai keterkaitan yang erat terhadap 10.562 meter sehingga nilai manfaat tidak langsung
ekosistem terumbu karang, karena mereka yang terbentuk adalah Rp.1.936.366.667 atau
mengambil atau mengekstraksi langsung sumber setara dengan Rp.4.588.547/ ha karang. Nilai
daya ikan yang berhubungan langsung dengan eksisting terumbu karang sebagai fungsi penyedia
ekosistem terumbu karang tersebut. Faktor yang sumber daya ikan dengan asumsi harga rata-rata
berhubungan erat dengan kesediaan masyarakat tertimbang ikan sebesar Rp.18.000 dapat dihitung
membayar untuk keberlangsungan ekosistem yaitu sebesar Rp.2.202.840.000/ tahun atau
terumbu karang adalah tingkat pendapatan, tingkat Rp.5.220.00/ha/tahun. Nilai keberadaan terumbu
pendidikan, fungsi ekosistem terumbu karang, dan karang (kesediaan responden untuk berkontribusi
kontribusi kelestarian ekosistem terumbu karang. terhadap keberadaan dan kelestarian ekosistem
terumbu karang (willingness to pay) rata-rata
c. Nilai Total Ekonomi Terumbu Karang di sebesar Rp.113.162,-/tahun. Jika dikalikan jumlah
Banda Neira populasi dibagi luas terumbu karang, maka WTP
Rp.2.580.733,-/orang/ha/tahun. Estimasi terhadap
Berdasarkan hasil analisis, diketahui nilai nilai manfaat langsung perikanan sebesar
total ekonomi sumber daya pesisir di Banda Neira Rp.323.071.865,- per pelaku usaha perikanan.
mencapai lebih dari 17 triliun rupiah. Sebagian Jasa ekosistem terumbu karang atau nilai manfaat
besar masih disumbang dari sumber daya ikan langsung pariwisata sebesar Rp.482.654.114,10.
yang telah dimanfaatkan khususnya pelagis. Nilai Berdasarkan hasil analisis, diketahui nilai total
ekosistem secara ekologi berdasarkan parameter- ekonomi terumbu karang di Banda Neira mencapai
parameter yang diukur hanya menyumbang kurang lebih dari 17 triliun rupiah. Sebagian besar masih
dari 1% dengan nilai sekitar 4 miliar rupiah per disumbang dari sumber daya ikan yang telah
tahun. dimanfaatkan khususnya pelagis. Nilai ekosistem
19
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20
Aryanto, R. dan M. Y. Mardjuka. 2005. Valuasi Ekonomi Uyarra, M., A. Watkinson and I. M. Cote. 2009. Managing
dengan Travel Cost Methode Pada Obyek Dive Tourism for the Sustainable Use of Coral
Ekowisata Pesisir. Jurnal Ilmiah Pariwisata 10 Reefs. Environment and Management Journal
(1):58-76. 43 (1):1-16.
Burke, J. L., G. C. Waghorn and I. M. Brookes. 2002. An Wahyuni, Y., E. I. K. Putri dan S. Simanjuntak. 2014.
evaluation of sulla (Hedysarum coronarium) with Valuasi Total Ekonomi Manggrove di Kawasan
pasture, white clover and lucerne for lambs. New Delta Mahakam Kabupaten Kutai Kertanegara
Zealand (62): 152–156. Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea (3) 1:1-12.
Cooper, E., L. Burke and N. Bood. 2009. The Economic
Contribution of Belize’s Coral Reefs. WRI Working Welly, M. dan A. Muljadi. 2012. Survei Manta Tow di
Paper. World Resources Institute. Washington Kepulauan Banda, Maluku Tengah, Propinsi
DC. Maluku, Indonesia. https://www.researchgate.
net/publication/. Diakses tanggal 4 September
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset 2017.
Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi, A. 2000. Kebijakan Pengelolaan Sumber daya
Pesisir. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Firdaus, A. M., J. M. Pelupessy dan J. R. Tampubolon.
2016. Strategi Penyelesaian Masalah Sosial
Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kepulauan Banda
Neira, Maluku Tengah. Jurnal Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan 11 (1): 55-74.
20
Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2017, hlm 59–69 Vol. 45. No.1
ISSN 0126 - 4265
ABSTRACT
This research was conducted on Juny to 16 October 2016 case in village Teluk
Bakau of Bintan Singingi Regency in Riau Island Province. Its was aimed to know the
type of seagrass, the shape of the community activities that threaten ecosystems
seagrass, analyzing the economic value of fisheries and seagrass ecosystem services.
The method used by survey methods, Sampling was done in Teluk Bakau Village by
purposive sampling. Observation of seagrass type and community activities was done
by observation and interviews. Calculation of economic fishery was using questionnaire
and interview approach. Based on the research results showed the type of seagrass in
Teluk Bakau Villageare Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium, Thalasodendron
ciliatum and Cymodocea rotundata. Community activities are the development of the
coastal area, residential communities, fisheries and marine tourism. The economic value
of fisheries is Rp 835.665.600 rupiah/year. Seagrass ecosystem services in Teluk Bakau
Village are the area for capture fishes, aquaculture, and marine tourism.
59
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
beberapa jenis ikan, tempat sumber langsung dengan laut Cina Selatan. Di
makanan berbagai jenis hewan, dan sekitar padang lamun terdapat berbagai
sekaligus menjadi habitat beberapa aktivitas manusia seperti pengembangan
biota laut lainnya (Nybaken, 1992). wilayah (bangunan fisik di bibir pantai,
Beberapa jenis organisme laut yang pembangunan resort dan villa),
sering ditemukan dan hidup berasosiasi penangkapan ikan yang tidak ramah
dengan lamun misalnya alga, moluska, lingkungan (penggunaan trawl,
krustasea, enchinodermata, mamalia pembiusan ikan), pengambilan batu
dan beberapa jenis ikan. Organisme ini karang, pembuangan limbah dari
ada yang tinggal menetap, sementara berbagai sumber (tumpahan minyak dari
maupun mengunjungi untuk sekedar kapal nelayan, limbah rumah tangga dan
mencari makan atau melindungi diri limbah usaha/industri). Aktivitas
dari pemangsa (Aswandy dan Azkab, tersebut berpotensi merusak ekosistem
2000). Selain itu hamparan lamun yang padang lamun dan berpengaruh
luas dapat dijadikan pelindung pantai terhadap jasa yang diberikan ekosistem
dari hantaman gelombang sehingga lamun kepada manusia dan ikan serta
mengurangi erosi dan abrasi. biota laut yang ada di perairan pantai.
Padang lamun merupakan suatu Kerusakan padang lamun
ekosistem yang memberikan manfaat mengakibatnya populasi ikan akan
bagi organisme yang hidup berasosiasi menurun. Menurunnya populasi ikan
di dalamnya serta manusia di akan berdampak terhadap hasil
sekitarnya (jasa ekosistem). Jasa tangkapan nelayan disekiar kawasan.
ekosistem padang lamun yang ada Karena belum ada informasi tentang
dalam perairan antara lain berupa jasa ekosistem padang lamun di daerah
tempat perlindungan, tempat memijah kawasan konservasi padang lamun
ikan dan tempat menyediakan makanan Teluk Bakau, maka peneliti akan
bagi biota laut (Fortes, 1990). melakukan penelitian di kawasan
Sedangkan bagi lingkungan sekitar, jasa tersebut.
ekosistem padang lamun memberikan Berdasarkan permasalahan
manfaat sebagai produsen primer, tersebut maka perlu untuk melakukan
mendaur ulang zat hara, stabilisator penelitian mengenai “Jasa Ekosistem
dasar perairan, pemurnian air dan Padang Lamun di Daerah Kawasan
perangkap sedimen. Bagi manusia yang Konservasi Lamun Trikora (Studi Desa
tinggal di sekitar padang lamun, jasa Teluk Bakau) Kabupaten Bintan
ekosistem padang lamun memberikan Provinsi Kepulauan Riau”, dengan
manfaat sebagai wahana rekreasi, tujuan untuk mengkaji bentuk-bentuk
pendidikan, penelitian dan sebagai aktivitas masyarakat dan nelayan yang
penyedia ikan-ikan yang memiliki nilai mengancam ekosistem lamun di Trikora
ekonomi (Vo et al, 2012). (Studi di Desa Teluk Bakau),
Salah satu ekosistem padang mengetahui nilai ekonomi perikanan
lamun di Indonesia terdapat di dan mengetahui jasa ekosistem padang
Kepulauan Riau, tepatnya di Kabupaten lamun terhadap manusia dan organisme
Bintan. Menurut Dirhamsyah (2007), yang berasosiasi di daerah kawasan
padang lamun di perairan Bintan Timur konservasi lamun Trikora,
desa (Berakit, Malang Rapat, dan Teluk desa Teluk Bakau, Kepulauan Riau.
Bakau) adalah seluas 1590 Ha. Perairan
Teluk Bakau merupakan daerah pantai
berpasir putih yang berhadapan
60
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
61
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
62
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
63
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
64
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
Kedua jenis ini sering tertangkap jual ikan yang mereka tangkap kepada
menggunakan jaring dan pancing pengumpul dikurangi biaya produksi
(candit) yang dilakukan pada malam (biaya operasional saat melaut dan
hari dengan bantuan cahaya lampu. perawatan kapal). Karena itu nilai guna
Selanjutnya jenis moluska yang langsung lamun dari nilai guna
didapatkan dengan cara pengamatan langsung sektor perikanan tangkap
atau memungut langsung di substrat dapat dihitung dari jumlah pendapatan
adalah kerang bulu dan gonggong. nelayan dalam satu tahun yang
Pencarian kedua jenis moluska ini merupakan nilai rente ekonomi ikan.
dilakukan biasanya pada saat air laut Hal ini dengan asumsi bahwa ikan,
surut. krustacea dan moluska yang ditangkap
Keanekaragaman dari bergantung pada lamun sebagai tempat
sumberdaya ikan, krustacea dan pemijahan, tempat asuhan ikan-ikan
moluska di ekosistem lamun dapat serta mencari makan organisme laut
mempengaruhi mata pencaharian lainnya. Total nilai ekonomi sektor
masyarakat di sekitar pesisir. Nelayan perikanan tangkap merupakan
Desa Teluk Bakau mengoperasikan alat penghasilan rata-rata nelayan dari
tangkap ikan di sekitar padang lamun pendapatan hasil kerja mereka selama
biasanya melihat kerapatan dari sebaran 7-8 bulan kerja dalam satu tahun. Masa
lamun. Para nelayan Desa Teluk Bakau kerja melaut ini hanya berkisar 7 sampai
cenderung mengoperasikan alat 8 bulan disebabkan para nelayan tidak
tangkapnya di tempat yang masih jarang bisa melaut pada saat kondisi cuaca
lamunnya. Hal ini dikarenakan para tidak baik.
nelayan tidak ingin merusak habitat Nilai guna langsung dari sektor
ikan dan ingin tetap menjaga kelestarian perikanan tangkap untuk tahun 2016
lamun yang ada di sekitar pantai di diolah dari data primer berdasarkan dari
Kawasan Desa Teluk Bakau. Sesuai wawancara dengan 50 orang informan
dengan pendapat McClanahan and yaitu nelayan yang ditemui oleh
Mangi (2004) menyatakan bahwa peneliti. Informan nelayan yang
nelayan yang memanfaatkan ekosistem diwawancarai menggunakan alat
lamun mengoperasikan berbagai macam tangkap: pancing, bubu, jaring dan
alat tangkap yang ramah lingkungan kelong untuk menangkap ikan serta
dan tidak merusak habitat lamun seperti memungut langsung pada sedimen
pancing, jaring, perangkap ikan, tombak perairan. Hasil penelitian menunjukkan
dan jenis lainnya. bahwa ekosistem lamun berperan
Jumlah rata-rata dari tangkapan penting untuk kesejahteraan masyarakat
nelayan di Desa Teluk Bakau sebanyak terutama yang memiliki mata
13,5 kg/hari. Informasi pendapatan rata- pencaharian sebagai nelayan. Rumah
rata yang didapat dari para nelayan Tangga Nelayan (RTP) di Desa Teluk
tersebut selama proses penelitian Rp Bakau yang menggunakan alat tangkap
373.286/hari. Hasil tersebut dapat pancing, bubu, jaring, dan kelong dan
menggambarkan bahwa betapa memungut langsung pada sedimen
pentingnya keberadaan ekosistem perairan berjumlah 84 RTP. Data
padang lamun sehingga dapat dijadikan setelah diolah dari berbagai sumber,
sebagai tempat penangkapan ikan bagi didapat bahwa nilai manfaat langsung
perikanan nelayan. ekosistem lamun dari sektor perikanan
Pendapatan nelayan merupakan tangkap untuk tahun 2016 adalah Rp
penerimaan bersih nelayan dari nilai 835.665.600,00. Nilai ini didapat dari
65
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
nilai rente ekonomi dan jumlah RTP. tangkap Desa Teluk Bakau:
Hasil Nilai Ekonomi Total perikanan
66
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
67
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
68
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017
69
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60
Abstrak
Keberadaan sumberdaya pulau-pulau kecil di kawasan Taman Nasional Karimunjawa
sangat strategis sebagai salahsatu sumber ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat. Untuk mencapai pemanfaatan yang berkelanjutan, identifikasi kondisi
terumbu dan potensi ikan sangat perlu diketahui agar dalam pemanfaatan ke depan dapat
dilakukan perencanaan pengelolaan secara lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi terumbu karang dan potensi sumberdaya ikan karang yang terdapat di kawasan Taman
Nasional Karimunjawa. Penelitian ini dilaksanakan mulai Juli 2005 - Agustus 2006 di perairan
kawasan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebaran jumlah spesies karang yang ditemukan berkisar 20-30 genus, tertinggi ditemukan
di Pulau Tengah, Pulau Kecil, Pulau Krakal Kecil dan Pulau Kumbang; sedangkan terendah
ditemukan di Pulau. Kemujan dan Pulau. Menyawakan. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’)
berkisar 1,611-2,590. Kondisi terumbu karang di perairan Karimunjawa sebagian besar telah
rusak dengan kategori sedang (tutupan karang 25-49,9 %) dan hanya sebagian kecil yang
kondisi karangnya masih baik (tutupan karang 50-74,9 %). Potensi sumberdaya ikan karang
(reef fish) yang berhasil diamati menunjukkan kepadatan ikan berkisar 0,5-3,2 ekor/m2 atau
rata-rata 1,14 ekor/m2; kelimpahan ikan berkisar 3,52-243,38 ton; potensi antara 1,76-121,69
ton/th; dan potensi lestari (MSY) antara 0,70-48,67 ton/th.
Kata kunci: Karimunjawa, terumbu karang, potensai ikan karang
Abstract
The resources existence of the small island in Karimunjawa National Park is very
strategic as one of economic sources to increase the prosperity of local society. In order to use a
sustainable resources, identification of coral reefs condition and fish potency is needed that in
the future use can be used for better management planning. The aim of the research was to
investigate the condition of coral reefs and potention of reef fish resources of Karimunjawa
National Park area. This research was done from July 2005 until August 2006 in Karimunjawa
National Park, Jepara. The result showed that between 21-33 genus were found with the higher
genus were found at Tengah, Kecil, Krakal Kecil, and Kumbang; and the lower genus was
found at Kemujan Island and Menyawakan Island. Value with index of the species diversity
(H’) between 1,611-2,590. Most of the coral reef condition in the Karimunjawa National Park
was damaged and categorized as medium (percent cover 25-49,9 %), and half part of the
condition was still good (percent cover 50-74,9 %). The potency of reef fish resources that to be
found : density of reef fish 0,5-3,2 ekor/m2 or mean 1,14 ekor/m2; abundance of the reef fish
was 3,52-243,38 ton; the fish potention was 1,76-121,69 ton/year; and sustainable potention
(MSY) was between 0,70-48,67 ton/year.
Key words: Karimunjawa, coral reefs, potency of reef fish
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60
Jepara. Secara geografis wilayah kepulauan tingkat kerusakan terumbu karang. Analisis
Karimunjawa terletak pada titik koordinat kerusakan terumbu karang mengacu pada
5o40’ – 5o57 LS dan 110o4’ – 110o40 BT kriteria baku kerusakan terumbu karang
(Gambar 1). Penentuan lokasi titik menurut Kep.Men.LH.No.4 Tahun 2001.
sampling mendasarkan pada Citra Lansat Sedangkan analisis potensi sumberdaya
TM-7 Tahun 2003 dan cross check ke ikan karang meliputi: densitas, kelimpahan,
lapangan melalui sampling/pengamatan dan potensi dan MSY.
pengukuran langsung di lapangan. Untuk
kelengkapan data agar dapat mewakili titik-
titik sampling pada suatu pulau, dilakukan
pengambilan data sekunder dari hasil
penelitian yang telah ada. Metode Manta
Tow sebelum penetapan titik sampling juga
dilakukan agar lebih menjamin keakuratan
data yang dihasilkan. Penentuan titik
sampling dipandu dengan penggunaan alat
GPS (global potitioning system), sedangkan
analisis citra dipandu dengan penggunaan Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Di Kawasan
toolls SIG (sistem informasi geografis). Taman
Pengambilan data karang mengacu pada
metoda LIT (line intercept transeck ), Hasil dan Pembahasan
menurut English et al. (1994). Sedangkan Kondisi Biogeofisik
penghitungan ikan karang (ikan hias dan a. Luas wilayah
ikan pangan ekonomis) menggunakan Kepulauan Karimun Jawa memiliki
metode English, et al. (1994), dilanjutkan luas 107.225 ha, yang terdiri dari lautan
dengan penghitungan kepadatan ikan seluas 100.105 ha, dan daratan seluas 7.120
dengan menggunakan metoda Misra (1978) ha yang tersebar di 27 pulau. Dari 27 pulau
dan analisis estimasi potensi lestari tersebut, 5 diantaranya telah berpenghuni
sumberdaya ikan karang mengacu pada yaitu P. Karimunjawa, P. Kemujan, P.
model Gulland (1975). Sampling karang Parang, P. Nyamuk dan P.Genting. Pulau-
dilakukan dengan menarik garis transek pulau yang termasuk ke dalam kawasan
sepanjang 100 meter sejajar garis pantai Taman Nasional Karimunjawa terdiri dari
pada kedalaman 10 meter sesuai dengan 22 pulau, sedangkan 5 pulau lainnya tidak
kontur kedalaman. Sedangkan pengamatan termasuk ke dalam kawasan tersebut, yaitu
ikan karang dilakukan dengan menarik tali P. Genting, P. Sambangan, P. Seruni, P.
transek sepanjang 2 x 50 m, dengan lebar Cendikian, dan P. Gundul.
kiri dan kanan 2,5 m. Pulau-pulau yang berada di
Metode penelitian yang digunakan Karimunjawa berdasarkan ukuran luas
adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian dapat dibagi ke dalam 4 ukuran, yakni
untuk memperoleh gambaran mengenai ukuran besar terdiri dari pulau
situasi atau kejadian yang diteliti dan dikaji Karimunjawa seluas 4.302,5 ha; P.Kemujan
pada waktu yang terbatas dan tempatnya 1.501,5 ha. Pulau yang berukuran sedang
tertentu (Hadi, 1984). Analisis kondisi meliputi P. Parang seluas 690 ha; P.
terumbu karang meliputi: luasan terumbu Nyamuk 125 ha; dan P. Genting 135 ha.
karang, persentase tutupan karang, Pulau yang termasuk pulau kecil
keanekaragaman jenis (H’) karang, dan diantaranya P. Menjangan Besar seluas 56
56
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60
57
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60
c. Potensi Sumberdaya Ikan Karang tinggi seperti berbagai jenis ikan kerapu.
Sumberdaya ikan karang (reef Potensi sumberdaya ikan karang yang
fish) yang diamati dikelompokkan ke diamati meliputi densitas, kelimpahan,
dalam ikan hias (ornamental fish) dan ikan potensi, dan pemanfaatan/potensi lestari
pangan ekonomis penting yang hidupnya (MSY). Secara rinci hasil pengamatan dan
di dalam ekosistem terumbu karang, dan perhitungan potensi ikan karang disajikan
diantaranya merupakan kelompok ikan pada Tabel 2.
karang yang memiliki nilai ekonomis
Tabel 2. Potensi sumberdaya ikan-ikan karang di Kepulauan Karimunjawa
Densitas Kelimpahan Kelimpahan Potensi MSY
No. Nama Lolasi 2
(ekor/m ) (ekor) (ton) (ton/th) (ton/th)
1. P. Karimunjawa 0,76 2433835,01 243,3835 121,692 48,6767
2. P. Kemujan 0,61 2177788,54 217,7789 108,89 43,5558
3. P. Menjangan B 2,24 1474236,74 147,4237 73,7119 29,4847
4. P. Menjangan K 0,5 239301,27 23,9301 11,9651 4,786
5. P. Nyamuk 0,52 1038791,72 103,8792 51,9396 20,7758
6. P. Parang 0,81 1284005,77 128,4006 64,2003 25,6801
7. P. Kumbang 0,6 268180,64 26,8181 13,409 5,3636
8. P. Kembar 0,64 800242,29 80,0242 40,0121 16,0048
9. P. Menyawakan 1,13 107159,65 10,716 5,358 2,1432
10. P. Bengkoang 1,52 662579,61 66,258 33,129 13,2516
11. P. Cemara Kecil 1,37 289237,52 28,9238 14,4619 5,7848
12. P. Cemara Besar 0,63 292427,39 29,2427 14,6214 5,8485
13. P. Geleang 2,36 664425,84 66,4426 33,2213 13,2885
14. P. Burung 0,73 47800,42 4,78 2,39 0,956
15. P. Krakal Besar 0,9 94938,89 9,4939 4,747 3,7976
16. P. Krakal Kecil 0,82 105629,41 10,5629 5,2815 2,1126
17. P. Sintok 3,12 514028,46 51,4028 25,7014 10,2806
18. P. Tengah 0,25 38201,94 3,8202 1,9101 0,764
19. Gosong Tengah 3,13 493954,82 49,3955 24,6978 9,8791
20. P. Kecil 0,21 35221,63 3,5222 1,7611 0,7044
TOTAL 22,85 13.061.987,6 1.306,1989 653,1 263,138
RATA-RATA 1,1425 653.099,378 65,3099 32,655 13,1569
Sumber : Hasil Perhitungan Penelitian Lapang
Keterangan : Berat Rata-rata ikan sebesar 100 gram
berkisar antara 0,5–3,2 ekor/m2 atau rata-
d. Kepadatan Ikan Karang rata sebesar 1,14 ekor/m2. Kepadatan
terendah ditemukan di P. Menjangan Kecil
Kepadatan ikan-ikan karang yang
dan tertinggi di P. Sintok. Umumnya
didapatkan di perairan Karimunjawa
kepadatan ikan karang relatif rendah, dan
58
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60
60
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Umar Tangke
Staf Pengajar Faperta UMMU-Ternate, e-mail: khakafart@yahoo.com
ABSTRAK
9
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
10
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
11
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
habitat, dalam hal ini status nutrien yang berbentuk sangat panjang seperti ikat
diperlukan sangat berpengaruh. Lamun pinggang (belt), kecuali jenis Halophila
dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan memiliki bentuk lonjong.
melimpah pada habitat yang tinggi nutrien. Berbagai bentuk pertumbuhan
Lamun pada umumnya dianggap tersebut mempunyai kaitan dengan
sebagai kelompok tumbuhan yang perbedaan ekologi lamun (den Hartog,
homogen. Lamun terlihat mempunyai 1977). Misalnya Parvozosterid dan
kaitan dengan habitat dimana banyak Halophilid dapat dijumpai pada hampir
lamun (Thalassia) adalah substrat dasar semua habitat, mulai dari pasir yang kasar
dengan pasir kasar. Menurut Haruna sampai lumpur yang lunak, dari daerah
(Sangaji, 1994) juga mendapatkan Enhalus dangkal sampai dalam, dari laut terbuka
acoroides dominan hidup pada substrat sampai estuari. Magnosterid juga
dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dijumpai pada berbagai substrat, tetapi
dan kadang-kadang terdapat pada dasar terbatas pada daerah sublitoral sampai
yang terdiri atas campuran pecahan karang batas rata-rata daerah surut. Secara
yang telah mati. umum lamun memiliki bentuk luar yang
sama, dan yang membedakan antar spesies
2.3. Karakteristik Vegetatif adalah keanekaragaman bentuk organ
Bentuk vegetatif lamun dapat vegetatif. Berbeda dengan rumput laut
memperlihatkan karakter tingkat (marine alga/seaweeds), lamun memiliki
keseragaman yang tinggi dimana Hampir akar sejati, daun, pembuluh internal
semua genera memiliki rhizoma yang yang merupakan sistem yang
berkembang dengan baik serta bentuk menyalurkan nutrien, air, dan gas.
daun yang memanjang (linear) atau
12
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
13
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
hal yang lebih penting daripada daun. Pelepah daun menutupi rhizoma
reproduksi dengan pembibitan karena yang baru tumbuh dan melindungi daun
lebih menguntungkan untuk penyebaran muda. Tetapi genus Halophila yang
lamun. Rhizoma merupakan 60-80% memiliki bentuk daun petiolate tidak
biomas lamun. memiliki pelepah.
2.3.3. Daun Anatomi yang khas dari daun lamun adalah
Seperti semua tumbuhan ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel
monokotil, daun lamun diproduksi dari yang tipis. Kutikel daun yang tipis
meristem basal yang terletak pada tidak dapat menahan pergerakan ion dan
potongan rhizoma dan percabangannya. difusi karbon sehingga daun dapat
Meskipun memiliki bentuk umum yang menyerap nutrien langsung dari air laut.
hampir sama, spesies lamun memiliki Air laut merupakan sumber bikarbonat
morfologi khusus dan bentuk anatomi yang bagi tumbuh-tumbuhan untuk
memiliki nilai taksonomi yang sangat penggunaan karbon inorganik dalam
tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat proses fotosintesis.
mudah terlihat yaitu bentuk daun,
bentuk puncak daun, keberadaan atau 2.4. Faktor Pembatas
ketiadaan ligula. Contohnya adalah Faktor-faktor pembatas yang menjadi
puncak daun Cymodocea serrulata penghalang bagi pertumbuhan lamun
berbentuk lingkaran dan berserat, adalah diantaranya dapat di lihat pada
sedangkan C. Rotundata datar dan Tabel 1.
halus. Daun lamun terdiri dari dua
bagian yang berbeda yaitu pelepah dan
Tabel 1. Faktor-Faktor Pembatas Bagi Pertumbuhan Lamun
14
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
didasarkan atas ditemukannya sejumlah ditemukan jenis jantan dan betina. Pada
bentuk yang berbeda dari cangkang beberapa spesimen teridentifikasi biota
fauna pada material lamun yang disampel. Katianira sp. dengan ukuran sekitar 3
Beberapa organisme krustasea mm pada rhizome Thalassia. Diduga
yang ditemukan, sebagian besar adalah pada spesimen tersebut juga ada
bukan merupakan taxa utama. Pada bagian genus Heteromesus yang termasuk
daun lamun ditemukan potongan-potongan suku Ischnomesidae pada beberapa
kecil dari biota yang menempel pada material rhizome lamun dari
lapisan substrat yang tebal. Lebih Thalassia tersebut. Kemudian satu
kurang 100 organisme dengan panjang jenis baru dari marga Macrostylis
antara 5-15 mm ditemukan pada material yang panjangnya 3 mm juga
lamun. Dari hasil pengamatan, fauna ditemukan dalam rhizome dan jenis dari
krustasea yang teridentifikasi antara lain marga Haploniscus juga ditemukan
adalah: pada sejumlah rhizome.
1. Cirripedia; biota ini ditemukan pada 2. Amphipoda; Berdasarkan
rimpang lamun yang menyerupai pengamatan ada satu jenis baru
sebuah tabung polikhaeta. dari marga Onesimoides dari suku
Teridentifikasi bahwa pada satu teritip Lyasinassidae yang ditemukan pada
dengan panjang 5,2 mm, ditemukan bagian pangkal rhizome dan daun dari
lebih dari 300 jenis yang termasuk lamun Thalassia.
marga Arcoscalpellum. 3.1.3. Makanan
2. Tanaidacea; biota assosiasi ini Telah diketahui bahwa bahan
ditemukan pada daun Thalassia organik merupakan sumber energi untuk
dengan panjang spesimen 2-3 mm. beberapa fauna laut dalam (Wolff,
Biota ini termasuk famili 1962). Di sepanjang perairan Carolina
Paratanaidae. ditemukan adanya hubungan antara
3.1.2. Tempat berlindung konsentrasi detritus organik dari material
Sejumlah spesimen dari Thalassia dengan distribusi dari beberapa
Echinothambema ditemukan pada rizhome biota pemakan suspensi (suspension
lamun, Biota tersebut menggunakan feeders). Lebih lanjut dikatakan bahwa
rhizome lamun hanya sebagai tempat di perairan Puerto Rico dan Cayman di
berlindung. Kondisi ini juga ditemukan temukan fauna Amphipoda dari jenis
pada beberapa jenis biota dari Isopoda. Onesimoides sp. yang menggunakan
Spesimen Isopoda ada yang ditemukan Thalassia sebagai sumber makanan.
pada bagian dalam dan luar dari rhizoma Biasanya fauna ini ditemukan dalam
Thalassia (WOLFF, 1975). Fauna potongan-potongan kayu yang
krustasea yang menggunakan lamun didalamnya terdapat detritus lamun.
sebagai tempat berlindung diantaranya Beberapa hasil penelitian menunjukkan
adalah: bahwa lamun merupakan makanan dari
1. Isopoda; Dari 55 spesimen yang fauna herbivorous di perairan laut dalam
diteiiti dalam rhizome lamun tersebut yang berdekatan dengan daerah padang
ada sekitar 8-9 jenis Isopoda, biota ini lamun yang padat di daerah laut dangkal.
mempunyai kelimpahan lebih tinggi di Hal ini membuktikan bahwa walaupun
dalam rhizome lamun Thalassia. Jenis tidak ada angin topan atau badai, potongan
umum dari Isopoda yang lamun dapat saja terbawa dan terjebak
teridentifikasi adalah dari jenis dilaut dalam. Biasanya daun, seludang
Echinothambema sp. dengan panjang 4- atau rhizome dari lamun dijadikan
5 mm yang ditemukan sekitar 80% makanan bagi fauna herbifora di laut
dalam rhizome dan 20% diluar rhizome. dalam dalam waktu yang relatif
Kadang-kadang pada satu rhizome lama, berdasarkan kondisi lingkungan yang
15
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
16
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
mikroflora (bakteri dan jamur). Banyak dicerna akan didekomposisi lagi oleh
dari metozoa yang dapat mencerna protein mikroba decomposer sehingga sumbar
bakteri dan serasah daun lamun diekskresi detritus akan meningkat.
oleh fauna dan bentuk yang belum
Aliran materi dari padang mencapai 10% dari total produksi padang
lamun ke sistem lain (terumbu lamun. Dengan kata lainpadang lamun
karang atau mangrove) kecil sekali ini merupakan sistem yang mandiri
(Nienhuis at al .1989). Jumlah materi yang (self suistainable system). Namun
di alirkan ke sistem lain di duga tidak kemandirian padang lamun tidak
17
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Gambar 4. Tipe interaksi antara ekosistem padang lamun dengan ekosistem mangrove dan
terumbu karang (Ogden dan Gladfelter, 1983 dalam Bengen, 2001)
18
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
pendauran berbagai zat hara dan substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut
elemen-elemen yang langka di Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan
lingkungan laut. khususnya zat-zat hara Enhalus acoroides dominan hidup pada
yang dibutuhkan oleh algae epifitik. substrat dasar berpasir dan pasir sedikit
berlumpur dan kadang-kadang terdapat
IV. PEMANFAATAN DAN pada dasar yang terdiri atas campuran
ANCAMAN TERHADAP pecahan karang yang telah mati.
PADANG LAMUN Keberadaan lamun pada kondisi habitat
Philips & Menez (1988) menytakan tersebut, tidak terlepas dan ganguan
bahwa, lamun digunakan sebagai komoditi atau ancaman-ancaman terhadap
yang sudah banyak dimanfaatkan oleh kelansungan hidupnya baik berupa
masyarakat baik secara tradisional ancaman alami maupun ancaman dari
maupun secara modern. Secara tradisional aktivitas manusia.
lamun telah dimanfaatkan untuk : Banyak kegiatan atau proses, baik
1. Kompos dan pupuk alami maupun oleh aktivitas manusia
2. Cerutu dan mainan anak-anak yang mengancam kelangsungan
3. Dianyam menjadi keranjang ekosistem lamun. Ekosistem lamun
4. Tumpukan untuk pematang sudah banyak terancam termasuk di
5. Mengisi kasur Indonesia baik secara alami maupun
6. Ada yang dimakan oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh
7. Dibuat jaring ikan terhadap integritas sumberdaya, meskipun
Pada zaman modern ini, lamun telah secara garis besar tidak diketahui, namun
dimanfaatkan untuk : dapat dipandang di luar batas
1. Penyaring limbah kesinambungan biologi. Perikanan laut
2. Stabilizator pantai yang meyediakan lebih dari 60 %
3. Bahan untuk pabrik kertas protein hewani yang dibutuhkan dalam
4. Makanan menu makanan masyarakat pantai,
5. Obat-obatan sebagian tergantung pada ekosistem
6. Sumber bahan kimia. lamun untuk produktifitas dan
Lamun kadang-kadang membentuk pemeliharaanya. Selain itu kerusakan
suatu komunitas yang merupakan habitat padang lamun oleh manusia
bagi berbagai jenis hewan laut. akibat pemarkiran perahu yang tidak
Komunitas lamun ini juga dapat terkontrol (Sangaji, 1994).
memperlambat gerakan air. bahkan ada Ancaman-ancaman alami terhadap
jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi ekosistem lamun berupa angin topan,
penduduk sekitar pantai. Keberadaan siklon (terutama di Philipina), gelombang
ekosistem padang lamun masih belum pasang, kegiatan gunung berapi bawah
banyak dikenal baik pada kalangan laut, interaksi populasi dan komunitas
akdemisi maupun masyarakat umum, (pemangsa dan persaingan), pergerakan
jika dibandingkan dengan ekosistem lain sedimen dan kemungkinan hama dan
seperti ekosistem terumnbu karang dan penyakit, vertebrata pemangsa lamun
ekosistem mangrove, meskipun diantara seperti sapi laut. Diantara hewan
ekosistem tersebut di kawasan pesisir invertebrata, bulu babi adalah pemakan
merupakan satu kesatuan sistem lamun yang utama. Meskipun dampak
dalam menjalankan fungsi ekologisnya dari pemakan ini hanya setempat, tetapi
Keberadaaan lamun pada jika terjadi ledakan populasi pemakan
daerah mid-intertidal sampai tersebut akan terjadi kerusakan berat.
kedalaman 0,5-10 m, dan juga terlihat Gerakan pasir juga mempengaruhi
mempunyai kaitan dengan habitat sebaran lamun. Bila air menjadi keruh
dimana banyak lamun (Thalassia) adalah karena sedimen, lamun akan bergeser ke
19
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
tempat yang lebih dalam yang tidak gangguan yang cukup serius akibat
memungkinkan untuk dapat bertahan pembuangan limbah indusri dan
hidup (Sangaji, 1994). pertumbuhan penduduk dan diperkirakan
Limbah pertanian, industri, dan sebanyak 60% lamun telah mengalami
rumah tangga yang dibuang ke laut, kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan
pengerukan lumpur, lalu lintas perahu pulau Lombok ganguan bersumber dari
yang padat, dan lain-lain kegiatan penggunaan potassium sianida dan telah
manusia dapat mempunyai pengaruh yang berdampak pada penurunan nilai dan
merusak lamun. Di tempat hilangnya kerapatan sepsiens lamun (Fortes, 1989).
padang lamun, perubahan yang dapat Selanjutnya dijelaskan oleh Fortes
diperkirakan menurut Fortes (1989), yaitu: (1989) bahwa rekolonialisasi ekosistem
1. Reduksi detritus dari daun lamun padang lamun dari kerusakan yang telah
sebagai konsekuensi perubahan dalam terjadi membutuhkan waktu antara 5 -
jaring-jaring makanan di daerah pantai 15 tahun dan biaya yang dibutuhkan
dan komunitas ikan. dalam mengembalikan fungsi ekosistem
2. Perubahan dalam produsen primer padang lamun di daerah tropis berkisar
yang dominan dari yang bersifat 22800 - 684.000 US $/ha. Oleh karena
bentik yang bersifat planktonik. itu aktiviras pembangunan di wilayah
3. Perubahan dalam morfologi pantai pesisir hendaknya dapat memenimalkan
sebagai akibat hilangnya sifat-sifat dampak negatif melalui pengkajian yang
pengikat lamun. mendalam pada tiga aspek yang tekait
4. Hilangnya struktural dan biologi dan yaitu: aspek kelestarian lingkungan, aspek
digantikan oleh pasir yang gundul. ekonomi dan aspek sosial.
Banyak kegiatan atau proses dari Ancaman kerusakan ekosistem
alam maupun aktivitas manusia padang lamun di perairan pesisir berasal
yang mengancam kelangsungan hidup dari aktivitas masyarakat dalam
ekosistem lamun seperti Tabel 2. mengeksploatasi sumberdaya ekosistem
Selain beberapa ancaman padang lamun dengan menggunakan
tersebut, kondisi lingkungan potassium sianida, sabit dan gareng serta
pertumbuhan juga mempengaruhi pembuangan limbah industri pengolahan
kelangsungan hidup suatu jenis lamun, ikan, sampah rumah tangga dan pasar
seperti yang dinyatakan oleh Barber tradisional. Dalam hal ini Fauzi (2000)
(1985) bahwa temperatur yang baik menyatakan bahwa dalam menilai dampak
untuk mengontrol produktifitas lamun dari suatu akifitas masyarakat terhadap
pada air adalah sekitar 20 - 30oC untuk kerusakan lingkungan seperti ekosistem
jenis lamun Thalassia testudinum dan padang lamun dapat digunakan dengan
sekitar 30oC untuk Syringodium metode tehnik evaluasi ekonomi yang
filiforme. Intensitas cahaya untuk laju dikenal dengan istilah Environmental
fotosintesis lamun menunjukkan Impact Assesment (EIA). Metode ini
peningkatan dengan meningkatnya suhu telah dijadikam istrumen universal
dari 29 - 35oC untuk Zostera marina, dalam mengevaluasi dampak lingkungan
30oC untuk Cymidoceae nodosa dan 25 - akibat aktivitas pembangunan, disamping
30oC untuk Posidonia oceanica. itu metode evaluasi ekonomi dapat
Kondisi ekosistem padang lamun di menjembatani kepentingan ekonomi
perarain pesisir Indonesia sekitar 30-40%. masyarakat dan kebutuhan ekologi dari
Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem sumber daya alam.
padang lamun telah mengalami
20
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Tabel 2. Dampak Kegiatan Manusia Pada Ekosistem Padang Lamun (Bengen, 2001)
21
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
22
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
23
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
digunakan untuk jangkar tidak pada jarak 30 cm tidak ada tumbuhan yang
berpengaruh pada transplantasi untuk padat.
jenis lamun Halodule wrightii dan Untuk menghindari kerusakan
Thallasia testudinum. Tetapi Phillips yang permanen dari padang lamun
(1976) dengan jenis yang sama yang donor, maka pengambilan tanaman
dilakukan di Alaska akan mati jika dengan plug jangan terlalu dekat satu
menggunakan logam sebagai jangkarnya. dengan yang lain. Jarak satu sama lain
Sedangkan di Puget, Washington, untuk bervariasi antara 0,5 sampai 1,0 m
jenis Zostera marina tidak berpengaruh (Phillips et al. 1978; Van Breedveld
jika menggunakan besi atau logam 1975).
sebagai jangkar. 5.3.4. Waktu Penanaman
Mengingat dengan menggunakan Secara umum, di luar negeri
balok dan kawat akan meningkatkan waktu yang baik untuk transplantasi
biaya, maka disarankan menggunakan adalah pada musim semi. Tetapi,
plastik bentuk kasa (net). Beberapa transplantasi ini mungkin dapat dilakukan
tanaman dapat tumbuh dengan cepat kapan saja untuk Teluk Meksiko, Selatan
dengan menggunakan tehnik ini. Beufort pantai Atlantik, Carolina Utara,
Penanaman metode sprig tanpa jangkar dan pantai Pasifik mulai dari Washington
telah banyak berhasil untuk jenis Zostera sampai bagian selatan California, karena
marina dan Halodule wrightii. Biasanya daerah-daerah tersebut bebas dari laut es
untuk jenis Zostera cukup dengan 3 atau pada musim dingin, walaupun waktu yang
4 turion (shoot), sedangkan untuk jenis spesifik telah direkomendasikan dari studi
Halodule adalah 15-20 turion pada sebelumnya (Churcill et al. 1978;
rimpang (rhizome) yang sama. Metode Phillips, 1976; Phillips et al. 1978;
ini ditanam dengan menggali sebuah Thorhaug 1974,1976). Sedangkan di
lubang kecil pada substrat (dalamnya kira- bagian utara Beufort pantai Atlantik dan
kira 8 cm), kemudian ditutup dengan Alaska di pantai Pasifik, dimana ada laut es
substrat yang sama. Metode ini hanya pada musim dingin, maka transplantasi
dapat berhasil jika arus atau gelombang dilakukan jika es mencair dan tanaman
yang rendah. vegetatifnya mulia tumbuh. Tabel 3
5.3.3. Metode Plug menunjukkan daftar rekomendasi waktu
Metode plug yaitu pengambilan transplantasi untuk setiap jenis dan lokasi.
bibit tanaman dengan patok paralon dan Untuk perairan Indonesia, khsususnya di
tanaman dipindahkan dengan gugus Pulau Pari transplantasi dapat
substratnya. Biasanya menggunakan dilakukan sepanjang tahun. Untuk jenis
paralon (PVC) dengan diameter 10 cm Thalassiadan Cymodocea yang terbaik
untuk jenis Halodule, sedangkan untuk adalah pada Musim Barat (Azkab 1987,
Zostera, Thalassia dan Syringodium 1988). Pada Tabel 4 menunjukkan
dengan diameter 15-20 cm. Metode persentase tumbuh dari masing-masing
plug dengan menekan ke tanaman masuk jenis lamun pada beberapa lokasi.
ke substratnya, kemudian 5.3.5. Kondisi Lingkungan
ditransplantasi pada lobang yang sama Pada penanaman dan transplantasi
pada kedalaman 15-20 cm. Phillips et al. lamun beberapa faktor lingkungan yang
(1978) merekomendasikan bahwa metode perlu diperhatikan yaitu: kedalaman,
plug untuk Zostera ditransplantasi pada cahaya, temperatur, salinitas, nutrien,
kedalaman 45 cm atau lebih. Pada arus dan gelombang (Phillips, 1980).
percobaan di pelabuhan St. Joe, Florida a. Kedalaman
menunjukkan bahwa dengan jarak tanam Distribusi kedalaman lamun tergantung
15 cm muncul rumpun yang padat, tetapi dari hubungan beberapa faktor yaitu;
gelombang, arus, substrat, turbiditas dan
24
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
25
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Tabel 4. Persentase tumbuh dari masing-masing jenis dengan metode yang berbeda
Jenis Lokasi Metode Persentase (%)
Thalassia testudinurn Biscaync Bay Sprig 90 (1)
North Biscaync Bay Seed 84 (2)
Turkey Point Seed 80 (2)
Halodule wrightii Nort Biscayne Bay Sprig 54 (2)
Jamaika Plug 63 (1)
Lake Surprise Sprig 100 (2)
Zostcro marina Whidbey Island Anchor 40 (3)
Cymoroceo rotundata Pulau Pari PIllR 38 (4)
Sprig 43 (4)
Thalassia hemprichii Pulau Pari Plug 78 (5)
Sprig 77 (5)
Sumber : Phillips 1980, Azkab 1987, 1988
Keterangan : (1) Thorhaug (1974), (2) Thorhaug (1986), (3) Phillips (1974), (4) Azkab (1987), (5) Azkab (1988).
26
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
DAFTAR PUSTAKA
Aswandy, I. 2003. Asosiasi Fauna Krustasea dengan Potongan-Potongan Lamun di
Laut Dalam. Jurnal Oseana Vol XXVIII, No 4. ISSN 0216-1877.
Azkab, M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun
di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.
Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor.
ChurchilL, C.A., A.E. COK and M.1. RINER 1978. Stabilization of subtidal
sediments by the transplantation on the seagrass Zostera marina. Rept.
No.NYSSGJP-RS-78-15, New York, 25 p.
Cottam, C. and A.D. Munro 1954. Eel-grass status and environmental relations. ,J.
Wild.Manag. 8(4): 449-460.
27
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
Den Hartog, C. (1970). "Sea grasses of the world" North Holland Publishing c o . ,
Amsterdam, London pp. 272 .
Darovec, J.E., 1.M. Carlton, T.R. Pulver, M.D. Moffler, G.B. Smith, W.K. Whitfield, S.A.
Willis, K.A. Steidinger and E.A. Joyce 1975. Techniques for coastal restoration and
fishery enhancement in Florida. Nat.Kesour.Bur.Mar.Re.s.St. 15: 10-30.
Durak;O, M.J. and M.D. Moh-ler 1981. Variation in Thalassia testudinum seedling growth
related to geographic origin. In: Proc.8th Ann.Conf. Wetlands Restoration
and Creation. (R.H. Stovall, ed.). Hillsbrough Community Colege, Tampa,
Florida, p.132-154.
Fonseca, M.S. 1987. The management of seagrass system. Trop. Coast. Area. Manag.
2(2): 5-10.
Fonseca, M.S., G.W. thayer and W.J. KenworthY. 1987. The use ecological data
in the implimentation and management of seagrass restoration. In: Proc. of
the Symp. on Subtropical-Tropical Seagrass of the Souteastern United
Stated (M.J Durako, R. C. Phillips and R.R. Lewis, eds.). Fla.Mar.Res.Publ. 42:
1-209.
Gary, R. and S. Langley 1985. Seagrass mitigation in Biscayne Bay, Florida. In: Coastal
Zone (0.T. Magoon, ed.). ASCE, New York, p 904-919.
Ginsburg, R. and H.A. Lowestan 1958. The influence of marine bottom communities on
the depositional environments of sediment. J. Geol. 66 (3): 310-318.
Helferich (eds.) Seagrass ecosystem : A scientific perspective. Mar. Sci. Vol. 4 Marcel
Dekker Inc. New York: 357 pp.
Lewis, R.R., R.C. Phillips, D.J. Adamek and J.C. Cato 1982. Final report, seagrass
revegetation studies in Monroe County. Florida Oept. of
Transportation. Thallahassac, Florida, 95p.
28
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)
McRoy, C.P. & C. Helferich. (1977). "Sea Grass Ecosystem" Marcel Dekker Inc.
New York & Basel pp. 314.
Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont.
Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.
Poiner, I.R. & G. Roberts,.(1986) "A brief review of seagrass studies in Australia.
Proc.National conference and Coastal Management. 2, 243-248.
Thayer, G.W., S.M. Adams and M.W. La Croix, 1975. Structural and functional aspects of
a recently established Zostera marina community. In : L.E. CRONIN
(ED.).
Wolff, T. 1980. Animals associated with seagrass in the deep sea. In: Handbook
of seagrass biology (R.C. Phillips and P.C. McRoy, eds.). Garland STPM Press,
New York, p. l99-2.24.
29
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria
Dias Satria
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya
ABSTRACT
A. LATAR BELAKANG
Pembangunan ekonomi daerah yang kuat dan berkelanjutan merupakan sebuah kolaborasi yang
efektif antara pemanfaatan sumberdaya yang ada, masyarakat dan pemerintah. Dalam konteks ini,
pemerintah sebagai regulator berperan strategis dalam mengupayakan kesempatan yang luas bagi
masyarakat lokal untuk berpartisipasi penuh dalam setiap aktivitas ekonomi.
Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan
pariwisata dengan konsep Ekowisata. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian
yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan
mendorong respek yang lebih tinggi terhadap perbedaan kultur atau budaya. Hal inilah yang
mendasari perbedaan antara konsep ekowisata dengan model wisata konvensional yang telah ada
sebelumnya.
Secara sederhana, konsep ekowisata menghubungkan antara perjalanan wisata alam yang
memiliki visi dan misi konservasi dan kecintaan lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena keuntungan
finansial yang didapat dari biaya perjalanan wisata digunakan juga untuk kebutuhan konservasi
alam serta perbaikan kesejahteraan penduduk lokal. Di sisi lain, konsep ekowisata juga diarahkan
untuk mempertahankan kebudayaan lokal serta tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan
pergerakan demografi.
Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model ekowisata, disebabkan karena kejenuhan
wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata buatan. Oleh karena itu peluang ini selayaknya dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik wisatawan asing mengunjungi objek berbasis alam
dan budaya penduduk lokal.
Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum, muncul pula istilah sustainable tourism
atau “wisata berkelanjutan”. Wisata berkelanjutan dipandang sebagai suatu langkah untuk mengelola
semua sumber daya yang secara sosial dan ekonomi dapat dipenuhi dengan memelihara integritas
budaya, proses-proses ekologi yang mendasar, keragaman hayati, dan unsur-unsur pendukung
kehidupan lainnya”. Berdasarkan pemahaman diatas, maka pariwisata dipandang sebagai salah
satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan daerah. Apalagi pengoptimalan potensi ini di dasari
37
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47
bahwa pariwisata merupakan sektor yang lebih menekankan pada penyediaan jasa dengan
mengoptimalkan potensi kawasan wisata.
Di wilayah Jawa Timur, pusat-pusat wisata telah berkembang dengan pesat seiring dengan
semakin meningkatnya pendapatan masyarakat di wilayah ini. Beberapa tawaran wisata yang ada
sangatlah beragam, mulai dari wisata bahari, pegunungan, agro, satwa dll. Di wilayah Kabupaten
Malang tersimpan keaneka ragaman wisata yang sangat menarik, salah satunya ada wisata bahari
yang ada di wilayah Sendang Biru, yaitu Pulau Sempu. Konsep pengembangan wisata yang
ditawarkan di Pulau Sempu adalah konsep Ekowisata, dimana pengembangan wisata yang ada
diselaraskan dengan isu-isu konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Keunikan
inilah yang coba dicapture dalam penelitian ini bahwa pengembangan wisata ini mampu
memberikkan nilai lebih tidak hanya pada lingkungan dan ekonomi, namun juga terhadap social
welfare masyarakat secara umum. Berangkat dari kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk(1).
Mengidentifikasi kekuatan ekonomi lokal yang berada di wilayah ekowisata di Kabupaten Malang
dan (2). Menyusun strategi yang dapat mendorong pengembangan potensi ekowisata yang berbasis
ekonomi lokal di Kabupaten Malang.
B. KAJIAN TEORITIS
Ekowisata
Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang dikenal
dengan ekowisata, merupakan sebuah peluang besar bagi negara kita dengan potensi alam yang
luar biasa ini. Hal ini terjadi akibat kecenderungan semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi
objek berbasis alam dan budaya penduduk lokal. Secara definitif, ekowisata yang didefinisikan
sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan
dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
penduduk setempat. memperlihatkan kesatuan konsep yang terintegratif secara konseptual tentang
keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya mempertahankannya. Sehingga
pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan
yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun
buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk
menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama
yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi
dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung
memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam,
intelektual dan budaya masyarakat lokal.
Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan
budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan
manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya,
ekowisata dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab
di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara
ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)
dan meningkatnkan kesejahtraan masyarakat setempat.
Aktivitas ekowisata saat ini tengah menjadi tren yang menarik yang dilakukkan oleh para
wisatawan untuk menikmati bentuk-bentuk wisata yang berbeda dari biasanya. Dalam konteks ini
wisata yang dilakukkan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi,
pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong respek yang lebih tinggi terhadap perbedaan kultur
atau budaya. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara konsep ekowisata dengan model wisata
konvensional yang telah ada sebelumnya. Konsep ekowisata menurut wikipedia memiliki
38
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria
39
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47
Penelitian ini dipertimbangkan sebagai penelitian evaluasi, di mana akan melakukan evaluasi
atas pelaksanaan program pembangunan. Penelitian evaluasi diartikan ‘a process of determining
whether a social intervention has produced the intended result’. Penelitian ini mengidentifikasi
dan mengevaluasi strategi pengembangan ekowisata yang berbasis pada ekonomi lokal di Kabupaten
Malang. Penelitian ini dilakukan dengan memadukan antara pendekatan dekriptif-evaluatif dan
kualitatif.
Lingkup kegiatan ini adalah teridentifikasinya sekaligus pengembangan strateginya potensi
ekowisata yang berbasis pada ekonomi lokal di Kabupaten Malang. Dalam penelitian deskriptif,
proses analisis dan interpretasi data tidak hanya dilakukan pada akhir pengumpulan data atau
berdiri sendiri, namun secara simultan juga dilakukan pada saat pengumpulan data di lapangan
berlangsung, sehingga dalam penelitian kualitatif sering dikenal sebagai proses siklus. Setelah
mendapatkan informasi, dilakukan analisis untuk mencari hipotesis kemudian dilakukan
pengumpulan informasi berikutnya. Ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian dengan
hipotesis sementara yang telah disusun, demikian terus berputar hingga ditemukan puncak informasi
atau kejenuhan data. Selanjutnya, kegiatan dalam analisis data meliputi pencarian data, menatanya,
membaginya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesanya, mencari pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dilakukan.
Metode kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.” Pencarian data-data
dilakukan dengan metode induktif, yang diberangkatkan dari fakta-fakta atau peristiwa umum
kemudian ditarik generalisasi yang bersifat khusus. Sedangkan pengelolaan datanya digunakan
metode reflektif. Komponen-komponen metode reflektif adalah: (a) perekaan, (b) penafsiran, (c)
penilaian, (d) deskripsi, (e) pemahaman; dan (g) analisa. Kemudian, dalam berpikir reflektif
induksi akan diawali dari fakta-fakta khusus dan menuju ke pernyataann umum yang menerangkan
fakta-fakta itu. Kemudian dari ekplanasi yang bersifat umum tersebut diselidiki kembali fakta-
fakta yang telah ada tadi untuk meyakinkan kebenaran ekplanasi yang telah dirumuskan (verifikasi).
Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini alat analisis
SWOT (Strong, Weakness, Opportunity, dan Threat). Analisis SWOT digunakan untuk
mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya ekowisata dengan sumberdaya yang lain (Damanik dan
Weber, 2006).
Internal
Audit
Strenght Weakness
External
Environment
Opportunities SO WO
Threat ST WT
Gambar 1. Matriks SWOT
Keterangan:
SO: memanfaatkan kekuatan secara maksimal untuk meraih peluang.
ST: memanfaatkan kekuatan secara maksimal untuk mengantisipasi ancaman, dan
berusaha menjadikannya sebagai peluang.
WO: meminimalkan kelemahan, untuk meraih peluang.
WT: meminimalkan kelemahan untuk menghindar dari ancaman
40
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria
41
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47
c) Ekosistem Danau. Daratan Cagar Alam Pulau Sempu memiliki dua buah danau yaitu Danau
Telaga Lele dengan areal seluas ± 2 Ha, yang merupakan danau air tawar. Danau Segoro
anakan dengan areal seluas ± 4 Ha yang merupakan danau asin. Danau Air Tawar Telaga
Lele terletak dibagian timur kawasan Cagar Alam, sedangkan Segoro Anakan berada dibagian
Barat Daya. Masing-masing memiliki peranan yang pemting sebagai sumber air bagi
kehidupan satwa liar, terutama pada musim kemarau.
d) Ekosistem Hutan Tropis Dataran Rendah. Tipe ekosistem ini menempati areal yang terluas
dan tersebar hampir di seluruh kawasan, sehingga menjadi ciri utama dari kawasan Cagar
Alam Pulau Sempu. Struktur hutan tropis ini di tandai dengan adanya tumbuh-tumbuhan
yang terdiri dari tiga atau empat lapis tajuk pohon dengan komposisi yang beragam. Beberapa
jenis pohon yang dominan yaitu Bendo (Artocarpus elasticus), Triwulan (Mishocarpatus
sundaica), Wedang (Pterocarpus javanicus) dan Buchanania arborescens.
Dengan ekosistem yang ada di Pulau Sempu, flora dan fauna yang terdapat di sana juga khas
dan berbeda dengan daerah yang lain. Untuk flora, Pulau Sempu memiliki ± 223 jenis tumbuhan
yang tergolong dalam 144 marga dan 60 suku. Dari 60 suku tersebut, telah diketahui lima suku
(Moraceae, Euphorbiaeceae, Ancardiaceae, Annonaceae, Sterculiaceae), yang memiliki jumlah
individu, jenis dan marga yang relatif cukup banyak. Sedangkan fauna, terdapat Satwa liar yang
hidup di dalam kawasan Cagar Alam Pulau Sempu sekitar ± 51 jenis yang terdiri dari 36 jenis
Aves, 12 jenis mamalia dan 3 jenis reptil. Yang paling sering di jumpai diantaranya Babi hutan
(Sus scopa), Kera hitam (Presbytis cristata), Belibis (Dendrosyqna sp) dan burung Rangkong
(Buceros undulatus).
42
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria
berbagai macam pengalaman petualangan yang menarik mulai dari penyeberangan, pelintasan
hutan hingga sampai di “Segoroanakan”. Di mulai dari penyebrangan menggunakan perahu nelayan
tradisional, wisatawan dapat menikmati pemandangan laut dan aktivitas nelayan. Perjalanan ini
ditempuh selama kurang lebih 15 menit. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki
melintasi hutan selama 2 jam. Wilayah yang masih tanah, berbatuan dan karang mewarnai
perjalanan wisata hutan yang sangat menarik. Dalam perjalanan terakhir sebelum sampai di “Segoro-
anakan”, wisatawan harus merayap di karang-karang selama 15 menit. Sebuah perjalanan adventure
yang menarik dan sedikit berbahaya karena melewati tebing-tebing yang cukup curam. Terakhir,
perjalanan sampai di “Segoroanakan” sebuah tempat yang eksotis dimana wisatawan dapat
menikmati sebuah pantai yang indah yang bersebalahan dengan lautan lepas, dan dibatasi oleh
karang yang besar.
Selain kekayaan alami yang ditawarkan di Pulau Sempu, wisatawan juga dapat menikmati
kehidupan nelayan yang sangat unik dan tradisional. Di tempat ini wisatawan dapat melihat
bagaimana aktivitas nelayan, mulai dari pencarian ikan, pelelangan ikan hingga wisata kuliner
hasil tangkapan nelayan. Hal inilah yang dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk dapat menikmati
wisata bahari yang lengkap di Pulau Sempu.
Namun terlepas dari kekuatan yang ada di wilayah Pulau Sempu sebagai tempat Ekowisata,
terdapat juga kelemahan-kelemahan yang menjadi hambatan wilayah ini untuk maju. Permasalahan-
permasalahan yang ada antara lain: Pertama, Jarak lokasi Pulau Sempu dari Kota Malang
menjadikan wilayah ini masih belum menjadi pilihan utama wisatawan regional di wilayah Malang
Raya. Selain itu jalan yang berliku dan jauh menjadikan wisata ke Pulau Sempu membutuhkan
effort yang cukup besar.
Kedua, patut difahami bahwa kondisi infrastruktur dan fasilitas di sekitar Pulau Sempu (Sendang
Biru) masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari jalan-jalan di wilayah Sendang Biru yang
sebagian masih rusak. Selain itu kondisi infrastruktur seperti WC umum juga masih belum memadai
dan sangat buruk, menjadikan tempat ini kurang lengkap untuk mendukung kebutuhan dasar
wisatawan.
Ketiga, peran pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan wilayah Pulau Sempu sebagai
lokasi Ekowisata belum sepenuhnya berhasil. Hal ini dilihat dari belum adanya program khusus
untuk mengembangkan wilayah kawasan ini menjadi lebih bernilai dan berbobot. Bahkan promosi
gencar atas wilayah ini hanya dilakukkan oleh perusahaan-perusahaan travel domestic dan
mancanegara, tanpa melibatkan pemerintah sebagai stakeholder terbesar. Selain itu masyarakat di
wilayah Sendang biru hanya dominan berpartisipasi dalam pengantaran wisatawan dengan perahu
ke lokasi Pulau Sempu, dan belum terbentuk untuk menjadi masyarakat wisata yang aktif.
Keempat, Pemerintah masih belum melakukkan upaya konservasi dan penjagaan wilayah ini
dengan ketat. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya penegakkan hukum bagi wisatawan
yang melakukan upaya perusakan alam, seperti: membuang sampah sembarangan dll.
Berangkat dari kelemahan dan kekuatan yang ada, pihak pemerintah lokal dan masyarakat
selayaknya dapat mengembangkan wilayah ini untuk dapat mengambil peluang dan mengantisipasi
ancaman yang mungkin muncul. Peluang wilayah Ekowisata sebagai pilihan wisata yang menarik
dapat dilihat dari besarnya animo masyarakat Jawa Timur untuk menikmati pilihan wisata yang
berbeda dari biasanya, baik untuk kebutuhan outbond, training hingga edukasi. Selanjutnya wilayah
Kota Malang yang populer dengan icon Kota pendidikan seharusnya dapat menjadikan Pulau
Sempu sebagai peluang wisata bagi siswa maupun mahasiswa, karena jenis wisata ini sangat
digemari oleh kaum muda. Meski begitu, ancaman yang ada pun juga harus dapat diantisipasi
dengan baik oleh pemerintah lokal dan masyarakat, karena dengan semakin berkembangnya wilayah
ini sebagai wilayah wisata akan menimbulkan kerusakan alam yang serius jika tidak ditangani
dan diawasi dengan ketat.
43
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47
kebutuhan para wisatawan, mulai dari unit usaha makanan, Souvenir, MCK, penyebrangan
(Kapal Nelayan), Penginapan, Parkir hingga Pemandu wisata.
2. Mendorong linkage dengan travel unit (agen perjalanan). Pengembangan suatu kawasan
wisata tidak bisa dilepaskan dari keberadan para pemadu wisata dan agen perjalanan. Karena
pemandu wisata dan agen wisata merupakan ujung tombak terdepan yang langsung
berhubungan dengan para wisatwan atau stakeholder, sehingga untuk lebih mudah dalam
mengembangkan suatu kawasan ekowisata maka diperlukan partisipasi mereka secara lebih
jauh. pemandu wisata dan agen perjalanan bisa dikontrol. Selain itu, keinginan dari para
44
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria
wisatawan dapat lebih mudah ditangkap, sehingga pengembangan ekowisata lebih terarah
dan sesuai dengan keinginan stakeholder.
Namun dalam pengembangan hubungan dengan agen perjalanan diperlukan sebuah
kesepakatan tentang konsep Ecotourism yang dikembangkan di wilayah ini. Hal ini
dimaksudkan agar tawaran paket wisata yang diberikan tidak menggangu upaya konservasi
alam yang juga dilakukkan di wilayah ini. Selain itu pihak pemandu perjalanan juga
diharapkan tidak memisahkan diri untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat lokal dalam
mendukung Ekowisata.
3. Mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat Wisata. Masyarakat lokal sebenarnya
bukanlah hambatan bagi pengembangan Ekowisata, karena peran mereka seharusnya tidak
terpisahkan dalam program-program wisata. Pengelolaan berbasis masyarakat ini merupakan
salah satu pendekataan pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran
lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Ditambah adanya transfer diantara
generasi yang menjadikan pengelolaan menjadi berkesinambungan menjadikan cara inilah
yang paling efektif, dibanding cara yang lainya.
Secara umum sudah dibahas sebelumnya bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan efektif adalah yang berbasis pada masyarakat. Nikijuluw (1994) berpendapat
pengelolaan berbasis masyarkat merupakan salah satu pendekataan pengelolaan alam yang
meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar
pengelolaanya. Ditmabah adanya transfer diantara generasi yang menjadikan pengelolaan
menjadi berkesinambungan menjadikan cara inilah yang paling efektif, disbanding cara yang
lainya. Namun, masyarkat juga jangan sampai dilepaskan sendirian untuk mengelola
semuanya. Karena sudah diketahui bersama, bahwa salah satu masalah utama yang dihadapi
dalam pengelolaan ekowisata di Indonesia adalah masalah kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM), karena ketidakmerataan pendidikan yang diperoleh. Salah satu hal yang bisa dilakukan
dengan melibatkan pemerintah lokal dalam pengeloalaan, seperti dalam gambar 2.
45
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47
program-program yang ada dalam agen perjalan juga dapat dilakukkan dengan
mempromosikannya melalui website.
6. Mendorong partisipasi unit aktivitas mahasiswa Pencinta Alam untuk melakukkan program
konservasi secara berkala. Peningkatan upaya konservasi di wilayah Pulau Sempu selain
dapat dilakukkan oleh pemerintah lokal juga dapat dikoordinasikan dengan unit-unit aktivitas
mahasiswa Pecinta Alam dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur. Hal ini dapat
dilakukkan dengan terus melakukkan aktivitas-aktivitas yang ramah dengan lingkungan,
seperti menjaga cagar alam dan kebersihan serta melakukkan pengawasan atau pemanduan
terhadap wisatawan-wisatawan yang datang.
7. Melakukkan Investasi MCK, Kebersihan dan Air Bersih di wilayah “Segoro-anakan”.
Infrastruktur dasar yang belum ada di wilayah Pulau Sempu (Segoro-anakan) adalah MCK
dan air bersih. Hal ini menjadi masalah utama bagi wisatawan yang sedang melakukkan
perkemahan disekitar wilayah “Segoro-anakan”. Jika tidak ditangani dengan serius hal ini
dapat mengganggu kebersihan, keindahan serta mengancam kerusakan alam yang ada di
wilayah “Segoro-anakan”.
1. Pulau Sempu merupakan wilayah wisata yang dapat dikembangkan menjadi ekowisata yang
menarik bagi wisatawan domestik dan internasional yang ingin menikmati konsep ekowisata.
2. Pengembangan ekowisata di wilayah Pulau Sempu hendaknya dapat diselaraskan dengan
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, serta tidak berbenturan dengan upaya konservasi
yang telah dilakukkan pemerintah daerah di wilayah ini.
3. Pengembangan ekowisata di Pulau Sempu semaksimal mungkin harus dapat melibatkan
masyarakat dan pemerintah daerah secara optimal dalam setiap proses-proses didalamnya.
Hal ini dilakukkan guna memberikkan ruang yang luas bagi masyarakat setempat untuk
menikmati keuntungan secara ekonomi dari pengembangan ekowisata di wilayah ini.
4. Peningkatan kerjasama perlu untuk ditingkatkan dengan institusi atau lembaga terkait, seperti
agen perjalanan dan unit aktivitas mahasiswa pecinta alam, guna melahirkan ide-ide yang
kreatif guna pengembangan wilayah ekowisata. Selain itu keterlibatan mereka juga diharapkan
untuk memperkuat konsep ekowisata di wilayah Pulau Sempu.
DAFTAR PUSTAKA
Connel, Joan at al., 1979. Migration From Rural Areas, The Evidance from Villages Studies,
Delhi: Oxford University Press.
Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi.
PUSPAR UGM dan Penerbit Andi. Yogyakarta.
Daulay Harmony, 2002. Pergeseran Pola Relasi Gender di Keluarga Migran, Penyunting Abdul
Masrur, Yogyakarta: Penerbit Galang Press.
Hagues Paul dan Haris, 1985. Sampling dan Statistik (Penterjemah Yulianto), Jakarta: LPPM dan
PT Pustaka Binaman Pressindo.
Hari Karyono, 1997. Kepariwisataan, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widisauna Indonesia.
46
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria
Mira P. Gunawan, 1999. Pariwisata Indonesia, Berbagai Aspek dan Gagasan Pembangunan,
Bandung: Penerbit Lembaga Penelitian ITB.
47
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019
Abstrak:Hutan mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena hutan mempunyai fungsi
ekologis, sosial dan ekonomis. Dalam perkembangannya hutan mendapat tekanan yang begitu kuat
sehingga fungsi ekonomis hutan menjadi lebih dominan sedangkan fungsi ekologis dan fungsi sosial
hutan kurang mendapat perhatian. Oleh Karena itu para pemangku kebijakan dengan berbagai kajian dan
penelitian, menyimpulkan diperlukan suatu organisasi untuk mengelola hutan dan kawasan hutan di tingkat
tapak untuk pengelolaan yang lebih efektif dan efisien. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi
pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam pada KPH Wilayah XIII Doloksanggul KPHL Unit XIX
Samosir. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jalur tracking untuk mencari calon lokasi yang
berpotensi memiliki jasa lingkungan dan objek wisata yang selanjutnya diolah dan dengan dukungan data
yang tersedia yang selanjutnya dilakukan analisis SWOT sebagai upaya pemanfaatan dan identifikasi
potensi jasa lingkungan dan wisata alam serta pembuatan strategi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata
alam. Berdasarkan hasil analisis bahwa identifikasi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di
kawasan KPHL unit XIX Samosir sangat mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir.
Hasil pemetaan jalur tracking objek wisata ditemukan 3 calon lokasi di Kecamatan Harian dan 4 calon lokasi
di Kecamatan Simanindo dengan kegiatan bentang alam, camping ground, out bound dan bukit santai.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena hutan mempunyai
fungsi ekologis, sosial dan ekonomis. Dalam perkembangannya hutan mendapat tekanan
yang begitu kuat sehingga fungsi ekonomis hutan menjadi lebih dominan sedangkan
fungsi ekologis dan fungsi sosial hutan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu para
pemangku kebijakan dengan berbagai kajian dan penelitian, menyimpulkan diperlukan
suatu organisasi untuk mengelola hutan dan kawasan hutan di tingkat tapak dalam
hal ini Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dengan tujuan untuk pengelolaan yang lebih
efektif dan efisien.
Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem
alam maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun
tidak langsung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu
memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam
mewujudkan pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan (Sriyanto, 2007).Wisata alam
adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam yang
memiliki daya tarik bagi wisatawan serta yang ditujukan untuk pembinaan cinta alam,
baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaannya.(Suwantoro, 1997)
Ekowisata adalah suatu model pengembangan wisata alam yang bertanggung
jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara alami dimana
tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur pendidikan dan
dukungan terhadap usaha konservasi serta peningkatan pendapatan masyarakat setempat.
Wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Unit XIX ditetapkan sebagai
KPHL sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret
2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang
Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara bahwa luas wilayah kelola KPHL Unit XIX
Samosir adalah 19.814,60 Ha.
KPHL Unit XIX Samosir memiliki karakteristik biofisik areal; (1) Wilayah
seluruhnya berada di Kabupaten Samosir, yang tersebar di Kecamatan Pangururan,
Simanindo, Ronggurnihuta, Palipi, Nainggolan dan Onan Runggu; (2) Iklim termasuk ke
dalam type iklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C s.d 290C dan rata-rata
kelembaban udara sebesar 85,04%; (3) Geologi jenis tanah adalah podsolik bersifat
gembur dan mempunyai penampang cenderung tidak mantap dan peka terhadap
pengikisan. Dari jenis kimia tanah ini termasuk asam dan miskin hara; (4) Kelerengan
lapangan bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam.
Potensi kawasan; Potensi yang terdapat pada KPHL Unit XIX Samosir antara lain
potensi hasil hutan kayu (Hoting, Medang, Simartolu/Melur, Sampinur, Pinus,
Makadamia, Rasamala, Andulpak), hasil hutan bukan kayu (getah pinus, rotan, minyak
atsiri dan lebah madu) dan potensi jasa lingkungan wisata alam. Akan tetapi belum
didukung dengan data potensial yang sesuai dengan kondisi di lapangan sehingga masih
menjadi kendala dan belum optimalnya dalam menyusun perencanaan pengelolaan hutan.
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata
alam pada KPH Wilayah XIII Doloksanggul KPHL Unit XIX Samosir.
METOLOGI PENELITIAN
Metode Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan mencari jalur calon lokasi yang berpotensi
memiliki jasa lingkungan dan objek wisata menggunakan GPS sebagai alat perekam jalur
tracking dan perekam koordinat objek wisata. Data jalur tracking akan valid apabila
langsung bertanya kepada Kepala dan staf Unit KPHL Unit XIX yang sudah mengetahui
medan wilayah kerjanya, transportasi menuju objek penelitian dan hal-hal penting lainnya.
Titik awal perekaman jalur objek wisata dimulai dari batas awal Kecamatan Harian
dengan GPS serta aktifkan track record. Selama perekaman jalur calon lokasi yang
berpotensi memiliki jasa lingkungan dan objek wisata, titik koordinat objek penelitian di
simpan dengan GPS. Perekaman jalur objek berakhir dengan menyimpan jalur track log
yang terdapat pada GPS dan menonaktifkan track record. Hasil perekaman jalur objek
wisata, diolah menggunkan software ArcGis 10.4.
Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi kualitatif
untuk mengambarkan analisis SWOT untuk merumuskan strategi identifikasi pemanfaatan
jasa lingkungan dan wisata alam. Analisis SWOT juga digunakan untuk merancang
langkah-langkah strategi dan penilaian mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman, sehingga menghasilkan strategi pengembangan pariwisata secara umum di
Kabupaten Samosir.
Metode Analisis SWOT untuk penyusunan konsep pengembangan potensi jasa
lingkungan dan wisata alam. Analisis dengan matriks SWOT bertujuan untuk
mengidentifikasikan alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan feasible dan
sesuai untuk dilaksanakan. Metode Analisis SWOT seperti Tabel 1.
Hasil Pemetaan Jalur Tracking Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam
Dari hasil pengamatan data pemetaan tracking, terdapat tiga calon lokasi jaslin dan
wisata alam yang ada di Desa Baniara Kecamatan Harian Boho Kabupaten Samosir
sebagaimana Tabel 1. Metode Analisis SWOT Tabel 1. Metode Analisis SWOT Tabel 1.
Metode Analisis SWOT Tabel 2.
Tabel 2. Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam Desa Baniara Kecamatan Harian
Kabupaten Samosir
No Jenis Jasling dan Koordinat Elevasi
Wisata Alam Desa Lintang Utara Bujur Timur (ft) Ket
Berdasarkan Tabel 2, terdapat potensi jasling dan wisata alam di Keca- matan
Harian yang terdiri dari pemandangan alam/landskap, Camping Ground dan kegiatan out
bound. Potensi tersebut didukung dengan prasarana berupa jalan menuju lokasi yang
cukup baik dengan pengerasan serta sudah terdapat rencana peningkatan kualitas jalan
serta dukungan pembangunan poros jalan nasional di pulau Samosir, dengan demikian
menuju dan keluar dari lokasi dapat dilalui dengan menggunakan kenderaan roda dua dan
empat.
Aktivitas berwisata merupakan salah satu pilihan utama untuk mengisi waktu luang
yang dimiliki oleh setiap orang. Wisata yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan
yaitu wisata minat khusus. Wisata minat khusus adalah kegiatan wisata yang didasarkan
pada keinginaan wisatawan karena memiliki minat khusus dari objek wisata atau kegiatan
di daerah tersebut (Weiler & Hall 1992).
Wisata pemandangan alam, camping ground dan outbound merupakan bagian dari
minat khusus yang memiliki daya tarik bagi wisatawan pecinta alam untuk mengunjungi,
melihat secara langsung dan menikmati pemandangan dan keindahan alam tersebut, hal ini
tergambar pada lokasi yang memiliki potensi untuk hal dimaksud dan dukungan lainnya
terletak dalam satu hamparan, dengan demikian tiga kegiatan sekaligus dapat dilakukan.
Hal ini juga di dukung dengan dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek
(RPJHP) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) unit XIX Kabupaten Samosir
diantaranya pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pari wisata alam.Dapat
disimpulkan bahwa ketiga lokasi berpotensi dimanfaatkan untuk kegiatan jasa
lingkungan dan wisata alam sebagaimana digambarkan pada Gambar 2.
Untuk melihat secara jelas hasil pemetaan menggunakan jalur tracking untuk lokasi
kecamatan Harian Kabupaten Samosir seperti tertera pada pada Gambar 3.
Gambar. 3 Peta Jalur Tracking Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam
Desa Baniara Kecamatan Harian Kabupaten Samosir
Kecamatan Simanindo
Untuk melihat potensi jasling dan wisata alam di kecamatan Simanindo, pengamatan
dan perekaman dengan menggunakan jalur tracking, didapatkan empat calon lokasi yang
memiliki potensi untuk ditetapkan dan dikembangkan menjadi kawasan untuk
pemanfaatan jasling dan wisata alam. Keempat lokasi tersebut seperti diuraikan pada
Tabel 3.
Tabel 3.Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir
Koordinat Elevasi
No Calon Lokasi Kec
Lintang Utara Bujur Timur (ft) Ket
Pemandangan
1 98º51’59,31’’ Terlampir
Alam Simanindo 2º36’15,55’’ 5100
Lokasi camping
2 Simanindo 2º35’50,68 98º50’47,15’’ 5224 Terlampir
ground
3 Lokasi out bound Simanindo 2º35’40,49’’ 98º50’33,51’’ 5254 Terlampir
Hutan lindung sebagaimana terdapat pada status lokasi penelitian memiliki kawasan
yang terbatas, namun memiliki banyak potensi yang akan menjadi mubazir jika tidak
dimanfaatkan secara optimal. Dengan usaha pemanfaatan jasa lingkungan dimungkinkan
pemanfaatan hutan lindung yang selama ini diabaikan untuk menambah pendapatan
negara dan mensejahterakan rakyat khususnya yang berdomisili di sekitar hutan lindung.
Kondisi ini juga didukung dengan dokumen perencanaan jangka pendek
pembangunan dan pengembangan hutan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
unit XIX Kabupaten Samosir serta program pembangunan Kabupaten Samosir dengan
tagline Negeri Indah Sekeping Surga.
Gambar 6. Peta Jalur Tracking Calon Lokasi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.
Strength (Kekuatan)
Kabupaten Samosir memiliki panorama alam yang indah dengan iklim yang sejuk
merupakan surga bagi wisatawan karena keunikannya berada di tengah-tengah Danau
Toba, letaknya strategis dan berada di tengah-tengah Kawasan Danau Toba, berpotensi
besar menjadi daerah tujuan wisata, penduduk Samosir yang menganut sistem
kekerabatan masyarakat (estended family) Dalihan Natolu dengan karakteristik, daya
juang, dan kesetiakawanan yang tinggi, menjadi sumber daya potensial dan produktif
dalam percepatan pembangunan daerah, selain itu, Samosir memiliki Gunung Pusuk Buhit
sebagai gunung yang bernilai sakral tinggi dan merupakan asal muasal bangsa batak di
seluruh dunia, yang bisa dikelola menjadi salah satu daya tarik wisata, Samosir memiliki
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 125
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019
banyak sekali potensi keindahan alam yang belum banyak dieksplorasi, sehingga
menjadikan beberapa daya tarik wisata yang baru ditemukan menjadi hal baru dan
memiliki ketertarikan tersendiri terhadap wisatawan, tarif tiket untuk masuk ke setiap daya
tarik wisata relatif murah, sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat, fasilitas
pariwisata seperti penginapan, klinik, mini market, restauran banyak tersedia.
Dari sisi bidang kehutanan, berdasarkan kondisi tutupan lahan KPHL unit XIX
Samosir terdapat 9.491,41 Ha (47,90%) yang masih berhutan dan 10.323,19 Ha (52,10%)
tidak berhutan/terbuka. Berdasarkan kondisi tersebut peluang pembukaan diversifikasi
atraksi pariwisata sangat memungkinkan untuk dilakukan dengan pemanfaatan kawasan
yang ada.
Weakness (Kelemahan)
Masih kurangnya minat masyarakat tentang pelestarian lingkungan dan masih
kurangnya keramahan masyarakat terhadap wisatawan asing, tingkat produktivitas
masyarakat masih minim, sumber daya manusia yang bisa diandalkan dalam usaha
pengelolaan di bidang pariwisata sangat terbatas, kurangnya promosi dari event-event yang
diadakan di Samosir, kurangnya sarana penunjang dan pemeliharaan kebersihan di setiap
Kawasan Wisata yang ada di Samosir, lokasi tempat situs dan artefak yang tersisa
kebanyakan milik kelompok marga sehingga menjadikannya susah untuk dikelola atas
nama pemerintah.
Di bidang kehutanan penataan batas blok pengelolaan pada kawasan yang
mengakibatkan ketidakjelasan pola pemanfaatan, lemahnya pengakuan masyarakat
terhadap KPHL Unit XIX belum optimal. Sumberdaya manusia pada KPHL Unit XIX dan
minimnya sarana dan prasarana penunjang dan adanya konflik pemanfaatan lahan yang
terjadi di kawasan hutan termasuk di KPHL Unit XIX adalah buah dari adanya
ketidakpastian terhadap kawasan hutan tersebut. Rendahnya pendapatan masyarakat
yang mengakibatkan kemiskinan merupakan bagian dari permasalahan kependudukan
bukan saja bagi perkotaan tetapi juga menjadi permasalahan di sekitar kawasan hutan.
Opportunities (Peluang)
Sektor kepariwisataan bisa ditetapkan sebagai penghela (lokomotif) pembangunan
di Samosir, memiliki potensi panorama alam, danau, pantai, gunung, yang sangat
memikat, dengan cuaca/iklim yang sejuk, Samosir dan Danau Toba pembentukannya
adalah akibat meletusnya Gunung Toba yang super dahsyat (super volcano) yang
diperkirakan terjadi sekitar 75.000 tahun yang merupakan peristiwa vulkanologi tertua
di dunia. Pulau Samosir adalah dasar kawah Gunung Toba yang terangkat. Danau Toba
dengan Pulau Samosir di tengah-tengahnya merupakan kaldera terbesar di dunia. Peluang
lainnya adalah Bandara Silangit tahun 2018 menjadi Bandara Internasional dan
penambahan ferry untuk penyeberangan Tiga Ras – Simanindo dan Muara – Nainggolan.
Pengembangan ecotourism di Samosir sangat memungkinkan dikembangkan dan
dibuka secara khusus di kecamatan Harian dan kecamatan Simanindo dengan dukungan
rencana pengelolaan jangka panjang KPHL Unit XIX Samosir.
Threats (Ancaman)
Kabupaten Samosir belum sepenuhnya mengarahkan program kegiatannya pada
upaya pengembangan kepariwisataan, organisasi masyarakat atau kelompok masyarakat
wisata belum memberikan kontribusi terhadap peningkatan pelayanan dan pengembangan
kepariwisataan termasuk dukungan untuk penerapan Sapta Pesona dan Sadar Wisata di
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 126
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019
Strategi SO
Dengan potensi yang dimiliki oleh Pulau Samosir berupa panaorama alam yang
indah dan iklim yang sejuk, sektor kepariwisataan bisa ditetapkan sebagai penghela
(lokomotif) pembangunan di Kabupaten Samosir. Menjalin kerjasama yang lebih baik
dengan pemerintah atasan, pemerintah luar daerah dan perusahaan penerbangan sehingga
bisa menawarkan kemudahan bagi wisatawan yang ingin datang berkunjung, dengan
menawarkan paket murah, dengan terbukanya jalur penerbangan langsung ke Bandara
Silangit, melestarikan setiap peninggalan yang ada berupa seni, budaya, sejarah, legenda
dan situs sebagai kekayaan budaya Batak, menambah dan menjaga hubungan baik dengan
berbagai pihak dan berbagai organisasi kepariwisataan dalam pengelolaan dan
pengembangan pariwisata dan menjalin kerjasama dengan biro perjalanan setempat dalam
pengembangan paket wisata.
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 127
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019
Optimalisasi potensi-potensi jasa lingkungan dan wisata alam yang memiliki ciri
khas secara khusus pada wilayah KHPL XIX yang didukung dengan rencana pengelolaan
jangka panjang KPHL Unit XIX Samosir terkait mengenai pemanfaatan potensi jasa
lingkungan dan wisata alam.
Strategi WO
Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana olahraga, rekreasi atau wisata bahari
yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan kekayaan alam yaitu Danau Toba,
pembangunan Geopark Danau Toba – Unesco dan beberapa geosit di Kabupaten Samosir
dibarengi dengan upaya menyiapkan masyarakat setempat, mendukung dan memfasilitasi
setiap kegiatan kesenian yang melibatkan masyarakat terutama di bagian kebudayaan.
Memanfaatakan peluang rencana pengelolaan jangka panjang KPHL Unit XIX
Samosir terkait mengenai peman- faatan potensi jasa lingkungan dan wisata alam di
wilayah kerja mereka sehingga dalam pemanfaatan dan pengembangan calon jasa
lingkungan dan wisata alam di KPHL Unit XIX Samosir lebih maju agar pertumbuhan
ekonomi bisa berjalan dengan baik, serta penambahan fasilitas-fasilitas pe- nunjang
dalam kawasan wisata.
Kehadiran investor untuk melakukan investasi pengembangan dan pembangunan
pariwisata secara umum dan terkhusus pada pengembangan ecotourism perlu
dioptimalkan.
Strategi ST
Dengan dukungan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menghasilkan penetapan
Geopark Danau Toba-Unesco dengan etalase dan Geosit di Kabupaten Samosir,
meningkatkan peran serta kelompok masyarakat terutama kelompok etnik batak dalam
menggali sejarah, seni dan budaya bangsa Batak, meningkatkan kerjasama dengan
berbagai lembaga penyelenggara even olahraga baik nasional maupun internasional,
meningkatkan kerjasama promosi dan pemasaran pariwisata Kabupaten Samosir terutama
ke daerah atau negara wisatawan, me- ningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk
dapat memberikan jaminan keamanan bagi para wisatawan, dalam hal ini polisi, TNI, dan
Kedutaan Besar negara asing.
Upaya konservasi lingkungan melibatkan masyarakat yang berada di sekitar
kawasan calon jasa lingkungan dan wisata alam agar tetap menjaga kelestarian
lingkungan. Faktor keamanan bagi para wisatawan nantinya juga merupakan hal yang
penting dan pemandu wisata juga diperlukan karena memiliki peran yang cukup penting
bagi wisatawan dalam berinteraksi, serta melakukan pende- katan sehingga dapat
membantu pemanfaatan dan pengembangan calon jasa lingkungan dan wisata alam yang
juga akan berdampak kepada masyarakat yang tinggal di kawasan hutan untuk
mendapatkan pekerjaan.
Strategi WT
Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana berupa fasilitas umum yang
berstandar pariwisata internasional, meningkatkan peran serta kelompok
masyarakat/marga/tokoh masyarakat yang dipercaya dalam pelestarian sejarah, seni dan
budaya Batak, meningkatkan dukungan ke berbagai pihak terutama yang terkait dengan
industri pariwisata dan juga melakukan promosi wisata, meningkatkan dukungan
penyelenggara even olahraga untuk pembangunan sarana olahraga rekreasi dan olahraga
yang bersifat tantangan atau petualangan
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 128
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019
Kesimpulan
1. Dari hasil analisis yang digunakan, bahwa identifikasi pemanfaatan jasa
lingkungan dan wisata alam di kawasan KPHL unit XIX Samosir sangat
mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir.
2. Hasil pemetaan jalur tracking objek wisata ditemukan 3 calon lokasi jasling dan
wisata alam pada Kecamatan Harian. Ke tiga lokasi dapat dijadikan sebagai calon
lokasi jasling pemandangan alam, lokasi kegiatan camping ground dan out bound.
3. Hasil pemetaan jalur tracking objek wisata ditemukan 4 calon lokasi jasling dan
wisata alam pada Kecamatan Simanindo Ke empat lokasi dapat dijadikan sebagai
calon lokasi jasling pemandangan alam, lokasi kegiatan camping ground, out
bound dan bukit santai.
4. Pemanfaatan jasa lingkungan membutuhkan pengembangan sumber daya manusia
yang berilmu, kreatif dan mampu menerapkan konsep jasa lingkungan dalam
teknologi yang dikembangkannya.
Saran
KPHL unit XIX Samosir diharapkan dapat bekerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten Samosir secara khusus Sinas Pariwisata dalam rangka pemanfaatan kawasan
untuk kegiatan ecotourism.
Perlunya pengelolaan untuk meningkatkan kesesuaian wisata sehingga pemanfaatan
daya dukung kawasannya dapat dimaksimalkan. Untuk pengembangan wisata lebih lanjut
dibutuhkan pengelolaan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Adininggar F. W., A. Suprayogi dan A.P. Wijaya. 2016. Pembuatan Peta Potensi Lahan
Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Menggunakan Metode Weight Overlay. Jurnal
Geodesi. 5(2):1 – 24.
Alfira, R. 2014. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove
Pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie, Kecamatan Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar. [skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin Makassar. Makasar.
Fandeli, C. 2000. Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata. Fakultas Kehutanan
Universitas. Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta.
Flamin, A., 2005. Analisis Sosiodemografi dan Psiokografi Wisatawan Terhadap Obyek
Daya Tarik Taman Wisata Alam Bantimurung. Tesis Program Studi Kehutanan
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 129
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019