Anda di halaman 1dari 74

NAMA : RONA ULI MANURUNG

NIM : E1A019090

KELAS : D/VI

MATA KULIAH : EKOWISATA

DOSEN PENGAMPU : Dr.Drs. Abdul Syukur, M.Si

TUGAS 6

1. Identifikasi jasa lingkungan ekosistem lamun dan terumbu karang!

2. Kelompokkan jasa lingkungan kedua ekosistem tersebut sesuai fungsinya, misalnya ada fungsi
untuk regulasi gas!

3. Bagian mana dari fungsi jasa lingkungannya yang dapat berfungsi dimanfaatkan oleh
wisatawan!

4. Aspek apa dari ekowisata yg memiliki nilai konservasi dan ekonomi!

Jawab :

1.-Padang lamun : merupakan suatu ekosistem yang memberikan manfaat bagi organisme yang
hidup berasosiasi di dalamnya serta manusia di sekitarnya (jasa ekosistem). Jasa ekosistem padang
lamun yang ada dalam perairan antara lain berupa tempat perlindungan, tempat memijah ikan dan
tempat menyediakan makanan bagi biota laut (Fortes, 1990). Sedangkan bagi lingkungan sekitar,
jasa ekosistem padang lamun memberikan manfaat sebagai produsen primer, mendaur ulang zat
hara, stabilisator dasar perairan, pemurnian air dan perangkap sedimen.

-Terumbu karang : merupakan ekosistem yang subur dan paling produktif di lautan, hal ini
disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk menahan nutrien dalam sistem dan berperan sebagai
kolam untuk menampung segala masukan dari luar. Terumbu karang menjad habitat bagi berbagai
spesies ikan seperti kerapu, kakap merah, dan ikan Napoleon, ikan hias laut (ornamental fish),
udang karang/lobster, kima, teripang, kerang mutiara dan alga. Terumbu karang juga mempunyai
fungsi ekologis sebagai penyedia nutrien, pelindung fisik pantai, tempat pemijahan dan asuhan
bagi berbagai jenis biota. Selain itu, terumbu karang juga mempunyai potensi dalam jasa
lingkungan (environmental services) karena keindahan ekosistem yang dimilikinya terutama
dalam penyedia industri wisata bahari dan transportasi laut. Fungsi terumbu karang untuk
kepentingan wisata selain kepentingan ekologis banyak yang menghitung secara ekonomis.

2. Regulasi gas Ekosistem Lamun : akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen
untuk proses fotosintesis yang dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi
sepanjang sistem lakunal (udara) yang berliku-liku. Melalui sistem akar dan rhizoma,
lamun dapat memodifikasi sedimen di sekitarnya melalui transpor oksigen dan kandungan
kimia lain. Kondisi ini juga dapat menjelaskan jika lamun dapat memodifikasi
sistem lakunal berdasarkan tingkat anoksia di sedimen. Dengan demikian pengeluaran
oksigen ke sedimen merupakan fungsi dari detoksifikasi yang sama dengan yang
dilakukan oleh tumbuhan darat. Kemampuan ini merupakan adaptasi untuk kondisi
anoksik yang sering ditemukan pada substrat yangmemiliki sedimen liat atau lumpur.
Karena akar lamun merupakan tempat untuk melakukan metabolisme aktif (respirasi)
maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar relatif tinggi. Lamun memiliki akar sejati, daun,
pembuluh internal yang merupakan sistem yang menyalurkan nutrien, air, dan gas. interaksi
gas CO2 atmosfer dan air laut pada ekosistem lamun terjadi penyerapan langsung di musim barat,
sedangkan pada musim lainnya air laut berperan sebagai sumber CO2.
3. Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem alam maupun
buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun tidak langsung oleh
para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu memelihara dan/atau
meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam mewujudkan pengelolaan
ekosistem secara berkelanjutan. Wisata alam adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan
potensi sumber daya alam yang memiliki daya tarik bagi wisatawan serta yang ditujukan untuk
pembinaan cinta alam, baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaannya. Ekowisata
adalah suatu model pengembangan wisata alam yang bertanggung jawab di daerah yang masih
alami atau daerah-daerah yang dikelola secara alami dimana tujuannya selain untuk menikmati
keindahan alam juga melibatkan unsur pendidikan dan dukungan terhadap usaha konservasi serta
peningkatan pendapatan masyarakat setempat.
4. Terdiri dari 4 aspek yaitu, aspek Ekologis, daya dukung ekologis merupakan tingkat penggunaan
maksimal suatu kawasan; Aspek Fisik, Daya dukung fisik merupakan kawasan wisata yang
menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan dalam area
tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas; Aspek Sosial, Daya dukung sosial adalah
kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan tingkat
penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas
pengalaman atau kepuasan; Aspek Rekreasi, Daya dukung reakreasi merupakan konsep
pengelolaan yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan
kemampuan kawasan. Aspek dari ekowisata yang memiliki nilai konservasi atau ekonomi adalah
aspek fisik dan rekreasi.
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)

VALUASI NILAI EKONOMI TERUMBU KARANG DI BANDA NEIRA


Economic Values Valuation Of Coral Reefs In Banda Neira
*
Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Gedung Balitbang KP I Lt. 4
Jalan Pasir Putih Nomor 1 Ancol Timur, Jakarta Utara, Indonesia
Telp: (021) 64711583 Fax: 64700924
Diterima tanggal: 16 Maret 2017 Diterima setelah perbaikan: 21 April 2017
Disetujui terbit: 6 Juni 2017
*
email: miraclenia@yahoo.com

ABSTRAK
Banda Neira merupakan salah satu wilayah yang berada di Provinsi Maluku. Wilayah ini kaya
akan potensi sumber daya perikanan karena memiliki ekosistem terumbu karang, pelagis dan demersal.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji nilai ekonomi terumbu karang di Banda Neira. Penelitian
ini dilakukan pada tahun 2015 di Banda Neira. Nilai Ekonomi Total (TEV) terumbu karang di kawasan
TNKpS dihitung dengan mengagregasi nilai pemanfaatan dan nilai non pemanfaatan. Berdasarkan hasil
penelitian, Pertama, nilai pemanfaatan tidak langsung dari terumbu karang adalah pelindung pantai,
dimana panjang pantai yang dilindungi oleh karang pada wilayah Banda Neira diperkirakan mencapai
10.562 meter sehingga nilai yang terbentuk adalah Rp.1.936.366.667 atau setara dengan Rp.4.588.547/
ha karang. Kedua, nilai keberadaan terumbu karang adalah sebesar rata-rata Rp.113.162,-/tahun. Jika
dikalikan jumlah populasi dibagi luas terumbu karang, maka WTP Rp.2.580.733,-/orang/ ha/ tahun.
Ketiga, nilai pemanfaatan langsung perikanan sebesar Rp.323.071.865,- per pelaku usaha perikanan,
nilai pemanfaatan langsung untuk pariwisata sebesar Rp.482.654.114,10. Jadi total, nilai total ekonomi
terumbu karang di Banda Neira mencapai lebih dari 17 triliun rupiah. Sebagian besar masih disumbang
dari sumber daya ikan yang telah dimanfaatkan khususnya pelagis. Nilai ekosistem secara ekologi
berdasarkan parameter-parameter yang diukur hanya menyumbang kurang dari 1% dengan nilai sekitar
empat miliar rupiah per tahun. Kecilnya kontribusi nilai pariwisata terhadap pemanfaatan langsung karena
sulitnya aksesibilitas Banda Neira, sistem transportasi yang kurang mendukung seperti penerbangan
udara hanya satu kali seminggu. Diharapkan pemerintah memperbaiki aksesibilitas ke Banda Neira,
dengan memperbanyak frekuensi transportasi udara.

Kata Kunci: karang, valuasi ekonomi, keberadaan, manfaat langsung, manfaat tidak langsung

ABSTRACT
Banda Neira is one of the areas located in Maluku Province. This region has potential fisheries
resources because of coral reef ecosystems, pelagic and demersal. The purpose of this study was
to analyze the economic value of coral reefs in Banda Neira. The study was conducted in 2015 in
Banda Neira district, Maluku Province. The Total Economic Value (TEV) of coral reefs in the TNKpS
area is calculated by aggregating the value of utilization and non utilization. Based on the results of
the research, First, the indirect use value of coral reefs is coastal protection, where the length of coral
protected beaches in the Banda Neira region was estimated to reach 10,562 meters so that the value
was 1,936,366,667 IDR or equivalent to 4,588,547 IDR / ha corals. Secondly, the value of coral reefs
was an average of 113.162 IDR, - / year. If multiplied by the total population divided by coral reef area,
then the WTP value was 2.580.733 IDR, - / person / ha / year. Third, direct fishery utilization value was
323,071,865 IDR, - per fishery business actor, direct use value for tourism was 482.654.114,10 IDR.
So that total economic value of coral reefs in Banda Neira reaches more than 17 trillion rupiah. Most of
it is still contributed from fish resources that have been utilized, especially pelagic. Ecological value of
ecosystem based on measured parameters only contribute less than 1% with value of about 4 billion
rupiah per year. The small contribution of tourism value to direct use because of difficulty of Banda Neira
accessibility, less supportive transportation system like air flight only once a week . The government is
expected to improve accessibility to Banda Neira, by increasing the frequency of air transport.

Keywords: coral reefs, economic valuation, presence, direct benefits, indirect benefits

Korespodensi Penulis:
Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan 11
Gedung Balitbang KP I Lt. 4 Jalan Pasir Putih Nomor 1 Ancol Timur, Jakarta Utara, Indonesia
Telp: (021) 64711583 Fax: 64700924
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20

PENDAHULUAN akibat jangkar kapal wisata, pencemaran limbah,


dan penambangan karang untuk bahan bangunan.
Pada sektor perikanan Banda Neira memiliki Berdasarkan hasil penelitian Firdaus et al. (2016),
potensi ikan pelagis, demersal, dan sumber daya permasalahan yang terjadi adalah penurunan
non ikan seperti lobster, kerang-kerangan, dan pendapatan nelayan. Pendapatan nelayan
teripang. Namun perhatian masyarakat Banda menurun karena penurunan produksi pada satu
Neira baru memanfaatkan potensi sumber daya sisi, dan peningkatan jumlah nelayan pada sisi lain.
perikanan dan potensi pariwisata bahari. Pada Penurunan produksi ditengarai akibat menurunnya
sektor perikanan, masyarakat Banda Neira lebih kualitas lingkungan pesisir di Banda Neira, seperti
cenderung pada perikanan tangkap. Di Indonesia, kerusakan terumbu karang dan pencemaran
menurut Nahib et al. (2011), valuasi ekonomi limbah akibat penurunan kualitas lingkungan
perikanan konsumsi secara lestari pada tahun tersebut. Berdasarkan uraian diatas, permasalahan
2011 diperkirakan maksimal sebesar Rp.4.670 mendasar adalah belum diketahuinya nilai ekonomi
juta/ hektar (ha), sedangkan untuk nilai ekonomi sumber daya perairan di Banda Neira. Oleh karena
perikanan ekspor secara lestari maksimal sebesar itu penelitian in dilakukan untuk mengkaji nilai
Rp.72,07 juta/ha, nilai untuk fungsi perlindungan ekonomi terumbu karang di Banda Neira.
pantai sebesar Rp. 1.585,60 juta/ha, nilai untuk
fungsi pariwisata sebesar Rp.1.600,02 Juta/ha, dan
METODOLOGI
nilai estetika sebesar Rp.115 juta/ha.

Kepulauan Banda tidak hanya memanfaatkan Waktu dan Lokasi Penelitian


keunggulan komparatifnya pada sub sistem Penelitian ini dilakukan pada tahun
perikanan, tapi juga pada sektor jasa (pariwisata); 2015. Ada pun lokasi yang dipilih untuk valuasi
sedangkan pada sektor jasa (pariwisata), ekonomi terumbu karang adalah terdapat di
pengembangan wisata yang mengandalkan wilayah penangkapan perikanan (WPP) 715 yaitu
potensi terumbu karang tidak hanya di Indonesia. Banda Neira. Pada lokasi penelitian masyarakat
Penelitian Uyarra et al. (2009) menyebutkan faktor mengeluhkan penurunan pendapatan nelayan.
esensial dalam pengembangan wisata di Karibia Penurunan pendapatan nelayan ditengarai karena
adalah ekosistem terumbu karang. Penelitian yang penurunan produksi pada satu sisi, pada sisi
dilakukan di Karibia memiliki kesamaan aktivitas lain terjadi peningkatan jumlah nelayan. Menurut
wisata yang terjadi di Kepulauan Banda. masyarakat, produksi turun akibat penurunan
Kepulauan Banda Neira mempunyai potensi kualitas lingkungan pesisir di Banda Neira, misalnya
wisata bahari karena memiliki terumbu karang kerusakan terumbu karang dan pencemaran
yang unik, yaitu terumbu karang yang berasal dari limbah.
batuan lahar Gunung Api Banda. Ada sekitar 14
Sumber Data dan Cara Pengumpulan Data
titik penyelaman dasar laut yang menjadi tujuan
wisatawan untuk menyelam guna menikmati Jumlah responden sebanyak 119 responden
keindahan terumbu karang. Fungsi terumbu karang yang mewakili 10% dari populasi nelayan di Banda
untuk kepentingan wisata selain kepentingan Neira, yang terdiri dari nelayan yang menangkap ikan
ekologis banyak yang menghitung secara pelagis, nelayan yang menangkap ikan demersal,
ekonomis. Cooper et al. (2009) mengungkapkan pemuka adat, pemuka agama, turis, penduduk
pengembangan wisata di Belize mengandalkan yang mengenal terumbu karang Karakteristik
terumbu karang yang jika dihitung nilai pemanfaatan responden yang diwawancarai rata-rata berusia
terumbu karang untuk sektor wisata menghasilkan 40 tahun dengan tingkat pendidikan rata-rata
penerimaan sebesar 395 miliar dolar. Di Indonesia, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP).
khususnya di Kepulauan Seribu misalnya nilai Sementara dari segi pendapatan responden
total ekonomi terumbu karang untuk wisata adalah rata-rata Rp.24.119.658/tahun Responden yang
35.278.327,11 Euro per tahun atau 8.023 Euro per menangkap ikan demersal di daerah Banda
hektar per tahun (Putri, 2009). Neira berjumlah 58 orang. Rata-rata berusia
42 tahun, dengan pendidikan sebagian besar
Menurut Welly dan Muljadi (2012) kondisi
hanya sampai tamat SLTP. Jumlah tanggungan
terumbu karang pada beberapa titik penyelam terjadi
keluarga responden rata-rata berjumlah lima
kerusakan terumbu karang akibat praktek-praktek
orang. Penangkapan ikan demersal di Banda
penangkapan ikan yang merusak lingkungan,
Neira pada umumnya menggunakan pancing ulur.

12
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)

Metode Analisis Data X2 = Pendapatan/ Revenue

Perhitungan nilai ekonomi terumbu karang X3 = Umur/ Age


yang berada di Banda Neira menggunakan X4 = Pendidikan/ Education
perhitungan nilai ekonomi total (TEV), karena X5 = Rombongan/ Entourage
menurut Fauzi (2000), nilai ekonomi total (TEV) X6 = Jarak/ Distance
terumbu karang di sebuah Taman Nasional dapat X2 = Pendapatan/ Revenue
X7 = Pengalaman/ Experience
dihitung dengan cara melakukan agregasi nilai X3= Umur/ Age
pemanfaatan dan nilai non pemanfaatan. Sumber X4= Pendidikan/
Menurut Wahyuni etEducation
al. (2014), perhitungan
daya terumbu karang di kawasan konversi laut nilai ekonomi sumber Entourage
X5= Rombongan/ daya menggunakan
termasuk natural capital jika dimanfaatkan secara X6 = Jarak/ Distance
pendekatan identifikasi dan kuantifikasi manfaat.
berkelanjutan akan memberikan kontribusi terhadap X7= Pengalaman/ Experience
Proses identifikasi dan kuantifikasi tersebut
perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di bergantung pada pengetahuan dan persepsi
sekitarnya. masyarakat tentang manfaat dan keuntungan
Menurut Wahyuni et al. (2014), perhitungan nilai
Secara matematika Total Economic Value yang dapat diperoleh dari terumbu karang. Proses
pendekatan
identifikasi identifikasi
manfaat tersebut danbaik
kuantifikasi
itu langsungmanfaat. Prose
(TEV) dapat ditulis dengan persamaan sebagai
berikut (Soemarno, 2017): yang diterimapada
bergantung danpengetahuan
tidak langsung diterimamasyarakat
dan persepsi
masyarakat. Selain itu, perhitungan nilai ekonomi
TEV = UV + NUV dapat
total diperoleh
dihitung secaradari
jangkaterumbu
panjang karang. Proses identifikas
(50 tahun).
Dimana/ Where: Hal ini dikarenakan
yang diterima dan50tidak tahun merupakan
langsung waktumasyarakat.
diterima
yang diperlukan terumbu karang untuk tumbuh
TEV = Nilai Ekonomi Total/ Total Economic total dihitung secara jangka panjang (50 tahun). Hal i
akibat adanya kerusakan (peledakan) untuk bisa
Value
waktu yang diperlukan
mengembalikan terumbusemula
50% dari kondisi karang danuntuk tumbuh a
UV = Manfaat Langsung (Nilai Penggunaan)/ bisa berproduksi lagi (Burke et al., 2002). Manfaat
Use Values
untuk bisa mengembalikan 50% dari kondisi semula da
ekonomi yang dihitung dalam periode waktu
NUV =. Manfaat Tidak Langsung (Nilai Intrinsik/ 2002).karena
tertentu, Manfaat ekonomi
itu perlu yang dihitung
perjumlahan nilai rupiahdalam period
Non Use Value masa mendatangnilai
perjumlahan dinilai
rupiahdengan
masawaktu kini. Ada dinilai deng
mendatang
pun rumus yang digunakan adalah seperti yang di
Manfaat langsung dalam hal ini ada dua digunakan adalah seperti yang di bawah ini:
bawah ini:
aspek yang dihitung, yaitu aspek perikanan dan
aspek pariwisata. Secara fungsional manfaat T
V
langsung dari aspek perikanan dapat ditulis sebagai PV � �
berikut: t �1 (1 � i ) t

Q = F (X1, X2, X3, X4, X5, X6) ........ (1) Dimana/ Where:
Dimana/ Where:
Dimana/ Where: PV = NilaiPVKini/ Present
= Nilai Kini/Value
Present Value
Q = Hasil tangkapan / The catch V = NilaiV terumbu
= Nilaikarang/
terumbu Coral reef value
karang/ Coral reef value
I = Suku Bunga/
I = Suku Bunga/ Interest rate Interest rate
X1 = Harga ikan/ Fish prices
t = Waktu ( tahun ke 1,2,3, ….)/ Time (year of 1
t = Waktu ( tahun ke 1,2,3, ….T)/Time (year of
X2 = Umur responden/ Age of respondent
1,2,3,.....T)
X3 = Jumlah trip / Number of trips
X4 = Pendidikan/ Education Teknik
Teknikcontingent valuation
contingent method
valuation (CVM) (CVM) digun
method
X5 = Pendapatan / Revenue digunakan untuk menghitung nilai manfaat
keberadaan
keberadaan ekosistem
ekosistem terumbu terumbu
karang karang
di Bandadi Banda N
X6 = Jumlah anggota keluarga/ Number of family
Neira. Metode initentang
menanyakan digunakan
nilai untuk menanyakan
atau harga yang diberikan ma
members
tentang nilai atau harga yang diberikan masyarakat
terumbu karang agar tetap terpelihara. Menurut Suprap
Sedangkan untuk aspek pariwisata secara akan keberadaan ekosistem terumbu karang agar
fungsional manfaat langsung dapat ditulis sebagai metode
tetap yang berbasiskan
terpelihara. surveyetdimana
Menurut Suprapto dalam kuesion
al. (2015)
berikut: CVMyangadalah sebuah metode
dipersepsikan yang dengan
masyarakat berbasiskan
keberadaan eko
survey dimana dalam kuesioner ditanyakan
Y = F (X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7) ........(2) lestari. nilai
tentang Berdasarkan
atau harga hasilyang
wawancara rata-rata masyara
dipersepsikan
Dimana/ Where: masyarakat
keberadaandengan dan fungsikeberadaan ekosistem
serta manfaat ekosistem terum
Y = Kunjungan/ Visit terumbu karang supaya tetap lestari. Berdasarkan
X1= Biaya perjalanan/ Travel cost hasil wawancara rata-rata masyarakat sudah
sangat mengenal tentang keberadaan dan fungsi

13
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20

serta manfaat ekosistem terumbu karang di Banda Nilai ekonomi terumbu karang, mangrove,
Naira. Persepsi masyarakat terhadap keberadaan atau wilayah konversi bervariasi, hal ini dapat
ekosistem terumbu karang rata-rata menyatakan dilihat dari nilai ekonomi satu kawasan konservasi
mau berkontribusi terhadap kelestarian ekosistem dengan kawasan konservasi berbeda-beda di
terumbu karang. setiap negara dan daerah. Hal ini dikarenakan
kawasan konservasi setiap negara mempunyai
Kelemahan dari metode CVM adalah adanya karakteristik sumber daya terumbu karang, sosial
perbedaan karakteristik masyarakat di berbagai ekonomi, pemanfaatan yang berbeda-beda.
daerah di Indonesia yang tentunya juga akan
memberikan nilai yang berbeda (Kalatouw et al.,
2015). Variabel yang dilihat menurut Kalatouw et al. HASIL DAN PEMBAHASAN
(2015) adalah manfaat tidak langsung (nilai yang
1. Karakteristik Sumber Daya Kelautan dan
dirasakan secara tidak langsung terhadap barang
dan jasa yang dihasilkan sumber daya alam dan Perikanan di Banda Neira
lingkungan), manfaat langsung (nilai yang dihasilkan Banda Neira memiliki potensi ikan dan
dari pemanfaatan secara langsung), nilai manfaat potensi non ikan seperti lobster, kerang-kerangan
pilihan (nilai pilihan untuk melakukan preservasi dan teripang. Namun, potensi non ikan ini belum
bagi penggunaan barang dan jasa sumber daya menjadi perhatian masyarakat nelayan karena
dan lingkungan terumbu karang di masa yang kecenderungannya masih terkonsentrasi pada
akan datang yang tidak dapat digunakan pada perikanan tangkap. .Ada pun jenis perikanan tangkap
saat sekarang), dan nilai manfaat ekonomi total yang yang memiliki potensi untuk dikembangkan
(penjumlahan dari seluruh manfaat yang telah untuk perekonomian masyarakat yaitu :
diidentifikasi dari ekosistem terumbu karang).
• Pelagis besar diantaranya Tuna dan Cakalang
Menurut Pieter et al. (2015), variabel dalam
• Pelagis Kecil..diantaranya layang, selar,
penelitian ini pada dasarnya adalah segala sesuatu
tongkol, wakong, marwaji, kawalinya.
yang berbentuk jasa lingkungan dari ekosistem
terumbu karang yang dinilai berdasarkan persepsi • Ikan Demersal diantaranya, kerapu, sikuda,
masyarakat. Penilaian tersebut ada yang bersifat samandar, biji nangka/salmaneti dan kakap.
sebagian saja atau parsial, namun ada juga yang
• Ikan hias diantaranya tiger fish, bat fish, angel
melakukan penilaian secara total (nilai ekonomi
fish, morrish fish, anemone fish dan lain-lain.
total ) dengan menjumlahkan manfaat langsung
(perikanan, pariwisata), manfaat tidak langsung Sedangkan untuk perikanan budidaya,
(feeding ground, nursering ground, pelindung berkembang usaha budidaya berupa pembesaran
pantai), nilai warisan, dan nilai keberadaan. teripang, budi daya kerang, dan budi daya rumput
laut. Setiap aktivitas usaha budidaya tersebut
Menurut Setiyowati et al. (2016), untuk dilakukan dalam bentuk “sasi”. Usaha budi daya
menghitung manfaat tidak langsung menggunakan selain dilakukan perorangan atau kelompok
metode replacement cost, dalam hal ini adalah oleh masyarakat juga sudah dilakukan dalam
sejumlah nilai moneter yang dikorbankan apabila bentuk usaha berbadan hukum, seperti usaha budi
kawasan terumbu karang mengalami kerusakan, daya tiram yang dikembangkan oleh CV. Banda
dimana nilai yang diberikan masyarakat merupakan Marine.
nilai minimum. Menurut Aryanto dan Mardjuka
(2005), pentingnya perhitungan moneter untuk Selain itu perekonomian masyarakat Banda
keuntungan dan kerugian lingkungan yaitu untuk Neira juga ditopang oleh sub sektor pariwisata, jadi
mengetahui dan mengartikan ‘moneterisasi’ tidak hanya mengandalkan sub sistem perikanan.
keinginan individu membayar untuk kepentingan Secara keseluruhan di Kecamatan Banda sampai
lingkungan, misalnya keinginan untuk membayar tahun 2013 terdapat 43 obyek wisata yang terdiri
bukan hanya pelestarian dan perbaikan saja, atas satu wisata alam, 25 wisata sejarah, 12 wisata
namun juga untuk menerima kompensasi dari bahari, tiga wisata budaya dan dua minat khusus.
kerugian. Biasanya metode yang digunakan dalam Ada pun wisata bahari yaitu wisata penyelam yang
valuasi adalah metode effect on production, dan menjadi ciri khas di Banda Neira adalah wisata
CVM yang diperoleh dari WTP per individu maupun penyelam di sekitar terumbu karang yang berasal
per rumah tangga, pada penelitian menggunakan dari batuan lahar Gunung Api Banda. Banda Neira
metode CVM. memiliki 14 titik penyelaman.

14
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)

2. Valuasi Ekonomi Ekosistem Terumbu Karang X4 = Pendidikan/ Education


a. Manfaat Langsung X5 = Pendapatan / Revenue
X6 = Jumlah anggota keluarga/ Number of
Penangkapan Ikan family member
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui
bahwa fungsi permintaan terhadap pemanfaatan Dari fungsi tersebut kemudian dilakukan
sumber daya ikan di Banda Neira berbanding estimasi terhadap nilai ekonomi sumber daya
terbalik dengan harga dan umur. Namun ikan dengan menghitung besarnya nilai surplus
berbanding lurus dengan jumlah trip, besarnya bagi konsumen (CS). Berdasarkan hasil analisis
pendapatan dan jumlah tanggungan keluarga. diperoleh bahwa nilai CS adalah sebesar
Faktor harga dan pendapatan responden ternyata Rp.323.071.865,- per pelaku usaha perikanan.
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
Rata-rata responden yang melakukan
fungsi permintaan. Asumsi yang digunakan dalam
penangkapan ikan berusia 42 tahun, dengan
membangun fungsi tersebut adalah terjadinya
pendidikan sebagian besar hanya sampai tamat
keseimbangan pasar dimana penawaran (supply)
SLTP. Jumlah tanggungan keluarga responden
sama dengan permintaan (demand), sehingga
rata-rata berjumlah lima orang. Hasil tangkapan
hubungan antara permintaan dengan harga
responden dapat mencapai rata-rata 11.000 kg/
berbanding terbalik.
tahun dengan harga rata-rata Rp.18.000/kg. Usaha
Q = 5886,433941- 0,191364 X1- 89,383576 X2 penangkapan ikan di Banda Neira membutuhkan
+ 23,922360 X3 - 395,941017 X4 + 0,000059 investasi untuk pembelian alat pancing seharga
Rp.100.000/unit, armada perahu dengan
X5 + 886,551076 X6 ..................................(1) harga Rp.2.000.000,-/unit dan mesin seharga
Dimana/ Where: Rp.3.000.000,-/unit. Jumlah trip dalam setahun
Q = Hasil tangkapan / Catch dapat mencapai sekitar 196 trip atau berkisar 16-17
trip tiap bulannya. Pendapatan responden per
X1 = Harga ikan/ Fish prices
tahun bersihnya dapat mencapai Rp.118.711.716,-
X2 = Umur responden/ Age of respondent
atau sebesar 9 jutaan rupiah per bulannya.
X3 = Jumlah trip / Number of trips

PETA NILAI EKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN/


MAP OF ECONOMIC VALUE OF MARINE
RESOURCES
NILAI PEMANFAATAN LANGSUNG/ VALUE OF DIRECT
UTILIZATION

LEMBAR BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA SHEET

KAWASAN BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA REGION

Diterbitkan oleh/ Published by:


Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/ Center Of Maritime
Social And Economic Research
Gedung Balit bang KP I Lt 3­4
Jln. PAsir Putih I Ancol Timur ­ Jakarta Utara 14430
Telp. (021) 647 11 563
Email: bbrsosek@yahoo.com
Homepage : www.kkp.go.id

KETERANGAN/ INFORMATION:

NILAI PEMANFAATAN LANGSUNG/ VALUE OF DIRECT UTILIZATION

Ri wayat Peta/ Map History :


1. Peta ini disusun oleh Kementerian Kelautan dan Peri kanan/ This map was
prepared by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries
2. Batas administrasi di peta ini adalah batas s ementara dan tidak dapat
di pergunakan s ebagai referensi res mi/ The administrative limit on this map is a
temporary limit and can not be used as an official reference
3. Ci tra sateli t yang dipergunakan adalah Landsat 8 OLI dengan tahun
perekaman 2014/2016/ Satellite image used is Landsat 8 O LI with year of
recording 2014/2016

Gambar 1. Peta Nilai Manfaat Langsung Berbagai Ekosistem Di Pesisir Bandaneira, Kab.
Maluku Tengah (Data Primer Diolah, 2015)
Gambar 1. Figure
Peta Nilai
1. MapManfaat Langsung
of Direct Benefit Value Berbagai Ekosistemindi
Of Various Ecosystems Pesisir
Coastal Banda Neira,
Bandaneira Kabupaten
.Maluku District,
TengahCentral Maluku Region (Primary Data Processed, 2015)
Figure 1. . Map of Direct Benefit Value of Various Ecosystems in Coastal Banda Neira District,
Rata-rata responden yang melakukan penangkapan ikan berusia 42 tahun, dengan
.Central Maluku
pendidikan sebagian Region.
besar hanya sampai tamat SLTP. Jumlah tanggungan keluarga responden
Sumber: Data Primer Diolah, 2015/Source: Primary Data Processed, 2015
rata-rata berjumlah lima orang. Hasil tangkapan responden dapat mencapai rata-rata 11.000
kg/tahun dengan harga rata-rata Rp 18.000/kg. Usaha penangkapan ikan di Banda Neira
membutuhkan investasi untuk pembelian alat pancing seharga Rp 100.000/unit, armada perahu
15
dengan harga Rp 2.000.000,-/unit dan mesin seharga Rp 3.000.000,-/unit. Jumlah trip dalam
setahun dapat mencapai sekitar 196 trip atau berkisar 16-17 trip tiap bulannya. Pendapatan
responden per tahun bersihnya dapat mencapai Rp 118.711.716,- atau sebesar 9 jutaan rupiah
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20

Tabel 1. Nilai Manfaat Langsung Perikanan Tangkap di Banda Neira.


Tabel
Table 1.1. Nilai Benefit
Direct Manfaat Langsung
Value Perikanan
of Captured Tangkap
Fisheries di Banda
in Banda Neira
Neira District.
Table 1. Direct Benefit Value of Captured Fisheries in Banda Neira District
BiayaBiaya
Total Total Per Total
Nilai Produksi Biaya Total Nilai Produksi
Nilai Produksi
Nilai Produksi Biaya Per Tahun (Rp/Tahun Keuntungan
(Rp/tahun)/ Operasional(Rp/ KeuntunganTotal (Rp/kel/ Tahun)/
(Rp/kel/ Tahun)/
Unit usaha/ (Rp/tahun)/ Operasional(Rp/ Kel/ tahun)/ (Rp/Kel/ Total
Unit usaha/ Production Tahun)/ (Rp/tahun)/
Keuntungan(Rp/tProductionProduction Keuntungan
Effort Unit Production Tahun)/ Total(Rp/Kel/
Cost tahun)/tahun)/ Total
Effort Unit Value (IDR/ Operational Total ahun)/
BenefitTotal Value (IDR/ Value (Rp/Kel/ tahun)/
Value Operational Cost (IDR/Family/
Total Cost Profit (Rp/
year) Cost (IDR/year) (IDR/year) Family/year)
Benefit (IDR/year) (IDR/Family/year Total Profit (Rp/
(IDR/year) (IDR/year) year) Family/ Year)
(IDR/Family/year Family/ Year)
)
)
Pancing Ulur 197,748,356 79,036,641 118,711,716 153,977,495 61,542,175 92,435,320
Demersal/
Pancing
Demersal
UlurLine
Hand
Sumber : Data Primer197,748,356
Demersal/D (diolah), 2015/Source:79,036,641 118,711,716
Primary Data (Processed), 2015 153,977,495 61,542,175 92,435,320
emersal
Hand Line
Pariwisata Bahari Pada Tabel 2 hubungan biaya perjalanan
Sumber : Data Primer (diolah), 2015/ Source : Primary Data (Processed), 2015
bertanda negatif, sedangkan pada gambar
Pada Gambar 2 terlihat nilai surplus produsen
sebelumnya bertanda positif, hal ini dikarenakan
sebesar Rp.243.990.384,
2.1.2. Pariwisata Baharinilai yang dihasilkan
model dimasukkan ke fungsi, sehingga tergambar
jasa ekosistem untuk sektor pariwisata sebesar
Pada gambar nilai
di bawah terlihat plotprodusen
yang positif.
sebesar Setelah dikembalikannilai ke
243.990.384. Sedangkan DUV (Direct Usenilai surplus
Value) Rp. 243.990.384,
fungsi maka dihasilkan jasa ekosistem sebesar
sebesar Rp.482.654.114,10,
yang dihasilkan artinya untuk
jasa ekosistem jasa ekosistem
sektor pariwisata sebesar 243.990.384. Sedangkan nilai
Rp. 243.990.384,6 .
terumbu karang seluas 825,5 ha dimanfaakan langsung
DUV (Direct Use Value) sebesar Rp 482.654.114,10, artinya jasa ekosistem terumbu karang
sejumlah 1.631 turis sebesar Rp.482.654.114,10.
seluas 825,5 ha dimanfaakan langsung sejumlah 1.631 turis sebesar Rp 482.654.114,10.

Harga/
Price

Kunjungan/
Visit

Gambar
Gambar 2. 2. Surplus
Surplus ProdusenUntuk
Produsen UntukTravel
Travel Cost
Cost Method Banda
Banda Neira
Neira
Figure 2. Producer Surplus For Travel Cost Method Banda
Figure 2. Producer Surplus For Travel Cost Method Banda Neira District Neira District
Sumber:
Sumber : Data Data(Diolah),
Primer Primer (Diolah),
2015/ 2015/Source:
Source : Primary
PrimaryData (Processed),
Data 2015
(Processed), 2015

Tabel 2. Hasil
Pada Analisis
Tabel 2Regresi
hubunganLinear Berganda
biaya Model
perjalanan Permintaan
bertanda Wisata
negatif, di Banda
sedangkan Neira.
pada gambar
Table 2. Results of Multiple Linear Regression Model Analysis of Tourism Demand in Banda Neira.
sebelumnya bertanda positif, hal ini dikarenakan model dimasukkan ke fungsi, sehingga
Model Regresi/ Koefisien Beta/ Standardized
Model
Unstandardized Coefficients Coefficients
B
1 (Constant) 2.036 2.294
10
Biaya perjalanan/ Travel Cost -2.60E-009 .000 -.032
Pendapatan/ Income 6.41E-009 .000 .130
Umur/ Age -.009 .016 -.110
Pendidikan/ Education .039 .089 .075
Rombongan/ Entourage .029 .092 .063
Jarak/ Distance -.119 .271 -.093
Pengalaman/ Experience -.365 .430 -.141
Sumber: Data Primer (Diolah), 2015/Source: Primary Data (Processed), 2015

16
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)

Jika dilihat pengaruh biaya perjalanan wisatawan adalah pendapatan, pendidikan dan
terhadap kecenderungan wisatawan asing, ada jumlah rombongan.
fenomena yang cukup menarik adalah wisatawan
asing terutama dari Australia menginap di yacht b. Manfaat Tidak Langsung
yang mereka miliki, tapi untuk makan mereka
Salah satu fungsi terumbu karang adalah
makan di hotel. Faktor kedekatan jarak dan
melindungi lingkungan pesisir khususnya dari
keekonomisanlah yang membuat turis Australia
ancaman erosi akibat gelombang laut yang
menggunakan yacht, selain itu menurut mereka
besar. Nilai ekonomi dari fungsi terumbu karang
dengan menggunakan yacht mereka bisa
ini diperoleh melalui pendekatan biaya pengganti
mengatasi kesulitan aksesibilitas dan mengurangi
sebesar sepertiga dari biaya pembangunan
biaya perjalanan pada beberapa pulau kecil di
pemecah gelombang. Berdasarkan hasil Focus
Indonesia termasuk pulau-pulau di Banda Neira.
Group Discussion (FGD) diketahui bahwa standar
biaya yang digunakan untuk setiap meter kubiknya
Y = 2, 036 – 0, 0000000026 X1 + 0,0000000064 memiliki nilai antara Rp.500.000,- sampai dengan
X2 – 0,009 X3 + 0,039X4 + 0,029 X5 – 0,119 Rp.600.000,- sehingga diambil nilai antara sebesar
X6 – 0,365 X7 ...........................................(2) Rp.550.000,- per meter kubik. Kemudian setiap
satu meter panjang pemecah gelombang memiliki
Dimana/Where: dimensi sebesar enam meter kubik dengan
Y = Kunjungan/Visit asumsi lebar satu meter dan ketinggian enam
meter. Tinggi enam meter dibuat dengan catatan
X1 = Biaya perjalanan/Travel Cost
pondasi sebesar tiga meter dan tiga meter lebihnya
X2 = Pendapatan/Revenue adalah rata-rata jarak permukaan tertinggi dengan
X3 = Umur/Age permukaan terendah air laut. Panjang pantai yang
X4 = Pendidikan/Education dilindungi oleh karang pada wilayah Banda Neira
X5 = Rombongan/Entourage diperkirakan mencapai 10.562 meter sehingga nilai
X6 = Jarak/Distance yang terbentuk adalah Rp.1.936.366.667,- atau
X7 = Pengalaman/Experience setara dengan Rp.4.588.547,-/ ha karang.

Terumbu karang juga merupakan tempat


Pada persamaan matematika di atas maka
yang sangat produktif dimana menurut hasil
jumlah kunjungan wisata berbanding terbalik
penelitian Dahuri (2003) melaporkan bahwa potensi
dengan biaya perjalanan, umur, jarak, dan impresi
lestari ikan karang konsumsi ditinjau dari sembilan
wisatawan terhadap obyek kunjungan. Variabel
Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), tercatat
yang sebanding positif dengan jumlah kunjungan
sekitar 1.452.500 ton/ tahun.

PETA NILAI EKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN/


MAP OF ECONOMIC VALUE OF MARINE
NILAI PEMANFAATAN Tidak LANGSUNG/ VALUE OF
RESOURCES
INDIRECT UTILIZATION

LEMBAR BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA SHEET

KAWASAN BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA REGION

Diterbitkan oleh/ Published by:

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/ Center Of Maritime


Social And Economic Research
Gedung Balitbang KP I Lt 3­4
Jln. Pasir Putih I Ancol Timur ­ Jakarta Utara 14430
Telp. (021) 647 11 563
Email: bbrsosek@yahoo.com
Hompeage : www.kkp.go.id

KETERANGAN/ INFORMATION:

NILAI PEMANFAATAN LANGSUNG/ VALUE OF DIRECT UTILIZATION

Ri wayat Peta/ Map History :


1. Peta ini disusun oleh Kementerian Kelautan dan Peri kanan/ This map was
prepared by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries
2. Batas administrasi di peta ini adalah batas sementara dan tidak dapat
dipergunakan s ebagai referensi res mi/ The administrative limit on this map is a
temporary limit and can not be used as an official reference
3. Ci tra sateli t yang dipergunakan adalah Landsat 8 OLI dengan tahun
perekaman 2014/2016/ Satellite image used is Landsat 8 O LI with year of
recording 2014/2016

Gambar 3. Peta Nilai Manfaat Tidak Langsung (Fungsi Water Break) Ekosistem Terumbu
Gambar 3. Peta NilaiKarang
Manfaat Tidak Langsung
di Bandaneira, Kabupaten (Fungsi Water
Maluku Tengah PrimerEkosistem
Break)
(Data Diolah, 2015) Terumbu Karang di
Banda Neira,
Figure Kabupaten
3. Map Maluku
of Indirect Use Tengah.as Water Break) Coral Reef Ecosystem at
Value (Function
Bandaneira, Kabupaten Maluku Tengah (Primary Data Processed, 2015)
Figure 3. Map of Indirect Use Value (Function as Water Break) Coral Reef Ecosystem at Banda Neira,
Maluku Tengah Regency.
Sumber: Data Primer (Diolah), 2015/Source:
Terumbu Primary
karang juga Data (Processed),
merupakan tempat yang2015
sangat produktif dimana menurut hasil
penelitian Dahuri (2003) melaporkan bahwa potensi lestari ikan karang konsumsi ditinjau dari
sembilan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP), tercatat sekitar 1.452.500 ton/ tahun. 17
Sehingga dengan total area 50.000 km2, maka MSY (Maximum Sustainable Yield) ikan karang
di Indonesia terdapat sekitar 29,05 ton/ km2/ tahun atau setara dengan 290 kg per hektar per
tahun. Atas dasar tersebut, nilai eksisting terumbu karang sebagai fungsi penyedia sumber
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20

PETA NILAI EKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN/


MAP OF ECONOMIC VALUE OF MARINE
RESOURCES
NILAI PEMANFAATAN TIDAK LANGSUNG (PRODUKTIVITAS PRIMER/ VALUE OF
INDIRECT UTILIZATION (PRIMARY PRODUCTIVITIES)

LEMBAR BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA SHEET

KAWASAN BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA REGION

Diterbitk an oleh/ Published by:

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/ Center Of Maritime


Social And Economic Research
Gedung Balitbang KP I Lt 3­4
Jln. Pasir Putih I Ancol Timur ­ Jakarta Utara 14430
Telp. (021) 647 11 563
Email: bbrsosek@yahoo.com
Hompeage : www.kkp.go.id

KETERANGAN/ INFORMATION:

NILA I PEMA NFAATAN T IDAK LAN GSUN G PRO DU KTIVITAS PRIMER / VA LUE OF INDIR EC T UTI LIZATI ON PRIMAR Y PR ODU CTIVITI ES

Riwayat Peta/ Map History :


1. Peta ini disusun oleh Kementerian Kelautan dan Peri kanan/ This map was
prepared by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries
2. Batas administrasi di peta ini adalah batas s ementara dan tidak dapat
di pergunakan s ebagai referensi res mi/ The administrative limit on this map is a
temporary limit and can not be used as an official reference
3. Ci tra sateli t yang dipergunakan adalah Landsat 8 OLI dengan tahun
perekaman 2014/2016/ Satellite image used is Landsat 8 O LI with year of
recording 2014/2016

Gambar 4. Peta Gambar


Nilai Manfaat
4. Peta NilaiTidak
ManfaatLangsung (Fungsi
Tidak Langsung Produktivitas
(Fungsi Produktivitas PrimerPrimer Pertumbuhan Ikan di
Pertumbuhan
Ikan di Bandaneira) Ekosistem Terumbu Karang, Kab. Maluku Tengah (Data Primer
Banda Neira) Ekosistem Terumbu Karang,
Diolah, 2015) Kab. Maluku Tengah.
Gambar 4. Map of Gambar
Indirect Use Value (Function as Primary Productivity) Coral Reef Ecosystem at
4. Map of Indirect Use Value (Function as Primary Productivity) Coral Reef
Ecosystem at Bandaneira, Kab. Maluku Tengah (Primary Data Processed, 2015)
Banda Neira, Maluku Tengah Regency.
Sumber: Data Primer (Diolah), 2015/Source: Primary Data (Processed), 2015
2.3. Nilai Manfaat Keberadaan
Berdasarkan hasil wawancara rata-rata masyarakat sudah sangat mengenal tentang

Sehingga dengan total area 50.000 km ,


keberadaan dan fungsi serta manfaat ekosistem
2
keberadaan dan fungsi serta manfaat ekosistem
terumbu karang di Banda Neira. Persepsi
masyarakat terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang rata-rata menyatakan mau
maka MSY (Maximum Sustainable Yield) ikan terumbu karang di Banda
berkontribusi terhadap kelestarian ekosistem terumbu karang. Hanya nilai kesediaan mereka
Neira. Persepsi
karang di Indonesia
untuk terdapat
berkontribusi sekitar
terhadap 29,05 ton/ dan masyarakat
keberadaan terhadap
kelestarian ekosistem terumbu keberadaan
karang ekosistem
km2/ tahun atau setara dengan
(willingness to pay) 290 kg sebesar
rata-rata per hektar terumbu
rata-rata Rp. karang
113.162,-/ tahun. rata-rata
Jika dikalikan jumlah menyatakan mau
per tahun. Atas dasar tersebut, nilai eksisting berkontribusi terhadap kelestarian ekosistem
populasi dibagi luas terumbu karang, maka WTP Rp. 2.580.733,-/ orang/ ha/ tahun.

terumbu karang sebagai fungsi penyedia sumber terumbu karang. Hanya nilai kesediaan mereka
daya ikan dengan asumsi harga rata-rata untuk berkontribusi terhadap keberadaan dan
tertimbang ikan sebesar Rp.18.000 dapat dihitung kelestarian ekosistem terumbu karang (willingness
yaitu sebesar Rp.2.202.840.000/ tahun atau to pay) rata-rata sebesar rata-rata Rp.113.162,-/
14

Rp.5.220.00/ ha/ tahun. tahun. Jika dikalikan jumlah populasi dibagi luas
terumbu karang, maka WTP Rp.2.580.733,-/ orang/
c. Nilai Manfaat Keberadaan ha/ tahun.
Berdasarkan hasil wawancara rata-rata Nilai rata-rata WTP (willingness to pay)
masyarakat sudah sangat mengenal tentang responden hanya 0,47% dari pendapatan rata-rata

PETA NILAI EKONOMI SUMBER DAYA KELAUTAN/


MAP OF ECONOMIC VALUE OF MARINE
RESOURCES
NILAI SOSIAL/ VALUE OF SOCIAL

LEMBAR BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA SHEET

KAWASAN BANDA NEIRA/ BANDA NEIRA REGION

Diterbitkan oleh/ Published by:

Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan/ Center Of Maritime


Social And Economic Research
Gedung Balitbang KP I Lt 3­4
Jln. Pasir Putih I Ancol Timur ­ Jakarta Utara 14430
Telp. (021) 647 11 563
Email: bbrsosek@yahoo.com
Hompeage : www.kkp.go.id

KETERANGAN/ INFORMATION:

NILAI SOSIAL/ VALUE OF SOCIAL

Riwayat Peta/ Map History :


1. Peta ini disusun oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan/ This map was
prepared by the Ministry of Marine Affairs and Fisheries
2. Batas administrasi di peta ini adalah batas sementara dan tidak dapat
dipergunakan sebagai referensi resmi/ The administrative limit on this map is a
temporary limit and can not be used as an official reference
3. Citra satelit yang dipergunakan adalah Landsat 8 OLI dengan tahun
perekaman 2014/2016/ Satellite image used is Landsat 8 OLI with year of
recording 2014/2016

Gambar 5.. Peta Nilai Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang di Banda Neira, Kab. Maluku Tengah.
Gambar 5. Peta Nilai Keberadaan Ekosistem Terumbu Karang di Bandaneira, Kab
Maluku Tengah (Data Primer Diolah, 2015)
Gambar 5. Map of Figure
Existence Use Value
5. Map of Existence Coral
Use Value Reef
Coral Reef Ecosystem
Ecosystem at Banda
at Bandaneira, Maluku Neira, Maluku Tengah
Regency. Tengah Regency (Primary Data Processed, 2015)

Sumber: Data Primer (Diolah),Nilai


2015/Source:
rata-rata WTPPrimary Data
(willingness (Processed),
to pay) responden 2015
hanya 0,47% dari pendapatan rata-
rata mereka per tahun yakni sebesar Rp. 24.119.658 / tahun. Nilai rata-rata ini mengindikasikan
bahwa apresiasi nelayan terhadap jasa lingkungan yang dihasilkan terumbu karang masih
18 kurang. Padahal mereka mempunyai keterkaitan yang erat terhadap ekosistem terumbu karang,
karena mereka mengambil atau mengekstraksi langsung sumber daya ikan yang berhubungan
langsung dengan ekosistem terumbu karang tersebut. Faktor yang berhubungan erat dengan
kesediaan masyarakat membayar untuk keberlangsungan ekosistem terumbu karang adalah
Valuasi Nilai Ekonomi Terumbu Karang di Banda Neira ........................................ (Mira, Subhechanis Saptanto dan Hikmah)

mereka per tahun yakni sebesar Rp.24.119.658/ KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN
tahun. Nilai rata-rata ini mengindikasikan bahwa
apresiasi nelayan terhadap jasa lingkungan yang Panjang pantai yang dilindungi oleh karang
dihasilkan terumbu karang masih kurang. Padahal pada wilayah Banda Neira diperkirakan mencapai
mereka mempunyai keterkaitan yang erat terhadap 10.562 meter sehingga nilai manfaat tidak langsung
ekosistem terumbu karang, karena mereka yang terbentuk adalah Rp.1.936.366.667 atau
mengambil atau mengekstraksi langsung sumber setara dengan Rp.4.588.547/ ha karang. Nilai
daya ikan yang berhubungan langsung dengan eksisting terumbu karang sebagai fungsi penyedia
ekosistem terumbu karang tersebut. Faktor yang sumber daya ikan dengan asumsi harga rata-rata
berhubungan erat dengan kesediaan masyarakat tertimbang ikan sebesar Rp.18.000 dapat dihitung
membayar untuk keberlangsungan ekosistem yaitu sebesar Rp.2.202.840.000/ tahun atau
terumbu karang adalah tingkat pendapatan, tingkat Rp.5.220.00/ha/tahun. Nilai keberadaan terumbu
pendidikan, fungsi ekosistem terumbu karang, dan karang (kesediaan responden untuk berkontribusi
kontribusi kelestarian ekosistem terumbu karang. terhadap keberadaan dan kelestarian ekosistem
terumbu karang (willingness to pay) rata-rata
c. Nilai Total Ekonomi Terumbu Karang di sebesar Rp.113.162,-/tahun. Jika dikalikan jumlah
Banda Neira populasi dibagi luas terumbu karang, maka WTP
Rp.2.580.733,-/orang/ha/tahun. Estimasi terhadap
Berdasarkan hasil analisis, diketahui nilai nilai manfaat langsung perikanan sebesar
total ekonomi sumber daya pesisir di Banda Neira Rp.323.071.865,- per pelaku usaha perikanan.
mencapai lebih dari 17 triliun rupiah. Sebagian Jasa ekosistem terumbu karang atau nilai manfaat
besar masih disumbang dari sumber daya ikan langsung pariwisata sebesar Rp.482.654.114,10.
yang telah dimanfaatkan khususnya pelagis. Nilai Berdasarkan hasil analisis, diketahui nilai total
ekosistem secara ekologi berdasarkan parameter- ekonomi terumbu karang di Banda Neira mencapai
parameter yang diukur hanya menyumbang kurang lebih dari 17 triliun rupiah. Sebagian besar masih
dari 1% dengan nilai sekitar 4 miliar rupiah per disumbang dari sumber daya ikan yang telah
tahun. dimanfaatkan khususnya pelagis. Nilai ekosistem

Tabel 3. Nilai Total Ekonomi Sumber Daya Pesisir di Banda Neira.


Table 3. Total Economic Value of Coastal Resource in Banda Neira.
Nilai (Rp. per
Jenis Nilai/ Nilai (Rp. per tahun)/ Proporsi/
Tahun/ha)/
Types of Value Value (IDR/year) Proportion (%)
Value (IDR/year/ha)
Nilai Ekologi/Ecological Value 4,139,206,667  0.02  
- Terumbu Karang/Coral Reef      
a. Penahan gelombang/Water
1,936,366,667 0.01 4,588,547
Break
b...Pertumbuhan ikan/Fish
2,202,840,000 0.01 5,220,00
growth
Nilai ekonomi/Economic Value 99.96  
- Terumbu Karang/Coral Reef      
a. Penangkapan ikan/Fishing
266,705,095,074 1.51 323,071,865
activities
b. Pariwisata/Tourism 482,654,114 0.00 584,681
- Pelagis/Pelagic 17,375,988,000,000 98.45 88,653
Nilai Sosial Budaya dan Non
Pemanfaatan/Social Cultured and 2,130,395,214 0.01 2,580,733
Non Utilization Value
Nilai Total Ekonomi/Economic
17,649,445,351,069 0.02  
Total Value
Sumber: Data Primer (Diolah), 2015/Source: Primary Data (Processed), 2015

19
J. Sosek KP Vol. 12 No. 1 Juni 2017: 11-20

secara ekologi berdasarkan parameter-parameter Kalatouw, W. D., R. M. Kumaat, L. R. J. Pangemanan


yang diukur hanya menyumbang kurang dari dan P. A. Pengemanan. 2015. Valuasi Ekonomi
Hutan Mangrove di Desa Tiwoho Kabupaten
1% dengan nilai sekitar empat miliar rupiah
Minahasa Utara. https://ejournal.unsrat.ac.id/
per tahun. Kecilnya kontribusi nilai pariwisata index.php/cocos/article/viewFile/8113/7674.
terhadap pemanfaatan langsung karena sulitnya Diakses tanggal 4 Juli 2017.
aksesibilitas Banda Neira, sistem transportasi yang
Nahib, I., Y. Suwarno, M. K. Sulaiman dan S. Arief.
kurang mendukung seperti penerbangan udara
2011. Pengembangan Valuasi Ekonomi Terumbu
hanya satu kali seminggu. Pemerintah diharapkan Karang Dengan Sistem Informasi Geografis
memperbaiki aksesibilitas ke Banda Neira, dengan dan Metode Benefit Transfer. Jurnal Globe 13
memperbanyak frekuensi transportasi udara. (2):122-132.
Pieter, J., F. Benu dan M. R. Kaho. 2015. Valuasi
UCAPAN TERIMA KASIH Ekonomi Ekowisata Terhadap Pengembangan
Objek Wisata Kawasan Pesisir Pantai. Jurnal Ilmu
Ucapan terima kasih kepada pihak-pihak Lingkungan 13 (1) : 55-64.
yang telah membantu peneliti selama dalam Putri, I. A. 2009. Valuasi Ekonomi Terumbu Karang
mengumpulkan data primer seperti pihak Dinas Kawasan Konservasi Laut Kepulauan Seribu.
Kelautan dan Perikanan, pihak penyuluh perikanan, Thesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian
ketua adat, tokoh masyarakat, pemilik hotel dan Bogor. Bogor.
jasa usaha wisata, nelayan, turis domestik dan Setiyowati, D., Supriharyono dan I.Triarso. 2016. Valuasi
turis mancanegara. Juga diucapkan terima kasih Ekonomi Sumber daya Manggrove di Kelurahan
kepada pihak yang telah membantu penulis dalam Mangunharjo Kota Semarang. Journal Saintek
Perikanan 12 (1): 67-74.
pengumpulan data sekunder seperti pihak dari
Badan Pusat Statistik. Selain itu diucapkan terima Soemarno. 2017. Metode Valuasi Ekonomi Ekosistem
kasih kepada peneliti dari Institut Pertanian Bogor Lahan Pertanian. http://marno.lecture.ub.ac.id/.../
yaitu Benny Osta Nababan dan Achmad Solihin METODE-VALUASI-EKONOMI-EKOSISTEM.
Diakses tanggal 25 Agustus 2017.
yang membantu dalam pengumpulan data primer
dan data sekunder. Suprapto, J., M. Kirana, I. Susilowati dan A. Fauzi. 2015.
Economic Valuation of Manggrove Restoration
In Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan 16
DAFTAR PUSTAKA (2):121-130.

Aryanto, R. dan M. Y. Mardjuka. 2005. Valuasi Ekonomi Uyarra, M., A. Watkinson and I. M. Cote. 2009. Managing
dengan Travel Cost Methode Pada Obyek Dive Tourism for the Sustainable Use of Coral
Ekowisata Pesisir. Jurnal Ilmiah Pariwisata 10 Reefs. Environment and Management Journal
(1):58-76. 43 (1):1-16.

Burke, J. L., G. C. Waghorn and I. M. Brookes. 2002. An Wahyuni, Y., E. I. K. Putri dan S. Simanjuntak. 2014.
evaluation of sulla (Hedysarum coronarium) with Valuasi Total Ekonomi Manggrove di Kawasan
pasture, white clover and lucerne for lambs. New Delta Mahakam Kabupaten Kutai Kertanegara
Zealand (62): 152–156. Kalimantan Timur. Jurnal Penelitian Kehutanan
Wallacea (3) 1:1-12.
Cooper, E., L. Burke and N. Bood. 2009. The Economic
Contribution of Belize’s Coral Reefs. WRI Working Welly, M. dan A. Muljadi. 2012. Survei Manta Tow di
Paper. World Resources Institute. Washington Kepulauan Banda, Maluku Tengah, Propinsi
DC. Maluku, Indonesia. https://www.researchgate.
net/publication/. Diakses tanggal 4 September
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Aset 2017.
Pembangunan Berkelanjutan Indonesia, Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.
Fauzi, A. 2000. Kebijakan Pengelolaan Sumber daya
Pesisir. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Firdaus, A. M., J. M. Pelupessy dan J. R. Tampubolon.
2016. Strategi Penyelesaian Masalah Sosial
Ekonomi Masyarakat Pesisir di Kepulauan Banda
Neira, Maluku Tengah. Jurnal Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan 11 (1): 55-74.

20
Berkala Perikanan Terubuk, Februari 2017, hlm 59–69 Vol. 45. No.1
ISSN 0126 - 4265

JASA EKOSISTEM PADANG LAMUN DI DAERAH KAWASAN


KONSERVASI LAMUN TRIKORA (STUDI DI DESA TELUK
BAKAU) KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU
Endro Siswanto1), Aras Mulyadi2), Windarti2)
Email : endro.sis902@gmail.com

Diterima : 02 Desember 2016 Disetujui : 06 Januari 2017

ABSTRACT

This research was conducted on Juny to 16 October 2016 case in village Teluk
Bakau of Bintan Singingi Regency in Riau Island Province. Its was aimed to know the
type of seagrass, the shape of the community activities that threaten ecosystems
seagrass, analyzing the economic value of fisheries and seagrass ecosystem services.
The method used by survey methods, Sampling was done in Teluk Bakau Village by
purposive sampling. Observation of seagrass type and community activities was done
by observation and interviews. Calculation of economic fishery was using questionnaire
and interview approach. Based on the research results showed the type of seagrass in
Teluk Bakau Villageare Enhalus acoroides, Syringodium isoetifolium, Thalasodendron
ciliatum and Cymodocea rotundata. Community activities are the development of the
coastal area, residential communities, fisheries and marine tourism. The economic value
of fisheries is Rp 835.665.600 rupiah/year. Seagrass ecosystem services in Teluk Bakau
Village are the area for capture fishes, aquaculture, and marine tourism.

Keywords: Ecosystem services, Seagrass, Teluk Bakau, Economic value

PENDAHULUAN1 Kurniadewa (2009) Indonesia


mempunyai luas padang lamun sekitar
Lamun secara internasional 30.000 km2 dimana terdapat 30 dari 60
dikenal sebagai seagrass. Lamun spesies padang lamun yang ada di
merupakan tumbuhan tingkat tinggi dunia. Padang lamun di Indonesia
dan berbunga (Angiospermae) yang biasanya membentuk hamparan yang
sudah sepenuhnya menyesuaikan diri bersifat monospesifik dengan satu
hidup terbenam di dalam laut dangkal spesies dominan atau campuran sampai
(Den Hartog, 1970). Keberadaan bunga sepuluh spesies (McKenzie et al, 2007).
dan buah ini adalah faktor utama yang Padang lamun merupakan salah
membedakan lamun dengan jenis satu ekosistem di wilayah pesisir yang
tumbuhan laut lainnya, seperti rumput memiliki keanekaragaman hayati yang
laut (seaweed). Hamparan lamun kaya dan berpotensi penyumbang nutrisi
sebagai ekosistem utama pada suatu dalam perairan mengingat
kawasan pesisir disebut sebagai padang produktivitasnya yang tinggi. Tingginya
lamun (seagrass bed). Menurut produkvitas ini menjadikan padang
lamun pada suatu kawasan pesisir
1)
Mahasiswa Pascasarjana Ilmu Lingkungan memiliki fungsi yang sangat vital.
Universitas Riau Fungsi padang lamun di suatu perairan
2)
Dosen Pascasarjana Ilmu Lingkungan sebagai tempat memijah, pengasuhan
Universitas Riau

59
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

beberapa jenis ikan, tempat sumber langsung dengan laut Cina Selatan. Di
makanan berbagai jenis hewan, dan sekitar padang lamun terdapat berbagai
sekaligus menjadi habitat beberapa aktivitas manusia seperti pengembangan
biota laut lainnya (Nybaken, 1992). wilayah (bangunan fisik di bibir pantai,
Beberapa jenis organisme laut yang pembangunan resort dan villa),
sering ditemukan dan hidup berasosiasi penangkapan ikan yang tidak ramah
dengan lamun misalnya alga, moluska, lingkungan (penggunaan trawl,
krustasea, enchinodermata, mamalia pembiusan ikan), pengambilan batu
dan beberapa jenis ikan. Organisme ini karang, pembuangan limbah dari
ada yang tinggal menetap, sementara berbagai sumber (tumpahan minyak dari
maupun mengunjungi untuk sekedar kapal nelayan, limbah rumah tangga dan
mencari makan atau melindungi diri limbah usaha/industri). Aktivitas
dari pemangsa (Aswandy dan Azkab, tersebut berpotensi merusak ekosistem
2000). Selain itu hamparan lamun yang padang lamun dan berpengaruh
luas dapat dijadikan pelindung pantai terhadap jasa yang diberikan ekosistem
dari hantaman gelombang sehingga lamun kepada manusia dan ikan serta
mengurangi erosi dan abrasi. biota laut yang ada di perairan pantai.
Padang lamun merupakan suatu Kerusakan padang lamun
ekosistem yang memberikan manfaat mengakibatnya populasi ikan akan
bagi organisme yang hidup berasosiasi menurun. Menurunnya populasi ikan
di dalamnya serta manusia di akan berdampak terhadap hasil
sekitarnya (jasa ekosistem). Jasa tangkapan nelayan disekiar kawasan.
ekosistem padang lamun yang ada Karena belum ada informasi tentang
dalam perairan antara lain berupa jasa ekosistem padang lamun di daerah
tempat perlindungan, tempat memijah kawasan konservasi padang lamun
ikan dan tempat menyediakan makanan Teluk Bakau, maka peneliti akan
bagi biota laut (Fortes, 1990). melakukan penelitian di kawasan
Sedangkan bagi lingkungan sekitar, jasa tersebut.
ekosistem padang lamun memberikan Berdasarkan permasalahan
manfaat sebagai produsen primer, tersebut maka perlu untuk melakukan
mendaur ulang zat hara, stabilisator penelitian mengenai “Jasa Ekosistem
dasar perairan, pemurnian air dan Padang Lamun di Daerah Kawasan
perangkap sedimen. Bagi manusia yang Konservasi Lamun Trikora (Studi Desa
tinggal di sekitar padang lamun, jasa Teluk Bakau) Kabupaten Bintan
ekosistem padang lamun memberikan Provinsi Kepulauan Riau”, dengan
manfaat sebagai wahana rekreasi, tujuan untuk mengkaji bentuk-bentuk
pendidikan, penelitian dan sebagai aktivitas masyarakat dan nelayan yang
penyedia ikan-ikan yang memiliki nilai mengancam ekosistem lamun di Trikora
ekonomi (Vo et al, 2012). (Studi di Desa Teluk Bakau),
Salah satu ekosistem padang mengetahui nilai ekonomi perikanan
lamun di Indonesia terdapat di dan mengetahui jasa ekosistem padang
Kepulauan Riau, tepatnya di Kabupaten lamun terhadap manusia dan organisme
Bintan. Menurut Dirhamsyah (2007), yang berasosiasi di daerah kawasan
padang lamun di perairan Bintan Timur konservasi lamun Trikora,
desa (Berakit, Malang Rapat, dan Teluk desa Teluk Bakau, Kepulauan Riau.
Bakau) adalah seluas 1590 Ha. Perairan
Teluk Bakau merupakan daerah pantai
berpasir putih yang berhadapan

60
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

METODOLOGI PENELITIAN Laba kotor = Penerimaan – biaya


Waktu Dan Tempat operasional
Penelitian ini telah dilakukan pada Laba layak = Discount rate X
bulan Juni sampai Oktober 2016 di biaya operasional
Desa Teluk Bakau, Kabupaten Bintan, Rente ekonomi ikan = Penerimaan
Kepulauan Riau. Metode yang – Laba layak – Laba kotor
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode survey. Data yang digunakan Analisis jasa padang lamun
dalam penelitian ini meliputi data terhadap manusia dan organisme yang
primer dan data sekunder. Data primer berasosiasi dilakukan dengan
diperoleh melalui observasi langsung di mengaitkan antara kondisi padang
lokasi penelitian. Data sekunder yang lamun dengan nilai ekonomi perikanan
dibutuhkan meliputi keadaan umum dengan softwere MS Excel dan dibahas
lokasi penelitian dan sumber informasi secara deskriptif komperatif. Bentuk
dari instansi pemerintahan Kabupaten dari analisis deskripsif ini dipilih sesuai
Bintan atau instansi terkait lainnya. dengan keperluan analisis agar tujuan
Data untuk informasi kegiatan dari penelitian ini dapat tercapai dan
masyarakat yang berada di sekitar tersampaikan.
padang lamun dilakukan dengan
pengamatan langsung di lokasi HASIL DAN PEMBAHASAN
penelitian dan wawancara pada Keadaan Umum Daerah Penelitian
masyarakat setempat. Pulau Bintan adalah merupakan
Nilai ekonomi perikanan, salah satu bagian gugusan pulau yang
krustacea dan moluska dilakukan berada di wilayah Provinsi Kepulauan
dengan observasi langsung terhadap Riau. Teluk Bakau merupakan salah
ikan dan krustacea serta moluska yang satu desa yang terletak di Pulau Bintan,
didapatkan oleh para nelayan, dari Kepulauan Riau. Desa Teluk Bakau
sejumlah 50 orang responden. Nilai merupakan desa yang pertama di jumpai
produksi perikanan nelayan dihitung jika melakukan perjalanan ke Pantai
berdasarkan jumlah hasil tangkapan dari Trikora. Desa ini berjarak 32 km dari
alat tangkap yang sering digunakan di ibukota Provinsi. Desa Teluk Bakau
areal padang lamun seperti jaring insang merupakan desa pesisir yang seluruh
(gillnet), bubu, pancing dan kelong. wilayahnya termasuk dalam Wilayah
Persamaan yang digunakan dalam Pesisir. Luas Desa Teluk Bakau adalah
menghitung nilai ekonomi perikanan 11.212 Ha dengan ketinggian 10 meter
adalah sebagai berikut (Widiastuti, diatas permukaan laut (dpl). Secara
2011). Analisis nilai langsung perikanan geografis Desa Teluk Bakau berbatasan:
dengan cara: Sebelah Utara berbatasan dengan Desa
Malang Rapat, sebelah Selatan dengan
Nilai perikanan = Rente ekonomi (ikan, Kelurahan Kawal, sebelah Barat dengan
krustacea dan moluska) X jumlah RTP Desa Toa Paya Asri dan sebelah Timur
= (Penerimaan-(Laba layak–Laba dengan Laut Cina Selatan.
kotor)) X Jumlah RTP Lahan yang bersertifikat di Desa
Teluk Bakau seluas 90 Ha. Sedangkan
Keterangan: Penerimaan = Hasil lahan yang belum bersertifikat seluas
tangkapan ikan X Harga rata-rata 1.379 Ha. Pemanfaatan lahan
tangkapan diantaranya untuk fasilitas umum
seperti lapangan olah raga. Berdasarkan

61
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

RTRW Kabupaten Bintan, peruntukan Bentuk Aktivitas Masyarakat di


lahan di Desa Teluk Bakau sebagai Sekitar Ekosistem Padang Lamun
daerah pariwisata, pertanian, Berdasarkan observasi dan
pertambangan, permukiman dan identifikasi yang dilakukan di lokasi
kawasan lindung sempadan pantai. penelitian Desa Teluk Bakau, kegiatan-
Jumlah penduduk Desa Teluk Bakau kegiatan masyarakat yang ditemukan di
pada tahun 2016 berjumlah 2.023 jiwa sekitar kawasan padang lamun cukup
dengan kepala keluarga berjumlah 554 banyak dan beragam. Kegiatan yang
KK. Penduduk ini tersebar menjadi secara langsung maupun tidak langsung
empat Rukun Tetangga (RT). mengganggu keberadaan padang lamun.
Desa Teluk Bakau dihuni oleh Kegiatan-kegiatan tersebut seperti
beberapa etnis diantaranya adalah pengembangan wilayah pesisir,
Melayu, Buton, Tionghoa, Flores, pembangunan pemukiman di atas
Bugis, Jawa, dan Batak. Tipe Desa perairan pantai, kegiatan wisata bahari
Teluk Bakau adalah desa yang dan penangkapan ikan oleh nelayan.
mayoritas menghuni di sepanjang Pengembangan wilayah pesisir yang
pesisir pantai. Selain itu ada juga yang terjadi di Teluk Bakau berupa
bermukim di dataran tinggi jauh dari pembangunan wisata bahari, seperti
pantai. Masyarakat Desa Teluk Bakau Resort-resort dan Hotel di sekitar pantai
sebagian besar bermata pencaharian bahkan sampai di atas permukaan
sebagai nelayan. Selain sebagai nelayan, perairan dimana padang lamun di
ada juga masyarakat yang bekerja temukan.
dibidang yang lainnya. Mata
pencaharian lainnya seperti karyawan Pembangunan wilayah pesisir secara
swasta, karyawa pemerintah, wira tidak langsung menjadikan perairan
swasta, tani, pertukangan, buruh harian terganggu. Penyebab terganggunya
lepas, dan pedagang. Pendidikan perairan oleh aktifitas wisatawan seperti
masyarakat Desa Teluk Bakau ada yang kegiatan wisata bahari. Kegiatan wisata
sekolah di pendidikan umum dan bahari yang ditemukan seperti
pendidikan khusus. Pendididkan umum berenang, permainan banana boat dan
seperti SD, SMP dan SMA. Sedangkan layang-layang air (kite surfing).
pendidikan khusus seperti Pondok Permainan layang-layang air biasanya
Pesantren dan Kursus. dimainkan dengan cara memanfaatkan
arah angin untuk menarik pemain yang
Jenis Lamun Desa Teluk Bakau menggunakan papan selancar.
Berdasarkan hasil pengamatan Permainan ini menimbulkan ombak
dan identifikasi jenis lamun yang yang cukup besar di pinggiran pantai.
dilakukan di perairan Desa Teluk Bakau Ombak yang dihasilkan akan
ditemukan 4 jenis lamun yang berasal menimbulkan getaran yang akan
dari 2 famili, yaitu Potamogetonaceae mengganggu tumbuhan lamun di dalam
dan Hydrocharitaceae. Jenis lamun yang perairan.
ditemukan Enhalus acoroides, Permainan banana boat
Syringodium isoetifolium, dilakukan di atas perairan dengan cara
Thalasodendron ciliatum dan ditarik oleh kapal speed boat di sekitar
Cymodocea rotundata. padang lamun. Kapal penarik dan
banana boat tersebut menghasilkan
ombak dan getaran. Ombak dan getaran
yang dihasilkan berdampak pada

62
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

naiknya lapisan sedimen dan perairan menimbulkan eutrofikasi atau


mengakibatkan kekeruhan. Kekeruhan penyuburan berlebihan pada perairan,
yang terjadi di perairan akan sehingga dapat mengganggu
mengganggu proses fotosintesis. Selain pertumbuhan lamun. Menurut Pariwono
itu ombak yang besar dan getaran yang dalam Mandasari (2014), mengatakan
kuat mengakibatkan akar lamun semua bahan organik yang masuk ke
tercabut. Ditambah lagi daun lamun dalam laut mengakibatkan penurunan
akan terpotong akibat terkena baling- kadar oksigen dan perairan menjadi
baling kapal. Dengan demikian kedua keruh. Penurunan kadar oksigen kerena
permainan ini secara tidak langsung penguraian bahan organik oleh mikroba
mengganggu keberadaan lamun yang sehingga oksigen yang terlarut menjadi
hidup di sekitar perairan. Hal ini sesuai berkurang dan meningkatnya kadar
dengan pendapat Supriharyono et al. CO2. Keruhnya perairan karena
dalam Suryanti (2010) yang penguraian sampah organik yang tidak
mengatakan bahwa kondisi padang sempurna mengakibatkan sampah
lamun secara keseluruhan mengalami melayang-layang di dalam perairan dan
penurunan, baik dari kelimpahan menghalangi penetrasi cahaya yang
maupun jenisnya disebabkan oleh masuk ke dalam perairan.
aktivitas manusia dalam zona
pemanfaatan pariwisata. Nilai Ekonomi Perikanan Desa Teluk
Kegiatan lain yang ditemukan di Bakau
sekitar padang lamun seperti Kegiatan perikanan yang ada di
pembangunan pemukiman masyarakat Teluk Bakau adalah kegiatan
nelayan di atas perairan. Pembangunan penangkapan ikan, krustacea dan
pemukiman di atas perairan akan pencarian moluska di sekitar kawasan
menimbulkan aktifitas yang padat di ekosistem padang lamun. Menurut
sekitar perairan. Aktifitas yang daerah penangkapan ikan, nelayan di
ditimbulkan seperti daerah hilir-mudik Desa Teluk Bakau dikelompokkan
kapal, sebagai daerah penambatan menjadi nelayan penangkapan ikan
kapal-kapal nelayan, pembuangan lepas pantai dan penangkapan ikan di
limbah rumah tangga seperti sampah sekitar pantai. Berdasarkan observasi
organik dan anorganik serta limbah dan wawancara kepada 50 responden
buangan MCK. Padatnya kegiatan Desa Teluk Bakau, alat tangkap ikan
perkapalan akan menjadikan turbulensi dan krustacea yang digunakan para
di perairan. Turbulensi dapat nelayan di sekitar padang lamun adalah:
mengakibatkan kekeruhan. Kekeruhan pancing rawai, pancing joran, bubu
yang ditimbulkan mengakibatkan ketam/rajungan, jaring insang dan
cahaya tidak masuk sepenuhnya ke kelong. Selain itu ada juga masyarakat
dalam perairan. yang mencari langsung organisme laut
Pembuangan sampah organik di lainnya dengan cara memungut di
perairan mengakibatkan sampah akan sekitar areal padang lamun. Jenis
mengendap pada dasar perairan. organisme yang ditemukan di sekitar
Pengendapan sampah akan menjadikan padang lamun Desa Teluk Bakau dapat
perairan menjadi subur. Suburnya di lihat pada Tabel 1.

63
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

Tabel 1. Komposisi Organisme di Sekitar Padang Lamun di Desa Teluk Bakau.


Nama Alat Tangkap Harga
No Nama Latin
Daerah Digunakan (Rp/Kg)
Ikan:
1 Selar Selaroides leptolepis Pancing, Jaring 15.000
Bubu, Pancing,
2 Lambai Siganus virgatus 25.000
jaring
3 Lingkis Siganus javus Pancing 20.000
4 Pari Trygon kuhlii Pancing 20.000
5 Selikur Scomber australasicus Jaring 40.000
6 Sembilang Paraplotosus albilabris pancing 20.000
Bubu, pancing,
7 Tenggiri Scomberomorus queenslandicus 80.000
jaring
8 Todak Xiphias galduys.L Pancing 22.000
9 Kembung Rastrelliger kanagurta Jaring 25.000
10 Puput Ilisha elongata Jaring 15.000
11 Tongkol Euthynnus affinis Jaring 20.000
12 Bilis Stolephorus sp Kelong 70.000
13 Tamban Decapterus russelli Kelong 15.000
Krustacea:
Udang
14 Pinnaeus sp Kelong 50.000
Apolo
15 Kepiting Portunus plagicus Bubu 40.000
Moluska:
16 Sotong Sepia officinalis Kelong, pancing 35.000
Kelong dan
17 Cumi-cumi Loligo indica 40.000
Pancing
Memungut
18 Gonggong Strombus canarium 17.000
langsung
Kerang Memungut
19 Anadara inflata 12.000
Bulu langsung

Berdasarkan hasil observasi dan Jenis krustacea yang didapatkan


wawancara responden ada 13 jenis ikan, di sekitar kawasan padang lamun yaitu
2 jenis krustacea dan 4 jenis moluska udang Apolo dan kepiting. Udang
yang tertangkap di sekitar kawasan Apolo biasanya ditangkap pada malam
padang lamun Teluk Bakau. Dari 13 hari dengan menggunakan kelong.
jenis ikan yang tertangkap, jenis ikan Sedangkan kepiting yang sering
paling sering di dapatkan adalah jenis tertangkap adalah kepiting jenis
ikan tenggiri dan lambai. Kedua jenis rajungan dengan rata-rata tangkapan 4
ikan ini paling sering tertangkap dengan kg/hari. Penangkapan kepiting biasanya
alat tangkap jaring, pancing dan bubu. dilakukan dengan menggunakan bubu
Sedangkan jenis ikan yang jarang di yang di beri umpan ikan dan dipasang
dapatkan adalah ikan pari. Dari 13 jenis ketika air laut surut. Dari kedua jeis
ikan yang di dapatkan, ikan dengan nilai krustacea yang ditemukan, jenis udang
jual paling tinggi adalah ikan tenggiri lebih mahal nilai jualnya di bandingkan
yang mencapai Rp 80.000/kg dan paling kepiting.
murah adalah ikan tamban dan ikan Moluska yang sering didapatkan
puput (Rp 15.000/kg). dengan menggunakan alat tangkap
kelong yaitu sotong dan cumi-cumi.

64
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

Kedua jenis ini sering tertangkap jual ikan yang mereka tangkap kepada
menggunakan jaring dan pancing pengumpul dikurangi biaya produksi
(candit) yang dilakukan pada malam (biaya operasional saat melaut dan
hari dengan bantuan cahaya lampu. perawatan kapal). Karena itu nilai guna
Selanjutnya jenis moluska yang langsung lamun dari nilai guna
didapatkan dengan cara pengamatan langsung sektor perikanan tangkap
atau memungut langsung di substrat dapat dihitung dari jumlah pendapatan
adalah kerang bulu dan gonggong. nelayan dalam satu tahun yang
Pencarian kedua jenis moluska ini merupakan nilai rente ekonomi ikan.
dilakukan biasanya pada saat air laut Hal ini dengan asumsi bahwa ikan,
surut. krustacea dan moluska yang ditangkap
Keanekaragaman dari bergantung pada lamun sebagai tempat
sumberdaya ikan, krustacea dan pemijahan, tempat asuhan ikan-ikan
moluska di ekosistem lamun dapat serta mencari makan organisme laut
mempengaruhi mata pencaharian lainnya. Total nilai ekonomi sektor
masyarakat di sekitar pesisir. Nelayan perikanan tangkap merupakan
Desa Teluk Bakau mengoperasikan alat penghasilan rata-rata nelayan dari
tangkap ikan di sekitar padang lamun pendapatan hasil kerja mereka selama
biasanya melihat kerapatan dari sebaran 7-8 bulan kerja dalam satu tahun. Masa
lamun. Para nelayan Desa Teluk Bakau kerja melaut ini hanya berkisar 7 sampai
cenderung mengoperasikan alat 8 bulan disebabkan para nelayan tidak
tangkapnya di tempat yang masih jarang bisa melaut pada saat kondisi cuaca
lamunnya. Hal ini dikarenakan para tidak baik.
nelayan tidak ingin merusak habitat Nilai guna langsung dari sektor
ikan dan ingin tetap menjaga kelestarian perikanan tangkap untuk tahun 2016
lamun yang ada di sekitar pantai di diolah dari data primer berdasarkan dari
Kawasan Desa Teluk Bakau. Sesuai wawancara dengan 50 orang informan
dengan pendapat McClanahan and yaitu nelayan yang ditemui oleh
Mangi (2004) menyatakan bahwa peneliti. Informan nelayan yang
nelayan yang memanfaatkan ekosistem diwawancarai menggunakan alat
lamun mengoperasikan berbagai macam tangkap: pancing, bubu, jaring dan
alat tangkap yang ramah lingkungan kelong untuk menangkap ikan serta
dan tidak merusak habitat lamun seperti memungut langsung pada sedimen
pancing, jaring, perangkap ikan, tombak perairan. Hasil penelitian menunjukkan
dan jenis lainnya. bahwa ekosistem lamun berperan
Jumlah rata-rata dari tangkapan penting untuk kesejahteraan masyarakat
nelayan di Desa Teluk Bakau sebanyak terutama yang memiliki mata
13,5 kg/hari. Informasi pendapatan rata- pencaharian sebagai nelayan. Rumah
rata yang didapat dari para nelayan Tangga Nelayan (RTP) di Desa Teluk
tersebut selama proses penelitian Rp Bakau yang menggunakan alat tangkap
373.286/hari. Hasil tersebut dapat pancing, bubu, jaring, dan kelong dan
menggambarkan bahwa betapa memungut langsung pada sedimen
pentingnya keberadaan ekosistem perairan berjumlah 84 RTP. Data
padang lamun sehingga dapat dijadikan setelah diolah dari berbagai sumber,
sebagai tempat penangkapan ikan bagi didapat bahwa nilai manfaat langsung
perikanan nelayan. ekosistem lamun dari sektor perikanan
Pendapatan nelayan merupakan tangkap untuk tahun 2016 adalah Rp
penerimaan bersih nelayan dari nilai 835.665.600,00. Nilai ini didapat dari

65
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

nilai rente ekonomi dan jumlah RTP. tangkap Desa Teluk Bakau:
Hasil Nilai Ekonomi Total perikanan

Nilai Ekonomi Perikanan = Nilai Rente Ekonomi X Jumlah RTP


= Rp 9.948.400 X 84
= Rp 835.665.600,00

Nilai ekonomi langsung makan ikan. Selain itu ekosistem


perikanan tangkap di Desa Teluk padang lamun dijadikan sebagai tempat
Bakau, menunjukkan dengan komposisi yang memberikan manfaat besar kepada
lamun yang terdiri dari, E.acoroides, sumber daya ikan dan biota yang
S.isoetifolium, T.ciliatum dan C. berasosiasi dengan ekosistem padang
rotundata memberikan nilai ekonomi lamun. Hal ini terbukti dari komposisi
perikanan langsung mencapaiRp. spesies hasil tangkapan nelayan (Tabel
835.665.600,00. Sehingga apabila 1). Camppbell et al. (2011) menyatakan
masyarakat sekitar padang lamun bisa bahwa beberapa ikan yang berasosiasi
menjaga kondisi padang lamun untuk dengan ekosistem lamun dengan
tetap bagus/sehat maka nilai ekonomi berlindung dari predator/pemangsa,
yang akan mereka peroleh setiap berkembang biak, mencari makan, dan
tahunnya berkisar Rp 835.665.600,00. berpijah.
Namun jika kondisi padang lamun di Jasa ekosistem padang lamun
desa Teluk Bakau mengalami yang ada di Desa Teluk Bakau seperti
kerusakan, maka diindikasikan biota daerah perikanan tangkap, perikanan
laut seperti ikan, kerustacea dan budidaya, pariwisata bahari. Menurut
moluska akan berkurang. Hal ini Dahuri (2008) jasa ekosistem pesisir
tentunya kan berdampak pada ada 11 sektor yaitu sebagai daerah
pendapatan hasil tangkap nelayan dan perikanan tangkap, industri pengolahan
berpengaruh terhadap nilai ekonomi hasil perikanan, perikan budidaya,
masyarakat yang semakin menurun dan industri bioteknologi kelautan,
berkurang. pariwisata bahari, pertambangan dan
energi, perhubungan laut, kehutanan
Jasa Ekosistem Padang Lamun (coastal forest), sumberdaya wilayah
terhadap Manusia dan Organisme pulau-pulau kecil, industri dan jasa
yang Berasosiasi di Daerah Kawasan maritim dan sumberdaya non-
Konservasi Lamun Desa Teluk konvensional. Sedangkan segi sosial,
Bakau terjadi pemanfaatan jasa ekosistem
lamun oleh nelayan sebagai tempat
Sumberdaya ekosistem lamun
mencari dan menangkap organisme di
yang ada di Kabupaten Bintan
daerah sekitar ekosistem lamun. Hasil
khususnya di Desa Teluk Bakau telah
yang diperoleh sebagian dijual dan
dimanfaatkan nelayan sekitar.
sebagian lagi untuk dimakan.
Pemanfaatan ekosistem lamun ini
Konektivitas sosial-ekologi lamun dapat
merupakan interaksi antara dua sistem,
tergambar dari adanya hasil tangkapan
yaitu sistem sosial dan sistem ekologi.
dan pendapatan dari nelayan setiap
Dalam sistem ekologi, ekosistem lamun
harinya.
berperan sebagai jasa penyedia
Jasa ekosistem padang lamun
ekosistem (provisioning services) yaitu
terhadap biota yang ada, besaran
sebagai tempat berlindung, tempat
manfaat yang diberikan dengan adanya
memijah dan sebagai tempat mencari

66
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

ekosistem lamun dapat dihitung dengan Bakau dapat meningkatkan


cara menghitung jumlah penjualan dari kesejahteraan dan ketahanan pangan
nelayan dan mengurangi dengan biaya para nelayan.
operasional yang dikeluarkan oleh Jasa ekosistem padang lamun
nelayan. Berdasarkan observasi jumlah selain dijadikannya sebagai tempat
spesies organisme yang tertangkap mencari ikan, pada kawasan padang
sebanyak 19 spesies, jumlah rata-rata lamun Desa Teluk Bakau juga di
dari tangkapan nelayan di Desa Teluk temukan banyak kegiatan wisata bahari.
Bakau sebanyak 13,5 kg/hari dan Keberadaan lamun sebagai tempat
pendapatan rata-rata Rp 373.286/hari, berlindung dan mencari makan
maka hasil tersebut dapat beberapa organisme laut menjadikan
menggambarkan bahwa betapa daya tarik tersendiri bagi wisatawan
pentingnya keberadaan ekosistem yang berkunjung untuk melakukan
padang lamun sehingga dapat dijadikan snorkling, diving, berenang dan
sebagai tempat penangkapan ikan bagi permainan air lainnya di daerah
perikanan nelayan. Hal ini dapat kawasan padang lamun. Jasa ekosistem
memberikan kontribusi dalam lamun (seagrass ecosystem services)
ketahanan pangan dan sebagai mata yang ada di Desa Teluk Bakau dapat
pencaharian nelayan di Desa Teluk menopang sebagian besar kehidupan
Bakau. Sesuai dengan pendapat Torre- masyarakat. Sehingga ketergantungan
Castro et al. (2014) menyatakan bahwa masyarakat di sekitar desa begitu besar
keberadaan lamun memegang peran terhadap ekosistem padang lamun.
penting bagi perikanan skala kecil di Keberadaan dari ekosistem lamun
Chwaka Bay dikarenakan nelayan memberikan pengaruh terhadap
mendapatkan hasil tangkapan dan aktivitas nelayan di lokasi penelitian,
pendapatan dengan nilai ekonomi sehingga terjadi hubungan sosial-
lamun 32.358-48.590 U$/tahun, ekologi. Terjadinya konektivitas antara
Mangrove 8.837 U$/tahun, dan sistem sosial dengan sistem ekologi
Terumbu Karang 9.551- 11.820 tersebut apabila tidak dikelola dengan
U$/tahun sehingga keberadaan dari baik maka dapat berdampak negatif
ekosistem lamun sangat berkontribusi pada keberlanjutan ekosistem lamun
untuk kesejahteraan nelayan lokal. yang ada di Desa Teluk Bakau.
Keuntungan dari nelayan dengan Adrianto (2009) menyatakan bahwa
melakukan penangkapan di daerah dalam konteks pengelolaan ekosistem
ekosistem lamun yaitu tidak terlalu pesisir dan laut, termasuk ekosistem
membutuhkan bahan bakar minyak lamun, konsep sosial ekologi ini sangat
untuk perahu yang digunakan nelayan penting.
dalam melakukan penangkapan dan Mengingat karakteristik dan
tidak terlalu terpengaruh dengan adanya dinamika wilayah pesisir dan lautan
perbedaan musim. Hal ini sesuai dengan merupakan dinamika saling terkait
hasil penelitian Torre-Castro et al. antara sistem ekologi dan sistem
(2014) yang menyatakan bahwa dimana manusia. Ungworth and Cullen-
para nelayan lebih suka menangkap Unsworth (2014) menyatakan bahwa
ikan didaerah sekitar lamun karena hubungan antara ekosistem lamun
letaknya dekat dengan pantai. dengan manusia disoroti tentang
Ketergantungan dari nelayan terhadap peranan multifungsional lamun dalam
sumber daya ikan yang ada di ekosistem kesejahteraan manusia. Sehingga
padang lamun yang ada di Desa Teluk pemahaman ekosistem lamun sebagai

67
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

sistem sosial-ekologi (SSE) sangat pihak yang berkaitan dengan penelitian


penting sebagai ketahanan sosial dan ini.
ekologi dalam perubahan lingkungan
secara global. DAFTAR PUSTAKA

KESIMPULAN DAN SARAN Adrianto, L. 2009. Pendekatan Social-


Kesimpulan Ecologi System (SES) dalam
Berdasarkan hasil penelitian Pengelolaan Lamun
dapat disimpulkan bahwa jenis lamun di Berkelanjutan. Makalah
Desa Teluk Bakau yaitu Enhalus dipresentasikan di lokakarya
acoroides, Syringodium isoetifolium, penge lolaan ekosistem lamun.
Thalasodendron ciliatum, dan Direktorat Jenderal Kelautan,
Cymodocea rotundata. Kegiatan Pesisir dan Pulau - Pulau Kecil,
masyarakat yang ditemukan di sekitar Departemen Kelautan dan
kawasan padang lamun seperti: Perikanan, Jakarta. 18
pengembangan wilayah pesisir, November 2009. Hlm.:20-27.
pembangunan pemukiman di atas Aswandy, I dan M.H. Azkab. 2000.
perairan pantai, penangkapan ikan oleh Hubungan Fauna dengan Padang
nelayan dan kegiatan wisata bahari. Lamun. Oseana, 25 (3):19-24
Nilai ekonomi perikanan di kawasan Camppbell, S.J, T. Kartawijaya, E.K.
lamun Trikora (Desa Teluk Bakau) pada Sabarini. 2011. Connectivity in
tahun 2016 adalah sebesar Rp Reef Fish Assemblages Between
835.665.600,00. Jasa ekosistem padang Seagrass and Coral Reef
lamun di Desa Teluk Bakau yang ada Habitats. Aquatic Biology.
seperti daerah penyuplai perikanan, Marine Programe, Wildlife
industri hasil perikanan, pariwisata Conservation Society. 13: 65-77.
bahari, penahan abrasi pantai dan jasa Dahuri, R dan Jacub, R. 2008.
maritim. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan
Saran Secara Terpadu (Cetakan Ke
Untuk kesempurnaan penelitian Empat). Jakarta: Pradnya
ini, perlu dilakukan penelitian lanjutan Paramita. hal. 67
mengenai kajian nilai ekonomi produk Den Hartog, C. 1970. The Seagrasses of
dan jasa dari ekosistem lamun sebagai The World. North Holland Pub.
penyerap karbon, penjernih air, Co. Amsterdam.
melepaskan oksigen, kandungan Dirhamsyah. 2007. An Economic
sedimen dan nutrisi tempat pemijahan Valuation of Seagrass
serta pengelolaan secara berkelanjutan Ecosystem in East Bintan, Riau
untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. Archipelago, Indonesia
Oseanologi dan Limnologi Di
UCAPAN TERIMAKASIH Indonesia, 33: 257-27
Penulis mengucapkan terima Distribution and Diversity:
kasih Kepada Pemerintah Kabupaten abioregional model J. of
Bintan, Pemerintah Desa dan Experimental Marine Biology
Masyarakat Teluk Bakau sehingga and Ecology 350:3 – 20.
penelitian ini terlaksana dengan baik. Fortes, D.M. 1990. Ecological Changes
Demikian pula atas dukungan semua In Seagrass Ecosystem in
Southeast Asia. Marine Science

68
Jasa Ekosistem Padang Lamun Berkala Perikanan Terubuk Vol 45 No.1 Februari 2017

Institute CS, University of the Ungworth, R.K.F. and L.C. Cullen-


Philippines Diliman. QC 1101. Unsworth. 2014. Biodiversity,
Philippines Ecosystem Services, and The
Kurniadewa, T.E. 2009. Tinjaun tentang Conservation of Meadows. In:
Lamun di Indonesia. Lokakarya Coastal Conservation. Maslo, B.
Nasional I Pengelolaan and J.L. Lockwood (eds.).
Ekosistem Lamun. Sheraton Cambridge University Press.
Media; Jakarta City where it was published. 95-
Mandasari, M. 2014. Hubungan Kondisi 130pp.
Padang Lamun dengan Sampah Vo, Q.T, C. Kuenzer, Q.M. Vo, F.
Laut Di Pulau Barang Lompo. Moder and N. Oppelt.2012.
Skripsi. UnHas. Makasar. Review of Valuation Methods
McClanahan, T.R. and S. Mangi. 2004. for Mangrove Ecosystem
The effect of a closed area and Services. Ecol. Indicat., 230:
beach seine exclusion on coral 431-446
reef fish catches. Fisheries Widiastuti, A. 2011. Kajian Nilai
Manage. Ecol., 8:107- 121. Ekonomi Produk dan Jasa
McKenzie, L.J,Vidler, S.J, K.E. and Ekosistem Lamun sebagai
mellor, J.E. (2007) Seagrass – Pertimbangan Dalam
watch: Manual for Mapping and Pengelolaannya (Studi Kasus
Monitoring Seagrass Resources. Konservasi Padang Lamun di
(seagrass-watch HQ, calms) Pesisir Timur Pulau Bintan).
11pp (www.seagrasswatch. Universitas Jakarta
org/manuals.html)
Nybakken J. W. 1992. Biologi Laut:
Suatu Pendekatan Ekologis.
Diterjemahkan oleh : M.
Eidman, D. G. Bengen,
Malikusworo, dan Sukristiono.
Marine Biology an Ecological
Approacch. PT. Gramedia,
Jakarta.
Pariwono, J.I. 1989. Gaya Penggerak
Pasang Surut, Pasang Surut,
P3O-LIPI, Jakarta.
Suryanti. 2010. Degradasi Pantai
Berbasis Ekosistem di Pulau
Karimunjawa Kabupaten Jepara.
Jurnal. manajemen sumberdaya
pantai universitas diponegoro.
Semarang.
Torre-Castro, M.D, C. Giuseppe, and
S.J. Narriman. 2014. Seagrass
Importance For A Small-Scale
Fishery in The Tropics: The
Need For Seas-cape
Management. Marine Pollution
Bulletin, 83:398-407

69
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60

Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman


Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara
Muh. Yusuf
Jurusan Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Undip, Semarang
Email : muh_yusuf_undip@yahoo.co.id

Abstrak
Keberadaan sumberdaya pulau-pulau kecil di kawasan Taman Nasional Karimunjawa
sangat strategis sebagai salahsatu sumber ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat setempat. Untuk mencapai pemanfaatan yang berkelanjutan, identifikasi kondisi
terumbu dan potensi ikan sangat perlu diketahui agar dalam pemanfaatan ke depan dapat
dilakukan perencanaan pengelolaan secara lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
kondisi terumbu karang dan potensi sumberdaya ikan karang yang terdapat di kawasan Taman
Nasional Karimunjawa. Penelitian ini dilaksanakan mulai Juli 2005 - Agustus 2006 di perairan
kawasan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebaran jumlah spesies karang yang ditemukan berkisar 20-30 genus, tertinggi ditemukan
di Pulau Tengah, Pulau Kecil, Pulau Krakal Kecil dan Pulau Kumbang; sedangkan terendah
ditemukan di Pulau. Kemujan dan Pulau. Menyawakan. Nilai indeks keanekaragaman jenis (H’)
berkisar 1,611-2,590. Kondisi terumbu karang di perairan Karimunjawa sebagian besar telah
rusak dengan kategori sedang (tutupan karang 25-49,9 %) dan hanya sebagian kecil yang
kondisi karangnya masih baik (tutupan karang 50-74,9 %). Potensi sumberdaya ikan karang
(reef fish) yang berhasil diamati menunjukkan kepadatan ikan berkisar 0,5-3,2 ekor/m2 atau
rata-rata 1,14 ekor/m2; kelimpahan ikan berkisar 3,52-243,38 ton; potensi antara 1,76-121,69
ton/th; dan potensi lestari (MSY) antara 0,70-48,67 ton/th.
Kata kunci: Karimunjawa, terumbu karang, potensai ikan karang

Abstract
The resources existence of the small island in Karimunjawa National Park is very
strategic as one of economic sources to increase the prosperity of local society. In order to use a
sustainable resources, identification of coral reefs condition and fish potency is needed that in
the future use can be used for better management planning. The aim of the research was to
investigate the condition of coral reefs and potention of reef fish resources of Karimunjawa
National Park area. This research was done from July 2005 until August 2006 in Karimunjawa
National Park, Jepara. The result showed that between 21-33 genus were found with the higher
genus were found at Tengah, Kecil, Krakal Kecil, and Kumbang; and the lower genus was
found at Kemujan Island and Menyawakan Island. Value with index of the species diversity
(H’) between 1,611-2,590. Most of the coral reef condition in the Karimunjawa National Park
was damaged and categorized as medium (percent cover 25-49,9 %), and half part of the
condition was still good (percent cover 50-74,9 %). The potency of reef fish resources that to be
found : density of reef fish 0,5-3,2 ekor/m2 or mean 1,14 ekor/m2; abundance of the reef fish
was 3,52-243,38 ton; the fish potention was 1,76-121,69 ton/year; and sustainable potention
(MSY) was between 0,70-48,67 ton/year.
Key words: Karimunjawa, coral reefs, potency of reef fish

*) Corresponding author http ://ejournal.undip.ac.id/index.php/buloma Diterima/Received : 20-02-2013


laboska_undip@yahoo.com Disetujui/Accepted :30-03-2013
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60

Pendahuluan di pulau-pulau kecil dan terganggunya


Ekosistem terumbu karang stabilitas ekosistem terumbu yang pada
merupakan ekosistem yang subur dan akhirnya akan berdampak terhadap
paling produktif di lautan, hal ini berkurangnya populasi dan potensi ikan.
disebabkan oleh kemampuan terumbu untuk Kepulauan Karimunjawa secara
menahan nutrien dalam sistem dan berperan administratif masuk ke dalam wilayah
sebagai kolam untuk menampung segala kecamatan Karimunjawa, Kabupaten
masukan dari luar. Hal ini menjadikan Jepara, Propinsi Jawa Tengah. Kepulauan
ekosistem terumbu karang memiliki potensi Karimunjawa terletak di sebelah Barat Laut
keragaman spesies penghuninya yang kota Jepara dengan jarak sekitar 45 mil laut
bernilai ekonoms tinggi. Salah satu atau 83 km. Berbagai aktifitas manusia
penyebab tingginya keragaman spesies ini dalam pemanfaatan sumberdaya alam di
adalah karena variasi habitat yang terdapat kepulauan Karimunjawa yang telah ada
di terumbu, dan ikan merupakan organisme yaitu kegiatan konservasi, kegiatan
yang jumlahnya paling banyak yang dapat penangkapan ikan, budidaya ikan kerapu,
ditemui (Dahuri, et.al., 2001). Terumbu budidaya rumput laut, wisata laut,
karang menjad habitat bagi berbagai spesies transportasi laut, dan pemanfaatan lahan
ikan seperti kerapu, kakap merah, dan ikan (pulau) untuk pembangunan penginapan
Napoleon, ikan hias laut (ornamental fish), resort, cottage, hotel. Adanya berbagai
udang karang/lobster, kima, teripang, pemanfaatan tersebut ternyata berpotensi
kerang mutiara dan alga. Terumbu karang merusak ekosistem terumbu karang, dan
juga mempunyai fungsi ekologis sebagai selanjutnya berpengaruh terhadap
penyedia nutrien, pelindung fisik pantai, menurunnya potensi perikanan karang,
tempat pemijahan dan asuhan bagi berbagai sehingga hasil tangkapan ikan oleh nelayan
jenis biota. Selain itu, terumbu karang juga juga berkurang dari tahun ke tahun. Dengan
mempunyai potensi dalam jasa lingkungan semakin meningkatnya laju pertambahan
(environmental services) karena keindahan penduduk Karimunjawa dan kebutuhan
ekosistem yang dimilikinya terutama dalam pembangunan, maka kebutuhan akan
penyedia industri wisata bahari dan pemanfaatan sumberdaya laut juga linier
transportasi laut. meningkat dari tahun ke tahun, sehingga
Kerusakan terumbu karang di penelitian tentang identifikasi kondisi
Indonesia lebih banyak disebabkan oleh terumbu karang dalam kaitannya dengan
berbagai manusia dalam pemanfaatan keberadaan potensi ikan karang sangat
sumberdaya lautnya. Penangkapan ikan diperlukan agar dalam perencanaan
karang dengan cara pengeboman dan pengelolaan jangka panjang ke depan akan
penggunaaan racun sianida, penambangan lebih baik. Penelitian ini bertujuan untuk
karang batu, kegiatan selam bawah air, mengetahui kondisi terumbu karang,
penambatan perahu dengan alat jangkar, potensi sumberdaya ikan karang, kepadatan
pencemaran air oleh limpasan minyak dari ikan karang, dan jenis-jenis ikan yang
kapal dan perahu, serta konversi hutan terdapat di kawasan Taman Nasional
mangrove menjadi lahan pertambakan Karimunjawa, Kabupaten Jepara.
merupakan bentuk-bentuk kegiatan yang
selama ini berdampak terhadap rusaknya Materi dan Metode
terumbu karang. Perusakan ini menjadi Penelitian ini dilaksanakan pada
kekhawatiran terhadap punahnya biota laut Bulan Juli - Agustus 2005 di kawasan
Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten
55

Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60

Jepara. Secara geografis wilayah kepulauan tingkat kerusakan terumbu karang. Analisis
Karimunjawa terletak pada titik koordinat kerusakan terumbu karang mengacu pada
5o40’ – 5o57 LS dan 110o4’ – 110o40 BT kriteria baku kerusakan terumbu karang
(Gambar 1). Penentuan lokasi titik menurut Kep.Men.LH.No.4 Tahun 2001.
sampling mendasarkan pada Citra Lansat Sedangkan analisis potensi sumberdaya
TM-7 Tahun 2003 dan cross check ke ikan karang meliputi: densitas, kelimpahan,
lapangan melalui sampling/pengamatan dan potensi dan MSY.
pengukuran langsung di lapangan. Untuk
kelengkapan data agar dapat mewakili titik-
titik sampling pada suatu pulau, dilakukan
pengambilan data sekunder dari hasil
penelitian yang telah ada. Metode Manta
Tow sebelum penetapan titik sampling juga
dilakukan agar lebih menjamin keakuratan
data yang dihasilkan. Penentuan titik
sampling dipandu dengan penggunaan alat
GPS (global potitioning system), sedangkan
analisis citra dipandu dengan penggunaan Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian Di Kawasan
toolls SIG (sistem informasi geografis). Taman
Pengambilan data karang mengacu pada
metoda LIT (line intercept transeck ), Hasil dan Pembahasan
menurut English et al. (1994). Sedangkan Kondisi Biogeofisik
penghitungan ikan karang (ikan hias dan a. Luas wilayah
ikan pangan ekonomis) menggunakan Kepulauan Karimun Jawa memiliki
metode English, et al. (1994), dilanjutkan luas 107.225 ha, yang terdiri dari lautan
dengan penghitungan kepadatan ikan seluas 100.105 ha, dan daratan seluas 7.120
dengan menggunakan metoda Misra (1978) ha yang tersebar di 27 pulau. Dari 27 pulau
dan analisis estimasi potensi lestari tersebut, 5 diantaranya telah berpenghuni
sumberdaya ikan karang mengacu pada yaitu P. Karimunjawa, P. Kemujan, P.
model Gulland (1975). Sampling karang Parang, P. Nyamuk dan P.Genting. Pulau-
dilakukan dengan menarik garis transek pulau yang termasuk ke dalam kawasan
sepanjang 100 meter sejajar garis pantai Taman Nasional Karimunjawa terdiri dari
pada kedalaman 10 meter sesuai dengan 22 pulau, sedangkan 5 pulau lainnya tidak
kontur kedalaman. Sedangkan pengamatan termasuk ke dalam kawasan tersebut, yaitu
ikan karang dilakukan dengan menarik tali P. Genting, P. Sambangan, P. Seruni, P.
transek sepanjang 2 x 50 m, dengan lebar Cendikian, dan P. Gundul.
kiri dan kanan 2,5 m. Pulau-pulau yang berada di
Metode penelitian yang digunakan Karimunjawa berdasarkan ukuran luas
adalah deskriptif, yaitu suatu penelitian dapat dibagi ke dalam 4 ukuran, yakni
untuk memperoleh gambaran mengenai ukuran besar terdiri dari pulau
situasi atau kejadian yang diteliti dan dikaji Karimunjawa seluas 4.302,5 ha; P.Kemujan
pada waktu yang terbatas dan tempatnya 1.501,5 ha. Pulau yang berukuran sedang
tertentu (Hadi, 1984). Analisis kondisi meliputi P. Parang seluas 690 ha; P.
terumbu karang meliputi: luasan terumbu Nyamuk 125 ha; dan P. Genting 135 ha.
karang, persentase tutupan karang, Pulau yang termasuk pulau kecil
keanekaragaman jenis (H’) karang, dan diantaranya P. Menjangan Besar seluas 56
56

Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60

ha; P. Menjangan Kecil 46 ha; P. Geleang terendah ditemukan di P. Kemujan, dan P.


24 ha; P. Cemara Besar 3,5 ha. Pulau yang Menyawakan (Tabel 1).
termasuk sangat kecil adalah P. Kecil 2,0 Kondisi terumbu karang di perairan
ha; P. Cemara Kecil 1,5 ha; P. Mrico 1 ha; Karimunjawa sebagian besar telah rusak
P. Burung 1,0 ha; dan P. Batu 0,5 ha. dengan kategori sedang karena nilai
persentase cover berada pada kisaran 25–
b. Kondisi terumbu karang 49,9 % (Men.LH No.4/2001), dan hanya
Sebaran jumlah spesies karang beberapa pulau yang kondisinya masih
yang ditemukan di perairan laut dikatakan baik (persentase cover 50–74,9
Karimunjawa berkisar antara 20–33 genus %). Nilai indeks keanekaragaman (H’)
(Lampiran 1). Jumlah genus yang tertinggi karang di perairan Karimunjawa berkisar
ditemukan di P. Tengah, P. Kecil, P. Krakal dari rendah hingga sedang, antara 1,611-
Kecil dan P. Kumbang, sedangkan yang 2,590 (Tabel 1).

Tabel 1. Kelimpahan rata-rata genus karang hidup di Taman Nasional Karimunjawa


Jml Genus % Cover H'
Pulau Desa
No Karang Karang Karang
1 P Karimunjawa Karimunjawa 25 46.286 1.741
2 P Menjangan Besar Karimunjawa 26 42.000 2.208
3 P Menjangan Kecil Karimunjawa 24 37.273 1.687
4 P Burung Karimunjawa 25 26.180 1.773
5 P Geleang Karimunjawa 25 43.800 1.834
6 P Cemara Kecil Karimunjawa 23 53.135 1.883
7 P Cemara Besar Karimunjawa 28 48.643 1.657
8 P Menyawakan Karimunjawa 21 36.055 1.893
9 P Kemujan Kemujan 21 30.646 1.611
10 P Bengkoang Kemujan 24 50.302 1.670
11 P Sintok Kemujan 22 46.180 2.255
12 P Tengah Kemujan 33 46.827 1.807
13 P Kecil Kemujan 32 39.983 1.773
14 P Parang Parang 27 44.069 1.749
15 P Kembar Parang 24 37.163 1.797
16 P Nyamuk Parang 28 42.213 2.030
17 P Katang Parang 26 41.670 2.590
18 P Krakal Besar Parang 27 50.283 1.733
19 P Krakal Kecil Parang 32 48.620 2.330
20 P Kumbang Parang 33 44.273 2.078

57
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60

c. Potensi Sumberdaya Ikan Karang tinggi seperti berbagai jenis ikan kerapu.
Sumberdaya ikan karang (reef Potensi sumberdaya ikan karang yang
fish) yang diamati dikelompokkan ke diamati meliputi densitas, kelimpahan,
dalam ikan hias (ornamental fish) dan ikan potensi, dan pemanfaatan/potensi lestari
pangan ekonomis penting yang hidupnya (MSY). Secara rinci hasil pengamatan dan
di dalam ekosistem terumbu karang, dan perhitungan potensi ikan karang disajikan
diantaranya merupakan kelompok ikan pada Tabel 2.
karang yang memiliki nilai ekonomis
Tabel 2. Potensi sumberdaya ikan-ikan karang di Kepulauan Karimunjawa
Densitas Kelimpahan Kelimpahan Potensi MSY
No. Nama Lolasi 2
(ekor/m ) (ekor) (ton) (ton/th) (ton/th)
1. P. Karimunjawa 0,76 2433835,01 243,3835 121,692 48,6767
2. P. Kemujan 0,61 2177788,54 217,7789 108,89 43,5558
3. P. Menjangan B 2,24 1474236,74 147,4237 73,7119 29,4847
4. P. Menjangan K 0,5 239301,27 23,9301 11,9651 4,786
5. P. Nyamuk 0,52 1038791,72 103,8792 51,9396 20,7758
6. P. Parang 0,81 1284005,77 128,4006 64,2003 25,6801
7. P. Kumbang 0,6 268180,64 26,8181 13,409 5,3636
8. P. Kembar 0,64 800242,29 80,0242 40,0121 16,0048
9. P. Menyawakan 1,13 107159,65 10,716 5,358 2,1432
10. P. Bengkoang 1,52 662579,61 66,258 33,129 13,2516
11. P. Cemara Kecil 1,37 289237,52 28,9238 14,4619 5,7848
12. P. Cemara Besar 0,63 292427,39 29,2427 14,6214 5,8485
13. P. Geleang 2,36 664425,84 66,4426 33,2213 13,2885
14. P. Burung 0,73 47800,42 4,78 2,39 0,956
15. P. Krakal Besar 0,9 94938,89 9,4939 4,747 3,7976
16. P. Krakal Kecil 0,82 105629,41 10,5629 5,2815 2,1126
17. P. Sintok 3,12 514028,46 51,4028 25,7014 10,2806
18. P. Tengah 0,25 38201,94 3,8202 1,9101 0,764
19. Gosong Tengah 3,13 493954,82 49,3955 24,6978 9,8791
20. P. Kecil 0,21 35221,63 3,5222 1,7611 0,7044
TOTAL 22,85 13.061.987,6 1.306,1989 653,1 263,138
RATA-RATA 1,1425 653.099,378 65,3099 32,655 13,1569
Sumber : Hasil Perhitungan Penelitian Lapang
Keterangan : Berat Rata-rata ikan sebesar 100 gram
berkisar antara 0,5–3,2 ekor/m2 atau rata-
d. Kepadatan Ikan Karang rata sebesar 1,14 ekor/m2. Kepadatan
terendah ditemukan di P. Menjangan Kecil
Kepadatan ikan-ikan karang yang
dan tertinggi di P. Sintok. Umumnya
didapatkan di perairan Karimunjawa
kepadatan ikan karang relatif rendah, dan
58
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60

hanya di beberapa pulau kepadatannya utamanya adalah perairan pantai berkarang


cukup tinggi yaitu P. Menjangan Besar, P. dan banyak yang
Geleang, P. Sintok, dan Gosong Tengah. hidupnya soliter.
Potensi ikan yang relatif tinggi terdapat di
pulau-pulau yang memiliki ukuran luas Kesimpulan
dan berpenduduk yaitu : P. Karimunjawa
Berdasarkan hasil penelitian dan
sebesar 121,692 ton/th (MSY = 48,6767),
pembahasan tersebut, maka dapat diambil
P. Kemujan 108,89 ton/th (MSY =
kesimpulan sebagai berikut : 1. Kondisi
43,5558), P. Menjangan Besar 73,7119
terumbu karang di perairan Karimunjawa
ton/th (MSY = 29,4747), P. Parang
sebagian besar telah rusak kategori
64,2003 ton/th (MSY = 25,6801), dan P.
sedang, 2. Potensi ikan di suatu pulau yang
Nyamuk 51,9396 ton/th (MSY = 20,7758).
dapat dimanfaatkan secara optimum
Jumlah total potensi sumberdaya ikan
berkelanjutan terbesar adalah 48,67 ton/th,
karang yang terdapat di kepulauan
terletak di P. Karimunjawa; dan terendah
Karimunjawa sebesar 653,1 ton/th. Agar
0,70 ton/th, terletak di P. Kecil, 3.
keberadaan ikan-ikan karang tidak habis
Kepadatan ikan karang umumnya relatif
dan dapat dimanfaatkan terus menerus,
rendah, 4. Jenis-jenis ikan yang berhasil
maka seyogyanya pemanfaatan maksimal
ditemukan di perairan Karimunjawa
yang boleh dilakukan atau ditangkap
berkisar antara 21-140 jenis. Dari jenis-
haruslah mengikuti hasil perhitungan
jenis ikan karang yang ditemukan tersebut,
MSY (Tabel 2).
terbanyak didominasi oleh famili
e. Jenis-jenis Ikan karang
Pomacentridae, kemudian disusul
Sedangkan jenis-jenis ikan yang
Labridae dan Chaetodontidae.
berhasil ditemukan di perairan
Karimunjawa berkisar antara 21-140 jenis.
Ucapan Terima Kasih :
Jenis ikan yang relatif banyak ditemukan
Pada kesempatan ini,
di pulau-pulau yang berukuran besar
perkenankanlah penulis mengucapkan
seperti P. Kemujan, P. Karimunjawa,
terma kasih kepada: 1. Ditjen. Dikti yang
kecuali P. Burung (105 jenis). Sebaliknya,
telah memberikan dana melalui Hibah
jenis ikan yang sedikit ditemukan
Penugasan Penelitian Desentralisasi
umumnya berada di pulau-pulau yang
(Tahun 2007), sehingga penelitian ini
berukurean kecil seperti P. Tengah, P.
59 dapat terlaksana, 2. Kepala Balai Taman
Sintok, P. Katang (Lampiran 3). Dari
Nasional Karimunjawa yang telah
jenis-jenis ikan karang yang ditemukan
memberikan ijin kepada penulis/peneliti
tersebut, terbanyak didominasi oleh famili
untuk melakukan penelitian di kawasan
Pomacentridae, kemudian disusul
Taman Nasional Karimunjawa, 3. Adik-
Labridae dan Chaetodontidae. Menurut
adik mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan
Balai Riset Perikanan Laut (2003) dalam
yang telah membantu di dalam
Yusuf (2007) bahwa ikan-ikan dari famili
pengambilan sampel dan pengamatan di
Pomacentridae sebagian besar hidupnya di
lapangan, antara lain: adik Hendro
batu-batuan dan karang yang banyak
Kesumedio, Nur Ismu Hidayat, Achmad
tersebar seperti di perairan Aceh,
Sahri, Jensi, Fajar, 4. Ibu Diah Permata
Lampung, Kepulauan Seribu, perairan
selaku reviewer yang telah mereview
Jepara. Sedangkan famili Labridae
tulisan ini dengan penuh ketelitian.
sebagian besar hidupnya di pantai
berkarang dan tengah-tengah rumput laut,
dan dari famili Chaetodontidae habitat
59
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Buletin Oseanografi Marina April 2013. vol. 2 54 - 60

Daftar Pustaka Gulland, J. A. 1975. Manual of Method for


Balitbang, 2004. Identifikasi Potensi Fisheries Resources Survey and
Ekosistem Biota Laut Appraisal. Part 5:Reef Symp.
Kepulauan Karimunjawa. Manila. Vol. 1:275-282.
Badan Penelitian dan
Hadi, S. 1984. Metodologi Research. Jilid
Pengembangan Propinsi Jawa
II, Cetakan XIV. Yayasan
Tengah.
Penerbit Fakultas Psikologi,
English S., C. Wilkinson and V. Baker. Universitas Gadjah Mada,
1994. Survey Manual for Yogyakarta.
Tropical Marine Resources.
Keputusan Menteri Kependudukan dan
Australian Institute of Marine
Lingkungan Hidup Nomor:
Sciences, Townsville.
02/MEN.KLH/I/ 1988. Pedoman
Dahuri, R., J. Rais, S.P. Ginting dan M.J. Penetapan Baku Mutu
Sitepu. 2001. Pengelolaan Lingkungan. Kantor Menteri
Sumberdaya Wilayah Pesisir Negara KLH Tahun 1988.
dan Lautan Secara Terpadu.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Edisi ke Dua. PT. Pradnya
Hidup Nomor 04 Tahun 2001
Paramita Jakarta.
Tentang Baku Kerusakan
Terumbu Karang.

60
Kondisi Terumbu Karang Dan Potensi Ikan Di Perairan Taman Nasional Karimunjawa, Kabupaten Jepara (Muh. Yusuf)
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

EKOSISTEM PADANG LAMUN


(Manfaat, Fungsi dan Rehabilitasi)

Umar Tangke
Staf Pengajar Faperta UMMU-Ternate, e-mail: khakafart@yahoo.com

ABSTRAK

Ekosistem pesisir umumnya terdiri atas 3 komponen penyusun yaitu


lamun, terumbu karang serta mangrove. Bersama-sama ketiga ekosistem
tersebut membuat wilayah pesisir menjadi daerah yang relatif sangat
subur dan produktif. Komunitas Lamun sangat berperan penting pada
fungsi-fungsi biologis dan fisik dari lingkungan pesisir. Pola zonasi
padang lamun adalah gambaran yang berupa rangkaian/model
lingkungan dengan dasar kondisi ekologis yang sama pada padang
lamun. Aktivitas manusia di sekitar pesisir dapat berupa pertanian,
peternakan dan pelabuhan tradisional serta pemukiman penduduk. Oleh
karena aktivitas manusia yang tidak memperhatikan lingkungan pesisir
akan mengakibatkan perubahan komunitas lamun sebagai
penunjang ekosistem pesisir. Banyak kegiatan pembangunan di
wilayah pesisir telah mengorbankan ekosistem padang lamun, seperti
kegiatan reklamasi untuk pembangunan kawasan industri atau
pelabuhan ternyata menurut data yang diperoleh telah terjadi
pengurangan terhadap luasan kawasan padang lamun, Sehingga
pertumbuhan, produksi ataupun biomasanya akan mengalami penyusutan.
Di sisi lain masih kurang upaya yang kita berikan untuk menyelamatkan
ekosistem ini. Meskipun data mengenai kerusakan ekosistem padang
lamun tidak tersedia tetapi faktanya sudah banyak mengalami degradasi
akibat aktivitas di darat. Sebagai sumber daya pesisir, ekosistem padang
lamun memiliki multi fungsi untuk menunjang sistem kehidupan dan
berperan penting dalam dinamika pesisir dan laut, terutama perikanan
pantai sehingga pemeliharaan dan rehabilitasi ekosistem lamun
merupakan salah satu alasan untuk tetap mempertahankan
keberadaan ekosistem tersebut.

Kata Kunci: Lamun, Seagrass, Rehabilitasi

I. PENDAHULUAN dengan tumbuhan berpembuluh yang


1.1. Latar Belakang tumbuh di darat (Tomlinson, 1974).
Lamun (seagrass) adalah Lamun senantiasa membentuk hamparan
tumbuhan berbunga (Angiospermae) permadani di laut yang dapat terdiri
yang dapat tumbuh dengan baik pada dari satu species (monospesific;
lingkungan laut dangkal (Wood et al. banyak terdapat di daerah temperate)
1969). Semua lamun adalah tumbuhan atau lebih dari satu species
berbiji satu (monokotil) yang (multispecific; banyak terdapat di daerah
mempunyai akar, rimpang (rhizoma), tropis) yang selanjutnya disebut padang
daun, bunga dan buah seperti halnya lamun. Menurut Sheppard et al (1996),

9
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

Ekosistem padang lamun merupakan diperoleh, produktifitasnya bisa sampai


ekosistem pesisir yang ditumbuhi oleh 1.300 sampai dengan 3000 gr berat
lamun sebagai vegetasi yang dominan kering /m2/ tahun (Zieman 1975). Selain
serta mampu hidup secara permanen di produktifitasnya yang tinggi, lamun juga
bawah permukaan air laut. mempunyai kecepatan pertumbuhan yang
Ekosistem padang lamun tinggi (Wood, et al., 1969).
merupakan suatu ekosistem yang Suatu yang sangat ironis jika kita
kompleks dan mempunyai fungsi dan perhatikan fungsi lamun yang begitu
manfaat yang sangat panting bagi penting tetapi di sisi lain perhatian kita
perairan wilayah pesisir. Secara terhadap ekosistem ini sangat kurang .
taksonomi lamun (seagrass) termasuk Kita melihat dua hal mendasar, 1)
dalam kelompok Angiospermae yang sebaran dan luasan ekosistem padang
hidupnya terbatas di lingkungan laut lamun di Indonesia; serta 2) tingkat
yang umumnya hidup di perairan kerusakan ekosistem padang lamun di
dangkal wilayah pesisir. Distribusi Indonesia. Jawaban yang kita dapatkan
lamun sangatlah luas, dari daerah adalah sebaran secara kualitatif, tapi luasan
perairan dangkal Selandia baru sampai tidak pernah kita dapatkan. Adapun
ke Afrika. Dari 12 genera yang telah jawaban yang kedua jangan harap akan ada
dikenal, 7 genera diantaranya berada dan penjelasan untuk skop nasional.
tersebar di wilayah tropis (Den Hartog, Pertumbuhan dan kepadatan lamun
1970). Diversitas tertinggi ialah di daerah sangat dipengaruhi oleh pola pasang
Indo Pasifik Barat. Komunitas lamun di surut, turbiditas, salinitas dan temperatur
wilayah ini mempunyai diversitas yang perairan. Kegiatan manusia di wilayah
lebih kompleks dibanding yang berada di pesisir seperti perikanan, pembangunan
daerah sedang (Poiner & Robert., 1986). perumahan, pelabuhan dan rekreasi, baik
Ekosistem pesisir umumnya terdiri langsung maupun tidak langsung juga
atas 3 komponen penyusun yaitu lamun, dapat mempengaruhi eksistensi lamun.
terumbu karang serta mangrove. Fauna yang berasosiasi dengan lamun
Bersama-sama ketiga ekosistem tersebut biasanya sensitif oleh adanya siltasi dan
membuat wilayah pesisir menjadi daerah rendahnya kadar oksigen terlarut akibat
yang relatif sangat subur dan produktif. tingginya BOD di daerah lamun. Oleh
Komunitas Lamun sangat berperan karena itu segala bentuk perubahan di
penting pada fungsi-fungsi biologis dan wilayah pesisir akibat aktivitas manusia
fisik dari lingkungan pesisir. Pola yang tidak terkontrol dapat
zonasi padang lamun adalah gambaran menimbulkan gangguan fungsi sistem
yang berupa rangkaian/model lingkungan ekologi padang lamun. Fenomena ini
dengan dasar kondisi ekologis yang akan berpengaruh terhadap hilangnya unsur
sama pada padang lamun. Aktivitas lingkungan seperti daerah pemijahan,
manusia di sekitar pesisir dapat berupa nursery ground bagi ikan maupun udang.
pertanian, peternakan dan pelabuhan Banyak kegiatan pembangunan
tradisional serta pemukiman penduduk. di wilayah pesisir telah mengorbankan
Aktivitas manusia yang tidak ekosistem padang lamun, seperti
memperhatikan lingkungan pesisir akan kegiatan reklamasi untuk pembangunan
mengakibatkan perubahan komunitas kawasan industri atau pelabuhan ternyata
lamun sebagai penunjang ekosistem menurut data yang diperoleh telah
pesisir. terjadi pengurangan terhadap luasan
McRoy & Hefferich (1977) kawasan padang lamun, Sehingga
menyatakan bahwa, padang lamun di pertumbuhan, produksi ataupun
daerah tropis merupakan ekosistem alam biomasanya akan mengalami penyusutan.
yang paling produktif. Data yang pernah Di sisi lain masih kurang upaya yang kita

10
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

berikan untuk menyelamatkan ekosistem kutikel yang tipis, perkembangan


ini. Meskipun data mengenai kerusakan shrizogenous pada sistem lakunar dan
ekosistem padang lamun tidak tersedia keberadaan diafragma pada sistem
tetapi faktanya sudah banyak mengalami lakunar.
degradasi akibat aktivitas di darat. Salah satu hal yang paling penting dalam
Dampak nyata dari degradasi adaptasi reproduksi lamun adalah
padang lamun mengarah pada hidrophilus yakni kemampuannya untuk
menurnnya keragaman biota laut sebagai melakukan polinasi di bawah air.
akibat hilang atau menurunnya fungsi Secara rinci klasifikasi lamun
ekologi dari ekosistem ini. Upaya menurut den Hartog (1970) dan Menez,
rehabilitasi menjadi isu yang penting Phillips,
untuk dipikirkan bersama, seperti kegiatan dan Calumpong (1983) adalah sebagai
transplantasi lamun pada suatu habitat berikut :
yang telah rusak dan penanaman Divisi : Anthophyta
lamun buatan untuk menjaga kestabilan Kelas : Angiospermae
dan mempertahankan produktivitas Famili : Potamogetonacea
perairan. Subfamili : Zosteroideae
Genus : Zostera
II. BIO-EKOLOGI LAMUN Phyllospadix
2.1. Klasifikasi Heterozostera
Lamun menghasilkan buah dan Subfamili : Posidonioideae
menyebarkan bibit seperti banyak Genus : Posidonia
tumbuhan darat. Khusus untuk genera di Subfamili : Cymodoceoideae
daerah tropis memiliki morfologi yang Genus : Halodule
berbeda sehingga pembedaan spesies Cymodoceae
dapat dilakukan dengan dasar gambaran Syringodium
morfologi dan anatomi. Lamun Amphibolis
merupakan tumbuhan laut yang secara Thalassodendron
utuh memiliki perkembangan sistem Famili : Hydrocharitaceae
perakaran dan rhizoma yang baik. Pada Subfamili : Hydrocharitaceae
sistem klasifikasi, lamun berada pada Sub
kelas Monocotyledoneae, kelas 2.2. Habitat
Angiospermae. Dari 4 famili lamun yang Lamun hidup dan terdapat pada
diketahui, 2 berada di perairan daerah mid-intertidal sampai kedalaman
Indonesia yaitu Hydrocharitaceae dan 0,5-10 m, dan sangat melimpah di daerah
Cymodoceae. Famili Hydrocharitaceae sublitoral. Jumlah spesies lebih banyak
dominan merupakan lamun yang tumbuh di terdapat di daerah tropik dari pada di
air tawar sedangkan 3 famili lain daerah ugahari (Barber, 1985). Habitat
merupakan lamun yang tumbuh di laut. lamun dapat dilihat sebagai suatu
Lamun merupakan tumbuhan yang komunitas, dalam hal ini suatu padang
beradaptasi penuh untuk dapat hidup lamun merupakan kerangka struktur
pada lingkungan laut. Eksistensi lamun di dengan tumbuhan dan hewan yang saling
laut merupakan hasil dari beberapa berhubungan. Habitat lamun dapat juga
adaptasi yang dilakukan termasuk toleransi dilihat sabagai suatu ekosistem, dalam
terhadap kadar garam yang tinggi, hal ini hubungan hewan dan tumbuhan
kemampuan untuk menancapkan akar di tadi dilihat sebagai suatu proses yang
substrat sebagai jangkar, dan juga untuk dikendalikan oleh pengaruh-pengaruh
tumbuh dan melakukan reproduksi pada interaktif dari faktor-faktor biologis, fisika,
saat terbenam. Lamun juga tidak kimiawi. Ekosistem padang lamun pada
memiliki stomata, mempertahankan daerah tropik dapat menempati berbagai

11
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

habitat, dalam hal ini status nutrien yang berbentuk sangat panjang seperti ikat
diperlukan sangat berpengaruh. Lamun pinggang (belt), kecuali jenis Halophila
dapat hidup mulai dari rendah nutrien dan memiliki bentuk lonjong.
melimpah pada habitat yang tinggi nutrien. Berbagai bentuk pertumbuhan
Lamun pada umumnya dianggap tersebut mempunyai kaitan dengan
sebagai kelompok tumbuhan yang perbedaan ekologi lamun (den Hartog,
homogen. Lamun terlihat mempunyai 1977). Misalnya Parvozosterid dan
kaitan dengan habitat dimana banyak Halophilid dapat dijumpai pada hampir
lamun (Thalassia) adalah substrat dasar semua habitat, mulai dari pasir yang kasar
dengan pasir kasar. Menurut Haruna sampai lumpur yang lunak, dari daerah
(Sangaji, 1994) juga mendapatkan Enhalus dangkal sampai dalam, dari laut terbuka
acoroides dominan hidup pada substrat sampai estuari. Magnosterid juga
dasar berpasir dan pasir sedikit berlumpur dijumpai pada berbagai substrat, tetapi
dan kadang-kadang terdapat pada dasar terbatas pada daerah sublitoral sampai
yang terdiri atas campuran pecahan karang batas rata-rata daerah surut. Secara
yang telah mati. umum lamun memiliki bentuk luar yang
sama, dan yang membedakan antar spesies
2.3. Karakteristik Vegetatif adalah keanekaragaman bentuk organ
Bentuk vegetatif lamun dapat vegetatif. Berbeda dengan rumput laut
memperlihatkan karakter tingkat (marine alga/seaweeds), lamun memiliki
keseragaman yang tinggi dimana Hampir akar sejati, daun, pembuluh internal
semua genera memiliki rhizoma yang yang merupakan sistem yang
berkembang dengan baik serta bentuk menyalurkan nutrien, air, dan gas.
daun yang memanjang (linear) atau

Gambar 1. Morfologi Lamun

2.3.1. Akar rambut, diameter kecil, sedangkan


Terdapat perbedaan morfologi dan spesies Thalassodendron memiliki akar
anatomi akar yang jelas antara jenis lamun yang kuat dan berkayu dengan sel
yang dapat digunakan untuk taksonomi. epidermal. Jika dibandingkan dengan
Akar pada beberapa spesies seperti tumbuhan darat, akar dan akar rambut
Halophila dan Halodule memiliki lamun tidak berkembang dengan baik.
karakteristik tipis (fragile), seperti Namun, beberapa penelitian

12
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

memperlihatkan bahwa akar dan rhizoma akar mengalami penurunan tergantung


lamun memiliki fungsi yang sama dengan kebutuhan metabolisme sel epidermal
tumbuhan darat. akar dan mikroflora yang berasosiasi.
Akar-akar halus yang tumbuh di Melalui sistem akar dan rhizoma, lamun
bawah permukaan rhizoma, dan dapat memodifikasi sedimen di
memiliki adaptasi khusus (contoh : sekitarnya melalui transpor oksigen dan
aerenchyma, sel epidermal) terhadap kandungan kimia lain. Kondisi ini juga
lingkungan perairan. Semua akar memiliki dapat menjelaskan jika lamun dapat
pusat stele yang dikelilingi oleh memodifikasi sistem lakunal
endodermis. Stele mengandung phloem berdasarkan tingkat anoksia di sedimen.
(jaringan transport nutrien) dan xylem Dengan demikian pengeluaran oksigen
(jaringan yang menyalurkan air) yang ke sedimen merupakan fungsi dari
sangat tipis. Karena akar lamun tidak detoksifikasi yang sama dengan yang
berkembang baik untuk menyalurkan air dilakukan oleh tumbuhan darat.
maka dapat dikatakan bahwa lamun tidak Kemampuan ini merupakan adaptasi
berperan penting dalam penyaluran air. untuk kondisi anoksik yang sering
Patriquin (1972) menjelaskan bahwa ditemukan pada substrat yang memiliki
lamun mampu untuk menyerap nutrien sedimen liat atau lumpur. Karena akar
dari dalam substrat (interstitial) melalui lamun merupakan tempat untuk
sistem akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi melakukan metabolisme aktif (respirasi)
nitrogen yang dilakukan oleh bakteri maka konnsentrasi CO2 di jaringan akar
heterotropik di dalam rhizosper Halophila relatif tinggi.
ovalis, Enhalus acoroides, Syringodium 2.3.2. Rhizoma dan Batang
isoetifolium dan Thalassia hemprichii Semua lamun memiliki lebih atau
cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-2.day- kurang rhizoma yang utamanya adalah
1. Koloni bakteri yang ditemukan di lamun herbaceous, walaupun pada
memiliki peran yang penting dalam Thallasodendron ciliatum (percabangan
penyerapan nitrogen dan penyaluran simpodial) yang memiliki rhizoma
nutrien oleh akar. Fiksasi nitrogen berkayu yang memungkinkan spesies ini
merupakan proses yang penting karena hidup pada habitat karang yang bervariasi
nitrogen merupakan unsur dasar yang dimana spesies lain tidak bisa hidup.
penting dalam metabolisme untuk Kemampuannya untuk tumbuh pada
menyusun struktur komponen sel. substrat yang keras menjadikan T. Ciliatum
Diantara banyak fungsi, akar memiliki energi yang kuat dan dapat hidup
lamun merupakan tempat menyimpan berkoloni disepanjang hamparan terumbu
oksigen untuk proses fotosintesis yang karang di pantai selatan Bali, yang
dialirkan dari lapisan epidermal daun merupakan perairan yang terbuka terhadap
melalui difusi sepanjang sistem lakunal laut Indian yang memiliki gelombang yang
(udara) yang berliku-liku. Sebagian kuat.
besar oksigen yang disimpan di akar Struktur rhizoma dan batang
dan rhizoma digunakan untuk lamun memiliki variasi yang sangat
metabolisme dasar sel kortikal dan tinggi tergantung dari susunan saluran di
epidermis seperti yang dilakukan oleh dalam stele. Rhizoma, bersama sama
mikroflora di rhizospher. Beberapa dengan akar, menancapkan tumbuhan ke
lamun diketahui mengeluarkan oksigen dalam substrat. Rhizoma seringkali
melalui akarnya (Halophila ovalis) terbenam di dalam substrat yang dapat
sedangkan spesies lain (Thallassia meluas secara ekstensif dan memiliki
testudinum) terlihat menjadi lebih baik peran yang utama pada reproduksi
pada kondisi anoksik. Larkum et al (1989) secara vegetatif. Dan reproduksi yang
menekankan bahwa transport oksigen ke dilakukan secara vegetatif merupakan

13
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

hal yang lebih penting daripada daun. Pelepah daun menutupi rhizoma
reproduksi dengan pembibitan karena yang baru tumbuh dan melindungi daun
lebih menguntungkan untuk penyebaran muda. Tetapi genus Halophila yang
lamun. Rhizoma merupakan 60-80% memiliki bentuk daun petiolate tidak
biomas lamun. memiliki pelepah.
2.3.3. Daun Anatomi yang khas dari daun lamun adalah
Seperti semua tumbuhan ketiadaan stomata dan keberadaan kutikel
monokotil, daun lamun diproduksi dari yang tipis. Kutikel daun yang tipis
meristem basal yang terletak pada tidak dapat menahan pergerakan ion dan
potongan rhizoma dan percabangannya. difusi karbon sehingga daun dapat
Meskipun memiliki bentuk umum yang menyerap nutrien langsung dari air laut.
hampir sama, spesies lamun memiliki Air laut merupakan sumber bikarbonat
morfologi khusus dan bentuk anatomi yang bagi tumbuh-tumbuhan untuk
memiliki nilai taksonomi yang sangat penggunaan karbon inorganik dalam
tinggi. Beberapa bentuk morfologi sangat proses fotosintesis.
mudah terlihat yaitu bentuk daun,
bentuk puncak daun, keberadaan atau 2.4. Faktor Pembatas
ketiadaan ligula. Contohnya adalah Faktor-faktor pembatas yang menjadi
puncak daun Cymodocea serrulata penghalang bagi pertumbuhan lamun
berbentuk lingkaran dan berserat, adalah diantaranya dapat di lihat pada
sedangkan C. Rotundata datar dan Tabel 1.
halus. Daun lamun terdiri dari dua
bagian yang berbeda yaitu pelepah dan
Tabel 1. Faktor-Faktor Pembatas Bagi Pertumbuhan Lamun

NO FAKTOR PE MB AT AS PENGARUH YANG OIBERIKAN


1 Cahaya (10 - 20%) - Fotosintesis
- Mempengaruhi distribusi berdasarkan kedalaman
2 Kedalaman - Penetrasi cahaya
- Peningkatan tekanan hidrostatis
3 Periode Pasut - Ketersediaan cahaya
- Kekeringan jika lerekspos pada saing hari
4 Arus dan Gelombang - Distribusi spcsics - Proses reproduksi
5 Salinitas - Stress terhadap tekanan osmotik
6 Suhu - Suhu optimum untuk fotosintesis dan pertumbuhan
- Distribusi berbeda untuk lintang
7 Anthropogems - Eutrofikasi
- Sedimentasi
- Boat anchoring
- Dredging
- Polusi perairan
Sumber :

III. FUNGSI DAN PERANAN 3.1.1. Substrat


3.1. Fungsi Lamun Substrat keras umumnya jarang
Menurut Aswandy (2003) dalam ditemukan di perairan laut dalam, sehingga
penelitian mengenai Asosiasi Fauna tidak begitu aneh bila lamun menjadi
Krustasea Dengan Potongan-Potongan pilihan utama untuk dijadikan substrat oleh
Lamun Di Laut Dalam, menyatakan beberapa biota yang berasosiasi
bahwa lamun dapat berfungsi sebagai : termasuk fauna krustasea. Hal ini

14
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

didasarkan atas ditemukannya sejumlah ditemukan jenis jantan dan betina. Pada
bentuk yang berbeda dari cangkang beberapa spesimen teridentifikasi biota
fauna pada material lamun yang disampel. Katianira sp. dengan ukuran sekitar 3
Beberapa organisme krustasea mm pada rhizome Thalassia. Diduga
yang ditemukan, sebagian besar adalah pada spesimen tersebut juga ada
bukan merupakan taxa utama. Pada bagian genus Heteromesus yang termasuk
daun lamun ditemukan potongan-potongan suku Ischnomesidae pada beberapa
kecil dari biota yang menempel pada material rhizome lamun dari
lapisan substrat yang tebal. Lebih Thalassia tersebut. Kemudian satu
kurang 100 organisme dengan panjang jenis baru dari marga Macrostylis
antara 5-15 mm ditemukan pada material yang panjangnya 3 mm juga
lamun. Dari hasil pengamatan, fauna ditemukan dalam rhizome dan jenis dari
krustasea yang teridentifikasi antara lain marga Haploniscus juga ditemukan
adalah: pada sejumlah rhizome.
1. Cirripedia; biota ini ditemukan pada 2. Amphipoda; Berdasarkan
rimpang lamun yang menyerupai pengamatan ada satu jenis baru
sebuah tabung polikhaeta. dari marga Onesimoides dari suku
Teridentifikasi bahwa pada satu teritip Lyasinassidae yang ditemukan pada
dengan panjang 5,2 mm, ditemukan bagian pangkal rhizome dan daun dari
lebih dari 300 jenis yang termasuk lamun Thalassia.
marga Arcoscalpellum. 3.1.3. Makanan
2. Tanaidacea; biota assosiasi ini Telah diketahui bahwa bahan
ditemukan pada daun Thalassia organik merupakan sumber energi untuk
dengan panjang spesimen 2-3 mm. beberapa fauna laut dalam (Wolff,
Biota ini termasuk famili 1962). Di sepanjang perairan Carolina
Paratanaidae. ditemukan adanya hubungan antara
3.1.2. Tempat berlindung konsentrasi detritus organik dari material
Sejumlah spesimen dari Thalassia dengan distribusi dari beberapa
Echinothambema ditemukan pada rizhome biota pemakan suspensi (suspension
lamun, Biota tersebut menggunakan feeders). Lebih lanjut dikatakan bahwa
rhizome lamun hanya sebagai tempat di perairan Puerto Rico dan Cayman di
berlindung. Kondisi ini juga ditemukan temukan fauna Amphipoda dari jenis
pada beberapa jenis biota dari Isopoda. Onesimoides sp. yang menggunakan
Spesimen Isopoda ada yang ditemukan Thalassia sebagai sumber makanan.
pada bagian dalam dan luar dari rhizoma Biasanya fauna ini ditemukan dalam
Thalassia (WOLFF, 1975). Fauna potongan-potongan kayu yang
krustasea yang menggunakan lamun didalamnya terdapat detritus lamun.
sebagai tempat berlindung diantaranya Beberapa hasil penelitian menunjukkan
adalah: bahwa lamun merupakan makanan dari
1. Isopoda; Dari 55 spesimen yang fauna herbivorous di perairan laut dalam
diteiiti dalam rhizome lamun tersebut yang berdekatan dengan daerah padang
ada sekitar 8-9 jenis Isopoda, biota ini lamun yang padat di daerah laut dangkal.
mempunyai kelimpahan lebih tinggi di Hal ini membuktikan bahwa walaupun
dalam rhizome lamun Thalassia. Jenis tidak ada angin topan atau badai, potongan
umum dari Isopoda yang lamun dapat saja terbawa dan terjebak
teridentifikasi adalah dari jenis dilaut dalam. Biasanya daun, seludang
Echinothambema sp. dengan panjang 4- atau rhizome dari lamun dijadikan
5 mm yang ditemukan sekitar 80% makanan bagi fauna herbifora di laut
dalam rhizome dan 20% diluar rhizome. dalam dalam waktu yang relatif
Kadang-kadang pada satu rhizome lama, berdasarkan kondisi lingkungan yang

15
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

biasanya menurun secara perlahan invertebrate kecil contohnya ; beberapa


(Jannasch et al. 1971; Jannasch & Wirsen, jenis udang, kuda laut, bivalve,
1973). gastropoda, dan Echinodermata. Lamun
Wolff (1975) mengemukakan juga mempunyai hubungan ekologis
bahwa ada indikasi biota Isopoda dengan ikan melalui rantai makanan
memakan jenis lamun Thalassia. Hal ini dari produksi biomasanya. Epiphyte ini
berdasarkan material lamun yang dapat tumbuh sangat subur dengan
berwarna coklat kekuning-kuningan yang melekat pada permukaan daun lamun
diindikasikan sebagai jaringan lamun dan sangat di senangi oleh udang-udang
Thalassia. Pada material kecil dan beberapa jenis ikan-ikan kecil.
tersebut ditemukan bagian mulut dari Disamping itu padang lamun juga dapat
Krustasea bersama spikula dari sponge dan melindungi hewan-hewan kecil tadi dari
kista dari alga kuning. Pada material serangan predator. Selain itu, padang
yang lebih lebar, ditemukan lamun diketahui mendukung berbagai
Echinothambema yang merupakan jaringan rantai makanan, baik yang
pemakan deposit (deposit feeder). Biota didasari oleh rantai herbivor maupun
tersebut sangat selektif pada ukuran detrivor (Gambar 1). Perubahan rantai
partikel dan kadang-kadang juga dapat makanan ini bisa terjadi karena adanya
berubah menjadi biota karnivora (Wolff, perubahan yang cepat dari
1962). perkembangan perubahan makanan oleh
predator,dan adanya perubahan
3.2. Fungsi Padang Lamun musiman terhadap melimpahnya makanan
Padang lamun memiliki berbagai untuk fauna.
fungsi ekologi yang vital dalam Walaupun begitu, sejauh ini belum
ekosistem pesisir dan sangat menunjang banyak diketahui bagaimana rantai
dan mempertahankan biodiversitas energi dan nutrien tersebut selanjutnya
pesisir dan lebih penting sebagai berperan dalam ekosistem pesisir yang
pendukung produktivitas perikanan lebih luas (Gambar 2). Selain duyung,
pantai. Beberapa fungsi padang lamun, manate dan penyu, tidak banyak
yaitu: 1) sebagai stabilisator perairan jenis ikan dan invertebrata yang
dengan fungsi sistem perakannya sebagai diketahui memakan daun-daun lamun
perangkap dan pengstabil sedimen dasar ini. Sehingga kemungkinan yang paling
sehingga perairan menjadi lebih jernih; besar, lamun ini menyumbang ke dalam
2) lamun menjadi sumber makanan ekosistem pantai melalui detritus, yakni
langsung berbagai biota laut (ikan dan non serpih-serpih bahan organik (daun,
ikan); 3) lamun sebagai produser primer; rimpang dll.) yang membusuk yang
4) komunitas lamun memberikan habitat diangkut arus laut dan menjadi bahan
penting (tempat hidup) dan perlindungan makanan berbagai organisme pemakan
(tempat berlindung) untuk sejumlah spesies detritus (dekomposer) (Nybakken, 1988).
hewan; dan 5) lamun memegang fungsi Dengan kata lain aliran energi di padang
utama dalam daur zat hara dan elemen- lamun itu sendiri terjadi karena adanya
elemen langka di lingkungan laut (Phillips proses makan memakan baik itu secara
dan Menez, 1988; Fortes, 1990). langsung dari daun lamunnya terus di
Dalam sistem rantai makanan makan konsumen I maupun secara tidak
khususnya pada daun-daun lamun langsung sebagai detritus dimakan oleh
yang berasosiasi dengan alga kecil yang konsumen I dan seterusnya. Lamun yang
dikenal dengan periphyton dan epiphytic mati akan kehilangan protein dan materi
dari detritus yang merupakan sumber organik lain yang dimakan oleh fauna
makanan terpenting bagi hewan-hewan pada saat permulaan dekomposisi.
kecil seperti ikan-ikan kecil dan Struktur karbohidrat diambil dari

16
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

mikroflora (bakteri dan jamur). Banyak dicerna akan didekomposisi lagi oleh
dari metozoa yang dapat mencerna protein mikroba decomposer sehingga sumbar
bakteri dan serasah daun lamun diekskresi detritus akan meningkat.
oleh fauna dan bentuk yang belum

Gambar 2. Rantai Makanan Pada Ekosistem Padang Lamun


(Sumber: www.krak.com/ query?stq=0&what=wrel...lamun%2F)

Gambar 3. Aliran Energi Pada Ekosistem Padang Lamun

Aliran materi dari padang mencapai 10% dari total produksi padang
lamun ke sistem lain (terumbu lamun. Dengan kata lainpadang lamun
karang atau mangrove) kecil sekali ini merupakan sistem yang mandiri
(Nienhuis at al .1989). Jumlah materi yang (self suistainable system). Namun
di alirkan ke sistem lain di duga tidak kemandirian padang lamun tidak

17
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

meniadakan kehadiran dari kepentingan ratusan jenis-jenis hewan (Nontji,


interaksi biotik dari ekosistem 1987; Hutomo &
sekitarnya. Sistem dipadang lamun Martosewojo. 1977).
diketahui sebagai suatu habitat untuk

Gambar 4. Tipe interaksi antara ekosistem padang lamun dengan ekosistem mangrove dan
terumbu karang (Ogden dan Gladfelter, 1983 dalam Bengen, 2001)

Posisi padang lamun tropis yang di laut dangkal seperti ekosistem


terletak diantara mangrove dan terumbu mangrove dan ekosistem terumbu
karang (Gambar 3) yang bertindak karang (Thayer et al 1975).
sebagai daerah penyangga yang baik, b. Sebagai Habitat Biota : Lamun
mengurangi energi gelombang dan memberikan tempat perlindungan dan
mengalirkan nutrisi ke ekosistem tempat menempel berbagai hewan dan
terdekatnya. Tetapi interaksi ekosistem tumbuh-tumbuhan (algae). Disamping
tersebut (mangrove, padang lamun itu, padang lamun (seagrass beds) dapat
dan terumbu karang) dalam juga sebagai daerah asuhan, padang
hubungannya dengan degradasi pengembalaan dan makanan dari
penyangga adalah jelas keterkaitannya. berbagai jenis ikan herbivora dan ikan-
Kerusakan dari salah satu ekosistem ikan karang (coral fishes) (Kikuchi &
dapat menyebabkan akibat jelek pada Peres 1977).
ekosistem lainnya dalam hubungannya c. Sebagai Penangkap Sedimen : Daun
dengan perubahan-perubahan lamun yang lebat akan memperlambat
keseimbangan lingkungan dan air yang disebabkan oleh arus dan
konsekwensinya akan merubah struktur ombak, sehingga perairan disekitarnya
komunitas keseluruhannya. menjadi tenang. Disamping itu, rimpang
dan akar lamun dapat menahan dan
3.3. Peranan Padang Lamun mengikat sedimen, sehingga dapat
Dari hasil penelitian para peneliti menguatkan dan menstabilkan dasar
diketahui bahwa peranan lamun di permukaan. Jadi padang lamun yang
lingkungan perairan laut dangkal adalah berfungsi sebagai penangkap sedimen
sebagai berikut: dapat mencegah erosi (Gingsburg &
a. Sebagai Produsen Primer : Lamun Lowenstan 195 8, Thoraug & Austin,
mempunyai tingkat produktivitas 1976).
primer tertinggi bila dibandingkan d. Sebagai Pendaur Zat Hara : Lamun
dengan ekosistem lainnya yang ada memegang peranan penting dalam

18
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

pendauran berbagai zat hara dan substrat dasar dengan pasir kasar. Menurut
elemen-elemen yang langka di Haruna (Sangaji, 1994) juga mendapatkan
lingkungan laut. khususnya zat-zat hara Enhalus acoroides dominan hidup pada
yang dibutuhkan oleh algae epifitik. substrat dasar berpasir dan pasir sedikit
berlumpur dan kadang-kadang terdapat
IV. PEMANFAATAN DAN pada dasar yang terdiri atas campuran
ANCAMAN TERHADAP pecahan karang yang telah mati.
PADANG LAMUN Keberadaan lamun pada kondisi habitat
Philips & Menez (1988) menytakan tersebut, tidak terlepas dan ganguan
bahwa, lamun digunakan sebagai komoditi atau ancaman-ancaman terhadap
yang sudah banyak dimanfaatkan oleh kelansungan hidupnya baik berupa
masyarakat baik secara tradisional ancaman alami maupun ancaman dari
maupun secara modern. Secara tradisional aktivitas manusia.
lamun telah dimanfaatkan untuk : Banyak kegiatan atau proses, baik
1. Kompos dan pupuk alami maupun oleh aktivitas manusia
2. Cerutu dan mainan anak-anak yang mengancam kelangsungan
3. Dianyam menjadi keranjang ekosistem lamun. Ekosistem lamun
4. Tumpukan untuk pematang sudah banyak terancam termasuk di
5. Mengisi kasur Indonesia baik secara alami maupun
6. Ada yang dimakan oleh aktifitas manusia. Besarnya pengaruh
7. Dibuat jaring ikan terhadap integritas sumberdaya, meskipun
Pada zaman modern ini, lamun telah secara garis besar tidak diketahui, namun
dimanfaatkan untuk : dapat dipandang di luar batas
1. Penyaring limbah kesinambungan biologi. Perikanan laut
2. Stabilizator pantai yang meyediakan lebih dari 60 %
3. Bahan untuk pabrik kertas protein hewani yang dibutuhkan dalam
4. Makanan menu makanan masyarakat pantai,
5. Obat-obatan sebagian tergantung pada ekosistem
6. Sumber bahan kimia. lamun untuk produktifitas dan
Lamun kadang-kadang membentuk pemeliharaanya. Selain itu kerusakan
suatu komunitas yang merupakan habitat padang lamun oleh manusia
bagi berbagai jenis hewan laut. akibat pemarkiran perahu yang tidak
Komunitas lamun ini juga dapat terkontrol (Sangaji, 1994).
memperlambat gerakan air. bahkan ada Ancaman-ancaman alami terhadap
jenis lamun yang dapat dikonsumsi bagi ekosistem lamun berupa angin topan,
penduduk sekitar pantai. Keberadaan siklon (terutama di Philipina), gelombang
ekosistem padang lamun masih belum pasang, kegiatan gunung berapi bawah
banyak dikenal baik pada kalangan laut, interaksi populasi dan komunitas
akdemisi maupun masyarakat umum, (pemangsa dan persaingan), pergerakan
jika dibandingkan dengan ekosistem lain sedimen dan kemungkinan hama dan
seperti ekosistem terumnbu karang dan penyakit, vertebrata pemangsa lamun
ekosistem mangrove, meskipun diantara seperti sapi laut. Diantara hewan
ekosistem tersebut di kawasan pesisir invertebrata, bulu babi adalah pemakan
merupakan satu kesatuan sistem lamun yang utama. Meskipun dampak
dalam menjalankan fungsi ekologisnya dari pemakan ini hanya setempat, tetapi
Keberadaaan lamun pada jika terjadi ledakan populasi pemakan
daerah mid-intertidal sampai tersebut akan terjadi kerusakan berat.
kedalaman 0,5-10 m, dan juga terlihat Gerakan pasir juga mempengaruhi
mempunyai kaitan dengan habitat sebaran lamun. Bila air menjadi keruh
dimana banyak lamun (Thalassia) adalah karena sedimen, lamun akan bergeser ke

19
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

tempat yang lebih dalam yang tidak gangguan yang cukup serius akibat
memungkinkan untuk dapat bertahan pembuangan limbah indusri dan
hidup (Sangaji, 1994). pertumbuhan penduduk dan diperkirakan
Limbah pertanian, industri, dan sebanyak 60% lamun telah mengalami
rumah tangga yang dibuang ke laut, kerusakan. Di pesisir pulau Bali dan
pengerukan lumpur, lalu lintas perahu pulau Lombok ganguan bersumber dari
yang padat, dan lain-lain kegiatan penggunaan potassium sianida dan telah
manusia dapat mempunyai pengaruh yang berdampak pada penurunan nilai dan
merusak lamun. Di tempat hilangnya kerapatan sepsiens lamun (Fortes, 1989).
padang lamun, perubahan yang dapat Selanjutnya dijelaskan oleh Fortes
diperkirakan menurut Fortes (1989), yaitu: (1989) bahwa rekolonialisasi ekosistem
1. Reduksi detritus dari daun lamun padang lamun dari kerusakan yang telah
sebagai konsekuensi perubahan dalam terjadi membutuhkan waktu antara 5 -
jaring-jaring makanan di daerah pantai 15 tahun dan biaya yang dibutuhkan
dan komunitas ikan. dalam mengembalikan fungsi ekosistem
2. Perubahan dalam produsen primer padang lamun di daerah tropis berkisar
yang dominan dari yang bersifat 22800 - 684.000 US $/ha. Oleh karena
bentik yang bersifat planktonik. itu aktiviras pembangunan di wilayah
3. Perubahan dalam morfologi pantai pesisir hendaknya dapat memenimalkan
sebagai akibat hilangnya sifat-sifat dampak negatif melalui pengkajian yang
pengikat lamun. mendalam pada tiga aspek yang tekait
4. Hilangnya struktural dan biologi dan yaitu: aspek kelestarian lingkungan, aspek
digantikan oleh pasir yang gundul. ekonomi dan aspek sosial.
Banyak kegiatan atau proses dari Ancaman kerusakan ekosistem
alam maupun aktivitas manusia padang lamun di perairan pesisir berasal
yang mengancam kelangsungan hidup dari aktivitas masyarakat dalam
ekosistem lamun seperti Tabel 2. mengeksploatasi sumberdaya ekosistem
Selain beberapa ancaman padang lamun dengan menggunakan
tersebut, kondisi lingkungan potassium sianida, sabit dan gareng serta
pertumbuhan juga mempengaruhi pembuangan limbah industri pengolahan
kelangsungan hidup suatu jenis lamun, ikan, sampah rumah tangga dan pasar
seperti yang dinyatakan oleh Barber tradisional. Dalam hal ini Fauzi (2000)
(1985) bahwa temperatur yang baik menyatakan bahwa dalam menilai dampak
untuk mengontrol produktifitas lamun dari suatu akifitas masyarakat terhadap
pada air adalah sekitar 20 - 30oC untuk kerusakan lingkungan seperti ekosistem
jenis lamun Thalassia testudinum dan padang lamun dapat digunakan dengan
sekitar 30oC untuk Syringodium metode tehnik evaluasi ekonomi yang
filiforme. Intensitas cahaya untuk laju dikenal dengan istilah Environmental
fotosintesis lamun menunjukkan Impact Assesment (EIA). Metode ini
peningkatan dengan meningkatnya suhu telah dijadikam istrumen universal
dari 29 - 35oC untuk Zostera marina, dalam mengevaluasi dampak lingkungan
30oC untuk Cymidoceae nodosa dan 25 - akibat aktivitas pembangunan, disamping
30oC untuk Posidonia oceanica. itu metode evaluasi ekonomi dapat
Kondisi ekosistem padang lamun di menjembatani kepentingan ekonomi
perarain pesisir Indonesia sekitar 30-40%. masyarakat dan kebutuhan ekologi dari
Di pesisir pulau Jawa kondisi ekosistem sumber daya alam.
padang lamun telah mengalami

20
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

Tabel 2. Dampak Kegiatan Manusia Pada Ekosistem Padang Lamun (Bengen, 2001)

NO FAKTOR PEMBATAS PENGARUH YANG DIBERIKAN


1 Cahaya (10 - 20%) - Fotosintesis
- Mempengaruhi distribusi berdasarkan
kedalaman
2 Kedalaman - Penetrasi cahaya
- Peningkatan tekanan hidrostatis
3 Periode Pasut - Ketersediaan cahaya
- Kekeringan jika lerekspos pada saing hari
4 Arus dan Gelombang - Distribusi spcsics - Proses reproduksi
5 Salinitas - Stress terhadap tekanan osmotik
6 Suhu - Suhu optimum untuk fotosintesis dan
pertumbuhan
- Distribusi berbeda untuk lintang
7 Anthropogems - Eutrofikasi
- Sedimentasi
- Boat anchoring
- Dredging
- Polusi perairan
Sumber : Azkab 1988

V. REHABILITASI LAMUN dan terpadu dengan penekanan pada aspek


Lamun memegang peranan penting social masyarakat, pemberian penyuluhan
pada fungsi-fungsi biologis dan fiisik dari kepada masyarakat serta penanaman
lingkungan pantai pesisir (Thayer et al. spesies lamun Halophila spinulosa.
1975; Thorhaug 1986). Walaupun Selain itu diperkukan upaya preservasi
demikian, meningkatnya aktivitas sumberdaya hayati lamun pada spesies
pembangunan di lingkungan pesisir akan Cymodocea rotundata karena tingginya
berdampak terhadap produktivitas kerapatan spesies dengan cara pengawetan
sumberdaya pesisir. Lamun, sekali spesies lamun Cymodocea rotundata dan
rusak atau terganggu, tidak akan baik membiarkan populasinya tetap seimbang
kembali seperti pada tan am an di darat menurut proses alami di habitatnya dan
(Fonseca, 1987). Karena padang lamun menjaga keutuhannya agar tetap dalam
mungkin akan rusak akibat aktivitas keadaan asli.
pembangunan di daerah pantai, Merujuk pada kenyataan bahwa
metode-metode harus dibuat untuk padang lamun mendapat tekanan
mengurangi dampak pembangunan dan gangguan utama dari aktivitas manusia
penggunaan lamun untukmenstabilkan maka untuk rehabilitasinya dapat
subtrat yang dapat berguna pada navigasi dilaksanakan melalui dua pendekatan:
pelayaran misalnya. Diperlukan tindakan yakni: 1) rehabilitasi lunak (soft
rehabilitasi sumber daya hayati lamun rehabilitation) , dan 2) rehabilitasi keras
pada spesies Halophila spinulosa karena (hard rehabilitation). (www.krak.com/
rendahnya kerapatan spesies dan adanya query?stq=0&what=wrel...lamun%2F).
aktivitas manusia yang merusak
komunitas lamun. Tindakan 5.1. Rehabilitasi Lunak
rehabilitasi berupa pembentukan Rehabilitasi lunak berkenan
kelembagaan yang mengarah pada strategi dengan penanggulangan akar masalah,
pengelolaan komunitas lamun secara tepat dengan asumsi jika akar masalah dapat

21
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

diatasi, maka alam akan mempunyai f) Pengikut sertaan masyarakat.


kesempatan untuk merehabilitasi dirinya Partisipasi masyarakat dalam berbagai
sendiri secara alami. Rehabilitasi lunak kegiatan lingkungan dapat memberi
lebih menekankan pada pengendalian motivasi yang lebih kuat dan
perilaku manusia. lebih menjamin keberlanjutannya.
Rehabilitasi lunak bisa mencakup hal-hal Kegiatan bersih pantai dan
sebagai berikut: pengelolaan sampah misalnya
a) Kebijakan dan strategi pengelolaan. merupakan bagian dari kegiatan ini.
Dalam pengelolaan lingkungan g) Pengembangan Daerah Pelindungan
diperlukan kebijakan dan strategi Padang Lamun (segrass sanctuary)
yang jelas untuk menjadi acuan berbasis masyarakat. Daerah
pelaksanaan oleh para pemangku Perlindungan Padang Lamun
kepentingan (stake holders). (DPPL) merupakan bank sumberdaya
b) Penyadaran masyarakat (Public yang dapat lebih menjamin
awareness). Penyadaran masyarakat ketersediaan sumberdaya ikan dalam
dapat dilaksanakan dengan berbagai jangka panjang. DPPL berbasis
pendekatan seperti: masyrakat lebih menjamin
- Kampanye penyadaran lewat media keamanan dan keberlanjutan DPPL.
elektronik (televisi, radio), ataupun h) Peraturan perundangan.
lewat media cetak (koran, majalah, Pengembangan pengaturan
dll) perundangan perlu dikembangkan
- Penyebaran berbagai materi dan dilaksanakan dengan tidak
kampanye seperti: poster, sticker, meninggalkan kepentingan
flyer, booklet, dan lain-lain masyarakat luas. Keberadaan hukum
- Pengikut-sertaan tokoh adat, serta kebiasaan masyarakat lokal
masyarakat (seperti pejabat perlu dihargai dan dikembangkan.
pemerintah, tokoh agama, tokoh i) Penegakan hukum secara konsisten.
wanita, seniman, dll) dalam Segala peraturan perundangan tidak
penyebarluasan bahan penyadaran. akan ada manfaatnya bila tidak dapat
c) Pendidikan. Pendidikan mengenai ditegakkan secara konsisten.
lingkungan termasuk pentingnya Lembaga-lembaga yang terkait dengan
melestarikan lingkungan padang penegakan hukum perlu diperkuat,
lamun. Pendidikan dapat disampaikan termasuk lembaga-lembaga adat.
lewat jalur pendidikan formal dan non-
formal 5.2. Rehabilitasi Keras
d) Pengembangan riset. Riset diperlukan Rehabiltasi keras menyangkut
untuk mendapatkan informasi yang kegiatan langsung perbaikan
akurat untuk mendasari pengambilan lingkungan di lapangan. Ini dapat
keputusan dalam pengelolaan dilaksanakan misalnya dengan rehabilitasi
lingkungan. lingkungan atau dengan transplantasi
e) Mata pencaharian alternatif. Perlu lamun di lingkungan yang perlu
dikembangkan berbagai kegiatan direhabilitasi. Penanaman lamun yang
untuk mengembangkan mata dikenal dengan "transplantasi"
pencaharian alternatif yang ramah merupakan salah satu cara untuk
lingkungan yang dapat meningkatkan memperbaiki ataumengembalikan habitat
kesejahteraan masyarakat. Masyarakat yang telah mengalami kerusakan. Pertama
yang lebih sejahtera lebih mudah dimulai oleh Addy tahun 1947 pada jenis
diajak untuk menghargai dan Zostera marina, Fuss & Kelly pada
melindungi lingkungan. jenis Thallasia testudinum dan Halodule
wrightii (Phillips, 1974), dan jenis

22
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

Thallasia testudinum oleh Thorhaug memproduksi biji atau benih yaitu


(Thorhaug, 1974). Jenis lain yang sering Thalassia testudinum, Halodule
digunakan dalam transplantasi khususnya wrightlii, Syringodium filiformedan
di luar negeri adalah jenis-jenis Zostera Ruppia maritima. Tetapi hanya biji
marina, Halo du le wrightii, Thalassia Thalassia dan Ruppia yang cukup secara
testudinum, Syringodium filiforme, dan kuantitatif untuk restorasi (Durako &
Ruppia maritima (Phillips, 1980). Moffler 1981; Lewis & Phillips 1980;
Sedangkan di Indonesia adalah jenis Phillips & Lewis, 1983). Thalassia
Cymodocea rotundata dan Thalassia mempunyai biji yang berkecambah.
hemprichii (Azkab, 1987, 1988). McMillan (1981) telah mengoleksi
biji yang berkecambah dari Halodule
5.3. Metode Tranplantasi/Penanaman dan Syringodium dari pulau-pulau kecil
Lamun di Florida, tetapi jumlahnya tidak
Penanaman lamun yang dikenal mencukupi dalam skala besar. Biji
dengan "transplantasi" merupakan salah Thalassia dengan skala luas dapat
satu cara untuk memperbaiki atau tersedia untuk daerah Selatan Florida
mengembalikan habitat yang telah (Lewis & Phillips 1980).
mengalami kerusakan. Cara ini telah Pembenihan secara langsung
banyak dilakukan oleh para ahli di luar dengan benih Thalassia telah dilakukan
negeri dengan metode dan jenis yang oleh Thorhaug (1974). Kemudian
berbeda. Pertama dimulai oleh Addy tahun penanaman langsung dari biji yang
1947 pada jenis Zostera marina, Fuss & dikoleksi telah dilakukan dalam skala
Kelly pada jenis Thallasia testudinum besar di Teluk Biscayne (Gaby Langley
dan Halodule wrightii (Phillips, 1974), 1985) dan pulau-pulau kecil di Florida
dan jenis Thallasia testudinum oleh (Lewis et al. 1982), tetapi kurang begitu
Thorhaug (Thorhaug, 1974). sukses. Untuk jenis Ruppia sampai saat ini
Menurut Azkab (1999), bahwa belum ada laporan yang menggunakan biji
metode penanaman atau transplantasi untuk restorasi. Menurut Thorhaug (1974)
yang pernah dilakukan oleh Addy, Burkho bahwa sampai saat ini pengetahuan teknik
Dohemy, Kelly, Thorhaug & Phillips untuk pembenihan masih sangat sedikit,
(Phillips 1980) adalah: Metode sehingga penanaman dengan biji tidak
pembibitan/pembenihan (Seed/ Seeding), direkomendasi untuk penanaman lamun.
Metode "sprig" dengan jangkar atau Hal ini juga berkaitan dengan biji yang
tanpa jangkar (Sprigs anchored and kurang sukses untuk jenis lamun lain. Di
unanchored) Metode "plug" (Plug), (No. samping itu, secara umum, biji atau benih
1 adalah penanaman (planting ), No.2 dan dari jenis lamun lain sangat kecil dan
3 adalah transplantasi (transplantation) mudah terbawa air, serta kecepatan
5.3.1. Metode Seed/Seeding perkecambahan sangat rendah.
Biji biasanya dikoleksi dari buah 5.3.2. Metode Sprig anchored and
yang tua atau diambil dari bibit yang unanchored
tumbuh pada permukaan sedimen. Untuk Metode spirg yaitu pengambilan
memanennya, buah dipotong dari bibit tanaman dengan pisau/parang
tangkainya dan dipecah maka kelihatan 4 dan ditranspinatsai tanpa substratnya.
atau lima biji. Biji dan benih segera Untuk penanaman dengan metode sprig
ditanam atau ditaruh di lapangan atau dengan jangkar biasanya dilakukan pada
laboratorium dan disiram dengan air arus dengan 1,5 knot (kira-kira 3 km
laut yang mengalir (Thorhaug, 1974). per jam) atau pada daerah dengan
Menurut Mcmillan (1981) dan gelombang akibat angin. Di Missisipi,
PHILLIPS (1960) ada 4 jenis dari 7 jenis Eleuterius (1974) menemukan bahwa
yang telah didokumentasi untuk dengan kontruksi balok dan besi yang

23
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

digunakan untuk jangkar tidak pada jarak 30 cm tidak ada tumbuhan yang
berpengaruh pada transplantasi untuk padat.
jenis lamun Halodule wrightii dan Untuk menghindari kerusakan
Thallasia testudinum. Tetapi Phillips yang permanen dari padang lamun
(1976) dengan jenis yang sama yang donor, maka pengambilan tanaman
dilakukan di Alaska akan mati jika dengan plug jangan terlalu dekat satu
menggunakan logam sebagai jangkarnya. dengan yang lain. Jarak satu sama lain
Sedangkan di Puget, Washington, untuk bervariasi antara 0,5 sampai 1,0 m
jenis Zostera marina tidak berpengaruh (Phillips et al. 1978; Van Breedveld
jika menggunakan besi atau logam 1975).
sebagai jangkar. 5.3.4. Waktu Penanaman
Mengingat dengan menggunakan Secara umum, di luar negeri
balok dan kawat akan meningkatkan waktu yang baik untuk transplantasi
biaya, maka disarankan menggunakan adalah pada musim semi. Tetapi,
plastik bentuk kasa (net). Beberapa transplantasi ini mungkin dapat dilakukan
tanaman dapat tumbuh dengan cepat kapan saja untuk Teluk Meksiko, Selatan
dengan menggunakan tehnik ini. Beufort pantai Atlantik, Carolina Utara,
Penanaman metode sprig tanpa jangkar dan pantai Pasifik mulai dari Washington
telah banyak berhasil untuk jenis Zostera sampai bagian selatan California, karena
marina dan Halodule wrightii. Biasanya daerah-daerah tersebut bebas dari laut es
untuk jenis Zostera cukup dengan 3 atau pada musim dingin, walaupun waktu yang
4 turion (shoot), sedangkan untuk jenis spesifik telah direkomendasikan dari studi
Halodule adalah 15-20 turion pada sebelumnya (Churcill et al. 1978;
rimpang (rhizome) yang sama. Metode Phillips, 1976; Phillips et al. 1978;
ini ditanam dengan menggali sebuah Thorhaug 1974,1976). Sedangkan di
lubang kecil pada substrat (dalamnya kira- bagian utara Beufort pantai Atlantik dan
kira 8 cm), kemudian ditutup dengan Alaska di pantai Pasifik, dimana ada laut es
substrat yang sama. Metode ini hanya pada musim dingin, maka transplantasi
dapat berhasil jika arus atau gelombang dilakukan jika es mencair dan tanaman
yang rendah. vegetatifnya mulia tumbuh. Tabel 3
5.3.3. Metode Plug menunjukkan daftar rekomendasi waktu
Metode plug yaitu pengambilan transplantasi untuk setiap jenis dan lokasi.
bibit tanaman dengan patok paralon dan Untuk perairan Indonesia, khsususnya di
tanaman dipindahkan dengan gugus Pulau Pari transplantasi dapat
substratnya. Biasanya menggunakan dilakukan sepanjang tahun. Untuk jenis
paralon (PVC) dengan diameter 10 cm Thalassiadan Cymodocea yang terbaik
untuk jenis Halodule, sedangkan untuk adalah pada Musim Barat (Azkab 1987,
Zostera, Thalassia dan Syringodium 1988). Pada Tabel 4 menunjukkan
dengan diameter 15-20 cm. Metode persentase tumbuh dari masing-masing
plug dengan menekan ke tanaman masuk jenis lamun pada beberapa lokasi.
ke substratnya, kemudian 5.3.5. Kondisi Lingkungan
ditransplantasi pada lobang yang sama Pada penanaman dan transplantasi
pada kedalaman 15-20 cm. Phillips et al. lamun beberapa faktor lingkungan yang
(1978) merekomendasikan bahwa metode perlu diperhatikan yaitu: kedalaman,
plug untuk Zostera ditransplantasi pada cahaya, temperatur, salinitas, nutrien,
kedalaman 45 cm atau lebih. Pada arus dan gelombang (Phillips, 1980).
percobaan di pelabuhan St. Joe, Florida a. Kedalaman
menunjukkan bahwa dengan jarak tanam Distribusi kedalaman lamun tergantung
15 cm muncul rumpun yang padat, tetapi dari hubungan beberapa faktor yaitu;
gelombang, arus, substrat, turbiditas dan

24
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

penetrasi cahaya. Pada daerah subtropis disebabkan oleh adanya pengerukan,


(temperate) Zostera tumbuh mulai surut buangan minyak. Di samping itu pada
terendah sampai kedalaman kira-kira 10 m waktu yang lama, kerapatan tanaman
(Phillips, 1974). Cottam & Munro, (1954) dapat turun karena meningkatnya
mengamati Zostera dapat tumbuh sampai sedimen oleh erosi (Phillips, 1980).
kedalaman 30 m jika perairannya c. Temperatur
terang/bersih. Pada daerah tropik Semua jenis lamun dapat tumbuh di
Halodule tumbuh mulai dari daerah bawah dan di atas pada tingkat
pasang-surut sampai pada kedalaman 14 m, temperatur yang normal (McMillan, 1978;
sedangkan Thalassia dan Syringodium Thayer et al. 1975). Zostera marina di
tumbuh dari surut terendah sampai sebelah utara dan selatan pantai Atlantik
kedalaman 10-20 m. Di Bahama, Thalassia dan Pasifik dapat tumbuh dan toleran
dapat tumbuh sampai kedalaman 35 m dengan temperatur yang tinggi dan rendah.
pada perairan yang terang/bersih Di Alaska pada daerah pasang-surut di
(Phillips, 1960). Sedangkan pada tern ukan Zostera marina yang
perairan yang keruh (turbiditas tinggi), memperlihatkan kenaikan fotosintesa
Iamun hanya dapat tumbuh di bawah 1 m pada temperatur 35°C. Sedangkan di
(Thayer et al, 1975). bawah daerah pasang-surut, fotosintesa
b. Cahaya menurun pada 30°C. Lebih lanjut
Backman & Barilotti (1976) Zieman (1975) melaporkan bahwa
mendemonstrasikan bahwa pembungaan fotosintesa pada lhalassia menurun jika
dan kerapatan dari Zostera marina di dibawah atau di atas dari 28-30°C.
goba sebelah selatan California ada Sedangkan pada penelitian Thqrhaug &
hubungannya dengan intensitas dan Sterns (1972) pada temperatur yang
penetrasi cahaya oleh kolom air. tinggi, Thalassia dapat berbung a tetapi
Dengan menutup tanaman (terpal) pada tidak berbuah. Di samping itu akibat
perairan dangkal akan menurunkan temperatur yang tinggi akan
penyinaran sampai 63 %. Setelah 18 hari, mengakibatkan banyaknya daun yang
kerapatan rata-rata yang dibawah terpal hilang dan akan menaikkan temperatur
menurun dan seteIah 9 bulan kerapatan sedimen Kenaikan temperatur sedimen
menurun sampai 5 % lagi. Pembungaan akan membuat tanaman mati (Wood &
juga menurun bagi tanaman yang Zieman, 1969).
ditutupi. Kenaikan kekeruhan dapat
Tabel 3. Waktu penanaman menurut jenis dan lokasi

Jenis Lokasi Waktu


Zostero marina pantai Alaska dan Alantaik utara, Maret atau Mei sampai akhir Juli
Carolina Utara
Beufort. Carolina Ulara, bagian akhir September sampai awal
selatan pantai Atlantik December
Halodule wrightii Washington sampai selatan Januari sama Mei (tetapi dapat
sepanjang tahun setiap saat
Calofornia, pantai Pas.lik
sepanjang tahun
pantai Teluk, pantai Atlantik, selatan
tanjung Canaveral. Florida
Thalassia pantai Teluk. pantai Atlantik, selatan plug: Desember-April, seeding,
Tetudinum Tanjung Canaveral, Florida untuk Thalasia Agustus
Syrigodiurn November, yang diproduksi di
filiforme lapangan
Cymodocea rotundata, ratatan terumbu Pulau Pan setiap saat sepanjang tahun
Thalassia hemprichii Kepulauan Senbu, Indonesia

25
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

Tabel 4. Persentase tumbuh dari masing-masing jenis dengan metode yang berbeda
Jenis Lokasi Metode Persentase (%)
Thalassia testudinurn Biscaync Bay Sprig 90 (1)
North Biscaync Bay Seed 84 (2)
Turkey Point Seed 80 (2)
Halodule wrightii Nort Biscayne Bay Sprig 54 (2)
Jamaika Plug 63 (1)
Lake Surprise Sprig 100 (2)
Zostcro marina Whidbey Island Anchor 40 (3)
Cymoroceo rotundata Pulau Pari PIllR 38 (4)
Sprig 43 (4)
Thalassia hemprichii Pulau Pari Plug 78 (5)
Sprig 77 (5)
Sumber : Phillips 1980, Azkab 1987, 1988
Keterangan : (1) Thorhaug (1974), (2) Thorhaug (1986), (3) Phillips (1974), (4) Azkab (1987), (5) Azkab (1988).

d. Salinitas sedimen pada padang lamun, tetapi


Perubahan salinitas kurang mungkin Baja dapat keluar dari padang
berpengaruh seperti pada perubahan lamun tersebut. Menurut Fenchel (1977)
temperatur. Zostera marina dapat yang sangat berperan pada siklus nutrien
tumbuh pada salinitas 10-30 o/oo dan adalah mikroba dekomposisi (bakteri).
Thalassia pada salinitas 20-35 o/oo (Phillips f. Arus dan Gelombang
1960, 1972). Sedangkan Halodule pada Churchill et al. ( 1978) melaporkan
daerah tropik dapat tumbuh pada bahwa dengan arus pasang-surut 1,5
salinitas 3,5-60 o/oo, sehingga jenis ini km/jam akan menghanyutkan semua
Iebih tinggi resistennya pada salinitas transplantasi metode sprig dari Zostera
yang tinggi dibandingkan dengan jenis- marina dalam tempo 3 bulan di Teluk
jenis lamun lainnya (McMillan & Moseley, Great South, New York, dan dengan
1967). metode plug hanya memerlukan waktu
e. Nutrien 2 minggu pada arus pasang-surut yang
Nutrien di kolom air bukan berkekuatan 2,4 km/jam. Sedangkan
merupakan faktor pembatas untuk dengan gelombang yang kuat dan gerakan
lamun. Nutrien umumnya ada pada air akibat perahu akan berpengaruh
sedimen, dan adanya logam berat pada terhadap keberadaan dan pertumbuhan dari
sedimen tidak mempunyai efek pada pembenihan Thalassia (Thorhaug, 1976).
lamun.
Padang lamun sangat penting dalam VI. PENUTUP
siklus nutrien. Nitrogen, Carbon, Sulfur Sebagai sumber daya pesisir,
dan nutrien lain akan dikonversi kedalam ekosistem padang lamun memiliki multi
bentuk yang berguna bagi biota lainnya. fungsi untuk menunjang sistem kehidupan
Nutrien ini akan diserap oleh dan berperan penting dalam dinamika
tanaman melalui akar dan akan pesisir dan laut, terutama perikanan
dikeluarkan kedalam massa air. Daun pantai sehingga pemeliharaan dan
Zostera marina dapat mengabsor fosfat, rehabilitasi ekosistem lamun merupakan
tetapi umumnya melalui akar baru ke daun salah satu alasan untuk tetap
dan masuk ke kolom air (McRoy & mempertahankan keberadaan ekosistem
Barsdate ( 1970). tersebut. Ekosistem lamun sangat
Serasah juga(detritus) lamun juga terkait dengan ekosistem di dalam
sangat penting dalam siklus nitrien. wilayah pesisir seperti mangrove,
Serasah dari daun akan dikumpulkan di terumbu karang, estauria dan ekosistem

26
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

lainya dalam menunjang keberadaan Sebagai upaya konservasi dan


biota terutama pada perikanan serta kelestariannya dalam rangka tetap
beberapa aspek lain seperti fungsi fisik mempertahankan lingkungan dan
dan sosial-ekonomi. Hal ini menunjukkan penggunaan yang berkelanjutan,
keberadaan ekosistem lamun adalah tidak maka dikembangkan pendekatan terpadu
berdiri sendiri, tetapi terkait dengan yang melibatkan berbagai pihak untuk
ekosistem sekitarnya, bahkansangat perlu untuk membuat solusi tepat dalam
dipengaruhi aktifitas darat. Namun, mempertahankan fungsi ekologis dari
akhir-akhir ini kondisi padang lamun ekosistem yaitu pengelolaan pesisir secara
semakin menyusut oleh adanya kerusakan terpadu atau Integrated Coastal
yang disebabkan oleh aktivitas manusia. Management (ICM).

DAFTAR PUSTAKA
Aswandy, I. 2003. Asosiasi Fauna Krustasea dengan Potongan-Potongan Lamun di
Laut Dalam. Jurnal Oseana Vol XXVIII, No 4. ISSN 0216-1877.

Azkab, M.H. 1987. Percobaan transplantasi lamun , Cy modocea rot undat a


Ehrenb.&Hempri.ex Aschers di rataan terumbu Pulau Pari, Kepulauan
Seribu. Kongres Nasional Biologi VIII, Purwokerto 8-10 Oktober 1987, 20 h.

Azkab, M.H. 1988. Transplantasi lamun, Thalassia hemprichli(Ehrenb.)Aschers


di rataan terumbu Pulau Pari, Kepulauan Seribu. Dalam: Teluk Jakarta;
biologi, budidaya, oseanografi, geol ogi dan kondisi perairan ( M. K. Moosa, D.
P. Praseno dan Sukarno, eds.). Puslitbang Oseanologi-LIPI, Jakarta, 105-111.

Azkab, M.H.1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan


terumbu di Pari Pulau Seribu.Dalam: P3O-LIPI, Teluk Jakarta:
Biologi,Budidaya, Oseanografi,Geologi dan Perairan. Balai Penelitian
Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI, Jakarta.

Azkab, M.H.1999. Kecepatan tumbuh dan produksi lamun dari Teluk Kuta,
Lombok.Dalam:P3O-LIPI, Dinamika komunitas biologis pada ekosistem lamun
di Pulau Lombok, Balitbang Biologi Laut, PustlibangBiologi Laut-LIPI, Jakarta.

Azkab, M. H. 1999. Pedoman Inventarisasi Lamun. Jurnal Oseana, Volume


XXIV, Nomor 1, 1999 : 1- 16 ISSN 0216-1877.

Barber, B.J.1985. Effects of elevated temperature on seasonal in situ leaf productivity of


Thalassia testudinum banks ex konig and Syringodium fliforme kutzing.
Aquatic Botany 22:61-69.

Bengen,D.G. 2001. Sinopsis ekosistem dan sumberdaya alam pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Instititut Pertanian Bogor.

ChurchilL, C.A., A.E. COK and M.1. RINER 1978. Stabilization of subtidal
sediments by the transplantation on the seagrass Zostera marina. Rept.
No.NYSSGJP-RS-78-15, New York, 25 p.

Cottam, C. and A.D. Munro 1954. Eel-grass status and environmental relations. ,J.
Wild.Manag. 8(4): 449-460.

27
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

Den Hartog, C. (1970). "Sea grasses of the world" North Holland Publishing c o . ,
Amsterdam, London pp. 272 .

Darovec, J.E., 1.M. Carlton, T.R. Pulver, M.D. Moffler, G.B. Smith, W.K. Whitfield, S.A.

Willis, K.A. Steidinger and E.A. Joyce 1975. Techniques for coastal restoration and
fishery enhancement in Florida. Nat.Kesour.Bur.Mar.Re.s.St. 15: 10-30.

Durak;O, M.J. and M.D. Moh-ler 1981. Variation in Thalassia testudinum seedling growth
related to geographic origin. In: Proc.8th Ann.Conf. Wetlands Restoration
and Creation. (R.H. Stovall, ed.). Hillsbrough Community Colege, Tampa,
Florida, p.132-154.

Eleuterius, L.N. 1974. A study of plant establishment on spoil areas in Missisippi


sound and adjacent waters. Report No. 74, US Army. 47p.

Fenchel, T 1977. Aspects of the decomposition of seagrasses. Nat.Sci. Found.,


Leiden, 18p.

Fonseca, M.S. 1987. The management of seagrass system. Trop. Coast. Area. Manag.
2(2): 5-10.

Fonseca, M.S., G.W. thayer and W.J. KenworthY. 1987. The use ecological data
in the implimentation and management of seagrass restoration. In: Proc. of
the Symp. on Subtropical-Tropical Seagrass of the Souteastern United
Stated (M.J Durako, R. C. Phillips and R.R. Lewis, eds.). Fla.Mar.Res.Publ. 42:
1-209.

Gary, R. and S. Langley 1985. Seagrass mitigation in Biscayne Bay, Florida. In: Coastal
Zone (0.T. Magoon, ed.). ASCE, New York, p 904-919.

Ginsburg, R. and H.A. Lowestan 1958. The influence of marine bottom communities on
the depositional environments of sediment. J. Geol. 66 (3): 310-318.

Hartog, C.den.1970. Seagrass of the world. North-Holland Publ.Co.,Amsterdam


Jannasch, H. W., K. Eimhjellen, CO. WIRSEN and A f Armanfarmian,
1971.

Jannasch, H. W. and CO. WIRSEN, 1973. Deep-sea microorganisms: In situ response to


nutrient enrichment. Science 180:641-643.

Helferich (eds.) Seagrass ecosystem : A scientific perspective. Mar. Sci. Vol. 4 Marcel
Dekker Inc. New York: 357 pp.

Kiswara W. 1999. Perkembangan Penelitian Ekosistem Padang Lamun di Indonesia.


Disampaikan pada Seminar Tentang Oseanografi Dalam Rangka Penghargaan
kepada Prof. Dr. Apriliani Soegiarto, M.Sc, Puslitbang Oseanografi LIPI Jakarta
1999.

Lewis, R.R., R.C. Phillips, D.J. Adamek and J.C. Cato 1982. Final report, seagrass
revegetation studies in Monroe County. Florida Oept. of
Transportation. Thallahassac, Florida, 95p.
28
Jurnal Ilmiah agribisnis dan Perikanan (agrikan UMMU-Ternate) Volume 3 Edisi 1 (Mei 2010)

McRoy, C.P. & C. Helferich. (1977). "Sea Grass Ecosystem" Marcel Dekker Inc.
New York & Basel pp. 314.

Phillips dan H.P.Calumpong. 1983. Sea Grass from the Philippines. Smithsonian Cont.
Mar. Sci. 21. Smithsonian Inst. Press, Washington.

Poiner, I.R. & G. Roberts,.(1986) "A brief review of seagrass studies in Australia.
Proc.National conference and Coastal Management. 2, 243-248.

Thayer, G.W., S.M. Adams and M.W. La Croix, 1975. Structural and functional aspects of
a recently established Zostera marina community. In : L.E. CRONIN
(ED.).

Thomlinson, P.B. 1974. Vegetative morphology and meristem dependence - the


Foundation of Productivity in seagrass. Aquaculture 4: 107-130.

Thorhaug, A. and C.B. Austin 1976. Restoration of seagrass with economic


analysis. Env. Conserv. 3 (4) : 259-257.

Wake, J. (1975). A study of habitat requirements and feeding biology of dugong,


Dugong dugong (Muller). Unpublished BSc Thesis, Departmen of Marine
Science, James Cook University of North Queensland, Townsville pp. 6 - 7.

Wood, E. J. F. , W.E. Odum and J. C. Zieman. (1969), Influence of the


seagrasses on the productivity of coastal lagoons, laguna Costeras. Un Simposio
Mem. Simp. Intern. U.N.A.M. - UNESCO, Mexico,D.F., Nov., 1967. pp 495 -
502.

Wolff, T. 1980. Animals associated with seagrass in the deep sea. In: Handbook
of seagrass biology (R.C. Phillips and P.C. McRoy, eds.). Garland STPM Press,
New York, p. l99-2.24.

Zieman, J.C. (1975). "Tropical seagrass ecosystems and pollution" In Tropical


Marine pollution. E.J. Ferguson wood & R.E. Johannes (ed.). Elsevier Sci.
Publsh. Co. Amsterdam pp. 63-73.

29
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria

STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA BERBASIS EKONOMI


LOKAL DALAM RANGKA PROGRAM PENGENTASAN KEMISKINAN
DI WILAYAH KABUPATEN MALANG

Dias Satria
Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya

ABSTRACT

In the era of sustainable development, alternative and sustainable tourism have


become a great concern for local government. Sempu Island which is located in
Kabupaten Malang is one of the interesting cases on how the Ecotourism concept
could be combined to the local economic development and conservation issues. The
aims of this paper are to gather information about the picture of Ecotourism practices
in Sempu Island. Furthermore, it will formulate the strategic way to make ecotourism
work well to the development of the local society.

Keywords: Sustainable development, ecotourism, Sempu Island and local economy.

A. LATAR BELAKANG

Pembangunan ekonomi daerah yang kuat dan berkelanjutan merupakan sebuah kolaborasi yang
efektif antara pemanfaatan sumberdaya yang ada, masyarakat dan pemerintah. Dalam konteks ini,
pemerintah sebagai regulator berperan strategis dalam mengupayakan kesempatan yang luas bagi
masyarakat lokal untuk berpartisipasi penuh dalam setiap aktivitas ekonomi.
Salah satu upaya pemanfaatan sumberdaya lokal yang optimal adalah dengan mengembangkan
pariwisata dengan konsep Ekowisata. Dalam konteks ini wisata yang dilakukan memiliki bagian
yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi, pemberdayaan ekonomi lokal dan
mendorong respek yang lebih tinggi terhadap perbedaan kultur atau budaya. Hal inilah yang
mendasari perbedaan antara konsep ekowisata dengan model wisata konvensional yang telah ada
sebelumnya.
Secara sederhana, konsep ekowisata menghubungkan antara perjalanan wisata alam yang
memiliki visi dan misi konservasi dan kecintaan lingkungan. Hal ini dapat terjadi karena keuntungan
finansial yang didapat dari biaya perjalanan wisata digunakan juga untuk kebutuhan konservasi
alam serta perbaikan kesejahteraan penduduk lokal. Di sisi lain, konsep ekowisata juga diarahkan
untuk mempertahankan kebudayaan lokal serta tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan
pergerakan demografi.
Pergeseran konsep kepariwisataan dunia ke model ekowisata, disebabkan karena kejenuhan
wisatawan untuk mengunjungi obyek wisata buatan. Oleh karena itu peluang ini selayaknya dapat
dimanfaatkan secara maksimal untuk menarik wisatawan asing mengunjungi objek berbasis alam
dan budaya penduduk lokal.
Dalam perkembangan kepariwisataan secara umum, muncul pula istilah sustainable tourism
atau “wisata berkelanjutan”. Wisata berkelanjutan dipandang sebagai suatu langkah untuk mengelola
semua sumber daya yang secara sosial dan ekonomi dapat dipenuhi dengan memelihara integritas
budaya, proses-proses ekologi yang mendasar, keragaman hayati, dan unsur-unsur pendukung
kehidupan lainnya”. Berdasarkan pemahaman diatas, maka pariwisata dipandang sebagai salah
satu alternatif untuk meningkatkan pendapatan daerah. Apalagi pengoptimalan potensi ini di dasari

37
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47

bahwa pariwisata merupakan sektor yang lebih menekankan pada penyediaan jasa dengan
mengoptimalkan potensi kawasan wisata.
Di wilayah Jawa Timur, pusat-pusat wisata telah berkembang dengan pesat seiring dengan
semakin meningkatnya pendapatan masyarakat di wilayah ini. Beberapa tawaran wisata yang ada
sangatlah beragam, mulai dari wisata bahari, pegunungan, agro, satwa dll. Di wilayah Kabupaten
Malang tersimpan keaneka ragaman wisata yang sangat menarik, salah satunya ada wisata bahari
yang ada di wilayah Sendang Biru, yaitu Pulau Sempu. Konsep pengembangan wisata yang
ditawarkan di Pulau Sempu adalah konsep Ekowisata, dimana pengembangan wisata yang ada
diselaraskan dengan isu-isu konservasi lingkungan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Keunikan
inilah yang coba dicapture dalam penelitian ini bahwa pengembangan wisata ini mampu
memberikkan nilai lebih tidak hanya pada lingkungan dan ekonomi, namun juga terhadap social
welfare masyarakat secara umum. Berangkat dari kondisi tersebut penelitian ini bertujuan untuk(1).
Mengidentifikasi kekuatan ekonomi lokal yang berada di wilayah ekowisata di Kabupaten Malang
dan (2). Menyusun strategi yang dapat mendorong pengembangan potensi ekowisata yang berbasis
ekonomi lokal di Kabupaten Malang.

B. KAJIAN TEORITIS

Ekowisata
Pergeseran konsep kepariwisataan dunia kepada pariwisata minat khusus atau yang dikenal
dengan ekowisata, merupakan sebuah peluang besar bagi negara kita dengan potensi alam yang
luar biasa ini. Hal ini terjadi akibat kecenderungan semakin banyaknya wisatawan yang mengunjungi
objek berbasis alam dan budaya penduduk lokal. Secara definitif, ekowisata yang didefinisikan
sebagai suatu bentuk perjalanan wisata yang bertanggung jawab ke kawasan alami yang dilakukan
dengan tujuan mengkonservasi lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan
penduduk setempat. memperlihatkan kesatuan konsep yang terintegratif secara konseptual tentang
keseimbangan antara menikmati keindahan alam dan upaya mempertahankannya. Sehingga
pengertian ekowisata dapat dilihat sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata berkelanjutan
yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya) dan
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaannya.
Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan baik alam yang alami maupun
buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif yang bertujuan untuk
menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama
yaitu; keberlangsungan alam atau ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi
dapat diterima dalam kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung
memberi akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman alam,
intelektual dan budaya masyarakat lokal.
Secara konseptul ekowisata dapat didefinisikan sebagai suatu konsep pengembangan pariwisata
berkelanjutan yang bertujuan untuk mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan
budaya) dan meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan, sehingga memberikan
manfaat ekonomi kepada masyarakat setempat. Sementara ditinjau dari segi pengelolaanya,
ekowisata dapat didifinisikan sebagai penyelenggaraan kegiatan wisata yang bertanggung jawab
di tempat-tempat alami dan atau daerah-daerah yang dibuat berdasarkan kaidah alam dan secara
ekonomi berkelanjutan yang mendukung upaya-upaya pelestarian lingkungan (alam dan budaya)
dan meningkatnkan kesejahtraan masyarakat setempat.
Aktivitas ekowisata saat ini tengah menjadi tren yang menarik yang dilakukkan oleh para
wisatawan untuk menikmati bentuk-bentuk wisata yang berbeda dari biasanya. Dalam konteks ini
wisata yang dilakukkan memiliki bagian yang tidak terpisahkan dengan upaya-upaya konservasi,
pemberdayaan ekonomi lokal dan mendorong respek yang lebih tinggi terhadap perbedaan kultur
atau budaya. Hal inilah yang mendasari perbedaan antara konsep ekowisata dengan model wisata
konvensional yang telah ada sebelumnya. Konsep ekowisata menurut wikipedia memiliki

38
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria

karakteristik-karakteristik umum, antara lain: Tujuan perjalanan menyangkut wisata alam,


Meminimalkan dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan, Membangun kesadaran terhadap
lingkungan sekitar, Menghasilkan keuntungan finansial secara langsung yang dapat digunakan
untuk melakukan konservasi alam, Memberikan keuntungan finansial dan memberikan kesempatan
pada penduduk lokal, Mempertahankan kebudayaan lokal dan Tidak melanggar hak asasi mannusia
dan pergerakan demografi.
Walaupun banyak nilai-nilai positif yang ditawarkan dalam konsep ekowisata, namun model
ini masih menyisakan kritik dan persoalan terhadap pelaksanaanya. Beberapa kritikan terhadap
konsep ekowisata antara lain:
1) Dampak negatif dari pariwisata terhadap kerusakan lingkungan. Meski konsep ecotourism
mengedepankan isu konservasi didalamnya, namun tidak dapat dipungkiri bahwa pelanggaran
terhadap hal tersebut masih saja ditemui di lapangan. Hal ini selain disebabkan karena
rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat sekitar dan turis tentang konsep ekowisata,
juga disebabkan karena lemahnya manajemen dan peran pemerintah dalam mendorong upaya
konservasi dan tindakan yang tegas dalam mengatur masalah kerusakan lingkungan.
2) Rendahnya partisipasi masyarakat dalam Ekowisata. Dalam pengembangan wilayah
Ekowisata seringkali melupakan partisipasi masyarakat sebagai stakeholder penting dalam
pengembangan wilayah atau kawasan wisata. Masyarakat sekitar seringkali hanya sebagai
obyek atau penonton, tanpa mampu terlibat secara aktif dalam setiap proses-proses ekonomi
didalamnya.
3) Pengelolaan yang salah. Persepsi dan pengelolaan yang salah dari konsep ekowisata seringkali
terjadi dibeberapa wilayah di Indonesia. Hal ini selain disebabkan karena pemahaman yang
rendah dari konsep Ekowisata juga disebabkan karena lemahnya peran dan pengawasan
pemerintah untuk mengembangkan wilayah wisata secara baik.
Pengembangan ekowista bahari yang hanya terfokus pada pengembangan wilayah pantai dan
lautan sudah mulai tergeser, karena banyak hal lain yang bisa dikembangkan dari wisata bahari
selain pantai dan laut. Salah satunya adalah konsep ekowisata bahari yang berbasis pada
pemadangan dan keunikan alam, karakteristik ekosistem, kekhasan seni budaya dan karakteristik
masyarakat sebagai kekuatan dasar yang dimiliki oleh masing-masing daerah. Selanjutnya kegiatan
ekowisata lain yang juga dapat dikembangkan, antara lain: berperahu, berenang, snorkling,
menyelam, memancing, kegiatan olahraga pantai dan piknik menikmati atmosfer laut.
Orientasi pemanfaatan pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya
merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara merupakan suatu kesatuan
yang terintegrasi dan saling mendukung sebagai suatu kawasan wisata bahari. Suatu kawasan
wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan pada empat aspek yaitu: a)
Mempertahankan kelestarian lingkungannya; b) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di
kawasan tersebut; c) Menjamin kepuasan pengunjung dan d) Meningkatkan keterpaduan dan
kesatuan pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya.
Selain keempat aspek tersebut, ada beberapa hal yang juga perlu diperhatikan untuk
pengembangan ekowisata bahari, anatara lain : Aspek Ekologis, daya dukung ekologis merupakan
tingkat penggunaan maksimal suatu kawasan; Aspek Fisik, Daya dukung fisik merupakan kawasan
wisata yang menunjukkan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang diakomodasikan
dalam area tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas; Aspek Sosial, Daya dukung
sosial adalah kawasan wisata yang dinyatakan sebagai batas tingkat maksimum dalam jumlah dan
tingkat penggunaan dimana melampauinya akan menimbulkan penurunanan dalam tingkat kualitas
pengalaman atau kepuasan; Aspek Rekreasi, Daya dukung reakreasi merupakan konsep pengelolaan
yang menempatkan kegiatan rekreasi dalam berbagai objek yang terkait dengan kemampuan
kawasan.

39
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47

C. METODE PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

Penelitian ini dipertimbangkan sebagai penelitian evaluasi, di mana akan melakukan evaluasi
atas pelaksanaan program pembangunan. Penelitian evaluasi diartikan ‘a process of determining
whether a social intervention has produced the intended result’. Penelitian ini mengidentifikasi
dan mengevaluasi strategi pengembangan ekowisata yang berbasis pada ekonomi lokal di Kabupaten
Malang. Penelitian ini dilakukan dengan memadukan antara pendekatan dekriptif-evaluatif dan
kualitatif.
Lingkup kegiatan ini adalah teridentifikasinya sekaligus pengembangan strateginya potensi
ekowisata yang berbasis pada ekonomi lokal di Kabupaten Malang. Dalam penelitian deskriptif,
proses analisis dan interpretasi data tidak hanya dilakukan pada akhir pengumpulan data atau
berdiri sendiri, namun secara simultan juga dilakukan pada saat pengumpulan data di lapangan
berlangsung, sehingga dalam penelitian kualitatif sering dikenal sebagai proses siklus. Setelah
mendapatkan informasi, dilakukan analisis untuk mencari hipotesis kemudian dilakukan
pengumpulan informasi berikutnya. Ini dimaksudkan untuk memperoleh kesesuaian dengan
hipotesis sementara yang telah disusun, demikian terus berputar hingga ditemukan puncak informasi
atau kejenuhan data. Selanjutnya, kegiatan dalam analisis data meliputi pencarian data, menatanya,
membaginya menjadi satuan-satuan yang dapat dikelola, mensintesanya, mencari pola, menemukan
apa yang penting dan apa yang dipelajari serta memutuskan apa yang dilakukan.
Metode kualitatif adalah “prosedur penelitian yang menghasilkan data-data deskriptif berupa
kata-kata tertulis dan lisan dari orang-orang dan pelaku yang diamati.” Pencarian data-data
dilakukan dengan metode induktif, yang diberangkatkan dari fakta-fakta atau peristiwa umum
kemudian ditarik generalisasi yang bersifat khusus. Sedangkan pengelolaan datanya digunakan
metode reflektif. Komponen-komponen metode reflektif adalah: (a) perekaan, (b) penafsiran, (c)
penilaian, (d) deskripsi, (e) pemahaman; dan (g) analisa. Kemudian, dalam berpikir reflektif
induksi akan diawali dari fakta-fakta khusus dan menuju ke pernyataann umum yang menerangkan
fakta-fakta itu. Kemudian dari ekplanasi yang bersifat umum tersebut diselidiki kembali fakta-
fakta yang telah ada tadi untuk meyakinkan kebenaran ekplanasi yang telah dirumuskan (verifikasi).
Metode analisis data yang digunakan untuk menganalisis data pada penelitian ini alat analisis
SWOT (Strong, Weakness, Opportunity, dan Threat). Analisis SWOT digunakan untuk
mengidentifikasi relasi-relasi sumberdaya ekowisata dengan sumberdaya yang lain (Damanik dan
Weber, 2006).

Internal
Audit
Strenght Weakness
External
Environment
Opportunities SO WO
Threat ST WT
Gambar 1. Matriks SWOT
Keterangan:
SO: memanfaatkan kekuatan secara maksimal untuk meraih peluang.
ST: memanfaatkan kekuatan secara maksimal untuk mengantisipasi ancaman, dan
berusaha menjadikannya sebagai peluang.
WO: meminimalkan kelemahan, untuk meraih peluang.
WT: meminimalkan kelemahan untuk menghindar dari ancaman

40
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran umum obyek penelitian: Pulau Sempu


Pulau sempu adalah suatu tempat wisata alam yang juga merupakan kawasan cagar alam
berdasarkan SK. GB No. 46 Stbl. 1928 No. 69 tahun 1928 dengan luas 877 Ha. Dengan panorama
alam indah serta flora dan fauna yang beraneka ragam, pulau sempu sudah seharusnya dijadikan
cagar alam agar dapat dilestarikan. Pulau sempu merupakan sebuah pulau kecil yang langsung
menghadap Samudra Hindia di satu sisi dan menghadap ke pulau Jawa di sisi lainya membuat
pulau sempu terletak pada posisi yang unik, di satu sisi kita bisa melihat ganasnya ombak Samudra
Hindia, di sisi lain kita bisa melihat Pulau jawa yang dipisahkan oleh air laut yang tenang. Selain
letaknya yang unik dan strategis dan unik, Pulau Sempu juga menyinpan kekayaan alam yang
beragam. Mulai dari kawasan pantai sampai danau air tawar semua terdapat di dalam Pulau yang
hanya luas 877 Ha. Secara umum, ekosistem dalam pulau sempu dapat dikelompokan dalam empat
type yang berbeda,
a) Ekosistem hutan Mangrove. Stuktur hutan mangrove ini sangat sederhana karena terdiri
dari satu lapisan tajuk pohon dengan jenis-jenis yang relatif sedikit. Jenis-jenis tumbuhan
yang umum di jumpai adalah Bakau (Rhizobhara sp), dan Api-api (Avicenia sp). Sedangkan
jenis-jenis satwa yang umum di jumpai pada daerah perairan hutan mangrove adalah Ikan
Glodok, Kepiting dan Udang.
b) Ekosistem Hutan Pantai. Areal hutan pantai Cagar Alam Pulau Sempu di bagian Utara,
Barat dan Selatan Terutama pada pantai dengan pesisir yang landai. Jenis-jenis tumbuhan
terdiri dari ketapang (Terminalia catapa), Baringtonia asitica, Waru laut (Hibicus tidiacus)
dan pandan (Pandanum tectorius). Adapun jenis-jenis satwa liar yang sering di jumpai pada
kawasan pantai ini antara lain : burung Elang Laut (Helicetus leucogaster), burung Dara
Laut (Sterna albiforn), Biawak (Varanus sp), Umang Laut dan lain-lain.
Tabel 1. Beberapa unsur dan variabel dalam Analisis SWOT Ekowisata
Unsur Variabel
Atraksi Alam Lokasi, jumlah, mutu, masalah, dan daya
tarik
Atraksi budaya Lokasi, jenis, jumlah, mutu, masalah, daya
tarik
Dampak Lingkungan yang Potensial Perubahan lingkungan fisik, ekologis, daya
dukung
Aksesibilitas Daya angkut, akses, mutu, frekuensi, ongkos
Pasar Daerah asal, tipe perjalanan, tipe kegiatan
Usaha Jasa Mutu, kesesuaian dengan pasar, masalah
lain
Informasi Wisata Mutu peta, buku panduan wisata,
pemaparan, akurasi dan autensitas
informasi
Promosi Efektivitas advertensi, publisitas,
kehumasan, insentif, moda promosi
Organisasi dan Kelembagaan Organisasi terkait, hubungan kerja,
kemitraan, teamwork pengembangan
ekowisata
Komitmen Pelaku Wisata Dukungan dari berbagai sektor, sikap publik
dan masyarakat lokal terhadap
pengembangan ekowisata
Sumber: Gunn dalam Damanik dan Weber, 2006.

41
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47

c) Ekosistem Danau. Daratan Cagar Alam Pulau Sempu memiliki dua buah danau yaitu Danau
Telaga Lele dengan areal seluas ± 2 Ha, yang merupakan danau air tawar. Danau Segoro
anakan dengan areal seluas ± 4 Ha yang merupakan danau asin. Danau Air Tawar Telaga
Lele terletak dibagian timur kawasan Cagar Alam, sedangkan Segoro Anakan berada dibagian
Barat Daya. Masing-masing memiliki peranan yang pemting sebagai sumber air bagi
kehidupan satwa liar, terutama pada musim kemarau.
d) Ekosistem Hutan Tropis Dataran Rendah. Tipe ekosistem ini menempati areal yang terluas
dan tersebar hampir di seluruh kawasan, sehingga menjadi ciri utama dari kawasan Cagar
Alam Pulau Sempu. Struktur hutan tropis ini di tandai dengan adanya tumbuh-tumbuhan
yang terdiri dari tiga atau empat lapis tajuk pohon dengan komposisi yang beragam. Beberapa
jenis pohon yang dominan yaitu Bendo (Artocarpus elasticus), Triwulan (Mishocarpatus
sundaica), Wedang (Pterocarpus javanicus) dan Buchanania arborescens.
Dengan ekosistem yang ada di Pulau Sempu, flora dan fauna yang terdapat di sana juga khas
dan berbeda dengan daerah yang lain. Untuk flora, Pulau Sempu memiliki ± 223 jenis tumbuhan
yang tergolong dalam 144 marga dan 60 suku. Dari 60 suku tersebut, telah diketahui lima suku
(Moraceae, Euphorbiaeceae, Ancardiaceae, Annonaceae, Sterculiaceae), yang memiliki jumlah
individu, jenis dan marga yang relatif cukup banyak. Sedangkan fauna, terdapat Satwa liar yang
hidup di dalam kawasan Cagar Alam Pulau Sempu sekitar ± 51 jenis yang terdiri dari 36 jenis
Aves, 12 jenis mamalia dan 3 jenis reptil. Yang paling sering di jumpai diantaranya Babi hutan
(Sus scopa), Kera hitam (Presbytis cristata), Belibis (Dendrosyqna sp) dan burung Rangkong
(Buceros undulatus).

Analisa Ekowisata di Pulau Sempu


Pulau Sempu sebagai salah satu wilayah wisata yang menarik tidak hanya dikenal secara
nasional, namun juga dikenal kiprahnya di dunia internasional. Bahkan beberapa website travelling
rujukan dunia (www.travbuddy.com, www.planetmole.org, www.prlog.org, www.lomography.com.
www.travelersfortravelers.com, www.wikimapia.org, etc) telah melansir Pulau Sempu sebagai tempat
wisata alam yang layak untuk dikunjungi.
Tingginya ekspektasi wisatawan domestik dan internasional untuk dapat menikmati wisata
bahari yang diberikkan oleh Pulau Sempu tentu harus didukung dengan support pemerintah yang
lebih besar untuk menawarkan sebuah grand design dan kebijakan yang tepat dan berkelanjutan
demi terjaganya keindahan ekowisata alam Pulau Sempu. Namun sebelum masuk pada tataran
kebijakan atau policy maka akan disampaikan kondisi existing Ekowisata di pulau sempu dengan
beberapa kriteria yang digunakan oleh Gunn dalam Damanik dan Weber (2006).
Secara umum Pulau Sempu menyimpan kekayaan alam yang sangat menarik untuk
dikembangkan sebagai wilayah Ekowisata. Ada banyak faktor yang memperkuat mengapa wilayah
ini relatif lebih terjaga dari masalah kerusakan alam, antara lain:
• Masyarakat sekitar masih resisten untuk menjadikan kawasan ini sebagai kawasan wisata
konvensional seperti pembangunan Hotel, Resort dan pembangunan lainnya. Hal ini
menjadikan wilayah Pulau Sempu tetap terjaga keasliannya.
• Akses masuk untuk menikmati keindahan Pulau Sempu di “Segoro anakan” tidaklah mudah
untuk dilalui, dimana wisatawan harus melintasi wilayah hutan dengan berjalan kaki selama
kurang lebih 2 jam.
• Wilayah Pulau Sempu masih menjadi program konservasi dan cagar alam pemerintah
sehingga kekayaan alam didalamnya juga dilindungi oleh Pemerintah.
Dengan kekuatan ini maka pengembangan wilayah Pulau Sempuh sebagai tempat wisata sudah
selayaknya dilakukkan oleh pemerintah, dengan tetap mempertahankan aspek kemasyarakatan,
lingkungan dan ekonomi.
Dalam konteks ini kekuatan atau kelebihan yang dimiliki oleh Pulau Sempu, antara lain:
pertama, Kekayaan alam yang masih alami dan natural. Dalam hal ini wisatawan dapat menikmati

42
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria

berbagai macam pengalaman petualangan yang menarik mulai dari penyeberangan, pelintasan
hutan hingga sampai di “Segoroanakan”. Di mulai dari penyebrangan menggunakan perahu nelayan
tradisional, wisatawan dapat menikmati pemandangan laut dan aktivitas nelayan. Perjalanan ini
ditempuh selama kurang lebih 15 menit. Selanjutnya perjalanan dilanjutkan dengan berjalan kaki
melintasi hutan selama 2 jam. Wilayah yang masih tanah, berbatuan dan karang mewarnai
perjalanan wisata hutan yang sangat menarik. Dalam perjalanan terakhir sebelum sampai di “Segoro-
anakan”, wisatawan harus merayap di karang-karang selama 15 menit. Sebuah perjalanan adventure
yang menarik dan sedikit berbahaya karena melewati tebing-tebing yang cukup curam. Terakhir,
perjalanan sampai di “Segoroanakan” sebuah tempat yang eksotis dimana wisatawan dapat
menikmati sebuah pantai yang indah yang bersebalahan dengan lautan lepas, dan dibatasi oleh
karang yang besar.
Selain kekayaan alami yang ditawarkan di Pulau Sempu, wisatawan juga dapat menikmati
kehidupan nelayan yang sangat unik dan tradisional. Di tempat ini wisatawan dapat melihat
bagaimana aktivitas nelayan, mulai dari pencarian ikan, pelelangan ikan hingga wisata kuliner
hasil tangkapan nelayan. Hal inilah yang dapat menjadi daya tarik wisatawan untuk dapat menikmati
wisata bahari yang lengkap di Pulau Sempu.
Namun terlepas dari kekuatan yang ada di wilayah Pulau Sempu sebagai tempat Ekowisata,
terdapat juga kelemahan-kelemahan yang menjadi hambatan wilayah ini untuk maju. Permasalahan-
permasalahan yang ada antara lain: Pertama, Jarak lokasi Pulau Sempu dari Kota Malang
menjadikan wilayah ini masih belum menjadi pilihan utama wisatawan regional di wilayah Malang
Raya. Selain itu jalan yang berliku dan jauh menjadikan wisata ke Pulau Sempu membutuhkan
effort yang cukup besar.
Kedua, patut difahami bahwa kondisi infrastruktur dan fasilitas di sekitar Pulau Sempu (Sendang
Biru) masih belum memadai. Hal ini dapat dilihat dari jalan-jalan di wilayah Sendang Biru yang
sebagian masih rusak. Selain itu kondisi infrastruktur seperti WC umum juga masih belum memadai
dan sangat buruk, menjadikan tempat ini kurang lengkap untuk mendukung kebutuhan dasar
wisatawan.
Ketiga, peran pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan wilayah Pulau Sempu sebagai
lokasi Ekowisata belum sepenuhnya berhasil. Hal ini dilihat dari belum adanya program khusus
untuk mengembangkan wilayah kawasan ini menjadi lebih bernilai dan berbobot. Bahkan promosi
gencar atas wilayah ini hanya dilakukkan oleh perusahaan-perusahaan travel domestic dan
mancanegara, tanpa melibatkan pemerintah sebagai stakeholder terbesar. Selain itu masyarakat di
wilayah Sendang biru hanya dominan berpartisipasi dalam pengantaran wisatawan dengan perahu
ke lokasi Pulau Sempu, dan belum terbentuk untuk menjadi masyarakat wisata yang aktif.
Keempat, Pemerintah masih belum melakukkan upaya konservasi dan penjagaan wilayah ini
dengan ketat. Hal ini dapat dilihat dari belum adanya upaya penegakkan hukum bagi wisatawan
yang melakukan upaya perusakan alam, seperti: membuang sampah sembarangan dll.
Berangkat dari kelemahan dan kekuatan yang ada, pihak pemerintah lokal dan masyarakat
selayaknya dapat mengembangkan wilayah ini untuk dapat mengambil peluang dan mengantisipasi
ancaman yang mungkin muncul. Peluang wilayah Ekowisata sebagai pilihan wisata yang menarik
dapat dilihat dari besarnya animo masyarakat Jawa Timur untuk menikmati pilihan wisata yang
berbeda dari biasanya, baik untuk kebutuhan outbond, training hingga edukasi. Selanjutnya wilayah
Kota Malang yang populer dengan icon Kota pendidikan seharusnya dapat menjadikan Pulau
Sempu sebagai peluang wisata bagi siswa maupun mahasiswa, karena jenis wisata ini sangat
digemari oleh kaum muda. Meski begitu, ancaman yang ada pun juga harus dapat diantisipasi
dengan baik oleh pemerintah lokal dan masyarakat, karena dengan semakin berkembangnya wilayah
ini sebagai wilayah wisata akan menimbulkan kerusakan alam yang serius jika tidak ditangani
dan diawasi dengan ketat.

43
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47

Kebijakan Pengembangan Ekowisata di Pulau Sempu


Dengan melihat segala potensi yang ada di kabupaten Malang, terutama kondisi di daerah
Pulau Sempu, ada beberapa hal yang mesti dilakukan oleh pengambil kebijakan, untuk
pengembangan ekowisata di kawasan Pulau sempu :
1. Penguatan konsep ecotourism bagi Pulau Sempu. Pulau Sempu yang memiliki potensi
wisata alam yang sangat menarik perlu dikembangkan secara lebih serius oleh
Pemerintah. Hal ini dilakukkan demi meningkatkan nilai ekonomis wilayah ini bagi
penguatan ekonomi masyarakat sekitar. Namun untuk mengurangi dampak yang negatif
terhadap kerusakan lingkungan maka diperlukan sebuah upaya khusus untuk
menanggulanginya. Salah satu konsep yang tepat untuk mengatasi masalah ini adalah
dengan mengembangkan konsep Ecotourism di Pulau Sempu. Dalam konteks ini maka
wisata Pulau Sempu akan diarahkan sedemikian rupa agar pengembangannya tidak
menganggu atau selaras dengan upaya konservasi lingkungan serta berdampak positif
bagi pengembangan ekonomi lokal.
Pengembangan ekonomi lokal dilakukkan selain untuk menopang keberlanjutan
konservasi juga diperlukan untuk mendorong kesejahteraan masyarakat sekitar. Namun
dalam mengembangkan dan menguatkan konsep Ecotourism untuk mengembangkan
ekonomi lokal diperlukan sebuah pemahaman yang tepat pada masyarakat dan
pemerintah lokal. Hal ini dilakukkan agar pemerintah lokal dan masyarakat bisa
berperan aktif dan menjadi stakeholder yang berkepentingan terhadap pengembangan
wilayah ini. Salah satunya adalah dengan mengembangkan sebuah unit-unit ekonomi
(BUMDES-Badan Usaha Milik Desa) dan Koperasi untuk mendukung aktivitas dan
Tabel 2. Analisis SWOT Ekowisata Pulau Sempu
K EK UATAN (S TRENG TH ) P ELUAN G (OP PURTU NITY )
 Kekay aan alam dan pemandang an yang  W ilayah w isata Pulau Sempu dapat
relat if alami di w ilayah Pulau Sem pu m enjadi pilihan tem pat Ek ow is ata yang
dapat menj adi keungg ul an/atrak si y ang m enarik di w ilay ah Jaw a t imur.
s angat m enarik bagi w isataw an y ang  T ing ginya Jumlah Mahasi sw a di Wilayah
dat an g. Jaw a timur mendorong pas ar Ek ow is ata
 Kehidupan mas yarakat N elayan yang y ang leb ih luas.
unik dapat m enjadi day a tarik w is ata
t er sendiri.
KELE MAHAN ( WEA KNESSES ) ANC AMAN ( TH REAT )
 Jauhn ya lo kas i Pulau s empu dari Kot a  Peng embangan W ilayah S endang B iru
Malang dan ber kelak -k elok nya jalan unt uk menjadi pel abuhan Carg o
menuj u kes ana. internas ional dapat menjadi ancaman
 Infras trukt ur jalan yang sang at buruk di lingk ungan.
w il ayah daera h s endang biru.
 Sulitny a ak ses at as air bers ih di w il ayah
Pulau Semp u.
 Mas yarak at di w ilayah Sendang Biru
belum terbentuk im a ge s ebag ai w ilay ah
Ek ow isata.
 Peran pem erint ah lok al dalam
melakuk kan upaya- upay a ko nserv asi
dan pengaw asan masi h s angat rendah

kebutuhan para wisatawan, mulai dari unit usaha makanan, Souvenir, MCK, penyebrangan
(Kapal Nelayan), Penginapan, Parkir hingga Pemandu wisata.
2. Mendorong linkage dengan travel unit (agen perjalanan). Pengembangan suatu kawasan
wisata tidak bisa dilepaskan dari keberadan para pemadu wisata dan agen perjalanan. Karena
pemandu wisata dan agen wisata merupakan ujung tombak terdepan yang langsung
berhubungan dengan para wisatwan atau stakeholder, sehingga untuk lebih mudah dalam
mengembangkan suatu kawasan ekowisata maka diperlukan partisipasi mereka secara lebih
jauh. pemandu wisata dan agen perjalanan bisa dikontrol. Selain itu, keinginan dari para

44
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria

wisatawan dapat lebih mudah ditangkap, sehingga pengembangan ekowisata lebih terarah
dan sesuai dengan keinginan stakeholder.
Namun dalam pengembangan hubungan dengan agen perjalanan diperlukan sebuah
kesepakatan tentang konsep Ecotourism yang dikembangkan di wilayah ini. Hal ini
dimaksudkan agar tawaran paket wisata yang diberikan tidak menggangu upaya konservasi
alam yang juga dilakukkan di wilayah ini. Selain itu pihak pemandu perjalanan juga
diharapkan tidak memisahkan diri untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat lokal dalam
mendukung Ekowisata.
3. Mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat Wisata. Masyarakat lokal sebenarnya
bukanlah hambatan bagi pengembangan Ekowisata, karena peran mereka seharusnya tidak
terpisahkan dalam program-program wisata. Pengelolaan berbasis masyarakat ini merupakan
salah satu pendekataan pengelolaan alam yang meletakkan pengetahuan dan kesadaran
lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar pengelolaanya. Ditambah adanya transfer diantara
generasi yang menjadikan pengelolaan menjadi berkesinambungan menjadikan cara inilah
yang paling efektif, dibanding cara yang lainya.
Secara umum sudah dibahas sebelumnya bahwa pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir
dan lautan efektif adalah yang berbasis pada masyarakat. Nikijuluw (1994) berpendapat
pengelolaan berbasis masyarkat merupakan salah satu pendekataan pengelolaan alam yang
meletakkan pengetahuan dan kesadaran lingkungan masyarakat lokal sebagai dasar
pengelolaanya. Ditmabah adanya transfer diantara generasi yang menjadikan pengelolaan
menjadi berkesinambungan menjadikan cara inilah yang paling efektif, disbanding cara yang
lainya. Namun, masyarkat juga jangan sampai dilepaskan sendirian untuk mengelola
semuanya. Karena sudah diketahui bersama, bahwa salah satu masalah utama yang dihadapi
dalam pengelolaan ekowisata di Indonesia adalah masalah kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM), karena ketidakmerataan pendidikan yang diperoleh. Salah satu hal yang bisa dilakukan
dengan melibatkan pemerintah lokal dalam pengeloalaan, seperti dalam gambar 2.

Gambar 2. Pengelolaan Sumberdaya Pesisir berbasis masyarakat


dengan melibatkan pemerintah
4. Mendorong unit-unit usaha yang strategis. Dengan semakin berkembangnya wilayah Pulau
Sempu sebagai tempat Ekowisata, maka kebutuhan akan unit-unit usaha penyokong juga
diperlukan seperti tempat penginapan, tempat parkit, usaha souvenir, toko serba ada
(perancangan), tempat MCK, restaurant hingga jasa penyeberangan dengan kapal Nelayan.
Semua unit-unit usaha ini diharapkan dapat berada di wilayah sendang biru dan tidak
beroperasi di Pulau Sempu, karena diperlukan untuk mempertahankan kemurnian alam hayati
dan sisi naturalisme yang tinggi.
Dalam konteks pengembangan unit-unit usaha juga diperlukan sebuah bentuk kelembagaan
yang baik dengan mengembangkan sisi sosial ekonomi secara bersamaan (social
enterpreneurship) seperti konsep Koperasi dan BUMDES (Badan Usaha Milik Desa).
5. Melakukan promosi yang gencar. Berkembangnya kawasan wisata Pulau Sempu akan semakin
baik jika promosi yang dilakukkan juga gencar, hal ini dilakukkan guna menanamkan image
wisata yang kuat di wilayah Pulau Sempu. Promosi yang gencar selain dapat dikaitkan dengan

45
Journal of Indonesian Applied Economics
Vol. 3 No. 1 Mei 2009, 37-47

program-program yang ada dalam agen perjalan juga dapat dilakukkan dengan
mempromosikannya melalui website.
6. Mendorong partisipasi unit aktivitas mahasiswa Pencinta Alam untuk melakukkan program
konservasi secara berkala. Peningkatan upaya konservasi di wilayah Pulau Sempu selain
dapat dilakukkan oleh pemerintah lokal juga dapat dikoordinasikan dengan unit-unit aktivitas
mahasiswa Pecinta Alam dari berbagai perguruan tinggi di Jawa Timur. Hal ini dapat
dilakukkan dengan terus melakukkan aktivitas-aktivitas yang ramah dengan lingkungan,
seperti menjaga cagar alam dan kebersihan serta melakukkan pengawasan atau pemanduan
terhadap wisatawan-wisatawan yang datang.
7. Melakukkan Investasi MCK, Kebersihan dan Air Bersih di wilayah “Segoro-anakan”.
Infrastruktur dasar yang belum ada di wilayah Pulau Sempu (Segoro-anakan) adalah MCK
dan air bersih. Hal ini menjadi masalah utama bagi wisatawan yang sedang melakukkan
perkemahan disekitar wilayah “Segoro-anakan”. Jika tidak ditangani dengan serius hal ini
dapat mengganggu kebersihan, keindahan serta mengancam kerusakan alam yang ada di
wilayah “Segoro-anakan”.

E. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

1. Pulau Sempu merupakan wilayah wisata yang dapat dikembangkan menjadi ekowisata yang
menarik bagi wisatawan domestik dan internasional yang ingin menikmati konsep ekowisata.
2. Pengembangan ekowisata di wilayah Pulau Sempu hendaknya dapat diselaraskan dengan
kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, serta tidak berbenturan dengan upaya konservasi
yang telah dilakukkan pemerintah daerah di wilayah ini.
3. Pengembangan ekowisata di Pulau Sempu semaksimal mungkin harus dapat melibatkan
masyarakat dan pemerintah daerah secara optimal dalam setiap proses-proses didalamnya.
Hal ini dilakukkan guna memberikkan ruang yang luas bagi masyarakat setempat untuk
menikmati keuntungan secara ekonomi dari pengembangan ekowisata di wilayah ini.
4. Peningkatan kerjasama perlu untuk ditingkatkan dengan institusi atau lembaga terkait, seperti
agen perjalanan dan unit aktivitas mahasiswa pecinta alam, guna melahirkan ide-ide yang
kreatif guna pengembangan wilayah ekowisata. Selain itu keterlibatan mereka juga diharapkan
untuk memperkuat konsep ekowisata di wilayah Pulau Sempu.

DAFTAR PUSTAKA

Chafid Fandeli, 1997. Dasar-dasar Manajemen Kepariwisataan Alam, Yogyakarta: Liberti.

Connel, Joan at al., 1979. Migration From Rural Areas, The Evidance from Villages Studies,
Delhi: Oxford University Press.

Damanik, Janianton dan Helmut F. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata: Dari Teori ke Aplikasi.
PUSPAR UGM dan Penerbit Andi. Yogyakarta.

Daulay Harmony, 2002. Pergeseran Pola Relasi Gender di Keluarga Migran, Penyunting Abdul
Masrur, Yogyakarta: Penerbit Galang Press.

Hadinoto, 1997. Perencanaan Pengembangan Destinasi Pariwisata, J akarta:PT. Gramedia

Hagues Paul dan Haris, 1985. Sampling dan Statistik (Penterjemah Yulianto), Jakarta: LPPM dan
PT Pustaka Binaman Pressindo.

Hari Karyono, 1997. Kepariwisataan, Jakarta: Penerbit PT. Gramedia Widisauna Indonesia.

46
Strategi Pengembangan Ekowisata
Satria

Kusmayadi, Sugiarto E, 2000. Metodologi Penelitian Dalam Bidang Kepariwisataan, Jakarta: PT


Gramedia Pustaka Utama.

Liem Bik Gwat, J. G., 1997. Bertandang Memandang Kehidupan dan K e m a t i a n D a l a m


Kepariwis-taan Toraja (Kajian tentang Kahidupan Masyarakat Toraja Menghadapi Pariwisata
Budaya di Tanah Toraja, Salatiga: Tesis UKSW

Marpaung Happy, 2000. Pengetahuan Kepariwistaan, Bandung: Alfabeta.

Mchintos, Robert W and Charles R Goeldner, 1990. Tourism: Principles,


Practice, Philosophies, New York: Jogn Wiley and Sons Inc.

Mira P. Gunawan, 1999. Pariwisata Indonesia, Berbagai Aspek dan Gagasan Pembangunan,
Bandung: Penerbit Lembaga Penelitian ITB.

Moeljarto Tjokrowinoto.2002. Pembangunan Dilema dan Tantangan, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.

47
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

IDENTIFIKASI POTENSI PEMANFAATAN JASA LINGKUNGAN DAN


WISATA ALAM PADA KPH WILAYAH XIII DOLOK SANGGUL
KPHL UNIT XIX SAMOSIR

Samuel Pratama Samosir1, Marulam MT Simarmata2, Hotnaria Tampubolon2


1
Alumni Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Simalungun
2,
Staf Pengajar Program Studi Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Simalungun

Abstrak:Hutan mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena hutan mempunyai fungsi
ekologis, sosial dan ekonomis. Dalam perkembangannya hutan mendapat tekanan yang begitu kuat
sehingga fungsi ekonomis hutan menjadi lebih dominan sedangkan fungsi ekologis dan fungsi sosial
hutan kurang mendapat perhatian. Oleh Karena itu para pemangku kebijakan dengan berbagai kajian dan
penelitian, menyimpulkan diperlukan suatu organisasi untuk mengelola hutan dan kawasan hutan di tingkat
tapak untuk pengelolaan yang lebih efektif dan efisien. Penelitian bertujuan untuk mengidentifikasi
pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam pada KPH Wilayah XIII Doloksanggul KPHL Unit XIX
Samosir. Penelitian dilakukan dengan menggunakan jalur tracking untuk mencari calon lokasi yang
berpotensi memiliki jasa lingkungan dan objek wisata yang selanjutnya diolah dan dengan dukungan data
yang tersedia yang selanjutnya dilakukan analisis SWOT sebagai upaya pemanfaatan dan identifikasi
potensi jasa lingkungan dan wisata alam serta pembuatan strategi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata
alam. Berdasarkan hasil analisis bahwa identifikasi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam di
kawasan KPHL unit XIX Samosir sangat mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir.
Hasil pemetaan jalur tracking objek wisata ditemukan 3 calon lokasi di Kecamatan Harian dan 4 calon lokasi
di Kecamatan Simanindo dengan kegiatan bentang alam, camping ground, out bound dan bukit santai.

Keyword : identification, management, ecotourism,

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Hutan mempunyai arti penting dalam kehidupan manusia karena hutan mempunyai
fungsi ekologis, sosial dan ekonomis. Dalam perkembangannya hutan mendapat tekanan
yang begitu kuat sehingga fungsi ekonomis hutan menjadi lebih dominan sedangkan
fungsi ekologis dan fungsi sosial hutan kurang mendapat perhatian. Oleh karena itu para
pemangku kebijakan dengan berbagai kajian dan penelitian, menyimpulkan diperlukan
suatu organisasi untuk mengelola hutan dan kawasan hutan di tingkat tapak dalam
hal ini Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) dengan tujuan untuk pengelolaan yang lebih
efektif dan efisien.
Jasa lingkungan didefinisikan sebagai jasa yang diberikan oleh fungsi ekosistem
alam maupun buatan yang nilai dan manfaatnya dapat dirasakan secara langsung maupun
tidak langsung oleh para pemangku kepentingan (stakeholder) dalam rangka membantu
memelihara dan/atau meningkatkan kualitas lingkungan dan kehidupan masyarakat dalam
mewujudkan pengelolaan ekosistem secara berkelanjutan (Sriyanto, 2007).Wisata alam
adalah bentuk kegiatan wisata yang memanfaatkan potensi sumber daya alam yang
memiliki daya tarik bagi wisatawan serta yang ditujukan untuk pembinaan cinta alam,
baik dalam kegiatan alam maupun setelah pembudidayaannya.(Suwantoro, 1997)
Ekowisata adalah suatu model pengembangan wisata alam yang bertanggung
jawab di daerah yang masih alami atau daerah-daerah yang dikelola secara alami dimana
tujuannya selain untuk menikmati keindahan alam juga melibatkan unsur pendidikan dan
dukungan terhadap usaha konservasi serta peningkatan pendapatan masyarakat setempat.

*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 119


Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Wilayah kelola Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Unit XIX ditetapkan sebagai
KPHL sesuai Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.102/Menhut-II/2010 tanggal 5 Maret
2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) dan
Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara. Berdasarkan
Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014 tentang
Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara bahwa luas wilayah kelola KPHL Unit XIX
Samosir adalah 19.814,60 Ha.
KPHL Unit XIX Samosir memiliki karakteristik biofisik areal; (1) Wilayah
seluruhnya berada di Kabupaten Samosir, yang tersebar di Kecamatan Pangururan,
Simanindo, Ronggurnihuta, Palipi, Nainggolan dan Onan Runggu; (2) Iklim termasuk ke
dalam type iklim tropis basah dengan suhu berkisar antara 170C s.d 290C dan rata-rata
kelembaban udara sebesar 85,04%; (3) Geologi jenis tanah adalah podsolik bersifat
gembur dan mempunyai penampang cenderung tidak mantap dan peka terhadap
pengikisan. Dari jenis kimia tanah ini termasuk asam dan miskin hara; (4) Kelerengan
lapangan bervariasi dari datar sampai dengan sangat curam.
Potensi kawasan; Potensi yang terdapat pada KPHL Unit XIX Samosir antara lain
potensi hasil hutan kayu (Hoting, Medang, Simartolu/Melur, Sampinur, Pinus,
Makadamia, Rasamala, Andulpak), hasil hutan bukan kayu (getah pinus, rotan, minyak
atsiri dan lebah madu) dan potensi jasa lingkungan wisata alam. Akan tetapi belum
didukung dengan data potensial yang sesuai dengan kondisi di lapangan sehingga masih
menjadi kendala dan belum optimalnya dalam menyusun perencanaan pengelolaan hutan.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian untuk mengidentifikasi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata
alam pada KPH Wilayah XIII Doloksanggul KPHL Unit XIX Samosir.

METOLOGI PENELITIAN

Waktu dan Tempat Lokasi Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Juli 2018 hingga Januari 2019. Penelitian
ini dilakukan di wilayah kerja KPHL Unit XIX Samosir pada Kecamatan Harian Boro
dan Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir, Sumatera Utara. Pengolahan dan analisis
data dilakukan di Kantor KPHL Unit XIX Samosir. Lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 1

*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 120


Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Global Positioning System (GPS)
sebagai perekam titik koordinat dan jalur tracking, software ArcGIS 10.4 yang digunakan
untuk mengolah data pemetaan, alat tulis dan kamera digital sebagai alat dokumentasi.

Metode Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan mencari jalur calon lokasi yang berpotensi
memiliki jasa lingkungan dan objek wisata menggunakan GPS sebagai alat perekam jalur
tracking dan perekam koordinat objek wisata. Data jalur tracking akan valid apabila
langsung bertanya kepada Kepala dan staf Unit KPHL Unit XIX yang sudah mengetahui
medan wilayah kerjanya, transportasi menuju objek penelitian dan hal-hal penting lainnya.
Titik awal perekaman jalur objek wisata dimulai dari batas awal Kecamatan Harian
dengan GPS serta aktifkan track record. Selama perekaman jalur calon lokasi yang
berpotensi memiliki jasa lingkungan dan objek wisata, titik koordinat objek penelitian di
simpan dengan GPS. Perekaman jalur objek berakhir dengan menyimpan jalur track log
yang terdapat pada GPS dan menonaktifkan track record. Hasil perekaman jalur objek
wisata, diolah menggunkan software ArcGis 10.4.

Analisis Data
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis deskripsi kualitatif
untuk mengambarkan analisis SWOT untuk merumuskan strategi identifikasi pemanfaatan
jasa lingkungan dan wisata alam. Analisis SWOT juga digunakan untuk merancang
langkah-langkah strategi dan penilaian mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan
ancaman, sehingga menghasilkan strategi pengembangan pariwisata secara umum di
Kabupaten Samosir.
Metode Analisis SWOT untuk penyusunan konsep pengembangan potensi jasa
lingkungan dan wisata alam. Analisis dengan matriks SWOT bertujuan untuk
mengidentifikasikan alternatif-alternatif strategi yang secara intuitif dirasakan feasible dan
sesuai untuk dilaksanakan. Metode Analisis SWOT seperti Tabel 1.

Tabel 1. Metode Analisis SWOT


Faktor Internal
Faktor Penentu Strengh Weakness
Opportunities
(Peluang) SO WO
Faktor Eksternal Threats
(Ancaman) ST WT

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Pemetaan Jalur Tracking Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam

Kecamatan Harian Boho


*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 121
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Dari hasil pengamatan data pemetaan tracking, terdapat tiga calon lokasi jaslin dan
wisata alam yang ada di Desa Baniara Kecamatan Harian Boho Kabupaten Samosir
sebagaimana Tabel 1. Metode Analisis SWOT Tabel 1. Metode Analisis SWOT Tabel 1.
Metode Analisis SWOT Tabel 2.

Tabel 2. Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam Desa Baniara Kecamatan Harian
Kabupaten Samosir
No Jenis Jasling dan Koordinat Elevasi
Wisata Alam Desa Lintang Utara Bujur Timur (ft) Ket

1 Pemandangan Alam Baniara 2º31’10,27’’ 98º39’41,85’’ 6265 Terlampir


2 Lokasi Camping Ground Baniara 2º31’7,96’’ 98º39’36,68’’ 6267 Terlampir
3 Lokasi Out Bound Baniara 2º31’12,93’’ 98º38’37,27’’ 6226 Terlampir
Sumber : Data Primer Diolah (2018)

Berdasarkan Tabel 2, terdapat potensi jasling dan wisata alam di Keca- matan
Harian yang terdiri dari pemandangan alam/landskap, Camping Ground dan kegiatan out
bound. Potensi tersebut didukung dengan prasarana berupa jalan menuju lokasi yang
cukup baik dengan pengerasan serta sudah terdapat rencana peningkatan kualitas jalan
serta dukungan pembangunan poros jalan nasional di pulau Samosir, dengan demikian
menuju dan keluar dari lokasi dapat dilalui dengan menggunakan kenderaan roda dua dan
empat.
Aktivitas berwisata merupakan salah satu pilihan utama untuk mengisi waktu luang
yang dimiliki oleh setiap orang. Wisata yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan
yaitu wisata minat khusus. Wisata minat khusus adalah kegiatan wisata yang didasarkan
pada keinginaan wisatawan karena memiliki minat khusus dari objek wisata atau kegiatan
di daerah tersebut (Weiler & Hall 1992).
Wisata pemandangan alam, camping ground dan outbound merupakan bagian dari
minat khusus yang memiliki daya tarik bagi wisatawan pecinta alam untuk mengunjungi,
melihat secara langsung dan menikmati pemandangan dan keindahan alam tersebut, hal ini
tergambar pada lokasi yang memiliki potensi untuk hal dimaksud dan dukungan lainnya
terletak dalam satu hamparan, dengan demikian tiga kegiatan sekaligus dapat dilakukan.
Hal ini juga di dukung dengan dokumen Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek
(RPJHP) Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) unit XIX Kabupaten Samosir
diantaranya pengembangan dan pemanfaatan jasa lingkungan dan pari wisata alam.Dapat
disimpulkan bahwa ketiga lokasi berpotensi dimanfaatkan untuk kegiatan jasa
lingkungan dan wisata alam sebagaimana digambarkan pada Gambar 2.
Untuk melihat secara jelas hasil pemetaan menggunakan jalur tracking untuk lokasi
kecamatan Harian Kabupaten Samosir seperti tertera pada pada Gambar 3.

*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 122


Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Gambar 2. Jasling Pemandangan Alam di Desa Baniara Kecamatan Harian Kabupaten


Samosir

Gambar. 3 Peta Jalur Tracking Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam
Desa Baniara Kecamatan Harian Kabupaten Samosir

Kecamatan Simanindo
Untuk melihat potensi jasling dan wisata alam di kecamatan Simanindo, pengamatan
dan perekaman dengan menggunakan jalur tracking, didapatkan empat calon lokasi yang
memiliki potensi untuk ditetapkan dan dikembangkan menjadi kawasan untuk
pemanfaatan jasling dan wisata alam. Keempat lokasi tersebut seperti diuraikan pada
Tabel 3.

Tabel 3.Calon Lokasi Jasling dan Wisata Alam Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir
Koordinat Elevasi
No Calon Lokasi Kec
Lintang Utara Bujur Timur (ft) Ket
Pemandangan
1 98º51’59,31’’ Terlampir
Alam Simanindo 2º36’15,55’’ 5100
Lokasi camping
2 Simanindo 2º35’50,68 98º50’47,15’’ 5224 Terlampir
ground
3 Lokasi out bound Simanindo 2º35’40,49’’ 98º50’33,51’’ 5254 Terlampir

*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 123


Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

4. Bukit Santai Simanindo 2º 35’18,84’’ 98º 50’59,96 5177 Terlampir


Sumber : Data Primer Diolah (2018)
Jenis potensi jasling dan wisata alam di Kecamatan Simanindo terdiri dari 4 jenis,
yaitu pemandangan alam/landskap, lokasi camping ground, lokasi out bound dan bukit
indah. Akses menuju lokasi jasling dan wisata alam sangat memadai karena sebagian
jalan yang dilalui sudah diaspal dan sebagian sudah mengalami pengerasan jalan sehingga
dapat dilalui oleh kendaraan roda dua maupun beroda empat. Sarana yang disediakan di
masing-masing calon lokasi jasling dan wisata alam berbeda-beda, ke empat calon lokasi
yang diidentifikasi berpotensi memiliki manfaat jasa lingkungan dan wisata alam dapat
dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Gambar 4.Jasling Lokasi Pemandangan Alam di Kecamatan Simanindo Kab.Samosir

Gambar 5. Jasling Lokasi Pemandangan Alam di Kecamatan Simanindo Kab.Samosir

Hutan lindung sebagaimana terdapat pada status lokasi penelitian memiliki kawasan
yang terbatas, namun memiliki banyak potensi yang akan menjadi mubazir jika tidak
dimanfaatkan secara optimal. Dengan usaha pemanfaatan jasa lingkungan dimungkinkan
pemanfaatan hutan lindung yang selama ini diabaikan untuk menambah pendapatan
negara dan mensejahterakan rakyat khususnya yang berdomisili di sekitar hutan lindung.
Kondisi ini juga didukung dengan dokumen perencanaan jangka pendek
pembangunan dan pengembangan hutan di Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
unit XIX Kabupaten Samosir serta program pembangunan Kabupaten Samosir dengan
tagline Negeri Indah Sekeping Surga.

*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 124


Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Hasil perekaman dan pemetaan jalur tracking untuk kecamatan Simanindo


selanjutnya diolah dan dihasilkan sebuah peta. Untuk detailnya seperti disajikan pada
Gambar 6.

Gambar 6. Peta Jalur Tracking Calon Lokasi Jasa Lingkungan dan Wisata Alam
Kecamatan Simanindo Kabupaten Samosir.

Potensi Flora dan Fauna


Disamping pemanfaatan kawasan-kawasan yang berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai jasling maupun kegiatan wisata alam, pengamatan dan perekaman yang dilakukan
sepanjang jalur tracking juga dilakukan pencatatan terhadap kondisi flora dan fauna yang
terdapat di dalam kawasan. Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung ditemukan
beberapa jenis flora dan fauna yang terdapat dalam kawasan, meliputi Pinus salju
(nama lokal), berbagai kayu alam, Ekaliptus, Suren, dan Makademia di Kecamatan Harian
sedangkan di Kecamatan Simanindo yaitu jenis di dominasi jenis Pinus, Ekaliptus, kayu
alam, dan suren.
Jenis fauna yang terlihat sepanjang jalur tracking Kecamatan Harian Boho dan
Kecamatan Simanindo yaitu siamang, rusa, burung, babi hutan, kadal (Lacerta agilis), ular
hijau (Timeresurus albbolabris).

Analisa SWOT (Kekuatan- Kelemahan-Peluang-Ancaman)

Strength (Kekuatan)
Kabupaten Samosir memiliki panorama alam yang indah dengan iklim yang sejuk
merupakan surga bagi wisatawan karena keunikannya berada di tengah-tengah Danau
Toba, letaknya strategis dan berada di tengah-tengah Kawasan Danau Toba, berpotensi
besar menjadi daerah tujuan wisata, penduduk Samosir yang menganut sistem
kekerabatan masyarakat (estended family) Dalihan Natolu dengan karakteristik, daya
juang, dan kesetiakawanan yang tinggi, menjadi sumber daya potensial dan produktif
dalam percepatan pembangunan daerah, selain itu, Samosir memiliki Gunung Pusuk Buhit
sebagai gunung yang bernilai sakral tinggi dan merupakan asal muasal bangsa batak di
seluruh dunia, yang bisa dikelola menjadi salah satu daya tarik wisata, Samosir memiliki
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 125
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

banyak sekali potensi keindahan alam yang belum banyak dieksplorasi, sehingga
menjadikan beberapa daya tarik wisata yang baru ditemukan menjadi hal baru dan
memiliki ketertarikan tersendiri terhadap wisatawan, tarif tiket untuk masuk ke setiap daya
tarik wisata relatif murah, sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat, fasilitas
pariwisata seperti penginapan, klinik, mini market, restauran banyak tersedia.
Dari sisi bidang kehutanan, berdasarkan kondisi tutupan lahan KPHL unit XIX
Samosir terdapat 9.491,41 Ha (47,90%) yang masih berhutan dan 10.323,19 Ha (52,10%)
tidak berhutan/terbuka. Berdasarkan kondisi tersebut peluang pembukaan diversifikasi
atraksi pariwisata sangat memungkinkan untuk dilakukan dengan pemanfaatan kawasan
yang ada.

Weakness (Kelemahan)
Masih kurangnya minat masyarakat tentang pelestarian lingkungan dan masih
kurangnya keramahan masyarakat terhadap wisatawan asing, tingkat produktivitas
masyarakat masih minim, sumber daya manusia yang bisa diandalkan dalam usaha
pengelolaan di bidang pariwisata sangat terbatas, kurangnya promosi dari event-event yang
diadakan di Samosir, kurangnya sarana penunjang dan pemeliharaan kebersihan di setiap
Kawasan Wisata yang ada di Samosir, lokasi tempat situs dan artefak yang tersisa
kebanyakan milik kelompok marga sehingga menjadikannya susah untuk dikelola atas
nama pemerintah.
Di bidang kehutanan penataan batas blok pengelolaan pada kawasan yang
mengakibatkan ketidakjelasan pola pemanfaatan, lemahnya pengakuan masyarakat
terhadap KPHL Unit XIX belum optimal. Sumberdaya manusia pada KPHL Unit XIX dan
minimnya sarana dan prasarana penunjang dan adanya konflik pemanfaatan lahan yang
terjadi di kawasan hutan termasuk di KPHL Unit XIX adalah buah dari adanya
ketidakpastian terhadap kawasan hutan tersebut. Rendahnya pendapatan masyarakat
yang mengakibatkan kemiskinan merupakan bagian dari permasalahan kependudukan
bukan saja bagi perkotaan tetapi juga menjadi permasalahan di sekitar kawasan hutan.

Opportunities (Peluang)
Sektor kepariwisataan bisa ditetapkan sebagai penghela (lokomotif) pembangunan
di Samosir, memiliki potensi panorama alam, danau, pantai, gunung, yang sangat
memikat, dengan cuaca/iklim yang sejuk, Samosir dan Danau Toba pembentukannya
adalah akibat meletusnya Gunung Toba yang super dahsyat (super volcano) yang
diperkirakan terjadi sekitar 75.000 tahun yang merupakan peristiwa vulkanologi tertua
di dunia. Pulau Samosir adalah dasar kawah Gunung Toba yang terangkat. Danau Toba
dengan Pulau Samosir di tengah-tengahnya merupakan kaldera terbesar di dunia. Peluang
lainnya adalah Bandara Silangit tahun 2018 menjadi Bandara Internasional dan
penambahan ferry untuk penyeberangan Tiga Ras – Simanindo dan Muara – Nainggolan.
Pengembangan ecotourism di Samosir sangat memungkinkan dikembangkan dan
dibuka secara khusus di kecamatan Harian dan kecamatan Simanindo dengan dukungan
rencana pengelolaan jangka panjang KPHL Unit XIX Samosir.

Threats (Ancaman)
Kabupaten Samosir belum sepenuhnya mengarahkan program kegiatannya pada
upaya pengembangan kepariwisataan, organisasi masyarakat atau kelompok masyarakat
wisata belum memberikan kontribusi terhadap peningkatan pelayanan dan pengembangan
kepariwisataan termasuk dukungan untuk penerapan Sapta Pesona dan Sadar Wisata di
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 126
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

lingkungan masing-masing, aksesibilitas ke dan dari Kabupaten Samosir maupun di


sekitar Kabupaten Samosir masih ada yang belum memadai terutama menuju dan dari
daya tarik wisata, sarana dan prasarana pariwisata seperti hotel, restoran, rumah makan
dan fasilitas umum lainnya belum menyebar secara merata ke berbagai wilayah/
kecamatan, belum adanya ikon destinasi pariwisata berbasis ekowisata (ecotourism),
promosi wisata belum didesain dengan baik dan belum dilaksanakan secara kontinu serta
belum menggunakan teknologi informasi/komunikasi yang terbaru (up to date), kerjasama
antara pemerintah dan stakeholders lainnya masih lemah dan belum sinergis dalam
pengembangan dan pengelolaan pariwisata di Kabupaten Samosir.
Berdasarkan hasil inventarisasi ketergantungan masyarakat akan hasil hutan
termasuk jasa ingkungannya pada KPHL Unit XIX sangat tinggi. Masyarakat sekitar
KPHL Unit XIX sebagian besar menggantungkan hidup- nya dari sektor pertanian yang
memberikan kontribusi terbesar tingkat pendapatan lokal bahkan berkontribusi paling
besar terhadap PDRB.
Besarnya kontribusi pertanian terhadap tingkat kesejahteraan berdam- pak pada
semakin terdegradasinya lahan karena umumnya masyarakat belum mempraktekkan
sistem pertanian konservasi yang lebih lestari. Konflik pemanfaatan lahan yang terjadi di
kawasan hutan termasuk di KPHL Unit XIX adalah buah dari adanya ketidakpastian
terhadap kawasan hutan tersebut. Berbagai studi dan kajian telah mengindikasikan
bahwa masalah konflik tenurial yang terjadi di Indonesia berawal dari warisan kebijakan
kolonial di masa Hindia Belanda yang kemudian berlanjut hingga kebijakan nasional
terkini. Dugaan ini berasal dari keyakinan bahwa konsep kebijakan kepemilikan/
kepenguasaan negara di masa Hindia Belanda masih berlanjut hingga kini dan perubahan-
perubahan terhadap kebijakan tersebut di masa kemerdekaan belum berjalan dengan baik.
Ditinjau dari sisi sejarah, maka perubahan-perubahan kebijakan di masa Hindia Belanda
hingga masa kemerdekaan dan berlanjut di era reformasi berkontribusi besar terhadap
konflik tenurial tersebut. Konflik tenurial yang terjadi di kawasan KPHL Unit XIX.
Hasil analisis variable eksternal dan internal di atas menunjukkan kondisi eksisting
calon jasa lingkungan dan wisata alam pada KPHL Unit XIX Samosir. Kondisi eksisting
calon jasa lingkungan dan wisata alam pada KPHL Unit XIX Samosir dapat dijadikan
sebagai salah satu dasar pertimbangan pemanfaatan dan pengembangan calon jasa
lingkungan dan wisata alam yang dapat digunakan sebagai acuan untuk mencapai tujuan
dengan cara memaksimalkan potensi dan kesempatan namun secara bersamaan dapat
memi- nimalisasi kendala dan ancaman.
Strategi pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam berdasarkan Analisis
SWOT dijabarkan sebagai berikut.

Strategi SO
Dengan potensi yang dimiliki oleh Pulau Samosir berupa panaorama alam yang
indah dan iklim yang sejuk, sektor kepariwisataan bisa ditetapkan sebagai penghela
(lokomotif) pembangunan di Kabupaten Samosir. Menjalin kerjasama yang lebih baik
dengan pemerintah atasan, pemerintah luar daerah dan perusahaan penerbangan sehingga
bisa menawarkan kemudahan bagi wisatawan yang ingin datang berkunjung, dengan
menawarkan paket murah, dengan terbukanya jalur penerbangan langsung ke Bandara
Silangit, melestarikan setiap peninggalan yang ada berupa seni, budaya, sejarah, legenda
dan situs sebagai kekayaan budaya Batak, menambah dan menjaga hubungan baik dengan
berbagai pihak dan berbagai organisasi kepariwisataan dalam pengelolaan dan
pengembangan pariwisata dan menjalin kerjasama dengan biro perjalanan setempat dalam
pengembangan paket wisata.
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 127
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Optimalisasi potensi-potensi jasa lingkungan dan wisata alam yang memiliki ciri
khas secara khusus pada wilayah KHPL XIX yang didukung dengan rencana pengelolaan
jangka panjang KPHL Unit XIX Samosir terkait mengenai pemanfaatan potensi jasa
lingkungan dan wisata alam.

Strategi WO
Meningkatkan penyediaan sarana dan prasarana olahraga, rekreasi atau wisata bahari
yang bisa dilakukan dengan memanfaatkan kekayaan alam yaitu Danau Toba,
pembangunan Geopark Danau Toba – Unesco dan beberapa geosit di Kabupaten Samosir
dibarengi dengan upaya menyiapkan masyarakat setempat, mendukung dan memfasilitasi
setiap kegiatan kesenian yang melibatkan masyarakat terutama di bagian kebudayaan.
Memanfaatakan peluang rencana pengelolaan jangka panjang KPHL Unit XIX
Samosir terkait mengenai peman- faatan potensi jasa lingkungan dan wisata alam di
wilayah kerja mereka sehingga dalam pemanfaatan dan pengembangan calon jasa
lingkungan dan wisata alam di KPHL Unit XIX Samosir lebih maju agar pertumbuhan
ekonomi bisa berjalan dengan baik, serta penambahan fasilitas-fasilitas pe- nunjang
dalam kawasan wisata.
Kehadiran investor untuk melakukan investasi pengembangan dan pembangunan
pariwisata secara umum dan terkhusus pada pengembangan ecotourism perlu
dioptimalkan.

Strategi ST
Dengan dukungan Kementrian Kebudayaan dan Pariwisata menghasilkan penetapan
Geopark Danau Toba-Unesco dengan etalase dan Geosit di Kabupaten Samosir,
meningkatkan peran serta kelompok masyarakat terutama kelompok etnik batak dalam
menggali sejarah, seni dan budaya bangsa Batak, meningkatkan kerjasama dengan
berbagai lembaga penyelenggara even olahraga baik nasional maupun internasional,
meningkatkan kerjasama promosi dan pemasaran pariwisata Kabupaten Samosir terutama
ke daerah atau negara wisatawan, me- ningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak untuk
dapat memberikan jaminan keamanan bagi para wisatawan, dalam hal ini polisi, TNI, dan
Kedutaan Besar negara asing.
Upaya konservasi lingkungan melibatkan masyarakat yang berada di sekitar
kawasan calon jasa lingkungan dan wisata alam agar tetap menjaga kelestarian
lingkungan. Faktor keamanan bagi para wisatawan nantinya juga merupakan hal yang
penting dan pemandu wisata juga diperlukan karena memiliki peran yang cukup penting
bagi wisatawan dalam berinteraksi, serta melakukan pende- katan sehingga dapat
membantu pemanfaatan dan pengembangan calon jasa lingkungan dan wisata alam yang
juga akan berdampak kepada masyarakat yang tinggal di kawasan hutan untuk
mendapatkan pekerjaan.

Strategi WT
Meningkatkan pembangunan sarana dan prasarana berupa fasilitas umum yang
berstandar pariwisata internasional, meningkatkan peran serta kelompok
masyarakat/marga/tokoh masyarakat yang dipercaya dalam pelestarian sejarah, seni dan
budaya Batak, meningkatkan dukungan ke berbagai pihak terutama yang terkait dengan
industri pariwisata dan juga melakukan promosi wisata, meningkatkan dukungan
penyelenggara even olahraga untuk pembangunan sarana olahraga rekreasi dan olahraga
yang bersifat tantangan atau petualangan
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 128
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Untuk mengatasi masalah lingkungan dan keamanan di kawasan calon jasa


lingkungan dan wisata alam di KPHL Unit XIX Samosir harus bekerja sama dengan
semua pihak yang terkait, baik masyarakat, pemerintah dan swasta sehingga kelemahan
yang ada dapat dieliminasi dan ancaman yang akan muncul dapat diminimalisasi.
Dengan adanya kerjasama diha- rapkan dalam pemanfaatan dan pengembangan
calon jasa lingkungan dan wisata alam pada KPHL Unit XIX Samosir bisa berjalan
dengan baik adanya koordinasi antar satu dan lainnya.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Dari hasil analisis yang digunakan, bahwa identifikasi pemanfaatan jasa
lingkungan dan wisata alam di kawasan KPHL unit XIX Samosir sangat
mendukung pengembangan pariwisata di Kabupaten Samosir.
2. Hasil pemetaan jalur tracking objek wisata ditemukan 3 calon lokasi jasling dan
wisata alam pada Kecamatan Harian. Ke tiga lokasi dapat dijadikan sebagai calon
lokasi jasling pemandangan alam, lokasi kegiatan camping ground dan out bound.
3. Hasil pemetaan jalur tracking objek wisata ditemukan 4 calon lokasi jasling dan
wisata alam pada Kecamatan Simanindo Ke empat lokasi dapat dijadikan sebagai
calon lokasi jasling pemandangan alam, lokasi kegiatan camping ground, out
bound dan bukit santai.
4. Pemanfaatan jasa lingkungan membutuhkan pengembangan sumber daya manusia
yang berilmu, kreatif dan mampu menerapkan konsep jasa lingkungan dalam
teknologi yang dikembangkannya.

Saran
KPHL unit XIX Samosir diharapkan dapat bekerjasama dengan Pemerintah
Kabupaten Samosir secara khusus Sinas Pariwisata dalam rangka pemanfaatan kawasan
untuk kegiatan ecotourism.
Perlunya pengelolaan untuk meningkatkan kesesuaian wisata sehingga pemanfaatan
daya dukung kawasannya dapat dimaksimalkan. Untuk pengembangan wisata lebih lanjut
dibutuhkan pengelolaan yang tepat.

DAFTAR PUSTAKA

Adininggar F. W., A. Suprayogi dan A.P. Wijaya. 2016. Pembuatan Peta Potensi Lahan
Berdasarkan Kondisi Fisik Lahan Menggunakan Metode Weight Overlay. Jurnal
Geodesi. 5(2):1 – 24.
Alfira, R. 2014. Identifikasi Potensi dan Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove
Pada Kawasan Suaka Margasatwa Mampie, Kecamatan Wonomulyo Kabupaten
Polewali Mandar. [skripsi]. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas
Hasanuddin Makassar. Makasar.
Fandeli, C. 2000. Pengertian dan Konsep Dasar Ekowisata. Fakultas Kehutanan
Universitas. Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta.
Flamin, A., 2005. Analisis Sosiodemografi dan Psiokografi Wisatawan Terhadap Obyek
Daya Tarik Taman Wisata Alam Bantimurung. Tesis Program Studi Kehutanan
*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 129
Jurnal Akar Volume 1 Nomor 2 Edisi Agustus 2019

Kelompok Ilmu-Ilmu Pertanian. Sekolah Pasca sarjana Universitas Gadjah Mada.


Yogyakarta.
Karsudi, R.Soekmadi, dan H. Kartodihardjo. 2010. Strategi Pengembangan Ekowisata di
Kabupaten Kepulauan Yapen Provinsi Papua. JMHT Vol. XVI, (3): 148-154,
Desember 2010.
Latupapua, Y., 2007. Jurnal Agroforestry Voleme II Nomor Maret 007 : Studi Potensi
Kawasan dan Pengembangan Ekowisata di Tual Kabupaten Maluku Tenggara.
UMPATI-Press. Ambon.
Leimona B, Amanah S, Pasha R, Wijaya CI. 2013. Gender dalam skema Imbal Jasa
Lingkungan. Studi kasus di Singkarak, Sumberjaya, dan Sesaot. Bogor,
Indonesia: World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional
Program. 86p.
Lindberg K. 1991. Policies for Maximizing Nature Tourism Ecological and Economic
Benefit. Washington DC: World Resource Institute.
Millenium Ecosystem Assesment. 2005. Ecosystem and Human Wellbeing: Synthesis,
Island Press, Washington DC, USA.
Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.06/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar,
Prosedur dan Kriteria Pengelolaan Hutan Pada KPHL dan KPHP
Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia No. P.22/Menhut-II/2012 tentang
Pedoman Kegiatan Usaha Pemanfaatan Jasa Lingkungan Wisata Alam Pada
Hutan Lindung.
Peraturan Perundang-Undangan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang
Pengelolaan Lingkungan Hidup
Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana
Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan, pemanfaatan jasa lingkungan
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA). 2003. Pedoman Analisis Daerah
Operasi Objek dan Daya Tarik Wisata Alam (ADO-ODTWA). Direktorat
Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Bogor.
Pratiwi S. 2008. Model Pengembangan Institusi Ekowisata untuk Penyelesaian Konflik di
Taman Nasional Gunung Halimun Salak [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca-
sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Suprayitno. 2008. Teknik Pemanfaatan Jasa Lingkungan dan Wisata Alam. Bahan
Bacaan. Pusat Diklat Kehutanan. Bogor.
Maret 2010 tentang Penetapan Wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP) Provinsi Sumatera Utara.
KPHL Unit XIX Sumatera Utara
Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK.579/Menhut-II/2014 tanggal 24 Juni 2014
tentang Kawasan Hutan di Provinsi Sumatera Utara
Suyanto.S dan N.Khususiyah.2006. Imbalan Jasa Lingkungan Untuk Pengentasan
Kemiskinan. Junal Agro Ekonomi Vol. 24. No. 1, Mei 2006:95-113.
Taufik, I, N., 2011. Pengembangan Ekowisata Suatu Daerah. Fakultas
Ekonomi.Universitas Mataram. (12/1/2019).
Wibowo, 2007. Dampak Pengembangan Ekowisata Kawasan Wisata Gunung Merapi-
Merbabu Terhadap Perubahan Struktur Masyarakat. Fakultas Ilmu Sosial Dan
Ilmu Politik. Universitas Sebelas Marat. Surakarta. Diakses tanggal (16/2/2019).

*Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian USI* 130

Anda mungkin juga menyukai