Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

“Belajar dan Pembelajaran”


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
Dosen Pengampu : Dr. Desti Haryani, M.Pd.

Disusun oleh :
Nama NIM
1. Kristian Nakalelu (213020206054)
2. Vony Febryanti (213010206004)
3. Marcia Putrinanda (213020206022)
4. Fawwazul Fikra Damanik (213020206024)
5. Mei Vinny Feronika (213010206012)
6. Windea Aprilianti (213020206042)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS PALANGKARAYA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan
kesempatan pada kami sehingga makalah ini dapat tersusun sampai dengan
selesai. Atas rahmat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul
Belajar dan Pembelajaran tepat waktu.

Makalah Belajar dan Pembelajaran disusun guna memenuhi tugas dari Ibu
Dr. Desti Haryani, M.Pd. pada Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran. Makalah
ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Belajar dan Pembelajaran
bagi pembaca. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Desti Haryani,
M.Pd. selaku Dosen Pengampu mata kuliah Belajar dan Pembelajaran yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan kami
terkait Belajar dan Pembelajaran.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu proses penyusunan makalah ini. Kami menyadari makalah ini masih
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan
kami terima demi kesempurnaan makalah ini.

Palangka Raya, 12 Maret 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Judul....................................................................................................... 1

Kata Pengantar....................................................................................... 2

Daftar isi................................................................................................. 3

Bab I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang................................................................................ 4

1.2 Rumusan Masalah........................................................................... 4

1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 4

1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................... 4

Bab II. Pembahasan................................................................................ 5

Bab III. Penutup...................................................................................... 26

Daftar Pustaka......................................................................................... 27

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Belajar dan pembelajaran merupakan kegiatan yang saling berhubungan


dan tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Semua aktivitas
manusia bergantung dengan belajar. Dengan belajar, manusia mendapatkan
ilmu dan dapat mengembangkan potensi-potensi diri yang akan berguna dan
membantu manusia dalam melakukan aktivitasnya.

Selain itu, pembelajaran merupakan upaya yang dilakukan untuk


mengarahkan pembelajar atau peserta didik dalam melakukan proses belajar
sehingga dapat memperoleh tujuan dari belajar sesuai dengan yang
diharapkan. Oleh sebab itu, belajar dan pembelajaran saling berkaitan satu
sama lain.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa saja teori-teori Piaget dan implikasinya pada pembelajaran
Matematika?
2. Apa itu peta konsep dan contohnya dalam pembelajaran Matematika?
3. Apa saja aliran Konstruktivisme dalam pembelajaran Matematika?

1.3 Tujuan Penulisan


1. Untuk mengetahui teori-teori Piaget dan implikasinya pada pembelajaran
Matematika.
2. Untuk mengetahui peta konsep dan contohnya dalam pembelajaran
Matematika.
3. Untuk mengetahui aliran Konstruktivisme dalam pembelajaran
Matematika.

1.4 Manfaat Penulisan


Manfaat penulisan dari makalah ini adalah sebagai penambah wawasan dan
pengetahuan bagi pembaca mengenai belajar dan pembelajaran.

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Teori Piaget dan Implikasinya Pada Pembelajaran Matematika

Jean Piaget lahir pada tanggal 9 Agustus 1898 di Neuchatel, Swiss.


Ayahnya adalah seorang ahli sejarah dengan spesialisasi abad pertengahan.
Ibunya adalah seorang yang dinamis, inteligens, dan taqwa. Sewaktu
mudanya, ia tertarik pada alam dan senang mengamati burung-burung, ikan,
dan binatang lainnya di alam bebas, sehingga akhirnya tertarik pada pelajaran
biologi di sekolah. Sejak umur 10 tahun ia telah menerbitkan karangan
pertamanya tentang burung “Pipit Albino” pada majalah ilmu pengetahuan
alam. Pada umur 15 tahun ia menolak tawaran sebagai curator koleksi
moluska di museum Ipa di Geneva, karena ingin menyelesaikan sekolah
menengahnya.

Pada tahun 1916, Piaget menyelesaikan pendidikan sarjana bidang


biologi di Universitas Neuchatel. Pada usia 21 tahun ia telah menyelesaikan
disertasi tentang moluska dan memperoleh gelar doctor filsafat. Setelah
menyelesaikan pendidikan formal, Piaget memutuskan untuk mendalami
psikologi di Zurich. Pada tahun 1919, ia meninggalkan Zurich dan pergi ke
Paris. Selama dua tahun, ia tinggal di Universitas Sorbonne, belajar psikologi
klinis, logika, serta epistemology. Pendalamnya tentang filsafat
meyakinkannya bahwa perlunya pemikiran spekulasi murni dilengkapi
dengan pendekatan ilmu pengetahuan yang faktual.

Pada tahun 1920, Piaget bekerja bersama Dr. Theophile Simon di


laboratorium Binet di Paris dengan tugas mengembangkan tes penalaran yang
kemudian diujikan. Dari hasil uji yang diperolehnya, ia menyimpulkan bahwa
perbedaan jawaban yang ada disebabkan oleh perbedaan intelegensi peserta.
Berdasarkan pengalaman membuat tes tersebut, Piaget mendapatkan tiga
pemikiran penting yang mempengaruhi berpikirnya dikemudian hari.
Pertama, Piaget melihat bahwa anak yang berbeda umurnya menggunakan

5
cara berpikir yang berbeda. Inilah yang mempengaruhi pandangan Piaget
mengenai tahap-tahap perkembangan kognitif anak. Kedua, metode klinik
digunakannya untuk mengorek pemikiran anak secara lebih mendalam.
Metode inilah yang dikembangkan Piaget dalam studinya tentang
perkembangan kognitif anak.

Ketiga, Piaget berpikir bahwa pemikiran logika abstrak mungkin


relevan untuk memahami pemikiran anak. Menurutnya, operasi-operasi
logika yang ada dalam pemikiran deduksi berkaitan dengan struktur mental
tertentu dalam diri anak. Ia mencoba untuk menemukan bagaimana pemikiran
sangat berkaitan dengan logika. Ciri pemikiran deduksi logis (abstrak dan
hipotesis) ini menjadi salah satu ukuran tertinggi Piaget dalam menentukan
tahap-tahap perkembangan kognitif anak.

Pada tahun 1921, Piaget diangkat sebagai direktur penelitian di Institut


Jean-Jacques Rousseu di Geneva. Di situ ia memperoleh kesempatan untuk
mempelajari pemikiran anak. Hasil penelitiannya banyak dipublikasikan pada
tahun 1923-1931.

Pada tahun 1920-1930, Piaget meneruskan penelitiannya dalam bidang


perkembangan kognitif anak. Bersama dengan istrinya, ia meneliti ketiga
anaknya sendiri yang lahir pada tahun 1925, 1927, dan 1931. Hasil
pengamatan terhadap anak-anaknya ini dipublikasikan dalam The Original of
Intelligence in Children dan the Consruction of Reality tentang tahap
sensorimotor. Studinya tentang masa kanak-kanak meykinkan Piaget bahwa
pengertian dibentuk dari tindakan anak dan bukan dari bahasa anak.

Pada tahun 1940-an, Piaget tertarik untuk meneliti persepsi psikologi


Gestalt. Ia memperluas pengertian persepsi tidak hanya sebagai suatu proses
tersendiri, tetapi juga berhubungan dengan inteligensi. Sejak tahun 1943,
Piaget dengan teman-temannya menerbitkan banyak buku dan laporan
tentang persepsi. Puncaknya adalah buku The Mechanism of Perception pada
tahun 1961. Buku ini menjelaskan tentang struktur, proses, serta relasi antara

6
pesepsi dengan inteligensi seseorang. Atas anjuran Einstein, pada tahun 1940
Piaget meneliti tentang pengertian anak tentang waktu, kecepatan, dan gerak.
Sebagai hasil penelitian tersebut, ia mempublikasikan dua buku, The Child’s
Conception of Time dan The Child’s of Movement and Speed.

Sesudah perang dunia kedua, penghargaan akan karya Piaget mulai


tersebar ke seluruh dunia. Ia menerima gelar kehormatan dari banyak
Universitas, seperti Universitas Harvard di Cambridge, Universitas Sorbonne
di Paris, dan beberapa Universitas di Belgia dan Brasilia.

Pada tahun 1950, Piaget banyak meneliti dan menulis tentang


perkembangan inteligensi manusia. Ia juga mangaplikasikan hasil penemuan
psikologis tersebut dalam persoalan epistemology. Ditahun yang sama, ia
mempublikasikan seri epistemology genetic. Buku ini merupakan sintesis
pemikirannya akan beberapa aspek pengetahuan, termasuk matematika,
fisika, psikologi, sosiologi, biologi, dan logika. Di antara tahun 1950-1960,
Piaget banyak mempublikasikan bukunya terutama berisi tentang
perkembangan kognitif. Hingga pada tahun 1969, Piaget menerbitkan “The
Psychology of the Child” yang diperuntukkan bagi kalangan umum yang
ingin mengetahui pemikirannya. Ini adalah semacam ringkasan teori Piaget
tentang perkembangan intelektual dan persepsi. Pada tahun yang sama, ia
juga menerbitkan “Mental Imaginary in the Child”. Buku ini menjelaskan
perkembangan gambaran mental dan hubungannya dengan perkembangan
inteligensi. Pada tahun 1967, ia mempublikasikan “Biology and Knowledge”,
sebuah buku yang berkaitan dengan hubungan antara faktor biologi dengan
proses kognitif.

Piaget pensiun dari Institut Rousseau pada tahun 1971. Meskipun


demikian, ia tetap aktif menulis dan menerbitkan banyak buku. Piaget
meninggal pada tanggal 16 September 1980 di Geneva.

Teori perkembangan kognitif dikembangkan oleh Jean Piaget, seorang


psikolog Swiss yang hidup tahun 1896-1980. Teorinya memberikan banyak

7
konsep utama dalam lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh
terhadap perkembangan konsep kecerdasan, yang bagi Piaget, berarti
kemampuan untuk secara lebih tepat merepresentasikan dunia dan melakukan
operasi logis dalam representasi konsep yang berdasar pada kenyataan. Teori
ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata—skema tentang
bagaimana seseorang mempersepsi lingkungannya— dalam tahapan-tahapan
perkembangan, saat seseorang memperoleh cara baru dalam
merepresentasikan informasi secara mental. Teori ini digolongkan ke dalam
konstruktivisme, yang berarti, tidak seperti teori nativisme (yang
menggambarkan perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan
dan kemampuan bawaan), teori ini berpendapat bahwa kita membangun
kemampuan kognitif kita melalui tindakan yang termotivasi dengan
sendirinya terhadap lingkungan.

Untuk pengembangan teori ini, Piaget memperoleh Erasmus Prize.


Piaget membagi skema yang digunakan anak untuk memahami dunianya
melalui empat periode utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih
seiring pertambahan usia:

1) Periode sensorimotor (usia 0–2 tahun)


Menurut Piaget, bayi lahir dengan sejumlah refleks bawaan selain
juga dorongan untuk mengeksplorasi dunianya. Skema awalnya dibentuk
melalui diferensiasi refleks bawaan tersebut. Periode sensorimotor adalah
periode pertama dari empat periode. Piaget berpendapat bahwa tahapan ini
menandai perkembangan kemampuan dan pemahaman spatial penting
dalam enam sub-tahapan:

1. Sub-tahapan skema refleks, muncul saat lahir sampai usia enam


minggu dan berhubungan terutama dengan refleks.

2. Sub-tahapan fase reaksi sirkular primer, dari usia enam minggu


sampai empat bulan dan berhubungan terutama dengan munculnya
kebiasaan-kebiasaan.

8
3. Sub-tahapan fase reaksi sirkular sekunder, muncul antara usia
empat sampai sembilan bulan dan berhubungan terutama dengan
koordinasi antara penglihatan dan pemaknaan.

4. Sub-tahapan koordinasi reaksi sirkular sekunder, muncul dari usia


sembilan sampai duabelas bulan, saat berkembangnya kemampuan
untuk melihat objek sebagai sesuatu yang permanen walau
kelihatannya berbeda kalau dilihat dari sudut berbeda (permanensi
objek).

5. Sub-tahapan fase reaksi sirkular tersier, muncul dalam usia dua


belas sampai delapan belas bulan dan berhubungan terutama dengan
penemuan cara-cara baru untuk mencapai tujuan.

6. Sub-tahapan awal representasi simbolik, berhubungan terutama


dengan tahapan awal kreativitas.

2) Periode praoperasional (usia 2–7 tahun)


Pemikiran pra-operasional dalam teori Piaget adalah prosedur
melakukan tindakan secara mental terhadap objek-objek. Ciri dari tahapan
ini adalah operasi mental yang jarang dan secara logika tidak memadai.
Dalam tahapan ini, anak belajar menggunakan dan merepresentasikan
objek dengan gambaran dan kata-kata. Pemikirannya masih bersifat
egosentris: anak kesulitan untuk melihat dari sudut pandang orang lain.
Anak dapat mengklasifikasikan objek menggunakan satu ciri, seperti
mengumpulkan semua benda merah walau bentuknya berbeda-beda atau
mengumpulkan semua benda bulat walau warnanya berbeda-beda.

Menurut Piaget, tahapan pra-operasional mengikuti tahapan


sensorimotor dan muncul antara usia dua sampai enam tahun. Dalam
tahapan ini, anak mengembangkan keterampilan berbahasanya. Mereka
mulai merepresentasikan benda-benda dengan kata-kata dan gambar.
Bagaimanapun, mereka masih menggunakan penalaran intuitif bukan

9
logis. Di permulaan tahapan ini, mereka cenderung egosentris, yaitu,
mereka tidak dapat memahami tempatnya di dunia dan bagaimana hal
tersebut berhubungan satu sama lain.

Mereka kesulitan memahami bagaimana perasaan dari orang di


sekitarnya. Tetapi seiring pendewasaan, kemampuan untuk memahami
perspektif orang lain semakin baik. Anak memiliki pikiran yang sangat
imajinatif di saat ini dan menganggap setiap benda yang tidak hidup pun
memiliki perasaan.

3) Periode operasional konkret (usia 7–11 tahun)


Tahapan ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul
antara usia enam sampai dua belas tahun dan mempunyai ciri berupa
penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan
ini adalah:
Pengurutan—kemampuan untuk mengurutkan objek menurut ukuran,
bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran,
mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang
paling kecil.

Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi


serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik
lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat
menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak
lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa
semua benda hidup dan berperasaan).

Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari


suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh, anak
tidak akan lagi menganggap bahwa cangkir yang pendek tapi lebar
memiliki isi lebih sedikit dibanding cangkir yang tinggi tapi ramping.

10
Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda
dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak
dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan
sama dengan 4, jumlah sebelumnya.

Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-


benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari
objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi
cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila
air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu
akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.

Penghilangan sifat Egosentrisme—kemampuan untuk melihat sesuatu


dari sudut pandang orang lain (bahkan saat orang tersebut berpikir
dengan cara yang salah). Sebagai contoh, Siti menyimpan boneka di
dalam kotak, lalu meninggalkan ruangan, kemudian Ujang
memindahkan boneka itu ke dalam laci, setelah itu baru Siti kembali
ke ruangan. Anak dalam tahap operasi konkret akan mengatakan
bahwa Siti akan tetap menganggap boneka itu ada di dalam kotak
walau anak itu tahu bahwa boneka itu sudah dipindahkan ke dalam laci
oleh Ujang.

4) Periode operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)


Tahap operasional formal adalah periode terakhir perkembangan
kognitif dalam teori Jean Piaget. Tahap ini mulai dialami anak dalam usia
sebelas tahun (saat pubertas) dan terus berlanjut sampai dewasa.
Karakteristik tahap ini adalah diperolehnya kemampuan untuk berpikir
secara abstrak, menalar secara logis, dan menarik kesimpulan dari
informasi yang tersedia. Dalam tahapan ini, seseorang dapat memahami
hal-hal seperti cinta, bukti logis, dan nilai.

11
Ia tidak melihat segala sesuatu hanya dalam bentuk hitam dan
putih, namun ada "gradasi abu-abu" di antaranya. Dilihat dari faktor
biologis, tahapan ini muncul saat pubertas (saat terjadi berbagai perubahan
besar lainnya), menandai masuknya ke dunia dewasa secara fisiologis,
kognitif, penalaran moral, perkembangan psikoseksual, dan perkembangan
sosial. Beberapa orang tidak sepenuhnya mencapai perkembangan sampai
tahap ini, sehingga ia tidak mempunyai keterampilan berpikir sebagai
seorang dewasa dan tetap menggunakan penalaran dari tahap operasional
konkret.

Implikasi Teori Piaget dalam Pembelajaran Matematika

Teori kognitif dan teori pengetahuan piaget sangat banyak


mempengaruhi bidang pendidikan, terlebih pendidikan kognitif. Tahap-tahap
pemikiran Piaget sudah cukup lama mempengaruhi bagaimana para pendidik
menyusun kurikulum, memilih metode pengajaran, dan juga memilih bahan
ajar terutama di sekolah-sekolah.

Maka dari karya besar Piaget tersebut dapat diimplementasikan pada


proses pembelajaran di sekolah sesuai dengan teori perkembangannya itu
sendiri. Implementasi pada pembelajaran matematika yang akan diterakan
berikut hanya merupakan bentuk sebagian saja sebagai contoh yang cocok
untuk pengetahuan dan pengembangan terhadap materi pembelajaran itu
sendiri. Tentu yang terpenting adalah kesesuaian dengan pemilihan model,
pendekatan serta metode dalam pembelajaran terhadap materi ajar.

Berikut contoh pembelajaran berdasar pada teori Piaget sesuai tahap


perkembangan kognitif anak usia sekolah;

Pokok Bahasan : Bangun Ruang.

Sub Pokoh Bahasan : 1. Kubus.

12
2. Balok.
3. Tabung.
4. Prisma.
5. Limas.
6. Kerucut.
7. Bola.

Pembelajaran di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK).

 Anak-anak baru hanya diperkenalkan dengan bentuk


 Pembahasan hanya terbatas pada sub pokok bahasan yang terlihat
kontekstual
 Materi kubus cukup pada bentuknya, contoh aplikasi sekitar, serta warna
jika ada.
 Demikian untuk balok, bola dan yang lainnya dengan konsekuensi siswa
mengetahui nama dan bentuknya saja.

Penjelasan;
Anak usia Taman Kanak-Kanak masuk kategori pra-operasional pada
perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu melihat gambar dan
tidak berbentuk penalaran atas pengalamannya sendiri.

Pembelajaran ditingkat Sekolah Dasar (SD).

 Anak sudah mulai diperkenalkan dengan pendalaman bentuk bangun


yang dia ketahui tersebut.
 Pengelompokan bangun juga mulai hanya diperkenalkan, bahwa kubus,
balok dan yang lainnya termasuk bangun ruang.
 Anak-anak juga berkontekstual dengan bangun-bangun tersebut sehingga
ada pemahamannya tentang apa-apa saja yang terdapat pada bangun itu.
Seperti kubus, tentu memiliki panjang, lebar, dan juga tinggi.
 Keterhubungan unsur yang dimiliki belum dijelaskan

13
 Melanjutkan pembelajaran di kelas-kelas berikutnya sampai pada
operasi-operasi sederhana yang terdapat pada bangun itu.

Penjelasan;
Sesuai kurikulum pembelajaran tematik bangun ruang ini baru diperkenalkan
di kelas II SD, itu artinya pembelajaran-pembelajaran sebelumnya tentu
masih mengacu pada pra-operasional. Pada pembelajaran selanjutnya di SD
ini sudah memasuki tahap Operasi Konkret sesuai teori perkembangan
kognitif Piaget.

Pembelajaran ditingkat Sekolah Menengah (SMP dan SMA).

 Anak diajarkan mengetahui bentuk, struktur, dan isi dari bangun-bangun


ruang yang ada.
 Tiap-tiap bangun ruang itu, anak-anak diminta mengetahui cara
menghitung luas sisi, volume serta bentuk permukaan dengan
mengetahui bukaan dari bangun tersebut.
 Aplikasi dengan dunia nyata juga penting dilakukan sebagai aplikasi
materi yang diajarkan.
 Khusus di jenjang SMA hanya diperdalam dengan mengkaji unsur-unsur
yang terdapat pada bangun ruang, disamping mengulangnya kembali
pembelajaran itu.
 Pembelajaran di SMA sudah sampai pada tingkat penalaran oleh
pengalaman sendiri.

Penjelasan;
Materi bangun ruang di SMP diajarkan di kelas VII semester 2, itu artinya
erat dengan keterstrukturan materi sebelumnya yang menjadi pendukung
dalam pembelajaran materi ini. Anak di usia ini sudah masuk pada tingkat
operasi formal, sesuai tingkat perkembangan kognitif Piaget.

14
Pembelajaran di Perguruan Tinggi.

 Di perguruan tinggi bangun ruang sudah lebih didalami dalam satu mata
kuliah geometri
 Pendalamannya lebih dikaji lagi dalam teori Van Hiele.

Penjelasan;
Materi ini siswa/mahasiswa sudah mengandalkan tahap deduktif, induktif,
hipotesis dan logis. Tetapi tahap perkembangannya tetap berada pada operasi
formal sesuai tingkat kognitif Piaget.

2.2 Peta Konsep dan Contohnya Dalam Pembelajaran Matematika

Peta konsep adalah suatu bagan skematis atau ilustrasi grafis untuk
mewakili hubungan yang bermakna antara satu konsep dengan konsep
lainnya sehingga menjelaskan suatu pengertian konseptual seseorang dalam
suatu rangkaian pernyataan.

Peta konsep adalah suatu cara atau strategi untuk menyajikan informasi
dalam bentuk konsep-konsep yang saling terhubung dalam suatu rangkaian.
Peta konsep dikembangkan oleh Novak dan tim pada 1972 pada program
penelitian yang dilaksanakan di Cornell. Peta konsep dibuat untuk mencari
dan memahami perubahan pemahaman dalam ilmu pengetahuan anak-anak.
Peta konsep digunakan untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki
siswa, sehingga dengan bantuan peta konsep dapat menumbuhkan proses
belajar yang lebih bermakna. Peta konsep menggunakan pengingat visual
sensorik dalam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan untuk belajar,
mengorganisasikan dan merencanakan. Peta konsep dapat membangkitkan
ide-ide orisinal dan memicu ingatan dengan mudah jauh lebih mudah
daripada pencatatan secara tradisional (Sugiyanto, 2013).

15
Dalam hal ini, peta konsep merupakan metode mempelajari konsep
yang memudahkan siswa untuk mengembangkan ide karena difokuskan pada
suatu ide utama, kemudian menggunakan koneksi-koneksi pada otak untuk
memecahnya menjadi ide-ide yang lebih rinci. Peta konsep diperlukan karena
banyak anak mengalami kesulitan ketika berusaha mengingat kembali apa
yang sudah didapatkan, dipelajari, direkam, dicatat atau yang dahulu pernah
diingat.

Menurut Trianto (2013), peta konsep adalah ilustrasi grafis konkret


yang mengindikasikan bagaimana sebuah konsep tunggal dihubungkan ke
konsep-konsep lain pada kategori yang sama. Ciri-ciri peta konsep, yaitu :

1. Peta konsep atau pemetaan konsep ialah suatu cara untuk memperlihatkan
konsep-konsep dan proposisi-proposisi suatu bidang studi, apakah itu
bidang studi fisika, kimia, biologi, matematika, sejarah ekonomi,
geografi, dan lain-lain. Dengan membuat sendiri peta konsep, siswa
"melihat" bidang studi itu lebih jelas dan mempelajari bidang studi itu
lebih bermakna.

2. Suatu peta konsep merupakan suatu gambar dua dimensi dari suatu
bidang studi, atau suatu bagan dari bidang studi. Ciri inilah yang dapat
memperlihatkan hubungan hubungan proposisional antara konsep-konsep.
Hal inilah yang membedakan belajar bermakna dari belajar dengan cara
mencatat pelajaran tanpa memperlihatkan hubungan antara konsep-
konsep, dan dengan demikian hanya memperlihatkan gambar satu dimensi
saja. Peta konsep bukan hanya menggambarkan konsep-konsep yang
penting, melainkan juga hubungan antara konsep-konsep itu, seperti
hubungan antara kota-kota dalam peta jalan yang diperlihatkan oleh jalan-
jalan besar, jalan kereta api, dan jalan-jalan lainnya.

3. Ciri yang ketiga ialah mengenai cara menyatakan hubungan antara


konsep-konsep. Tidak semua konsep mempunyai bobot yang sama. Ini

16
berarti bahwa ada beberapa konsep yang lebih inklusif daripada konsep-
konsep yang lain. Misalnya, konsep makhluk hidup lebih inklusif
daripada konsep tumbuhan atau hewan. Jadi dapat kita lihat pada peta
konsep, bahwa konsep yang paling inklusif terdapat pada puncak, lalu
menurun hingga sampai pada konsep-konsep yang lebih khusus atau
contoh-contoh.

4. Ciri keempat peta konsep ialah tentang hierarki. Bila dua atau lebih
konsep digambarkan di bawah suatu konsep yang lebih inklusif
terbentuklah suatu hierarki pada peta konsep itu.

Menurut Sujana (2009), pembuatan peta konsep dilakukan dengan cara


membuat suatu sajian visual atau diagram tentang bagaimana suatu ide-ide
penting atau suatu topik tertentu dihubungkan satu sama lain. Dalam
membuat peta konsep, konsep-konsep yang ada di dalamnya harus diurutkan
secara hierarki, mulai dari konsep paling inklusif ke konsep yang lebih
khusus. Dengan kata lain, konsep yang paling inklusif berada pada bagian
paling atas, sedangkan konsep paling khusus berada pada bagian paling
bawah.

Langkah-langkah membuat peta konsep menurut Arends (1997:258),


sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi pokok atau prinsip yang melingkupi sejumlah konsep.
2. Mengidentifikasi ide-ide atau konsep-konsep sekunder yang menunjang
ide utama.
3. Tempatkan ide-ide utama ditengah atau dipuncak peta tersebut.
4. Kelompok ide-ide sekunder disekeliling ide utama yang secara visual
menunjukkan hubungan ide-ide tersebut dengan ide utama.

Menurut Dahar R, (2011) mengemukakan manfaat peta konsep antara lain:

a. Menyelidiki apa yang telah diketahui siswa

17
Guru harus mengetahui konsep-konsep apa yang telah dimiliki siswa
waktu pelajaran baru akan dimulai, sedangkan para siswa diharapkan
dapat menunjukan dimana mereka berada atau konsep-konsep apa yang
telah mereka miliki dalam menghadapi pelajaran baru itu. Dengan
menggunakan peta konsep, guru dapat melaksanakan apa yang telah
dikemukakan, sehingga para siswa diharapkan akan terjadi belajar
bermakna.

b. Mempelajari cara belajar penyusunan peta konsep


Dengan melatih mereka membuat peta konsep untuk mengambil sari
dari apa yang mereka baca, baik buku teks maupun bacaan-bacaan lain.

c. Menghindari miskonsepsi
Dari peta konsep yang dibuat oleh para siswa, ada kalanya ditemukan
miskonsepsi yang terjadi dari dikaitkannya dua konsep atau lebih yang
membentuk proposisinya yang “salah”. Karena miskonsepsi itu terbukti
dapat bertahan dan mengganggu belajar seterusnya, miskonsepsi itu
sedapat mungkin ditiadakan melalui proses perubahan konseptual.

d. Alat evaluasi
Dalam menilai peta konsep yang dibuat oleh para siswa secara ringkas
dikemukakan empat kriteria penilaian, yaitu: 1) kesahihan proposisi; 2)
adanya hierarki; 3) adanya ikatan silang; 4) adanya contoh-contoh
seperti yang telah dikemukakan novak (1985).

18
Contoh peta konsep dalam pembelajaran Matematika
1. Peta Konsep Segi Empat dan Segitiga

2. Peta Konsep tentang Barisan dan Deret

19
3. Peta Konsep Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV)

2.3 Aliran Konstruktivisme dalam Pembelajaran Matematika

Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang mengedepankan


kegiatan mencipta serta membangun dari sesuatu yang telah dipelajari.
Kegiatan ini bisa memacu peserta didik untuk selalu aktif, sehingga
kecerdasannya akan meningkat. Lantas, bagaimana pengertian teori
konstruktivisme menurut para ahli?

1. Hill
Tindakan mencipta suatu makna dari apa yang sudah dipelajari
seseorang.

2. Shymansky
Aktivitas yang aktif, ketika peserta didik melatih sendiri
pengetahuannya, mencari tahu apa yang sudah dipelajari, dan
merupakan proses menyelesaikan konsep dan ide baru dengan kerangka
berpikir sendiri.

3. Karli dan Margareta


Proses belajar yang diawali dengan adanya konflik kognitif, sehingga
akhirnya pengetahuan dibangun sendiri oleh peserta didik lewat
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan sekitarnya.

20
4. Tobin dan Timmons
Pembelajaran berlandaskan pandangan konstruktivisme yang harus
memperhatikan empat hal, yakni pengetahuan awal seseorang, belajar
lewat pengalaman, interaksi sosial, dan tingkat kepahaman.

5. Samsul Hadi
Sebuah upaya membangun tata susunan hidup berbudaya modern.

Tujuan penggunaan teori ini adalah sebagai berikut.


1. Membantu peserta didik dalam memahami isi dari materi pembelajaran.
2. Mengasah kemampuan peserta didik untuk selalu bertanya dan mencari
solusi atas pertanyaannya.
3. Meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap suatu konsep secara
komprehensif.
4. Mendorong peserta didik untuk menjadi pemikir aktif.

Langkah teori belajar ini diuraikan ke dalam empat tahap, yaitu sebagai
berikut:
1. Tahap pertama
Pada tahap ini, guru harus bisa memancing peserta didik tentang suatu
pokok bahasan atau konsep.
2. Tahap kedua
Pada tahap ini, Bapak/Ibu meminta peserta didik untuk mencari solusi
atau menyelidiki konsep yang telah dipaparkan di tahap pertama.
3. Tahap ketiga
Tahap ketiga berisi kegiatan lanjutan dari hasil penyelidikan dan
eksplorasi di tahap kedua. Pada tahap ini, peserta didik diminta untuk
memberikan pemaparan tentang konsep yang dirumuskan berdasarkan
pengetahuan yang telah diperolehnya
4. Tahap keempat
Untuk mengoptimalkan ketiga tahap sebelumnya, Bapak/Ibu bisa
mengondisikan suasana belajar di kelas menjadi lebih hangat, santun,

21
dan penuh wibawa. Dengan demikian, Bapak/Ibu bisa mendorong
peserta didik untuk bisa menerapkan pemahaman konseptual yang telah
diperolehnya di kehidupan sehari-hari.

Keunggulan Teori Belajar Konstruktivisme dibandingkan teori belajar lainnya


adalah sebagai berikut.
1. Menuntut keaktifan peserta didik untuk menemukan pengetahuan
berdasarkan kematangan kognitifnya.
2. Teori belajar ini fokus pada kesuksesan peserta didik terhadap sesuatu
yang telah ditugaskan.
3. Peserta didik dituntut untuk berpikir secara sistematis, sehingga bisa
membangun pengetahuan secara komprehensif.

Contoh pembelajaran matematika berbasis konstruktivisme diungkapkan Uba


Umbara (2017) yaitu pada materi segi empat dalam menentukan keliling
persegi panjang, adalah sebagai berikut.
a. Sediakan huruf A, B. C dan D pada kertas ukuran A4.
b. Sediakan rol meteran dengan panjang minimal 50 meter.
c. Ajak siswa ke lapangan yang ada di sekolah, misalnya lapangan basket.
Lapangan basket merupakan contoh persegi panjang.
d. Satu orang siswa diminta untuk berjalan mengelilingi lapangan bola
basket. Selanjutnya siswa tersebut untuk menaruh huruf yang telah
disediakan sebelumnya.
e. Dua orang siswa diminta untuk mengukur panjang dari titik A ke titik
B, dari titik B ke titik C, dari titik C ke titik D dan dari titik D ke titik A.
sementara siswa lain diminta untuk menulis panjang/jarak dari masing-
masing titik tersebut.
f. Setelah diketahui panjang masing-masing titik, mintalah masing-masing
siswa untuk menjumlahkan hasil pengukuran. Sehingga di dapat
penjumlahan : 28 + 15 + 28 + 15 = 86

22
g. Setelah itu, minta siswa untuk menyederhanakan penjumlahan tersebut,
sehingga di dapat (2 x 28) + (2 x 15) = 86.
h. Guru memberikan penjelasan tentang arti panjang dan lebar. Sehingga
penyederhanaan penjumlahan tadi bisa diganti menjadi 2P + 2L = K.
i. Penjelasan tersebut dapat dipahami dengan gambar berikut.

Gambar 1
Lapangan Basket Sebagai Representasi Persegipanjang

Contoh di atas menunjukkan peran guru sebagai seorang fasilitator


dalam membantu siswanya agar dapat dengan mudah mengkonstruksi sendiri
pengetahuan tentang konsep keliling. Perintah guru kepada siswa untuk
mengelilingi lapangan basket akan memberikan analogi dan pemahaman yang
jelas mengenai keliling suatu bangun datar, inilah yang akan menjadi
jembatan bagi siswa dalam memahami mengenai konsep keliling. Sementara
perintah guru untuk menjumlahkan hasil pengukuran dan
menyederhanakannya kemudian merubah penyederhanaan menjadi sebuah
notasi P dan L merupakan contoh anak menggunakan pengetahuan yang ada
di dalam struktur kognitifnya.

Dengan demikian, agar suatu pengalaman baru dapat terkait dengan


pengetahuan yang sudah ia miliki, maka proses pembelajaran harus dimulai

23
dari pengetahuan yang sudah ada di dalam pikiran siswa (sudah ada kerangka
kognitifnya) ataupun mudah ditangkap siswa (mudah dibangun kerangka
kognitifnya). Namun paling penting dan mendasar, tugas utama seorang guru
adalah menjadi fasilitator sehingga proses pembelajaran di kelasnya dapat
dengan mudah membantu para siswa untuk membentuk (mengonstruksi)
pengetahuan yang baru tersebut ke dalam kerangka kognitifnya. Pembelajaran
di atas menunjukkan bahwa pembelajaran dimulai dengan mengajukan suatu
masalah di mana ide matematikanya diharapkan dapat muncul dari masalah
tersebut, diikuti dengan siswa mendiskusikan cara memecahkan masalah yang
ada, diikuti dengan menemukan sendiri (guided reinvention) pengetahuan
matematikanya.

Contoh lain Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Konstruktivisme.


Perhatikan dialog antara guru dan siswa dalam penelitian yang telah
dilakukan oleh Fitz Simons (1992:79) :

Guru : Berapa 10 pangkat 3?


Siswa : 1000
Guru : Dan 10 pangkat 2?
Siswa : 100
Guru : Jadi 10 pangkat 1 menjadi berapa?
Siswa : 10
Siswa : Berapa 10 pangkat 0? (siswa bertanya kepada guru)
Guru : Mari kita cari berapa 10 pangkat 0? Kamu tahu bahwa pangkat 10
menurun satu persatu. Apa yang terjadi jika 10 pangkat 0?
Siswa : Satu
Guru : Berapa 10 pangkat -1?
Siswa : 0,1 atau 1/10

Dari dialog guru dan siswa tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan
menggunakan pendekatan konstruktivisme guru mengajak siswa untuk
mengemukakan pendapat, mencari solusi atau jawaban atas pertanyaan yang

24
diajukan oleh guru sehingga siswa diharapkan dapat mengaplikasikan
pemahaman dan mengkonstruksi sendiri tentang konsep bilangan pangkat n
yaitu 10 pangkat 3 atau 10 3 = 1000 dimana nilai n = 3.
Jadi 10n = …

Hal-hal yang harus dilakukan oleh guru agar dapat mengajarkan


matematika dengan menggunakan pendekatan konstruktivisme adalah
memberikan kesempetan kepada siswa untuk menyelesaikan masalah
matematika dengan caranya sendiri dengan kemampuan yang dimiliki dalam
pikirannya, artinya siswa diberi kesempatan melakukan refleksi, interpretasi
dan mencari strateginya yang sesuai. Rekonstruksi terjadi bila siswa dalam
aktivitasnya melakukan refleksi, interprestasi, dan internalisasi, rekonstruksi
ini dimungkinkan terjadi dengan probabilitas yang lebih besar melalui
diskusi, baik dalam kelompok kecil maupun diskusi kelas atau berbagai
bentuk interaksi dan negosiasi.

Keuntungan belajar matematika dengan pendekatan konstruktivisme


adalah siswa dapat membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa tidak
mudah lupa dengan pengetahuannya, menciptakan suasana belajar yang
menyenangkan karena menggunakan realitas kehidupan sehingga siswa tidak
cepat bosan untuk belajar matematika, siswa merasa dihargai dan semakin
terbuka karena setiap siswa ada nilai atas usahanya, memupuk kerja sama
dalam kelompok dan melatih siswa untuk terbiasa berpikir serta
mengemukakan pendapat. Sedangkan kelemahannya adalah siswa sudah
terbiasa diberi informasi terlebih dahulu maka siswa masih kesulitan dalam
menemukan jawabannya sendiri, membutuhkan waktu yang lama terutama
bagi siswa yang lemah pemikirannya.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Perkembangan kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif


manusia mulai dari usia anak-anak sampai dewasa; mulai dari proses-proses
berpikir secara konkret sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep
abstrak dan logis. Jean Piaget seorang pakar yang banyak melakukan
penelitian tentang perkembangan kemampuan kognitif manusia,
mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia terdiri
atas 4 tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap dan urutan berlaku untuk semua
usia tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki tahap tertentu tidak sama
untuk setiap orang. Tahap perkembangan kognitif diantaranya adalah tahap
sensorimotor (usia 0-2 tahun), tahap praoperasional (usia 2-7 tahun), tahap
operasional konkret (usia 7-11 tahun), dan tahap operasional formal (usia 11
tahun sampai dewasa).

Peta konsep adalah suatu bagan skematis atau ilustrasi grafis untuk
mewakili hubungan yang bermakna antara satu konsep dengan konsep
lainnya. Peta konsep dibuat untuk mencari dan memahami perubahan
pemahaman dalam ilmu pengetahuan anak-anak. Peta konsep digunakan
untuk mengetahui konsep-konsep yang telah dimiliki siswa, sehingga dengan
bantuan peta konsep dapat menumbuhkan proses belajar yang lebih
bermakna.

Teori belajar konstruktivisme adalah teori belajar yang mengedepankan


kegiatan mencipta serta membangun dari sesuatu yang telah dipelajari.

26
DAFTAR PUSTAKA

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif. Diakses pada 12


Maret 2022.

https://www.duniapelajar.com/2010/03/20/teori-perkembangan-kognitif-piaget-
dan-implikasi-dalam-pembelajaran-matematika/. Diakses 12 Maret 2022.

https://www.scribd.com/doc/250091807/IMPLIKASI-TEORI-PIAGET-DALAM-
PEMBELAJARAN-MATEMATIKA-docx. Diakses 12 Maret 2022.

https://mahfudin42.wordpress.com/2012/10/13/teori-belajar-matematika-
konstruktivisme/. Diakses 12 Maret 2022.

http://jurnal.upmk.ac.id/index.php/jumlahku/article/view/348/254. Diakses 12
Maret 2022.

https://www.quipper.com/id/blog/info-guru/teori-belajar-konstruktivisme/.
Diakses pada 12 Maret 2022.

https://mediaindonesia.com/humaniora/440926/yuk-mengenal-apa-itu-peta-
konsep . Diakses pada 12 Maret 2022.

http://repository.unpas.ac.id/37067/4/BAB%20II.pdf . Diakses pada 12 Maret


2022.

http://lookmanmath.blogspot.com/2017/01/peta-konsep-segiempat-dan-
segitiga.html . Diakses pada 12 Maret 2022.

27

Anda mungkin juga menyukai