Prbaikan
Prbaikan
BAGIAN PERTAMA
KEPELACURAN KEBIJAKAN
2
BAGIAN KEDUA
“Nilai Kedaulatan rakyat kini tinggal menjadi mitos karena nilainya telah
tergadai oleh para pemerintahan”
8
Namun sungguh ironis jika kita menyaksikan realitas yang terjadi pada hari
ini, rakyat sebagai penguasa tertinggi dalam demokrasi justru diperkosa
secara brutal oleh para pemerintahan ini.
Para mantan pengemis suara rakyat yang kemudian secara resmi menjadi
pelayan rakyat ini menjadi anjing yang justru menggonggong Tuannya
(rakyat ) sendiri, Sungguh lucunya dunia kepejabatan publik tersebut.
Mereka mengambil rel kebijkan yang justru berseberangan dengan apa
yang menjadi tuntutan dan amanat dari rakyat itu sendiri.
Para pejabat pemerintahan ini mulai memutus hubungan historisitasnya
dengan rakyat lalu kemudian menjadi pengemis baru , kali ini mereka tidak
mengemis suara pada rakyat seperti sebelumnya tapi kepengemisan yang
dilakukannya adalah mengemis pada kelompok oligarki dan kapitalisme.
Sehingga tidak heran jika kita melihat kebijakan ataupun keputusan
kepemerintahan ini mencerminkan kepentingan-kepentingan kelompok
oligarki dan kapitalisme ini.
Fenomena kekuasaan ini dapat kita baca dan pahami sebagai sebuah
fenomena pengabdian dan pelayanan pada oligarki dan kapitalisme sambil
menggonggongi rakyat sebagai tuan aslinya sendiri.
Tukar tambah kepentingan yang ditransaksikan dalam kamar-kamar gelap
yang di lakukan oleh para pejabat pemerintahan ini dengan para kelompok
11
oligarki kapitalisme sampai pada titik dan komanya suatu kebijakan yang
akan di terapkan pada rakyat.
Jika kita melakukan pemeriksaan secara lebih kritis lagi kita akan
menjumpai bahwa transaksi kepentingan politik yang di operasikan dalam
kamar-kamar gelap kekuasaan yang di lakukan oleh kubu pemerintahan
dengan kelompok oligarki kapitalisme ini tidak ada kaitannya dengan soal-
soal ideologis politik kepentingan rakyat,.
Ideologi politik kepentingan rakyat ini tertinggal jauh karna nilainya justru
bertentangan dengan semangat oligarki dan kapitalisme, karna itu kita
perlu membaca ulang konsep dan makna dari keputusan yang baik dan
benar yang sering di keluarkan oleh pemerintahan tersebut dengan
penafsiran bahwa kebijakan yang baik dan benar adalah kebijakan yang
sesuai dengan selera kepentingan oligarki dan kapitalisme bukan pada
kepentingan rakyat. Perjumpaan Romantis kepentingan politik oligarki dan
kapitalisme di satu sisi dengan para pemerintahan pada sisi yang lain yang
melakukan transaksi kepentingan tersebut seolah seperti subkultur dalam
budaya nasional kita sendiri yang di jaga dan rawat secara rapi oleh para
penguasa, kepentingan berjumpa dengan kepentingan kemauan bersua
dengan kebutuhan sungguh transaksi kepentingan yang begitu sempurna
bukan, kepentingan oligarki dan kapitalisme di rangkul kepentingan rakyat
di buang sejauh mata memandang. Cukup hebat bukan? Padahal jika kita
periksa kembali dengan mata pikiran yang sehat dan terbuka kita akan
memahami bahwa perjanjian konstitusional dengan warga negara perihal
keadilan , kesejahteraan, keamanan dan pengutamaan kepentingan rakyat
adalah perjanjian primordial yang di lakukan secara jujur dan terbuka oleh
konstitusional dengan warga negara, namun naasnya perjanjian primordial
antara konstitusional dengan warga negara justru di nodai serta di cederai
oleh pertemuan kepentingan dan transaksi kebutuhan yang di aktori oleh
para pejabat negara dengan kelompok oligarki dan kapitalisme.
Pemerintahan digaji dengan menggunakan uang rakyat bukan digaji oleh
para oligarki dan kapitalisme, mereka digaji untuk melaksanakan tugas
melayani dan melindungi kepentingan rakyat bukan untuk melayani dan
melindungi kepentingan oligarki dan kapitalisme. Karena itu sangatlah
12
ini memiliki watak yang sama seperti orang tuanya yaitu haus akan uang
dan lapar akan pemonopolianpolitik dan sumber daya ekonomi kerakyatan.
14
BAGIAN KETIGA
Kualitas pikiran yang buruk akan menghasilkan putusan yang jelek dan
cacat
Pertama :
Keputusan Presiden nomor 14 tahun 2021 tentang perubahan atas
peraturan presiden nomor 99 tahun 2020 tentang “ PENGADAAN VAKSIN
DAN PELAKSANAAN VAKSINASI DALAM RANGKA
PENANGGULANGAN PANDEMI CORONA VIRUS DISEASE 2019
(COVID-19) Pasal 13A ayat (2) yang berbunyi “setiap orang telah di
tetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid-19, bertententangan
dengan Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam Pasal 5
ayat (3) yang menyatakan dengan tegas bahwa setiap orang berhak
secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan pelayanan Kesehatan
yang diperlukan dirinya. Pada kepres presiden pada pasal 13 ayat 2 adalah
mewajibkan untuk vaksin, sementara dalam UU kesehatan pasal 5 justru
menempatkan masalah kesehatan itu adalah hak bukan kewajiban,.
Mari kita perjelas lagi apa itu kewajiban dan apa itu hak ,.?
20
Kedua :
21
BAGIAN KEEMPAT
“Demokrasi tumbuh subur dengan kritik tanpa kritik maka Demokrasi hanya
akan menghasilkan otoritarianisme”
Dari landasan konstitusional ini sampai pada deklarasi universal hak asasi
manusia yang mengatur tentang pentingnya perlindungan negara pada
warga negara dalam mengungkapkan pikiran baik itu dilakukan secara
lisan maupun diterus-terangkan melalui tulisan sebab ia adalah salah satu
bagian dari hak asasi manusia yang wajib dihormati oleh negara.
27
rakyat telah membuat suatu ketentuan hukum yang justru tak sesuai
dengan kehendak rakyat bahkan sangat merugikan kehidupan publik
rakyat itu sendiri.
Pemerintahan tidak sepantasnya mendapatkan hak kekebalan hukum
karma jika mereka memperoleh status hak kekebalan hukum maka itu
sangat bertentangan dengan nilai demokrasi kedaulatan rakyat itu sendiri,
sungguh lucu pejabat negara yang bertugas sebagai pelayan negara
mendapat hak kekebalan hukum sementara rakyat yang menjadi raja dari
pemerintahan ini tidak mendapatkannya,.
Bukankah hal kekebalan hukum itu sepatutnya dimilik oleh rakyat sebab
rakyat adalah raja bagi para pemerintahan .
Dengan hak imunitas yang dimiliki oleh para apartaus negara ini rakyat
akan kesusahan untuk mengkritik kebijakan pemerintahan karena bisa saja
pemerintahan tersebut akan mendalilkan bahwa yang mengkritik kebijakan
aparatus negara tersebut justru menodai dan melakukan pencemaran
nama baik pemerintahan. Cukup lucu bukan.
Jika tidak ingin mendapatkan sorotan kritik dari rakyat maka berhenti
menjadi aparatus negara, karena menjadi aparatus negara berarti siap
perintah dari rakayatdan jika tak sesuai dengan perintah rakyatnya maka
rakyat memiliki hak untu mengevaluasi dan memeriksa serta memberikan
peringatan pada pemerintahan tersbut bahwa tindakan dan kebijakan
publik yang mereka lakukan telah melenceng dari konstitusi dan amanat
dari rakay itu sendiri.
Ingatlah ketika para aparatus negara mengambil kebijakan atau ketetapan
hukum yang dia bawa itu nama rakyat bukan nama pribadinya sendiri,
maka logislah karena status kebijakannys bersifat kepublikan maka publik
punya hak untik mengontrol dan mengoreksi kebijakan tersebut.
Belum lagi fenomena tentang pembungkaman pikiran waktu lagi gencarnya
isu peoplepower pada tahun 2019 dulu dimana orang yang
mengkampanyekanpeoplepower dituduh sebagai perbuatan makar oleh
para apartaus negara dengan tanker-tanker negaranya tersebut , padahal
30
ditahun 2014 sebuah buku tentang peoplepower sudah ada tepatnya pada
masa kampanye kepresidenan Jokowi yajg pertama,.
Dengan demikian peoplepower ditahun 2014 dianggap sah dan halal oleh
negara dan di tahun 2019 ditetapkan sebagai sebuah konsep makar yang
haram serta dilarang untuk di pergunakan di publik tepatnya pada masa
keperintahan Jokowi,.
Padahal peoplepower adalah sah secara konstitusional mengingat bahwa
jika kebijkan pemerintahan negara tersebut menyengsarakan,merusuhkan
dan mengacaukan serta memecah belah persatuan nasional sisi lain
peoplepower tersebut adalah semboyan dari para barisan oposisi
penguasa.
Sungguh aneh kalau oposisi tersebut tidak ingin pemimpin-pemimpin
negara tersebut tidak segera diganti.
Peoplepower itu adalah implementasi praktikum yang menjadi dasar
pijakan dari barisan oposisi dan oposisi itu di perlukan oleh pemerintahan
mengingat status negara yang demokratis adalah yang menghormati kaum
oposisi sebagai barisan yang menjadi pengawal kebijkan aparatus negara
serta menjadi ancaman para pemerintahan.
Oposisi dihadirkan agar para aparus negara tetap selalu berada pada jalur
konstitusional maupun searah dengan tuntutan dan aspirasi dari rakyat itu
sendiri.
Fungsi kritik terhadap kebijakan publik adalah untuk mengurai Tentang
kecacatan kebijakan publik bukan untuk membangun atau memperbaiki
kebijakan publik itu sendiri, tugas yang dikritik itulah yang harus
memperbaiki konsep kebijakan publiknya tersebut.
Dengan kata lain kritik itu sebuah konsepsi penguraian terhadap realitas
dengan menunjukan kesalahannya bukan memperbaikinya.
Negara demokrasi hidup dan tumbuh subur dengan kritik, itu sebabnya ide
mengganti presiden yang melekat pada diri oposisi sudah dimulai sejak
presiden itu di Lantik , sebab ide mengganti presiden telah melekat dalam
tubuh oposisi itu sendiri.
31