Anda di halaman 1dari 17

JURNAL

PEMBERLAKUAN ASAS RETROAKTIF DALAM


PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

Oleh:

I MADE ADI SERAYA


NIM. 0990561005

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2012

1
I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
ABSTRACT
Pesatnya perkembangan jaman sebagai
pengaruh dari era globalisasi secara positif
The study entitled, "The
implementation of the retroactive principle memang dapat menimbulkan kemajuan dalam
in fighting against corruption". The
kehidupan masyarakat. Namun di sisi lain,
background of this research was derive
from the fact that corruption is an pesatnya perkembangan jaman tetap memiliki
extraordinary crime that needs an extra
dampak negatif yang dapat mengakibatkan
way against it. The formation of
Corruption Eradication Commission perubahan kondisi sosial dalam masyarakat.
(KPK) as an independent agency in the
Kejahatan berkembang bukan lagi tergolong
form of eradicating corruption in Indonesia
has gradually demonstrated its role. But, dalam kejahatan konvensional, tetapi dilakukan
Problems then occur when the citizen force
dengan cara-cara yang luar biasa dan oleh pelaku
KPK to handle the corruption cases before
this constitution constructed, especially yang memang memiliki kualitas dan integritas
BLBI case which made this state inflict a
intelektual yang tinggi. Kejahatan atau tindak
financial loss about Rp 138,4 trillions
happen during the 1997-1998. pidana yang dimaksud adalah kejahatan korupsi.
From the background it raised an
Korupsi menjadi fokus perhatian setiap
issue, whether the retroactive principle can
be applied by the Commission in the pemerintahan di berbagai Negara di dunia. Hal
investigation, and prosecution of the
ini disebabkan karena dampak dari tindak pidana
perpetrators of corruption that occurred
before the enactment of Law No. 30 Year korupsi sangat luas. Korupsi merupakan masalah
2002 was made on the Corruption
serius, tindak pidana ini dapat membahayakan
Eradication Commission?
In this discussion the retroactive stabilitas dan keamanan masyarakat,
principle can be applied by the
membahayakan pembangunan sosial ekonomi,
Commission in making "a series of
actions" which make it able to conduct an dan juga politik, serta dapat merusak nilai-nilai
investigation and prosecution of the
demokrasi dan moralitas karena lambat laun
perpetrators of corruption despite they
occurred before Law. 30 of 2002 on the perbuatan ini seakan menjadi sebuah budaya.1
Corruption Eradication Commission
Di Indonesia korupsi telah begitu meluas dan
enacted. Besides confirming that the
application of this principle is that mencapai kondisi yang parah, jika diandaikan
corruption is a crime classified as an
suatu penyakit kanker, mungkin korupsi telah
extraordinary crime which has wide
negative effects to the country. mencapai tingkat yang kronis sehingga akan
begitu sulit untuk bisa disembuhkan. Ia masuk
Keywords: retroactive principle,
Elimination, the Corruption dalam segala lini tatanan penyelenggara
pemerintahan dan kehidupan masyarakat. Mulai
dari yang tingkat kecil seperti pungutan liar di

1
Evi Hartianti, 2007, Tindak Pidana Korupsi, Cet I,
Sinar Grafika, Jakarta, h. 1.

1
jalanan hingga kelas berat. Misalnya, tidak mampu untuk menyentuh para pejabat
penyalahgunaan jabatan, penilapan kredit yang korup.
dan jaminan bank secara terencana dalam Kerugian yang telah ditimbulkan di berbagai
jumlah triliunan rupiah. Skala kerusakan bidang baik dalam keuangan Negara maupun
yang ditimbulkan akibat korupsi juga tidak pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan
main-main sehingga kejahatan korupsi ekonomi masyarakat secara luas akibat korupsi,
layak untuk digolongkan dalam tindak dan atas kerugian terhadap khalayak banyak
kejahatan luar biasa (extra ordinary tersebut tentunya korupsi dapat digolongkan
crime). sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary
Jika merunut ke belakang, sebenarnya Crime). Walaupun penggolongan korupsi
sejak tumbangnya rezim Orde Baru (Orba) sebagai kejahatan luar biasa (Extra Ordinary
tahun 1998, makin disadari oleh Crime) tidak dikenal dalam konvensi
masyarakat bahwa korupsi merupakan Internasional, akan tetapi sudah menjadi rahasia
masalah besar bangsa Indonesia yang umum bahwa korupsi telah terjadi diberbagai
harus diatasi. Korupsi telah menyebabkan instiusi. Jadi sudah barang tentu menjadi Extra
kesengsaraan masyarakat luas. Korupsi Ordinary Crime di Indonesia.
menimbulkan kemiskinan meluas, Predikat dan penggolongan negatif yang
pengangguran terus menumpuk, utang diperoleh oleh tindak pidana korupsi
negara kian membubung, layanan publik menyebabkan tindak pidana ini berpotensi
buruk, pembangunan terhambat, berada di luar jangkauan hukum pidana
penyalahgunaan wewenang merajalela, konvensional. Tentunya untuk memerangi tindak
pencurian uang rakyat besar-besaran dan pidana ini dibutuhkan suatu upaya yang luar
lemahnya penegakan hukum. Rezim Orde biasa (extra ordinary action). Tindakan-tindakan
Baru yang otoriter dan korup telah itu misalnya tindakan yang canggih, inovatif dan
melakukan proses feodalisasi hukum penuh terobosan. Tidak hanya tindakan
secara sistimatis, hingga banyak perangkat sekadarnya seperti hanya berwacana atau
hukum yang tidak bermuara pada keadilan menghukum koruptor secara tebang pilih. Robert
2
dan tidak melindungi rakyat. Hal ini Kiltgard menilai, pemberantasan korupsi tidak
terjadi karena hukum dibuat tidak berdaya, akan berhasil bila hanya menggunakan
adanya tekanan yang luar biasa dari pendekatan normatif. Harus ada terobosan
penguasa sebagai bagian dari upayanya progresif yang bagi kalangan normatif mungkin
dalam memfeodalisasi hukum sehingga dianggap aneh.3
mengakibatkan hukum menjadi lemah dan

3
Amirsyah, 2007, “Korupsi, Extra Ordinary Crime Vs
2
Evi Hartanti, op.cit, h. 3. Extra Ordinary Action”, Serial Online Jan-Feb, (Cited
2009 Feb.14), available from: URL:

2
Dalam konsiderans UU No 20/2001 Bagaimana halnya dengan kasus korupsi
tentang Pemberantasan Tindak Pidana yang ada sebelum terbentuknya KPK, misalnya
Korupsi yang menyatakan bahwa: “tindak Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia
pidana korupsi yang selama ini terjadi (BLBI) yang berasal dari upaya pemerintah
secara meluas, tidak hanya merugikan bersama Bank Indonesia untuk mencegah dan
keuangan negara, tetapi juga merupakan mengatasi krisis perbankan nasional sehubungan
pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan dengan krisis keuangan dunia yang terjadi dalam
ekonomi masyarakat secara luas, sehingga kurun waktu tahun 1997 dan 1998. Dimana
tindak pidana korupsi perlu digolongkan pemerintah dan Bank Indonesia sepakat untuk
sebagai kejahatan yang pemberantasannya mengucurkan bantuan tersebut sebesar Rp 143
harus dilakukan secara luar biasa”. triliun kepada perbankan nasional. Tetapi
Pemahaman itu mestinya membuat didalam pelaksanaannya ternyata pengucuran
petugas penegak hukum dapat berpikir tersebut diberikan juga kepada Bank-Bank yang
bahwa pemberantasan dan penanggulangan tidak sehat begitu pula penerimaan dana BI oleh
tindak pidana korupsi harus dilakukan para Obligor (pemilik Bank) tidak sesuai bahkan
dengan cara atau tindakan yang luar biasa bertentangan dengan tujuan dan peruntukannya.
yaitu dengan memberlakukan Asas Dapat dibayangkan manfaat uang korupsi
Retroaktif (berlaku surut) terhadap pelaku- Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) yang
pelakunya yang ditenggarai sebagai bernilai ratusan triliun rupiah tersebut bila
koruptor. Beruntung sejak dibentuknya digunakan untuk menanggulangi kemiskinan.
lembaga independen anti korupsi yaitu Beberapa kasus yang terkait dengan BLBI,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) KPK dapat mengambil tindakan dengan cara
pada 29 Desember 2003, cukup banyak pengambilalihan kasus karena alasan ketidak
kasus-kasus korupsi yang ditangani dan jelasan penyelesaian kasus tersebut, kewenangan
cukup banyak pula koruptor yang di ini terdapat Pasal 9 Undang-Undang No. 30
penjara serta harus membayar kerugian Tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan
negara yang diakibatkannya. Hadirnya Korupsi yang menyatakan bahwa:
KPK mungkin dapat kita andaikan sebagai Pengambilalihan penyidikan dan penuntutan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8,
setetes air yang dapat menghilangkan
dilakukan oleh Komisi Pemberantasan
dahaga atau suatu obat yang dapat Korupsi dengan alasan:
a. laporan masyarakat mengenai tindak
meringankan penyakit bangsa ini, namun
pidana korupsi tidak ditindaklanjuti;
apakah KPK dapat menghentikan sumber b. proses penanganan tindak pidana
korupsi secara berlarut-larut atau
penyakit itu?
tertunda-tunda tanpa alasan yang
dapat dipertanggungjawabkan;
c. penanganan tindak pidana korupsi
http://amirsyah.blogspot.com/2007/12/ korupsi-
extra-ordinary-crime-vs-extra.html. ditujukan untuk melindungi pelaku

3
tindak pidana korupsi yang hukum di Negara ini, harus berani membebaskan
sesungguhnya;
diri dari konsep, doktrin serta asas yang berlaku.5
d. penanganan tindak pidana
korupsi mengandung unsur Pemberlakuan asas retroaktif dalam hal siatuasi
korupsi;
seperti ini sangatlah tepat digunakan sebagai
e. hambatan penanganan tindak
pidana korupsi karena campur suatu tindakan luar biasa atau extra ordinary
tangan dari eksekutif, yudikatif,
action dengan harapan KPK sebagai suatu
atau legislatif; atau
f. keadaan lain yang menurut lembaga independent yang khusus bergerak
pertimbangan kepolisian atau
dalam pemberantasan korupsi mampu
kejaksaan, penanganan tindak
pidana korupsi sulit memejahijuakan setiap kasus korupsi meskipun
dilaksanakan secara baik dan
tempus delicti-nya terjadi sebelum Undang-
dapat dipertanggungjawabkan.4
Undang N0. 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Kasus BLBI yang belum diungkap
Pemberantasan Korupsi (KPK) diundangkan.
baik oleh kejaksaan maupun kepolisian,
mengingat kedua lembaga ini tidak bekerja
2. Rumusan Masalah
secara maksimal dan profesional, banyak
Dengan berdasarkan pada uraian dalam
koruptor tapi tidak ada yang dihukum,
latar belakang tersebut di atas, maka masalah
telah terjadi mafia peradilan (judicial
yang dapat penulis rumuskan adalah sebagai
corruption ). Selain itu survai KPK yang
berikut :
terakhir menempatkan lembaga kepolisian
 Apakah Asas Retroaktif dapat
sebagai instansi yang terkorup dan
diberlakukan oleh KPK dalam
mendapat peringkat pertama. Dapat kita
melakukan penyelidikan, penyidikan
tarik kesimpulkan sementara bahwa kedua
maupun penuntutan terhadap pelaku
lembaga ini telah gagal dalam melakukan
tindak pidana korupsi yang terjadi
tugasnya menegakkan hukum sehingga
sebelum diundangkannya Undang-
tidak mungkin kita dapat berharap banyak
Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
kepada kedua lembaga ini khususnya
Komisi Pemberantasan Korupsi?
dalam pemberantasan terhadap tindak
pidana korupsi.
II. Metode Penelitian
Dalam keadaan seperti ini mestinya
Bahwa penelitian ini menggunakan metode
kita sudah mulai berpikir secara luar biasa
penelitian hukum normatif yang akan
dengan keberanian mengambil tindakan
mengkaji kesenjangan dalam asas-asas
yaitu “mematahkan aturan lama” (rule-
hukum dimana menggunakan bahan hukum
breaking) sehingga dalam penerapan

4
Komisi Pemberantasan Korupsi, 2008,
5
Memahami Untuk Membasmi (Understanding to Satjipto Raharjo, 2007, Membedah Hukum Progresif,
Eradicate), Cet. 3, KPK, Jakarta, h. 24. Kompas, Jakarta, h. 130.

4
yang terdiri dari bahan hukum primer dana BLBI yang dikucurkan kepada 48 bank
serta bahan hukum sekunder. umum nasional, Rp 138,4 triliun dinyatakan
- Bahan hukum primer, yaitu dikaji merugikan negara.
dari bahan-bahan hukum berupa Penuntasan proses hukum kasus BLBI
peraturan perundang-undangan, sejatinya menjadi tolak ukur serius atau tidaknya
catatan-catatan resmi atau risalah pemerintah dalam pemberantasan korupsi di
dalam pembuatan perundang- Indonesia. Dalam kasus korupsi BLBI, jelas
undangan dan putusan-putusan terlihat bahwa pemerintah setengah hati dalam
hakim.6 penyelesaian kasus korupsi. Tindakan
- Bahan hukum sekunder, yaitu pemerintah yang belum serius dalam
bahan hukum yang menunjang penyelesaian kasus korupsi BLBI terlihat dari
bahan hukum primer, seperti tindakan Kejaksaan Agung yang menghentikan
literature atau buku-buku hukum, penyelidikan pada 29 Februari 2008 terhadap
karya tulis hukum baik yang kedua kasus yang diduga melibatkan Sjamsul
termuat dalam media massa Nursalim dan Anthony Salim. Meskipun diakui
7
maupun media internet. adanya kerugian negara, namun kejaksaan tidak
menemukan adanya unsur melawan hukum yang
dilakukan.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penghentian kasus BLBI tersebut juga
2. Kajian Progresif Pemberlakuan diperburuk dengan tertangkapnya Ketua Tim
Asas Retroaktif Dalam BLBI Kejaksaan Agung, Jaksa Urip Tri
Pemberantasan Tindak Pidana Gunawan (Minggu, 2 Maret 2008) yang diduga
Korupsi Oleh KPK (Komisi menerima suap sebesar lebih dari Rp 6 mliar dari
Pemberantasan Korupsi) orang yang dikenal dekat dengan Sjamsul
Nursalim.
Penyimpangan dana Bantuan Atas kondisi carut marutnya penyelesaian
Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kasus korupsi BLBI muncul beberapa alternatif
merupakan skandal korupsi terbesar yang penyelesaian. Salah satunya dorongan agar KPK
pernah terjadi di negeri ini. Fakta itu bisa mengambil alih kasus BLBI yang sebelumnya
dilihat dari hasil audit Badan Pemeriksa ditangani Kejaksaan dan Kepolisian. Sedangkan
Keuangan (BPK). Dari Rp 144,5 triliun di sisi lain publik dari segala daerah terus
menerus mendesak KPK mengambil alih BLBI.
6
Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian Berbicara mengenai pengambil alihan kasus
Hukum, Cet. 3, Kencana Prenada Media Group,
Jakarta, h. 141. dalam hal ini BLBI, berarti akan berbicara
7
Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar
Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, mengenai kewenangan KPK. Sedangkan jika
h. 52.

5
kita berbicara tentang kewenangan KPK, 1. PENYELIDIKAN adalah serangkaian
tindakan penyelidik untuk mencari dan
berarti akan berbicara mengenai segala
menemukan suatu peristiwa yang diduga
kewenangan yang berkaitan dengan sebagai tindak pidana guna menentukan
dapat atau tidaknya dilakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan.
penyidikan menurut cara yang diatur
Namun, sebelum kita membahas dalam undang-undang ini.
2. PENUNTUTAN adalah tindakan
kewenangan KPK dalam hal mengadakan
penuntut umum untuk melimpahkan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, perkara pidana ke pengadilan negeri
yang berwenang dalam hal dan menurut
maka terlebih dahulu perlu kita ketahui dan
cara yang diatur dalam undangundang
pahami secara jernih dua wilayah hukum ini dengan permintaan supaya diperiksa
dan diputus oleh hakim di sidang
pidana, yaitu hukum pidana formil dan
pengadilan.
hukum pidana materil.
Dari Pasal 1 angka 1, 5, dan 7 KUHAP
Hukum pidana formil dalam kasus ini,
diatas terlihat bahwa pengertian Penyelidikan,
berbicara tentang sejauh mana KPK
Penyidikan dan Penuntutan pada dasarnya
mempunyai kewenangan melakukan
bermaksud sama dengan “tindakan” dan
perbuatan/tindakan penyelidikan,
8
”serangkaian tindakan”.
penyidikan dan penuntutan. Sedangkan,
Dengan demikian, tindakan/perbuatan KPK
hukum pidana materiil menjelaskan dasar
seharusnya diletakkan pada sesuatu yang berada
hukum yang dapat digunakan KPK sebagai
di wilayah hukum formil, yang harus dibedakan
dasar dakwaan atau tuntutan terhadap
dengan dasar penuntutan yang berada di ranah
suatu perbuatan pidana yang dilakukan di
hukum materiil. Lalu apakah KPK berwenang
waktu tertentu.
untuk mengasut kasus BLBI yang kita semua
Pada ranah hukum pidana formil
ketahui bahwa tempus delict-nya terjadi sebelum
(acara), perlu dilihat pengertian
Undang-Undang KPK diundangkan?
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan
Harus diakui, hingga saat ini masih terdapat
berdasarkan Kitab Undang-Undang
perbedaan pendapat tentang rentang waktu
Hukum Acara Pidana (KUHAP) atau UU
kewenangan KPK untuk menangani perkara,
8/1981.
yang setidaknya terpolarisasi menjadi:
Pasal 1 KUHAP
Yang dimaksud dalam UU ini dengan: a. KPK hanya berwenang menangani
1. PENYIDIKAN adalah
perkara yang terjadi setelah UU 30/2002
serangkaian tindakan penyidik
dalam hal dan menurut cara yang tentang KPK terbentuk, yaitu sejak 27
diatur dalam undang-undang ini
Desember 2002.
untuk mencari serta mengumpulkan
bukti yang dengan bukti itu
membuat terang tentang tindak
8
pidana yang terjadi dan guna Febri Diansyah, 2008, “Kewenangan KPK
Menangani Tindak Pidana Korupsi BLBI”, Serial Onlaine
menemukan tersangkanya.
Ap-Mei, (Cited 2009, Mei 31, jam 13.20), available from:
URL: http://www.kpp.com.

6
b. KPK hanya berwenang menangani terbentuknya Komisi Pemberantasan
Korupsi, dapat diambil alih oleh Komisi
perkara yang terjadi setelah UU
Pemberantasan Korupsi berdasarkan
31/1999 sebagaimana diubah oleh ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 9.
UU 20/2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Pasal 39 ayat (1) Undang-Undang KPK
Korupsi (Tipikor) ada, yaitu sejak yang menyatakan bahwa:
16 Agustus 1999. Penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
Tipikor dilakukan berdasarkan KUHAP
c. KPK berwenang menangani semua
yang berlaku dan berdasarkan UU 31/1999
perkara yang terjadi sebelum UU sebagaimana diubah dengan UU 20/ 2001,
kecuali ditentukan lain dalam Undang-
KPK dan UU Tipikor terbentuk,
Undang ini.
sepanjang tidak melewati masa
Agar pasal ini tidak ditafsirkan
daluarsa penuntutan pidana.9
menyimpang, yaitu bahwa KPK hanya
Jika ditelaah secara mendalam
berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan
sebenarnya KPK berwenang menangani
dan penuntutan Tipikor dalam ruang lingkup
perkara sebelum Undang-Undang KPK
waktu Undang-Undang No. 31 Tahun1999, atau
dan Undang-Undang Tipikor terbentuk,
hanya setelah 16 Agustus 1999. Maka perlu
sepanjang tidak melewati masa daluarsa
dilihat kembali defenisi yang tepat atas masing-
penuntutan pidana. Masa daluarsa yang
masing kata: penyelidikan, penyidikan dan
dimaksud di sini adalah:
penuntutan. Kita dapat merujuk pada Pasal 1
1. Jika dituntut dengan ancaman
Undang-Undang No. 8 Tahun 1981 (Kitab
pidana diatas 3 tahun, masa
Undang-Undang Hukum acara Pidana/KUHAP).
daluwarsa setelah 12 tahun; dan,
Pengertian ”penyelidikan, penyidikan, dan
2. Jika dituntut dengan ancaman
penuntutan” menurut KUHAP, kewenangan
pidana mati atau seumur hidup
pengambil alihan KPK yang diatur pada Pasal 68
(Pasal 28 jo Pasal 1 ayat (1) UU
UU KPK sesungguhnya adalah kewenangan
3/1971) atau pidana seumur hidup,
untuk melakukan tindakan atau serangkaian
masa daluwarsa setelah 18 tahun.10
tindakan. Artinya, KPK dapat melakukan
Dalil-dalil yang dapat membenarkan
tindakan (penyelidikan, penyidikan, dan
hal tersebut adalah Pasal 68 Undang-
penuntutan) berdasarkan UU KPK dan KUHAP,
Undang KPK yang berbunyi:
meskipun perkara terjadi sebelum adanya UU
Semua tindakan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan tindak 31/1999. Sehingga dalam hal ini KPK hanya
pidana korupsi yang proses
melakukan ”serangkaian tindakan” berdasarkan
hukumnya belum selesai pada saat

9
Febri Diansyah, op.cit, h. 7.
10
Febri Diansyah, op.cit, h. 15.

7
UU KPK yang telah ada sebelum penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
”serangkaian tindakan” KPK itu 8 dilakukan oleh KPK dengan alasan:
dilakukan.11 a. laporan masyarakat mengenai TPK tidak
Serangkaian tindakan (penyelidikan, ditindaklanjuti;
penyidikan, dan penuntutan) yang b. proses penanganan proses penanganan
dilakukan oleh KPK adalah berada di tindak pidana korupsi secara berlarut-
wilayah hukum formil, yang harus larut atau tertunda-tunda tanpa alasan
dibedakan dengan dasar penuntutan yang yang dapat dipertanggungjawabkan;
berada di ranah hukum materiil. Hukum c. penanganan tindak pidana korupsi
formil yang dimaksud di sini adalah ditujukan untuk melindungi pelaku
KUHAP itu sendiri yang sejatinya telah tindak pidana korupsi yang
ada sebelum usaha penyelidikan, sesungguhnya;
penyidikan, dan penuntutan dilakukan oleh d. penanganan tindak pidana korupsi
KPK. mengandung unsur korupsi;
Pasal 68 UU KPK memberikan e. hambatan penanganan tindak pidana
kewenangan pada KPK untuk mengambil korupsi karena campur tangan dari
alih semua tindakan penyelidikan, eksekutif, yudikatif, atau legislatif;
penyidikan dan penuntutan tindak pidana f. keadaan lain yang menurut pertimbangan
korupsi yang proses hukumnya belum kepolisian atau kejaksaan, penanganan
selesai saat KPK terbentuk mengacu tindak pidana korupsi sulit dilaksanakan
berdasarkan Pasal 9. Pada hakekatnya, secara baik dan dapat
ketentuan Pasal 68 UU KPK harus dilihat dipertanggungjawabkan.
sebagai bagian yang melengkapi Dalam kasus BLBI, menyusul tertangkap-
konstruksi hukum pengambil alihan kasus tangannya Ketua Tim Penyelidik dari Kejaksaan
BLBI yang terdapat pada Pasal 9 dan Pasal Agung Minggu sore (2 Maret 2008) pasca
8 UU KPK. Sehingga, konstruksi hukum penghentian kasus BLBI, menunjukan bahwa
pengambil alihan berangkat dari Pasal 68, penanganan BLBI mengandung unsur korupsi.
mengacu pada alasan pasal 9 yang Dengan demikian unsur Pasal 9 butir (d)
menjelaskan lebih lanjut Pasal 8 ayat (2), Undang-Undang KPK terpenuhi. Selain itu,
dan Pasal 6 huruf b tentang tugas supervisi penanganan BLBI juga berlarut-larut dan
KPK.12 tertunda-tunda tanpa dapat
Pada Pasal 9 disebutkan dipertanggungjawabkan seperti disebutkan pada
Pengambilalihan penyidikan dan Pasal 9 butir (b). Sehingga berdasarkan Pasal 68
yang menunjuk pada Pasal 9 UU 30/2002
11
Febri Diansyah, op.cit, h. 11.
12
Febri Diansyah, op.cit, h. 12.

8
tersebut, maka telah terpenuhilah diperiksa dan diputus berdasarkan
ketentuan Undang-undang Nomor 3 Tahun
persyaratan bagi KPK untuk mengambil
1971 tentang Pemberantasan Tindak
alih kasus BLBI. Pidana Korupsi, dengan ketentuan
maksimum pidana penjara yang
Dalil berikutnya terdapat dalam
menguntungkan bagi terdakwa
ketentuan Pasal 1 angka (1) undang- diberlakukan ketentuan dalam Pasal 5,
Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal
Undang KPK yang menyatakan bahwa:
10 Undang-undang ini dan Pasal 13
“Tindak Pidana Korupsi adalah tindak Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
pidana sebagaimana dimaksud dalam tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Undang-Undang Nomor 31 Tahun Korupsi”
1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi sebagaimana telah Atas dasar ketentuan tersebut, dapat
diubah dengan Undang-Undang
dikatakan bahwa Undang-Undang Tipikor (UU
Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan atas Undang-Undang 20/2001 jo UU 31/1999) juga menganut defenisi
Nomor 31 Tahun 1999 tentang
”Tindak Pidana Korupsi” yang mengacu pada
Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi”. Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 tentang
Ketentuan tersebut pada hakekatnya
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Artinya,
merujuk pada Undang-Undang Tipikor No.
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang KPK
31 Tahun 1999 sebagaimana diubah
menunjuk Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun
dan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001,
2001 walaupun agak terpotong-potong,
sedangkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2001,
atau tidak komprehensif. Jika dilihat secara
khususnya Pasal 43A menunjuk Undang-Undang
seksama, maka terdapat hubungan antara
No. 3 Tahun 1971 jika perbuatan dilakukan
Pasal 1 angka (1) Undang-Undang KPK
sebelum Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
dengan Undang-Undang Tipikor secara
diundangkan. Dengan kata lain, Undang-Undang
sistematis dan menyeluruh, sehingga dapat
KPK membuka kemungkinan bagi KPK untuk
dipahami bahwa KPK mempunyai
melakukan tindakan penyelidikan, penyidikan
kewenangan untuk melakukan tindakan
dan penuntutan terhadap perbuatan yang terjadi
dengan rentang waktu yang lebih luas.
sebelum Undang-Undang No. 31 Tahun 1999
Kunci dari “hubungan” tersebut
ada, atau tepatnya perbuatan tindak pidana
sebetulnya terdapat dalam Pasal 43A ayat
korupsi yang terjadi sebelum 16 Agustus 1999
(1) UU 20/2001 jo UU 31/1999 (Undang-
sepanjang belum melewati masa daluarsa
Undang Tipikor). Bagian yang terletak di 13
penuntutan.
Bab VI A, Ketentuan Peralihan ini
menyebutkan:
“Tindak pidana korupsi yang terjadi
13
sebelum Undang-undang Nomor 31 Arsil, 2008, “Kewenangan KPK Terhadap Perkara
Korupsi Yang Terjadi Sebelum Tahun 2003”, Serial
Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Onlaine Ap-Mei, (Cited 2009, Mei 31, jam 13.20),
Tindak Pidana Korupsi diundangkan, available from: URL: http://www.kpp.com.

9
Berdasarkan adanya aturan peralihan A. PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
yang terletak pada Pasal 43A ayat (1) UU
Menimbang bahwa sekiranya pun tindakan
20/2001 jo UU 31/1999 (Undang-Undang yang dilakukan oleh KPK terhadap tindak pidana
yang disangkakan kepada Pemohon (Bram H.D.
Tipikor) maka hal itu membuktikan bahwa
Manoppo) sebagaimana termuat dalam Surat
KPK mempunyai kewenangan untuk Panggilan Nomor Spgl-145/X/2004/P.KPK
bertanggal 8 Oktober 2004, dapat dinilai sebagai
memberlakukan asas retroaktif terhadap
tindakan yang retroaktif, maka hal tersebut tidak
tindak pidana korupsi. Namun, persoalan berkaitan dengan masalah konstitusionalitas
materi undang-undang a quo, melainkan
bukanlah hanya sekedar apakah KPK
merupakan masalah penerapan undang-undang
berwenang atau tidak berwenang yang bukan merupakan kewenangan Mahkamah
Konstitusi; ---------------------------------------------
menangani perkara sebelum adanya
Undang-Undang No. 31 Tahun 1999, Menimbang, berdasarkan uraian
sebagaimana disebut di atas, Mahkamah
melainkan lebih pada soal kapan tindak
berkesimpulan bahwa Pemohon tidak dapat
pidana tersebut terjadi. Jika tindak pidana membuktikan dalilnya secara sah dan
meyakinkan sehingga permohonan Pemohon
terjadi sebelum Undang-Undang No. 31
harus dinyatakan ditolak; ---------------------------
Tahun 1999 diundangkan, maka dalam
menangani perkara, KPK menggunakan Mengingat Pasal 56 ayat (5) Undang-undang
No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Undang-Undang No. 3 Tahun 1971 Konstitusi; ---------------------------------------------
sebagai dasar hukum materiil penuntutan MENGADILI:
terhadap terdakwa. Menyatakan menolak permohonan
Pemohon; ----------------------------------------------

2. PUTUSAN MAHKAMAH B. ANALISA PUTUSAN

KONSTITUSI MENGENAI ASAS Berkaitan dengan putusan Mahkamah

RETROAKTIF MENYANGKUT Konstitusi yang menolak permohonan dari

KEWENANGAN KPK Pemohon dalam hal ini Bram Manopo maka,

Perdebatan mengenai asas retroaktif dapat di analisa mengenai beberapa hal yakni:

pernah dipersoalkan di persidangan 1. Larangan Asas Retroaktif hanya berlaku

Mahkamah Konstitusi dengan pemohon untuk Hukum Pidana Materiil saja,

Bram Manopo. Ia dan kuasa hukumnya sehingga tidak berlaku terhadap hukum

advokat senior Mohammad Assegaf pidana formal atau Hukum Acara Pidana.

mengajukan judicial review terhadap Pendapat ini diperkuat oleh Prof. Romli

kewenangan KPK karena menurut Atmasasmita dan Prof. Komariah Emong.

penilaian mereka penyidikan oleh KPK Mereka menyatakan bahwa “Pasal 1 ayat (1)

tidak sah karena dalam tindak pidana KUHP hanya berlaku untuk pidana materil saja.

korupsi, Asas Retroaktif yang tanpa batas Di dalam KUHAP memang ada pasal 3 yang

tidak dapat dibenarkan. mengatur tersendiri masalah legalitas hukum

10
acara pidana. Tetapi hukum acara pidana Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
itu tidak mungkin menampakkan diri Pidana termasuk dalam hal ini adalah hukum
sendiri kalau hukum pidana materilnya acara yang ada di dalam UU Nomor 30 Tahun
tidak ada,”. 2002). Dituntut untuk persoalan apa? yang
Penulis mempunyai pendapat yang berhubungan dengan ”...atas dasar hukum
sama dengan kedua guru besar tadi, yang berlaku surut...” berarti adalah hukum
dengan argumentasi bahwa dalam kajian pidana materiil. Maka makna dari ”...hak untuk
hukum pidana materiil dan khususnya tidak dituntut atas dasar hukum yang
sebagaimana yang diatur di dalam Pasal berlaku surut...” adalah pada diri seseorang
1ayat (1) KUHP; tidak dapat dituntut di muka persidangan dengan
Tiada suatu perbuatan dapat hukum pidana materiil yang berlaku surut.
dipidana kecuali atas kekuatan aturan
Dengan kata lain yang tidak boleh berlaku surut
pidana dalam perundang-undangan yang
telah ada, sebelum perbuatan dilakukan adalah hukum pidana materiilnya, sedangkan
hukum pidana formilnya tidak terdapat larangan
Aturan inilah yang melandasi larangan
untuk tidak boleh berlaku surut. Tegasnya
berlaku surutnya suatu produk hukum
hukum pidana formilnya atau hukum acara
pidana materiil. Sedangkan untuk hukum
pidananya dapat berlaku surut.14
acara pidana dasar yang perlu kita
Karena isi Pasal 68 UU Nomor 30 Tahun
perhatikan adalah Pasal 28i ayat (1)
2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hasil
Pidana Korupsi “Semua tindakan penyelidikan,
amandemen ke dua.
penyidikan dan penuntutan tindak pidana korupsi
Pasal 28i
(1) Hak untuk hidup, hak untuk tidak yang proses hukumnya belum selesai pada saat
disiksa,hak kemerdekaan pikiran dan
terbentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi,
hati nurani, hak beragama, hak untuk
tidak diperbudak, hak untuk diakui dapat diambil alih oleh Komisi Pemberantasan
sebagai pribadi di hadapan hukum,
Korupsi” berkaitan dengan hukum acara pidana
dan hak untuk tidak dituntut atas
dasar hukum yang berlaku surut (hukum pidana formil), maka sifatnya dapat
adalah hak asasi manusia yang tidak
berlaku surut atau retroaktif.
dapat dikurangi dalam keadaan
apapun. Menurut pendapat penulis, tidaklah salah
apa yang telah diatur di dalam Pasal 68 Undang-
Bagian dari kalimat ”...hak untuk tidak
Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi
dituntut...” adalah berbicara hal yang
Pemberantasan Korupsi, karena nyata-nyata
berhubungan dengan hukum acara pidana
telah berhubungan dengan hukum acara pidana
(hukum pidana formil sekarang adalah
14
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Rudy Satrio Mukantardjo, 2006, “Menawab Gugatan
terhadap Kewenangan Komisi Pemberanrasan Tindak
tentang Hukum Acara Pidana atau hukum Pidana Korupsi ”, Serial Onlaine Maret-Ap, (Cited 2009,
April 5, jam 16.30 wita), available from: URL:
acara yang diatur di luar Undang-Undang http://www.antikorupsiugm.com.

11
(hukum pidana formil) dan bukan hukum Keppres tersebut, PN Kepanjen
berwenang mengadili perkara-perkara
pidana materiil.
pidana dan perdata yang sebelumnya
Argumentasi penulis berikutnya yang deregister di PN Malang, tetapi belum
diperiksa. Pasal ini memberi wewenang
dapat membuktikan bahwa hukum acara
kepada PN Kepanjen untuk mengadili
pidana tidak melarang asas retroaktif perkara yang sudah ada sebelum PN
tersebut berdiri.15
adalah menunjuk pada pendapat KPK yang
disampaikan pada sidang Mahkamah Berdasarkan ketiga contoh tersebut, KPK
Konstitusi yaitu: berpendapat bahwa lembaga penegak hukum
- Pasal 284 KUHAP yang berbunyi: yang baru dibentuk tidak dilarang untuk
(1) Terhadap perkara yang ada
menerima limpahan perkara dari lembaga lama,
sebelum undang-undang ini
diundangkan, sejauh mungkin meskipun tempus delictie-nya terjadi sebelum
diberlakukan undang-undang ini;
lembaga baru tersebut berdiri.
(2) Dalam waktu dua tahun setelah
undang-undang ini diundangkan, Dalam salah satu bagian pertimbangan lain
maka terhadap semua perkara
dalam putusan Mahkamah Konstitusi, disebutkan
diberlakukan ketentuan undang-
undang ini, dengan pengecualian bahwa:
sementara mengenai ketentuan
”Dengan demikian, kewenangan yang
khusus acara pidana sebagaimana
dimiliki oleh KPK berdasarkan Pasal 68
tersebut pada undang-undang
undang-undang a quo, adalah kewenangan
tertentu, sampai ada perubahan
untuk meneruskan proses yang
atau dinyatakan tidak berlaku lagi.
sebelumnya telah ada untuk melanjutkan
proses tersebut”.
Pasal 284 di atas, menurut KPK,
bukan saja memperbolehkan, tetapi
Hal ini berarti, kewenangan KPK dalam
juga menganjurkan
diberlakukannya KUHAP terhadap hubungan ini adalah bersifat prospektif, yang
perkara-perkara yang ada (tempus
baru dapat dilaksanakan apabila salah satu
delictie) sebelum KUHAP
diundangkan menjadi UU No. 8 keadaan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9
Tahun 1981.
undang-undang a quo menunjukan bahwa dalam
- Undang-Undang No. 24 Tahun
2003 tentang Mahkamah Konstitusi hubungan ini KPK hanya berfungsi
(UUMK). Pasal 68 menyebutkan
melanjutkan proses penyelidikan, penyidikan,
pada saat UUMK berlaku, maka
seluruh permohonan judicial atau penuntutan yang telah ada sebelumnya
review yang diterima Mahkamah
yang dilakukan dengan penyerahan tersangka
Agung dan belum diputus dialihkan
ke MK paling lambat 60 hari kerja dan berkas perkara beserta alat bukti dan
sejak MK terbentuk. Dengan pasal
dokumen lain dari polisi atau kejaksaan,
ini, MK diberi wewenang
menangani permohonan yang ada sebagaimana diatur dalam Pasal 8 ayat (3).”
sebelum lembaga tersebut berdiri.
- Keputusan Presiden No. 34 Tahun
2000 tentang Pembentukan 15
Hukum Online, 2005, “Prokontra Asas Retroaktif
Pengadilan Negeri Kepanjen. Dalam Hukum Pidana: Pertarungan Para Ahli”, Serial
Berdasarkan pasal 5 ayat (2) Onlaine Jan-Feb, (Cited 2009, Jan. 25, jam 10.05 wita),
available from: URL: http://www.hukumonline.com.

12
(Putusan MK No.069/PUU-II/2004, Hal. semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas
71-72).16
hak dan kebebasan orang lain dan
Kutipan diatas sepertinya telah untuk mematuhi tuntutan yang adil
sesuai dengan pertimbangan moral,
menunjukan pendirian Mahkamah
nilai-nilai agama, keamanan dan
Konstitusi, bahwa KPK mempunyai ketertiban umum dalam suatu
masyarakat demokratis.
kewenangan mengambil alih perkara yang
terjadi sebelum Undang-Undang KPK Pembatasan dari Pasal 28 J ini
diundangkan, khususnya dalam bentuk memungkinkan untuk dirumuskannya suatu
meneruskan proses yang sebelumnya telah peraturan pidana yang berlaku surut. Selain itu,
dilakukan. Dimana kata “proses” didasarkan pada pendapat bahwa tindak pidana
menunjuk pada tahapan penyelidikan, korupsi merupakan salah satu bentuk extra
penyidikan atau penuntutan seperti diatur ordinary crime, sehingga diperlukan langkah-
pada Undang-Undang 31/1999, Undang- langkah yang luar biasa termasuk pemberlakuan
Undang 20/2001, Undang-Undang KPK surut suatu peraturan pidana.
atau KUHAP (Undang-Undang 8/1981). Menurut Pasek Diantha, Pasal 28 I ayat (1)
2. Dalil pemohom dalam dasar UUD 1945 Sesungguhnya hanya berlaku bagi
permohonannya yang mengangap kejahatan biasa (ordinary crime) dan tidak
bahwa KPK telah melanggar hak berlaku bagi kejahatan luar biasa (extra ordinary
konstitusionalnya yang dijamin crime). Anggapan tersebut muncul karena
oleh Pasal 28 huruf I ayat (1) UUD menurut beliau Pasal 28 I ayat (1) UUD 1945
Negara Republik Indonesia Tahun belum mampu menampung seluruh aspirasi dari
1945 adalah “tidak tepat”. masyarakat. Sehingga menjadi jelas bahwa Pasal
Menurut hemat penulis, Pasal 28 I 28 I ayat (1) yang cedera itu tidak dapat
ayat (1) dalam pelaksanaannya adalah dijadikan landasan hukum bagi permintaan
dibatasi oleh Pasal 28 J yang menyatakan judicial review, lebih-lebih judicial review
bahwa: terhadap Undang-Undang yang mengatur
(1) Setiap orang wajib menghormati kejahatan luar biasa/extra ordinary crime.17
hak asasi manusia orang lain
Dalam kondisi seperti ini, maka Mahkamah
dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan Konstitusi sebagai lembaga Negara pengawal
bernegara
Konstitusi paling berwenang melakukan tafsir
(2) Dalam menjalankan hak dan yang progresif terhadap Pasal 28I (1) UUD 1945
kebebasannya, setiap orang
itu sebelum menjatuhkan putusan. Dimana Tafsir
wajib tunduk kepada
pembatasan yang ditetapkan
undang-undang dengan maksud 17
Pasek Diantha, 2004, “Extra Ordinary Law” untuk
“Extra Ordinary Crime”, Serial Online Ap-Mei, available
from URL: http://balipost.co.id/htm.
16
Febri Diansyah, loc.cit.

13
yang progresif itu seyogianya IV. SIMPULAN & SARAN
mempertimbangkan tiga hal. Pertama, rasa
Dari pembahasan sebelumnya dapat
keadilan umat manusia sejagat yang diakui
dikemukakan simpulan dan saran sebagai
prinsip umum hukum internasional (ius
bearikut:
cogen); kedua, instrumen-instrumen
1. Simpulan
internasional yang menentukan
Bahwa dalam pembahasan sebelumnya
perkecualian (exemption) asas tidak
Asas Retroaktif (berlaku surut) dapat
berlaku surut terhadap kejahatan luar
diberlakukan oleh KPK dalam
biasa; ketiga, menoleh kepada Pasal 28J
melakukan “serangkaian tindakan”
ayat (2) UUD 1945 yang memungkinkan
sehingga ia mampu melakukan
pengecualian asas tidak berlaku surut
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
dengan mempertimbangkan HAM orang
terhadap para pelaku tindak pidana
lain, moral/agama, dan ketertiban umum.18
korupsi walaupun tempus delicti-nya
Berdasarkan argumentasi-argumentasi
terjadi sebelum Undang-Undang No. 30
di atas, menurut penulis putusan
Tahun 2002 tentang Komisi
Mahkamah Konstitusi yang menolak
Pemberantasan Korupsi diundangkan,
permohonan Bram Manopo dan
khususnya terhadap kasus korupsi BLBI
menyatakan Pemohon tidak mampu
yang merugikan Negara sebesar 138,4
membuktikan dalil-dalilnya dengan sah
triliun. Selain itu hal yang membenarkan
dan meyakinkan adalah “sangat tepat” di
pemberlakuan asas ini adalah karena
tengah kondisi bangsa yang tengah
tindak pidana korupsi merupakan tindak
berjuang melawan keganasan korupsi.
kejahatan yang tergolong kejahatan luar
Dengan lahirnya putusan tersebut,
biasa (Extra Ordinary Crime) yang
maka suatu hal yang tidak salah kalau
mempunyai akibat negatif sangat luas.
kemudian kasus dari Bram Manopo
2. Saran
ditangani oleh KPK walaupun saat
Pemberlakuan Asas Retroaktif sebagai
peristiwa hukumnya (tempus delictie)
pengimpangan dari Asas Legalitas perlu
berada sebelum adanya KPK. Mengingat
dicermati secara seksama karena pada
pergerakan KPK di sini adalah berbicara
dasarnya tujuan hukum itu bukan hanya
pada persoalan hukum acara pidana.
kepastian tapi lebih kepada keadilan.
Asas Legalitas telah dirasakan kurang
efektif bagi penegak hukum dalam
merespon pesatnya perkembangan
18 kejahatan sehingga kurang melindungi
Ibid.

14
kepentingan-kepentingan kolektif Fadjar, Abdul Mukthie, 2006, Hukum Konstitusi
dan Mahkamah Konstitusi, Konstitusi Press,
dan memungkinkan dibebaskannya
Jakarta.
pelaku perbuatan yang sejatinya
Fatkhurohman, 2004, Memahami Keberadaan
merupakan kejahatan tapi tidak
Mahkamah Konsitusi Di Indonesia, PT. Citra
tercantum dalam peraturan Aditya Bakti, Bandung.
perundang-undangan. Untuk
Evi Hartianti, 2007, Tindak Pidana Korupsi, Cet
mengantisipasi hal itu maka Asas I, Sinar Grafika, Jakarta.
Retroaktif perlu diberlakukan
Ian Mc Walters, 2006, Memerangi Korupsi
terhadap tindak pidana tertentu Sebuah Peta Jalan Untuk Indonesia, PT.
Temprina Media Grafika, Surabaya.
khususnya tindak pidana korupsi
yang merupakan kejahatan luar Mulyadi, Lilik, 2000, Tindak Pidana Korupsi
biasa (extra ordinary crime) demi (Tinjauan Khusus Terhadap Proses
Penyidikan, Penuntutan, Peradilan Serta
menegakkan kehidupan bersama Upaya Hukumnya Menurut Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 1999), Cetakan I, PT. Cutra
secara adil, mengembalikan hak-
Aditya Bakti, Bandung.
hak masyarakat yang telah
dirampas dalam rangka pencapaian Huntington, P. Samuel, 1977, Modernisasi dan
Korupsi, karangan dalam buku Mochtar
dari tujuan hukum itu sendiri. Lubis dan James C. Scoot, Bunga Rampai
Karangan-Karangan Mengenai Etika
Pegawai Negeri, Bhatara Karya Aksara,
DAFTAR PUSTAKA Jakarta.

Peter Mahmud Marzuki, 2007, Penelitian


Hamzah Andi, 2007, Pemberantasan Hukum, Cet. 3, Kencana Prenada Media
Korupsi Melalui Hukum Pidana Group, Jakarta.
Nasional dan Internasional, Edisi
Revisi, PT Raja Grafindo Persada, Soerjono Soekanto, 1984, Pengantar Penelitian
Jakarta. Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta.

Ade Maman Suherman, 2004, Pengantar Romli Atmasasmita, 1995, Kapita Selekta
Perbandingan Sistem Hukum (Civil Hukum Pidana, Mandar Maju, Bandung.
Law, Common Law, Hukum Islam),
PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Robert Klitgaard, 2005, Penuntun
Pemberantasan Korupsi Dalam Pemerintahan
Bambang Poernomo, 1985, Asas-Asas Daerah, Edisi. 3, Yayasan Obor Indonesia,
Hukum Pidana, Ghalia Indonesia, Jakarta.
Yogyakarta.
Korupsi, Serial Online Jan-Feb, (Cited 2009 feb.
Barda Nawawi Arief, 1998, Beberapa 14, jam 15.30 Wita) available from: URL:
Aspek Kebijakan Penegakan dan http:// Wikipedia bahasa Indonesia.com.
Pengembangan Hukum Pidana, Citra
Aditya Bakti, Bandung. Schrool J.W., 1980, Modernisasi, terjemahan
R.G. Soekadijo, PT Gramedia, Jakarta.

15
Wiryawan I Wayan Gede, 2002, “Kajian BLBI”, Serial Onlaine Ap-Mei, (Cited 2009,
Normatif Terhadap Pembuktian Mei 31, jam 13.20), available from: URL:
Terbalik Dalam Tindak Pidana http://www.kpp.com.
Korupsi”, Tesis Fakultas Hukum
Universitas Udayana, Denpasar. Pasek Diantha, 2004, “Extra Ordinary Law”
untuk “Extra Ordinary Crime”, Serial Online
Amirsyah, 2007, “Korupsi, Extra Ordinary Ap-Mei, available from URL:
Crime Vs Extra Ordinary Action”, http://balipost.co.id/htm.
Serial Online Jan-Feb, (Cited 2009
Feb.14), available from: URL:
http://amirsyah.blogspot.com/2007/12/
korupsi-extra-ordinary-crime-vs-
extra.html.

Komisi Pemberantasan Korupsi, 2008,


Memahami Untuk Membasmi
(Understanding to Eradicate), Cet. 3,
KPK, Jakarta.

Satjipto Raharjo, 2007, Membedah Hukum


Progresif, Kompas, Jakarta.

Arsil, 2008, “Kewenangan KPK Terhadap


Perkara Korupsi Yang Terjadi Sebelum
Tahun 2003”, Serial Onlaine Ap-Mei,
(Cited 2009, Mei 31, jam 13.20),
available from: URL:
http://www.kpp.com.

Rudy Satrio Mukantardjo, 2006,


“Menawab Gugatan terhadap
Kewenangan Komisi Pemberanrasan
Tindak Pidana Korupsi ”, Serial
Onlaine Maret-Ap, (Cited 2009, April
5, jam 16.30 wita), available from:
URL: http://www.antikorupsiugm.com.

Hukum Online, 2005, “Prokontra Asas


Retroaktif Dalam Hukum Pidana:
Pertarungan Para Ahli”, Serial Onlaine
Jan-Feb, (Cited 2009, Jan. 25, jam
10.05 wita), available from: URL:
http://www.hukumonline.com.

Febri Diansyah, 2008, “Kewenangan KPK


Menangani Tindak Pidana Korupsi
BLBI”, Serial Onlaine Ap-Mei, (Cited
2009, Mei 31, jam 13.20), available
from: URL: http://www.kpp.com.

Febri Diansyah, 2008, “Kewenangan KPK


Menangani Tindak Pidana Korupsi

16

Anda mungkin juga menyukai