Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

INFEKSI TRAKTUS GENETALIA

Makalah Ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Maternitas

Dosen Pengampu : Siti Handayani, SST. M. Kes.

Disusun Oleh :

Agustin Purnamasari (P27220020138)


Fathiya Rahadatul ‘Aisy (P27220020154)

2B-D4 Keperawatan

SARJANA SAINS TERAPAN KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES SURAKARTA
2022
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT Tuhan Semesta Alam atas segala karunia
nikmat-Nya, sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan sebaik-baiknya.
Makalah yang berjudul "Infeksi Traktus Genetalia" disusun dalam rangka
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Maternitas yang diampu oleh Ibu Siti
Handayani, SST. M. Kes.

Meski telah disusun secara maksimal, tetapi penulis sebagai manusia biasa
menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca sekalian.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga pembaca dapat mengambil
manfaat dari makalah ini, terima kasih.

Di tempat, 4 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Sifilis (Lues)
1. Etiologi Sifilis
Sifiis disebabkan oleh bakteri Treponema pallidum, yang
ditularkan ketika berhubungan seksual dengan cara kontak langsung dari
luka yang mengandung treponema. Treponema dapat melewati selaput
lendir yang normal atau luka pada kulit dan menyebabkan luka primer
(chancre atau ulkus durum) setelah 10-90 hari memasuki tubuh. Chancre
tampak selama 1-5 minggu dan sembuh secara spontan. Dua sampai 6
minggu setelah tampak luka primer, Treponema pallidum menyebar ke
seluruh tubuh dan timbullah erupsi kulit sebagai gejala sifilis sekunder.
Erupsi kulit sembuh spontan dalam 2-6 minggu. Pada daerah anogenital
ditemukan kondilomata lata. Sesudah fase sekunder dapat terjadi sifilis
laren yang dapat berlangsung seumur hidup, atau menjadi sifilis tersier jika
tidak diobati. Tes serologi biasanya nonreaktif pada waktu timbul chancre,
lalu menjadi reaktif sesudah 1-4 minggu.
2. Gambaran Klinis Sifilis
a. Sifilis Primer
Chancre terlihat pada tempat masuknya kuman dalam 10-90 hari
setelah terjadi infeksi. Luka berupa papula tampak pada genetalia,
biasanya vulva dan terutama bagian labia, tetapi bisa di serviks. Bisa
juga terjadi pada selaput lendir atau kulit tempat lain (hidung,
perineum, dada, dsb). Pemeriksaan medan gelap (dark-field) perlu
dilakukan untuk menemukan bakteri di semua luka yang dicurigai. Tes
serologi harus dibuat setiap minggu selama 6 minggu.
b. Sifilis Sekunder
Gejala pada kulit timbul 2 minggu sampai 6 bulan (rata-rata 6 minggu)
setelah hilangnya luka primer. Kelainan khas pada kulit bersifat
makulopapiler, folikuler, atau pustuler. Limfadenopatia adalah tanda

5
yang penting, terkadang diikuti splenomagalia. Kadang timbul
kondilomata lata.
c. Sifilis Laten
Tanda positif adalah serum reaktif dan terkadang cairan spinal juga
reaktif. Fase cenderung lama dan mempengaruhi organ lain. Bila
berlangsung lebih dari 4 tahun, maka penyakit tidak menular kecuali
pada ibu ke kandungannya.
d. Sifilis Tertier
Pada vulva ditemukan gumma yang dapat menjadi ulkus dengan
nekrosis dan indurasi pada pinggirnya.
3. Diagnosis Sifilis
Identifikasi Treponema pallidum dilakukan dengan pemeriksaan sediaan
yang diambil dari luka kulit dengan menggunakan medan gelap. Diagnosis
sifilis ditegakkan melalui anamnesis dan tes serologis. Dua jenis antigen
nontreponemal yang digunakan yaitu tes flokulasi (VDRL, Hinton) da tes
fiksasi komplemen (Kolmer, Wassermann). Luka yang tampak pada tubuh
serta petunjuk berupa kelahiran mati atau anak yang lalu dengan lues
kongenital menjadi tanda bahwa ibu mungkin menderita sifilis.
4. Pengaruh Sifilis terhadap Kehamilan
a. Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke-16 kehamilan, dimana
treponema telah dapat menembus barrier plasenta.
b. Jika penderita diobati dengan baik, ia akan melahirkan bayi sehat.
c. Jika tidak diobati maka berakibat pada kelahiran mati dan partus
prematurus dengan bayi meninggal, atau dengan tanda sifilis
kongenital. Bila ibu menderita sifilis baru dalam 2 bulan terakhir tidak
akan terjadi lues kongenital.
d. Bayi yang lahir dengan lues kongenital mengalami pemfigus sifilitus,
deskuamasi telapak tangan-kaki, serta kelainan mulut dan gigi.
5. Pengobatan Sifilis
a. Wanita hamil dengan sifilis harus diobati sedini mungkin. Sebaiknya
sebelum hamil atau pada triwulan I dilakukan pencegahan penularan
terhadap janin.

6
b. Suami harus diperiksa reaksi Wassermann dan VDRL, diobati bila
perlu.
c. Terapi Sifilis Primer dan Sekunder
1) Benzathin enicillin G 2,4 juta satuan intramuskulus (1,2 juta satuan
pada masing-masing bokong kiri dan kanan).
2) Penisillin dengan monostearat aluminium dalam miyak (PAM) 4,8
juta satuan intramuskulus.
3) Prokain penicillin G dalam akua, 600.000 satuan intramuskulus
setiap hari selama 8 hari sampai berjumlah 4,8 juta satuan.
d. Terapi Sifilis Laten
1) Benzathin penicillin G 2,4 juta satuan intramuskulus.
2) Benzathin penicillin G 1,2 juta satuan sebanyak 4x suntikan
intramuskulus untuk 7 hari, jika tidak dilakukan pemeriksaan
spinal.
e. Terapi obat pengganti untuk penderita yang intoleran terhadap
penicillin adalah Eritromisin 2 gram per os selama 10-15 hari.

B. Gonorrhea
1. Etiologi Gonorrhea
Gonorrhea merupakan suatu penyakit infeksi yang berdiri sendiri dan
bukan merupakan suatu jenis sifilis ringan. Gonorrhea disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeea. Bentuk penyakit berupa akut dan
menahun (laten). Gonokokus adalah parasit yang tidak dapat hidup dalam
segala macam keadaan dan hanya patogen terhadap manusia. Gonokokus
menyerang selaput konjungtiva, epitel vagina pada wanita tua dan wanita
belum dewasa.
2. Klasifikasi Gonorrhea
a. Gonorrhea Akut
Gejala klinis berupa disuria, uretritis, servisitis, kolpitis dengan
keputihan banyak seperti nanah encer berwarna kuning atau kuning-
hijau, bila lebih meluas terjadi vuvokolpitis dan bartholinitis akut.
b. Gonorrhea Kronis

7
Pada gonorrhoea kronis, penyakit dapat menjalar ke tubuh bagian atas,
seperti endometritis, endosalpingitis, dan pelveoperitonitis. Apabila
kuman masuk ke dalam aliran darah maka timbul arthritis dan
endokarditis.
3. Diagnosis Gonorrhea
Diagnosis gonorrhea ditegakkan melalui gejala klinis dan pemeriksaan
laboratorium berupa pemeriksaan hapusan uretra atau serviks dengan
metode blue atau gram. Ibu dikatakan positif bila dijumpai banyak sel
nanah dan diplokokus intra dan ekstraseluler. Lebih baik lagi dengan
kultur sekaligus uji kepekaan kuman.
4. Pengaruh Gonorrhea terhadap Kehamilan dan Bayi
a. Sering dijumpai kemandulan anak pada penderita atau bekas penderita
gonorrhoea.
b. Konjungtivitis gonorrhoea neonatrum (blenorea neonati).
5. Pengobatan Gonorrhea
a. Terapi Gonorea Akut
1) Penisillin G-Prokain 4,8 juta satuan intramuskulus, masing-masing
pada bokong kiri-kanan diidahului dengan 1 gram probenesid oral.
2) Ampisillin 3,5 gram oral, ditambah dengan 1 gram probenesid
oral.
3) Tetrasiklin 1,5 gram oral, diikuti oleh 500 mg 4x sehari selama 4
hari.
4) Spektinoisin, 2 gram intramuskulus.
b. Eritromisin 4x0,5 gr per hari selama 5-10 hari.
c. Pemeriksaan dan pengobatan untuk suami.
d. Obat-obat antibiotika spektrum luas lainnya.
e. Profilaksis bayi : Nitras argenti 1% atau salep gramisin atau penisilin.

C. Kankroid (Ulkus Molle)


1. Etiologi Kankroid
Ulkus molle adalah penyakit kelamin dengan ulkus genital yang sangat
nyeri. Kuman penyebabnya adalah Hemofilus ducreyi, suatu basil gram

8
negatif yang berbentuk batang. Penularan bisa melalui koitus dan tangan.
Masa inkubasi pendek, biasanya luka sudah tampak dalam waktu 3-5 hari,
bahkan bisa langsung tampak sesudah terkena infeksi.
2. Gambaran Klinik Kankroid
Luka dini berwujud vesikopustula pada vulva, vagina atau servik, dan
nyeri tanpa indurasi. Kemudian luka mengalami degenerasi, melebar, dan
bertambah besar dengan bawahnya tidak rata dan kasar; di sekitarnya
tampak lingkaran yang meradang disertai edema. Luka terasa nyeri diikuti
munculnya getah berbau, kental, dan dapat menular. Ulkus dapat
berkembang menjadi kumpulan ulkus, kankroid berubah menjadi ulkus
serpiginus dan fagedenis.
3. Diagnosis Kankroid
Hemofilus Ducreyi dapat dibiakkan pada darah dari luka terbuka,
pembiakan didapat secara biopsi. Tes kulit intradermal dengan vaksin
basil menjadi positif 1-2 minggu sesudah infeksi (tes kulit Durcey).
Pencatan Gram menggunakan bahan pad aluka dengan basil gram negatif
yang bertumpuk seperti ikatan.
4. Penanganan Kankroid
a. Penanganan lokal berupa pembersihan luka dini dengan larutan sabun
encer.
b. Pemberian salah satu jenis sulfonamid, misalnya sulfisoxazole selama
7-10 hari.
c. Streptomisin 1 gram intramuskulus setiap hari, bisa dengan
mengkombinasikan Tetrasiklin 500 mg oral 3-4 kali sehari selama 2
minggu atau sampai sembuh.

D. Granuloma Inguinale
1. Etiologi Granuloma Inguinale
Granuloma inguinale adalah suatu penyakit granulomatik ulseratif yang
menahun dan biasanya terdapat pada vulva, perineum, dan daerah
inguinal. Penularan terjadi melalui koitus. Masa inkubasinya adalah 8-12
minggu.

9
2. Gambaran Klinik Granuloma Inguinale
Granuloma inguinale dijumpai pada kulit dan jaringan subkutan vulva,
daerah inguinal, dan servik. Mulanya akan tampak papula yang
mengalami ulserasi dan berubah menjadi suatu daerah granuler berwarna
merah-daging, dibatasi pinggir tajam dengan eksudat yang sulit sembuh.
Ulkus membesar dengan poliferasi jaringan granulasi, menyebabkan
pengecilan introitus vaginae yang menimbulkan rasa nyeri saat berjalan
maupun duduk. Dapat juga terjadi limfadenitis dan luka pada servik.
3. Diagnosis Granuloma Inguinale
Apusan langsung dari dasar ulkus menunjukkan adanya batang-batang
bipolar gram negatif (Donovan bodies) di dalam sel-sel mononuklear.
Asupan dilihat melalui pencatan Wright, bila apusan negatif harus
dilakukan biopsi. Diagnosis ditegakkan bila pada biopsi atau apusan yang
dicat perak, Gimesa atau Wright didapatkan adanya gelembung-
gelembung berisi Donovan bodies.
4. Penanganan Granuloma Inguinale
a. Tetrasiklin dengan dosis 500 mg oral 4 kali sehari, selama 2-3
minggu.
b. Eritromisin atau Khloramfenikol 500 mg 4 kali sehari selama 2
minggu.
c. Streptomisin dengan dosis 1 gram intramuskulus, 2-3 kali sehari
selama 7-10 hari, tidak sampai 21 gram, jika perlu.
d. Tindakan bedah jika terjadi kekambuhan.
e. Radiasi bersamaan dengan pemberian antibiotik.
f. Desinfeksi dengan fenol terhadap benda-benda yang telah kontak
dengan luka.

E. Limfogranuloma Venereum
1. Etiologi Limfogranuloma Venereumn
Penyebabnya adalah klamidia trakhomatis. Penyakit ini disalurkan
melalui koitus sesudah inkubasi beberapi hari. Kuman menyebar melalui
saluran dan kelenjar limfe ke daerah genital, inguinal, dan perianal.

10
2. Gambaran Klinik Limfogranuloma Venereum
Mula-mula terdapat erupsi berupa vesikopustula yang dapat hilang
dengan cepat, tetapi kemudian timbul limfadenitis inguinalis yang
menjadi abses dan menyebabkan ulserasi serta fibrosis. Penutupan jalan
limfe menyebabkan limfedema dan elephantiasis pada vulva. Terjadi
nyeri keras yang menimbulkan kesulitan untuk duduk atau berjalan,
disusul perubahan sikatriks dan distorsi genitalia eksterna. Pada fase
lanjut dapat timbul gejala sistemik seperti demam, sakit kepala, arthralgia,
menggigil, dan kejang abdominal.
3. Diagnosis Limfogranuloma Venereum
Pada pembuatan diagnosis perlu dilakukan biopsy untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma, skistosomiasis, atau granuloma inguinale. Frei
test menjadi positif sesudah 12-40 hari munculnya luka primer. Namun,
tes fiksasi komplemen dianggap lebih efektif. Tes
microimmunofluorescence merupakan tes paling sensitif.
4. Penanganan Limfogranuloma Venereum
a. Pemberian Tetrasiklin setiap hari, dengan dosis 2 gram per oral,
selama 2-4 minggu.
b. Obat Sulfonamid bersifat supresif diberikan dalam dosis 1 gram 4 kali
sehari selama 2 minggu, kemudian sesudah istirahat 1 minggu
pengobatan diulang kembali.
c. Pelebaran striktur anal secara manual sekali seminggu; striktur berat
memerlukan tindakan kolostomi.
d. Penghisapan abses-abses, bukan dieksisi.
e. Vulvektomi dilakukan setelah pasien sembuh.

F. Tuberkulosis Pelvik
1. Etiologi Tuberkulosis Pelvik
Biasanya tuberkulosis pelvik terjadi sebagai akibat penyebaran infeksi
paru-paru melalui jalan darah. Tuberkulosis dapat ditemukan di tuba
fallopi, tuberkel-tuberkel, endometrium, servik uteri, dan peritoneum.
Tuberkulosis pada vagina dan vulva jarang terjadi.

11
2. Gambaran Klinik Tuberkulosis Pelvik
Tuberkulosis pelvik terkadang tidak menimbulkan gejala apapun kecuali
infertilitas, dan pemeriksaan ginekologik tidak menunjukkan kelainan.
Tampak adanya endometritis tuberkulosa atau salpingitis tuberkulosis.
Dijumpai pula gejala salpingo, ooforitis subakuta, perasaan lemah, nyeri
perut bawah, dan dismenorea.
3. Diagnosis Tuberkulosis Pelvik
Pada kecurigaan adanya tuberculosis pelvik, perlu dilakukan pemeriksaan
paru-paru dengan sinar tembus dan pemeriksaan tes Mantoux. Terkadang
perlu dilakukan laparotomi dengan pemeriksaan mikroskopik dan sediaan
yang diambil waktu operasi.
4. Penanganan Tuberkulosis Pelvik
a. Pengobatan
Obat-obat tuberkulostatika dipergunakan dalam berbagai kombinasi
dan cara pemberian. Obat berupa Isoniazid (INH), Asam aminosalisil
(PAS), Screptomisin, Etambutol, Sikloserine, dan Rifampin. Terapi
kombinasi digunakan untuk mengurangi toksisitas dan mencegah
timbulnya jenis kuman yang resisten.
b. Pembedahan
Indikasi untuk mengambil tindakan bedah adalah tidak hilangnya
tumor adneks dengan pengobatan medik sedikitnya 2x atau apabila
timbul resistensi. Terapi terdiri atas histerektomi dan ooforektomi.

12
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

13
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar, Rustam. 1989. Sinopsis Obstetri : Obstetri Fisiologi, Obstetri Patologi


I. Jakarta : EGC.
Wiknjosastro, Hanifa, dkk. 2007. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirodiharjo.

14

Anda mungkin juga menyukai