Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AGAMA

PERINTAH DAN LARANGAN AGAMA DALAM AL-QUR’AN

DISUSUN OLEH :

1. ATIQOTUNNISA (C1021051)

2. AZHARUL LAUNNI (C1021052)

3. CECYLIA DWIE AMELIA (C1021053)

4. DINDA MALIKHATUN (C1021054)

5. EFA RANTIKA DEFI (C1021055)

PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS BHAMADA

SLAWI

2022/2023
2
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
walaupun secara sederhana, baik bentuknya maupun isinya.

Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas Pendidikan Agama Islam yang
mungkin dapaat membantu teman-teman dalam mempelajari hal-hal penting
dalam pelajaran Agama Islam. Makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang “Perintah dan larangan agama dalam Al-qur’an. Makalah ini
dapat penulis selesaikan karena bantuan teman-teman kelompok. Karena itu
pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada teman-
teman kelompok 11 yang telah membantu penulis.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, mohon kritik dan saran nya agar membangun kami demi
kesempurnaan makalah ini.

Slawi, 25 April 2022

Anggota kelompok 11

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................i

DAFTAR ISI...........................................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................................................1

1.1 Latar Belakang......................................................................................................................1


1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan..................................................................................................................3
BAB 2 PEMBAHASAN........................................................................................................................4
2.1 Surat Ali Imran ayat 159.......................................................................................................4
2.2 Surat Ali Imran ayat 134.......................................................................................................5
2.3 Surat Ali Imran ayat 177.......................................................................................................6
BAB 3 PENUTUP .................................................................................................................................8
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................................8
3.2 Saran.....................................................................................................................................8

ii
iii
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Al-quran merupakan kitab suci umat Islam yang merupakan kumpulan
firman-firman Allah yang turun kepada Nabi Muhammad Saw. Tujuan utama
di turunkan Alquran adalah untuk menjadikan pedoman manusia dalam
menata kehidupan supaya memperoleh kebahagian di dunia dan di akherat.
Agar tujuan itu dapat direalisasikan oleh manusia, maka Alquran datang
dengan petunjuk-petunjuk, keterangan-keterangan dan konsep-konsep, baik
yang bersifat global maupun yang bersifat terinci, yang tersurat maupun
tersirat dalam berbagai persoalan dan bidang kehidupan (Nurdin, 2006:1).

Al-quran mengandung pelajaran yang baik untuk dijadikan penuntun


dalam pergaulan antara satu golongan manusia, antara keluarga dengan
sesama, antara murid dengan guru, antara manusia dengan manusia dengan
Tuhan. Pembicaraan Alquran, pada umumnya bersifat umun dan sering
menampilkan suatu masalah dalam prinsip-prinsip pokoknya saja

Al-quran adalah kitab suci umat islam yang berisi firman Allah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Dengan perantara malaikat Jibril
untuk dibaca, dipahami dan diamalkan sebagai petunjuk atau pedoman hidup
bagi umat manusia (KBBI, 2007: 3). Umat Islam percaya bahwa Alquran
merupakan puncak dan penutup wahyu Allah yang dipeuntukkan bagi
manusia, dan bagian dari rukun iman yang diselesaikan kepada Nabi
Muhammad Saw. Melalui perantara Malaikat Jibril.

Allah SWT. menciptakan manusia sebagai khalifah fi al-ard{ salah


satu tujuannya agar mengisi dan mamakmurkan sesuai dengan tata aturan
dan hukum-hukum yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Di samping itu
pula Nabi Muhammad SAW. menyempurnakan dan menjelaskan dengan
Sunnah- Nya. Dua kitab itu merupakan kitab pusaka yang diwariskan oleh
Nabi untuk umatnya. Jika umatnya menjadikan keduanya sebagai pedoman
hidup, maka tidak akan tersesat selamanya.

Wahyu yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW. itu dikenal


dengan istilah wahyu matluw, yaitu al-Qur’an al-Karim dan ada yang dikenal

1
dengan istilah wahyu ghair matluw, yaitu sunnah atau al-Hadith. Kenyataan
yang terjadi sekarang wahyu telah berhenti. Al-Qur’an telah tamat, tidak
akan ditambah lagi. Al-Hadith atau sunnah Rasul pun tidak akan ada yang
muncul baru lagi karena Rasul telah lama wafat. Dengan kata lain, tidak
semua masalah hukum yang muncul sekarang ini semua ada nashnya dalam
al- Qur’an, demikian juga pada sunnah atau hadith Nabi.

Karena tidak semua masalah kehidupan ini hukumnya ditemukan di


dalam al-Qur’an dan sunnah atau al-Hadith, Islam meletakkan prinsip-
prinsip umum dan kaidah-kaidah dasar yang dapat dijadikan pedoman para
mujtahid untuk mengembangkan hukum Islam dan memecahkan masalah-
masalah baru melalui ijtihad. Salah satu prinsip umum dan kaidah dasar yang
diletakkan oleh Islam ialah bahwa tujuan pokok pensyari’atan hukum Islam
adalah untuk mewujudkan kemaslahatan (jalb al-mas{a>lih).

Seluruh Hukum Islam yang ditetapkan Allah SWT atas hamba-Nya dalam
bentuk perintah atau larangan adalah mengandung mas{lahah atau manfaat.
Tiada hukum syara’ yang sepi dari mas{lahah atau manfaat. Seluruh perintah
Allah SWT pada manusia mengandung manfaat bagi dirinya baik secara
langsung maupun tidak. Manfaat tersebut terkadang langsung dapat
dirasakan saat itu juga, namun ada pula yang dapat dirasakan sesudahnya.
Sebagai contoh, perintah melakukan puasa mengandung banyak
kemaslahatan bagi kesehatan jiwa dan raga manusia.

Begitu pula segala larangan Allah SWT, semua mengandung


kemashlahatan di baliknya. Manusia dilarang melakukan larangan-Nya agar
manusia dapat terhindar dari kerusakan atau kebinasaan. Sebagai contoh,
larangan meminum khamr adalah untuk menghindarkan seseorang dari hal-
hal yang merusak tubuh, jiwa maupun akal sehat.

2
1.2Rumusan Masalah
a. Bagaimana cara menjauhi larangan-larangan Allah yang terdapat
pada Al-Qur’an
b. Bagaimana cara menaati perintah Allah yang terdapat pada Al-
Qur;an
c. Apa saja Perintah dan Larangan Allah yang terdapat pada Al-
Qur’an
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui larangan “Jangan berkata Kasar”
(QS. 3 – Ali Imran:159)
2. Untuk mengetahui perintah “ Tahan lah Marah”
(QS. 3 – Ali Imran:134)
3. Untuk mengetahui larangan “Jangan ingkar atau melanggar janji”
(QS. 2 – Al Baqarah:177)

3
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Surat Ali Imran ayat 159

‫هّٰللا‬
‫اورْ هُ ْم فِى‬ ِ ‫ك ۖ فَاعْفُ َع ْنهُ ْم َوا ْستَ ْغفِرْ لَهُ ْم َو َش‬ َ ِ‫ب اَل ْنفَضُّ وْ ا ِم ْن َحوْ ل‬ِ ‫فَبِ َما َرحْ َم ٍة ِّمنَ ِ لِ ْنتَ لَهُ ْم ۚ َولَوْ ُك ْنتَ فَظًّا َغلِ ْيظَ ْالقَ ْل‬
َ‫ااْل َ ْم ۚ ِر فَا ِ َذا َع َز ْمتَ فَت ََو َّكلْ َعلَى هّٰللا ِ ۗ اِ َّن هّٰللا َ يُ ِحبُّ ْال ُمت ََو ِّكلِ ْين‬

Artinya : “ Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lemubut
terhadap mereka. Sekiranya bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah
ampunan untuk mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orang
yang bertawakal.”

Sekilas daalam ayat ini mengajarkan untuk berperilaku lemah lembut,


bermusyawarah dalam mengambil suatu keputusan serta tanggung jawab terhadap apa
yang telah diputuskan.
Firman Allah menjadi salah satu bukti bahwa karunia yang berupa rahmat
kepada
rasul-Nya, yaitu bahwa Allah SWT. Sendiri yang mendidik dan membentuk
kepribadian Nabi Muhammad SAW. Sebagaimana sabda beliau : “Aku dididik oleh
Tuhanku”, maka sungguh baik hasil pendidikannya kepribadian beliau dibentuk
sehingga bukan hanya pengetahuan yang Allah limpahkan kepada beliau melalui
wahyu-wahyu AlQuran, tetapi kalbu beliau disinari, bahkan totalitas wujud beliau
merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Semua perlakuan baik Nabi Muhammad berkat rahmat yang diturunkan Allah
kedalam hatinya, dan Allah menghususkan hal itu kepada Nabi-nya. Karena Allah
telah membekalinya dengan akhlaq Al-Quran yang luhur disamping hikmah-hikmah-
nya yang agung.
Untuk dilaksanakan sebelum bermusyawarah, penyebutan ketiga hal itu,
walaupun dari segi konteks turunnya ayat, mempunyai makna tersendiri yang
berkaitan dengan perang uhud, namun dari segi pelaksanaan dan esensi musyawarah.
Ia menghiasi diri Nabi Muhammad Saw dan setiap orang yang melakukan
musyawarah, setelah itu disebut lagi atau sikap yang harus diambil setelah adanya
hasil musyawarah itu bulat tekadnya.
Pertama : Berlaku lemah lembut, tidak kasar dan tidak berhati keras, seorang
yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi pemimpin, yang

4
pertama ia harus hindari adalah tutur kata yang kasar serta sikap keras kepala, karena
jika tidak, maka mitra musyawarah akan bertebaran pergi
Kedua : Memberi maaf dan membuka lembaran baru. Maaf secara harfiah
berarti manghapus, mamafkan adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan
pihak pihak lain yang dinilai tidak wajar sedangkan kecerahan fikirannya hanya hadir
bersamaan dengan sinarnya kekeruhan hati, disisi lain, yang bermusyawarah harus
mempersiapkan mentalnya untuk selalu bersedia member maaf, karena boleh jadi
ketika melakukan musyawarah terjadi perbedaan pendapat atau ada pendapat yang
menyinggung perasaan bahkan bisa jadi mengubah musyawarah menjadi
pertengkaran.
Nabi selalu melakukan musyawarah dengan para sahabatnya dalam
menghadapi suatu masalah penting, karena hal ini merupakan wahyu yang telah
diturunkan oleh Allah mengenai hal itu. Akan tetapi tidak mencanangkan kaidah-
kaidah dalam bermusyawarah, karena untuk bermusyawarah itu berbeda-beda sesuai
dengan sikon masyarakat, serta sesuai dengan perkembangan zaman dan tempatnya.
Seandainya nabi mencanangkan kaidah-kaidah musyawarah, maka hal itu akan
dianggap sebagai dien oleh kaum muslimin, dan mereka berupaya untuk
mengamalkannya pada segala tempat.

2.2 Surat Ali Imran ayat 134

َ‫اس َوهّٰللا ُ يُ ِحبُّ ْال ُمحْ ِسنِ ْي ۚن‬ ِ ‫ض ۤ َّرا ِء َو ْال َك‬
ِ ۗ َّ‫اظ ِم ْينَ ْال َغ ْيظَ َو ْال َعافِ ْينَ ع َِن الن‬ َّ ‫الَّ ِذ ْينَ يُ ْنفِقُوْ نَ فِى ال َّس ۤ َّرا ِء َوال‬

Artinya: (yaitu) orang yang berinfak, baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-
orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Dan Allah
mencintai orang yang berbuat kebaikan,

Surat Ali Imran ayat 134 menjelaskan empat karakter orang bertaqwa yakni
gemar berinfaq, menahan marah, memaafkan dan suka berbuat baik. Ayat ini
merupakan satu rangkaian dengan ayat 133 dan 135. Dimulai dari perintah bersegera
menuju ampunan Allah dan surga-Nya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi
orang yang bertaqwa.
Karakter orang bertaqwa yang pertama adalah gemar berinfaq baik dalam
kondisi lapang maupun sempit. Berinfaq baik dalam keadaan kaya atau miskin. Saat
banyak uang maupun di tengah keterbatasan.

Infaq merupakan kunci pertolongan Allah. Terkadang orang merasa berat


berinfaq karena merasa hartanya jadi berkurang. Padahal, infaq pada hakikatnya tidak
mengurangi harta. Justru dengan infaq, harta menjadi bertambah dan lebih berkah.

ٍ ‫ص َدقَةٌ ِم ْن َم‬
‫ال‬ ْ ‫ص‬
َ ‫ت‬ َ َ‫َما نَق‬

Artinya: Sedekah tidak mengurangi harta (HR. Muslim)

5
Karakter orang bertaqwa yang kedua adalah menahan marah, mampu
mengelola emosi. Ibnu Katsir menjelaskan dalam tafsirnya, “apabila mereka
mengalami emosi, maka mereka menahannya. Yakni tidak memendam, tidak pula
mengeluarkannya.”

Tak hanya mampu menahan marah, orang bertaqwa juga suka memaafkan. Ini
karakter orang bertaqwa yang ketiga. Sayyid Qutb menjelaskan dalam Tafsir Fi
Zhilalil Qur’an bahwa menahan marah adalah tahapan pertama. Boleh jadi seseorang
sudha berhasil menahan amarahnya, tetapi ia menyimpannya sebagai dendam. Ini
justru lebih buruk. Karenanya harus dilanjutkan dengan tahap berikutnya yakni
memaafkan.

Karakter keempat dari orang bertaqwa adalah suka berbuat baik; muhsinin.
Syaikh Wahbah Az Zuhaili menjelaskan dalam Tafsir Al Munir bahwa muhsinin
adalah orang yang membalas kejelekan dengan kebaikan.

Berikut ini isi kandungan Surat Ali Imran ayat 134 yang kami sarikan dari
sejumlah tafsir. Yakni Tafsir Al Qur’anil ‘Adhim karya Ibnu Katsir, Tafsir Al Munir
karya Syaikh Wahbah Az Zuhaili, Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayyid Qutb dan Tafsir
Al Azhar karya Buya Hamka.

1. Surat Ali Imran ayat 134 ini menunjukkan sebagian karakter orang
bertaqwa.
2. Empat di antara karakter orang bertaqwa adalah gemar berinfaq baik di
kala lapang maupun sempit, mampu mengelola emosi dan menahan
marah, suka memaafkan, dan suka berbuat kebajikan.
3. Islam mengajarkan umatnya untuk gemar berinfaq. Infaq tidak akan
mengurangi harta, justru mendatangkan keberkahan.
4. Islam mengajarkan umatnya untuk mengelola emosi dan menahan
amarah. Karakter ini merupakan salah satu kunci surga.
5. Islam mengajarkan umatnya untuk memaafkan dan tidak menyimpan
dendam.
6. Islam mengajarkan umatnya untuk suka berbuat kebajikan. Bahkan
membalas keburukan dengan kebaikan.

2.3 Surat Ali Imran ayat 177

ۤ ‫هّٰلل‬
ۚ َ‫ب َوالنَّبِ ٖيّن‬ ِ ‫ب َو ٰل ِك َّن ْالبِ َّر َم ْن ٰا َمنَ بِا ِ َو ْاليَوْ ِم ااْل ٰ ِخ ِر َو ْال َم ٰل ِٕى َك ِة َو ْال ِك ٰت‬ ِ ‫ق َو ْال َم ْغ ِر‬
ِ ‫ْس ْالبِ َّراَ ْن تُ َولُّوْ ا ُوجُوْ هَ ُك ْم قِبَ َل ْال َم ْش ِر‬
َ ‫لَي‬
ٰ ٰ
‫ب َواَقَا َم الصَّلوةَ َواتَى‬ ِ ۚ ‫فى ال ِّرقَا‬ ۤ ْ ٰ ْ ْ
‫ال عَلى ُحب ِّٖه َذ ِوى القُرْ ٰبى َواليَتمٰ ى َوال َم ٰس ِك ْينَ َوا ْبنَ ال َّسبِ ْي ۙ ِل َوالسَّاىلِ ْينَ َو‬ ٰ ْ
َ ‫َواتَى ال َم‬ ٰ
ٰۤ ُ ٰۤ ُ ِ ‫ِٕ ْ ْأ‬ ۤ ۤ ‫ْأ‬ ْ ٰ
ُ
َ‫ص َدقوْ ا ۗ َواول ِٕىك‬ َّ
َ َ‫س اول ِٕىكَ ال ِذ ْين‬ ِ ۗ َ‫ضرَّا ِء َو ِح ْينَ الب‬ َّ ‫صبِ ِر ْينَ فِى البَ َسا ِء َوال‬ ّ ‫ال َّز ٰكوةَ ۚ َو ْال ُموْ فوْ نَ بِ َع ْه ِد ِه ْم اِ َذا عَاهَ ُدوْ ا ۚ َوال‬
ُ
177 َ‫هُ ُم ْال ُمتَّقُوْ ن‬.

Artinya : Kebajikan itu bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan ke barat,
tetapi kebajikan itu ialah (kebajikan) orang yang beriman kepada Allah, hari akhir,

6
malaikat-malaikat, kitab-kitab, dan nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya
kepada kerabat, anak yatim, orang-orang miskin, orang-orang yang dalam perjalanan
(musafir), peminta-minta, dan untuk memerdekakan hamba sahaya, yang
melaksanakan salat dan menunaikan zakat, orang-orang yang menepati janji apabila
berjanji, dan orang yang sabar dalam kemelaratan, penderitaan dan pada masa
peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar, dan mereka itulah orang-orang
yang bertakwa.

Berikut Kandungan Surat Al-Baqarah ayat 177


1. Kebajikan ialah apabila jiwa terlebih dahulu diisi dengan iman, dibuktikan
dengan kasih sayang kepada manusia.
2. Ayat ini menegaskan bahwa kebajikan/ketaatan yang mengantar kepada
kedekatan kepada Allah Swt bukanlah dalam menghadapkan wajah dalam
shalat kea rah timur dan barat tanpa makna, tetapi kebajikan yakni yang
mengantar kepada kebahagiaan dunia dan akherat, yaitu keimanan kepada
Allah Swt, dan lainlain yang disebutkan ayat tersebut.
3. Kebajikan yang tepat bukan hanya dalam bentuk shalat saja tetapi nilai
kebajikan dari shalat itu yang tersimbulkan dalam amal kasatmata berupa
kesediaan mengorbankan kepentingan langsung demi orang lain, sehingga
bukan hanya memberi harta yang sudah tidak disenangi atau tidak dibutuhkan,
tetapi memperlihatkan harta yang dicintainya secara nrimo dan demi meraih
cinta-Nya. | Isi kandungan quran surat Al-Baqarah ayat 177
4. Kehidupan insan di dunia ini yakni mata rantai dari ikatan janji, baik
kesepakatan dengan Tuhan maupun kesepakatan kepada sesama makhluk.
Maka orang yang beriman belumlah mencapai kebajikan, meskipun ia telah
shalat, berzakat, berderma, kalau ia tidak teguh memegang janji.
5. Allah Swt memperlihatkan pernghargaan yang tinggi kepada orang-orang
yang mempunyai perilaku sabar, yaitu tabah, menahan diri dan berjuang dalam
mengatasi kesulitan hidup dan aneka cobaan hidup dengan tetap menguatkan
hatinya kepada Allah Swt. Ketahulilah bahwasannya tidak kurang dari 98 ayat
di dalam al-Qur’an yang menyebutkan keutamaan sabar.
6. Islam mengajarkan untuk tertib dalam amaliah, yang dimulai dengan iman,
diikuti dengan rasa cinta kepada sesama manusia, dan diiringi lagi dengan
iman kepada Allah Swt dengan shalat yang khusyu’, kemudian berzakatlah,
teguhlah memegang janji, bersabarlah memikul kiprah hidup. Kalau semua itu
sudah terisi, barulah pengukuhan iman sanggup diterima oleh Allah Swt, dan
barulah terhitung dan termasuk dalam daftar Allah Swt sebagai seorang yang
benar (shadaqu), yang cocok isi hatinya dengan amalannya.
7. Inti kehidupan yang sejati yakni taqwa. Karena itu Islam mewajibkan kita
untuk memelihara kekerabatan baik dengan Allah Swt. Dengan cara
meningkatkan iman. Jangan hingga orang melaksanakan shalat tetapi jiwanya
gelap, banyak orang shalat padahal ia tidak tahan kena cobaan, ada orang taat
shalat, tetapi ia bakhil, tidak mau menolong orang lain.

7
8
BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan dari apa yang telah dibahas, saya menarik kesimpulan dan
menjadikannya beberapa poin, sebagai berikut :
a. Aplikasikan bagamana cara menjauhi larangan untuk tidak jangan berkata
kasar, mematuhi perintah untuk menahan marah, dan larangan jangan ingkar
atau melanggar janji
b. Larangan-larangan Allah swt yang terdapaat pada surat Ali Imran ayat 159 dan
Al- Baqarah ayat 177 yaitu larangan tidak berkata kasar dan jangan ingkar
atau melanggar janji
c. Perintah Allah Swt yang terdapat pada surat Ali Imran ayat 134 yaitu perintah
untuk menahan marah
3.2 Saran
Peniliti sepenuhnya sadar jika makalah ini masih jauh dari semurna. Oleh karena itu,
peneliti akan menerima saran dan kritik untuk kesempurnaanpada penulisan makalah
ini selanjutnya. Selain itu, besar harapan peneliti untuk makalah ini dapat memberikan
penambahan pikiran guna membentuk pribadi yang lebih baik lagi dan lebih taat atas
perintah dan menjauhi segala larangannya.

Anda mungkin juga menyukai