Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN ANAK

DENGUE HEMORRAGIC FEVER (DHF)

Disusun Oleh :

Aniisa Salsabila

(0432950119002)

STIKES BANI SALEH KEPERAWATAN D3

BEKASI

2021
A. Definisi DHF
Demam berdarah atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) ialah penyakit demam akut terutama
menyerang pada anak-anak, dan saat ini cenderung polanya berubah ke orang dewasa. Gejala yang
ditimbulkan dengan manifestasi perdarahan dan bertendensi menimbulkan shock yang dapat menimbulkan
kematian.
Infeksi virus dengue dapat menyebabkan Demam Dengue (DD), Dengue Hemorrhagic Fever
(DHF), dan Syndrom Shock Dengue (SSD). Infeksi dengue di jumpai sepanjang tahun dan meningkat pada
musim hujan. Demam berdarah dengue merupakan penyakit infeksi yang masih menimbulkan masalah
kesehatan. Hal ini masih disebabkan oleh karena tingginya angka morbiditas dan mortalitas
Demam Berdarah Dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis, yaitu demam tinggi, perdarahan,
terutama perdarahan kulit, hepatomegali, dan kegagalan peredaan darah (circulatory failure}. Fenomena
patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dan DD ialah peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah, menurunnya volume plasma, trombositopenia, dan diatesis
hemoragik.

B. Etiologi DHF
Dengue Hemorrhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus dengue sejenis
virus yang tergolong arbovirus (Arthropod-borne viruses) artinya virus yang di tularkan melalui gigitan
arthropoda misalnya nyamuk aedes aegypti (betina). Arthropoda akan menjadi sumber infeksi selama
hidupnya sehingga selain menjadi vektor virus dia juga menjadi hospes reservoir virus tersebut yang
paling bertindak menjadi vector adalah berturut-turut nyamuk
Virus dengue, termasuk genus Falvivirus, keluarga falviridae. Terdapat 4 serotipe virus yaitu
DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4. Keempatnya ditemukan di Indonesia dengan den-3 serotype
terbanyak. Infeksi salah satu serotype akan menimbulkan antibody terhadap serotype lain sangat kurang,
sehingga tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotype lain tersebut. Seseorang
yang tinggal di daerah endemis dengue dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama hidupnya. Keempat
serotype virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo Aru, dkk 2009).

C. Tanda dan Gejala DHF


Tanda dan gejala yang timbul bervariasi berdasarkan derajat DHF dengan masa inkubasi antara
13-15 hari, tetapi rata-rata 5- 8 hari. Gejala klinik timbul secara mendadak berupa:
1) Suhu tinggi (>37,5 oC)
2) Tanda-tanda renjatan (sianosis, kulit lembab dan dingin, tekanan darah menurun, gelisah, capillary reffil
time lebih dari dua detik, nadi cepat dan lemah),
3) Nyeri pada otot dan tulang, abdomen dan ulu hati
4) Mual, kadang-kadang muntah dan batuk ringan, lidah kotor, tidak ada nafsu makan
5) Diare, konstipasi
6) Sakit kepala dapat menyeluruh atau berpusat pada daerah supra orbital dan retroorbital.
7) Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila otot perut ditekan. Sekitar mata mungkin ditemukan
pembengkakan, lakrimasi, fotofobia, otot-otot sekitar mata terasa pegal.
Ruam berikutnya mulai antara hari 3-6, mula-mula berbentuk makula besar yang kemudian bersatu dan muncul
kembali, serta kemudian timbul bercak-bercak petekie. Pada awalnya hal ini terlihat pada lengan dan kaki,
kemudian menjalar ke seluruh tubuh.
Pada saat suhu turun ke normal, ruam ini berkurang dan cepat menghilang, bekas-bekasnya kadang terasa gatal.
Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat
menetap untuk beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura, ekimosis, hematemesis, epistaksis
melena, hematuria. Hati, limpa dan kelenjar getah bening. Umumnya membesar dan nyeri tekan, tetapi
pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit juga kadang terjadi syok yang biasanya dijumpai pada saat
demam telah menurun antara hari ke-3 dan ke-7 dengan tanda anak menjadi makin lemah, ujung jari, telinga,
hidung teraba dingin dan lembab, denyut nadi terasa cepat.
Klasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
a) Derajat I
Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan ialah uji bendung (uji
tourniquet). Panas 2-7 hari,trombositopenia dan hemokonsentrasi.
b) Derajat II
Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau perdarahan lain seperti petekie, ekimosis,
hematemesis, melena atau perdarahan gusi.
c) Derajat III
Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan nadi menurun (20 mmHg atau
kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut, kulit dingin dan lembap dan anak tampak gelisah.
d) Derajat IV
Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.

D. Patofisiologi DHF
1. Hipertermi
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui nyamuk aedes aegypti).
Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi virus dengue (viremia) yang mengaktifkan
system komplemen lalu membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi
PGE2 (prostaglandin E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam.
2. Resiko Perdarahan
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui nyamuk aedes aegypti).
Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi virus dengue (viremia) yang mengaktifkan
system komplemen lalu membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi
PGE2 (prostaglandin E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi maka terjadi peningkatan
reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat dan dapat menyebabkan resiko syok
hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh darah, dan agregasi trombosit, dari agregasi trombosit akan
terjadi trombositopeni yang diperkirakan karena penurunan sintesis trombosit di sumsum tulang, selain itu
diperkirakan mekanisme imun juga berperan dalam trombositopeni tersebut yang bisa mengakibatkan
resiko perdarahan ataupun perdarahan.
3. Risiko Syok
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui nyamuk aedes aegypti).
Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi virus dengue (viremia) yang mengaktifkan
system komplemen lalu membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi
PGE2 (prostaglandin E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi maka terjadi peningkatan
reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat dan dapat menyebabkan resiko syok
hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh darah, dan agregasi trombosit dari agregasi trombosit akan
terjadi trombositopeni yang diperkirakan karena diperkirakan karena penurunan sintesis trombosit di
sumsum tulang, selain itu diperkirakan mekanisme imun juga berperan dalam trombositopeni tersebut
yang bisa mengakibatkan resiko perdarahan ataupun terjadi perdarahan. Selain itu akan mengakibatkan
resiko perfusi jaringan tidak efektif sehingga menyebabkan hipoksia jaringan dan terjadi asidosis
metabolic dan dapat menyebabkan resiko syok (hipovolemik)
5. Kekurangan Volume Cairan
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui nyamuk aedes aegypti).
Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi virus dengue (viremia) yang mengaktifkan
system komplemen lalu membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi
PGE2 (prostaglandin E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi maka terjadi peningkatan
reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat dan dapat menyebabkan resiko syok
hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh darah, dan agregasi trombosit. Dari resiko syok hipovolemik
dapat terjadi renjatan hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran plasma ke
ekstravaskuler atau dapat teijadinya kekurangan volume cairan.
6. Ketidakefektifan Pola Nafas
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui nyamuk aedes aegypti).
Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi virus dengue (viremia) yang mengaktifkan
system komplemen lalu membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus akan diproduksi
PGE2 (prostaglandin E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung menyebabkan
peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi maka terjadi peningkatan
reabsorbsi Na+ dan H2O sehingga permeabilitas meningkat dan dapat menyebabkan resiko syok
hipovolemik, kerusakan endotel pembuluh darah, dan agregasi trombosit. Dari resiko syok
hipovolemik dapat terjadi renjatan hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran
plasma ke ekstravaskuler yaitu paru-paru dan di paru-paru terjadi efusi pleura yaitu penumpukan
cairan pada rongga pleura sehingga menyebabkan ketidakefektifan pola nafas.
7. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui nyamuk aedes
aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi virus dengue (viremia) yang
mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus
akan diproduksi PGE2 (prostaglandin E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung
menyebabkan peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi maka
terjadi peningkatan reabsorbsi Na + dan H2O sehingga permeabilitas meningkat dan dapat
menyebabkan resiko syok hipovolemik. Dari resiko syok hipovolemik dapat terjadi renjatan
hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran plasma ke ekstravaskuler yaitu
abdomen dan menyebabkan ascites yaitu pengumpulan cairan di dalam rongga perut, yang
menimbulkan mual muntah sehingga terjadi ketidakseimbangan nutrisi kurang.
8. Nyeri akut
Pada DHF terdapat arbovirus yaitu virus yang ditularkan oleh arthopoda (melalui nyamuk aedes
aegypti). Kemudian beredar dalam aliran darah lalu menjadi infeksi virus dengue (viremia) yang
mengaktifkan system komplemen lalu membentuk dan melepaskan zat C3a, C5a dan di hipotalamus
akan diproduksi PGE2 (prostaglandin E2) yang akan mengaktifkan cyclic AMP yang secara langsung
menyebabkan peningkatan set point di hipotalamus sehingga terjadi demam. Karena hipertermi maka
terjadi peningkatan reabsorbsi Na + dan H2O sehingga permeabilitas meningkat dan dapat
menyebabkan resiko syok hipovolemik. Dari resiko syok hipovolemik dapat terjadi renjatan
hipovolemik dan hipotensi sehingga menimbulkan kebocoran plasma ke ekstravaskuler yaitu
abdomen dan menyebabkan ascites yaitu pengumpulan cairan di dalam rongga
perut, yang menimbulkan mual muntah sehingga terjadi penekanan intraabdomen dan menimbulkan nyeri.

E. Pemeriksaan diagnostic DHF


Adapun pemeriksaan yang dilakukan antara lain :
1. Pemeriksaan uji Toumiquet/Rumple leed
Percobaan ini bermaksud menguji ketahanan kapiler darah pada penderita DHF. Uji rumpel leed
merupakan salah satu pemeriksaan penyaring untuk mendeteksi kelainan sistem vaskuler dan
trombosit. Dinyatakan positif jika terdapat lebih dari 10 ptechiae dalam diameter 2,8 cm di lengan
bawah bagian depan termasuk lipatan siku Prinsip : Bila dinding kapiler rusak maka dengan
pembendungan akan tampak sebagai bercak merah kecil pada permukaan kulit yang disebut Ptechiae
2. Pemeriksaan Hemoglobin
Kasus DHF terjadi peningkatan kadar hemoglobin dikarenakan terjadi kebocoran/perembesan
pembuluh darah sehingga cairan plasmanya akan keluar dan menyebabkan terjadinya
hemokonsentrasi. Kenaikan kadar hemoglobin >14 gr/100 ml. Pemeriksaan kadar hemaglobin dapat
dilakukan dengan metode sahli dan fotoelektrik (cianmeth hemoglobin), metode yang dilakukan
adalah metode fotoelektrik.
Prinsip : Metode fotoelektrik (cianmeth hemoglobin) Hemoglobin darah diubah menjadi cianmeth
hemoglobin dalam larutan yang berisi kalium ferrisianida dan kalium sianida. Absorbansi larutan
diukur pada panjang gelombang 540 nm/filter hijau
3. Pemeriksaan Hematokrit
Peningkatan nilai hematokrit menggambarkan teijadinya hemokonsentrasi, yang merupakan indikator
teijadinya perembesan plasma. Nilai peningkatan ini lebih dari 20%. Pemeriksaan kadar hematokrit
dapat dilakukan dengan metode makro dan mikro.
Prinsip : Mikrometode yaitu menghitung volume semua eritrosit dalam 100 ml darah dan disebut
dengan % dari volume darah.
4. Pemeriksaan Trombosit
Pemeriksaan jumlah trombosit ini dilakukan pertama kali pada saat pasien didiagnosa sebagai pasien
DHF, Pemeriksaan trombosit perlu di lakukan pengulangan sampai terbukti bahwa jumlah trombosit
tersebut normal atau menurun. Penurunan jumlah trombosit < 100.000 /pl atau kurang dari 1-2
trombosit/ lapang pandang dengan rata- rata pemeriksaan 10 lapang pandang pada pemeriksaan
hapusan darah tepi.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel
trombosit) dimaksudkan dalam bilik hitung dan dihitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah
trombosit per p/1 darah.
5. Pemeriksaan Lekosit
Kasus DHF ditemukan jumlah bervariasi mulai dari lekositosis ringan sampai lekopenia ringan.
Prinsip : Darah diencerkan dengan larutan isotonis (larutan yang melisiskan semua sel kecuali sel
lekosit) dimasukkan bilik hitung dengan menggunakan faktor konversi jumlah lekosit per p/1 darah
6. Pemeriksaan Bleding time (BT)
Pasien DHF pada masa berdarah, masa perdarahan lebih memanjang menutup kebocoran dinding
pembuluh darah tersebut, sehingga jumlah trombosit dalam darah berkurang. Berkurangnya jumlah
trombosit dalam darah akan menyebabkan terjadinya gangguan hemostatis sehingga waktu perdarahan
dan pembekuan menjadi memanjang.
Prinsip : Waktu perdarahan adalah waktu dimana terjadinya perdarahan setelah dilakukan penusukan
pada kulit cuping telinga dan berhentinya perdarahan tersebut secara spontan.
7. Pemeriksaan Clothing time (CT )
Pemeriksaan ini juga memanjang dikarenakan terjadinya gangguan hemostatis.
Prinsip : Sejumlah darah tertentu segera setelah diambil diukur waktunya mulai dari keluarnya darah
sampai membeku.
8. Pemeriksaan Limfosit Plasma Biru (LPB)
Pada pemeriksaan darah hapus ditemukan limfosit atipik atau limfosit plasma biru > 4 % dengan
berbagai macam bentuk : monositoid, plasmositoid dan blastoid. Terdapat limfosit Monositoid
mempunyai hubungan dengan DHF derajat penyakit II dan IgG positif, dan limfosit non monositoid
(plasmositoid dan blastoid) dengan derajat penyakit I dan IgM positif.
Prinsip: Menghitung jumlah limfosit plasma biru dalam 100 sel jenis-jenis lekosit.
9. Pemeriksaan Imunoessei dot-blot
Hasil positif IgG menandakan adanya infeksi sekunder dengue, dan IgM positif menandakan infeksi
primer. Tes ini mempunyai kelemahan karena sensitifitas pada infeksi sekunder lebih tinggi, tetapi
pada infeksi primer lebih rendah, dan harganya relatif lebih mahal.
Infeksi sekunder dengue menandakan sudah pernah terpapar virus dengue sebelumnya, infeksi primer
menandakan pasien tanpa riwayat terkena infeksi dengue sebelumnya.
Prinsip : Antibodi dengue baik IgM atau IgG dalam serum akan diikat oleh antihuman IgM dan IgG
yang dilapiskan pada dua garis silang di strip nitrosellulosa

F. Komplikasi DHF
Dalam penyakit DHF atau demam berdarah jika tidak segera di tangani akan menimbulkan kompikisi
adalah sebagai berikut:
1. Perdarahan
Perdarahan pada DHF disebabkan adanya perubahan vaskuler, penurunan jumlah trombosit
(trombositopenia) <100.000 /mm 3 dan koagulopati, trombositopenia, dihubungkan dengan
meningkatnya megakoriosit muda dalam sumsum tulang dan pendeknya masa hidup trombosit.
Tendensi perdarahan terlihat pada uji tourniquet positif, petechi, purpura, ekimosis, dan
perdarahan saluran cerna, hematemesis dan melena.
2. Kegagalan sirkulasi
DSS (Dengue Syok Sindrom) biasanya terjadi sesudah hari ke 2 - 7, disebabkan oleh peningkatan
permeabilitas vaskuler sehingga terjadi kebocoran plasma, efusi cairan serosa ke rongga pleura
dan peritoneum, hipoproteinemia, hemokonsentrasi dan hipovolemi yang mengakibatkan
berkurangnya aliran balik vena (venous return), prelod, miokardium volume sekuncup dan curah
jantung,
sehingga terjadi disfungsi atau kegagalan sirkulasi dan penurunan sirkulasi jaringan.
DSS juga disertai dengan kegagalan hemostasis mengakibatkan aktivity dan integritas system
kardiovaskur, perfusi miokard dan curah jantung menurun, sirkulasi darah terganggu dan terjadi
iskemia jaringan dan kerusakan fungsi sel secara progresif dan irreversibel, terjadi kerusakan sel
dan organ sehingga pasien akan meninggal dalam 12-24 jam.
3. Hepatomegali
Hati umumnya membesar dengan perlemakan yang berhubungan dengan nekrosis karena
perdarahan, yang terjadi pada lobulus hati dan sel sel kapiler. Terkadang tampak sel netrofil dan
limposit yang lebih besar dan lebih banyak dikarenakan adanya reaksi atau kompleks virus
antibody.
4. Efusi pleura
Efusi pleura karena adanya kebocoran plasma yang mengakibatkan ekstravasasi aliran
intravaskuler sel hal tersebut dapat dibuktikan dengan adanya cairan dalam rongga pleura bila
terjadi efusi pleura akan teijadi dispnea, sesak napas.

G. Asuhan Keperawatan DHF


a. Pengkajian
1) Identitas pasien
Nama, umur (pada DHF tersering menyerang anak dengan usia kurang dari 15 tahun ) jenis
kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua, pendidikan orang tua, pekerjaan orang tua.
2) Keluhan utama
Alasan / keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke rumah sakit adalah panas
tinggi anak lemah.
3) Riwayat penyakit sekarang
Didapatkan adanya keluhan panas mendadak disertai menggigil , saat demam kesadran
kompos mentis. Panas menurun terjadi antara hari ke 3 dan ke 7, sementara anak semakin
lemah. Kadang-kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, muntah anoreksia, diare
/ konstipasi, sakit kepala, nyeri otot dan persendian, nyeri ulu hati dan pergerakan bola mata
terasa pegal, serta adanya manifestasi perdarahan pada kulit, gusi ( grade III, IV ) menelan
atau hematemesis.
4) Riwayat penyakit yang pernah di derita
Penyakit apa saja yang pernah diderita.Pada dengue Haemorrhagic fever,anak bisa mengalami
serangan ulang dengue haemorrhagic fever dengan tipe virus yang lain.
5) Riwayat imunisasi
Bila anak mempunyai kekebalan yang baik , kemungkinan timbul komplikasi dapat
dihindarkan.
6) Riwayat gizi
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi.Semua anak dengan status gizi baik , maupun
buruk dapat berisiko apabila terdapat faktor predisposisinya.Pada anak yang menderita DHF
sering mengalami keluhan mual , muntah , dan nafsu makan menurun.Apabila kondisi ini
berlanjut dan tidak disertai dengan oemenuhan nutrisi yang adekuat anak dapat mengalami
penurunan berat badan , sehingga status gizinya menjadi kurang.
7) Kondisi lingkungan
Sering teijadi pada daerah yang padat penduduknya , lingkungan yang kurang kebersihannya
(air yang menggenang) dan gantungan baju di kamar.
8) Pola kebiasaan
a) Nutrisi dan metabolisme , yaitu frekuensi, jenis , pantangan , nafsu makan berkurang /
menurun.
b) Eliminasi alvi (buang air besar ) kadang - kadang anak mengalami diare / konstipasi.DHF
pada grade III - IV bisa terjadi melena
c) Eliminasi urine ( buang air kecil ) perlu dikaji apakah sering kencing , sedikit / banyak ,
sakit / tidak.Pada DHF grade IV sering terjadi hematuri.
d) Tidur dan istirahat. Anak sering mengalami kurang tidur Karen sakit / nyeri otot dan
persendian,sehingga kuantitas dan kualitas tidur , serta istirahat kurang.
e) Kebersihan.Upaya keluarga untuk menjaga kebersihan diri dan lingkungan cenderung
kurang terutama tempat sarangnya nyamuk aedes aegypti.
f) Tanggapan bila ada keluarga yang sakit dan upaya untuk menjaga kesehatan.
9) Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi , palpasi , auskultsai dan perkusi dari ujung rambut sampai
ujung kaki.Berdasarkan tingkatan (grade) DHF , keadaan fisik anak sebagai berikut.
a) Grade I: kesadaran kompos mentis ; keadaan umum lemah ; tanda - tanda vital nadi lemah.
b) Grade II : kesadaran kompos mentis ; keadaan umum lemah ; adanya perdarahan spontan
petekia ; perdarahan gusi dan telinga ; nadi lemah , kecil, tidak teratur.
c) Grade III : kesadaran apatis ; somnolen ; keadaan umum lemah , nadi lemah , kecil, tidak
teratur ; tensi menurun.
d) Grade IV : kesadaran koma ; nadi tidak teraba ; tensi tidak terukur ; pernapasan tidak
teratur ; ekstrimitas dingin ; berkeringat ; dan kulit namapk biru.
10) Sistem integument
a) Kulit adanya petekia, turgor kulit menurun , keringat dingin , lembab.
b) Kuku cyanosis / tidak.
c) Kepala dan leher.
Kepala terasa nyeri , muka tampak kemerahan pada muka karena demam (flushy ), mata
anemis , hidup kadang mengalami perdarahan / epistksis (grade II , III , IV ).pada mulut
didapatkan mukosa mulut kering , perdarahan gusi , kotor , dan nyeri telan.Tenggorokan
mengalami hyperemia faring , teijadi perdarahan teling (grade II, III, IV ).
d) Dada.
Bentuk simestris , kadang - kadang sesak , pada foto thoraks terdapat adanya cairan yang
tertimbun pada paru sebelah kanan (efusi pleura), Rales + , ronchi + biasanya pada grade
III, IV .
e) Pada abdomen terdapat nyeri tekan , pembesaran hati (hepatomegali), dan asites.
f) Ekstremitas , yaitu akral dingin , nyeri otot dan sendi serta tulang.
11) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan darah pasien DHF akan dijumpai sebagai beriku.
a) Hb dan PCV meningkat (> 20 %)
b) Trambositopenia (> 100.000 / ml )
c) Leukopenia (mungkin normal atau lekositosis ).
d) Ig.D. dengue positif.
e) Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan hipoproteinemia , hipokloremia,
hiponatermia.
f) Urium dan pH darah mungkin meningkat.
g) Asidosis metabolic ; pCO2 <35 -40 mmHg , HCO3 rendah
h) SGOT / SGPT mungkin meningkat

b. Masalah / diagnosis
Masalah yang dapat ditemukan pada anak dengan DHF anatara lain :
1) Peningkatan suhu tubuh (hipertermia )
2) Nyeri
3) Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari kebutuhan.
4) Potensial terjadi perdarahan intra abdominal
5) Gangguam keseimbangan cairan dan elektrolit
6) Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, dan perawatan pasien DHF
7) Gangguan aktivitas sehari - hari
8) Potensial terjadi reaksi transfuse
RENCANA KE PERAWATAN
No DX Tujuan Perencanaan
Intervensi Rasional
1 Peningkatan suhu Setelah 1. Kaji 1. Untuk mengidentifikasi pola

tubuh (hipertermi) tindakan keperawatan timbulnya demam demam pasien


berhubungan diharapkan 2. Observasi tanda- 2. Tanda-tanda
dengan
tubuh normal dengan tanda vital tiap 3 merupakan acuan untuk
virus dengue kriteria suhu klien jam. mengetahui keadaan umum
36°C-37°C 3. Beri pasien.

hangat pada dahi. 3. Kompres hangat dapat


4. Beri mengembalikan
minum (±1- normal
1,5
liter/hari) sedikit sirkulasi.

tapi sering 4. Mengurangi panas secara


5. Ganti
konveksi (panas terbuang
klien dengan
bahan bersama urine dan keringat
tipis sekaligus mengganti cairan

keringat. tubuh karena penguapan)


6. Beri 5. Pakaian yang
tipis
anpada keluarga menyerap keringat dan
klien membantu

penyebab penguapan tubuh akibat dari


meningkatnya
suhu peningkatan suhu
tubuh. 6. Penjelasan yang diberikan
7. Kolaborasi pada keluarga klien bisa
pemberian
mengerti dan kooperatif
anti piretik. dalam memberikan tindakan

keperawatan
7. Dapat menurunkan demam

2 Deficit volume Setelah 1. Kaji 1. Mengetahui dengan cepat


cairan perawatan diharapkan umum klien dan penyimpangan dari keadaan
kebutuhan tanda-tanda vital. normalnya
tubuh 2 Kaji input dan 2 Mengetahui balance cairan
. .
berhubungan cairan output cairan. dan elektrolit
dengan keti tubuh Observasi dalam
3
dakseimb anga n . adanya tanda-tanda tubuh/homeostatis.
3
input dan output terpenuhi syok. . Agar dapat segera dilakukan
cairan 60-100mmHg Anjurkan klien tindakan jika terjadi syok.
• Suhu normal 36° 4 untuk 4 Asupan cairan
C- . .
37°C sangat
• Respirasi banyak diperlukan untuk menambah
1
24x/menit minum volume cairan tubuh.
6-
• Nadi 60- 5 Kolaborasi 5
Pemberian cairan I.V untuk
. .
100x/ dengan memenuhi kebutuhan cairan
me
nit klien.
3 Nutrisi Setelah 1 dokter
Kaji 1 Memudahkan
dari . .
tindakan umum klien intervensi selanjutnya
berhubungan keperawatan 2 Beri 2 Merangsang nafsu makan
. .
dengan diharapkan sesuai kebutuhan klien sehingga klien mau
kebutuhan
muntah, anoreksia tubuh klien. makan.
klien dapat 3 3
terpenuhi . Anjurkan orang . Makanan dalam porsi kecil
dengan tua klien untuk tapi sering memudahkan
kriteria
• Klien tida memberi makanan organ pencernaan dalam
k
mengeluh sedikit tapi sering. metabolisme
mual
usu 4 4
• Bising s . Anjurkan orang . Makanan dengan komposisi
normal tua klien memberi TKTP berfungsi membantu

• Makan 1 por makanan mempercepat proses


si
habis dalam penyembuhan.
lunak 5 Berat badan merupakan
.
5 Timbang berat salah satu indicator
.
badan klien tiap pemenuhan nutrisi berhasil.
hari. 6. Menambah nafsu makan
6. Kolaborasi
pemberian obat
DAFTAR PUSTAKA

Hasan, Rusepno dan Altas, Husein. (2007). Buku kuliah: ilmu kesehatan anak. Jakarta : Infomedika

Jakarta.

Rekawati Susilaningrum, Nursalam, Sri Utami. (2013). Asuhan keperawatan bayi dan anak: untuk

perawat dan bidan Ed. 2. Jakarta : Salemba Medika.

Sudarmo, S Sumarmo. (2015). Buku ajar infeksi dan pediatri tropis. Jakarta: Badan penerbit ikatan

dokter anak indonesia

Anda mungkin juga menyukai