Nim : 20.133
Kelas : 2C
Tugas Psikologi
c. Psikotik/superego
Awalnya, teori Eysenck tentang kepribadian didasarkan hanya kepada dua dimensi
kepribadian-ekstraversi dan neurotisme. Setelah beberapa tahun menganggap
psikotisme (P) sebagai faktor kepribadian sendiri, Eysenck akhirnya menaikannya
ke posisi yang sama dengan E dan N (Eysenck & Eysenck, 1976). Seperti
ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat bipolar, dimana
psikotisme berada di satu kutubnya dan superego di kutub yang lain. Skor P yang
tinggi seringkali berbentuk egosentrisme, dingin, tidak bersahabat, implusif, kejam,
agresif, penuh curiga, psikopat, dan anti sosial.
Pribadi yang rendah psikotismennya (mengarah kepada superego) cenderung
altrustik, berjiwa sosial, empatik, penuh perhatian, kooperatif, bersahabat, dan
kontrovensional (S. Eysenck, 1997). Eysenck (1994, hlm. 20) berhipotesis bahwa
manusia yang tinggi psikotismenya memiliki “predisposisi yang tingggi untuk
menjadi stres dan mengembangkan gangguan psikotik”. Menurut Eysenck (1994b,
1994c) semakin tinggi skor psikotisme, semakin rendah tingkat stres yang
dibutuhkan untuk mengundang reaksi psikotik.
B. Tipologi Julius Bahsen
Julius Bahnsen (1830-1881) dengan karyanya Beitrage zur Charaterologie (1867) yang
terdiri dari dua jilid. Rumke (1951) menyebut Julius Bahnsen sebagai orang yang pertama
dalam menggunakan istilah Charaterologie. Bahnsen berpendapat bahwa kepribadian
ditentukan oleh tiga macam kejiwaan, yaitu:
Tempramen & Kemauan 1.
Temperamen
Dalam hal ini temperamen ditentukan oleh empat faktor, yaitu :
a. Spontanitas (spontaneity), Spontanitas nampak jika orang menentukan sikap atau
bertindak, terlepas dari pengaruh orang lain, jadi sikap atau tindakan itu benar-benar
berpangkal pada jiwa sendiri. Sikap atau tindakan disebut spontan apabila diambil atau
dilakukan tanpa adanya paksaan dari luar (orang lain). Dalam congritnya variasi
spontanitas ini boleh dikata tak terhingga, akan tetapi secara teori dapat dilakukan
dikhotomisasi, sehingga ada dua macam spontanitas, yaitu yang lemah dan yang kuat.
b. Reseptivitas (receptivity). Yang dimaksud dengan reseptivitas ialah cara bagaimana
orang menerima kesan, apakah cepat atau lambat. Juga di sini secara teori terdapat dua
macam reseptivitas, yaitu yang cepat dan yang lambat.
c. Impresionabilitas (impressionability)Yang dimaksud dengan impresionabilitas
ialah mendalam atau tidaknya pengaruh sesuatu keadaan terhadap jiwa. Juga kualitas ini
dalam congritnya tidak terhingga variasinya, akan tetapi secara teori dapat dibedakan
adanya dua macam impresionabilitas, yaitu yang mendalam dan yang tidak mendalam.
d. Reaktivitas (reactivity) Adapun yang dimaksud dengan reaktivitas ialah lama atau
tidaknya sesuatu kesan mempengaruhinya. Secara teori kualitas ini juga dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu yang lama dan yang tidak lama.
Dengan demikan, dari keempat faktor pokok itu dapat diketemukan adanya 16 macam
kombinasi, sehingga secara teori juga ada 16 macam variasi temperamen, yang terdiri dari
empat macam temperamen pokok, yaitu Golongan temperamen choleris, Golongan
temperamen sanguinis, Golongan temperamen phlegmaticGolongan temperamen
anamatischAdapun dari ke-16 kombinasi tersebut dapat lebih jelas diperiksa pada bagan
serta tabel berikut ini:
C. Tipologi Heymans
Hasil karya Heymans merupakan kemajuan satu langkah dalam lapangan tipologi atas
dasar temperamen. Dia tidak lagi seperti ahli-ahli yang lebih dahulu yang menyusun
teorinya yang atas dasar pemikiran spekulatif, tetapi dia atas dasar data-data penyelidikan
empiris. Dengan mempergunakan data-data yang berasal dari biografi, keterangan tentang
keturunan serta keadaan anak-anak sekolah menengah di Nederland, secara komparatif
dengan mempergunakan tehnik statistik Heymans menarik kesimpulankesimpulannya
yang terutama dirumuskan dalam Inleiding tot de speciale psychology (1948).Data yang
dianalisis oleh Heymans adalah berupa :
1. Bahan biografis : 110 biografi orang-orang yang berbeda waktu
hidupnya, tempat tinggalnya dan kebangsaannya.
2. Keturunan mengenai 458 keluarga meliputi 2523 orang. 3.
Keterngan mengenai murid-murid sebesar 3938 orang 4. Hasil penelitian
laboratorium.
Dari hasil penelitian berdasar pada data-data di atas, Heymans berpendapat bahwa manusia
itu sangat berlain-lainan kepribadiaannya, dan tipe-tipe kepribadian itu bukan main banyak
macamnya, boleh dikata tak terhingga. Artinya tiap orang memiliki kualitas dalam taraf
tertentu, dalam concretonya adanya kualitas-kualitas tersebut tak terhingga variasinya,
akan tetapi dalam abctractonya atau secara teorinya dapat dilakukan dikhotomisasi, dan
secara garis besarnya dapat digolongakan menjadi tiga macam kualitas kejiwaan seseorang,
yaitu :
1. Emosionalitas
Yaitu mudah atau tidaknya perasaan orang terpengaruh oleh kesan-kesan. Pada
dasarnya semua orang memiliki kecakapan ini, yaitu kecakapan untuk menghayati
sesuatu perasaan karena pengaruh sesuatu kesan, tetapi kecakapan tersebut dapat
berlain-lainan dalam tingkatannya, dan dalam dikhotomi terdapat :
a. Golongan yang emosianal, artinya yang emosionalitasnya tinggi, yang sifatsifatnya
antara lain impulsif, mudah marah, suka tertawa, perhatian tidak mendalam, tidak
praktis, tetap di dalam pendapatnya, ingin berkuasa, dapat dipercaya dalam soal
keuangan.
b. Golongan yang tidak emosional, yaitu golongan yang emosionalitasnya tumpul
atau rendah, yang sifat-sifatnya antara lain berhati dingin, zakelijk, berhati-hati
dalam menentukan pendapat, praktis, jujur dalam batas-batas hukum, pandai
menahan nafsu birahi dan memberi kebebasan kepada orang lain.
2. Proses pengiring (skunder)
Yaitu banyak sedikitnya pengaruh kesan-kesan terhadap kesadaran setelah kesankesan
itu sendiri tidak lagi ada dalam kesadaran. Di sini ada beberapa tingkatan, yang dalam
dikhotomi ada dua tingkatan, yaitu :
a. Golongan yang proses pengiringnya kuat (berfungsi skunder), yang sifat-sifatnya
antara lain tenang tak lekas putus asa, bijaksana (verstanding), suka menolong,
ingatan baik, dalam berfikir bebas, teliti, konsekuen dalam politik moderat atau
konservatif,
b. Golongan yang proses pengiringnya lemah (berfungsi primer), yang sifat-sifatnya
antara lain tidak tenang, lekas putus asa, ingatan kurang baik, tidak hemat, tidak
teliti, tidak konsekuen, suka membeo, dalam politik radikal (egois).
3. Aktifitas Adapun yang dimaksud dengan aktifitas di sini ialah banyak sedikitnya orang
menyatakan diri, menjelmakan perasaan-perasaannya dan pikiran-pikirannya dalam
tindakan yang spontan. Dalam hal ini oleh Heymans digolongkan menjadi dua macam,
yaitu :
a. Golongan yang aktif, yaitu golongan yang karena alasan lemah saja telah berbuat,
sifat-sifat golongan ini antara lain suka bergerak, sibuk, riang gembira, dengan kuat
menentang penghalang, mudah mengerti, praktis loba akan uang, pandangan luas
dan setelah bertengkar lekas mau berdamai,
b. Golongan yang tidak aktif, yaitu golongan yang walaupun ada alasan-alasan yang
kuat belum juga mau bertindak, sifat-sifat golongan ini antara lain lekas mengalah,
lekas putus asa, segala soal dipandang berat, perhatian tak mendalam, tidak praktis,
suka membeo, nafsu birahi kerap kali menggelora, boros dan segan membuka diri.
Dengan dasar tiga kategori di atas, yang masing-masing terdiri atas dua golongan,
maka Heymans menemukan delapan tipe, hal ini dapat dilihat dalam bagan berikut
ini : Kemudian jika golongan yang emosianal, yang proses pengiringnya kuat, serta
yang aktif diberi tanda (+), sedangkan yang sebaliknya diberi tanda (-), maka
ikhtisar demikian dapat dilihat dalam tabel berikut ini: