Anda di halaman 1dari 11

Nama : Oktaviandi Nurjaman

Nim : 20.133
Kelas : 2C
Tugas Psikologi

A. Teori kepribadian atau dikembangkan oleh Carl G. Jung


1. Kesadaran
Kesadaran atau ego adalah alam sadar pada psikologi manusia. Kesadaran bekerja
pada tingkat conscious dan bersifat kompleks. Menurut Jung, “The ego, as a specific
content of consciousness, is not a simple or elementary factor but a complex one which,
as such, cannot be described exhaustively” (Jung, 1968: 3). Melalui pernyataan ini
dapat disebutkan bahwa, ego merupakan komponen utama dalam kesadaran dan tidak
bisa dijelaskan secara mendalam. Ego sendiri merupakan jiwa sadar pada psikologi
manuisa yang terdiri dari ingatan, pikiran, persepsi dan perasaan- perasaan.
2. Ketidaksadaran Kolektif
Ketidaksadaran kolektif adalah kumpulan dari semua ketidaksadaran psikologi
manusia serta bagian dari jiwa yang berbeda dari ketidaksadaran pribadi. “The ego, as
a specific content of consciousness, is not a simple or elementary factor but a complex
one which, as such, cannot be described exhaustively” (Jung, 1968: 3). Melalui
pernyataan ini dapat disebutkan bahwa ketidaksadaran kolektif merupakan bagian dari
kepribadian manusia, dan ketidaksadaran kolektif juga berbeda dengan ketidaksadaran
pribadi akan tetapi saling berkaitan satu sama lain. Kepribadian adalah sesuatu yang
mencakup dalam ruang lingkup manusia seperti pola pikir, perasaan dan tingkah laku
manusia. Kepribadian dapat membantu manusia dalam menyesuaikan diri dalam
lingkup sosial dan fisik.
Jung sendiri dalam bukunya yang berjudul “The Archetypes and The Collective
Unconscious.” Menurut Jung, “Whereas the personal unconscious consists for the most
part of complexes, the content of the collective unconscious is made up essentially of
archetypes”. Maksud dari pernyataan ini bahwa Hampir seluruh isi dari ketidaksadaran
pribadi merupakan bagian yang rumit dari sebuah kesadaran.
3. Arketipe
Konsep arketipe dan korelasinya yang merupakan kolektif dari ketidaksadaran, telah
diketahui dari teori-teori yang telah dikembangkan oleh Jun. Konsep arketipe adalah
konsep tentang perilaku manusia, model seseorang dan kepribadian. Arketipe telah
terbentuk secara tidak sadar dan berperan dalam pembentukan kepribadian. Jung telah
menyarankan bahwa arketipe lahir dari kecenderungan bawaan yang berperan dalam
mempengaruhi perilaku manusia. Ini berarti, arketipe telah ada sejak manusia
dilahirkan dan cara ini yang mempengaruhi perilaku manusia. a. The Mother (Arketip
Ibu)
Arketipe ibu berasal dari Anima atau Animus. Arketipe ini memiliki arti
bagaimana seorang ibu sebenarnya. Arketipe ini telah menunjukkan tentang sifat
itu. Arketipe ibu berarti, arketipe yang memiliki makna keibuan. Dalam hal ini
dapat dipahami bahwa arketipe ibu dapat dilihat pada siapa pun, baik perempuan
maupun lakilaki. Sikap dari arketipe ibu dapat ditemukan pada siapa pun. Salah
satu contoh sikap arketipe ibu adalah sikap melindungi ketika seseorang berada
dalam kondisi bahaya atau mengancam diri dan jiwanya. Sikap seseorang yang
semula tenang dapat berubah seketika menjadi penuh amarah secara fisik maupun
mental.
b. The Rebirth (Arketip Kelahiran)
Dalam kaitannya dengan Kelahiran, ada lima bentuk berbeda tentang arketipe
kelahiran, pertama adalah Metempsychosis, Reincarnation, Resurrection,
Renovation, dan Participation in the process of transformation. Keempat adalah
Rebirth , yang memiliki makna kelahiran kembali dari penyembuhan atau
perbaikan. Participation in the process of transformation, ini bukanlah kelahiran
kembali secara tidak langsung, hal ini memiliki proses untuk mengambil kelahiran
kembali seperti mengambil bagian dalam ritual transformasi. Sikap arketipe
kelahiran juga dapat ditemukan dan dialami oleh siapa pun. Salah satu sikap dari
arketipe kelahiran adalah, bagaimana seseorang tersebut sedang dalam kondisi
sakit. Arketipe kelahiran juga menyebabkan penyembuhan yang terjadi tidak
secara fisik saja, tetapi secara mental.
c. The Spirit ( Arketip tuhan )
Arketipe spirit dalam arti lain adalah Tuhan. Pola dasar ini juga disebut sebagai
pola dasar Tuhan. Arketipe spirit memiliki makna lain, «Tuhan», yang berarti
«Tuhan» adalah sesuatu yang memiliki posisi tertinggi dalam hidup, dan Tuhan
selalu memberikan harapan kepada umat-Nya. Sikap dari arketipe Tuhan juga
dapat ditemukan pada siapa pun.
d. The Trickster (Arketip penipu)
Jung menggunakan contoh arketipe penipu berasal dari mitologi. Jung
menggambarkan bahwa penipu adalah sesuatu yang dibodohi dan ditipu. Dengan
demikian, arketipe trickster memiliki arti penipu. Misalnya, dalam mitologi
Yunani ada seorang Dewa yang bernama Loki. Loki memiliki karakteristik
penipu. Dia selalu menipu Dewa-dewa lain demi dirinya sendiri.
Sikap arketipe penipu dapat ditemukan pada siapa pun. Salah satu sikap dari
arketipe penipu adalah seseorang yang melindungi diri dengan berbagai cara agar
orang tersebut bisa terselamatkan. Sikap seseorang yang semula tersebut dalam
kondisi berbahaya dapat berubah jika ia dapat melindungi dirinya dengan berbagai
cara apa pun semisal berbohong. Arketipe Jung ini dapat diidentifikasi pada setiap
individu. Dalam penelitian ini, individu yang dimaksud adalah tokoh dalam suatu
karya sastra.
4. Tokoh
Karakter adalah elemen dasar pada sastra dalam sebuah cerita. Cerita tidak dapat
dibangun ketika tidak ada karakter di dalamnya. Karakter dalam novel adalah
cerminan manusia dalam kehidupan nyata. Hal ini terhubung dengan perilaku, sifat,
karakter, dan tempat, tetapi, semua karakteristik tidak sama pada setiap individu.
Menurut Albertine Minderop (Karakter atau dalam Bahasa Inggris character
berarti watak, peran, huruf. Karakter bisa berarti orang, masyarakat, ras, sikap
mental dan moral, kualitas nalar, orang terkenal, tokoh dalam karya sastra, reputasi,
dan tanda huruf). Karakter dapat ditemukan dalam banyak aspek, seperti sastra,
orang, bahkan dalam diri kita. Karakter menunjukkan identitas seseorang apakah
itu asli atau direkayasa.
Dalam sastra, karakter berarti seseorang atau tokoh yang terlibat dalam karya
tersebut. Karakterisasi menjelaskan bagaimana karakter atau sifat karakter dalam
sebuah karya sastra. Menurut Minderop , (Karakterisasi, atau dalam Bahasa Inggris
characterization, berarti pemeranan, pelukisan watak) . Menurut Minderop ,
(Metode Karakterisasi dalam telaah karya sastra adalah metode melukiskan watak
para tokoh yang terdapat dalam suatu karya fiksi) . Karakterisasi dapat ditemukan
dalam karya sastra dalam dua cara, metode telling dan metode showing.
A. Teori Faktor, yang dikembangkan oleh Cattela dan Eysenk
1. Cattela
Pandangan Cattela memfokuskan pada bagian dalam kepribadian. Untuk memperoleh
pengertian mengenai kepribadian, Cattela berusah menganalisa factor-faktor yang
membentuk tingkah laku manusia. Oleh karena itulah, titik tola dari pandanga dari
Cattela mengenai masalah kepribadian disebut metode Analisa factor. Beberapa sifat
dibawa oleh factor keturunan (constitusional trait) dan sifat yang lainnya dipengaruhi
oleh factor lingkungan (environmental trait). Bedasarkan pendapat bahwa setiap traits
merupakan hasil perpaduan antara factor bawaan dan factor lingkungan, Cattela
berpendapat bahwa Surface Traits merupakan hasil perpaduan dari factor bawaan dan
factor lingkungan. Sedangkan Source Traits dibedakan mennjadi dua bagian yaitu:
a. Constitusional Traits yaitu traits yang merupakan factor yang lebih bersifat bawaan
b. Environmental Moid Traits yaitu traits yang berasal dari pengaruh factor
lingkungan diamana individu tinggal
Cattela melakukan analisa factor terhadap ke 16 faktor kepribadian (level trait)
sehingga di peroleh Second Order Faktor (level type) yang berguana untuk
menganalisis factor-faktor yang terdiri dari Exvia-Invia, Anxiety atau kecemasan,
tough poise atau tender minded emotionally dan independence atau subduedness untuk
lebih memperjelas kaitan antara First Order Factor dan Second Ordeer
2. Eysenk
Teori faktor yang dikembangkan oleh Eysenk menggunkan analisa factor untuk
mengukur kepribadian yang memunculkan lima sifat dominan yang kemudian muncul,
lalu dikelompokkan oleh Eysenk menjadi tiga tipe umum (bipolar). Yaitu: a.
Ekstravensi/introversi
Dimensi extraversion merujuk pada kepribadian seseorang yang berkaitan dengan
kehidupan sosial, sedangkan dimensi neuroticism berkaitan dengan kemampuan
pengendalian kestabilan emosi pada kepribadian seseorang. Eysenck mengatakan
bahwa tidak ada individu yang benar-benar ekstrovert ataupun introvert, tetapi individu
tersebut akan berada diantara kutub dimensi dari kedua dimensi tersebut (Pervin, 2005).
b. Neurotisme/stibilitas
Faktor N ini mempunyai komponen hereditas yang kuat. Eysenck (1967)
menyatakan bahwa ada beberapa penelitian telah menemukan bukti dari dasar
genetik untuk menemukan bukti dari dasar genetik untuk sifat neurotik, seperti
kecemasan, histeria, dan gangguan obsesif-kompulsif. Orang-orang yang
mempunyai skor yang tinggi dalam neurotisme mempunyai kecenderungan untuk
bereaksi berlebihan secara emosional, dan mempunyai kesulitan untuk kembali ke
kondisi normal setelah terstimulasi secara emosional.

c. Psikotik/superego
Awalnya, teori Eysenck tentang kepribadian didasarkan hanya kepada dua dimensi
kepribadian-ekstraversi dan neurotisme. Setelah beberapa tahun menganggap
psikotisme (P) sebagai faktor kepribadian sendiri, Eysenck akhirnya menaikannya
ke posisi yang sama dengan E dan N (Eysenck & Eysenck, 1976). Seperti
ekstraversi dan neurotisme, P adalah faktor yang bersifat bipolar, dimana
psikotisme berada di satu kutubnya dan superego di kutub yang lain. Skor P yang
tinggi seringkali berbentuk egosentrisme, dingin, tidak bersahabat, implusif, kejam,
agresif, penuh curiga, psikopat, dan anti sosial.
Pribadi yang rendah psikotismennya (mengarah kepada superego) cenderung
altrustik, berjiwa sosial, empatik, penuh perhatian, kooperatif, bersahabat, dan
kontrovensional (S. Eysenck, 1997). Eysenck (1994, hlm. 20) berhipotesis bahwa
manusia yang tinggi psikotismenya memiliki “predisposisi yang tingggi untuk
menjadi stres dan mengembangkan gangguan psikotik”. Menurut Eysenck (1994b,
1994c) semakin tinggi skor psikotisme, semakin rendah tingkat stres yang
dibutuhkan untuk mengundang reaksi psikotik.
B. Tipologi Julius Bahsen
Julius Bahnsen (1830-1881) dengan karyanya Beitrage zur Charaterologie (1867) yang
terdiri dari dua jilid. Rumke (1951) menyebut Julius Bahnsen sebagai orang yang pertama
dalam menggunakan istilah Charaterologie. Bahnsen berpendapat bahwa kepribadian
ditentukan oleh tiga macam kejiwaan, yaitu:
Tempramen & Kemauan 1.
Temperamen
Dalam hal ini temperamen ditentukan oleh empat faktor, yaitu :
a. Spontanitas (spontaneity), Spontanitas nampak jika orang menentukan sikap atau
bertindak, terlepas dari pengaruh orang lain, jadi sikap atau tindakan itu benar-benar
berpangkal pada jiwa sendiri. Sikap atau tindakan disebut spontan apabila diambil atau
dilakukan tanpa adanya paksaan dari luar (orang lain). Dalam congritnya variasi
spontanitas ini boleh dikata tak terhingga, akan tetapi secara teori dapat dilakukan
dikhotomisasi, sehingga ada dua macam spontanitas, yaitu yang lemah dan yang kuat.
b. Reseptivitas (receptivity). Yang dimaksud dengan reseptivitas ialah cara bagaimana
orang menerima kesan, apakah cepat atau lambat. Juga di sini secara teori terdapat dua
macam reseptivitas, yaitu yang cepat dan yang lambat.
c. Impresionabilitas (impressionability)Yang dimaksud dengan impresionabilitas
ialah mendalam atau tidaknya pengaruh sesuatu keadaan terhadap jiwa. Juga kualitas ini
dalam congritnya tidak terhingga variasinya, akan tetapi secara teori dapat dibedakan
adanya dua macam impresionabilitas, yaitu yang mendalam dan yang tidak mendalam.
d. Reaktivitas (reactivity) Adapun yang dimaksud dengan reaktivitas ialah lama atau
tidaknya sesuatu kesan mempengaruhinya. Secara teori kualitas ini juga dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu yang lama dan yang tidak lama.
Dengan demikan, dari keempat faktor pokok itu dapat diketemukan adanya 16 macam
kombinasi, sehingga secara teori juga ada 16 macam variasi temperamen, yang terdiri dari
empat macam temperamen pokok, yaitu Golongan temperamen choleris, Golongan
temperamen sanguinis, Golongan temperamen phlegmaticGolongan temperamen
anamatischAdapun dari ke-16 kombinasi tersebut dapat lebih jelas diperiksa pada bagan
serta tabel berikut ini:

Apabila kualitas kuat / cepat / mendalam / lama diberi tanda (+),


sedangkan yang sebaliknya kita beri tanda (-), maka kesimpulan dapat
kita lihat pada tabel berikut ini :

Kombinasi Faktor-Faktor Temperamen : Julius Bahnsen


2. Posodynie
Posodyne ialah ketabahan manusia dalam menghadapi kesukaran atau dalam
menderita. Dalam hal ini ada dua macam, yaitu : Posodynie kuat, yang ternyata pada
kesabaran serta keteguhan hati pada waktumenderita atau menghadapai kesukaran,
kepercayaan akan datangnya hari yang baik (eukologi) dan sebagainya. Posodynie
lemah, yang ternyata pada sifat lekas putus asa, lekas berkeluh kesah, lekas kehilangan
kepercayaan terhadap akan datangnya hari yang lebih baik (dyskologi) dan sebagainya.
3. Daya Susila
Daya susila ialah kecakapan manusia untuk membedakan dan meyakini hal-hal yang
baik dan yang buruk (dalam berbagai bentuknya, seperti adil dan tidak adil, patut dan
tidak patut, susila dan tidak susila dan sebagainya), serta untuk mengatur tingkah
lakunya sesuai dengan hal tersebut.Nyata sekali, bahwa kombinasi ketiga macam
keadaan yang telah dikemukakan itu dapat merupakan variasi yang banyak sekali.
Dipandang dari soal yang terakhir ini teori Bahnsen itu lebih dekat kepada cara
pendekatan pensifatan (traits aproach), karena dia mengemukakan banyak sekali
segisegi kejiwaan yang harus diperhitungkan dalam memperbandingkan kepribadian
manusia.

C. Tipologi Heymans
Hasil karya Heymans merupakan kemajuan satu langkah dalam lapangan tipologi atas
dasar temperamen. Dia tidak lagi seperti ahli-ahli yang lebih dahulu yang menyusun
teorinya yang atas dasar pemikiran spekulatif, tetapi dia atas dasar data-data penyelidikan
empiris. Dengan mempergunakan data-data yang berasal dari biografi, keterangan tentang
keturunan serta keadaan anak-anak sekolah menengah di Nederland, secara komparatif
dengan mempergunakan tehnik statistik Heymans menarik kesimpulankesimpulannya
yang terutama dirumuskan dalam Inleiding tot de speciale psychology (1948).Data yang
dianalisis oleh Heymans adalah berupa :
1. Bahan biografis : 110 biografi orang-orang yang berbeda waktu
hidupnya, tempat tinggalnya dan kebangsaannya.
2. Keturunan mengenai 458 keluarga meliputi 2523 orang. 3.
Keterngan mengenai murid-murid sebesar 3938 orang 4. Hasil penelitian
laboratorium.
Dari hasil penelitian berdasar pada data-data di atas, Heymans berpendapat bahwa manusia
itu sangat berlain-lainan kepribadiaannya, dan tipe-tipe kepribadian itu bukan main banyak
macamnya, boleh dikata tak terhingga. Artinya tiap orang memiliki kualitas dalam taraf
tertentu, dalam concretonya adanya kualitas-kualitas tersebut tak terhingga variasinya,
akan tetapi dalam abctractonya atau secara teorinya dapat dilakukan dikhotomisasi, dan
secara garis besarnya dapat digolongakan menjadi tiga macam kualitas kejiwaan seseorang,
yaitu :
1. Emosionalitas
Yaitu mudah atau tidaknya perasaan orang terpengaruh oleh kesan-kesan. Pada
dasarnya semua orang memiliki kecakapan ini, yaitu kecakapan untuk menghayati
sesuatu perasaan karena pengaruh sesuatu kesan, tetapi kecakapan tersebut dapat
berlain-lainan dalam tingkatannya, dan dalam dikhotomi terdapat :
a. Golongan yang emosianal, artinya yang emosionalitasnya tinggi, yang sifatsifatnya
antara lain impulsif, mudah marah, suka tertawa, perhatian tidak mendalam, tidak
praktis, tetap di dalam pendapatnya, ingin berkuasa, dapat dipercaya dalam soal
keuangan.
b. Golongan yang tidak emosional, yaitu golongan yang emosionalitasnya tumpul
atau rendah, yang sifat-sifatnya antara lain berhati dingin, zakelijk, berhati-hati
dalam menentukan pendapat, praktis, jujur dalam batas-batas hukum, pandai
menahan nafsu birahi dan memberi kebebasan kepada orang lain.
2. Proses pengiring (skunder)
Yaitu banyak sedikitnya pengaruh kesan-kesan terhadap kesadaran setelah kesankesan
itu sendiri tidak lagi ada dalam kesadaran. Di sini ada beberapa tingkatan, yang dalam
dikhotomi ada dua tingkatan, yaitu :
a. Golongan yang proses pengiringnya kuat (berfungsi skunder), yang sifat-sifatnya
antara lain tenang tak lekas putus asa, bijaksana (verstanding), suka menolong,
ingatan baik, dalam berfikir bebas, teliti, konsekuen dalam politik moderat atau
konservatif,
b. Golongan yang proses pengiringnya lemah (berfungsi primer), yang sifat-sifatnya
antara lain tidak tenang, lekas putus asa, ingatan kurang baik, tidak hemat, tidak
teliti, tidak konsekuen, suka membeo, dalam politik radikal (egois).
3. Aktifitas Adapun yang dimaksud dengan aktifitas di sini ialah banyak sedikitnya orang
menyatakan diri, menjelmakan perasaan-perasaannya dan pikiran-pikirannya dalam
tindakan yang spontan. Dalam hal ini oleh Heymans digolongkan menjadi dua macam,
yaitu :
a. Golongan yang aktif, yaitu golongan yang karena alasan lemah saja telah berbuat,
sifat-sifat golongan ini antara lain suka bergerak, sibuk, riang gembira, dengan kuat
menentang penghalang, mudah mengerti, praktis loba akan uang, pandangan luas
dan setelah bertengkar lekas mau berdamai,
b. Golongan yang tidak aktif, yaitu golongan yang walaupun ada alasan-alasan yang
kuat belum juga mau bertindak, sifat-sifat golongan ini antara lain lekas mengalah,
lekas putus asa, segala soal dipandang berat, perhatian tak mendalam, tidak praktis,
suka membeo, nafsu birahi kerap kali menggelora, boros dan segan membuka diri.
Dengan dasar tiga kategori di atas, yang masing-masing terdiri atas dua golongan,
maka Heymans menemukan delapan tipe, hal ini dapat dilihat dalam bagan berikut
ini : Kemudian jika golongan yang emosianal, yang proses pengiringnya kuat, serta
yang aktif diberi tanda (+), sedangkan yang sebaliknya diberi tanda (-), maka
ikhtisar demikian dapat dilihat dalam tabel berikut ini:

Ikhtisar Tipologi Temperamen : Heymans

D. Teori Kebudayaan yang Dikembangkan oleh Spranger


Dasar pemikiran dari tipologi ini adalah bahwa kehidupan manusia dipengaruhi oleh
kebudayaannya. Salah satu penggolongan tipe-tipe kepribadian manusia berdasar
kebudayaan adalah tipologi kebudayaan yang dikemukakan oleh E. Spranger. Menurut
Spranger, kehidupan manusia dipengaruhi oleh 2 macam kehidupan jiwanya, yaitu jiwa
objektif dan jiwa subjektif.
1. Jiwa subjektif adalah jiwa tiap-tiap orang, sedangkan jiwa objektif adalah nilai-nilai
kebudayaan yang besar sekali pengaruhnya pada jiwa subjektif. Menurut Spranger,
manusia dibedakan atas 6 nilai kebudayaan,yaitu: ekonomi, politik, sosial, ilmu
pengetahuan, kesenian , dan agama. Dengan demikian terdapat 6 tipesesui dengan nilai
kebudayaan tersebut, yaitu:
a. Manusia ekonomi, memiliki sifat senang bekerja, senang mengumpulkan harta,
agak kikir, dan bangga dengan hartanya.
b. Manusia poltik, memiliki ciri ingin berkuasa, tidak ingin kaya, berusaha menguasai
orang lain, dan kurang mencintai kebenaran.
c. Manusia sosial, memiliki ciri senang berkorban, senang mengabdi kepada tuhan,
mencintai masyarakat, dan pandai bergaul.
d. Manusia pengetahuan, memiliki sifat senang membaca, gemar berfikir dan belajar,
tidak ingin kaya, dan ingin serba tahu.
e. Manusia seni, memiliki ciri senang bersahaja, senang menikmati keindahan, gemar
mencipta, dan mudah bergaul dengan siapa saja.
f. Manusia agama, memiliki ciri hidupnya hanya untuk tuhan dan akhirat, senang
membanemuja, kurang senang harta, dan senang menolong orang lain.

E. Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan kepribadiaan


Menurut Yusuf dan Nurihsan (2008), ada dua faktor yang mempengaruhi perkembangan
kepribadian yaitu :
1. Faktor Genetik (Pembawaan)
Masa dalam kandungan dipandang sebagai saat yang kritis dalam perkembangan
kepribadian, sebab tidak hanya sebagai saat pembentukan pola-pola kepribadian, tetapi
juga sebagai masa pembentukan kemapuankemampuan yang menentukan jenis
penyesuaian individu terhadap kehidupan setelah kelahiran.
2. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan dibagi menjadi 3:
a. Keluarga
Keluarga dipandang sebagai penentu utama pembentukan kepribadian anak.
Alasannya adalah kelurga merupakan kelompok sosial pertama yang menjadi pusat
identifikasi anak, anak banyak menghabiskan waktunya dilingkungan keluarga dan
keluarga merupakan orang yang penting bagi pembentukan kepribadian anak. Disamping
itu keluarga juga dipandang dapat memenuhi kebutuhan manusiawi, terutama bagi
pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila anak dapat
memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya maka anak cenderung berkembang menjadi
pribadi yang sehat. Suasana keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian
anak. Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga harmonis dan agamais
maka perkembangan anaktersebut cenderung positif. b. Faktor kebudayaan
Kebudayaan suatu masyarakat memberikan pengaruh terhadap setiap warganya, baik
yang menyangkut cara berpikir, cara bersikap atau cara berprilaku. Pengaruh kebudayaan
terhadap keperibadian dapat dilihat dari perbedaan masyarakat modern yang budayanya
maju dengan masyarakat primitive yang budayanya masih sederhana. Perbedaan itu
tampak dalam gaya hidupnya seperti dalam cara makan, berpakaian, memelihara
kesehatan, berinteraksi, pencaharian, dan cara berpikir. Linton (1945, cit. Yusuf dan
Nurihsan, 2008) mengemukakan ada tiga prinsip tipe dasar kepribadian yaitu pengalaman
awal kehidupan dalam keluarga, pola asuh orangtua terhadap anak dan pengalaman awal
kehidupan anak dalam masyarakat. c. Sekolah
Faktor-faktor yang dipandang berpengaruh dalam pembentukan kepribadian anak
diantaranya sebagai berikut :
- Iklim emosional kelas Ruang kelas dengan guru yang bersikap ramah dan respek
terhadap siswa memberikan dampak yang positif bagi perkembangan psikis anak,
seperti merasa nyaman, bahagia, mau bekerjasama, termotivasi untuk belajar, dan
mau menaati peraturan. Sedangkan ruang kelas dengan guru yang bersikap
otoriter dan tidak menghargai siswa berdampak kurang baik bagi anak, seperti
merasa tegang, sangat kritis, mudah marah, malas untuk belajar dan berprilaku
yang menggangu ketertiban.
- Disiplin Disiplin yang otoriter cenderung mengembangkan sifat-sifat pribadi
siswa yang tegang, cemas dan antagonistik. Disiplin yang permisif, cenderung
membentuk sifat siswa yang kurang bertanggungjawab, kurang menghargai
otoritas dan egosentris. Sementara displin yang demokratis, cenderung
mengembangkan perasaan berharga, merasa bahagia, perasaan tenang dan sikap
bekerjasama.
- Prestasi belajar Perolehan prestasi belajar atau peringkat kelas dapat
mempengaruhi peningkatan harga diri dan sikap percaya diri siswa.
- Penerimaan teman sebaya Siswa yang diterima oleh teman-temannya, dia akan
mengembangkan sikap positif terhadap dirinya dan juga orang lain. Dia merasa
menjadi orang yang berharga.

F. Kepribadian Perawat, jelaskan dan uraikan


Beberapa ciri khas yang perlu dimiliki seorang perawat adalah sebagai berikut :
1. Fisik dan kesehatan yang prima , hal ini diperlukan mengingat pekerjaan perawat penuh
dinamika, sehingga kondisi badan harus baik, sehat dan mempunyai energi yang banyak.
Bila perawat kurang stamina, kurang ketahanan fisik, maka akan mudah patah semangat
apabila mengalami tekanan fisik, mental ataupun ketegangan emosi
2. Penampilan yang menarik, hal ini diharapkan dapat mengambil peranan dalam mengubah
suasana hati pasien yang sedang sedih.Tapi harus diingat penampilan menarik bukan
berarti harus make-up atau dandan berlebihan. Yang diharapkan perawat dengan
penampilan bersih dan segar dalam melaksanakan tugasnya disertai sikap dan suara yang
lembut dan menyenangkan.
3. Jujur, , penting dimiliki karena setiap orang termasuk pasien dan keluarganya ingin
kepastian akan sikap jujur orang lain terhadapnya. Harus ditanamkan bahwa sikap perawat
didasarkan pada pengabdian yang murni untuk kesejahteraan manusia, bukan untuk
mendapatkan pahala, hadiah dengan sikap berpura-pura.
4. Dapat dipercaya, perawat harus percaya diri, dapat dipercaya ketulusan hatinya, jujur dan
memiliki itikad baik dalam memberikan pertolongan dan bantuan melalui asuhan
keperawatan.
5. Sopan santun, ini merupakan cerminan bahwa perawat mengetahui etika dan etiket
pergaulan, serta memahami nilai-nilai kebudayaan yang hidup dalam masyarakat.
6. Ramah, simpati dan kerjasama, ini sebagai dasar untuk keberhasilan dan kebahagian hidup
sebagai individu dan makhluk sosial, dimana senantiasa bekerja sama dengan sikap
kooperatif disertai kejujuran.
7. Loyalitas, perawat harus mampu menunjukkan loyalitas terhadap pimpinan atau rekan
kerja supaya memperlancar pekerjaan sesuai tugas dan tanggung jawabnya.
8. Berjiwa sportif, dalam arti mau mengakui kekurangan diri sendiri, jujur dan tetap berusaha
memperbaiki kekurangan dan dapat mengikuti teknik perawatan yang ternyata lebih
efektif.
9. Rendah hati, Seorang perawat tidak boleh menyombongkan kemampuannya, Justru harus
sebaliknya. Seorang perawat harus meyakin bahwa ada orang lain yang bisa lebih bagus
darinya, dan menunjukan sikap rendah hati. Sehingga dapat memberikan kesan baik yang
mendalam bagi orang lain.
10. Murah hati, ini diwujudkan dalam bentuk pemberian pertolongan dan bantuan yang nyata,
tapi harus diingat jangan sampai pasien memanfaatkan perawat dengan minta bantuan atau
pertolongan yang berlebihan, atau menjadi ketergantungan kepada perawat. Perawat
memberikan pertolongan kepada pasien, merupakan bentuk kewajiban, tugas dan tanggung
jawab bukan mengharapkan hadiah/imbalan.
11. Pandai bergaul, seorang perawat biasanya memeiliki kepribadian pandai bergaul karena
suka berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain maupun kliennya . Dengan
didukung oleh kemampuan komunikasinya yang sangat baik, dengan begitu biasanya akan
mudah sekali berteman dan bergaul dengan siapa saja. Salah satu contohnya : perawat
menyapa pasien apabila bertemu
12. Ceria , dalam hal ini maksudnya seorang perawat sebaiknya dapat menghadapi situasi yang
penuh kesulitan dan kekecewaan tidak terlihat orang lain. Seorang perawat sedapat
mungkin tetap senyum, memberi salam dengan ramah dan memiliki sikap umum yang
optimis dan percaya diri.
13. Pandai menimbang perasaan , perawat dalam menyampaikan suatu pernyataannya
terhadap pasien harus memiliki sikap ini supaya tidak menambah beban pikiran pasien.
14. Rasa humor, selain itu, kita juga harus memiliki rasa humor, setidaknya dengan
memberikan sedikit humor kepada pasien mampu mengurangi beban

Anda mungkin juga menyukai