Anda di halaman 1dari 16

REFERAT

Leukokoria

Disusun oleh
Gabriel Hezekiah H
112020025

Pembimbing :
dr. Vanessa Maximiliane Tina, Sp.M

Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Mata


RS Family Medical Center Bogor
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
FEBRUARI – MARET 2022

1
Pendahuluan

Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian

dalam mata. Ukuran pupil normal berbeda-beda antar manusia, normalnya diameter pupil

berkisar atara 3-4 mm, pada anak-anak umumnya lebih besar dan semakin menciut saat

bertambah umur. Fungsi utama dari pupil adalah mengontrol jumlah cahaya yang masuk

kedalam mata untuk mendapatkan fungsi visual terbaik pada berbagai derajat intensitas

cahaya.1,2

Leukokoria atau yang bisa di kenal dengan pupil putih (white pupil) merupakan kondisi

medis yang ditandai dengan timbulnya warna putih pada pupil yang pada keadaan normal

berwarna hitam. Pada leukokoria pupil terlihat normal pada cahaya kamar namun tidak

memiliki red reflex pada pemeriksaan oftalmoskop. Leukokoria bukanlah merupakan suatu

penyakit yang berdiri sendiri, tapi merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya.3

Warna putih pada pupil (leukokoria) harus di bedakan dengan kekeruhan pada kornea, karena

keduanya terlihat mirip namun memiliki penyebab yang berbeda dan bagaimanapun kedua

gejala tersebut memerlukan perhatian medis.2

2
Gambar 1. Diagram mata manusia

Sumber: Pablofdezr / Shutterstock

Anatomi dan Fisiologi Pupil

Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian

dalam mata. Ukuran lubang pupil dapat di sesuaikan oleh vasriasi kontraksi otot-otot iris

untuk memungkinkan lebih banyak atau sedikit cahaya masuk sesuai keadaan.4

Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, yang pertama sikuler (berjalan melingkar

di dalam iris) dan yang kedua radial (berjalan keluar dari batas pupil seperti jari-jari roda

sepeda). Pupil mengecil apabila otot sirkuler(atau konstriktor) berkontraksi dan membentuk

cincin yang lebih kecil. Refleks konstriktor terjadi apabila sedang melihat cahaya terang, hal

ini untuk mengurangi cahaya yang masuk ke mata. Sedangkan, apabila otot radialis

3
memendek, ukuran pupil akan meningkat, hal ini terjadi pada saat cahaya temaram untuk

meningkatkan jumlah cahaya yang masuk.1,4

Otot Sirkuler

Otot Radial

Gambar 2. otot pada pupil


Dikutip dari http://www.dartmouth.edu5

Otot-otot iris di kontrol oleh sistem saraf otonom. Serat-serat saraf parasimpatis

mempersarafi otot sirkuler, dan serat-serat saraf simpatis mempersyarafi otot radial.4

Leukokoria

Definisi

Leukokoria di artikan dengan white pupil atau pupil putih, pupil dapat terlihat normal pada

cahaya kamar namun tidak memiliki red reflex pada pemeriksaan oftalmoskop. Leukokoria

lebih sering di sebabkan oleh katarak, retinopati prematuritas, atau vitreus primer hiperplastik

persisten di banding retinoblastoma.1-3

4
Gambar 3. Leukokoria

Katarak Kongenital

Definisi Katarak Kongenital

Katarak kongenital adalah katarak yang mulai terjadi sebelum atau segera setelah

lahir sampai bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital merupakan penyebab

kebutaan pada bayi yang cukup berarti.1

Etiologi Katarak Kongenital

Etiologi dari katarak kongenital sendiri dapat dibagikan berdasarkan jenis katarak pada

seseorang yaitu katarak kongenital unilateral atau bilateral. Kebanyakan dari katarak

kongenital unilateral adalah idopatik (tidak diketahui penyebabnya). Katarak kongenital

bilateral biasanya merupakan penyakit herediter (diwariskan secara autosomal dominan) dan

sering bersarna penyakit sistemik yang lain. Katarak kongenital unilateral paling banyak

ditemukan bersama penyakit anomali okular yang lain. Selain itu, penyebab-penyebab utama

yang lain adalah bisa disebabkan oleh penyakit infeksi maternal.5


5
Maninfestasi Katarak Kongenital

Tanda tanda klinis katarak kongenital:

1. Leukokoria (pupil putih)

2. Refleks merah (refleks fundus) abnormal/tidak ada.

3. Nistagmus dan Amblyopia. Apabila kekeruhan cukup kecil sehingga tidak menutupi

pupil, ketajaman penglihatan dicapai dengan memfokuskan bayangan di sekitar

kekeruhan. Namun apabila seluruh pupil tertutup, penglihatan normal tidak terbentuk

dan terjadi gangguan visual serta adanya fiksasi yang buruk menyebabkan timbulnya

nistagmus dan ambliopia.6,7

Penatalaksanaan Katarak Kongenital

Pengobatan katarak kongenital bergantung pada:

1. Katarak total bilateral, dimana sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya setelah

katarak terlihat.

2. Katarak parsial unilateral, yang biasanya diakibatkan trauma, dilakukan pembedahan

6 bulan setelah terlihat atau segera sebelum terjadinya strabismus, akan mudah terjadi

ambliopia bila tidak dilakukan dengan segera.

3. Katarak total unilateral, mempunyai prognosis yang buruk, karena mudah sekali

terjadinya ambliopia, karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan secepat mungkin,

dan diberikan kacamata segera dengan latihan beban mata.

4. Katarak biletaral parsial, biasanya pengobatan lebih konservatif sehingga sementara

dapat dicoba dengan kacamata atau midriatika, bila terjadi kelainan yang progresif

disertai dengan mulainya tanda-tanda strabismus dan ambliopia maka dilakukan

pembedahan, biasanya mempunyai prognosis yang lebih baik.7,8

6
Prognosis Katarak Kongenital

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak kongenital tidak sebaik prognosis katarak senilis.

Adanya ambliopia dan terkadang muncul anomali saraf optikus atau retina terbatas dalam

tingkat pencapaian penglihatan..7

Retinoblastoma

Definsi Retinoblastoma

Retinoblastoma adalah suatu neoplasma yang berasal dari neuroretina (sel batang dan

kerucut) atau sel glia yang bersifat ganas. Kelainan ini bersifat kongenital autosom dominan

bila mengenai kedua mata atau bersifat mutasi somatik bila mengenai satu mata saja. Tumor

ini tumbuhnya sangat cepat sehingga vaskularisasi tumor tidak dapat mengimbangi

tumbuhnya tumor sehingga terjadi degenerasi dan nekrosis yang disertai kalsifikasi.1,3

Retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai perkembangannya cukup lanjut sehingga

sudah menimbulkan kelainan pada mata berupa pupil putih, strabismus atau peradangan.

Secara umum, semakin dini penemuan tumor dan semakin dini dilakukannya terapi tumor,

semakin besar kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus dan

jaringan orbita. Retinoblastoma dapat berakibat fatal bila tidak mendapatkan pengobatan

yang tepat.3

Maninfestasi Retinoblastoma

Gejala subyektif sukar untuk didapatkan karena anak tidak memberikan keluhan apapun, bila

dijumpai pada anak yang lebuh besar, gejala subyektif yang dikeluhkan umumnya adalah

penglihatan yang menurun, sehingga retinoblastoma biasanya tidak disadari sampai

perkembangannya cukup lanjut sampai menimbulkan gejala obyektif.9

Gejala obyektif pada retinoblastoma dari yang tersering disadari hingga yang jarang disadari:9

7
1. Leukokoria ( Amourotic Cat’s Eye).
2. Strabismus.
3. Heterokromia.
4. Glaukoma.
5. Hifema.
6. Peradangan orbita.

Gambar 4. Retinoblastoma dengan leukocoria


Sumber: Scott I, Warman R, Murray T: Atlas of Ophthalmology. Edited by RK Parrish II and TG Murray.
Philadelphia, Current Medicine, 2000.

Diagnosis dan Pemeriksaan penunjang

Pada pemeriksaan funduskopi didapatkan gambaran tumor dengan warna putih atau krem

kekuningan, dengan lesi satelit pada retina, ruang sub retina dan terdapat sel-sel tumor pada

korpus vitreus (vitreus seeding). Untuk mendapatkan pemeriksaan funduskopi yang lebih

detail sebaiknya pemeriksaan dilakukan dengan midriatil untuk melebarkan pupil. Pada

pemeriksaan fluoresen angiografi didapatkan gambaran berupa massa tumor dan

neovaskularisasi pada daerah tumor, tetapi tidak dapat menampilkan gambaran vitreus

seeding.9,10

8
Gambar 5. Sebuah foto lapangan lebar portabel menunjukkan lesi simulasi retinoblastoma di mata kanan

menunjukkan lesi makula putih, perhatian dekat ke pinggiran jauh menunjukkan telangiectasia vaskular dan

non-perfusi

Sumber: Langevin ST, Marr BP. Retinoblastoma: Presentation, Evaluation, and Diagnosis. 2019

USG pada mata dapat memberikan gambaran heterogenitas dan kalsifikasi jaringan yang

identik dengan massa pada retinoblastoma. USG tidak lebih sensitif jika dibandingkan

dengan Computed Tomografi (CT) yang ideal untuk mendeteksi adanya kalsifikasi

intraokuler. Namun, CT dikhawatirkan dapat memperburuk mutasi gen pada penderita

retinoblastoma dengan usia di bawah 1 tahun karena adanya radiasi dari alat tersebut.10

Magnetic Resonance Imaging (MRI) merupakan alat yang paling sensitif untuk mengevaluasi

retinoblastoma karena memberikan gambaran yang paling baik yang dapat memantau ada

tidaknya metastase pada nervus optikus. Pemeriksaan foto polos diindikasikan bila pada

gambaran klinis didapatkan kecurigaan adanya metastase ke tulang.10

Tatalaksana Retinoblastoma

Berbagai macam jenis terapi retinoblastoma disesuaikan sesuai kebutuhan dan

stadium perjalanan penyakit, yang bervariasi pada setiap pasien. Pasien unilateral intraokular

retinoblastoma dengan ukuran tumor besar dan pertumbuhan tumor yang cepat sering

9
dilakukan enukleasi yang akan mempunyai angka kesembuhan >95%. Pasien dengan

retinoblastoma pada kedua matanya biasanya mendapat multi terapi berupa terapi lokal dan

kemoterapi. Enukleasi dilakukan pada satu mata, pada mata dengan prognosis yang paling

buruk atau pada kedua mata bila visus kedua mata sudah nol.10

Prognosis Retinoblastoma

Secara umum, semakin dini penemuan tumor dan semakin dini dilakukannya terapi tumor,

semakin besar kemungkinan kita mencegah perluasan tumor melalui saraf optikus dan

jaringan orbita.3

Retinopati Prematuritas

Definisi Retinopati Prematuritas

Retinopati prematuritas adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada pembentukan

pembuluh darah retina pada bayi prematur. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan

pembuluh darah retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi (kondisi

ketika neonatus harus bertahan akibat ketidakmatangan paru). Pajanan oksigen konsentrasi

tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina sehingga memperlambat

perkembangan pembuluh darah retina (vaskulogenesis). Hal ini menimbulkan daerah iskemia

pada retina.11

Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Retinopati Prematuritas

Standar baku untuk mendiagnosa ROP adalah pemeriksaan retinal dengan menggunakan

oftalmoskopi binokular indirek. Dibutuhkan pemeriksaan dengan dilatasi fundus dan depresi

skleral.

10
Penatalaksanaan Retinopati Prematuritas

1. Terapi Non-bedah

Terapi non-bedah untuk retinopati prematuritas (ROP) terdiri dari screening oftalmologis

terhadap bayi-bayi yang memiliki faktor risiko. Terapi –terapi lainnya yang pernah dicoba

dapat berupa mempertahankan level insulinlike growth factor (IGF-1) dan omega-3-

polyunsaturated fatty acids (PUFAs) dalam kadar normal pada retina yang sedang

berkembang.12

2. Terapi Bedah

Terapi bedah pada ROP diantaranya adalah terapi bedah ablatif, krioterapi, terapi bedah laser.

Prognosis

Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya. Semakin tinggi

stadiumnya maka prognosisnya semakin buruk dan dapat menyebabkan komplikasi berupa

myopia, strabismus, anisometropia dan amblyopia yang berkaitan dengan kondisi ROP akut.

Kehadiran temuan ini menyebabkan peningkatan risiko ablasi retina.12

Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)

Definisi Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)

PHPV adalah kelainan kongenital pada mata dikarenakan kegagalan vitreus primer

pada waktu embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk beregresi. Hal ini ditandai dengan

persisten dari berbagai bagian vitreous primer (embrionik sistem vaskular hyaloid termasuk

tunika vaskulosa lentis posterior) dengan hiperplasia dari jaringan ikat pada waktu embrio

dan terkait dengan mikroftalmia, katarak, dan glaukoma.13

11
Maninfestasi Klinis Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)

Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia. Selain itu bisa

dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hifema, dan uveitis. Presentasi klinis dapat

bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna dan mungkin ada traksi pada

jaringan dibelakang iris (proses silia).14-15

Diagnosis dan Pemeriksaan PHPV

Diagnosis PHPV berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan mata yang komprehensif

dan dikonfirmasi dengan ultrasonografi, CT-scan atau magnetic resonance imaging (MRI).14

Gambar 6. Gambar aksial T2-weighted (a) dan aksial T1-weighted (b) menunjukkan jaringan fibrovaskular

retrolental segitiga (panah 1) dan jaringan sentral sisa hyaloid di kanal Cloquet (panah 2) mewakili tanda

'martini glass'; (b) Mikropthalmia dan vitreus hiperintens (panah) pada gambar dengan pembobotan T1 karena

akumulasi produk degradasi darah atau kandungan protein yang tinggi dibandingkan dengan bola mata kanan

normal.

12
Sumber: Bezuidenhout, A.F.Persistent hyperplastic primary vitreous : the martini glass sign. South African

Journal of Radiology, 18(1):1.2014

Penatalaksanaan Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)

Tujuan dalam pengobatan PHPV adalah menyelamatkan mata dari komplikasi apabila

tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit pthysis bulbi), mempertahankan ketajaman

visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang dapat diterima.14

Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps ruang

anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan pada vitreous, dan

ablasio retina.3

Vitrektomi adalah operasi untuk menghilangkan badan kaca atau vitreous (jelly

bening seperti kaca) dari dalam bola mata. Vitrektomi merupakan operasi mikro yang

dilakukan diruang operasi. Anestesi dapat dilakukan secara lokal atau umum. Untuk prosedur

yang lebih rumit dilakukan anestesi umum. Dua atau tiga sayatan tipis pada sklera akan

dibuat agar beberapa alat yang kecil dapat diselipkan ke mata seperti lampu fibreoptik,

pemotong vitreous, gunting halus intraokular, dan alat laser pada bagian pars plana. Cairan

vitreous akan digantikan bahan lain seperti larutan garam yang mirip dengan cairan tubuh,

udara, atau gas. Cairan vitreous tidak akan terbentuk lagi dan mata dapat berfungsi tanpa

vitreous. Pada akhir operasi sayatan tadi akan dijahit kembali dan akan sembuh perlahan-

lahan. Operasi terdiri dari pengangkatan vitreous dan mengupas jaringan parut dari

permukaan retina. Ini adalah operasi yang halus. Operasi ini dilakukan bila penglihatan

terganggu atau distorsi mengganggu penglihatan mata yang sehat.14-15

Gangguan pada segmen posterior bisa juga terlihat dengan menggunakan instrumen

ini. Tindakan bedah pada kasus PHPV posterior jarang dilakukan apabila tidak terdapat traksi

pada retina dan kapsul lensa.14-15

13
Visual rehabilitasi (lensa afakia dan terapi ambliopia) dilakukan untuk memperoleh

visual yang bagus. dalam kasus kelainan berbagai segmen di posterior, rehabilitasi visual

tidak memungkinkan untuk dilakukan.14-15

Prognosis Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)

Prognosis bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang terjadi. Namun tindakan

intervensi bedah yang adekuat sering dapat menyelamatkan mata dan menstabilkan

ketajaman visual.3

SIMPULAN

Leukokoria merupakan suatu gejala pada mata dimana pupil terlihat putih, keadaan ini

merupakan tanda patologi di mata. Setiap kelainan yang menghalangi jalan sinar ke retina

akan menimbulkan pantulan benrwarna putih. Leukokoria lebih sering di sebabkan oleh

katarak, retinopati prematuritas, atau vitreus primer hiperplastik persisten di banding

retinoblastoma.

Penanganan leukokoria bergantung pada penyakit penyebabnya. Etiologi dan faktor

resiko harus di cari untuk mengetahui penyebab terjadinya leukokoria.

Prognosis leukokoria yang disebabkan oleh katarak kongenital lebih baik di banding penyakit

lainnya. Prognosis leukokoria akibat retinoblastoma lebih baik jika tumor cepat di identifikasi

dan belum menyebar luas, begitu juga dengan ROP, prognosis semakin buruk apabila zona

dan stadium peyakit makin tinggi. Sedangkan prognosis PHPV bergantung pada tingkat

keparahan gangguan yang terjadi.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

2. Sayuti K, 2014. Profil Leukokoria Pada Anak. Di unduh tanggal 25 Februari 2022.

Tersedia dari mka.fk.unand.ac.id

3. Vaughan & Asbury’s. 2011. General Ophtalmology 18th Edition. The McGraw-Hill

Companies.

4. Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi kedelapan. Jakarta:

EGC

5. Woodward. 2014. Pupilary Dilatation. Di unduh tanggal 25 Februari 2022. Tersedia

dari http://www.dartmouth.edu

6. Mosby. 2011. Pediatric ophtalmology In: Basic and clinical sciences course.

American Academy of Ophtalmology

7. Bashour M. 2009. Congenital Cataract. Diunduh tanggal 25 Februari 2022. Tersedia

dari: www.ncbi.nlm.nih.gov.

8. Franklin W. 2013. Congenital Cataract. Diunduh tanggal 25 Februari 2022. Tersedia

dari: www.nlm.nih.gov/medlineplus

9. Chintagumpala. 2007. Retinoblastoma : Review Current Management. Diunduh

tanggal 25 Februari 2022. Tersedia dari: www.AlphaMedPress.com

10. Shield C. L. 200 P. ractical Approach to Management of Retinoblastoma. Diunduh

tanggal 25 Februari 2022. Tersedia dari: www.ArchOpthalmol.com

11. Farrukh. 2010. Retinophaty of prematurity. Department of ophthalmology arrow park

hospital. Diunduh tanggal 25 Februari 2022. Tersedia dari: www.ncbi.nlm.nih.gov

15
12. Regillo C. 2008. Disease of Vitreous dalam: Retina and Vitreous. Singapore:

American Academy of Ophthalmology Ltd.

13. Alex V. 2012. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh tanggal 25 Februari

2022. Tersedia dari: http://www.pgcfa.org/

14. Parag K. 2011. Persistent Fetal Vasculature Syndrome. Diunduh tanggal 25 Februari

2022. Tersedia dari: http://www.eophtha.com

15. Ellen M. 2011. Pediatric Orbit Tumors and Tumor like Lesions: Neuroepithelial

Lesions of The Ocular Globe and Optic Nerve. Diunduh tanggal 25 Februari 2022. Tersedia

dari: http://radiographics.rsna.org

16

Anda mungkin juga menyukai