Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

HUKUM EKONOMI SYARIAH

DOSEN PEMBIMBING:
Dr. M. S. Saifillah AF, M,Pd.I
DISUSUN OLEH
THONY GUNAWAN

STIT MAMBA’UL ULUM JAMBI


FAKULTAS HUKUM EKONOMI SYARIAH
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr. Wb
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Kuasa atas
penyertaan-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan.
Makalah ini kami harapkan dapat memberikan ilmu atau pengetahuan dan
juga manfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki banyak
kekurangan dan juga kekhilafan terutama dari segi penulisan dan bahasa dalam
makalah ini. Maka dari itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca untuk penyempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami sampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak
yang telah berperan serta dalam menyusun makalah ini dari awal hingga akhir.
Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita. Amiin amiin Ya
Robbal’alamin.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb

Thony Gunawan
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Joseph E. Stiglitz (2006) kegagalan ekonomi Amerika dekade 90-
an karena keserakahan kapitalisme ini. Ketidakberhasilan secara penuh dari
sistem-sistem ekonomi yang ada disebabkan karena masing-masing sistem
ekonomi mempunyai kelemahan atau kekurangan yang lebih besar dibandingkan
dengan kelebihan masing-masing. Kelemahan atau kekurangan dari masing-
masing sistem ekonomi tersebut lebih menonjol ketimbang kelebihannya.
Karena kelemahannya atau kekurangannya lebih menonjol dari pada
kebaikan itulah yang menyebabkan muncul pemikiran baru tentang sistem
ekonomi terutama dikalangan negara-negara muslim atau negara-negara yang
mayoritas penduduknya beragama Islam yaitu sistem ekonomi syariah. Negara-
negara yang penduduknya mayoritas Muslim mencoba untuk mewujudkan suatu
sistem ekonomi yang didasarkan pada Al-quran dan Hadist, yaitu sistem ekonomi
Syariah yang telah berhasil membawa umat muslim pada zaman Rasulullah
meningkatkan perekonomian di Zazirah Arab. Dari pemikiran yang didasarkan
pada Al-quran dan Hadist tersebut, saat ini sedang dikembangkan Ekonomi
Syariah dan Sistem Ekonomi Syariah di banyak negara Islam termasuk di
Indonesia.
B. Tujuan Penulisan
 sebagai penyelesaian salah satu tugas mata kuliah.
 sebagai pengetahuan tentang prinsip Ekonomi Syariah.
 sebagai pengetahuan tentang penerapan ekonomi syariah.

C. Rumusan Masalah
 Apa saja prinsip dasar ekonomi syariah.
 Bagaimana penerapan hukum ekonomi syaria
BAB II
PEMBAHASAN

1.  Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam


Sistim keuangan dan perbankan Islam adalah merupakan bagian dari
konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam, yang tujuannya, sebagaimana
dianjurkan oleh para ulama, adalah memperkenalkan sistim nilai dan etika Islam
ke dalam lingkungan ekonomi. Karena dasar etika ini maka keuangan dan
perbankan Islam bagi kebanyakan muslim adalah bukan sekedar sistem transaksi
komersial. Persepsi Islam dalam transaksi finansial itu dipandang oleh banyak
kalangan muslim sebagai kewajiban agamis. Kemampuan lembaga keuangan
Islam menarik investor dengan sukses bukan hanya tergantung pada tingkat
kemampuan lembaga itu menghasilkan keuntungan, tetapi juga pada persepsi
bahwa lembaga tersebut secara sungguh-sungguh memperhatikan restriksi-
restriksi agamis yang digariskan oleh Islam.
Islam berbeda dengan agama-agama lainnya, karena agama lain tidak
dilandasi dengan postulat iman dan ibadah. Dalam kehidupan sehari-hari, Islam
dapat diterjemahkan ke dalam teori dan juga diinterpretasikan ke dalam praktek
tentang bagaimana seseorang berhubungan dengan orang lain. Dalam ajaran
Islam, perilaku individu dan masyarakat diarahkan ke arah bagaimana cara
pemenuhan kebutuhan mereka dilaksanakan dan bagaimana menggunakan sumber
daya yang ada. Hal ini menjadi subyek yang dipelajari dalam Ekonomi Islam
sehingga implikasi ekonomi yang dapat ditarik dari ajaran Islam berbeda dengan
ekonomi tradisional. Oleh sebab itu, dalam Ekonomi Islam, hanya pemeluk Islam
yang berimanlah yang dapat mewakili satuan ekonomi Islam.
Prinsip-prinsip Ekonomi Islam itu secara garis besar dapat diuraikan sebagai
berikut :
1.    Dalam Ekonomi Islam, berbagai jenis sumber daya dipandang sebagai
pemberian atau titipan Tuhan kepada manusia. Manusia harus memanfaatkannya
seefisien dan seoptimal mungkin dalam produksi guna memenuhi kesejahteraan
secara bersama di dunia yaitu untuk diri sendiri dan untuk orang lain. Namun
yang terpenting adalah bahwa kegiatan tersebut akan dipertanggung-jawabkannya
di akhirat nanti.
2.    Islam mengakui kepemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu, termasuk
kepemilikan alat produksi dan faktor produksi. Pertama, kepemilikan individu
dibatasi oleh kepentingan masyarakat, dan Kedua, Islam menolak setiap
pendapatan yang diperoleh secara tidak sah, apalagi usaha yang menghancurkan
masyarakat.
3.    Kekuatan penggerak utama Ekonomi Islam adalah kerjasama. Seorang
muslim, apakah ia sebagai pembeli, penjual, penerima upah, pembuat keuntungan
dan sebagainya, harus berpegang pada tuntunan Allah SWT dalam Al Qur’an:
‘Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan harta sesamamu
dengan jalan batil, kecuali dengan perdagangan yang dilakukan dengan suka sama
suka diantara kamu…’ (QS 4 : 29).
4.    Pemilikan kekayaan pribadi harus berperan sebagai kapital produktif yang
akan meningkatkan besaran produk nasional dan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat. Al Qur’an mengungkap kan bahwa, ‘Apa yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya sebagai harta rampasan dari penduduk negeri-negeri itu, adalah
untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin
dan orang-orang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan hanya beredar diantara
orang-orang kaya saja diantara kamu…’ (QS 57:7). Oleh karena itu, Sistem
Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
beberapa orang saja. Konsep ini berlawanan dengan Sistem Ekonomi Kapitalis,
dimana kepemilikan industri didominasi oleh monopoli dan oligopoli, tidak
terkecuali industri yang merupakan kepentingan umum.
5.    Islam menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya direncanakan
untuk kepentingan orang banyak. Prinsip ini didasari Sunnah Rasulullah yang
menyatakan bahwa, “Masyarakat punya hak yang sama atas air, padang rumput
dan api” (Al Hadits). Sunnah Rasulullah tersebut menghendaki semua industri
ekstraktif yang ada hubungannya dengan produksi air, bahan tambang, bahkan
bahan makanan harus dikelola oleh negara. Demikian juga berbagai macam bahan
bakar untuk keperluan dalam negeri dan industri tidak boleh dikuasai oleh
individu.
6.    Orang muslim harus takut kepada Allah dan hari akhirat, seperti diuraikan
dalam Al Qur’an sebagai berikut: ‘Dan takutlah pada hari sewaktu kamu
dikembalikan kepada Allah, kemudian masing-masing diberikan balasan dengan
sempurna usahanya. Dan mereka tidak teraniaya…’ (QS 2:281). Oleh karena itu
Islam mencela keuntungan yang berlebihan, perdagangan yang tidak jujur,
perlakuan yang tidak adil, dan semua bentuk diskriminasi dan penindasan.
7.    Seorang muslim yang kekayaannya melebihi tingkat tertentu (Nisab)
diwajibkan membayar zakat. Zakat merupakan alat distribusi sebagian kekayaan
orang kaya (sebagai sanksi atas penguasaan harta tersebut), yang ditujukan untuk
orang miskin dan orang-orang yang membutuhkan. Menurut pendapat para alim-
ulama, zakat dikenakan 2,5% (dua setengah persen) untuk semua kekayaan yang
tidak produktif (Idle Assets), termasuk di dalamnya adalah uang kas, deposito,
emas, perak dan permata, pendapatan bersih dari transaksi (Net Earning from
Transaction), dan 10% (sepuluh persen) dari pendapatan bersih investasi.
8.    (Islam melarang setiap pembayaran bunga (Riba) atas berbagai bentuk
pinjaman, apakah pinjaman itu berasal dari teman, perusahaan perorangan,
pemerintah ataupun institusi lainnya. Al Qur’an secara bertahap namun jelas dan
tegas memperingatkan kita tentang bunga. Hal ini dapat dilihat dari turunnya ayat-
ayat Al Qur’an secara berturut-turut dari QS 39:39, QS 4:160-161, QS 3:130-131
dan QS 2:275-281.
 Ringkasnya beberapa prinsip ekonomi syariah adalah sebagai berikut :
1.       Riba
Riba secara bahasa bermakna ziyadah (tambahan). Sedangkan menurut
istilah teknis riba berarti pengambilan dari harta pokok atau modal secara batil
(Antonio, 1999). Ada beberapa pendapat dalam menjelaskan riba. Namun secara
umum terdapat benang merah yang menegaskan bahwa riba adalah pengambilan
tambahan, baik dalam transaksi jual beli maupun pinjam-meminjam secara batil
atau bertentangan dengan prinsip muamalah dalam Islam.
2.       Zakat
Zakat merupakan instrumen keadilan dan kesetaraan dalam Islam.
Keadilan dan kesetaraan berarti setiap orang harus memiliki peluang yang sama
dan tidak berarti bahwa mereka harus sama-sama miskin atau sama-sama kaya.
Negara Islam wajib menjamin terpenuhinya kebutuhan minimal warga
negaranya, dalam bentuk sandang, pangan, papan, perawatan kesehatan dan
pendidikan (QS. 58:11). Tujuan utamanya adalah untuk menjembatani perbedaan
sosial dalam masyarakat dan agar kaum muslimin mampu menjalani kehidupan
sosial dan material yang bermartabat dan memuaskan.
3.       Haram
Sesuatu yang diharamkan adalah sesuatu yang dilarang oleh Allah sesuai
yang telah diajarkan dalam Alquran dan Hadist. Oleh karena itu, untuk
memastikan bahwa praktek dan aktivitas keuangan syariah tidak bertentangan
dengan hukum Islam, maka diharapkan lembaga keuangan syariah membentuk
Dewan Penyelia Agama atau Dewan Syariah. Dewan ini beranggotakan para
ahli hukum Islam yang bertindak sebagai auditor dan penasihat syariah yang
independen.
Aturan tegas mengenai investasi beretika harus dijalankan. Oleh
karena itu lembaga keuangan syariah tidak boleh mendanai aktivitas atau item
yang haram, seperti perdagangan minuman keras, obat-obatan terlarang atau
daging babi. Selain itu, lembaga keuangan syariah juga didorong untuk
memprioritaskan produksi barang-barang primer untuk memenuhi kebutuhan
umat manusia.
4.       Gharar dan Maysir
Alquran melarang secara tegas segala bentuk perjudian (QS. 5:90-91).
Alquran menggunakan kata maysir untuk perjudian, berasal dari kata usr
(kemudahan dan kesenangan): penjudi berusaha mengumpulkan harta tanpa kerja
dan saat ini istilah itu diterapkan secara umum pada semua bentuk aktivitas judi.
Selain mengharamkan judi, Islam juga mengharamkan setiap aktivitas bisnis yang
mengandung unsur judi. Hukum Islam menetapkan bahwa demi kepentingan
transaksi yang adil dan etis, pengayaan diri melalui permainan judi harus dilarang.
5. Takaful
Takaful adalah kata benda yang berasal dari kata kerja bahasa arab kafala,
yang berarti memperhatikan kebutuhan seseorang.Pada hakikatnya, konsep takaful
didasarkan pada rasa solidaritas, responsibilitas, dan persaudaraan antara para
anggota yang bersepakat untuk bersama-sama menanggung kerugian tertentu yang
dibayarkan dari aset yang telah ditetapkan. Dengan demikian, praktek ini sesuai
dengan apa yang disebut dalam konteks yang berbeda sebagai asuransi bersama
(mutual insurance), karena para anggotanya menjadi penjamin (insurer) dan juga
yang terjamin (insured).
2.  Penerapan Hukum Ekonomi Syariah
Dalam sejarahnya upaya penerapan hukum syari’ah atau hukum islam di
Indonesia sebenarnya sudah dilakukan semenjak masa perjuangan kemerdekaan
bangsa. Dimana kita ketahui sendiri memang motor perjuangan kemerdekaan kita
saat itu banyak didominasi oleh pejuang-pejuang muslim yang memegang teguh
prinsip-prinsip hukum syari’ah. Perjuangan tersebut memang tidak secara frontal
dilakukan, tapi lebih banyak kepada upaya-upaya politis yang berbasis pada
kelompok dan budaya. Sayangnya kemudian upaya-upaya tersebut terbentur
dengan kekuasaan politik pemerintah Hindia-Belanda pada masa penjajahannya
secara sistematis terus mengikis pemberlakuan hukum syari’ah di tanah-tanah
jajahannya. Hingga pada gilirannya kelembagaan-kelembagaan baik yang telah
ada maupun yang kemudian dibentuk baik itu lembaga peradilan, perserikatan,
dan lainnya pada masa itu mulai meninggalkan nilai-nilai hukum syari’ah dan
mulai terbiasa menerapkan aturan hukum yang dibentuk pemerintah Hindia-
Belanda yang saat itu disebut Burgerlijk Wetbook yang tentunya jauh dari nilai-
nilai syari’ah. Sehingga jelas saja kagiatan-kegiatan atau perkara-perkara
peradilan yang bersinggungan dengan syari’ah saat itu belum memiliki pedoman
yang sesuai dengan nurani masyarakat muslim kebanyakan.
Disadari atau tidak kondisi tersebut diatas tetap bergulir hingga kurun
waktu dewasa ini. Dalam prakteknya di lapangan, terlebih pada lembaga peradilan
kita, sebelum adanya amandemen UU No 7 tahun 1989, penegakkan hukum yang
berkaitan dengan urusan perniagaan ataupun kontrak bisnis di lembaga-lembaga
keungan syari’ah kita masih mengacu pada ketentuan KUH Perdata yang ternyata
merupakan hasil terjemahan dari Burgerlijk Wetbook peninggalan jajahan Hindia-
Belanda yang keberlakuannya sudah dikorkordansi sejak tahun 1854.. Sehingga
konsep perikatan dalam hukum-hukum syari’ah tidak lagi berfungsi dalam
praktek legal-formal hukum di masyarakat.
Menyadari akan hal tersebut, tentunya kita sebagai muslim patut mempertanyakan
kembali sejauh mana penerapan hukum syari’ah dalam setiap aktivitas kehidupan
kita, terlebih pada hal-hal yang terkait dengan aktivitas-aktivitas yang bernafaskan
ekonomi syari’ah yang telah jelas disebutkan bahwa regulasi-regulasi formil yang
menaungi hukumnya masih mengakar pada penerapan KUH Perdata yang belum
dapat dianggap syari’ah karena masih bersumber pada Burgerlijk Wetbook hasil
peninggalan penjajahan Hindia-Belanda.
Sejalan dengan perkembangan pesat sistem ekonomi syari’ah dewasa ini berbagai
upaya-upaya sistematis dilakukan oleh pejuang-pejuang ekonomi syari’ah pada
level atas untuk kemudian memuluskan penerapan hukum ekonomi syari’ah
secara formal pada tatanan payung hukum yang lebih diakui pada tingkat
nasional. Tentunya upaya-upaya ini tidak lepas dari aspek politik hukum di
Indonesia. Proses legislasi hukum ekonomi syari’ah pun sudah sejak lama
dilakukan dan relatif belum menemui hambatan yang secara signifikan
mempengaruhi proses perjalanannya. Hanya saja kemudian upaya-upaya ini baru
sampai pada tahap perumusan Undang Undang yang mengatur aspek-aspek
ekonomi syari’ah secara terpisah, belum kepada pembentukkan instrument hukum
yang lebih nyata layaknya KUH Pidana maupun KUH Perdata yang lebih kuat.
3.  Penerapan Ekonomi Syariah
Perkembangan sistem finansial syariah yang pesat boleh jadi mendapat
tambahan dorongan sebagai alternatif atas kapitalisme, dengan berlangsungnya
krisis perbankan dan kehancuran pasar kredit saat ini, demikian menurut pendapat
para akademisi Islam dan ulama. Dengan nilai 300 miliar dolar dan pertumbuhan
sebesar 15 persen per tahun, sistem ekonomi Islam itu melarang penarikan atau
pemberian bunga yang disebut riba. Sebagai gantinya, sistem finansial syariah
menerapkan pembagian keuntungan dan pemilikan bersama.
Kehancuran ekonomi global memperlihatkan perlunya dilakukan
perombakan radikal dan struktural dalam sistem finansial global. Sistem yang
didasarkan pada prinsip Islam menawarkan alternatif yang dapat mengurangi
berbagai risiko. Bank-bank Islam tak membeli kredit, tetapi mengelola aset nyata
yang memberikan perlindungan dari berbagai kesulitan yang kini dialami bank-
bank Eropa dan AS.
Dalam kehidupan ekonomi Islam, setiap transaksi perdagangan harus dijauhkan
dari unsur-unsur spekulatif, riba, gharar, majhul, dharar, mengandung penipuan,
dan yang sejenisnya. Unsur-unsur tersebut diatas, sebagian besarnya tergolong
aktifitas-aktifitas non real. Sebagian lainnya mengandung ketidakjelasan
pemilikan. Sisanya mengandung kemungkinan munculnya perselisihan. Islam
telah meletakkan transaksi antar dua pihak sebagai sesuatu yang menguntungkan
keduanya; memperoleh manfaat yang real dengan memberikan kompensasi yang
juga bersifat real. Transaksinya bersifat jelas, transparan, dan bermanfaat. Karena
itu, dalam transaksi perdagangan dan keuangan, apapun bentuknya, aspek-aspek
non real dicela dan dicampakkan. Sedangkan sektor real memperoleh dorongan,
perlindungan, dan pujian.
 Hal itu tampak dalam instrumen- instumen ekonomi berikut:
1.      Islam telah menjadikan standar mata uang berbasis pada sistem dua logam,
yaitu emas dan perak. Sejak masa pemerintahan Khalifah Abdul Malik ibn
Marwan, mata uang Islam telah dicetak dan diterbitkan (tahun 77 H). Artinya,
nilai nominal yang tercantum pada mata uang benar-benar dijamin secara real
dengan zat uang tersebut.
2.      Islam telah mengharamkan aktifitas riba, apapun jenisnya;
melaknat/mencela para pelakunya. Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang
beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum
dipungut) jika kalian orang-orang yang beriman” QS Al Baqarah 278.
Berdasarkan hal ini, transaksi riba yang tampak dalam sistem keuangan dan
perbankan konvensional (dengan adanya bunga bank), seluruhnya diharamkan
secara pasti; termasuk transaksi-transaksi derivative yang biasa terjadi di pasar-
pasar uang maupun pasar-pasar bursa. Penggelembungan harga saham maupun
uang adalah tindakan riba.
3.      Transaksi spekulatif, kotor, dan menjijikkan, nyata-nyata diharamkan oleh
Allah SWT, sebagaimana firmanNya: “Hai orang-orang yang beriman,
sesungguhnya minum khamr, berjudi, (berkurban untuk) berhala, dan mengundi
nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaithan” (QS
Al maidah 90).
4.      Transaksi perdagangan maupun keuangan yang mengandung dharar/bahaya
(kemadaratan), baik bagi individu maupun bagi masyarakat, harus dihentikan dan
dibuang jauh-jauh.
5.      Islam melarang Al- Ghasy, yaitu transaksi yang mengandung penipuan,
pengkhianatan, rekayasa, dan manipulasi.
6.      Islam melarang transaksi perdagangan maupun keuangan yang belum
memenuhi syarat-syarat keuangan yang belum sempurnanya kepemilikan seperti
yang biasa dilakukan dalam future trading.
Seluruh jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT dan Rasul-Nya ini
tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim yang dapat
mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara, memunculkan high
cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan kesengasaraan pada umat
manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem ekonomi kapitalis dengan
berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara dan masyarakat yang
menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi kapitalis yang
dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi dan
kesengsaraan hidup.
BAB III
KESIMPULAN
Ekonomi islam atau ekonomi syariah saat ini sedang ramai di
perbincangkaan, bahkan sudah banyak masyarakat menginginkan penerapannya
pada perekonomian indonesia. Penerapan ekonomi islam sendiri menurut saya
merupakan perbaikan perekonomian Indonesia, dengan segala prinsip-prinsip
yang mengaturnya.
Seperti yang kita ketahui, jenis transaksi yang dilarang oleh Allah SWT
dan Rasul-Nya ini tergolong ke dalam transaksi-transaksi non real atau dzalim
yang dapat mengakibatkan dharar/bahaya bagi masyarakat dan negara,
memunculkan high cost dalam ekonomi, serta bermuara pada bencana dan
kesengasaraan pada umat manusia. Sifat-sifat tersebut melekat dalam sistem
ekonomi kapitalis dengan berbagai jenis transaksinya. Konsekuensi bagi negara
dan masyarakat yang menganut atau tunduk dan membebek pada sistem ekonomi
kapitalis yang dipaksakan oleh negara-negara Barat adalah kehancuran ekonomi
dan kesengsaraan hidup. Oleh karena itu, pemerintah harus mempertimbangkan
lagi keinginan masyarakat tentang penerapan ekonomi syariah pada
perekonomian Indonesia ini.

Anda mungkin juga menyukai