Anda di halaman 1dari 6

Nama : Nur Jazilah Hemadiyan

NIM : 131311133044

Kelas : C / 2013

A. Pada era sebelum 2014


1. Peran pemerintah pusat, daerah, dan sektor swasta dalam pendanaan kesehatan.
Secara umum sumber biaya kesehatan dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Bersumber dari anggaran pemerintah
Pada sistem ini, biaya dan penyelenggaraan pelayanan kesehatan sepenuhnya
ditanggung oleh pemerintah. Pelayanannya diberikan secara cuma-cuma oleh pemerintah.
Untuk negara yang kondisi keuangannya belum baik, sistem ini sulit dilaksanakan karena
memerlukan dana yang sangat besar. Anggaran yang bersumber dari pemerintah ini
dibagi juga menjadi :
- Pemerintahan pusat dan dana dekonsentrasi, dana program kompensasi BBM dan
ABT 10
- Pemerintah provinsi melalui skema dana provinsi (PAD ditambah dana
desentralisasi DAU provinsi dan DAK provinsi)
- Pemerintah kabupaten atau kota melalui skema dana kabupaten atau kota (PAD
ditambah dana desentralisasi DAU kabupaten atau kota dan DAK kabupaten atau
kota)
- Keuntungan badan usaha milik daerah
- Penjualan aset dan obligasi daerah
- Hutang pemerintah daerah
b. Bersumber dari anggaran masyarakat
Dapat berasal dari individual ataupun perusahaan. Sistem ini mengharapkan agar
masyarakat (swasta) berperan aktif secara mandiri dalam penyelenggaraan maupun
pemanfaatannya. Hal ini memberikan dampak adanya pelayanan-pelayanan kesehatan
yang dilakukan oleh pihak swasta, dengan fasilitas dan penggunaan alat-alat berteknologi
tinggi disertai peningkatan biaya pemanfaatan atau penggunaannya oleh pihak  pemakai
jasa layanan kesehatan tersebut. Contohnya CSR atau Corporate Social Reponsibility dan
pengeluaran rumah tangga baik yang dibayarkan tunai atau melalui sistem asuransi. Dana
yang bersumber dari swasta anatara lain :
- Perusahaan swasta
- Lembaga swadaya masyarakat
- Dana kemanusiaan (charity)
c. Bantuan biaya dari dalam dan luar negeri
Sumber pembiayaan kesehatan, khususnya untuk penatalaksanaan  penyakit-
penyakit tertentu cukup sering diperoleh dari bantuan biaya pihak lain, misalnya oleh
organisasi sosial ataupun pemerintah negara lain. Misalnya bantuan dana dari luar negeri
untuk penanganan HIV dan virus H5N1 yang diberikan oleh WHO kepada negara-negara
berkembang (termasuk Indonesia).
d. Gabungan anggaran pemerintah dan masyarakat
Tingginya biaya kesehatan yang dibutuhkan ditanggung sebagian oleh pemerintah
dengan menyediakan layanan kesehatan bersubsidi. Sistem ini juga menuntut peran serta
masyarakat dalam memenuhi biaya kesehatan yang dibutuhkan dengan mengeluarkan
biaya tambahan. Dengan ikut sertanya masyarakat menyelenggarakan pelayanan
kesehatan, maka ditemukan pelayanan kesehatan swasta. Selanjutnya dengan
diikutsertakannya masyarakat membiayai pemanfaatan pelayanan kesehatan, maka
pelayanan kesehatan tidaklah cuma-cuma. Masyarakat diharuskan membayar pelayanan
kesehatan yang dimanfaatkannya. Paling tidak dalam membiayai upaya kesehatan
masyarakat, dan ataupun membiayai pelayanan kedokteran yang menyangkut
kepentingan masyarakat yang kurang mampu.
Jadi disini dalam pendanaan kesehatan pemerintah pusat, daerah, dan swasta mempunyai
peran sendiri-sendiri. Meskipun begitu sangat perlu adanya tanggung jawab bersama antara
pemerintah pusat, daerah dan swasta karena bagaimanapun pendanaan kesehatan ini tidak
akan berjalan lancer apabila tanpa kerja sama yang baiik. Disini baik pihak pemerintah dan
pihak swasta saling mebutuhkan satu sama lain.

2. Maksud skema asuransi yang dibiayai pemerintah, swasta, dan pembayaran out-of-pocket

Pemerintah menyediakan pelayanan kesehatan primer di puskesmas dan pelayanan


sekunder di rumahsakit pemerintah. Tetapi warga harus membayar biaya yang disebut ‘user-
charge’ atau ‘co-payment’ ketika menggunakan pelayanan puskesmas. Tanpa perlindungan
asuransi, sebagian besar warga di Indonesia harus membayar langsung hampir seluruh biaya
(full cost) pelayanan spesialistik, rawat inap, obat, tindakan bedah, dan prosedur diagnostik,
baik di rumah sakit pemerintah, rumahsakit swasta maupun praktik dokter swasta. Ketiadaan
sistem pembiayaan pra-upaya ini menyebabkan sebagian besar warga Indonesia berisiko
mengalami pengeluaran kesehatan katastrofik ketika menggunakan pelayanan kesehatan
sekunder. Sebagian warga yang bekerja di sektor formal memiliki asuransi kesehatan.
Pegawai negeri, pensiunan, veteran, anggota TNI, dan keluarganya, mendapat perlindungan
pembiayaan melalui skema Askes yang dikelola oleh PT Askes, dengan dana dari potongan
gaji. PT Akses saat ini mengelola sekitar Rp 6,6 triliun premi dari peserta wajib yaitu
pegawai negeri sipil (PNS), veteran, pensiunan, setiap tahunnya.
Sebagian pekerja di perusahaan swasta memiliki asuransi kesehatan wajib yang dikelola
oleh PT Jamsostek, dengan potongan gaji pekerja dan kontribusi perusahaan. Pekerja di
perusahaan swasta lainnya membeli polis asuransi kesehatan swasta, dengan potongan gaji
pekerja dan kontribusi perusahaan.
Sebagian besar masyarakat Indonesia saat ini masih bergantung pada sistem pembiayaan
kesehatan secara Out of Pocket, dimana pasien atau keluarganya langsung membayar pada
penyedia layanan kesehatan. Dari laporan World Health Organization di tahun 2006 sebagian
besar (70%) masyarakat Indonesia masih bergantung pada sistem Out of Pocket, dan hanya
8,4% yang dapat mengikuti sistem pembayaran prabayar/asuransi (WHO: 2009). Kelemahan
sistem Out of Pocket adalah terbukanya peluang bagi pihak penyedia layanan kesehatan
untuk memanfaatkan hubungan Agency Relationship antara Dokter-Pasien. Dokter mendapat
imbalan berupa uang jasa medik untuk pelayanan yang diberikannya kepada pasien yang
besar-kecilnya ditentukan dari negosiasi antara dokter dan manajemen rumah sakit. Semakin
banyak jumlah pasien yang ditangani, semakin besar pula imbalan yang akan didapat dari
jasa medik yang dibebankan kepada pasien. Dengan demikian, secara tidak langsung dokter
didorong untuk meningkatkan volume pelayanannya pada pasien untuk mendapatkan
imbalan jasa yang lebih banyak. Ini adalah ‘moral hazard’ yang menggoda kalangan dokter
untuk mengeksploitasi kuatnya posisi dokter dalam hubungannya dengan pasien.
B. Setelah pemberlakuan BPJS 2014
1. Perbedaan kemanfaatan BPJS dibandingkan dengan era sebelum 2014

Sebenarnya BPJS sendiri merupakan pengganti dari Jamsostek dan ini baik dari segi
mekanismenya dan manfaatnya sama. Hanya saja untuk BPJS terbagi menjadi dua jenis
yakni yang berupa BPJS kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Berikut ini saya akan
menjelaskan antara keduanya secara lengkap jadi sebaiknya anda membaca ulasan yang saya
sajikan ini dengan seksama.

Pertama adalah BPJS Kesehatan. Perlu untuk Anda cermati bahwa BPJS kesehatan
merupakan pengganti dari program askes atau asuransi kesehatan. Artinya program ini
memberikan pelayanan kepada masyarakat atau publik dalam bentuk layanan kesehatan.
Terutama di sini program ini dimaksudkan untuk memberikan pelayanan kesehatan secara
merata dan menyeluruh kepada setiap lapisan masyarakat dan untuk meminimalkan
terjadinya diskriminasi. Namun, ada pengecualian untuk BPJS ini bagi mereka yang nonDPI
maka diberikan keringanan berupa iuran bulanannya dibayarkan oleh pemerintah. Dengan
demikian maka kesejahteraan masyarakat terutama dalam hal kesehatan akan lebih terjamin.

Kedua adalah BPJS ketenagakerjaan. Seperti yang telah saya jelaskan kepada Anda di
muka tadi bahwa PT. Jamsostek bertransformasi menjadi BPJS. Dan hal tersebutlah yang
akhirnya menjadi produk publik baru yang kita kenali dengan sebutan BPJS Ketenagakerjaan
ini. Ya, BPJS Ketenagakerjaan dimaksudkan untuk menggantikan peranan Jamsostek yang
memiliki fungsi untuk melindungi masyarakat yang merupakan tenaga kerja baik tenaga
kerja negeri maupun swasta  dalam hal sosial dan ekonomi. Namun mengenai keterangan
lebih lanjut tentang jenis keanggotaan dan besaran iuran yang akan dibayarkan setiap
bulannya, maka belum ada  karena program ini rencananya akan diberlakukan pada tahun
2015 yang akan datang.

2. Sebagai perawat, jelaskan bagaimana cara masyarakat dapat memanfaatkan (pendaftaran,


premi dan rujukan) fasilitas kesehatan pada tingkat pratama (puskesmas, praktik mandiri
dst) dan tingkat lanjut (Rumah Sakit)
Sebagai seorang perawat salah satu peran kita adalah memberi edukasi dan dalam
permasalahan BPJS ini peran kita sebagai edukasi sangat dibutuhkan bagi masyarakat yang
belum mengerti tentang bagaimana cara memanfaatkan. Ada beberapa manfaat serta
keuntungan yang didapat dan diperoleh oleh para peserta BPJS Kesehatan, baik di dalam
fasilitas pelayanan kesehatan maupun pelayanan kesehatan yang akan didapatkan para
peserta jaminan kesehatan ini. Mulai 1 Januari 2014 negara kita sudah memiliki program
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai salah satu wujud dari Jaminan Sosial Nasional
yang diamanatkan oleh Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional.

Melalui program BPJS ini, maka setiap warga negara bisa mendapatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif yang mencakup promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative
dengan biaya yang ringan karena menggunakan sistem asuransi. Dengan menjadi peserta
program BPJS dan JKN ini, pada saat berobat kita hanya perlu mengikuti prosedur yang
ditetapkan dan menunjukan kartu kepesertaan untuk mendapatkan layanan kesehatan sesuai
kebutuhan. Prosedur dimaksud adalah, setiap peserta yang membutuhkan pelayanan
kesehatan harus terlebih dahulu memeriksakan diri ke fasilitas kesehatan tingkat pertama;
seperti puskesmas, klinik swasta, atau klinik TNI-Polri yang bekerjasama dengan Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Pelayanan kesehatan dari fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti rumah sakit baru
boleh di akses atas dasar rujukan dari fasilitas kesehatan tingkat pertama, kecuali kondisi
darurat. Pengabaian terhadap prosedur ini maka pembiayaan yang timbul tidak menjadi
tanggungan program JKN. Untuk cara Pendaftaran itu sendiri adalah dengan cara berikut:

- Mengisi formulir daftar isian peserta formulir 2 atau formulir daftar isian peserta
- Melampirkan pasfoto 3X4cm masing-masing 1 lembar
- Melampirkan fotocopy KTP (diutamakan KTP elektronik),
- Melampirkan fotocopy kartu keluarga,
- Fotocopy surat nikah,
- Fotocopy akte lahir anak/ surat keterangan lahir yang menjadi tanggungan
- Bagi WNA menunjukkan Kartu Ijin Tingal Sementara/Tetap (KITAS/KITAP)
Semua persyartan tersebut silahkan dibawa ke BPJS terdekat. Adapun sitem premi
yang harus dipahami oleh masyarakat yaitu ada ketentuan bahwa biaya premi bagi warga
yang tidak mampu tetap akan ditanggung oleh negara dengan besaran premi tanggungan
Rp 19.225 per orang per bulan untuk 86,4 juta warga miskin se-indonesia. Sedangkan
biaya bagi penerima upah/gaji rutin per bulan untuk satu tahun pertama dipotong sebesar
0,5% dari gaji yang diterima, dan 4% dibayarkan oleh pihak perusahaan. Selanjutnya
bagi masyarakat umum, pekerja yang tidak menerima upah mandiri dan sektor informal,
iuran didasarkan atas beberapa kelas yakni Kelas III sebesar Rp 25.000, kelas II sebesar
Rp 42.500, dan kelas I sebesar Rp 59.500.

Pelayanan Kesehatan tingkat pertama diberikan oleh Puskesmas/ Klinik / Dokter


Keluarga yang dipilih peserta saat pendaftaran.Apabila tidak bisa ditangani akan
diberikan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan. Pelayanan Kesehatan tingkat
kedua yaitu pelayanan yang diberikan oleh dokter spesialis di RS Kelas D dan C,
pelayanan kesehatan tingkat ketiga yaitu pelayanan yang diberikan oleh dokter spesialis
dan subspesialis (RS Kelas B dan A). Sistem rujukan diwajibkan bagi pasien yang
merupakan peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial dan pemberi
pelayanan kesehatan, hal ini sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 001 Tahun 2012 Tentang Sistem Rujukan Pelayanan Kesehatan
Perorangan pada Pasal 5 ayat (1).

Dalam keadaan emergency (gawat darurat) peserta dapat langsung ke UGD Rumah
Sakit yang bekerja sama. Untuk informasi pelayanan di Rumah Sakit, peserta dapat
menghubungi petugas di BPJS Kesehatan Center.

Murti, Bhisma. 2010. Strategi untuk Mencapai Cakupan Universal Pelayanan Kesehatan
di Indonesia. Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakaat, Fakultas Kedokteran,
Universitas Sebelas Maret.

Rys, Vladimir. 2011. Merumuskan Ulang Jaminan Sosial: Kembali ke Prinsip-prinsip


Dasar. Jakarta: Pustaka Alvabet.

Anda mungkin juga menyukai