Anda di halaman 1dari 24

PAPER

“KEWIRAUSAHAAN SOSIAL DI KELURAHAN REJOWINANGUN SELATAN


KOTA MAGELANG PROVINSI JAWA TENGAH”

disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah


Kewirausahaan Sosial

Dosen Mata Kuliah

Dr. Aep Rusmana, S.Sos,M.Si


Dra. Popon Sutarsih, M.Pd

Tim Penyusun

Devina Denaneer Mahsa 1904057

Serifa Tiffany 1904253

Afifatul Nabila 1904289

KELOMPOK 9 (SEMBILAN)
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PEKERJAAN SOSIAL
POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2022
I. LATAR BELAKANG

Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) merupakan salah satu permasalahan akibat adanya
kemiskinan. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) ini bisa disebabkan karena ditinggal oleh
suaminya dan mereka tidak mempunyai pekerjaan yang penghasilannya dapat mencukupi
kehidupannya sehari-hari. Jumlah tanggungan yang banyak juga menjadi masalah yang dialami oleh
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE). Kebanyakan PRSE yang ada di Kelurahan Rejowinangun
Selatan bekerja sebagai buruh harian lepas, tetapi ada juga yang hanya berharap dari pendapatan
anaknya.

Sebagian besar PRSE yang ada di Kelurahan Rejowinangun Selatan berstatus janda, baik
karena suaminya yang telah meninggal dunia, maupun telah bercerai dan ada juga yang berstatus
menikah namun suaminya tidak memberikan kejelasan dalam memberikan nafkah bagi keluarganya.
Rata-rata perempuan rawan sosial ekonomi di Kelurahan Rejowinangun Selatan berpendidikan
terakhir yaitu tingkat SD dan SMP, meskipun ada sebagian kecil perempuan rawan sosial ekonomi
yang pendidikan terakhirnya adalah SMA.

Masalah yang dihadapi PRSE diantaranya kurang percaya diri, pengetahuan dan keterampilan
mereka yang pada umumnya masih rendah, kesempatan kerja untuk wanita dalam proses produksi
cenderung terbatas, masalah kondisi sosial lingkungan keluarga yang tidak mendukung,
produktivitaas dan upah rendah, masalah sosial budaya khususnya pergeseran nilai-nilai yang ada
dalam kehidupan masyarakat. Untuk memenuhi kehidupannya, PRSE di Kelurahan Rejowinangun
Selatan ada bekerja sebagai buruh harian lepas atau asisten rumah tangga. Pekerjaan ini dilakukan
seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyetrika baju dan lain-lain. Selain itu, ada
beberapa perempuan rawan sosial ekonomi yang bekerja sebagai wiraswasta yang menyambung hidup
dengan berjualan makanan.

Banyaknya PRSE di Indonesia memerlukan solusi yang tepat, khususnya bagi para PRSE yang
kondisinya sangat memprihatinkan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebanyakan
dari mereka mendapatkan stigma negatif dari lingkungan sosialnya. Dengan melihat permasalahan
yang dihadapi PRSE tersebut, mereka sangat membutuhkan perhatian yang lebih. Dalam hal ini,
ketika struktur sosial, ekonomi, keluarga, dan masyarakat sebagai sistem sumber yang dimiliki PRSE
tidak berfungsi dengan semestinya, maka kemandirian yang harus dijadikan sebagai tonggak utama.
Hal ini dimaksudkan agar mereka mampu kembali pada kehidupan yang lebih baik dengan usaha dan
potensi yang dimilikinya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah
pemberdayaan kelompok PRSE dan bekerja sama dengan stakeholders terkait. Kegiatan wirausaha
sosial menjadi salah satu alternatif dalam pemberdayaan PRSE yang mana disini PRSE dapat
berperan menjadi pelaku usaha maupun penerima manfaatnya. Melalui hal ini, sekaligus dapat
meningkatkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki PRSE tersebut.
II. TINJAUAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka tentang Kewirausahaan Sosial


2.1.1 Teori-Teori Kewirausahaan Sosial

Menurut Hery Wibowo, S. Psi., MM dalam bukunya yang berjudul “Pemikiran,


Konseptual, dan Praktik: Social Entrepreneurship, Social Entreprise, Corporate Social
Responsibility,” terdapat 2 tokoh yang menyampaikan tentang teori Kewirausahaan
social (Social Entrepreneurship) yaitu Gregory Dees dan Paul C. Light. Berikut teori
yang disampaikan oleh kedua ahli tersebut:

a. Gregory Dees

Kewirausahaan sosial berbeda dengan kewirausahaan bisnis dalam banyak


hal. Kunci perbedaannya adalah bahwa kewirausahaan sosial berdiri/berjalan
dengan sebuah misi/tujuan sosial yang eksplisit/jelas dalam pikiran. Tujuan utama
mereka adalah menjadikan dunia yang lebih baik. Hal ini mempengaruhi
bagaimana mereka mengukur kesuksesan mereka dan menstrukturkan
pengelolaannya. Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa kewirausahaan sosial itu
sendiri adalah sebuah gerakan yang didorong oleh semangat untuk menolong
orang lain dan membuat perubahan untuk kebaikan bagi orang banyak. Walaupun
pada umumnya sebuah aktivitas kewirausahaan bisnis memberikan manfaat bagi
orang banyak, namun gerakan kewirausahaan sosial menempatkan hal tersebut
sebagai tujuan utama, bukan sebagai dampak/implikasi maupun ikutan.

Hal ini tentu saja membuat cara menjalankan maupun cara mengelola
sebuah entitas kewirausahaan sosial berbeda dengan cara mengelola
kewirausahaan bisnis. Meskipun harus diakui akan banyak irisan diantara
keduanya. Menurut Dees, cara terbaik mengukur kesuksesan kewirausahaan sosial
adalah bukan dengan menghitung jumlah profit yang dihasilkan, melainkan pada
tingkat dimana mereka telah menghasilkan nilai-nilai sosial (social value).

b. Paul C. Light

Paul C. Light mengasumsikan bahwa social entrepreneurship terbentuk dari


empat komponan besar yaitu wirausaha, ide/gagasan, peluang, dan organisasi.

1. Wirausaha

Menurut Light, wirausaha merupakan factor utama dalam terjadinya


aktivitas kewirausahaan sosial. Tidak akan ada aktivitas kewirausahaan
sosial tanpa talenta, kreativitas, dan dorongan kewirausahaan individu yang
selalu ingin bergerak mendobrak kemapanan yang ada. Drayton (dalam
Light 2008:7) menyatakan bahwa para wirausaha (entrepreneur) sangat
mudah dikenali sebelum meninggalkan tanda karya mereka. Begitulah
gambaran wirausaha. Mereka digambarkan sebagai seorang yang sangat erat
memegang visinya. Mereka bergerak untuk mencapai visinya, yang sering
kali dianggap aneh oleh orang-orang disekelilingnya. Namun demikian,
tanpa seorang individu yang tidak kenal lelah seperti inilah kewirausahaan
sosial terjadi.

2. Ide/gagasan

Inilah komponen kedua yang membentuk social entrepreneurship.


Ide, sebagai dasar pembeda gerakan social entrepreneurship dan business
entrepreneurship. Secara umum, pembeda antara kedua jenis
entrepreneurship tersebut adalah bahwa social entrepreneurship dimulai
dari ide/gagasan untuk mengurangi/mengatasi masalah, sementara pada
business entrepreneurship, idea atau gagasan awalnya adalah untuk
menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.

3. Peluang

Light menjelaskan peluang seperti Peter Pan Phenomenon, yaitu jika


Anda percaya Anda bisa terbang, maka Anda akan bisa terbang. Dess
menyatakan bahwa ketika orang lain melihat masalah, wirausaha sosial
melihat peluang. Mereka tidak hanya didorong oleh pandangan mereka
tentang kebutuhan sosial atau rasa empati mereka. Namun, mereka memiliki
visi tentang bagaimana meraih perbaikan dan berbagai usaha yang
memastikan bahwa visi mereka tercapai. Mereka adalah orang-orang yang
sangat persisten. Maka dapat dikatakan bahwa peluang adalah sesuatu yang
belum tentu dapat dilihat oleh orang awam, namun dapat diungkap oleh
mereka yang memiliki jiwa wirausaha. Para wirausaha sosial ini, tidak
hanya tergerak karena melihat ada sesuatu yang kurang beres, namun
mereka melihat kesempatan untuk menjadikan segala sesuatunya menjadi
lebih baik.

4. Organisasi
Organisasi adalah aspek keempat dari social entrepreneurship.
Aktivitas social entrepreneurship diyakini dapat bervariasi dari mulai
gerakan individu sampai ke sebuah gerakan masif.

Menurut pendapat Cukier (2011). kewirausahaan sosial (Social entrepreneurship)


adalah merupakan sebuah istilah turunan dari entrepreneurship. Gabungan dari dua kata,
social yang artinya kemasyarakatan, dan entrepreneurship yang artinya kewirausahaan.
Pengertian sederhana dari social entrepreneur adalah seseorang yang mengerti
permasalahan sosial dan menggunakan kemampuan entrepreneurship untuk melakukan
perubahan sosial (social change), terutama meliputi bidang kesejahteraan (welfare),
pendidikan dan kesehatan (healthcare).

Selanjutnya Hulgard (2010), merangkum definisi kewirausahaan sosial dengan


lebih komprehensif, yaitu sebagai penciptaan nilai sosial yang dibentuk dengan cara
bekerja sama dengan orang lain atau organisasi masayarakat yang terlibat dalam suatu
inovasi sosial yang biasanya menyiratkan suatu kegiatan ekonomi

Palesangi (2013). berpendapat bahwa definisi komprehensif dari Hulgard (2010)


tersebut memberikan pemahaman bahwa social entrepreneurship terdiri dari empat
elemen utama, yaitu:

a. Social Value. Ini merupakan elemen paling khas dari social entrepreneurship
yakni menciptakan manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar.
b. Civil Society. Social entrepreneurship pada umumnya berasal dari inisiatif dan
partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di
masyarakat.
c. Innovation. Social entrepreneurship memecahkan masalah sosial dengan cara-cara
inovatif antara lain dengan memadukan kearifan lokal dan inovasi sosial.
d. Economic Activity. Social entrepreneurship yang berhasil pada umumnya dengan
menyeimbangkan antara antara aktivitas sosial dan aktivitas bisnis. Aktivitas
bisnis/ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan keberlanjutan
misi sosial organisasi

Berdasarkan beberapa konsep di atas dapat disimpulkan bahwa kewirausahaan


sosial adalah suatu terobosan baru sebagai sebuah aktivitas bisnis dalam mengatasi
masalah sosial yang melibatkan penggunaan semua sumber daya secara inovatif untuk
mempercepat perubahan sosial dalam memenuhi kebutuhan sosial masyarakat.
2.1.2 Konsep Kewirausahaan Sosial

Kewirausahaan sosial adalah tentang bagaimana menerapkan pendekatan yang


praktis, inovatif, dan berkelanjutan untuk memberikan dampak positif pada masyarakat,
khususnya masyarakat kelas ekonomi bawah dan yang terpinggirkan. Kewirausahaan
sosial biasanya bertujuan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi atau sosial. Ide dan
konsep usaha sosial mungkin telah ada sejak 1960-an dan perkembangannya terus
berlanjut. Namun, belum banyak penelitian dan literasi yang menjadikan usaha sosial
sebagai sebuah tema besar. Pada 2006, konsep usaha sosial menjadi pusat perhatian
ketika Muhammad Yunus memenangkan nobel atas usaha sosial yang didirikannya yaitu
Grameen Bank, sebuah bank yang menyalurkan kredit mikro kepada orang-orang dalam
kategori ekonomi bawah di Bangladesh sehingga mereka terbantu mencapai kemandirian
finansial yang lebih baik. Sebuah pencapaian yang menyadarkan dunia atas eksistensi
usaha sosial. Diakui bahwa usaha sosial mampu mengubah dunia ke arah yang lebih
baik. Memahami dan mengetahui bagaimana usaha sosial dapat mengubah dunia ke arah
yang lebih baik sangat penting bagi Anda sebagai seorang wirausahawan sosial. Tentu
untuk memupuk serta membangun motivasi dan energi yang kuat dalam menjalankan
usaha sosial sehingga berdampak positif sangat besar.

Membangun social enterprise atau kewirausahaan sosial kini kian menjadi tren di
tengah masyarakat yang ada di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Para pendiri dan
pekerja wirausaha sosial ini memiliki peran yang sangat substansial bagi perbaikan
berbagai isu sosial yang sedang dihadapi di era sekarang. Dengan memanfaatkan
teknologi dan inovasi terbaru, para wirausahawan inspiratif ini selalu berusaha untuk
menciptakan dampak yang akan meningkatkan kualitas kehidupan di sekitar mereka. Di
dunia kewirausahaan sosial, mengejar uang bukanlah motivasi yang utama. Menjadi agen
perubahan untuk dunia adalah hal yang terpenting bagi mereka.

Pada dasarnya, kewirausahaan sosial adalah suatu bisnis yang dibangun dengan
tujuan mengatasi masalah-masalah yang ada di suatu kelompok masyarakat, sepertu
masalah ekonomi, kesehatan masyarakat, pendidikan, lingkungan, sanitasi dan lain
sebagainya. Dengan terus berinovasi dan bereksperimen menggunakan teknologi terkini,
perusahaan-perusahaan sosial terus berupaya untuk mengisi celah-celah kesenjangan
yang terdapat dalam kehidupan di sekitar mereka. Tak hanya itu, bisnis yang dijalankan
untuk kebaikan komunitas akan meningkatkan keyakinan terhadap suatu identitas lokal,
dan membantu mengembangkan kepercayaan diri masyarakat lokal akan kemampuan
mereka untuk mandiri secara finansial.
Faktor yang berpotensi mendorong berkembangnya kewirausahaan sosial dari sisi
supply antara lain adalah:

a. Meningkatnya kesejahteraan/pendapatan perkapita secara umum meupun mobilitas


sosial yang semakin meningkat.
b. Meningkatnya produktif dari manusia/individu.
c. Secara kuantitas jumlah pemerintahan yang demokratis semakin meningkat.
d. Meningkatnya kekuasaan/daya jangkau/kekuatan penawaran dari perusahaan
multinasional.
e. Tingkat pendidikan yang semakin baik.
f. Jaringan komunikasi yang semakin baik.

Sedangkan dari sisi demand (tuntutan) hal-hal yang berpotensi meningkatkan


gerakan kewirausahaan sosial adalah:

a. Menigkatnya krisis di ranah lingkungan dan kesehatan.


b. Meningkatnya ketidakadilan ekonomi di masyarakat.
c. Kurangnya efisiensi pelayanan publik.
d. Kemunduran/berkurangnya peran pemerintah dalam ranah perdagangan bebas.
e. Meningkatnya peran-peran dari organisasi non pemerintah.
f. Kompetisi untuk mendapatkan sumber daya.

2.1.3 Tujuan Kewirausahaan Sosial

Dalam memainkan usaha, ketika seorang wirausahawan membuat perencanaan,


pasti memiliki tujuan. Besar ataupun kecil, kegiatan kewirausahaan ini berdampak pada
kehidupan. Berikut beberapa tujuan kewirausahaan.

1. Mendukung Munculnya Usaha-Usaha Kecil

Suatu kegiatan kewirausahaan yang muncul, pasti melibatkan banyak orang


untuk mendukung berjalannya suatu usaha. Keterlibatan sumber daya manusia ini,
boleh diakui secara langsung atau tidak, akan membentuk karakter-karakter baru
sebagai pelaku usaha. Di masa pandemi ini, banyak sektor ekonomi berhenti,
akibatnya banyak sumber daya manusia kehilangan sumber pendapatan. Saat ini,
yang dibutuhkan adalah sebuah kegiatan kewirausahaan yang berpihak pada
ekonomi kerakyatan. Jika kegiatan ekonomi kerakyatan ini didukung penuh, maka
lapangan pekerjaan baru akan terbuka, dan perekonomian masyarakat juga
terbantu.
2. Kesejahteraan Masyarakat Terangkat

Lesunya perekonomian akibat pandemi, berakibat pada meningkatnya angka


kemiskinan dalam masyarakat. Namun masih adanya beberapa kegiatan ekonomi
yang berjalan, diharapkan mampu memberikan sokongan bagi perekonomian
nasional. Dengan berbekal konsep kewirausahaan yang kuat, maka inovasi baru
akan muncul, dengan demikian, ruang-ruang usaha baru akan muncul, sehingga
menekan angka pengangguran.

3. Menumbuhkan Semangat Berinovasi

Ketika seseorang dalam kondisi suatu tekanan tertentu, kadangkala akan


memicu semangat berpikir yang berbeda dengan sebelumnya. Tidak jarang,
inovasi-inovasi baru akan muncul dari kondisi yang semacam ini. Maka, jika
dimaknai dengang sikap yang positif, pandemi ini juga memiliki peran,
membentuk pribadi seseorang untuk maju.

2.1.4 Indikator Keberhasilan Kewirausahaan Sosial

Menurut Dees, cara terbaik mengukur kesuksesan kewirausahaan sosial adalah


bukan dengan menghitung jumlah profit yang dihasilkan, melainkan pada tingkat dimana
mereka telah menghasilkan nilai-nilai sosial (social value). Para wirausaha sosial
bertindak sebagai agen perubahan dalam sektor sosial dengan berbagai cara sebagaimana
dikemukakan oleh Dees dkk. Jelas sekali dalam gambaran Dees tergambar bahwa
kewirausahaan sosial merupakan sebuah gerakan dengan misi sosial, yang diusahakan
dengan upaya-upaya menemukan peluang dan mengolahnya dengan inovasi dan proses
belajar yang tiada henti serta kesiapan untuk bertindak tanpa dukungan sumber daya
yang memadai.

Semangat yang muncul ketika sedang membahas kewirausahaan sosial adalah


semangat pemberian manfaat yang sebesar-besarnya untuk masyarakat, dengan cara yang
inovatif dan pendekatan yang sistemik (bukan dengan jalan yang tanpa perencanaan dan
pemikiran matang sebelumnya). Dibalik itu semua, sebenarnya hal ini menunjukan
usaha-usaha untuk memberikan penghargaan kepada mereka yang memang telah
melakukan hal-hal yang luar biasa tersebut.

Satu hal yang dapat diungkapkan adalah bahwa kewirausahaan sosial (social
entrepreneurship) identik dengan usaha-usaha peningkatan nilai kemanusiaan manusia.
Hal tersebut biasanya dimulai dengan identifikasi peluang-peluang yang dapat
dikerjakan. Tentu saja, untuk dapat memulainya diperlukan sebuah inspirasi yang besar
dan kuat, serta didukung oleh kreativitas dan keberanian untuk bertindak. Sehingga pada
akhirnya kegiatan ini dapat benar-benar bermanfaat sosial.

2.2 Tinjauan Pustaka tentang Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)


2.2.1 Definisi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan


Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial, dijelaskan bahwa Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)
adalah seorang perempuan dewasa menikah, belum menikah, atau janda dan tidak
mempunyai penghasilan cukup untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari.

Berdasarkan definisi di atas dapat dijelaskan bahwa Perempuan Rawan Sosial


Ekonomi (PRSE) adalah perempuan dewasa yang dalam keadaan belum menikah, sudah
menikah, ataupun janda, baik karena cerai atau karena meninggalnya pasangan yang
memiliki faktor-faktor lain yang membuat kebutuhan sehari-hari mereka kurang
tercukupi yang kemudian menimbulkan berbagai kerentanan. Dalam hal ini, perempuan
atau istri sebagai seorang janda karena suami telah meninggal atau telah becerai dengan
suaminya akan menggantikan posisi seorang suami yaitu sebagai kepala keluarga dan
sebagai pencari nafkah utama keluarga. Selain itu, jika seorang wanita belum menikah
namun dirinya menjadi tulang punggung keluarga karena orangtuanya telah meninggal
juga dapat dikategorikan ke dalam kategori Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE).

2.2.2 Kriteria Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Menurut Permensos No. 8 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan


Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan Sumber
Kesejahteraan Sosial, Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) mempunyai beberapa
kriteria sebagai berikut:

a. Perempuan berusia 18 (delapan belas) tahun sampai dengan 59 (lima puluh


sembilan) tahun;
b. Istri yang ditinggal suami tanpa kejelasan;
c. Menjadi pencari nafkah utama keluarga
d. Berpenghasilan kurang atau tidak mencakup untuk kebutuhan hidup layak

Berdasarkan indikator tersebut, dapat diketahui bahwa tanpa modal, tanpa


pendidikan, tanpa keterampilan, mereka akan sulit untuk memperbaiki kondisi
kehidupannya jika hanya dengan mengandalkan kekuatan sendiri. Dengan demikian,
makin jelas bahwa yang dinamakan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi adalah mereka
yang dilatarbelakangi oleh kehilangan suami, tidak mendapat kesempatan dalam
lapangan pekerjaan, beban dan tanggung jawab yang cukup berat untuk menghidupi
keluarga tanpa persiapan yang matang, serta tingkat pendidikan yang rendah dan
kurangnya keterampilan yang dimiliki.

2.2.3 Karakteristik Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

a. Pendidikan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)

Pendidikan, kemiskianan dan pertumbuhan ekonomi saling terkait satu sama


lain. Tingkat pendidikan yang rendah sering melekat pada penduduk yang kurang
beruntung perekonomiannya (miskin secara materi/ekonomi). Rendahnya pendidikan
yang dimiliki oleh penduduk miskin berimplikasi pada kurang pengetahuan dan
keterampilan yang memadai, sehingga menghambat mereka dalam memperoleh
pekerjaan yang layak. PRSE merupakan penduduk yang berada dibawah garis
kemiskinan yang merupakan dampak dari pendidikan yang rendah. Selain pendidikan
yang ditamatkan, karakterisktik lain juga sangat penting dalam pendidikan adalah
angka melek huruf atau angka buta huruf. Angka melek huruf adalah indikator
pendidikan paling dasar yang dapat memberikan gambaran tentang kemajuan suatu
bangsa, serta adanya pemerataan kesempatanuntuk memperoleh pendidikan. Semakin
besar angka melek huruf orang dewasa, berarti semakin banyak penduduk yang
mampu dan mengerti baca tulis yang akan berpengaruh terhadap penerimaan
informasi dan ilmu pengetahuan yang lebih banyak.

b. Kegiatan Ekonomi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE)

Pembangunan ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan, pembentukan, dan


pengembangan tenaga kerja berkualitas,produktif, efisien, dan berjiwa wiraswasta
sehingga mampu mengisi, menciptakan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat,
pembangunan bidang ketenagakerjaan utamanya ditujukan bagi penduduk muda yang
produktif, termasuk didalamnya perempuan rawan sosial ekonomi.

2.2.4 Masalah yang Dihadapi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Kondisi ekonomi yang tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya


sehari-hari menuntut perempuan rawan sosial ekonomi untuk menambah penghasilan
keluarganya. Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1996:35) bahwa masalah-
masalah yang dihadapi wanita rawan sosial ekonomi adalah:

a. Pengetahuan dan keterampilan mereka yang pada umumnya masih rendah.


b. Kesempatan kerja untuk wanita dalam proses produksi cenderung terbatas.
c. Masalah kondisi sosial lingkungan keluarga yang tidak mendukung.
d. Produktivitaas dan upah rendah.
e. Masalah sosial budaya khususnya pergeseran nilai-nilai yang ada dalam kehidupan
masyarakat.
f. Kemampuan dan pembinaan kesejahteraan keluarga belum memadai terutama
dalam pemenuhan gizi dan perawatan kesehatan.

Pernyataan di atas menunjukkan bahwa dengan berbagai permasalahan yang


dihadapi oleh perempuan rawan sosial ekonomi yang disebabkan oleh berbagai faktor
membuat mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Di sisi lain mereka
dituntut bekerja untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya sehari-hari. Dengan
berbagai masalah yang dihadapi oleh perempuan rawan sosial ekonomi dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya maka akan menimbulkan dampak yang negatif baik terhadap diri,
keluarga maupun lingkungan, seperti: timbulnya keterlantaran anak, baik dari segi
pendidikan, kesehatan, maupun pertumbuhan fisik dan mentalnya yang akan
mempengaruhi masa depannya.

2.2.5 Kebutuhan Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Suharto (2010) menjelaskan bahwa setiap manusia di dunia ini pasti memiliki
kebutuhan dalam hidup, tidak terkecuali bagi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
(PRSE). Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang diperlukan oleh
manusia untuk mempertahankan keseimbangan fisik maupun psikologis mereka sehingga
dapat menjalankan dan mempertahankan kehidupannya dengan baik. Selanjutnya
Suharto (2010) membagi kebutuhan menjadi 7 macam sebagai berikut:

a. Kebutuhan fisik. Kebutuhan yang mendasar dan universal yang harus dipenuhi
oleh setiap manusia, misalnya, makan, minum, pakaian, tidur, seks, dan
perawatan kesehatan.
b. Kebutuhan psikologis. Kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam kaitannya dengan
aspek kejiwaan atau psikis manusia. Misalnya kebutuhan harga diri, kasih
sayang, dihargai, dan menghargai, mengekspresikan pendapat dan kulturasi diri,
serta kebutuhan berprestasi.
c. Kebutuhan sosial. Kebutuhan manusia dalam kaitannya sebagai makhluk sosial.
Kebutuhan untuk berekelompok, bermasyarakat, berorganisasi, berelasi, dan
berinteraksi, berkawan dan bersahabat dengan orang lain, berpartisipasi,
berintegrasi dan kebutuhan pengakuan status sosial.
d. Kebutuhan spiritual. Kebutuhan rohani manusia dalam kaitannya dengan aspek-
aspek transdental di luar dirinya, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan Sang
Pencipta, kebutuhan untuk beragama dalam berbagai bentuk dan manifestasinya.
e. Kebutuhan ekonomi. Kebutuhan untuk memiliki pekerjaan dan memperoleh
penghasilan, kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan yang berupa uang atau
materi.
f. Kebutuhan pendidikan. Kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan, keahlian,
keterampilan, tertentu yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan
hidupnya.
g. Kebutuhan keadilan. Kebutuhan keturunan, keamanan, perlindungan dan
kesamaan dengan orang lain termasuk kebutuhan akan suasana demokratis dan
kesempatan yang sama dalam mencapai cita- cita.

2.2.6 Faktor Penyebab Munculnya Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Departemen Sosial Republik Indonesia (1996: 28) menyatakan bahwa faktor


penyebab munculnya masalah Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) adalah:

a. Faktor Internal. Faktor yang menyebabkan terjadinya suatu masalah yang berasal
dari dalam diri wanita tersebut adalah adanya keterbatasan-keterbatasan yang
dimiliki antara lain:
1) Keterbatasan fisik, yang disebabkan oleh kekurangmampuan fisik untuk
melakukan kegiatan serta tingkat intelegensi yang rata- rata masih di bawah
kaum pria.
2) Masih adanya rasa kurang percaya diri, apatis, dan rendah diri serta aspirasi
material yang tinggi.
3) Aspek sosial budaya, seperti lingkungan dan masyarakat yang kurang
mendukung terhadap kegiatan perempuan di daerahnya karena sistem nilai
yang berlaku.
b. Faktor Eksternal. Faktor yang merupakan penyebab timbulnya masalah yang
berasal dari luar diri mereka, kurangnya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan
serta distribusi pendapatan yang kurang merata. Hal ini lebih disebabkan karena
nilai mesin lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan apabila
perempuan tersebut tidak mempunyai keterampilan khusus yang diandalkan.
Kondisi seperti ini dapat menyebabkan semakin terlihat adanya jurang pemisah
antara keadaan masyarakat ekonomi tinggi dengan masyarakat ekonomi rendah/
lemah.
2.2.7 Dampak Munculnya Perempuan Rawan Sosial Ekonomi

Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1996: 15), dampak dari masalah
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) adalah:

a. Jumlah populasi perempuan rawan sosial ekonomi dari tahun ke tahun semakin
meningkat
b. Meningkatnya arus urbanisasi yang dapat menghambat pembangunan di desa
c. Timbul ketelantaran anak dalam keluarga akibat kondisi ekonomi yang rendah
dapat menghambat kelancaran pendidikan anak dan mempengaruhi masa
depannya
d. Pada akhirnya akan muncul praktek- praktek wanita tuna susila untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidupnya.

Dari keempat dampak yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bukan hanya satu
dampak yang akan diakibatkan dari masalah PRSE ini melainkan lebih dari satu, maka
dari itu perlu diberikan perhatian yang lebih terhadap masalah ini, tujuannya agar
mencegah munculnya dampak dari masalah PRSE ini, apalagi jika lebih diperhatikan
dampak dari masalah ini dapat menyebabkan runtuhnya ketahanan bangsa khususnya
generasi penerus bangsa.

III. PROFIL DESA

IV. SUMBER DAN POTENSI

V. RENCANA INTERVENSI

Proses rencana intervensi:

Pekerja sosial mulai mengimplementasi program dengan melakukan pendekatan awal kepada
warga di Kelurahan Rejowinangun Selatan dan membangun kepercayaan. Pekerja sosial juga
berdiskusi dengan pemerintah kelurahan juga untuk mengenalkan bahwa kita bisa bersinergi dalam
rangka mencapai kesejahteraan masyarakat di Kelurahan Rejowinangun Selatan. Disini pekerja sosial
pada awalnya bisa bertemu dengan pemerintah kelurahan terlebih dahulu untuk menyampaikan
maksud dan tujuan, memperkenalkan diri, membicarakan serta menggali terkait permasalahan yang
ada di Kelurahan Rejowinangun Selatan untuk kemudian disampaikan kepada warga yang
bersangkutan. Pekerja sosial juga mencari informasi mengenai sumber-sumber yang ada dalam
masyarakat, melihat potensi yang dimiliki oleh masyarakat, tingkat pendidikan dan sikap masyarakat,
mengetahui bagaimana kebudayaan yang ada untuk kemudian mengajak masyarakat bersama-sama
memahami permasalahan yang ada untuk bisa diasesmen dan diketahui masalah-masalah yang
dialami secara kompleks, digali aspirasi dari tiap-tiap orang, semua warga yang bersangkutan diajak
berpartisipasi aktif untuk bisa menyampaikan harapan-harapan sesuai kebutuhan yang ingin dicapai
untuk dianalisis. Pekerja sosial melakukan observasi dan survey terkait bagaimana keadaan
perekonomian di Kelurahan Rejowinangun Selatan tersebut. Dalam survey ini, kami juga melakukan
diskusi bagaimana seharusnya permasalahan dapat terselesaikan sehingga dapat mencapai tujuan yang
telah direncanakan.

Dari hasil pertemuan dengan pemerintah kelurahan dan wawancara di lapangan akhirnya
ditemukan bahwa masih banyak Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) yang terbelenggu dengan
permasalahan ekonomi keluarganya, apalagi mereka tidak memiliki keberanian dan kemampuan
untuk melakukan perubahan. Kemudian kami juga menemukan bahwa di Kelurahan Rejowinangun
Selatan memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu menangani permasalahan PRSE
tersebut yaitu adalah masalah limbah rumah tangga dari masyarakat di Kelurahan Rejowinangun
Selatan masih belum mendapat penyelesaian yang efektif. Melalui hal tersebut, pekerja sosial
berencana untuk membuat suatu program dimana kedua permasalahan ini dapat terselesaikan dengan
satu konsep yang sama, yaitu masyarakat Kelurahan Rejowinangun Selatan khususnya Perempuan
Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) sebagai penghasil limbah dapat menjual limbah tersebut kepada
stakeholder dalam hal ini dijual kepada pihak Guwosari Training Center (GSTC) dan keuntungannya
dapat digunakan untuk perbaikan ekonomi PRSE itu sendiri. Selain itu, PRSE disini juga mendapat
pelatihan dan pemberdayaan terkait limbah yang dihasilkan tersebut untuk dapat di daur ulang
menjadi eco enzim, pelatihan pengemasan dan pemasaran eco-enzim tersebut, dan pelatihan tentang
pengelolaan keuangan, dimana ketika semua produknya berhasil terjual, PRSE diharapkan dapat
memutarkan uang yang didapat dengan tepat.

Tahapan rencana intervensi ini dimulai dengan pemaparan kembali hasil asesmen yang telah
dilakukan untuk mengetahui masalah dan kebutuhan PRSE. Selanjutnya pekerja sosial bersama
dengan Tim Kerja Masyarakat yang telah dibentuk berdiskusi dengan menyusun rencana kegiatan
yang nantinya akan membantu PRSE untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya.

Tahap perencanaan ini menggunakan teknologi perencanaan komunitas Technology of


Partisipatory (ToP). Teknologi ini digunakan untuk mengundang partisipasi kelompok sasaran yaitu
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) secara optimal untuk merumuskan tujuan, merencanakan
kegiatan dan mempersiapkan Tim Kerja Masyarakat (TKM) yang akan berfungsi penuh sebagai
penggerak utama atas semua kegiatan di masyarakat dengan langkah-langkah pelaksanaan sebagai
berikut:
1. Menentukan Nama Program. Praktikan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk
bersama-sama merumuskan nama program yang akan dilaksanakan untuk menangani
permasalahan PRSE.
2. Menentukan Tujuan. Tujuan kegiatan harus disusun secara terstruktur dan terukur sehingga
dapat dicapai dengan menggunakan sistem sumber dan potensi yang tersedia. Dalam
perumusan tujuan kegiatan tersebut, dibagi menjadi dua tujuan yaitu tujuan umum dan
khusus.
3. Menentukan Bentuk Kegiatan. Rincian kegiatan ini perlu dirumuskan agar peserta memiliki
acuan dalam menjalankan rencana kerja. Rincian kegiatan yang disusun sifatnya masih dapat
berubah, sangat bergantung kepada situasi dan kondisi yang dihadapi.
4. Menentukan Sistem Partisipan dan Perannya. Sistem partisipan penting untuk dicatat untuk
tujuan konseptual dalam membantu memahami siapa yang harus terlibat. Sistem yang perlu
dipertimbangkan meliputi sistem pelaku perubahan, sistem klien, sistem pengawasan, dan
sistem tindakan. Setiap sistem partisipan memiliki peran yang berbeda-beda. Sistem pelaku
perubahan berperan memberikan bantuan atas dasar keahlian dimiliki untuk mengadakan
perubahan berencana. Sistem kelayan berperan sebagai penerima pelayanan dari pelaksana
perubahan. Sistem pengawasan berperan mengawasi dan bertanggung jawab atas jalannya
kegiatan. Sistem tindakan berperan melaksanakan dan mengelola kegiatan yang akan
dilaksanakan.
5. Menentukan Jadwal Kegiatan. Pertemuan ini praktikan bersama masyarakat juga menyusun
agenda atau jadwal kegiatan untuk persiapan intervensi bersama Tim Kerja Masyarakat
(TKM) hingga tahap akhir dalam proses praktikum.
6. Menyusun Kebutuhan dan Rencana Anggaran. Tim Kerja Masyarakat (TKM) menyusun
rincian dan meminimalisir dana, TKM berdiskusi untuk mencari alternatif pemenuhannya.
7. Menentukan Tim Kerja Masyarakat (TKM). Pelaksana program dan kegiatan merupakan
masyarakat yang tergabung di dalam TKM itu sendiri. TKM terdiri dari warga masyarakat
yang hadir dalam pertemuan. Pembentukan TKM didiskusikan bersama agar diperoleh TKM
yang bertanggung jawab dalam pencapaian tujuan kegiatan.
8. Membangun Komitmen Bersama (Janji Hati). Semua peserta dan panitia pelaksana kegiatan
atau pihak-pihak yang terkait diminta untuk menyatakan komitmennya secara bersama yang
dituangkan dalam lembar kesepakatan, kemudian ditandatangani oleh seluruh anggota TKM,
dan pihak lain yang berkaitan dalam mensukseskan kegiatan.

Hasil rencana intervensi:

Pelaksanaan teknik ToP mendapatkan hasil rancangan intervensi yang akan dilaksanakan oleh
interest group dan target group dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
1. Nama Program.

Nama program dari intervensi yang akan dilakukan adalah Wirausaha Partisipatif
Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya).

2. Tujuan Program

Tujuan umum pelaksanaan Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera,


Terampil, dan Berdaya) adalah untuk menyejahterakan, memperbaiki kondisi ekonomi, dan
meningkatkan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar Perempuan Rawan Sosial
Ekonomi (PRSE) yang ada di RT 01 Kelurahan Rejowinangun Selatan. Sementara tujuan
program intervensi ini secara khusus mencakup:

a. Menambah pemasukan bagi kelompok sasaran.


b. Menumbuhkan jiwa kewirausahaan kelompok sasaran.
c. Memiliki keahlian dalam pengolahan limbah.
d. Meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai pemasaran dan jaringan untuk
pemasaran.
e. Meningkatkan produktifitas dan kepercayaan diri kelompok sasaran.

3. Rincian Kegiatan

Bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah Pelatihan Pemilihan Limbah Organik
dan Non Organik, Penjualan Limbah Non Organik, Pengolahan Limbah Organik Menjadi
Eco-enzim, Pelatihan Pengemasan Produk dan Pemasaran serta diadakan juga Pelatihan
Pengelolaan Keuangan agar PRSE paham mengenai perputaran penghasilan yang didapatkan.
Hal tersebut dilaksanakan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan PRSE sehingga
dapat membuat suatu usaha yang dapat menambah penghasilan PRSE dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pemberian materi dan keterampilan dilaksanakan selama 5 kali
pertemuan. Selain itu, pelatihan tentang pengemasan produk dan pemasaran juga dilakukan
agar PRSE memahami bagaimana supaya produk yang sudah dibuat memiliki daya tarik bagi
konsumen sehingga dapat dipasarkan dengan luas serta dapat mengikuti perkembangan dunia
pasar.

4. Sistem Partisipan dan Peranannya

Sistem Partisipan dalam pelaksanaan program “Wirausaha Partisipatif Perempuan


SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)” dapat dilihat dalam tabel berikut:

Tabel 5.1 Sistem Partisipan Program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA


(Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)
Sistem
No. Peran
Partisipan
1. Sistem Pelaku Sistem pelaku perubahan berperan sebagai suatu pusat yang
Perubahan mengatur masalah serta bertanggung jawab sebagai koordinator
(Pekerja dalam pelaksana program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA
Sosial) (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya). Dalam hal ini pekerja sosial
sebagai inisiator program juga memiliki peran menjadi:
a. Fasilitator. Pekerja sosial memberikan berbagai informasi,
membantu kelompok sasaran dalam memberikan arahan,
petunjuk, pertimbangan-pertimbangan yang ke depannya akan
diambil dan menjembatani agar kelompok sasaran dapat
mencapai apa yang diharapkan.
b. Broker. Pekerja sosial menghubungkan kelompok sasaran
dengan sumber-sumber yang mereka miliki, seperti
menghubungkan dengan dinas-dinas atau komunitas yang dapat
membantu mereka yang memang berkaitan dengan misi sosial
yang akan dicapai bersama. Kemudian juga menjalin kerja sama
dengan stakeholders, bersama-sama membuat rancangan.
c. Edukator. Pekerja sosial memberikan dampingan penguatan.
Pekerja sosial juga ikut membantu memberikan pelatihan terkait
kegiatan yang akan dilaksanakan dan meningkatkan
kepercayaan diri serta kemampuan sasaran.
2. Sistem Sistem klien berperan menjadi penerima manfaat atau peserta dari
Klien/Sasaran program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera,
(PRSE di Terampil, dan Berdaya) yang akan dilaksanakan.
Kelurahan
Rejowinangun
Selatan)
3. Sistem Sistem pengawasan berperan sebagai pengawas yang menyetujui
Pengawasan dan mengatur implementasi program Wirausaha Partisipatif
(Pemerintah Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya).
Kelurahan dan
Stakeholders
Terkait)
4. Sistem Sistem pelaksana akan bersinergi dalam memberikan fasilitas atau
Pelaksana (Tim melakukan kegiatan untuk membantu mengimplementasi program
Kerja Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan
Masyarakat) Berdaya).

5. Metode dan Teknik

Metode yang digunakan dalam Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera,


Terampil, dan Berdaya) bagi PRSE di RT 01 adalah metode CO/CD (Community
Oganization/Community Development). CO/CD merupakan praktik makro yang dirancang
untuk menghasilkan perubahan terencana dalam organisasi dan masyarakat. Metode CO/CD
ini akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mampu menyusun rencananya
sendiri secara partisipatif dan menemukan sumber-sumber yang terkait dengan kebutuhan
yang mereka perlukan. Kegiatan Wirausaha partisipatif merupakan salah satu gambaran
penggunaan metode tersebut. CO/CD memungkinkan dilakukannya peningkatan pengetahuan
dan pemahaman masyarakat mengenai arti penting ekonomi produktif. Hal tersebut agar
mereka mampu mengidentifikasi masalah dan kebutuhan mereka sendiri serta menggali
potensi dan sumber yang ada disekitar mereka agar dapat memecahkan masalahnya sendiri,
meningkatkan kemandiriannya dan tidak bergantung pada bantuan sosial dan secara tidak
langsung dapat membantu pemerintah mengurangi permasalahan PRSE melalui kegiatan
kewirausahaan sosial di Kelurahan Rejowinangun Selatan. Teknik-teknik yang digunakan
dalam kaitannya dengan penggunaan metode CO/CD adalah:

a. Kolaborasi

Teknik kolaborasi digunakan dengan melakukan serta membangun kerjasama,


relasi dan kesepakatan dengan stakeholders yang sekiranya dapat membantu
pengimplementasian program. Stakeholders dalam hal ini adalah pihak Guwosari
Training Center (GSTC), dinas terkait, LSM dan pemberi dana lainnya. Hal ini dapat
dilaksanakan apabila sasaran telah setuju atau menyepakati kegiatan tersebut yang
bertujuan untuk melakukan perubahan dan adanya dukungan sistem sumber dalam hal
ini sistem sumber kemasyarakatan yaitu masyarakat sekitar dan Tim Kerja Masyarakat
yang telah dibentuk. Taktik yang digunakan adalah implementasi dan membangun
kapasitas, dimana taktik implementasi digunakan ketika semua sistem partisipan
bekerja sama secara kooperatif. Semua pihak bekerja sama dengan kesepakatan akan
terwujudnya perubahan yang diinginkan serta adanya dukungan terkait alokasi dana
yang dibutuhkan. Sedangkan taktik membangun kapasitas (capacity building)
digunakan untuk membangun partisipasi yang mengacu pada aktivitas pelibatan
penerima manfaat secara penuh dalam upaya mencapai perubahan yang lebih baik.
b. Kampanye

Kampanye yang dilakukan untuk memberikan informasi secara luas kepada


seluruh sistem partisipan tentang perlunya kegiatan dalam rangka memecahkan
permasalahan PRSE agar terwujud peningkatan kualitas hidup warga masyarakat di
Kelurahan Kelurahan. Teknik kampanye dilakukan melalui taktik edukasi. Taktik
edukasi dilakukan untuk memberikan dan menyajikan berbagai persepsi, sikap, opini,
data dan informasi mengenai perubahan yang diinginkan, dengan tujuan meyakinkan
sistem sasaran mengubah cara berpikir atau bertindaknya, yang selama ini dianggap
kurang sejalan dengan perubahan yang diperlukan. yang benar tentang perubahan yang
akan dilaksanakan kepada sistem sasaran.

6. Langkah-Langkah Kegiatan Intervensi

Langkah-langkah kegiatan pelaksanaan program Wirausaha Partisipatif Perempuan


SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya) adalah sebagai berikut:

a. Mengadakan kontak awal.

Sebagai langkah awal pelaksanaan kegiatan adalah mengontak pihak-pihak yang


berkaitan dengan pelaksanaan program Wirausaha Partisipatif.

1. Pemerintah Kelurahan Rejowinangun Selatan. Tujuan menghubungi pemerintah


Kelurahan Rejowinangun Selatan, untuk mendapatkan informasi mengenai
pelaksanaan kegiatan Wirausaha Partisipatif seperti perizinan, pihak-pihak yang
diundang dan pihak pemateri.
2. Tokoh Masyarakat. Menghubungi tokoh masyarakat bertujuan untuk
memberikan pengaruh positif terhadap sasaran kegiatan. Tokoh masyarakat
meliputi: pemuka agama, tokoh pemuda dan pemuka masyarakat.
3. Pihak Guwosari Training Center. Bertujuan untuk menjalin kerjasama terkait
pengolahan limbah organik menjadi eco-enzim.
4. Pihak NGO, LSM, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Pemerintah
Kota Magelang dan Dinas Terkait. Bertujuan untuk mengajukan inovasi serta
mendapaykan timbal balik berupa sokongan dana untuk mengimplementasikan
program.

b. Pembentukan panitia pelaksana kegiatan.

Panitia dibentuk dengan tujuan agar pelaksanaan kegiatan berjalan dengan lancar
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga harus dilaksanakan secara
partisipatif. Susunan panitia yang diperlukan dalam kegiatan ini terdiri dari gabungan
berbagai elemen yang terkait diantaranya pemerintah daerah, masyarakat, dan
kelurahan. Beberapa langkah yang dilaksanakan dalam pembentukan Tim Kerja
Masyarakat adalah sebagai berikut:

1. Disepakati dahulu tentang rincian kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan


kegiatan Wirausaha Partisipatif. Rincian kegiatan tersebut adalah
pengadministrasian, beberapa pelatihan yaitu: Pelatihan Pemilihan Limbah
Organik dan Non Organik; Penjualan Limbah Non Organik; Pengolahan Limbah
Organik Menjadi Eco-enzim; dan Pelatihan Pengemasan Produk dan Pemasaran
serta Pelatihan Pengelolaan Keuangan.
2. Peserta pertemuan diharapkan memilih salah satu rincian kegiatan tersebut
berdasarkan minat, kemampuan dan pengetahuannya sehingga diharapkan TKM
yang dibentuk akan bekerja dengan optimal.
3. Masing-masing tim (berdasar rincian kegiatan yang dipilih) menyusun uraian
tugas disertai dengan anggaran yang diperlukan sesuai kebutuhan tim tersebut.
4. Pembentukan TKM berdasarkan potensi peserta (pekerja sosial, PRSE, tokoh
masyarakat, staff Kelurahan Rejowinangun Selatan) dan rincian kegiatan yang
disepakati. Dilanjutkan pemilihan ketua yang dilakukan secara musyawarah.
5. Kepengurusan dan tugas pokok dari anggota TKM adalah:
a) Pengawas kegiatan ini adalah Kades Kelurahan Rejowinangun Selatan dan
para stakeholder yang bertugas melakukan monitoring, menerima laporan
terkait perkembangan program dan memberikan saran kepada ketua yaitu
pekerja sosial.
b) Ketua bertugas memimpin pelaksanaan kegiatan dan mengendalikan
seluruh kegiatan, bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan serta
mengadakan koordinasi dengan pihak terkait.
c) Sekretaris bertugas menyusun rencana kegiatan bersama ketua dan
membuat laporan pelaksanaan kegiatan.
d) Bendahara bertugas mengelola administrasi keuangan, menghimpun dan
menyalurkan dana untuk kepentingan kegiatan.
e) Seksi humas yang bertugas mengkomunikasikan kegiatan kepada peserta
dan pihak-pihak terkait.
f) Seksi pdd yang bertugas mmepublikasikan, mendokumentasikan seluruh
kegiatan yang berlangsung dan mendekorasi tempat pelaksanaan program.
g) Seksi acara yang bertugas menyusun dan mengatur jadwal kegiatan agar
berjalan dengan lancar.
h) Seksi perlengkapan yang bertugas menyediakan segala sarana yang
dibutuhkan selama kegiatan berlangsung.
i) Seksi konsumsi yang bertugas menyediakan konsumsi sesuai dengan
kebutuhan.
6. Membuat komitmen atau janji hati untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang
berguna sebagai monitoring terhadap proses pelaksanaan kegiatan.

c. Monitoring dan evaluasi

Monitoring dan evaluasi dilakukan setiap hari selama kegiatan berlangsung


mencakup monitoring dan evaluasi terhadap kinerja Tim Kerja Masyarakat dan kualitas
pelaksanaan program, setiap langkah-langkah yang diambil atas keputusan bersama dan
hasil kemajuan program. Evaluasi sebagai proses pengawasan terhadap program
pemberdayaan masyarakat yang sedang berjalan sebaiknya dilakukan dengan
melibatkan para stakeholders (pemberi dana, pengawas dan pelaksana). Dengan
keterlibatan tersebut diharapkan dalam jangka waktu pendek bisa terbentuk suatu
sistem komunitas untuk pengawasan secara internal dan untuk jangka panjang dapat
membangun usaha pada tiap PRSE agar lebih mandiri, kreatif dan inovatif dengan
memanfaatkan sumber daya yang ada.

8. Jadwal Kegiatan Program

Program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)


dilaksanakan melalui berbagai kegiatan. Jadwal kegiatan yang akan dilaksanakan yaitu:

Tabel 5.2 Jadwal Kegiatan Program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA


(Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)

No. Nama Kegiatan Waktu Penanggung Jawab

Pengenalan serta Penjalinan


hubungan kerjasama antara Tim Kerja
1. 15 April 2022
Kelompok Sasaran dan Tim Kerja Masyarakat (TSM)
Masyarakat dengan Stakeholders
Pelatihan Pemilihan Limbah Tim Kerja
2. 17 April 2022
Organik dan Non Organik Masyarakat (TSM)
Pelatihan Cara Penjualan Limbah Tim Kerja
3. 18 April 2022
Non Organik Masyarakat (TSM)
4. Pelatihan Pengolahan Limbah 23 April 2022 Pihak Guwosari
Training Center
Organik Menjadi Eco-enzim
(GSTC)

Pelatihan Pengemasan dan


Tim Kerja
5. Pemasaran Produk Limbah Organik 24 April 2022
Masyarakat (TSM)
setelah Menjadi Eco-enzim

Tim Kerja
6. Pelatihan Pengelolaan Keuangan 30 April 2022
Masyarakat (TSM)

9. Peralatan dan Bahan

Peralatan dan bahan yang diperlukan dalam melaksanakan program “Wirausaha


Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)” terdiri dari:

a. Proyektor
b. Laptop
c. Alat Tulis
d. Whiteboard/Papan Tulis
e. Tempat Sampah
f. Kemasan Produk
g. Timbangan
h. Wadah tertutup yang terbuat dari plastic
i. Baskom
j. Pisau
k. Limbah Organik
l. Limbah Non Organik
m. Air

10. Rencana Anggaraan Biaya Program

Sumber dana dalam program “Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA (Sejahtera,


Terampil, dan Berdaya)” berasal dari NGO, LSM, Pemerintah Kota Magelang, Dinas-dinas
terkait dan Dana Hibah dari Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK).
Rencana anggaran biayanya adalah sebagai berikut.

Tabel 5.3 Rencana Anggaran Biaya Program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA
(Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)
No. Uraian Volume Harga Satuan Jumlah
SEKRETARIS
1. a. Laporan-laporan 9 Kali Rp 20.000,00 Rp 180.000,00
b. Surat-surat 6 Kali Rp 28.000,00 Rp 168.000,00
c. Proposal 5 Kali Rp 50.000,00 Rp 250.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Sekretaris Rp 598.000,00
SEKSI ACARA
2. a. Print Term of 1 Kali Rp 11.000,00 Rp 11.000,00
Reference
b. Print Surat 28 Lembar Rp 28.000,00 Rp 28.000,00
Undangan
c. Photocopy 10 Lembar Rp 500,00 Rp 5.000,00
Undangan
d. Pemateri 1 Orang Rp 300.000,00 Rp 300.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi Acara Rp 344.000,00
SEKSI PUBLIKASI DEKORASI DOKUMENTASI (PDD)
3. a. Sewa Camera 1 Buah Rp 130.000,00 Rp 130.000,00
b. Standing Banner 1 Buah Rp 80.000,00 Rp 80.000,00
c. Sertifikat Pemateri 1 Buah Rp 10.000,00 Rp 10.000,00
d. Pita Kain Satin 2 Gulung Rp 6.500,00 Rp 13.000,00
e. Amplop 18 Biji Rp 350,00 Rp 6.300,00
f. Stiker Kegiatan 1 Lembar Rp 6.000,00 Rp 6.000,00
h. Cetak Logo Desain 1 Lembar Rp 45.000,00 Rp 45.000,00
Produk UMKM
i. Vandel 1 Buah Rp 57.000,00 Rp 57.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi PDD Rp 347.300,00
SEKSI KONSUMSI DAN PERLENGKAPAN
4. a. Nasi Kotak 30 Kotak Rp 15.000,00 Rp 450.000,00
b. Snack Kecil 310 Buah Rp 1.000,00 Rp 310.000,00
c. Snack Sedang 52 Buah Rp 1.500,00 Rp 78.000,00
d. Snack Besar 30 Buah Rp 2.000,00 Rp 60.000,00
e. Air Mineral Botol 1 Kardus Rp 44.000,00 Rp 44.000,00
f. Air Mineral Gelas 2 Kardus Rp 30.000,00 Rp 60.000,00
g. Konsumsi Panitia 20 Kotak Rp 5.000,00 Rp 100.000,00
h. Banner 2 Buah Rp 83.000,00 Rp 166.000,00
i. Handsanitizer 1 Botol Rp 24.000,00 Rp 24.000,00
j. Nampan Mika 10 Buah Rp 3.000,00 Rp 30.000,00
k. Kemasan Produk 40 Buah Rp 2.500,00 Rp 100.000,00
l. Proyektor 1 Buah Rp 4.000,00 Rp 40.000,00
m Papan Tulis 1 Buah Rp 15.000,00 Rp 15.000,00
n. Kresek 1 Buah Rp 2.500,00 Rp 2.500,00
o. Tempat Sampah 2 Buah Rp 17.500,00 Rp 35.000,00
p. Pisau 1 Buah Rp 8.500,00 Rp 8.500,00
q. Alat Tulis 3 Buah Rp 6.000,00 Rp 18.000,00
r. Tissue 3 Biji Rp 8.000,00 Rp 24.000,00
s. Timbangan 1 Buah Rp 57.000,00 Rp 57.000,00
t. Baskom 1 Buah Rp 45.000,00 Rp 45.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi Konsumsi dan Perlengkapan Rp 1.649.000,00
SEKSI HUMAS
5. a. Transportasi 8 Kali Rp 50.000,00 Rp 400.000,00
b. Honor Narasumber 8 Orang Rp 300.000,00 Rp 2.400.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi Humas Rp 2.800.000,00
TOTAL RENCANA PENGELUARAN Rp 5.738.300,00

Anda mungkin juga menyukai