Tim Penyusun
KELOMPOK 9 (SEMBILAN)
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV PEKERJAAN SOSIAL
POLITEKNIK KESEJAHTERAAN SOSIAL
BANDUNG
2022
I. LATAR BELAKANG
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) merupakan salah satu permasalahan akibat adanya
kemiskinan. Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) ini bisa disebabkan karena ditinggal oleh
suaminya dan mereka tidak mempunyai pekerjaan yang penghasilannya dapat mencukupi
kehidupannya sehari-hari. Jumlah tanggungan yang banyak juga menjadi masalah yang dialami oleh
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE). Kebanyakan PRSE yang ada di Kelurahan Rejowinangun
Selatan bekerja sebagai buruh harian lepas, tetapi ada juga yang hanya berharap dari pendapatan
anaknya.
Sebagian besar PRSE yang ada di Kelurahan Rejowinangun Selatan berstatus janda, baik
karena suaminya yang telah meninggal dunia, maupun telah bercerai dan ada juga yang berstatus
menikah namun suaminya tidak memberikan kejelasan dalam memberikan nafkah bagi keluarganya.
Rata-rata perempuan rawan sosial ekonomi di Kelurahan Rejowinangun Selatan berpendidikan
terakhir yaitu tingkat SD dan SMP, meskipun ada sebagian kecil perempuan rawan sosial ekonomi
yang pendidikan terakhirnya adalah SMA.
Masalah yang dihadapi PRSE diantaranya kurang percaya diri, pengetahuan dan keterampilan
mereka yang pada umumnya masih rendah, kesempatan kerja untuk wanita dalam proses produksi
cenderung terbatas, masalah kondisi sosial lingkungan keluarga yang tidak mendukung,
produktivitaas dan upah rendah, masalah sosial budaya khususnya pergeseran nilai-nilai yang ada
dalam kehidupan masyarakat. Untuk memenuhi kehidupannya, PRSE di Kelurahan Rejowinangun
Selatan ada bekerja sebagai buruh harian lepas atau asisten rumah tangga. Pekerjaan ini dilakukan
seperti membersihkan rumah, mencuci pakaian, menyetrika baju dan lain-lain. Selain itu, ada
beberapa perempuan rawan sosial ekonomi yang bekerja sebagai wiraswasta yang menyambung hidup
dengan berjualan makanan.
Banyaknya PRSE di Indonesia memerlukan solusi yang tepat, khususnya bagi para PRSE yang
kondisinya sangat memprihatinkan dan tidak mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Kebanyakan
dari mereka mendapatkan stigma negatif dari lingkungan sosialnya. Dengan melihat permasalahan
yang dihadapi PRSE tersebut, mereka sangat membutuhkan perhatian yang lebih. Dalam hal ini,
ketika struktur sosial, ekonomi, keluarga, dan masyarakat sebagai sistem sumber yang dimiliki PRSE
tidak berfungsi dengan semestinya, maka kemandirian yang harus dijadikan sebagai tonggak utama.
Hal ini dimaksudkan agar mereka mampu kembali pada kehidupan yang lebih baik dengan usaha dan
potensi yang dimilikinya. Upaya untuk mengatasi masalah tersebut salah satunya adalah
pemberdayaan kelompok PRSE dan bekerja sama dengan stakeholders terkait. Kegiatan wirausaha
sosial menjadi salah satu alternatif dalam pemberdayaan PRSE yang mana disini PRSE dapat
berperan menjadi pelaku usaha maupun penerima manfaatnya. Melalui hal ini, sekaligus dapat
meningkatkan dan mengembangkan potensi yang dimiliki PRSE tersebut.
II. TINJAUAN TEORITIS
a. Gregory Dees
Hal ini tentu saja membuat cara menjalankan maupun cara mengelola
sebuah entitas kewirausahaan sosial berbeda dengan cara mengelola
kewirausahaan bisnis. Meskipun harus diakui akan banyak irisan diantara
keduanya. Menurut Dees, cara terbaik mengukur kesuksesan kewirausahaan sosial
adalah bukan dengan menghitung jumlah profit yang dihasilkan, melainkan pada
tingkat dimana mereka telah menghasilkan nilai-nilai sosial (social value).
b. Paul C. Light
1. Wirausaha
2. Ide/gagasan
3. Peluang
4. Organisasi
Organisasi adalah aspek keempat dari social entrepreneurship.
Aktivitas social entrepreneurship diyakini dapat bervariasi dari mulai
gerakan individu sampai ke sebuah gerakan masif.
a. Social Value. Ini merupakan elemen paling khas dari social entrepreneurship
yakni menciptakan manfaat sosial yang nyata bagi masyarakat dan lingkungan
sekitar.
b. Civil Society. Social entrepreneurship pada umumnya berasal dari inisiatif dan
partisipasi masyarakat sipil dengan mengoptimalkan modal sosial yang ada di
masyarakat.
c. Innovation. Social entrepreneurship memecahkan masalah sosial dengan cara-cara
inovatif antara lain dengan memadukan kearifan lokal dan inovasi sosial.
d. Economic Activity. Social entrepreneurship yang berhasil pada umumnya dengan
menyeimbangkan antara antara aktivitas sosial dan aktivitas bisnis. Aktivitas
bisnis/ekonomi dikembangkan untuk menjamin kemandirian dan keberlanjutan
misi sosial organisasi
Membangun social enterprise atau kewirausahaan sosial kini kian menjadi tren di
tengah masyarakat yang ada di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Para pendiri dan
pekerja wirausaha sosial ini memiliki peran yang sangat substansial bagi perbaikan
berbagai isu sosial yang sedang dihadapi di era sekarang. Dengan memanfaatkan
teknologi dan inovasi terbaru, para wirausahawan inspiratif ini selalu berusaha untuk
menciptakan dampak yang akan meningkatkan kualitas kehidupan di sekitar mereka. Di
dunia kewirausahaan sosial, mengejar uang bukanlah motivasi yang utama. Menjadi agen
perubahan untuk dunia adalah hal yang terpenting bagi mereka.
Pada dasarnya, kewirausahaan sosial adalah suatu bisnis yang dibangun dengan
tujuan mengatasi masalah-masalah yang ada di suatu kelompok masyarakat, sepertu
masalah ekonomi, kesehatan masyarakat, pendidikan, lingkungan, sanitasi dan lain
sebagainya. Dengan terus berinovasi dan bereksperimen menggunakan teknologi terkini,
perusahaan-perusahaan sosial terus berupaya untuk mengisi celah-celah kesenjangan
yang terdapat dalam kehidupan di sekitar mereka. Tak hanya itu, bisnis yang dijalankan
untuk kebaikan komunitas akan meningkatkan keyakinan terhadap suatu identitas lokal,
dan membantu mengembangkan kepercayaan diri masyarakat lokal akan kemampuan
mereka untuk mandiri secara finansial.
Faktor yang berpotensi mendorong berkembangnya kewirausahaan sosial dari sisi
supply antara lain adalah:
Satu hal yang dapat diungkapkan adalah bahwa kewirausahaan sosial (social
entrepreneurship) identik dengan usaha-usaha peningkatan nilai kemanusiaan manusia.
Hal tersebut biasanya dimulai dengan identifikasi peluang-peluang yang dapat
dikerjakan. Tentu saja, untuk dapat memulainya diperlukan sebuah inspirasi yang besar
dan kuat, serta didukung oleh kreativitas dan keberanian untuk bertindak. Sehingga pada
akhirnya kegiatan ini dapat benar-benar bermanfaat sosial.
Suharto (2010) menjelaskan bahwa setiap manusia di dunia ini pasti memiliki
kebutuhan dalam hidup, tidak terkecuali bagi Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
(PRSE). Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang diperlukan oleh
manusia untuk mempertahankan keseimbangan fisik maupun psikologis mereka sehingga
dapat menjalankan dan mempertahankan kehidupannya dengan baik. Selanjutnya
Suharto (2010) membagi kebutuhan menjadi 7 macam sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisik. Kebutuhan yang mendasar dan universal yang harus dipenuhi
oleh setiap manusia, misalnya, makan, minum, pakaian, tidur, seks, dan
perawatan kesehatan.
b. Kebutuhan psikologis. Kebutuhan yang perlu dipenuhi dalam kaitannya dengan
aspek kejiwaan atau psikis manusia. Misalnya kebutuhan harga diri, kasih
sayang, dihargai, dan menghargai, mengekspresikan pendapat dan kulturasi diri,
serta kebutuhan berprestasi.
c. Kebutuhan sosial. Kebutuhan manusia dalam kaitannya sebagai makhluk sosial.
Kebutuhan untuk berekelompok, bermasyarakat, berorganisasi, berelasi, dan
berinteraksi, berkawan dan bersahabat dengan orang lain, berpartisipasi,
berintegrasi dan kebutuhan pengakuan status sosial.
d. Kebutuhan spiritual. Kebutuhan rohani manusia dalam kaitannya dengan aspek-
aspek transdental di luar dirinya, kebutuhan untuk berkomunikasi dengan Sang
Pencipta, kebutuhan untuk beragama dalam berbagai bentuk dan manifestasinya.
e. Kebutuhan ekonomi. Kebutuhan untuk memiliki pekerjaan dan memperoleh
penghasilan, kebutuhan untuk mendapatkan penghargaan yang berupa uang atau
materi.
f. Kebutuhan pendidikan. Kebutuhan untuk memperoleh pengetahuan, keahlian,
keterampilan, tertentu yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan
hidupnya.
g. Kebutuhan keadilan. Kebutuhan keturunan, keamanan, perlindungan dan
kesamaan dengan orang lain termasuk kebutuhan akan suasana demokratis dan
kesempatan yang sama dalam mencapai cita- cita.
a. Faktor Internal. Faktor yang menyebabkan terjadinya suatu masalah yang berasal
dari dalam diri wanita tersebut adalah adanya keterbatasan-keterbatasan yang
dimiliki antara lain:
1) Keterbatasan fisik, yang disebabkan oleh kekurangmampuan fisik untuk
melakukan kegiatan serta tingkat intelegensi yang rata- rata masih di bawah
kaum pria.
2) Masih adanya rasa kurang percaya diri, apatis, dan rendah diri serta aspirasi
material yang tinggi.
3) Aspek sosial budaya, seperti lingkungan dan masyarakat yang kurang
mendukung terhadap kegiatan perempuan di daerahnya karena sistem nilai
yang berlaku.
b. Faktor Eksternal. Faktor yang merupakan penyebab timbulnya masalah yang
berasal dari luar diri mereka, kurangnya kesempatan untuk memperoleh pekerjaan
serta distribusi pendapatan yang kurang merata. Hal ini lebih disebabkan karena
nilai mesin lebih tinggi dibandingkan dengan tenaga kerja perempuan apabila
perempuan tersebut tidak mempunyai keterampilan khusus yang diandalkan.
Kondisi seperti ini dapat menyebabkan semakin terlihat adanya jurang pemisah
antara keadaan masyarakat ekonomi tinggi dengan masyarakat ekonomi rendah/
lemah.
2.2.7 Dampak Munculnya Perempuan Rawan Sosial Ekonomi
Menurut Departemen Sosial Republik Indonesia (1996: 15), dampak dari masalah
Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) adalah:
a. Jumlah populasi perempuan rawan sosial ekonomi dari tahun ke tahun semakin
meningkat
b. Meningkatnya arus urbanisasi yang dapat menghambat pembangunan di desa
c. Timbul ketelantaran anak dalam keluarga akibat kondisi ekonomi yang rendah
dapat menghambat kelancaran pendidikan anak dan mempengaruhi masa
depannya
d. Pada akhirnya akan muncul praktek- praktek wanita tuna susila untuk memenuhi
kebutuhan dan tuntutan hidupnya.
Dari keempat dampak yang dijelaskan diatas, dapat disimpulkan bukan hanya satu
dampak yang akan diakibatkan dari masalah PRSE ini melainkan lebih dari satu, maka
dari itu perlu diberikan perhatian yang lebih terhadap masalah ini, tujuannya agar
mencegah munculnya dampak dari masalah PRSE ini, apalagi jika lebih diperhatikan
dampak dari masalah ini dapat menyebabkan runtuhnya ketahanan bangsa khususnya
generasi penerus bangsa.
V. RENCANA INTERVENSI
Pekerja sosial mulai mengimplementasi program dengan melakukan pendekatan awal kepada
warga di Kelurahan Rejowinangun Selatan dan membangun kepercayaan. Pekerja sosial juga
berdiskusi dengan pemerintah kelurahan juga untuk mengenalkan bahwa kita bisa bersinergi dalam
rangka mencapai kesejahteraan masyarakat di Kelurahan Rejowinangun Selatan. Disini pekerja sosial
pada awalnya bisa bertemu dengan pemerintah kelurahan terlebih dahulu untuk menyampaikan
maksud dan tujuan, memperkenalkan diri, membicarakan serta menggali terkait permasalahan yang
ada di Kelurahan Rejowinangun Selatan untuk kemudian disampaikan kepada warga yang
bersangkutan. Pekerja sosial juga mencari informasi mengenai sumber-sumber yang ada dalam
masyarakat, melihat potensi yang dimiliki oleh masyarakat, tingkat pendidikan dan sikap masyarakat,
mengetahui bagaimana kebudayaan yang ada untuk kemudian mengajak masyarakat bersama-sama
memahami permasalahan yang ada untuk bisa diasesmen dan diketahui masalah-masalah yang
dialami secara kompleks, digali aspirasi dari tiap-tiap orang, semua warga yang bersangkutan diajak
berpartisipasi aktif untuk bisa menyampaikan harapan-harapan sesuai kebutuhan yang ingin dicapai
untuk dianalisis. Pekerja sosial melakukan observasi dan survey terkait bagaimana keadaan
perekonomian di Kelurahan Rejowinangun Selatan tersebut. Dalam survey ini, kami juga melakukan
diskusi bagaimana seharusnya permasalahan dapat terselesaikan sehingga dapat mencapai tujuan yang
telah direncanakan.
Dari hasil pertemuan dengan pemerintah kelurahan dan wawancara di lapangan akhirnya
ditemukan bahwa masih banyak Perempuan Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) yang terbelenggu dengan
permasalahan ekonomi keluarganya, apalagi mereka tidak memiliki keberanian dan kemampuan
untuk melakukan perubahan. Kemudian kami juga menemukan bahwa di Kelurahan Rejowinangun
Selatan memiliki potensi yang dapat dimanfaatkan untuk membantu menangani permasalahan PRSE
tersebut yaitu adalah masalah limbah rumah tangga dari masyarakat di Kelurahan Rejowinangun
Selatan masih belum mendapat penyelesaian yang efektif. Melalui hal tersebut, pekerja sosial
berencana untuk membuat suatu program dimana kedua permasalahan ini dapat terselesaikan dengan
satu konsep yang sama, yaitu masyarakat Kelurahan Rejowinangun Selatan khususnya Perempuan
Rawan Sosial Ekonomi (PRSE) sebagai penghasil limbah dapat menjual limbah tersebut kepada
stakeholder dalam hal ini dijual kepada pihak Guwosari Training Center (GSTC) dan keuntungannya
dapat digunakan untuk perbaikan ekonomi PRSE itu sendiri. Selain itu, PRSE disini juga mendapat
pelatihan dan pemberdayaan terkait limbah yang dihasilkan tersebut untuk dapat di daur ulang
menjadi eco enzim, pelatihan pengemasan dan pemasaran eco-enzim tersebut, dan pelatihan tentang
pengelolaan keuangan, dimana ketika semua produknya berhasil terjual, PRSE diharapkan dapat
memutarkan uang yang didapat dengan tepat.
Tahapan rencana intervensi ini dimulai dengan pemaparan kembali hasil asesmen yang telah
dilakukan untuk mengetahui masalah dan kebutuhan PRSE. Selanjutnya pekerja sosial bersama
dengan Tim Kerja Masyarakat yang telah dibentuk berdiskusi dengan menyusun rencana kegiatan
yang nantinya akan membantu PRSE untuk memecahkan permasalahan yang dihadapinya.
Pelaksanaan teknik ToP mendapatkan hasil rancangan intervensi yang akan dilaksanakan oleh
interest group dan target group dengan rincian kegiatan sebagai berikut:
1. Nama Program.
Nama program dari intervensi yang akan dilakukan adalah Wirausaha Partisipatif
Perempuan SETIA (Sejahtera, Terampil, dan Berdaya).
2. Tujuan Program
3. Rincian Kegiatan
Bentuk kegiatan yang akan dilaksanakan adalah Pelatihan Pemilihan Limbah Organik
dan Non Organik, Penjualan Limbah Non Organik, Pengolahan Limbah Organik Menjadi
Eco-enzim, Pelatihan Pengemasan Produk dan Pemasaran serta diadakan juga Pelatihan
Pengelolaan Keuangan agar PRSE paham mengenai perputaran penghasilan yang didapatkan.
Hal tersebut dilaksanakan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan PRSE sehingga
dapat membuat suatu usaha yang dapat menambah penghasilan PRSE dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Pemberian materi dan keterampilan dilaksanakan selama 5 kali
pertemuan. Selain itu, pelatihan tentang pengemasan produk dan pemasaran juga dilakukan
agar PRSE memahami bagaimana supaya produk yang sudah dibuat memiliki daya tarik bagi
konsumen sehingga dapat dipasarkan dengan luas serta dapat mengikuti perkembangan dunia
pasar.
a. Kolaborasi
Panitia dibentuk dengan tujuan agar pelaksanaan kegiatan berjalan dengan lancar
sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sehingga harus dilaksanakan secara
partisipatif. Susunan panitia yang diperlukan dalam kegiatan ini terdiri dari gabungan
berbagai elemen yang terkait diantaranya pemerintah daerah, masyarakat, dan
kelurahan. Beberapa langkah yang dilaksanakan dalam pembentukan Tim Kerja
Masyarakat adalah sebagai berikut:
Tim Kerja
6. Pelatihan Pengelolaan Keuangan 30 April 2022
Masyarakat (TSM)
a. Proyektor
b. Laptop
c. Alat Tulis
d. Whiteboard/Papan Tulis
e. Tempat Sampah
f. Kemasan Produk
g. Timbangan
h. Wadah tertutup yang terbuat dari plastic
i. Baskom
j. Pisau
k. Limbah Organik
l. Limbah Non Organik
m. Air
Tabel 5.3 Rencana Anggaran Biaya Program Wirausaha Partisipatif Perempuan SETIA
(Sejahtera, Terampil, dan Berdaya)
No. Uraian Volume Harga Satuan Jumlah
SEKRETARIS
1. a. Laporan-laporan 9 Kali Rp 20.000,00 Rp 180.000,00
b. Surat-surat 6 Kali Rp 28.000,00 Rp 168.000,00
c. Proposal 5 Kali Rp 50.000,00 Rp 250.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Sekretaris Rp 598.000,00
SEKSI ACARA
2. a. Print Term of 1 Kali Rp 11.000,00 Rp 11.000,00
Reference
b. Print Surat 28 Lembar Rp 28.000,00 Rp 28.000,00
Undangan
c. Photocopy 10 Lembar Rp 500,00 Rp 5.000,00
Undangan
d. Pemateri 1 Orang Rp 300.000,00 Rp 300.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi Acara Rp 344.000,00
SEKSI PUBLIKASI DEKORASI DOKUMENTASI (PDD)
3. a. Sewa Camera 1 Buah Rp 130.000,00 Rp 130.000,00
b. Standing Banner 1 Buah Rp 80.000,00 Rp 80.000,00
c. Sertifikat Pemateri 1 Buah Rp 10.000,00 Rp 10.000,00
d. Pita Kain Satin 2 Gulung Rp 6.500,00 Rp 13.000,00
e. Amplop 18 Biji Rp 350,00 Rp 6.300,00
f. Stiker Kegiatan 1 Lembar Rp 6.000,00 Rp 6.000,00
h. Cetak Logo Desain 1 Lembar Rp 45.000,00 Rp 45.000,00
Produk UMKM
i. Vandel 1 Buah Rp 57.000,00 Rp 57.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi PDD Rp 347.300,00
SEKSI KONSUMSI DAN PERLENGKAPAN
4. a. Nasi Kotak 30 Kotak Rp 15.000,00 Rp 450.000,00
b. Snack Kecil 310 Buah Rp 1.000,00 Rp 310.000,00
c. Snack Sedang 52 Buah Rp 1.500,00 Rp 78.000,00
d. Snack Besar 30 Buah Rp 2.000,00 Rp 60.000,00
e. Air Mineral Botol 1 Kardus Rp 44.000,00 Rp 44.000,00
f. Air Mineral Gelas 2 Kardus Rp 30.000,00 Rp 60.000,00
g. Konsumsi Panitia 20 Kotak Rp 5.000,00 Rp 100.000,00
h. Banner 2 Buah Rp 83.000,00 Rp 166.000,00
i. Handsanitizer 1 Botol Rp 24.000,00 Rp 24.000,00
j. Nampan Mika 10 Buah Rp 3.000,00 Rp 30.000,00
k. Kemasan Produk 40 Buah Rp 2.500,00 Rp 100.000,00
l. Proyektor 1 Buah Rp 4.000,00 Rp 40.000,00
m Papan Tulis 1 Buah Rp 15.000,00 Rp 15.000,00
n. Kresek 1 Buah Rp 2.500,00 Rp 2.500,00
o. Tempat Sampah 2 Buah Rp 17.500,00 Rp 35.000,00
p. Pisau 1 Buah Rp 8.500,00 Rp 8.500,00
q. Alat Tulis 3 Buah Rp 6.000,00 Rp 18.000,00
r. Tissue 3 Biji Rp 8.000,00 Rp 24.000,00
s. Timbangan 1 Buah Rp 57.000,00 Rp 57.000,00
t. Baskom 1 Buah Rp 45.000,00 Rp 45.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi Konsumsi dan Perlengkapan Rp 1.649.000,00
SEKSI HUMAS
5. a. Transportasi 8 Kali Rp 50.000,00 Rp 400.000,00
b. Honor Narasumber 8 Orang Rp 300.000,00 Rp 2.400.000,00
Sub Total Rencana Anggaran Divisi Humas Rp 2.800.000,00
TOTAL RENCANA PENGELUARAN Rp 5.738.300,00