Anda di halaman 1dari 26

IMPLEMENTASI PROGRAM BANTUAN LANGSUNG TUNAI (BLT) DI

KECAMATAN BALONGBENDO KABUPATEN SIDOARJO

(Studi Kasus di Desa Seketi Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo)

Dosen Pengampu : Dr. Isnaini Rodiyah, M.Si

Disusun Oleh :

1. Shintya Kurniawati 202020100026


2. Tasya Novitasari P. 202020100028

Mata Kuliah : Metode Penelitian Administrasi Publik

PROGRAM STUDI S1 ADMINISTRASI PUBLIK


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2022

Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan
anugerah-Nya agar dapat menyelesaikan makalah tentang “Implementasi
Program BLT di Kabupaten Balongbendo Kabupaten Sidoarjo”. Sholawat
serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita
Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita semua jalan
yang lurus berupa ajaran agama islam yang sempurna dan menjadi
anugerah terbesar bagi seluruh alam semesta. Kami sangat bersyukur
karena dapat menyelesaikan makalah yang menjadi tugas di mata kuliah
Metode Penelitian Administrasi Publik dengan judul Implemantasi
Program BLT di Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo, di
samping itu kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah membaca makalah ini. Demikian yang dapat kami sampaikan
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. kami
mengharapkan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepan nya
kami dapat memperbaiki karena saya sadar, makalah yang saya buat masih
banyak kekurangannya.

Daftar Isi
a. Gambaran Konsep Penelitian
Implementasi Kebijakan merupakan langkah yang sangat penting dalam
proses kebijakan. Tanpa implementasi, suatu kebijakan hanyalah merupakan
sebuah dokumen yang tidak bermakna dalam kehidupan bermasyarakat.
(Huntington, 1968:1). Menurut Edwards (2005:54), Studi Implementasi
yaitu krusial bagi publik administration dan public policy. Implementasi
kebijakan adalah tahap pembuatan kebijakan serta masyarakat dalam
pengaruhnya. Implementasi kebijakan adalah tahapan yang terhubung dalam
rencana serta tujuan yang sudah ditetapkan. Menurut hanifah harsono
dalam bukunya berjudul implementasi kebijakan dan politik mengemukakan
pendapatnya tentang implementasi yakni “implementasi adalah suatu proses
untuk melaksanakan kebijakan menjadi tindakan kebijakan dari politik
kedalam administrasi. Pengembangan kebijakan dalam rangka
penyempurnaam suatu program (harsono, 2002:67) 4). Van Meter dan Van
Horn ( Budi winarno, 2008:146-147) mendefinisikan implementasi
kebijakan publik sebagai tindakan-tindakan dalam keputusankeputusan
sebelumnya. Ini mencakup usaha-usaha untuk mencapai perubahan besar dan
kecil yang diterapkan oleh keputusan-keputusan kebijakan yang dilakukan
oleh organisasi publik yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan

Dengan kata lain, implementasi adalah proses terjemahan pernyataan


kebijakan (policy statement) ke dalam bentuk kebijakan (policy action)
(Tangkilisan, 2010:185). Pemahaman seperti ini juga berangkat dari
pembagian proses kebijakan publik ke dalam jumlah tahap disitu
implementasi berada di tengah-tengahnya. Berdasarkan beberapa definisi
implementasi kebijakan menurut para Ahli diatas, maka implementasi
kebijakan adalah suatu tahapan untuk menterjemahkan kebijakan publik yaitu
pernyataan umum dalam maksud, tujuan, serta mencapai tujuan dari berbagai
fungsi implementasi program dan berpengaruh terhadap pencapaian.

b. Indikator Penelitian
Memakai penelitian dari pendapat Cleaves yang dikutip (dalam Wahab
2008:187), yang secara tegas menyebutkan bahwa: Implementasi itu
mencakup “Proses bergerak menuju tujuan kebijakan dengan cara langkah
administratif dan politik”. Keberhasilan atau kegagalan implementasi sebagai
demikian dapat di evaluasi dari sudut kemampuannya secara nyata dalam
meneruskan atau mengoperasionalkan program- program yang telah
dirancang sebelumnya. Indikator keberhasilan suatu implementasi kebijakan
menurut Goerge C. Edward III (1980) ada empat yaitu :
1. Komunikasi
Informasi mengenai kebijakan publik menurut Edward III dalam Widodo
(2010:97) perlu disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku
kebijakan dapat mengetahui apa yang harus mereka persiapkan dan
lakukan untuk menjalankan kebijakan tersebut sehingga tujuan dan sasaran
kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapakan. Menurut Edward
III dalam Widodo (2010:97), komunikasi kebijakan memiliki beberapa
dimensi, antara lain dimensi transmisi.
2. Sumberdaya
Bahwa sumberdaya tersebut meliputi sumberdaya manusia, sumberdaya
anggaran, dan sumberdaya peralatan dan sumberdaya kewenangan.
3. Disposisi
Pengertian disposisi menurut Edward III dalam Widodo (2010:104)
dikatakan sebagai “kemauan, keinginan dan kecenderungan para perlaku
kebijakan untuk melaksanakan kebijakan tadi secara sungguh sungguh
sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan”.
4. Struktur Birokrasi
Menurut Edward III dalam Indiahono (2009:32) struktur birokrasi
menunjuk bahwa struktur birokrasi menjadi penting dalam implementasi
kebijakan. Aspek struktur birokrasi ini mencakup dua hal penting yaitu
mekanisme dan struktur organisasi pelaksana sendiri. Mekanisme
implementasi program biasanya sudah ditetapkan melalui Standard
Operating Procedure (SOP) dan mudah dipahami oleh yang dicantumkan
dalam guideline program/kebijakan. Seperti yang dikemukakan oleh
George C. Edward III dalam Agustino (2008:153), SOP adalah suatu
kegiatan rutin yang memungkinkan para pegawai atau pelaksana kebijakan
untuk melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada setiap harinya sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan
c. Gab Permasalahan
1. Di desa Seketi itu ada beberapa warga yang namanya terdaftar di
website penerima bansos, tetapi dia tidak mau menerimanya atau
mengembalikan uang bantuan.
2. Banyak rumah yang mendapatkan stampel keterangan miskin
(dapat ditemui rumah yang bagus tetapi mendapatkan stampel)
3. Ada salah satu warga yang mendapatkan dobel bantuannya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di Indonesia BLT merupakan program bantuan pemerintah berjenis
pembagian uang tunai atau beragam bantuan lainnya, baik bersyarat maupun
tak bersyarat sesuai Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor 40 Tahun 2020 tentang “Pengelolaan Dana Desa Indonesia juga
termasuk Penyelenggaraan BLT” dengan menggunakan Prosedur berupa
pemberian kompensasi ialah pangan, uang tunai, jaminan dan pendidikan
dengan menggunakan sasaran pada tiga tingkatan : hampir miskin, miskin,dan
sangat miskin. Program BLT ini juga ialah salah satu program bertujuan untuk
mengurangi jumlah angka kemiskinan di Indonesia.
Syarat penerimaan Program BLT yaitu keluarga miskin yang terdapat
dalam Data Terpadu Kesejahteraan sosial (DTKS) dan tidak termasuk
penerima Bantuan Keluarga Harapan (PKH) atau Bantuan Pangan Non Tunai
(BPNT), Warga miskin yang terdampak ekonominya karena kehilangan
pekerjaan dan memiliki anggota keluarga mempunyai penyakit kronis.
Menurut Wynandin Imawan (2008:9) selain melaksanakan klaster I,
Pemerintah Indonesia juga melaksanakan program pengentasan kemiskinan
lainnya yang termasuk dalam klaster II yaitu Program Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM). Termasuk dalam klaster II ini adalah PNPM Pedesaan
(PPK), PNPM Perkotaan (P2KP), PNPM Infrastruktur Pedesaan (PPIP), PNPM
Kelautan (PEMP), dan PNPM Agribisnis (PUAP). Pelaksanaan klaster III yaitu
Program Pemberdayaan Usaha Menengah Kecil (UMK), termasuk di dalamnya
Program Kredit UMKM, dan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR).
Kriteria penerima Bansos adalah mereka yang berdomisili dalam wilayah
administratif Pemerintah Kabupaten (Pemkab) yang bersangkutan serta
memiliki identitas yang jelas. Tujuan dari Bansos adalah menanggulangi
kemiskinan, rehabilitasi sosial, perlindungan sosial, pemberdayaan sosial,
jaminan sosial dan penanggulangan bencana. Tujuan Bansos dianggarkan
untuk memberikan uang atau barang kepada keluarga miskin sehingga dapat
meningkatkan kesejahteraan rakyat yang dikategorikan dalam keluarga miskin.
Bantuan diberikan secara selektif dan penggunaan anggarannya jelas.

Menurut UU Nomor 13 tahun 2011 disebutkan: “Fakir miskin adalah


orang yang tidak punya sumber mata pencaharian atau punya sumber mata
pencaharian tetapi tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar secara layak untuk
menghidupi diri dan keluarganya”. Penanganan fakir miskin adalah upaya yang
dilakukan oleh pemerintah, Pemkab atau masyarakat secara terarah, terpadu, dan
berkelanjutan dalam bentuk kebijakan, program dan kegiatan pemberdayaan,
pendampingan, serta fasilitasi untuk memenuhi kebutuhan dasar setiap warga
negara. Sedangkan yang disebut dengan kebutuhan dasar adalah kebutuhan
pangan, sandang, perumahan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan pelayanan
sosial. Sasaran penanganan fakir miskin ditujukan kepada perseorangan, keluarga,
kelompok, dan masyarakat.
Dalam Undang-Undang Nomor 13 tahun 2011 pasal 6 dan 7
disebutkan: “Penanganan fakir miskin dilaksanakan dalam bentuk bantuan pangan
dan sandang, penyediaan pelayanan perumahan, kesehatan, pendidikan,
kesempatan berusaha, kesempatan bekerja, bantuan hukum dan pelayanan sosial.
Penanganan fakir miskin dilakukan melalui pemberdayaan lembaga
kemasyarakatan, peningkatan kapasitas fakir miskin, mengembangkan
kemampuan dasar, kemampuan usaha, jaminan dan perlindungan sosial untuk
memberikan rasa aman bagi fakir miskin, kemitraan, kerja sama antar pemangku
kepentingan dan koordinasi antara lembaga dan pemerintah daerah” Bansos rawan
penyimpangan karena berkaitan erat dengan penganggaran, pelaksanaan dan
pertanggung jawaban. Permasalahan timbul karena tidak adanya batasan yang
jelas atas belanja dana tersebut. Pengertian umum dari pemberian Bansos yaitu
seluruh kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemkab yang terkait dengan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, sehingga setiap upaya untuk peningkatan kesejahteraan
rakyat, sering diartikan sebagai belanja Bansos. Bansos bertujuan meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendapatan, membuka lapangan kerja
dan mengurangi angka kemiskinan. Yang menjadi masalah dilapangan adalah
Bansos lebih mengedepankan perbaikan sarana fisik dibandingkan untuk
meningkatkan pendapatan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tidak
dapat dicapai dengan efektif dan efisien saja, urgensi penyediaan data dan
informasi tentang data distribusi dan pemanfaatan dana bantuan sosial di
Kabupaten Sidoarjo untuk perencanaan pembangunan dan penyusunan kebijakan
tidak dapat ditunda lagi.
Kemiskinan adalah definisi dari kelompok atau perorangan dalam masyarakat
dengan keadaan yang kurang sejahtera dan sulit untuk mencukupi seluruh
kebutuhan dasar mereka. Dalam pembukaan UUD 1945 di alinea 4 yang berbunyi
“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia
yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi dan keadilan sosial”. Program pembangunan dan pertumbuhan ekonomi
yang dilaksanakan pemerintah senantiasa diarahkan dan ditujukan pada upaya
pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan
bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Namun, masalah kemiskinan dan sulitnya perekonomian sampai saat ini
masih menjadi perhatian pemerintah, terutama penanggulangan kemiskinan
masyarakat pedesaan yang merupakan mayoritas penduduk Indonesia. Pada tahun
2020 dunia dihebohkan dengan adanya Virus Disease atau disingkat dengan
Covid- 19, virus ini menyebar ke seluruh provinsi di Indonesia pada awal bulan
Maret tahun 2020. Tak jarang pemerintahan mulai membuat kebijakan- kebijakan
sebagai upaya menekan penyebaran Covid- 19 salah satu kebijakannya adalah
Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dimana memberikan sebuah
dampak penurunan perekonomian di Indonesia dan meningkatkan jumlah
pengangguran.
Masalah kemiskinan telah menjadi suatu hal yang kompleks sehingga suatu
negara tidak dapat mengatasi masalah tersebut sendirian. Secara umum,
kemiskinan dianggap sebagai kondisi saat seseorang atau sekelompok orang tidak
mampu memenuhi hak-hak dasarnya untuk mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat atau ketidakmampuan dari
pekerjaan yang dimiliki untuk menghasilkan uang yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan hidup seseorang. Kemiskinan adalah suatu keadaan tidak berharta,
berpenghasilan rendah, dan serba kekurangan dalam menjalani kehidupannya
sehari-hari
Angka kemiskinan yang ada di Kabupaten Sidoarjo pada Maret tahun 2020
sebesar 5.59%, sedangkan pada Maret tahun 2021, sebesar 5.93%. Kondisi ini
tentu saja, mempengaruhi jumlah penduduk miskin dalam pengeluaran per kapita
juga bertambah. Pada Maret tahun 2020 sebesar 127.05 ribu jiwa pada Maret 2021
menjadi 137.15 ribu jiwa. Sehingga ada penambahan 10.10 ribu jiwa. Dalam
rangka mengurangi kemiskinan yang terjadi di Kabupaten Sidoarjo. Wakil Bupati
Kabupaten Sidoarjo, Nur Ahmad Syaifuddin mengatakan wilayah tersebut
mendapatkan bantuan dari pemkab Sidoarjo untuk membantu mengatasi dampak
COVID-19, Jum’at, 22 April 2020. "Ini adalah salah satu upaya kami untuk
membantu mengatasi dampak COVID-19 di Sidoarjo," katanya. Pembagian paket
sembako tersebut, kata beliau, merupakan bagian dari upaya pemkab sidoarjo
mengurangi dampak sosial akibat pandemi COVID-19.
Penyaluran manfaat Bantuan Langsung Tunai yang bersumber dari Dana
Desa (DD), untuk keluarga Penerima Manfaat (KPM) di Kabupaten Sidoarjo pada
Tahun 2020 ada 18 Kecamatan yang menerima manfaat program BLT (Raskin,
Jamkesnas, PKH maupun program yang lain yang dikelola oleh Pemerintah
Daerah). Sesuai dengan petunjuk menurut Kebijakan Kementerian Desa
(Kemendes) No. 06/ 2020 Tentang Prioritas Dana Desa Bantuan BLT sendiri
diberikan oleh Pemerintah Pusat untuk masyarakat miskin yang mengalami
dampak Covid-19. Oleh karena itu program ini dilatar belakangi dengan adanya
permasalahan untuk pembangunan yaitu dimana dalam proses implementasi ada
yang mendapatkan bantuan secara dobel, sehingga menimbulkan banyak
kekecewaan masyarakat dan membuat situasi ricuh. Lalu juga dapat ditemui
banyak rumah yang dikasih stampel miskin ( ada yang rumahnya sudah bagus),
lalu juga ada yang mendapatkan bantuan tetapi menolak. Dengan adanya masalah
tersebut Desa Seketi melakukan sebuah upaya dalam menyelesaikannya yaitu
dengan diadakan musyawarah desa antara tokoh masyarakat dengan perangkat
desa setempat.

Jumlah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Per Kecamatan Tahun


2020 di Kabupaten Sidoarjo.

Kecamatan Jumlah Penerima (Orang)


Tanggulangin 78
Wonoayu 81
Prambon 105
Sukodono 105
Buduran 136
Gedangan 142
Sedati 149
Porong 171
Candi 193
Tulangan 238
Jabon 253
Balongbendo 279
Krembung 293
Krian 301
Waru 315
Sidoarjo 339
Tarik 411
Taman 419
GRAND TOTAL PENERIMA 4.008
JUMLAH PENERIMA (ORANG)
450
400
350
300
250
200
150
100
50
0
in yu on no an n ti ng di an on do ng an ru jo rik n
ng noa mb do dur nga eda oro Can ng Jab en bu Kri Wa oar Ta ma
la o
o ra uk Bu da S P l a b m d Ta
gu P Tu
g
on Kre Si
ng W S Ge l
Ta Ba

Series 1 Series 2 Series 3

Jumlah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Per Desa di Kecamatan


Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun 2020

Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa jumlah total keseluruhan dari


penerima BLT pada tahun 2020 pada Kecamatan Balongbendo Kabupaten
Sidoarjo ialah sebanyak 279 orang yang terbagi dalam beberapa kelompok
berdasarkan tiap desa. Namun jumlah penerima BLT pada tiap desa juga tidaklah
sama seperti kasus yang sudah ada pada gambar 1. Jumlah terbanyak dari
penerima BLT terdapat pada desa Suwaluh, sedangkan jumlah paling sedikit dari
penerima BLT ialah terdapat pada desa Seduri.

Jumlah Data Terpadu Kesejehateraan Sosial (DTKS) Per Desa di


Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun 2020

DESA JUMLAH
PENERIMA (Orang)
Bakalan Wringinpintu 20
Bakung Pringgodani 5
Bakung Temenggungan 9
Balongbendo 6
Bogem Pinggir 16
Gagang Kepuhsari 5
Jabaran 12
Jeruk Legi 11
Kedung Kukodani 21
Kemangsen 31
Penambangan 26
Seduri 2
Seketi 7
Sidokerto -
Singkalan 18
Sumokembangsri 5
Suwaluh 40
Waru Beron 8
Watesari 5
Wonokarang 25
Wonokupang 7
GRAND TOTAL PENERIMA 279

JUMLAH PENERIMA (ORANG)


45
40
35
30
25
20
15
10
5
0
i i i i i i
an n n do ir g n g n en n r ti to an sr uh on r ng g
kal oda nga en ngg gan ara k Le oda ngs nga edu eke ker kal ng al Ber s S a ara pan
b S do ng ba uw u te k ku
Ba ngg ggu ng Pi Ga Jab eru Kuk ma ba S Si Si em S ar Wa ono no
i o J g e am
Pr en Bal gem un K n ok W W Wo
g
n Te m Bo d Pe m
u
k g Ke S u
Ba kun
B a

Series 1 Series 2 Series 3


Jumlah Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) Per Desa di Kecamatan
Balongbendo Kabupaten Sidoarjo Tahun 2020

Berdasarkan gambar 2 dapat diketahui bahwa jumlah total keseluruhan


dari penerima BLT pada tahun 2020 pada Kecamatan Balongbendo Kabupaten
Sidoarjo ialah sebanyak 279 orang yang terbagi dalam beberapa kelompok
berdasarkan tiap desa. Namun jumlah penerima BLT pada tiap desa juga tidaklah
sama seperti kasus yang sudah ada pada gambar 1. Jumlah terbanyak dari
penerima BLT terdapat pada desa Suwaluh, sedangkan jumlah paling sedikit dari
penerima BLT ialah terdapat pada desa Seduri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana Implementasi Program BLT di Desa Seketi Kecamatan
Balongbendo Kabupaten Sidoarjo?
1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui implementasi kebijakan program BLT di Desa
Seketi Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo.
1.4 Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan mampu untuk memberikan sumbangan secara
teoritis sebagai tambahan referensi dalam mata kuliah Metode Penelitian
Administrasi. Menambah pengetahuan kepada mahasiswa dan masyarakat
umum tentang Implementasi Program BLT di Desa Seketi Kecamatan
Balongbendo Kabupaten Sidoarjo.
2. Manfaat praktis
Penelitian ini diharapakan mampu memberikan wawasan kepada
masyarakat tentang Implementasi Program BLT di Desa Seketi Kecamatan
Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Penelitian ini dapat membuka wawasan
bagi penyusun makalah dan masyarakat tentang Implementasi Program
BLT di Desa Seketi Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo.manfaat
praktis sendiri ada 3 yaitu:
a. Manfaat Bidang Akademis Dapat menjadi referensi data tambahan
informasi atau masukan dalam memecahkan permasalahan yang
berhubungan dengan Implementasi Program BLT di Desa Seketi
Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo. Serta mendukung
penelitian sejenis dalam usaha pengumpulan penelitian lebih lanjut
mengenai hal- hal yang berkaitan dengan Implementasi Program BLT
di Desa Seketi Kecamatan Balongbendo Kabupaten Sidoarjo.
b. Manfaat Bidang Pemerintahan
Hasil penelitian dapat bermanfaat karena memberikan sebuah masukan
permasalahan yang terjadi agar mendapatkan respon dari pemerintah.
c. Manfaat Bidang masyarakat

Hasil penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu pengetahuan


dan wawasan yang lebih luas, khususnya bagi para orang tua dalam
batasan memberikan perintah pada anak- anaknya.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian terdahulu

NO Judul,Nama, Tahun Persamaan Perbedaan Kritik


1. Analisis Implementasi Menganalisis Penelitian ini Bukti apa yang bisa
Kebijakan Program terkait lebih mengarah mengidentifikasikan
Bantuan Langsung Kebijakan kepada upaya penelitian ini
Tunai (BLT) Pada Program meningkatkan menggunakan
Masyarakat Tidak Bantuan kesejahteraan penelitian kualitatif
Mampu Yang Langsung masyarakat
Terdampak Covid 19 Di Tunai yang
Desa Mantuyan mengalami
Kecamatan Balong dampak
Kabupaten Balangan Covid- 19 di
Oleh Hadmiyanti, NPM Desa
17120129 Mantuyan
2020 Kecamatan
Balong
Kabupaten
Balangan
2. Implementasi Kebijakan Mengetahui Memiliki Upaya peningkatan
Program Bantuan gambaran keterbatasan kesejahteraan rakyat
Langsung Tunai Oleh tentang pengetahuan hanya berlandaskan
Kantor Desa BI-IH Implementasi masyarakat sistem ekonomi
Kecamatan Karang Kebijakan terhadap alur kerakyatan dalam
Intan Terhadap Warga Program pendaftaran pembangunan lintas
Yang Terdampak Bantuan BLT sektoral.
Covid-19 Oleh Shofa Langsung
Navillah, NPM Tunai dan
17120115 mengetahui
2020 faktor
pendukung
serta
penghambat
dalam proses
tersebut.
3. Implementasi Kebijakan Sama-sama Mengetahui Adanya pencurian
Penyaluran Bantuan menggunakan adanya gaptek data pribadi yang di
Langsung Tunai Dana teori di pendaftaran curi oleh pihak yang
Desa (BLT-DD) Pada kembangkan online pada tidak bertanggung
Masa Covid- 19 di Desa oleh program BLT. jawab.
Sea Kabupaten George Edward
III
Minahasa Oleh Cecelia
(Winarno:175-
Helenia Sasuwuk,
203)
Florence Daicy
mengenai
Lengkong, Novie
implementasi
Andres Palar kebijakan.
2021
4. Implementasi Bantuan Mengetahui Terdapat Adanya terdapat
Langsung Tunai Dana implementasi adanya tempat yang belum
Desa Tahun 2020 Di sangatlah perbedaan teori di observasi terlebih
Desa Tokin Baru penting bagi pada program dahulu.
Kecamatan Motoling penerapan BLT.
Timur Kabupaten progam baik
Minahasa Selatan. Oleh dari sosial
Refendy Paat, Sofia hingga
Pangemanan, Frans pendidikan.
Singkoh
2021
5. Implementasi Kebijakan Menganalisis Terdapat Pemerintah sudah
Program Bantuan program BLT ketentuan yang menyediakan
Langsung Tunai (BLT) yang berbeda pada program tersebut
Terhadap terdampak masing-masing tapi dari
Warga Terdampak covid 19 dan tempat atau masyarakatnya
Covid-19 Di Desa jumlah warga dinas. sendiri masih merasa
Cibadak miskin dari kurang.
Oleh Fika Nurahmawati
dan Sri Hartini tahun ke tahun.
2020

2.2 Landasan Teori


2.2.1 Kebijakan Publik
Kebijakan publik merupakan kewenangan pemerintah menjalankan
tugas dan fungsinya dalam hubungannya dengan masyarakat dan dunia usaha.
Pada dasarnya kebijakan pemerintah dalam menata kehidupan masyarakat di
berbagai aspek merupakan kebijakan yang berorientasi pada kepentingan
publik (masyarakat). Pengertian kebijakan (policy) adalah prinsip atau cara
bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Dalam
setiap penyusunan kebijakan publik diawali oleh perumusan masalah yang
telah diidentifikasi kemudian pelaksanaan kebijakan tersebut ditujukan untuk
mengatasi masalah yang terjadi dalam masyarakat. Menurut Charles O. Jones
(1984;25), istilah kebijakan (policy) digunakan dalam praktek sehari-hari
namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang sangat
berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program,
keputusan (decision), standar, proposal dan grand design. Namun demikian,
meskipun kebijakan publik mungkin kelihatan sedikit abstrak atau mungkin
dapat dipandang sebagai sesuatu yang terjadi terhadap seseorang, namun
sebenarnya sebagaimana beberapa contoh yang telah disebutkan terdahulu
pada dasarnya kita telah dipengaruhi secara mendalam oleh banyak kebijakan
publik dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan kebijakan merupakan kegiatan lanjutan dari proses
perumusan dan penetapan kebijakan. Sehingga pelaksanaan kebijakan dapat
dimaknai sebagai tindakan-tindakan yang dilakukan, baik oleh individu
maupun kelompok pemerintah, yang diorientasikan pada pencapaian tujuan-
tujuan yang telah digariskan dalam keputusan kebijakan. Implikasi dari
pelaksanaan kebijakan merupakan konsekuensi yang muncul sebagai akibat
dari dilaksanakannya kebijakan-kebijakan tersebut. Hasil evaluasi pada
pelaksanaan kebijakan dapat menghasilkan dampak yang diharapkan
(intended) atau dampak yang tidak diharapkan (spillover negative effect).
2.2.2 Implementasi
Pemahaman umum mengenai implementasi kebijakan dapat diperoleh
dari pernyataan Grindle (1980: 7) bahwa implementasi merupakan proses
umum tindakan administratif yang dapat diteliti pada tingkat program tertentu.
Proses implementasi baru akan dimulai apabila tujuan dan sasaran telah
ditetapkan, program kegiatan telah tersusun dan dana telah siap dan disalurkan
untuk mencapai sasaran. Jika pemahaman ini diarahkan pada lokus dan fokus
(perubahan) dimana kebijakan diterapkan akan sejalan dengan pandangan Van
Meter dan van Horn yang dikutip oleh Parsons (1995: 461) dan Wibawa, dkk.,
(1994: 15) bahwa implementasi kebijakan merupakan tindakan yang dilakukan
oleh (organisasi) pemerintah dan swasta baik secara individu maupun
Deskripsi sederhana tentang konsep implementasi dikemukakan oleh Lane
bahwa implementasi sebagai konsep dapat dibagi ke dalam dua bagian yakni
implementasi merupakan persamaan fungsi dari maksud, output dan outcome.

Berdasarkan deskripsi tersebut, formula implementasi merupakan


fungsi yang terdiri dari maksud dan tujuan, hasil sebagai produk, dan hasil dari
akibat. Selanjutnya, implementasi merupakan persamaan fungsi dari kebijakan,
formator, implementor, inisiator, dan waktu (Sabatier, 1986: 21-48).
Penekanan utama kedua fungsi ini adalah kepada kebijakan itu sendiri,
kemudian hasil yang dicapai dan dilaksanakan oleh implementor dalam kurun
waktu tertentu secara kelompok yang dimaksudkan untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, implementasi kebijakan diperlukan karena berbagai alasan
atau perspektif. Berdasarkan perspektif masalah kebijakan, sebagaimana yang
diperkenalkan oleh Edwards III (1984: 9-10), implementasi kebijakan
diperlukan karena adanya masalah kebijakan yang perlu diatasi dan
dipecahkan. Edwards III memperkenalkan pendekatan masalah implementasi
dengan mempertanyakan faktor-faktor apa yang mendukung dan menghambat
keberhasilan implementasi kebijakan.
Berdasarkan pertanyaan retoris tersebut dirumuskan empat faktor

sebagai sumber masalah sekaligus prakondisi bagi keberhasilan proses


implementasi, yakni komunikasi, sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana,
dan struktur organisasi termasuk tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor
tersebut merupakan kriteria yang perlu ada dalam implementasi suatu
kebijakan. Tujuan implementasi kebijakan diformulasi ke dalam program aksi
dan proyek tertentu yang dirancang dan dibiayai. Program dilaksanakan sesuai
dengan rencana. Implementasi kebijakan atau program – secara garis besar –
dipengaruhi oleh isi kebijakan dan konteks implementasi.

2.2.3 Implementasi Kebijakan


Implementasi kebijakan publik dapat dilihat dari beberapa perspektif
atau pendekatan. Salah satunya ialah implementation problems approach yang
diperkenalkan oleh Edwards III (1984: 9-10). Edwards III mengajukan
pendekatan masalah implementasi dengan terlebih dahulu mengemukakan dua
pertanyaan pokok, yakni: (i) faktor apa yang mendukung keberhasilan
implementasi kebijakan? dan (ii) faktor apa yang menghambat keberhasilan
implementasi kebijakan?
Berdasarkan kedua pertanyaan tersebut dirumuskan empat faktor yang

merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, yakni komunikasi,


sumber daya, sikap birokrasi atau pelaksana dan struktur organisasi, termasuk
tata aliran kerja birokrasi. Empat faktor tersebut menjadi kriteria penting dalam
implementasi suatu kebijakan. Komunikasi suatu program hanya dapat
dilaksanakan dengan baik apabila jelas bagi para pelaksana. Hal ini
menyangkut proses penyampaian informasi, kejelasan informasi dan
konsistensi informasi yang disampaikan. Sumber daya, meliputi empat
komponen yaitu staf yang cukup (jumlah dan mutu), informasi yang
dibutuhkan guna pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup guna
melaksanakan tugas atau tanggung jawab dan fasilitas yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan. Disposisi atau sikap pelaksana merupakan komitmen pelaksana
terhadap program. Struktur birokrasi didasarkan pada standard operating
prosedure yang mengatur tata aliran pekerjaan dan pelaksanaan kebijakan.

Menurut Mazmanian dan Sabatier (1983: 5), terdapat dua perspektif

dalam analisis implementasi, yaitu perspektif administrasi publik dan


perspektif ilmu politik. Menurut perspektif administrasi publik, implementasi
pada awalnya dilihat sebagai pelaksanaan kebijakan secara tepat dan efisien.
Namun, pada akhir Perang Dunia II berbagai penelitian administrasi negara
menunjukkan bahwa ternyata agen administrasi publik tidak hanya dipengaruhi
oleh mandat resmi, tetapi juga oleh tekanan dari kelompok kepentingan,
anggota lembaga legislatif dan berbagai faktor dalam lingkungan politis.

Keberhasilan kebijakan atau program juga dikaji berdasarkan

perspektif proses implementasi dan perspektif hasil. Pada perspektif proses,


program pemerintah dikatakan berhasil jika pelaksanaannya sesuai dengan
petunjuk dan ketentuan pelaksanaan yang dibuat oleh pembuat program yang
mencakup antara lain cara pelaksanaan, agen pelaksana, kelompok sasaran dan
manfaat program. Sedangkan pada perspektif hasil, program dapat dinilai
berhasil manakala program membawa dampak seperti yang diinginkan. Suatu
program mungkin saja berhasil dilihat dari sudut proses, tetapi boleh jadi gagal
ditinjau dari dampak yang dihasilkan, atau sebaliknya.

2.2.4 Program BLT


BLT adalah singkatan dari Bantuan Langsung Tunai yang merupakan

program bantuan pemerintah dengan pemberian uang tunai atau beragam


bantuan lainnya, baik bersyarat (conditional cash transfer) maupun tak
bersyarat (unconditional cash transfer) untuk masyarakat miskin. Bantuan
Langsung Tunai pertama kali diciptakan di Brasil pada tahun 1990-an dengan
nama Bolsa Escola dan berganti nama menjadi Bolsa Familia. Program ini
sifatnya adalah bantuan langsung tunai bersyarat yang diprakarsai oleh Luiz
Inácio Lula da Silva, presiden Brasil ke-3555. Bolsa Família memiliki dua
hasil penting: membantu mengurangi kemiskinan saat ini, dan membuat
keluarga berinvestasi pada anak-anak mereka, sehingga memutus siklus
transmisi antargenerasi dan mengurangi kemiskinan di masa depan.

Pada tahun 2004 Pemerintah Indonesia menjamin harga minyak dunia

naik, mereka pun memutuskan memotong subsidi minyak. Hal ini dilakukan
dengan alasan BBM bersubsidi lebih banyak yang digunakan oleh orang-
orang dari kalangan industri dan berstatus mampu. Lalu, setelah didata lebih
lanjut, diketahui dari tahun 1998 sampai dengan 2005 penggunaan bahan
bakar bersubsidi telah digunakan sebanyak 75 persen. Pemotongan subsidi
terus terjadi sampai tahun 2008 dengan kenaikan sebesar 50 persen dari harga
awal, karena harga minyak dunia kembali naik saat itu. Akibatnya, harga
bahan-bahan pokok pun ikut naik. Demi menanggulangi dampak kenaikan
harga bagi kelompok masyarakat miskin, pemerintah program BLT kepada
masyarakat untuk pertama kalinya pada tahun 2005.

Program ini dicetuskan oleh Jusuf Kalla tepat setelah dia dan Susilo

Bambang Yudhoyono memenangkan pemilihan umum presiden dan wakil


presiden indonesia pada tahun 2004. Akhirnya, Berdasarkan perintah presiden
nomor 12 tahun 2005, digalakanlah program Bantuan Langsung Tunai tidak
bersyarat pada Oktober tahun 2005 sampai Desember 2006 dengan target
19,2 juta keluarga miskin. Lalu, karena harga minyak dunia kembali naik,
pada 2008 pemerintah kembali melaksanakan Program Bantuan Langsung
Tunai (BLT) seperti pada 2005. Keputusan untuk mengurangi subsidi BBM
yang mengakibatkan harga BBM dalam negeri naik dilatarbelakangi oleh
peningkatan harga BBM di pasar internasional yang terjadi secara terus
menerus, hingga di atas US$ 120 per barel, dan kenyataan bahwa subsidi
BBM yang diberikan oleh pemerintah selama ini cenderung lebih banyak
dinikmati oleh kalangan menengah ke atas daripada oleh kelompok miskin.

BLT pun kembali diselenggarakan pada tahun 2008 berdasarkan

perintah presiden indonesia nomor 3 tahun 2008 Dan terakhir, pada tahun
2013, pemerintah kembali menyelenggarakan BLT dengan nama baru:
Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Secara keseluruhan,
BLSM sama seperti BLT, dan jumlah anggaran yang dikeluarkan untuk
program ini adalah 3,8 triliun rupiah untuk 18,5 juta keluarga miskin, dengan
uang tunai 100 ribu rupiah per bulannya. Selain program BLT tak bersyarat,
pemerintah juga program program BLT bersyarat dengan nama Program
Keluarga Harapan (PKH). PKH adalah program bantuan untuk keluarga
miskin dengan syarat mereka harus menyekolahkan anaknya dan melakukan
cek kesehatan rutin. Dasar hukum pelaksanaan program BLT adalah Instruksi
Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tanggal 14 Mei 2008
tentang Pelaksanaan Program BLT untuk rumah tangga sasaran. RTS adalah
rumah tangga yang masuk dalam katagori sangat miskin, miskin, dan hampir
miskin sesuai dengan hasil pendataan BPS.

2.2.5 Kemiskinan
Kemiskinan adalah definisi dari kelompok atau perorangan dalam
masyarakat dengan keadaan yang kurang sejahtera dan sulit untuk mencukupi
seluruh kebutuhan dasar mereka. Negara berkembang atau terbelakang
merupakan negara dengan penduduk yang pendapatan perkapitalnya rendah.
Banyak negara di dunia yang menjadikan kemiskinan sebagai masalah inti
dari negara tersebut, Menurut Soerjono Soekanto, ahli sosiologi hukum,
kemiskinan adalah suatu keadaan di mana seseorang tidak sanggup
memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf memelihara dirinya sendiri
sesuai dengan taraf kehidupan kelompok dan juga tidak mampu
memanfaatkan tenaga mental, maupun fisiknya dalam kelompok tersebut.
Sementara Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)
mengartikan kemiskinan sebagai situasi serba kekurangan karena keadaan
yang tidak dapat dihindari oleh seseorang dengan kekuatan yang dimilikinya.
Berdasarkan defini diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan
adalah kondisi dimana seseorang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya
akibat kemampuan yang dimilki ataupun terdesak keadaan.
2.2.6 Dasar Hukum
1) Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 40 /Pmk.07/
2020 Tentang Perubahan atas Menteri Keuangan Nomor 205/ Pmk.07/
2019 Tentang Pengelolaan Dana Desa.
2) Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan
Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2020 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,
dan Transmigrasi Nomor 11 Tahun 2019 Tentang Prioritas Penggunaan
Dana Desa Tahun 2020.
2.3 Alur Kerangka Konsep

Dasar Hukum Teori


1. Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 40
Tahun 2020 tentang
“Pengelolaan Dana Desa
Indonesia juga termasuk
Penyelenggaraan BLT”
2. Dalam Undang-Undang
Nomor 13 tahun 2011 pasal 6
dan 7
3.
DAFTAR PUSTAKA
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/61045976/218199-
implementasi-kebijakan-perspektif-model_120191028-128360-
1hg07fu-with-cover-page-v2.pdf?
Expires=1654176265&Signature=f0wdmGbgJG0ZI~U97oZ2NcC4IM
XollDH9Slw34vf8AiGSxTEd92DJUoYI77ZVWTCgJdDsMZEJ73Zt
HitwRCTI-
ZIkRYJ65XxXjcgTwdpUlo1ta4DzZfenvdjJy77JXGfKKGuZiSx1xe3-
oTVQYHHPTPphjcKfmlGQ6f0QKXamILUWmkCv4wtu0Fsu-
x2S7OD9Eam2Ke7rrzGf0slngRo7gaiJbDBVB6P4oZ-R-xN7hv3CE0-
NzsovUjQBxdAOacx7XLYhCW61cqI9qkx3fKZX-xTsrmhgS-
tb4LwCY5pKL8BWxonvLrgNgFjQ0xnFEmJ~Grg~WHrGZDEIHzKt
TFFjQ__&Key-Pair-Id=APKAJLOHF5GGSLRBV4ZA
https://www.wartaekonomi.co.id/read315489/apa-itu-blt
https://library.unismuh.ac.id/uploaded_files/temporary/
DigitalCollection/
MDI4NWNlNmU0YzM0YWEyMDUxMWM0NjQzNjQ2NTIxZTkx
NzJjOWU5Ng==.pdf
https://core.ac.uk/download/pdf/234687418.pdf

Anda mungkin juga menyukai