Anda di halaman 1dari 21

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Karakter

Perspektif Hadis Dan Pendidikan Islam

Dosen Pengampu :
Dr. Suriadi, M.Ag.

Disusun oleh:
Al Adiat Putra Praja (101.2019.002)
Nurfitriani (101.2019.034)

SEMESTER VI

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI)
SULTAN MUHAMAD SYAFIUDDIN SAMBAS
TAHUN AKADEMIK 2022/2023

1
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur pemakalah ucapkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga pemakalah dapat
menyelesaikan makalah yang berjudul “Pendidikan Karakter Perspektif Hadis
Dan Ahli Pendidikan Islam” ini dengan tepat waktu. Dan tak lupa juga sholawat
serta salam pemakalah sampaikan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang
syafaatnya kita nantikan di yaumil kiamah nanti.
Pemakalah Menyadari bahwa tulisan ini tidak luput dari kekurangan-
kekurangan. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan kemampuan
yang penulis miliki. Oleh karena itu, semua kritik dan saran pembaca akan penulis
terima dengan senang hati demi perbaikan naskah penelitian lebih lanjut. Tulisan
ini dapat penulis selesaikan berkat adanya bimbingan dan bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah pada kesempatan ini penulis
menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan
masukan demi kelancaran dan kelengkapan naskah tulisan ini. Akhimya, semoga
tulisan yang jauh dari sempuma ini ada manfaatnya.

Sambas,10 Juni 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................2
C. Tujuan Masalah............................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pendidikan Karakter Dalam Perspektif Hadis..............................................3
B. Pendidikan Karakter Dalam Pandangan Ahli Pendidikan Islam..................5
C. Hadis-Hadis Terkait Pendidikan Karakter...................................................8
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................15
DAFTAR RUJUKAN...........................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi setiap manusia, sebab
melalui proses pendidikan manusia dapat menjadi manusia yang sebenarnya,
yakni manusia yang memiliki kualitas dan integritas kepribadian yang utuh.
Keharusan akan pendidikan bagi manusia merupakan refleksi dari
karakteristik manusia sebagai homo educandum. ini berarti bahwa manusia
dalam setiapdunamikanya membutuhkan pendidikan. Proses pendidikan yang
baik akan menghasilkan manusia yang tumbuh dan berkembnag secara
sempurna.
Sejak anak lahir ke dunia, sangat bergantung kepada orang lain,karena
ia masih lemah untuk mengetahui sesuatu, karena itu ia memerlukan
bimbingan dan arahan dari orang dewasa sebagai wujud dari proses
pendidikan, dengan demikian, tanggung jawab itu diberikan kepada tiga
lingkungan yaitu rumah tangga, masyarakat, dan sekolah. Yang mnurut Ki
Hajar Dewantara disebut “Tri pusat pendidikan”. Ketiga lembaga ini beserta
seluruh objek yang terkait satu sama lain harus saling menunjang untuk
mewujudkan tujuan pendidikan, yakni pembentkan budi pekerti yang luhur
yang merupakakan inti dari pada pendidikan nasional dan juga pendidikan
islam.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang
melibatkan aspek pengetahuan, perasaan, dan tindakan. Menurut Thomas
Lickona tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif.
Dengan pendidikan karakter yang diterapkan secara sistematis dan
berkelanjutan, seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi
ini adalah bekal penting dalam mempersiapkan anak untuk masa depan.
Karena seseorang akan lebih mudah dan berhasil menghadapi segala macam
tantangan untuk berhasil secara akademis.
2

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian pendidikan karakter dalam perspektif hadis?
2. Apa pengertian pendidikan karakter dalam pendangan ahli pendidikan
Islam?
3. Bagaimana hadis-hadis terkait pendidikan karakter?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian pendidikan karakter dalam perspektif hadis
2. Untuk mengetahui pendidikan karakter dalam pandangan ahli pendidikan
Islam
3. Untuk mengetahui hadis-hadis terkait pendidikan karakter
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pendidikan Karakter dalam Perspektif Hadis


1. Pendidikan-Pendidikan karakter dalam perspektif hadis.
a. Internalisasi Pengetahuan: Kesesuaian antara Teori dan Praktek, antara
Perkataan dan Perbuatan.
Pendidikan dengan teladan yang baik memiliki dampak yang
sangat efektif kepada perilaku sosial remaja. Itu adalah dampak yang
wajar, karena fase remaja memiliki ciri khas kematangan intelektual
kematangan mengiringi fase perkembangan ini. Pada fase sebelumnya,
kemampuan intelektual anak tidak memungkinkan mereka
membedakan secara jelas antara perkataan dan perbuatan, serta
membedakan apakah ada kesesuaian antara perkataan atau tidak. 1
Al-Qur’an menjelaskan urgensi teladan yang baik dan
pengaruhnya dalam pembinaan akhlak dan pelurusan perilaku sosial
bagi individu dan masyarakat. Alquran juga menyeru umat ini untu
meneladani Rasulullah, sebab beliaulah teladan yang baik bagi
siapapun yang menghiasi dirinya dengan akhlak mulia sehingga dia
terpuji di mata anggota masyarakatnya.
b. Pendidikan yang Mengintegrasiikan Keseimbangan antara Aspek
Duniawi dan Ukhrawi
Pendidikan yang baik adalah pendidikan yang mewujudkan
adanya keseimbangan antara pendidikan duniawi dan ukhrowi.
Seorang anak tidak hanya dijejali dengan ilmu- ilmu yang bersifat
duniawi, tetapi lebih dari itu, mereka juga dididik untuk dapat
memahami dan melaksanakan syariat Agama Islam. Mereka dididik
dan dilatih untuk menunaikan ibadah Sholat, membaca Alquran,
melaksanakan puasa, zakat dan ibadah- ibadah lainnya serta menjauhi
hal - hal yang dilarang oleh agama.
1
M.Sayyid Muhammad Az-Za'Balawi, Pendidikan Remaja antra islam dan Ilmu jiwa,
(Jakarta:Gema Insani Press, 2007), hlm.162
2

memotivasi kita agar kita menjadi mukmin yang kuat karena


Allah menyukai mukmin yang kuat. Dalam mencapai seseuatu yang
bermanfaat kita harus bersemangat. Bersemangat dalam melakukan
sesuatu yang bermanfaat harus juga tetap diiringi dengan memohon
pertolongan Allah agar dipermudah jalannya Sebagai umat Islam kita
dilarang menjadi umat yang lemah karena dapat merugikan diri
sendiri.
Dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah, manusia tidak
hanya dibebani kewajiban-kewajibannya terhadap Tuhan sebagai
pencipta, tetapi juga harus memperhatikan kebutuhan-kebutuhannya
dalam mendukung kelanjutan hidupnya. Sebab, bila kebutuhan
hidupnya terganggu, maka tugas-tugas yang diembannya sebagai
khalifah Allah di bumi tidak akan bisa dijalankannya dengan baik.
Ayat di atas mengisyaratkan bahwa manusia dituntut untuk
menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan kehidupan akhiratnya. Ia
tidak boleh hanya mengurus dunianya dan meninggalkan urusan
akhiratnya, dan demikian juga sebaliknya.
c. Pendidikan yang Menanamkan Kecerdasan Spiritual dan Emosional
Seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa
karakter identik dengan akhlak. Dalam perspektif Islam, karakter atau
akhlak mulia merupakan buah yang dihasilkan dari proses penerpan
syariah (ibadah dan muamalah) yang dilandasi oleh fondasi, akidah
yang kokoh. Ibarat bangunan, karakter atau akhlak merupakaan
kesempurnaan dari bangunan tersebut setelah fondasi dan
bangunannya kuat. Jadi, tidak mungkin karakter mulia akan terwujud
pada diri seseorang jika ia tidak memiliki akidah dan syariah yang
benar. Seorang muslim yang memiliki akidah atau iman yang benar,
pasti akan mewujudkannya pada sikap dan perilaku sehari-hari yang
didasari oleh imannya.
Perbuatan-perbuatan iman terkadang terkait dengan hak-hak
Allah, seperti mengerjakan kewajiban-kewajiban dan meninggalkan
3

hal-hal yang diharamkan. Dan termasuk dalam cakupan perbuatan-


perbuatan iman, ialah berkata yang baik atau diam dari selainnya.
Perbuatan-perbuatan iman juga terkadang terkait dengan hak-hak
hamba Allah, misalnya memuliakan tamu, memuliakan tetangga, dan
tidak menyakitinya. Ketiga hal itu merupakan karakter atau akhlak
yang diperintahkan kepada seorang mukmin yang dapat diwujudkan
dalam kehidupan sehari-hari, salah satunya dengan mengucapkan
perkataan yang baik dan diam dari perkataan yang jelek. Maka dari itu
amal shaleh (keimanan) selaras dengan terwujudnya ketiga hal .
Pendidikan kecerdasan berbasis keimanan memberikan makna
yang sangat dalam, dan luas, tidak hanya dari aspek intelegensi saja,
namun meliputi aspek kecerdasan emosional, spiritual dengan
mengedepankan keimanan yang kuat, karena semua kecerdasan itu
berasal dari karunia Allah yang Maha Kuasa, dan ilmu yang
diperolehpun juga sebagai manifestasi manusia yang selalu bersyukur,
siap menghadapi tantangan, tidak mudah menyerah dan yang selalu
tunduk dan patuh, penuh istiqamah, agar menjadi insan-insan yang
tafaquh fiddin, untuk menambah keimanan dan ketaqwaan kepada
Allah menuju derajat muttaqin.2
d. Pendidikan yang Mencangkup Jasmani, Spiritual dan Intelektual
Pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh
si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan ruhani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama. Pendidikan dalam
pandangan Islam dimaksudkan untuk peningkatan potensi spiritual dan
membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia. Akhlak
mulia mencakup etika, budi pekerti, dan moral sebagai perwujudan
dari tujuan pendidikan. Tujuan pendidikan Islam tidak hanya
membentuk anak yang beriman, berakhlak mulia, beramal shaleh tetapi
juga menjadikan anak tersebut berilmu pengetahuan dan berteknologi,

2
Marzuki, Pendidikan Karakter Islam, (Jakarta: Amzah, 2015) hlm.23
4

juga berketerampilan dan berpengalaman sehingga ia menjadi orang


yang mandiri berguna bagi dirinya, agama,orang tua serta negaranya.
Peningkatan potensi spiritual mencakup pengenalan,
pemahaman, dan penanaman nilai-nilai keagamaan, sertapengamalan
nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual ataupun kolektif
kemasyarakatan. Peringatan potensi spritual tersebut pada akhirnya
bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan. dan pisahkanlah mereka dalam tempat tidurnya."
(HR. Abu Dawud: 495). 3
Pendidikan karakter secara sederhana dapat diartikan
membentuk tabiat, perangai, watak dan kepribadian seseorang dengan
cara menanamkan nilai-nilai luhur, sehingga nilai-nilai tersebut
mendarah daging, menyatu dalam hati, pikiran, ucapan dan perbuatan,
dan mentampakkan pengaruhnya dalam realitas kehidupan secara
mudah, atas kemauan sendiri, orisinal dank arena ikhlas semata karena
Allah SWT. Penanaman dan pembentukan kepribadian tersebut
dilakukan bukan hanya dengan cara memberikan pengertian dan
mengubah pola pikir dan pola pandang seseorang tentang sesuatu yang
baik dan benar, melainkan nilainilai kebaikan tersebut dibiasakan,
dilatihkan, dicontohkan, dilakukan secara terus menerus dan
dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari.

e. Pendidikan yang Bertujuan untuk Melahirkan Pribadi yang Bermoral

Pendidikan karakter merupakan upaya untuk membantu


perkembangan jiwa anak-anak baik lahir maupun batin, dari sifat
kodratinya menuju ke arah peradaban yang manusiawi dan lebih baik.
Misalnya: mengajari selalu berbicara baik, bersikap sopan, menjaga
kebersihan, menghargai orang lain, menghormati orang tua, menolong
orang yang kesusahan merupakan proses pembentukan karakter.
3
Muslim bin al Hajjah bin muslim Kausyaz al-Qusyair an Naishuri, shahih Dawud, (Beirut:Dqr
al-Fikir, 1995) no 495.
5

Rusaknya moral bangsa ini dikarenakan kurangnya pendidikan


karakter sehingga menimbulkan banyak kasus-kasus seperti korupsi,
asusila, kejahatan, tindakan kriminal pada semua sektor
pembangunan. Pendidikan karakter merupakan proses yang
berkelanjutan dan tak pernah berakhir (never ending procus), sehingga
menghasilkan perbaikan kualitas yang berkesinambungan (continuous
quality improvement), yang ditujukan untuk manusia masa depan dan
berakal pada nilai-nilai budaya bangsa. Pendidikan karakter memiliki
makna yang lebih tinggi dari pendidikan moral, karena pendidikan
karakter tidak hanya berkaitan dengan masalah benar-salah, tetapi
bagaimana menanamkan kebiasaan tentang hal-hal yang baik dalam
kehidupan, sehingga peserta didik memiliki kesadaran dan
pemahaman yang tinggi, serta kepedulian dan komitmen untuk
menerapkan kebajikan dalam kehidupan sehari-hari.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa karakter merupakan
sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral, yang di
wujudkan dalam tindakan nyata melalui perilaku baik, jujur,
bertanggung jawab, menghormati orang lain, menghargai orang tua
dan nilai-nilai karakter mulia lainnya.
B. Pendidikan Karakter Dalam Pandangan Ahli Pendidikan Islam
Pendidikan karakter adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk
memahami, membentuk, memupuk nilai-nilai etika, baik untuk diri sendiri
maupun untuk semua warga masyarakat atau warga negara secara
keseluruhan.2 Dalam Islam, tidak ada disiplin ilmu yang terpisah dari
etika-etika Islam. Sebagai usaha yang identik dengan ajaran agama,
pendidikan karakter dalam Islam memiliki keunikan dan perbedaan
dengan pendidikan karakter di dunia barat. Perbedaan-perbedaan tersebut
mencakup penekanan terhadap prinsip-prinsip agama yang abadi, aturan
dan hukum dalam memperkuat mralitas, perbedaan pemahaman tentang
kebenaran, penolakan terhadap otonomi moral sebagai tujuan pendidikan
6

moral, dan penekanan pahala di akhirat sebagai motivasi perilaku


bermoral.
Inti dari perbedaaan-perbedaan ini adalah keberadaan wahyu Ilahi
sebagai sumber dan rambu-rambu pendidikan karakter dalam Islam.
Akibatnya, pendidikan karakter dalam Islam lebih sering dilakukan
dengan cara doktriner dan dogmatis, tidak secara demokratis dan logis.
Implementasi pendidikan karakter dalam Islam, tersimpul dalam karakter
pribadi Rasulullah SAW. Dalam pribadi Rasul, tersemai nilai-nilai akhlak
yang mulia dan agung. Al-qur’an dalam surat Al-ahzab ayat 21
Artinya: “Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”. Dan
dalam suatu hadits dinyatakan bahwa inti diutusnya Rasulullah Saw itu
adalah untuk menyempurnakan akhlak manusi. “Sesungguhnya aku diutus
hanya untuk menyempurnakan akhlak yang mulya”
Karakter atau Akhlak tidak diragukan lagi memiliki peran besar
dalam kehidupan manusia. Menghadapi fenomena krisis moral, tuduhan
seringkali diarahkan kepada dunia pendidikan sebagai penyebabnya. Hal
ini dikarenakan pendidikan berada pada barisan terdepan dalam
menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas, dan secara moral
memang harus berbuat demikian4. Pembinaan karakter dimualai dari
individu, karena pada hakikatnya karakter itu memang individual,
meskipun ia dapat berlaku dalam konteks yang tidak individual.
Karenanya pembinaan karakter dimulai dari gerakan individual, yang
kemudian diproyeksikan menyebar ke individu-idividu lainnya, lalu
setelah jumlah individu yang tercerahkan secara karakter atau akhlak
menjadi banyak, maka dengan sendirinya akan mewarnai masyarakat.
Pembinaan karakter selanjutnya dilakukan dalam lingkungan
keluarga dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi

4
. Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan Mengatasi Kelemahan Pendidikan Islam di Indonesia.
(Jakarta: Prenada Media, 2007), 219
7

pertumbuhan dan perkembangan anak. Melalui pembinaan karakter pada


setiap individu dan keluarga akan tercipta peradaban masyarakat yang
tentram dan sejahtera. Dalam Islam, karakter atau akhlak mempunyai
kedudukan penting dan dianggap mempunyai fungsi yang vital dalam
memandu kehidupan masyarakat. Sebagaimana firman Allah SWT di
dalam Al-qur’an surat An-nahl ayat 90 sebagai berikut 5: َ
Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan
berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang
dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. dia memberi
pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran”.
Pendidikan karakter dalam Islam diperuntukkan bagi manusia yang
merindukan kebahagiaan dalam arti yang hakiki, bukan kebahagiaan
semua. Karakter Islam adalah karakter yang benar-benar memelihara
eksistensi manusia sebagai makhluk terhormat sesuai dengan fitrahnya. 6
Islam merupakan agama yang sempurna, sehingga tiap ajaran yang ada
dalam Islam memiliki dasar pemikiran, begitu pula dengan pendidikan
karakter. Adapun yang menjadi dasar pendidikan karakter atau akhlak
adalah Al-qur’an dan Al-hadits, dengan kata lain dasar-dasar yang lain
senantiasa di kembalikan kepada Al-qur’an dan Al-hadits.Di antara ayat
Al-qur’an yang menjadi dasar pendidikan karakter adalah surat Luqman
ayat 17-18 sebagai berikut yang artinya:
Artinya: “Hai anakku, Dirikanlah shalat dan suruhlah (manusia)
mengerjakan yang baik dan cegahlah (mereka) dari perbuatan yang
mungkar dan Bersabarlah terhadap apa yang menimpa kamu.
Sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan (oleh
Allah). Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena
sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh.

5
. Amru Khalid. Tampil menawan Dengan Akhlak Mulia. (Jakarta: Cakrawala Publishing, 2008),
hlm. 37
6
. Abdul Majid, Dian Andayani. Pendidikan karakter dalam perspektif Islam. (Bandung: Insan
Cita Utama, 2010), 61.
8

Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi


membanggakan diri”.
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa ajaran Islam serta
pendidikan karakter mulia yang harus diteladani agar manusia yang hidup
sesuai denga tuntunan syari’at, yang bertujuan untuk kemaslahatan serta
kebahagiaan umat manusia. sesungguhnya Rasulullah adalah contoh serta
teladan bagi umat manusia yang mengajarkan serta menanamkan nilai-
nilai karakter yang mulia kepada umatnya. Sebaik-baik manusia adalah
yang baik karakter atau akhlaknya dan manusia yang sempurna adalah
yang memiliki akhlak al-karimah, karena ia merupakan cerminan iman
yang sempurna.
Atas dasar itu, pendidikan karakter bukan sekedar mengajarkan
mana yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu, pendidikan karakter
menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang baik sehingga
peserta didik menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan
salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor). Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik harus
melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik (moral knowing),
akan tetapi juga “merasakan dengan baik atau loving good (moral feeling),
dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan
pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus dipraktikkan dan dilakukan.
C. Hadis-Hadis Tentang Pendidikan
1. Takhrij Hadis
Metode takhrij yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Takhrij al hadis bil maudhu. Adapun cara metode takhrij hadis bi lafz
ada dua cara yaitu:
a. Dengan cara mengetahui lafaz dari matan hadis
b. Dengan cara mengetahui lafaz matan hadis yang paling sedikit
berlakunya.
9

Dalam penelitian hadis bi lafz pelacakan materi hadis ini


mencakup kata ‘alimu, dharaba, al-shalah dan madja’un
(jamak:madaji) dan walada. Setelah dilihat langsung dalam kitab
mu’jam al mufahraz li alfazi al hadis an nabawi, penyusun
mendapatkan hadis-hadis tersebut terdapat dalam kitab hadis yaitu
kitab sunan abi daud,sunan at turmuzi, sunan ad darii dan musnad
ahmad bin hanbal. Dari penelusuran hadis melalui metode ini
didapatilah sekian banyak hadis yang tergabung dalam pembahsan
tema berikut.
2. Pembicaraan Hadis tentang Prinsip-Prinsip Pendidikan
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa pendidikan dalam
konsep Islam adalah memlihara, membesarkan dan mendidik yang
sekaligus mengandung makna mengajar. Jadi, pendidikan itu adalah
memberikan bimbingan secara sadar oleh pendidik terhadap
perkembangan rasio dan mental atau jasmani dan rohani si terdidik
menuju terbentuknya kepribadian yang utama.
Beberapa prinsip pendidikan seperti itu jika ditelusuri dari
perkembangan Islam awal seperti yang ditunjuki oleh hadis Nabi,
meski masih sangat umum, Nbai telah banyak membicarakannya.
Misalnya beberapa prinsip dasar tentang mencari ilmu maupun
petunjuk menyampaikan suatu ilmu yang merupakan bagian dari
proses pendidikan itu antara lain temukan dalam hadis-hadis sebagai
berikut:
‫من تعَّلم ْعلما مما يبتغى به وجُه اَّلِ َّل عز وجل َل يتعلمه َّإ َل ليصيب به عرضا من الدنيا لم‬
‫يجد عرف الجنة يوم القيامة يعني ري َحها‬

ْ ‫ُصيب بِه َع َرضًا‬


‫من‬ َ ِ ْ ‫َِم ْ ِن تَ َعلَّ َم ِع ْل ًما َِّما ِ ي بْ تَ غَى بِ ِه َو‬
‫ج هُ الَّ ِّل َل ي تَ عَل ُمهُ إ ََّل لي‬
ْ
‫ رواه احمد وابوداودوابن ماجه‬. ‫ي ْد َعرْ فَ ا ْلَنَّة‬ َ ‫ال ُّد ْن يَا َْل‬.

“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang tidak untuk mencari


keridhan Allah, tapi hanya untuk mendapatkan nilai-nilai material dari
10

kehidupan duniawi, maka ia tidak akan mencium harumnya surga.”


Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Majah.
Menurut penilaian Muhammad Ibn Shalih al-‘Utsaimin,7 yang
mengutip penilaian Nashir al-Din al-Albani hadis ini shahih, baik yang
diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibn Majah, maupun oleh Ahmad.
Dalam sunan Abu Dawud tercantum dalam hadis nomor 3664, dalam
sunan Ibnu Majah tercantum dalam hadis nomor 252, dan dalam
musnad Ahmad tercantum dalam II:238, dan lainlain, yang bersumber
dari Abu Hurairah. Yang artinya:
“Barangsiapa menuntut ilmu untuk menyaingi para ulama, atau
untuk menyombongi orang-orang bodoh atau untuk memalingkan
pandangan orang-orang kepadanya, maka Allah memasukkannya ke
dalam neraka” Riwayat al-Tirmidzi.
Menurut al-Suyuthi hadis yang kedua ini kualitasnya shahih. 8
Jadi, meskipun kulaitas hadis pertama hasan, namun dikuatkan dengan
hadis yang kedua ini yang berkualitas shahih, sehingga dari segi
kehujjahan hadis tersebut dapat dijadikan hujjah. Ternyata pula hadis
tersebut diriwayatkan pula oleh imam-imam hadis yang lain seperti
altirmidzi dan ibn majah.9
Menurut penelitian Jalal al-Din alSuyuthi, kualitas hadis ini
hasan, seperti tercantum dalam kitabnya: al-Jami’ alShagir min Hadis
al- Basyir al-Nadzir, Jilid V. Namun menurut penelitian Muhammad
Nashir al-Din al-Albani, kualitas hadis ini shahih, seperti tercantum
dalam kitabnya: Shahih al-Jami al-Shagir wa Ziyadatih, jilid V hlm.
302.10 hadis ini tercatat dalam Shahih Muslim, hadis no. 2699, juga
terdapat dalam sunan Abu Dawud hadis no. 3643, al-Tirmidzi hadis

7
Musthalah al-Hadis, (Saudi Arabia: Darl AlFatah al-Syariqah, 1994), 123.
8
Al-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, diterjemahkan Oleh H. Nadjih Ahjad, (Surabaya: PT. Bina
Ilmu, 1996), Jilid V, 9 dan 267.
9
Sunan At-Tirmidzi, Hadis No. 2654, yang bersumber dari periwayatan Ka’ab Ibn Malik, Lihat
pula Sunan Ibnu Majah, Hadis No. 260, yang bersumber dari Abu Hurairah. Menurut Nasr Al-Din
al-Albani, Kualitas Hadis ini Hasan. Lihat Shahih alJami Hadis No. 6382-3
10
Al-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, 243 8 Musthalah al-Hadis, 127.
11

no. 2636, dan Ibn Majah hadis no. 225, yang bersumber dari Abu
Hurairah.
Jadi, dari segi kualitas hadis ini dapat dijadikan hujjah. Bahkan
Muhammad Ibn Shalih al-‘Utsaimin8 seorang ulama hadis Saudi
Arabia mengupas secara panjang lebar hadis ini, yang intinya ia
menyatakan bahwa kesungguhan dalam mencari ilmu itu bisa
beranugrah surga, dan itu merupakan hikmah bagi para pengabdi ilmu.
Kemudian ia hubungkan dengan firman Allah: “Allah memberikan
hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang
diberi hikmah, sungguh telah diberi kebaikan yang banyak. Dan tak
ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali orang-orang yang
berakal” (QS. Al-Baqarah: 269).
3. Pembicaraan Hadis tentang Pentingnya Pendidikan Anak Sejak Dini
Tema-tema pendidikan yang lebih spesifik lagi bila
dibandingkan dengan tema Hadis yang dikemukakan sebelumnya,
adalah tentang pendidikan anak. Namun tema ini pun masih bersifat
gagasan umum. Hal ini bisa dimengerti karena kondisi sosial pada
masa awal Islam masih belum disadari arti pentingnya pendidikan itu.
Pembicaraan hadis tentang pendidikan anak yang dimaksud, misalnya
hadis di bawah ini.
‫ص َرا‬ ْ ِْ‫ك لُّ َم ُْول ٍود يُ َول ُد َعلَى ال‬
ِ ‫ ف َأب َواهُ ي هَ ودَانِ ِه أوْ ي ن‬. ‫فط ِرة حى يعرب عنه لسانه‬ ُ
‫ي ِج َسان ِه‬ َُ ْ‫نِ ِه َأو‬
“Semua anak yang dilahirkan atas kesucian sampai lisannya dapat
menerangkan maksudnya, kemudian orangtuanya yang membuatnya
jadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi” Riwayat Abu Ya’la, al-thabrani,
dan al-Baihaqi, dari Aswad ibn Sari.
Menurut penelitian al-Suyuthi, kualitas hadis ini adalah shahih.11
Dengan demikian hadis ini dapat dijadikan hujjah. Karenanya,
berdasarkan petunjuk hadis ini peran sentral orang tua dalam
pendidikan anak sangat menentukan bagi suksesnya pendidikan anak.

11
Al-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, 117-118
12

Petunjuk hadis di atas, jika dikaitkan dengan kajian keilmuan


kontemporer, misalnya ilmu Psikologi, akan bertautan dan saling
menguatkan. Misalnya, menurut psikologi, anak pada dasarnya
dipengaruhi oleh dua faktor yang terintegrasi yaitu pembawaan dan
lingkungan. Sementara menurut hadis di atas ditegaskan bahwa anak
sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga terutama pihak
orangtuanya. Di sini faktor pembawaan atau watak anak yang
diturunkan oleh orangtuanya itu sebenarnya sudah tercakup. Namun
demikian, dalam kajian Islam bahwa faktor-faktor pembawaan maupun
maupun faktor-faktor dari luar kedua-duanya dapat berpengaruh pada
anak yang sedang tumbuh dan berkembang.
Hadis yang serupa dengannya antara lain :

ََّّ َ‫ ت‬.
‫ي وا لنطفِ ُك ْم َوان ِكحُوا ا لَْ ْكفَ ا َء َو َأن ِكحُوا إ لَ ْي ِه ْم‬

“Pilihlah (perempuan) untuk nutfahmu, lalu kawinilah


perempuan-perempuan yang setingkat dan gaulilah mereka” Riwayat
Ibn Majah, Hakim, dan Baihaqi. Menurut penilaian al-Suyuthi hadis
ini berasal dari periwayatan Aisyah dan kualitasnya shahih.12
Hadis yang lain bahkan memperingatkan agar berhati-hati memilih
calon istri (demikian pula calon suami), karena watak orangtuan itu
akan menurun kepada anak. Hal ini sebagaimana dinyatakan:

‫اياكم وحضراءالدمن فقالواوماوحضراءالدمن يارسول‬

‫ المراة الحسناءفى المنبت الوء السوء‬: ‫هللا ؟ قال‬

“Hati-hatilah terhadap tumbuh-tumbuhan hijau yang tumbuh di


tempat yang kotor. Kemudian para shahabat bertanya : apakah yang
dimaksud dengan tumbuh-tumbuhan hijau di tempat yang kotor itu,
wahai Rasulullah? Nabi menjawab: yaitu wanita cantik tapi tumbuh
(besar) ditempat yang jelek...”13 Bahkan al-quran membicarakan pula
12
Al-Suyuthi, Al-Jami’ Al-Shaghir, Jilid II, 343
13
Mohammad Jad al-Mawla, al-Khuluq al-Kamil, (Kairo: al-Maktabah, 1971), 104. (Penulisnya
tidak menjelaskan Hadis ini diriwayatkan oleh siapa, dan tidak dijelaskan pula kualitasnya.
13

tentang pengaruh keturunan dalam proses kejadian, pertumbuhan dan


perkembangan anak. Al-quran mengisahkan bagaimana Allah
mengutamakan keluarga Ibrahim dari sekalian alam sebagai hasil dari
keturunan yang saleh yang terus turun pada generasi berikutnya.14
Nabi Nuh mendoakan bagi kebinasaan kaumnya yang kafir itu, karena
mereka tidak memberi keturunan kecuali orang kafir. “Nuh berkata:
Ya Tuhanku! Janganlah Engkau biarkan seorang pun diantara orang-
orang kafir itu tinggal di bumi. Sesungguhnya jika Engkau biarkan
mereka tinggal, niscaya mereka akan menyesatkan hamba-hambaMu,
dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat
yang sangat kafir” (QS. Nuh: 26-27).
Aliran konvergensi dalam psikologi mengakui adanya faktor
yang berpengaruh yakni pengaruh dari dalam (pembawaan/keturunan)
dan pengaruh dari luar (lingkungan) terhadap pertumbuhan dan
perkembangan anak.15
Agar lingkungan ini diharapkan agar dapat memberikan
pengaruh yang positif terhadap proses pertumbuhan dan
perkembangan anak diperlukan upaya penataan yang sungguh-sungguh
terutama yang bersifat agamis. Seperti disinggung di muka,
perkembangan seseorang berlangsung dalam situasi pertemuan antara
dia dengan orang sekitarnya, khususnya dengan orangtuanya. Situasi
pertemuan itu merupakan situasi saling mengarah dan –disadari atau
tidak– ssaling mempengaruhi. Seorang anak yang masih reseptif itu
yang hidup dan berkembang di tengah keluarganya berorientasi kepada
mereka, menangkap dan menyerap pola pikir dan pola hidup mereka
sepanjang daya tangkap dan daya serapnya menginternalisasi norma-
norma yang berlaku dalam situasi keluarga tersebut.

Namun tampaknya Mohammad Jad al-Mawla mengakui bahwa hadis ini sebagai Hadios Shahih.
Pen,).
14
Lihat Surat Ali Imran: 34.
15
Pembahasan lebih jauh tentang masalah ini, Lihat: Proyek Pengembangan Institusi Pendidikan
Tinggi tentang: Dasar ilmu Pendidikan (Buku II A), (Jakarta: Depdikbud, 1983), 35-40.
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pendidikan karakter dalam perspektif hadis yaitu:
1. Internalisasi pengetahuan yaitu kesesuian antara teori dan praktek,
antara perkataan dan perbuatan
2. Pendidikan yang mengintegrasikan keseimbangan antara aspek
Duniawi dan Ukhwari
3. Pendidikan yang menanamkan kecerdasan spiritual dan emosional
4. Pendidikan yang mencakup jasmani, spiritual dan intelektua
5. Pendidikan yang bertujuan untuk melahirkan pribadi yang bermoral
tinggi
Pendidikan karakter dalam pandangan ahli islam yaitu pendidikan
karakter bukan sekedar mengajarkan mana yang benar dan mana yang
salah. Lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan tentang
hal mana yang benar dan salah serta mampu merasakan nilai yang baik
dan biasa melakukannya.
Adapun hadis-hadis tentang pendidikan yaitu: Takhrih Hadis,
Pembicaraan hadis tentang prinsip-prinsip pendidikan,pembicaraan hadis
tentang pentingnya pendidikan anak sejak dini
B. Saran
Sekian makalah tentang Pendidikan karakter dan ahli pendidikan
islam. ini,Besar harapan kami agar makalah yang dibuat ini bisa memberi
wawasan serta manfaat bagi para pembaca. Selain itu kami juga
mnegharapkan kritik serta saran yang memotivasi agar kami bisa
memperbaiki kesalahan dalam teknik maupun proses dari pembuatan
makalah ini. Atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Az-Za’Balawi, M. Sayyid,2007. Pendidikan Remaja antara islam dan


Ilmu jiwa, Jakarta:Gema Insani.
Marzuki,2015. Pendidikan karakter islam, Jakarta:Amzah.
Masduki Yusron, Pendidikan kecerdasan berbasis keimanan.
Palembang:Universitas Muhammadiyah.
Nata, Abuddin, 2007. Manajemen pendidikan mengatasi kelemahan pendidikan
islam, Jakarta:Prenada Media.
Khalid, Amrud,2008. Tampil menawan dengan akhlak mulia, Jakarta:Cakrawala
Publishing.
Majid Abdul, Andayani Dian, 2010.Pendidikan karakter dalam perspektif islam.
Bandung:Insan cita utama.
Musthalah al-Hadis,1994. Saudia Arabia:Darl Al Fatah al-Syariqah.
Al-Suyuti, Al-Jami’ Al-Shaghir,1996.diterjemahkan oleh H.Nadjih Ahjad,
Surabaya:PT.Bina Ilmu.
Fikry Ali, al-ihsan,1997. Beirut:Dar al-Fikr.

Anda mungkin juga menyukai