Disusun oleh
ROKAN HULU
Pertama dan yang paling pertama Puja-puji syukur senantiasa patut kita
haturkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat yang kian tiada
terhitung, nikmat besar hingga nikmat terkecilpun dapat kita rasakan hingga detik ini.
Shalawat dan salam kita haturkan kepada sang junjungan alam kita Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa kita pada nikmatnya kehidupan yakni
dengan adanya Islam wal Iman.
Kami ucapkan terima kasih pula kepada dosen pembimbing mata kuliah
“Kapita selekta pendidikan“ yang telah berupaya membimbing kami dalam
melaksanakan tugas yang diberikan. Tujuan pendidikan adalah untuk mencerdaskan
bangsa, membentuk sumber daya, akal serta watak manusia menjadi lebih
baik. Berakhlak mulia dan berbudi luhur serta mempunyai wawasan pengetahuan
yang luas.
Kami mohon maaf apabila ada kesalahan dalam penulisan makalah ataupun
kesalahan dalam bentuk apapun, karena manusia tidak luput dari salah dan dosa.
Makalah ini kami buat dengan harapan agar dapat membantu kita semua untuk
mengetahui apa yang mencangkup tentang” PROFESIONALISME GURU DALAM
PRESPEKTIF ISLAM”
i
DAFTAR ISI
BAB I PEMBAHASAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ....................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAULUAN
A. Latar belakang
Pendidikan juga dapat dipandang sebagai titik sentral bagi totalitas kehidupan
ini. Hal ini dikarenakan pendidikan memiliki kaitan erat dengan manusia yang
merupakan pelaku atau aktor dalam kehidupan ini. Kehidupan dengan berbagai
dinamikanya mulai dari perkembangan dalam bidang komunikasi, bidang
transportasi, bidang perdagangan, dan lain-lain direkayasa oleh manusia dengan
kemampuan yang dimiliki yang diperoleh melalui pendidikan.
Dalam proses pendidikan, guru merupakan figur sentral. unsur terpenting. Citra
dan konsep tentang guru dewasa ini mengalami degradasi bila dibandingkan dengan
konsepnya di masa lalu. seorang guru dulu dipandang sebagai orang yang berilmu
yang arif bijaksana, tapi sekarang guru dilihat tidak lebih sebagai fungsionaris
pendidikan yang bertugas mengajar atas dasar kualifikasi keilmuan dan akademis
tertentu. Jadi faktor terpenting dari profesi keguruan dewasa ini adalah kualifikasi
keilmuan dan akademis tertentu. Sedangkan faktor-faktor seperti kearifan dan
kebijaksanaan yang merupakan sikap dan tingkah laku moral, tidak lagi signifikan
(Azra, 1998:165). Dalam kaitan permasalahan di atas, signifikansi artikel ini menjadi
penting untuk menegaskan kembali tentang citra dan konsep guru dalam Islam
khusunya terkait dengan profesionalisme.
1
B. Rumusan masalah
C. Tujuaan penulisan
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian profesionalisme
1
Zahruddin, PROFESIONALISME GURU DALAM PERSFEKTIF ISLAM,hal. 15
3
profesional maka lembaga, organisasi tersebut tidak akan memperoleh hasil yang
maksimal, bahkan bisa mengalami kebangkrutan.
Ajaran islam sebagai agama universal sangat kaya akan pesan-pesan yang
mendidik bagi muslim untuk menjadi umat terbaik, menjadi khalifa yang mengatur
dengan baik bumi dan se isinya. Pesan-pesan sangat mendorong kepada setiap
muslim untuk berbuat dan bekerja secara profesional, yakni bekerja dengan benar,
optimal, jujur, disiplin dan tekun2
Akhlak islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad SAW memiliki sifat-sifat
yang dapat dijadikan landasan bagi pengembangan profesionalisme. Ini dapat dilihat
pada pengertian sifat-sifat akhlak Nabi sebagai berikut :
1. Sifat kejujuran (shiddiq). Kejujuran ini menjadi salah satu dasar yang paling
penting untuk membangun profesionalisme. Hampir semua bentuk usaha yang
dikerjakan bersama menjadi hancur, karna hilangnya kejujuran. Oleh karena
itu kejujuran menjadi sifat wajib bagi Rasulullah SAW, dan sifat ini pula yang
selalu si ajarkan oleh islam melalui al-qur’an dan sunah Nabi..
2. Sifat tanggung jawab (amanah). Sikap bertanggung jawab juga merupakan
sifat akhlak yang sangat diperlukan untuk membangun profesionalisme. Suatu
perusahaan/organisasi/ lembaga apapun pasti hancur bila orang-orang yang
terlibat di dalamnya tidak amanah.
2
Zuhdi, M. Najmuddin, Berislam : Menuju Keshalehan Individual dan Sosial, h. 25
4
3. Sifat komunikatif (tabligh). Salah satu ciri profesional adalah sikap
komunikatif dan transparan. Dengan sifat komunikatif, seorang penanggung
jawab suatu pekerjaan akan dapat menjalin kerjasama dengan orang-orang
lain lebih lancer. Ia dapat juga meyakinkan rekannya untuk melakukan kerja
sama atau melaksanakan visi dan misi yang disampaikan.
4. Sifat cerdas (fatanah). Dengan kecerdasannya seorang profesional akan dapat
melihat peluang dan menangkap peluang dengan cepat dan tepat. Dalam
sebuah organisasi, kepemimpinannya yang cerdas akan cepat dan tepat dalam
memahami problematikanya yang ada di lembaganya. Ia cepat memahami
aspirasi anggotanya sehingga setiap peluang dapat segera dimanfaatkan secara
optimal dan problem dapat dipecahkan dengan cepat dan tepat sasaran.
Disamping itu, masih terdapat pula nilai-nilai islam yang dapat mendasari
pengembangan profesionalisme yaitu :
1. Bersikap positif dan berfikir positif (husnuzh zhan). Berfikir positif akan
mendorong setiap orang melaksanakan tugas-tugasnya lebih baik. Hal ini
disebabkan dengan bersikap dan berfikir positif mendorong seseorang untuk
berfikir jernih dalam menghadapi setiap masalah. Husnuzh zhan tersebut tidak
saja ditujukan kepada sesame kawan dalam bekerja, tetapi yang paling utama
adalah bersikap dan berfikir positif kepada Allah SWT. Dengan pemikiran
tersebut, seseorang akan lebih bersikap objektif dan optimistic.
2. Memperbanyak shilaturrahim. Dalam islam kebiasaan shilaturahim
merupakan bagian dari tanda-tanda keimanan. Namun dalam dunia profesi,
shilaturahim sering dijumpai dalam bentuk tradisi lobi. Dalam tradisi ini akan
terjadi saling belajar.
3. Disiplin waktu dan menepati janji. Begitu pentingnya disiplin waktu, al-
qur’an menegaskan makna waktu bagi kehidupan manusia dalam surat al-
Ashr yang diawali dengan sumpah “Demi waktu”. Begitu juga menepati janji,
al-qur’an menegaskan hal tersebut dalam ayat pertama al-maidah, sebelum
memasuki pesan-pesan penting lainnya. Yaitu yang artinya : “Hai orang-orang
5
yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu. Yang dimaksud aqad-aqad tersebut
ialah janji-janji sesama manusia.
4. Bertindak efektif dan efesien. Bertindak efektif artinya merencanakan,
mengerjakan dan mengevaluasi sebuah kegiatan dengan tepat sasaran.
Sedangkan efesien adalah penggunaan fasilitas kerja dengan cukup, tidak
boros dan memenuhi sasaran, juga melakukan sesuatu yang memang
diperlukan dan berguna. Islam sangat menganjurkan sikap efektif dan efesien.
5. Memberikan upah secara tepat dan cepat. Ini sesuai dengan Hadist Nabi, yang
mengatakan berikan upah kadarnya, akan mendorong seseorang pekerja atau
pegawai dalam memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya secara tepat pula.
Sementara apabila upah ditunda, seorang pegawai akan bermalas-malas
karena dia harus memikirkan beban kebutuhannya dan merasa karya-karyanya
tidak dihargai secara memadai.3
Dari uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa islam adalah agama yang
menekankan arti penting amal dan kerja. Islam mengajarkan bahwa kerja harus
dilaksanakan berdasarkan prinsip sebagai berikut :
Artinya : dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai
pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan, dan hati,
semuanya itu akan diminta pertanggung jawabanya.
3
Ibid,h,26-27
6
3. Berorientasi kepada mutu dan hasil yang baik. Dalam islam, amal, dan kerja
harus dilakukan dalam bentuk yang shalih. Sehingga makna amal shalih dapat
dipahami sebagai kerja sesuai standar mutu, baik mutu dihadapan Allah
maupun dihadapan manusia rekan kerjanya.
4. Pekerjaan itu senantiasa diawasi oleh Allah, Rasulullah, dan Masyarakat, oleh
karena itu dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
5. Pekerjaan dilakukan dengan semangat dan etos kerja yang tinggi
6. Pengupahan harus dilakukan secara tepat dan sesuai dengan amal atau karya
yang dihasilkannya.
7
2. Q.S Al-Isra’ ayat 36
Artinya: “Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya” (Q.S A-Isra’ ayat 36)
Ayat di atas menjelaskan larangan bekerja tanpa Ilmu, bekerja harus
mempunyai pengetahuan yang cukup dalam bidang tersebut, karena semua
amal yang kita lakukan akan dipertanggung jawabkan di hadapan Allah
3. Hadist Bukhari
“Apabila suatu urusan di serahkan kepada yang bukan ahlinya maka
tungguhlah saat kehancuran”
Hadist ini mengatakan surat al-isra ayat 36 bahwa bekerja harus sesuai
ahlinya. Sebagai contoh orang yang ahli dibidang informatika bekerja dibidang
informatika, bukan bekerja di bidang kedokteran dan sebagainya.
4. Hadist Bukhari
Abdullah bin Umar berkata :” Apabila kamu berada pada sore hari maka
janganlah menunggu waktu pagi.Jika kamu berada pada waktu pagi janganlah
kamu menunggu waktu sore.Gunakan waktu sehatmu untuk masa sakitmu dan
masa hidupmu untuk masa matimu.“ HR.Bukhari)
8
D. Profesionalisme guru dalam islam
Untuk menjadi seorang guru tidaklah mudah seperti yangdibayangkan orang
selama ini. Mereka menganggap hanya dengan pegang kapur dan membaca buku
pelajaran, maka cukup bagi mereka untuk berprofesi sebagai guru. Ternyata untuk
menjadi guru yang profesional tidak mudah, harus memiliki syarat-syarat khusus dan
harus mengetahui seluk-beluk teori pendidikan. Supaya tercapai tujuan pendidikan,
maka seorang guru harus memiliki syarat-syarat pokok. Syarat pokok yang dimaksud
menurut Sulani adalah:
1.Syarat syakhsiyah (memiliki kepribadian yang dapat diandalkan).
2.Syarat ilmiah (memiliki ilmu pengetahuan yang mumpuni)
3.Syarat idhdfiyah (mengetahui, menghayati dan menyelami manusia yang
dihadapinya, sehingga dapat menyatukan dirinya untuk membawa anak didik
menuju tujuan yang ditetapkan)4
4
Sulani, Petunjuk dalam Mencetak Generasi Muslim, (Bandung: Al-Ma’arif, 1982), h. 64
9
pengabdian kepada manusia. Di sini pengabdian dalam Islam, selain demi
kemanusiaan, juga dikerjakan demi Tuhan, jadi ada ada unsur transenden dalam
pelaksanaan profesi dalam Islam. Unsur transenden ini dapat menjadikan pengamalan
profesi dalam Islam lebih tinggi nilai pengabdiannya dibandingkan dengan
pengamalan profesi yang tidak didasari oleh keyakinan iman kepada Tuhan.
Bagi islam, seorang guru haruslah bukan hanya sekedar tenaga pengajar, tetapi
sekaligus adalah pendidik. oleh karena itu dalam islam, seorang dapat menjadi guru
bukan hanya karena ia telah memenuhi kualifikasi keilmuan dan akademis saja, tetapi
lebih penting lagi ia harus terpuji akhlaknya(Azra, 1998:167). Lebih lanjut menurut
Syed Hossein Nasr dalam yang dikutip oleh Arza menyatakan: “guru sebagai figur
sentral dalam pendidikan haruslah dapat diteladani akhlaknya disamping kemampuan
keilmuan dan akademisnya. Selain itu, guru haruslah mempunyai tanggung jawab
moral dan keagamaan untuk membentuk anak didiknya menjadi orang yang berilmu
dan berakhlak. Selain itu, keyakinan pada ajaran Islam, bahwa Ilmu yang dimilikinya
tidak ada apa-apanya dibandingkan ilmu Allah Swt., menumbuhkan dalam diri guru
sikap rendah hati (tawadhu), ikhlas, sabar, tolong menolong (ta’awaun) dan lain-lain.
sikap ini selain dapat menjadikan faktor-faktor ekonomis dan materi menjadi tidak
lagi terpenting, sekaligus akan menghindarkan diri guru dari sikap merasa paling
pintar sendiri (narsisime) atau keangkuhan intelektual (intellectual governance),
otoriter terhadap murid dan lain-lain (Arza, 1998:168).
Syarat bagi seorang pendidik yang profesional menurut al-Abrasyi (Suharto,
2011:116) adalah seorang pendidik tidak boleh mengutamakan materi, mendidik
karena Allah, bersih dari dosa dan maksiat, ikhlas dalam bekerja, pemaaf, mencintai
anak didik, mengetahui watak anak didik, dan menguasai materi pelajaran
Sementara itu, an-Nahlawi (Suharto, 2011:117) mensyaratkan sepuluh sifat
yang harus dimiliki pendidik. Kesepuluh sifat ini adalah sebagai berikut:
1. tujuan hidup, tingkah laku dan pola pikir pendidik hendaknya bersifat
rabbani yaitu bersandar kepada Allah, mentaati Allah, mengabdi kepada
Allah, mengikuti syariatnya dan mengenal sifat-sifatnya;
10
2. menjalankan aktivitas pendidikan dengan penuh keikhlasan. Pendidik
dengan keluasan ilmunya hendaknya menjalankan profesinya hanya
bermaksud mendapat keridhaan Allah dan menegakkan kebenaran;
3. menjalankan aktivitas pendidikan dengan penuh kesabaran karena tujuan
pendidikan tidak akan tercapai dengan tergesa-gesa. Pendidik tidak boleh
menuruti hawa nafsunya, ingin segera melihat hasil kerjanya sebelum
pengajaran itu terserap dalam jiwa anak;
4. menyampaikan apa yang diserukan dengan penuh kejujuran. apa yang
disampaikan terlebih dahulu sudah diamalkan pendidik, baik perkataan
maupun perbuatan, agar anak didik mudah mengikuti dan menirunya;
5. senantiasa membekali diri dengan ilmu pengetahuan, dan terus-menerus
membiasakan diri untuk mempelajari dan mengkajinya. pendidik tidak
boeh puas dengan ilmu pengetahuan yang dikuasainya;
6. memiliki kemampuan untuk menggunakan berbagai metode mengajar
secara bervariasi, menguasainya dengan baik, dan pandai menentukan
pilihan metode yang digunakan sesuai suasana yang dihadapinya;
7. memiliki kemampuan pengelolaan belajar yang baik, tegas dalam
bertindak dan mampu meletakkan berbagai perkara secara proporsional;
8. mampu memahami kondisi kejiwaan peserta didik yang selaras dengan
tahapan perkembangannya, agar dapat memperlakukan peserta didik
dengan kemampuan akal dan perkembangan psikologisnya;
9. memiliki sikap yang tanggap dan responsif terhadap berbagai kondisi dan
perkembangan dunia, yang dapat mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan
pola pikir peserta didik;
10. memperlakukan peserta didik dengan adil, tidak cenderung kepada salah
satu dari mereka, dan tidak melebihkan seseorang atas yang lain, kecuali
sesuai dengan kemampuan dan prestasinya.
Guru merupakan fokus kunci dalam mencapai tujuan pendidikan. Hal ini berarti
bahwa pendidik adalah sebuah profesi yang menuntut keahlian, tanggungjawab dan
kesetiaan. Suatu profesi tidak dapat dilakukan oleh sembarang orang yang tidak
11
dilatih atau dipersipkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan
yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal, yaitu
keahlian, komitmen, dan keterampilan yang membentuk segitiga sama sisi yang
ditengahnya terletak profesionalisme
12
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Adapun profesionalisme kerja merupakan suatu tingkah laku, suatu tujuan atau
suatu rangkaian kualitas yang menandai seseorang.Profesionalisme mengandung pula
pengertian menjalankan suatu profesi untuk keuntungan atau sebagai sumber
kehidupan. Di dalam al-qur’an dan hadist islam sangat menyukai umatnya untuk
selalu meningkatkan semangat kerja guna mencapai kehidupan yang layak dan
sejahtera dengan cara mempergunakan waktu sebaik-baiknya serta tabah dan ulet.
Tidak mudah putus asa jika ditimpa kegagalan dalam berusaha, disamping memohon
pertolongan kepada Allah.
Dari uraian di penjelasan makalah ini dapat pemakalah simpulkan bahwa akan
pentingnya menjalankan suatu pekerjaan secara profesional sesuai dengan
kompetensi profesi yang kita miliki sehingga tercipta suasana profesionalitas dalam
sebuah organisasi atau pun dalam suatu pekerjaan.
13
DAFTAR PUSTAKA
14