Anda di halaman 1dari 11

REFERAT

Macular Pucker

Pembimbing:
Dr. Med. dr. Jannes Fritz Tan, Sp.M

Disusun oleh:
Agatha Nagrintya Gintings 2065050052
Presyola Staciana 2065050059
Fika Sri Yuliandari 2065050092
Yosafat Juanto 2065050074

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA


PERIODE 11 APRIL – 30 APRIL 2022
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2022
BAB I
PENDAHULUAN

Kerutan makula idiopatik (Idiopathic Macular Pucker) atau membran epiretinal


(ERM/Epiretinal Membran) adalah penyakit yang berhubungan dengan proliferasi jaringan
fibroseluler pada vitreoretinal di area makula.1 Proliferasi sel myofibroblastik pra-retina ini
terkait dengan matriks ekstraseluler (ECM). Membran epiretinal dapat diklasifikasikan menjadi 2
berdasarkan etiologi, yaitu ERM Primer dan Sekunder. ERM Primer bila terjadi secara idiopatik
atau didapatkan adanya gambaran ablasio vitreus posterior (PVD/Posterior Vitreous
Detachment). Sedangkan ERM Sekunder bila didapatkan adanya penyakit dasar pada mata.2
Studi oleh Blue Mountains Eye Study (BMES) dan Beaver Dam Eye Study (BDES),
studi dengan populasi besar, melaporkan prevalensi kejadian ERM sebesar 7% dan 11,8%,
dengan insidensi kumulatif selama 5 tahun sebesar 5,3%. Meningkatnya usia merupakan faktor
risiko paling konsisten pada ERM, dengan prevalensi tertinggi pada usia dekade ke-7. Prevalensi
meningkat dari 1,9% (usia <60 tahun) menjadi 7,2% (usia 60-69 tahun) menjadi 11,6% (usia 70-
79 tahun), sebelum akhirnya berkurang menjadi 9,3% pada usia 80 tahun atau lebih. Jenis
kelamin tidak menjadi faktor risiko utama. Berdasarkan hasil studi dari beberapa jurnal
didapatkan keberagaman prevalensi ERM antara kelompok ras & negara, yaitu : Australia 8,9%;
Amerika Serikat 18,7%; Singapura 12,1%; Cina 7,6%; Jepang 5,7%; Korea 2,9%. Singapore
Malay Eye Study [SiMES] Group melaporkan pravalensi ERM dua kali lebih tinggi pada ras
Melayu (15,8%) dibandingkan dengan ras Kaukasia (6,8%).2
Klinis ERM bisa asimptomatik hingga simptomatik yang mengganggu fungsi
penglihatan. Gejala tersering adalah penurunan ketajaman penglihatan, metamorphopsia,
sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah penglihatan ganda, sensitivitas pada cahaya,
stereopsis dan aniseikonia.2,3 Menegakkan diagnosis ERM, didasarkan dari anamnesis,
pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang seperti penggunaan grafik Snellen,
biomikroskopi slitlamp, fotografi fundus, flueresen angiografi dan pencitraan SD-OCT. 4 ERM
dapat diklasifikasikan menjadi 4 tahap berdasarkan pemeriksaan SD-OCT(Spectral Domain
Optical Cohorence Tomography) yang disusun oleh Goveto pada tahun 2017OCT.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Membran epiretinal (ERM/Epiretinal Membran) dapat didefinisikan sebagai proliferasi sel
myofibroblastik pra-retina yang terkait dengan matriks ekstraseluler (ECM).2

Etiologi dan Faktor Resiko


Membran epiretinal dapat diklasifikasikan menjadi 2 berdasarkan etiologi, yaitu ERM Primer
dan Sekunder. ERM Primer atau Idiopatik ERM (iERM) terjadi ketika tidak ada kelainan mata
terkait, atau hanya ablasio vitreus posterior (PVD). Kejadian PVD sebanyak 78-95% pada kasus
iERM. Disebut ERM sekunder bila penyebab ERM oleh karena penyakit okular yang ada saat itu
atau sebelumnya. Dari semua ERM, ± 32,3% sekunder, dengan penyebab tersering ialah operasi
katarak sebelumnya, retinopati diabetik dan oklusi vena retina. Satu studi menemukan, bahwa
11,2% mata tanpa ERM 1 bulan pasca operasi katarak dapat berpotensi ERM dalam 3 tahun
kedepan. Berikut daftar etiologi ERM dalam Tabel 1.2
Tabel 1. Etiologi ERM2

Etiologi Membran Epiretinal

Iidiopatik : Sekunder :

● Tidak ada patologi ● Iatrogenik :


● Hanya lepasnya vitreous posterior ○ Operasi katarak
○ Operasi vitrektomi
○ Retinopexy (laser atau cryotherapy)
● Penyakit vaskular retina :
○ Retinopati diabetik
○ Penyakit oklusi vaskular retina
○ Coat’s disease
○ Makroaneurisma arteri retina
○ Retinopati radiasi
○ Retinopati sickle-cell
● Uveitis
● Robek/lepasnya retina
● Terkait gangguan traksi vitreomacular :
○ Macular hole
○ Sindrom traksi vitreomakula
● Miopia patologis
● Trauma
● Tumor intraokular :
○ Hemangioblastoma retina
○ Tumor vasoproliferatif
○ Melanoma koroidal
○ Kombinasi hematom retina dan
pigmen epitel retina
○ Retinal astrocytic hemartoma
● Degenerasi makula terkait usia
● Distrofi retina :
○ Retinitis pigmentosa
● Neurofibromatosa tipe 2

Epidemiologi
Studi oleh Blue Mountains Eye Study (BMES) dan Beaver Dam Eye Study (BDES),
studi dengan populasi besar, melaporkan prevalensi kejadian ERM (Epiretinal Membrane)
sebesar 7% dan 11,8%, dengan insidensi kumulatif selama 5 tahun sebesar 5,3%. ERM terjadi
secara bilateral pada 19,5-31% pasien. Meningkatnya usia merupakan faktor risiko paling
konsisten pada ERM, dengan kebanyakan pasien berusia diatas 50 tahun dan prevalensi
memuncak pada dekade ke-7. Prevalensi meningkat dari 1,9% (usia <60 tahun) menjadi 7,2%
(usia 60-69 tahun) menjadi 11,6% (usia 70-79 tahun), sebelum akhirnya berkurang menjadi 9,3%
pada usia 80 tahun atau lebih. Jenis kelamin tidak menjadi faktor risiko utama.2
Terdapat variabilitas prevalensi ERM pada kelompok ras serta negara yang berbeda: di
Australia 7% menurut BMES dan 8,9% menurut MCCS; di Amerika Serikat 11% menurut
BDES dan 18,7% menurut LALES; di Singapura 7,6% menurut SIES, 7,9% menurut SiMes, dan
12,1% menurut SEED; di Cina 1,02% menurut BB, 2,2% menurut BES, 3,4% menurut JES, dan
7,6% menurut KES; di Jepang 4,0% menurut HS, 5,7% menurut FS; di Korea 2,9% menurut
KNH and NES). Hal ini dapat dikaitkan dengan modalitas pencitraan dan metodologi pembacaan
yang berbeda, serta pengaruh pigmentasi retina yang dapat mempengaruhi kemampuan untuk
mendeteksi ERM pda fotografi fundus atau mengarah pada kesalahan penilaian pada ERM akibat
refleks artefak retina.2

Patogenesis & Patofisiologi

ERM secara umum terbentuk dari dua lapisan yang berada di atas membran pembatas
interna (ILM). Lapisan terluar (berada di atas ILM) terdiri dari protein ECM non seluler yang
mengandung kumpulan fibril ekstraseluler berorientasi acak. Di atas lapisan ini terdapat lembar
seluler bagian dalam yang terdiri dari lapisan sel epiretinal. Pada perkembangan ERM,
akumulasi sel seperti miofibroblas dan deposisi ECM dapat meningkatkan sifat
kontraktilitasnya.2

Pada idiopatik ERM, transdiferensiasi berbagai sel prekursor untuk miofibroblas


dianggap sebagai kunci terjadinya proses patogenik namun sulit diidentifikasi karena cepat
menghilang saat transdiferensiasi. Namun, studi imunohistokimia menunjukkan miofibroblas
berasal dari konstituen seluler yang sering ditemukan pada ERM (sel glial retina, hialosit, sel
pigmen epitel retina (RPE) dan fibroblas). Bukti yang ada saat ini menunjukkan transdiferensiasi
miofibroblas terlihat oleh adanya reduksi protein sel spesifik seperti GFAP (Glial Fibrillary
Acidic Protein) dan protein yang di upregulasi terkait dengan proliferasi miofibroblas dan
kontraktilitas membran seperti alfa-SMA (Alpha-Smooth Muscle Actin). Tipe sel predominan
pada ERM berbeda-beda pada tiap studi, dimana hal ini merefleksikan perbedaan faktor-faktor
etiologi serta metode (seperti histologi, mikroskop elektron, dan immunofluorescence) dalam
mengidentifikasi tipe sel.2
Bagaimana cara sel prekursor mencapai permukaan dalam retina masih dalam
perdebatan. Bukti histopatologis menunjukkan tiga teori terkait patogenesis ERM. Teori klasik
oleh Foos adalah sel glia retina migrasi ke permukaan retina via defek mikro pada ILM saat
terjadinya PVD. walaupun proliferasi sel glia telah didemonstrasikan dalam kaitan langsung
dengan defek ILM, hal ini juga telah ditemukan terjadi pada teori umum formasi ERM idiopatik.
Teori yang lebih diterima secara luas adalah bahwa ERM dipresipitasi oleh PVD yang tidak
normal dimana hialosit residual pada permukaan retina mengalami pertumbuhan dan metaplasia
untuk membentuk ERM. Namun teori-teori ini tidak menjelaskan keberadaan ERM dengan
absennya PVD. Teori yang ketiga dimana sering ditemukannya sel RPE pada ERM idiopatik dan
mengusulkan keterlibatannya pada transdiferensiasi serta migrasi melalui retina dan defek mikro
di ILM. Dengan kekurangan-kekurangan pada tiap teori, tidak ada persetujuan universal terkait
proses awal penyakit ini.2

Manifestasi Klinis

Epiretinal Membrane (ERM) adalah membrane nonvaskularisasi yang timbul pada badan
vitreous dan Internal Limiting Membrane (ILM). Pada kasus Makular Pucker atau Epiretinal
Membrane, bisa didapati gejala maupun bisa tanpa gejala. Manifestai klinis dasari berdasarkan,
jenis ERM, tingkat keparahan, durasi terjadi dan lokasinya. 2 Pada tahapan awal, dengan tingkat
keparahan yang ringan, umumnya pasien tidak menunjukka gejala yang jelas. Membran ini lama
kelamaan akan menyebabkan adanya traksi retina dan perubahan anatomi retina. Jika terdapat
keterlibatan pada regio macula ataupun perimakuler, disertai adanya traksi retina atau edema,
akan memengaruhi penglihatan.3 Gejala umum yang terjadi adalah penurunan ketajaman
penglihatan, metamorphopsia, sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah penglihatan ganda,
sensitivitas pada cahaya, stereopsis dan aniseikonia. Gejala ini bisa ditemukan melalui pengujian
khusus seperti M-CHARTS untuk mendeteksi metamorophopsia dan grafik uji aniseikonia untuk
aniseikonia. Gejala yang dialami pasien, akan menyebabkan gangguan pada penglihatan yang
berefek pada penurunan aktifitas sehari-hari. Berdasarkan jurnal, ditemukan gejala ERM terbaru
yang disebut interfensi binocular, dimana pasien perlu menurup salah satu mta untuk
meningkatkan penglihatan mereka tanpa adanya diplopia maupun strabismus.2
Pemeriksaan Fisik dan Penunjang

Untuk menegakan diagnosis ERM, didasarkan dari anamnesis, pemeriksaan klinis dan
pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan. Yang dilakukan adalah pemeriksaan oftalmik lengkap,
termasuk dengan pemeriksaan ketajaman penglihatan dengan menggunakan grafik Snellen, lalu
pemeriksaan segmen anterior dan segmen posterior dengan biomikroskopi slitlamp, fotografi
fundus, flueresen angiografi (HRA-2; Heidelberg Engineering, AG, Heidelberg, Jerman), dan
pencitraan SD-OCT (spectral-domain optical coherence tomography).4

OCT (Spectral Domain Optical Cohorence Tomography) telah menjadi pemeriksaan


penunjang paling berguna untuk mendiagnosis ERM dan lebih sensitif dibandingkan dengan
hanya pemeriksaan fisik. Dengan OCT, dari beberapa jurnal juga disebut dapat menganalisis
kuantitatif dan korelasi dengan prognosis visual memiliki keunggulan dibandingkan sistem
klasifikasi berbasis deskriptif karena tidak hanya memungkinkan deskripsi kualitatif yang akurat,
tetapi juga untuk analisis kuantitatif dan korelasi dengan prognosis visual. Selain itu, dapat
ditemukan temuan lain yang terkait dengan ERM seperti cystoid macular oedema (CMO), foveal
ectopia, penumpulan foveal, macular holes (MHs) dan/atau perdarahan retina kecil.2

Terdapat banyak klasifikasi ERM berdasarkan pemeriksaan SD-OCT, slaha satunya


klasifikasi yang disusun oleh Goveto pada tahun 2017, dimana klasifikasi ERM didaarkan pada
ada tidaknya lubang foveal, adanya ectopic inner foveal layers (EIFLs), dan disorganisasi lapisan
retina. EIFL adalah layer hipo/hiper reflektif yang memajang dari Inner Nuclear Layer (IPL) dan
Inner Plexiform Layer (IPL) melintas fovea, dan dapat menyebabkan traksi retina dan
mengganggu ketajamam penglihatan. Klasifikasi ERM yang lebih tinggi berkaitan dengan adanya
ketajaman penglihatan yang lebih buruk, peningkatan ketebalan foveal central / Central Foveal
Thickness (CFT), dan peningkatan CMO.2
Keterangan :
● Tahap 1: terdapat lubang foveal dan ada lapisan retina yang jelas.
● Tahap 2: lubang foveal tidak ada tetapi ada lapisan retina yang jelas
● Tahap 3: lubang foveal tidak ada, terdapat ectopic inner foveal layers (EIFL)
tetapi lapisan retina masih terdefinisi dengan baik
● Tahap 4: lubang foveal tidak ada, ada EIFL dan lapisan retina terganggu

Tatalaksana
Ada beberapa tehnik pembedahan yang masih dipergunakan untuk
penatalaksanaan makular Epiretinal membrane, 3 tahap dasar :
1. Pars plana vitrectomy (PPV)
2. Epiretinal membrane peeling
3. Internal limiting membran peeling
Pars plana vitrectomy (PPV) dan membrane peeling, pertama kali dijelaskan oleh
Machemer pada tahun 1978, telah menjadi pengobatan bedah untuk ERM. Operasi pengangkatan
ERM telah dilaporkan sebagai prosedur yang aman dengan tingkat komplikasi yang rendah dan
tingkat pemulihan visual yang tinggi. Namun, kekambuhan ERM terjadi pada 10% pasien jika
epiretinal membrane peeling dilakukan sendiri dan sekitar 2% dari pasien ini memerlukan
perawatan ulang. Oleh karena itu, pengelupasan ILM baru-baru ini ditambahkan ke operasi
standar untuk mengurangi kekambuhan. Karena Internal limiting membran peeling (ILM) adalah
lamina basal yang dibentuk oleh kaki sel Muller, pengelupasan membran ini dapat menyebabkan
kerusakan fungsional dan morfologis pada retina. Oleh karena itu, peran ILM peeling saat ini
dalam operasi ERM kontroversial. Sementara beberapa penelitian melaporkan bahwa
pengelupasan ILM tidak memiliki efek negatif pada makula, yang lain melaporkan gangguan
respons elektrofisiologis.5
BAB III
KESIMPULAN

Membran epiretinal (ERM/ Epiretinal Membran) dapat didefinisikan sebagai proliferasi


sel myofibroblastik pra-retina yang terkait dengan matriks ekstraseluler (ECM). Beradarkan
etiologi, ERM, diklasifikasikan menjadi 2, yaitu ERM Primer dan Sekunder. Etiologi ERM
primer adalah Iidiopatik, dimana tidak ada patologi atau hanya lepasnya vitreous posterior.
Sedangkan ERM sekunder adalah Iatrogenik; Operasi katarak, Operasi vitrektomi, Retinopexy
(laser atau cryotherapy), dan dari Penyakit vaskular retina.
Pada kasus Makular Pucker atau Epiretinal Membrane, bisa didapati gejala maupun bisa
tanpa gejala. Manifestai klinis didapat berdasarkan; jenis ERM, tingkat keparahan, durasi terjadi
dan lokasinya. Gejala umum yang terjadi adalah penurunan ketajaman penglihatan,
metamorphopsia, sedangkan gejala yang jarang terjadi adalah penglihatan ganda, sensitivitas
pada cahaya, stereopsis dan aniseikonia. Untuk menegakan diagnosis ERM, didasarkan dari
anamnesis, pemeriksaan klinis dan pemeriksaan penunjang dengan SD-OCT (Spectral Domain
Optical Cohorence Tomography), yang dapat menentukan klasifikasi ERM.
Untuk penatalaksanaa, tehnik pembedahan yang masih dipergunakan untuk
penatalaksanaan ERM, yaitu Pars plana vitrectomy (PPV), Epiretinal membrane peeling,
Internal limiting membran peeling.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

1. Liao DY, Liu JH, Zheng YP, Wang JM, Chao HM. Outer Plexiform Layer Angle: A
Prognostic Factor for Idiopathic Macular Pucker Surgery. J Ophthalmol. 2020;2020.
2. Fung AT, Galvin J, Tran T. Epiretinal membrane: A review. Clin Exp Ophthalmol.
2021;49(3):289–308.
3. Chatzistergiou V, Papasavvas I, Ambresin A, Pournaras JAC. Prediction of Postoperative
Visual Outcome in Patients with Idiopathic Epiretinal Membrane. Ophthalmologica.
2021;244(6):535–42.
4. Demir G. Visual And Anatomical Outcomes Following Idiopathic Epiretinal Membrane
And Internal Limiting Membrane Peeling. Beyoglu Eye J. 2017;2(3):85–9.
5. Aydin T, Kerci SG, Karti O, Zengin MO, Kusbeci T. Effect of Internal Limiting
Membrane Peeling on Macular Structure and Metamorphopsia Scores in Idiopathic
Epiretinal Membrane Surgery. Open Ophthalmol J. 2020;14(1):1–8.

Anda mungkin juga menyukai