1
Dosen Tafsir Hadis Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Studi Kitab Hadis, (Yogyakarta:
Teras, 2009), 160
2
Dzulmani, Mengenal Kitab-kitab Hadis, (Yogyakarta: Insan Madani, 2008), 113
hadis-hadis Nabi, sehingga jadilah ia seorang ulama hadis yang sangat
terkemuka.
Tak bisa dipungkiri, Ibnu Majah bisa menjadi seorang ulama hadis
terkemuka berkat pengajaran yang diberikan guru-gurunya. Tidak sedikit
guru hadis yang didatangi oleh Ibnu Majah dalam proses belajarnya. Guru
pertama Ibnu Majah adalah Ali bin Muhammad al-Tanafasy dan Jubarah ibn
al-Muglis. Sejumlah nama guru Ibnu Majah yang banyak menyumbangkan
hadis antara lain Mus’ab ibn Abdullah al-Zubairi, Abu Bakar ibn Abi
Syaibah, Muhammad ibn Abdullah ibn Namir, Hisyam ibn Amar,
Muhammad ibn Rumh dan masih banyak guru yang lain. Sedangkan murid-
murid Ibnu Majah yang banyak mengambil hadis dari Ibnu Majah adalah
Muhammad ibn Isa al-Abhari, Abu Hasan al-Qattan, Sulaiman ibn Yazid al-
Qazwini, Ibn sibawaih.
Para ulama hadis, baik pada masanya maupun sesudahnya, menilai Ibnu
Majah sebagai seorang yang alim, dapat dipercaya, pendapatnya dapat
dijadikan hujjah (dalil), dan banyak menghafal hadis Nabi. Masih banyak
penilaian para ulama yang diberikan kepada sosok Ibnu Majah ini. Semua
penilaian tersebut menunjukkan bahwa ia adalah seorang yang pantas
diteladani dan memiliki jasa besar dalam mengumpulkan hadis-hadis Nabi,
serta berhasil menyemarakkan kegiatan ilmiah di bidang ilmu hadis.3
3
Dzulmani, Mengenal Kitab… 114
4
Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini, Sunan Ibnu Majah, (Beirut: Dar al-Fikr, 2004),
543-544
Ibnu Rusyd terkenal sebagai pengulas karya-karya Aristoteles
(Comentator), sebuah gelar yang diberikan Dante (1265-1321 M) dalam
bukunya Devine Commedia (Komedi Ketuhanan). Gelar ini memang tepat
untuknya, karena pikiran-pikirannya mencerminkan usahanya yang keras
untuk mengembalikan pikiran-pikiran Aristoteles kepada kemurniannya,
setelah bercampur dengan unsur-unsur Platonik yang cukup memperburuk
orisinalitas pemikirannya dan yang dimasukkan para filsuf Iskandariah.
Dengan realitas yang dialami sebagai qadhi, dokter, dan didukung oleh
berbagai penguasaan ilmu, seperti matematika, fisika, astronomi, kedokteran,
logika, dan filsafat, Ibnu Rusyd menjadi ulama dan filsuf yang sulit
ditandingi. Kehebatannya dapat dilihat dari berbagai karya yang telah ditulis,
meskipun di akhir hidupnya, Rusyd mendapat tuduhan besar sehingga ia
dibuang dari tanah kelahirannya.
Ia dituduh kafir, diadili, dan dihukum buang ke Lucena, dekat Cordova
dan dicopot dalam segala jabatannya. Lebih dari itu, semua bukunya dibakar,
kecuali yang bersifat ilmu pengetahuan murni (sains), seperti kedokteran,
matematika,dan astronomi. Suasana yang mencekam ini dimanfaatkan oleh
ulama-ulama konservatif dengan kebencian dan kecemburuan yang
terpendam selama ini terhadap kedudukan Ibnu Rusyd yang tinggi. Untunglah
masa getir yang dialami Ibnu Rusyd ini tidak berlangsung lama (satu tahun).
Pada tahun 1197 M, khalifah mencabut hukumannya dan posisinya
direhabilitasi kembali. Namun, Ibnu Rusyd tidak lama menikmati keadaan
tersebut dan ia meninggal pada 10 Desember 1198 M/ 9 Shafar 595 H di
Marakesh dalam usia 72 tahun menurut perhitungan Masehi dan 75 tahun
menurut perhitungan tahun Hijrah.5
5
Abu Isa Muhammad bin Isa bin Sauroh, Sunan al-Titmidzi, (Beirut: Dar al-Fikr, 1994), 157-158