Anda di halaman 1dari 12

TEKNIK PENYUSUNAN REGULASI MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN

Oleh: Izulhaq Eri Ardiansyah

ABSTRAK
Dalam dunia pendidikan selain sistem pendidikan, proses belajar mengajar dan strategi
pembelajaran, masalah keuangan menjadi bagian vital dalam berjalanannya proses
pendidikan. Faktor keuangan menjadi tonggak berjalannya proses belajar mengajar.
Masalah keuangan menjadi salah satu momok dalam dunia pendidikan karena dinilai dapat
menjadi suatu hal yang menguntungkan dan dapat pula menjadi suatu hal yang merusak
esensi pendidikan itu sendiri. Untuk menghindari segala hal yang tidak diinginkan sampai
pada tahap merusak maka masalah keuangan utamanya dalam dunia pendidikan, maka perlu
dilakukannya manjemen keuangan yang berregulasi. Dalam jurnal ini penulis akan
membahas tentang penyusunan regulasi keuangan, pengembangan kebijakan keuangan, dan
manajemen keuangan pendidikan di Indonesia.
Keyword: Regulasi, Manajemen Keuangan, Pendidikan

1. Penyusunan Regulasi Pendidikan


Peraturan adalah gambaran kebijakan pengelola organisasi pelayanan pendidikan.
Peraturan pendidikan disusun dan ditetapkan terkait dengan beberapa hal. 1 pertama,
regulasi pendidikan dimulai dengan adanya berbagai isu-isu terkait regulasi tersebut.
Kedua, bahwa tindakan yang diambil terkait isu yang ada adalah berbentu regulasi
atau aturan yang dapat diinterpretasikan sebagai wujud dukungan penuh organisai
pelayanan pendidikan. Ketiga, peraturan pendidikan adalah hasil dari berbagai aspek
dan kejadian.

1
Indra Bastian, Akuntansi Sektor Publik : Suatu Pengantar, (Jakarta: Erlangga, 2005), 23
Gambar diatas menunjukkan teknik penyusunan regulasi pendidikan yang berupa
rangkaian alur tahapan regulasi pendidikan dari siap disusun, ditetapkan dan diterapkan.2
a. Pendahuluan
Perancang regulasi manajemen keuangan pendidikan wajib mampu
mendeskripsikan latar belakang perlunya disusun regulasi tersebut. Sebuah regulasi
manajemen keuangan pendidikan yang disusun, didahului oleh adanya permasalahan
atau tujuan yang ingin dicapai.
b. Mengapa diatur?
Sebuah regulasi manajemen keuangan pendidikan yang disusun disebabkan
dengan adanya berbagai isu terkait yang membutuhkan tindakan khusus dari
organisasi pelayanan pendidikan. Hal pertama yang harus ditemukan adalah jawaban
pertanyaan mengapa isu tersebut harus diatur atau mengapa regulasi manajemen
keuangan pendidikan perlu disusun.
c. Permasalahan dan misi
Sebuah regulasi manajemen keuangan pendidikan disusun dan ditetapkan, jika
alternatif solusi permasalahan telah dapat dirumuskan. Selain itu, penyusunan dan
penetapan regulasi manajemen keuangan pendidikan dilakukan dengan misi tertentu,
sebagai wujud komitmen dan langkah organisasi pelayanan pendidikan menghadapi
rumusan solusi permasalahan yang ada.
2
Ibid, 26
d. Dengan apa diatur?
Ada berbagai macam jenjang regulasi publik yang dikenal. Misalnya dalam
oraganisasi pemerintahan, di setiap jenjang struktur pemerintahan dikenal regulasi
tersendiri, contohnya peraturan daerah atau keputusan kepala daerah sebagai aturan di
daerah, bentuk aturan lainnya adalah Undang-Undang Dasar, Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan
Peraturan Presiden. Setiap permasalahan harus dirumuskan dengan jenjang regulasi
apa akan diatur, sehingga permasalahan segera dapat disikapi dan solusi tepat pada
sasarannya.
e. Bagaimana mengaturnya?
Substansi regulasi manajemen keuangan pendidikan yang disusun harus
menjawab pertanyaan bagaimana solusi permasalahan yang ada tersebut akan
dilaksanakan. Dengan demikian, regulasi manajemen keuangan pendidikan yang
disusun benar-benar merupakan wujud kebijakan organisasi dalam menghadapi
berbagai permasalahan manajemen keuangan pendidikan yang ada.
f. Diskusi/ musyawarah
Materi regulasi manajemen keuangan pendidikan hendaknya disusun dan
dibicarakan melalui mekanisme forum diskusi atau pertemuan khusus yang
membahas regulasi manajemen keuangan pendidikan. Materi tersebut hendaknya
dipersiapkan melalui proses penelitian yang menggambarkan aspirasi publik yang
betul. Sehingga, materi yang dibahas akan sebenarnya menggambarkan permasalahan
yang ada dan aspirasi masyarakat. Forum diskusi penyusunan regulasi biasanya telah
ditetapkan sebagai bagian dari proses penyusunan regulasi organisasi publik. Sebagai
contoh, di pemerintah, mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan
(musrenbang) merupakan forum diskusi dalam perumusan perencanaan
pembangunan; seperti juga, rapat pembahasan Undang- Undang, sidang paripurna di
DPR/D, dll.
g. Catatan
Catatan yang dimaksud adalah hasil dari sebuah proses diskusi yang dilakuakn
sebelumnya. Hasil catatan ini akan menjadi wujud tindak lanjut dari keputusan
organisasi pelayanan pendidikan terkait bagaimana regulasi manajemen keuangan
pendidikan akan dihasilkan dan pelaksanaannya terkait isu atau permasalahan yang
dihadapi. Secara formal, tahapan penyusunan regulasi pendidikan diatur sebagai
regulasi pada masing-masing organisasi pelayanan pendidikan seperti kementrian
pendidikan nasional, dinas pendidikan daerah, satuan pendidikan. Aturan tersebut
dapat mengatur cara penyusunan draft regulasi maupun tahapan dari penyusunan,
pembahasan, analisis hingga penetapan regulasi.
2. Regulasi sebagai Pengembangan Kebijakan Keuangan Pendidikan
Sebuah studi dari pekerjaan teoritis dan empiris dari ilmuwan sosial
mengungkapkan dua dimensi penting dari pembuatan kebijakan keuangan pendidikan
adalah siapa yang melakukannya (aktor) dan bagaimana (proses).3
Secara historis, aktor dalam pembuatan kebijakan keuangan pendidikan telah
dianggap kesatuan dan rasional; baru-baru ini analis kebijakan telah memperkenalkan
model organisasi untuk kepentingan publik termasuk bidang keuangan pendidikan
dan model untuk kepentingan personalistik atau aktoraktor yang terlibat. Unsur proses
telah berfluktuasi antara pendekatan komprehensif sinoptik dan pendekatan
incremental.
C. Lindblom dan D.K. Cohen dalam Indra Bastian, meletakkan perbedaan
antara metode-metode sinoptik dan incrementali dalam pengembangan kebijakan.4
Metode sinoptik dalam bentuknya yang paling ekstrem, sebagai perencanaan
pemerintah pusat untuk seluruh masyarakat, menggabungkan kontrol ekonomi,
politik, dan sosial kedalam satu proses perencanaan keuangan pendidikan yang
terpadu sehingga interaksi antar pelaku menjadi tidak perlu. Hal ini mengasumsikan:
(a) bahwa masalah keuangan pendidikan tidak melampaui kemampuan kognitif
manusia, (b) terdapat kriteria keuangan pendidikan yang disepakati (bukan konflik
pada nilai-nilai sosial) sehingga solusi permasalahan dapat dilaksanakan, dan (c)
bahwa pemecah masalah yang telah memadai untuk tetap dengan analisis sinoptik
sampai selesai. Di sisi lain, bergantung pada interaksi bukan pada analisis lengkap
situasi untuk mengembangkan sebuah blueprint keuangan pendidikan untuk
memecahkan berbagai masalah pendidikan itu sendiri.
Sedangkan, pendekatan incremental untuk membuat kebijakan keuangan
pendidikan dibangaun atas asumsi berikut:5 (a) pilihan kebijakan keuangan
pendidikan didasarkan pada pengetahuan yang sangat tidak pasti dan cair, dan situasi
dinamis (mengubah masalah dan berkembangnya konteks); (b) tidak ‘benar’ sehingga
solusi keuangan pendidikan dapat ditemukan, atau teknis berasal dari diagnosis
3
Andayani, Wuryan, Akuntansi Sektor Publik, (Malang: Bayumedia Publishing, 2009), 45
4
Ibid, 52
5
Asia Research Centre, Decentralisation and Development Cooperation: Issues for Donors, (Murdoch
University, 2001), 81
situasi. Jadi, tidak ada perubahan drastis dalam bidang keuangan pendidikan. (c)
Hanya penyesuaian kebijakan tambahan dan terbatas dapat dibuat, dan (d) kebijakan
penyesuaian diharapkan untuk memperbaiki suatu ketidak-puasan atas kebijakan
keuangan pendidikan di masa lalu dengan memperbaiki situasi yang ada atau
menghilangkan masalah yang mendesak. Akibatnya, penyesuaian ini bersifat tentatif.
G.T. Allison dalam Indra Bastian mengembangkan dua model alternatif dengan model
umum yang diasumsikan dari pembuat kebijakan pendidikan yang rasional: (a) model
proses organisasi pelayan pendidikan, dan (b) model politik pemerintah. Model
pertama mengasumsikan pemerintah yang terdiri dari konglomerat semi-feodal,
organisasi bersekutu, masing-masing dengan kehidupan substansial sendiri.
Keputusan didasarkan pada output dari beberapa entitas, berfungsi secara independen
menurut standar, pola perilaku, namun sebagian dikoordinasi oleh para pemimpin
pemerintahan. Model kedua mengimplementasikan konsep model pertama ini lebih
lanjut. Sementara itu juga mengasumsikan pendekatan organisasi pelayan pendidikan
terhadap para pengambil keputusan atas model Politik Pemerintahan dalam bidang
keuangan pendidikan. Keputusan pemeritnah tidak dibuat oleh sebuah negara
monolitik berdasarkan pilihan rasional, melainkan dinegosiasikan oleh para pemimpin
organisasi yang terlibat dalam proses pengambilan keputusan tertentu. Setiap
pemimpin berbasis persepsi atas permasalhan keuangan pendidikan akna mengambil
keputusan untuk organisasi selama hal itu selaras dengan tujuan pribadinya.
REGULASI MANAJEMEN KEUANGAN PENDIDIKAN DI INDONESIA
1. Review Regulasi Manajemen Keuangan
Manajemen keuangan pendidikan di Indonesia merupakan manajemen
keuangan publik, yang berada pada Kementerian Pendidikan Nasional di tingkat
nasional, Dinas Pendidikan Nasional ditingkat daerah maupun unit pelaksana
teknisnya maupun satuan pendidikan.6 Pola Kementerian Pendidikan Nasional selaras
dengan manajemen pemerintah pusat, demikian juga dengan tingkat Dinas Pendidikan
daerah yang selaaras dengan manajemen keuangan pemerintah daerah. Secara umum,
pengesahan Tripartiet Undang-Undang No. 17/2003, Undang-Undang No. 1/2004 dan
Undang-Undang No. 15/2004 merupakan titik awal reformasi manajemen keuangan
publik di Indonesia. Proses penyusunan regulasi yang telah berlangsung selama tiga
puluh tahun ini, memang sebuah perubahan mendasar dalam manajemen keuangan
publik. Undang-Undang No. 17/2003 tentang Keuangan Negara merupakan
6
Mardiasmo, Akuntansi Sektor Publik, Edisi IV , (Jakarta: Penerbit Andi, 2009), 28
perundangan yang membicarakan tentang sistem keuangan negara. Dalam hal ini,
elemen-elemen istem menjadi bagian terbesar, dan prosedur pengawasan. Undang-
Undang No. 1/2004 Perbendaharaan Negara merupakan suatu perundangan yang
mengatur tentang barang dan jasa yang diperoleh dari belanja APBN dan APBD.
Prosedur manajemen barang dan jasa publik menjadi fokus penataan. Dan, ketiga,
Undang-Undang No. 15/2004 tentang Pemeriksaan Pertanggungjawaban Pemerintah
merupakan perundangan yang mengatur prosedur untuk memastikan bahwa sistem
keuangan negara dan sistem perbendaharaan negara telah berjalan sesuai visi
perudangan yang telah disepakati bersama.

Terkait dengan belanja daerah, perubahan terlihat pada prioritas belanja daerah
(Undang-Undang No. 32/2004 pasal 167), bahwa kewajiban daerah dilaksanakan
untuk melindungi dna meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat. Hal ini
diwujudkan dlaam bentuk peningkatan pelayanan dasar, seperti: pelayanan
pendidikan, penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas
umum yang layak, serta mengembangkan sistem jaminan sosial. Pada prosesnya,
upaya yang dipertimbangkan tersebut, harus berdasarkan analisis standar belanja,
standar harga, tolok ukur kinerja, dan standar pelayanan minimal. Empat dasar
tersebut arus ditetapkan terlebih dahulu dalam konteks perudang-undangan.
Dengan berpedoman pada perundang-undangan pengelolaan daerah, baik yang
berwujud Undang- Undang, Peraturan Pemerintah dan aturan teknis lainnya,
penyelenggaraan pembangunan daerah difokuskan dalam perwujudan usaha
kesejahteraan masyarakat dengan demokratis. Dalam hal ini, termasuk salah satu
urusan wajib, yang menjadi kewenangan pemerintah daerah provinsi adalah
penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya.

2. Regulasi dalam Siklus Manajemen Keuangan Pendidikan


Di dalam dunia pendidikan seringkali dihadapkan pada suatu isu atau
permasalahan yang harus dipecahkan.7 Oleh karena itu di dalam organisasi pelayanan
pendidikan diperlukan suatu regulasi sebagai wujud kebijakan organisasi dalam
menghadapi isu dan permasalahan yang dihadapi. Di dalam pengelolaan/manajemen
organisasi pelayanan pendidikan, terdapat siklus proses organisasi yang selalu terjadi.
Rangkaian proses tersebut antara lain terangkai dari perencanaan, penganggaran,
realisasi anggaran, pelaporan keuangan, audit, dan pertanggungjawaban organisasi
pelayanan pendidikan. Pada masing-masing proses tersebut pun seringkali dilingkupi
dengan isu dan permasalahan, baik terkait secara fungsional dan prosedural hingga
pada tataran pelaksanaannya sehingga dapat mempengaruhi pada hasil akhir masing-
masing proses. Dalam menghadapinya, organisasi pelayanan pendidikan
menggunakan regulasi publik sebagai alat untuk memperlancar jalannya proses
pengelolaan organisasi pelayanan pendidikan agar tujuannya dapat tercapai.
Regulasi Tahapan dalam Siklus Catatan Hasil Regulasi Publik
Manajemen Keuangan Pendidikan
Regulasi Perencanaan Pendidikan Peraturan pemerintah No. 7 Tahun 2005
mengenai Rencana Pembangunan Jangka
Menegah (RPIM) bab 27 mengenai
Perencanaan Pendidikan
Regulasi Anggaran Pendidikan Peraturan pemerintah No. 48 Tahun 2008
Regulasi Realisasi Anggaran Pendidikan a. Keppres No. 80 Tahun 2003 Tentang
Pengadaan barang dan Jasa
b. Permendiknas No. 10 Tahun 2008
Tentang Petunjuk Teknik Pelaksanaan
DAK Bidang Pendidikan
c. Permendiknas No. 15 Tahun 2006
Tentang Petunjuk Teknik Pelaksanaan
Dana Alokasi Khusus Bidang
7
Ali, Faried, Hukum Tata Pemerintahan dan Proses Legislatif di Indonesia, (Jakarta, : Rajawali Press, 1999), 74
Pendidikan
d. Permendiknas No. 7 Tahun
2006Tentang Honorarium guru bantu
Regulasi Laporan Pertanggung jawaban a. Permendagri No. 13 Tahun 2006
Publik Pasal 12 ayat 5
b. Permendiknas No. 14 Tahun 2006
Tentang laporan akuntabilitas kinerja

Sebagai sebuah siklus, proses-proses di dalam akuntansi sektor publik di atas


saling terkait dan mempengaruhi satu sama lain. Misalnya, hasil perencanaan yang
tidak baik maka berpengaruh pada proses anggaran yang tidak baik pula. Oleh karena
itu, peran regulasi publik pada siklus akuntansi sektor publik ini sangat besar karena
menjadi dasar pendukung utama bagi berhasil tidaknya perjalanan siklus akuntansi
sektor publik.

3. Penyusunan Regulasi Manajemen Keuangan Pendidikan


Berikut adalah tahapan dalam penyusunan regulasi manajemen keuangan
pendidikan :8
a. Perumusan Masalah
Penyusunan regulasi manajemen keuangan pendidikan dimulai dengan
merumuskan masalah yang akan diatur, untuk itu harus menjawab pertanyaan
“apa masalah manajemen keuangan pendidikan yang akan diselesaikan?” Seorang
perancang regulasi keuangan pendidikan wajib mampu mendeskripsikan masalah
keuangan pendidikan tersebut. Salah satu cara untuk menggali permasalahan
tersebut adalah dengan langkah penelitian. Untuk masalah keuangan pendidikan
yang ada dalam masyarakat, maka observasi pada obyek persoalan harus
dilakukan. Perumusan masalah keuangan pendidikan akan meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a) Apa masalah keuangan pendidikan yang ada?
b) Hal apa saja yang dibutuhkan dalam keuangan pendidikan?
c) Analisa keuntungan dan kerugian atas penerapan regulasi keuangan
pendidikan?
8
World Bank, Social Capital, Empowerment, and Community Driven Development, (Jakarta: World Bank,
2005), 83
d) Tindakan apa yang diperlukan untuk mengatasi masalah keuangan
pendidikan?
b. Perumusan Draft Regulasi Manajemen Keuangan Pendidikan
Draft regulasi manajemen keuangan pendidikan pada dasarnya adalah
kerangka awal yang dipersiapkan untuk mengatasi masalah keuangan pendidikan
yang hendak diselesaikan.9 Apapun jenis regulasi keuangan pendidikan yang akan
dibentuk, maka rancangan regulasi tersebut harus secara jelas mendiskripsikan
tentang penataan wewenang dari pihak-pihak yang terlibat baik itu organisasi
pelayanan pendidikan, pemerintah maupun masyarakat. Secara sederhana, draft
regulasi keuangan pendidikan harus dapat menjelaskan tentang siapa organisasi
pelayanan pendidikan yang terlibat, pelaksana aturan, kewenangan apa yang
diberikan padanya, perlu tidaknya dipisahkan antar organ pelaksana peraturan
dengan organ yang menetapkan sanksi atas ketidakpatuhan, persyaratan apa yang
mengikat organisasi pelayanan pendidikan, serta apa sanksi yang dapat dijatuhkan
kepada aparat pelaksana jika menyalahgunakan wewenang.
c. Prosedur Pembahasan
Terdapat tiga tahap penting pembahasan draft regulasi keuangan pendidikan,
yaitu pada lingkup tim teknis pelaksana (pemerintah/esekutif); dengan lembaga
legislatif (dewan penasihat, dewan penyantun, dan lain-lain), dan masyarakat.
Pembahasan pada tim teknis, adalah pembahasan yang lebih merepresentasi pada
kepentingan eksekutif (manajemen).
Setelah itu, dilakukan public hearing (pengumpulan pendapatan masyarakat).
Pembahasan pada lingkup legislatif (DPR/D misalnya) dan masyarakat biasanya
sangat sarat dengan kepentingan bisnis.
d. Pengesahan dan Pengundangan
Perjalanan akhir dari perancangan sebuah draft regulasi keuangan pendidikan
adalah tahap pengesahan yang dilakukan dalam bentuk penandatanganan naskah
oleh pihak yang berwenang mengurusi pendidikan (Kemendiknas). Dalam konsep
hukum, regulasi pendidikan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum materiil
terhadap pihak yang menyetujuinya. Sejak ditandatangani, maka rumusan hukum
yang ada dalam regulasi pendidikan tersebut sudah tidak dapat diganti secara
sepihak. Sebagai contohnya, perancangan tentang UU Sistem Pendidikan Nasional
adalah tahapan yang harus dilalui agar rancangan regulasi keuangan pendidikan
9
World Bank, “Teacher Employment and Deployment Study”, Mimeo, (Jakarta: World Bank, 2006), 53
tersebut mempunyai kekuatan hukum untuk mengatur pihak-pihak yang
bertanggung jawab dalam bidang keuangan pendidikan. Seorang perancang
regulasi keuangan pendidikan adalah orang secara substansial menguasai
permasalahan-permasalahan keuangan pendidikan. Permasalahan yang akan
diselesaikan harus dapat dirumuskan dengan jelas agar pemilihan instrumen
hukumnya tepat. Selain itu, perancang adalah orang yang menguasai sistem
hukum yang berlaku. Hal ini dimaksudkan agar produk hukum regulasi keuangan
pendidikan tidak bertentangan dengan ketentuan hukum yang lebih tinggi dan
bahkan menimbulkan persoalan hukum dalam penerapannya.

4. Dasar Hukum Manajemen Keuangan Pendidikan Indonesia


a. Dasar Hukum Manajemen Keuangan Pendidikan Nasional
Pendidikan merupakan amanat Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia san
seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.10 Selain itu,
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga
mengamanatkan Pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada
Tuhan Yang Maha Esa, serta akhlak mulia, dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa yang diatur dengan perundang-undangan. Amanat tersebut lebih
spesifik tertuang dalam Batang Tubuh UUD 1945, khususnya pasal 31 ayat 1 dan
ayat 2, yang berbunyi :
1. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran
2. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem pengajaran
nasional, yang diatur Undang-Undang.
Terkait amanat UUD 1945 di atas, disebutkan bahwa sebuah sistem pendidikan
nasional harus mampu menjamin pemerataan kesempatan pendidikan, peningkatan
mutu, serta relevansi dan efisiensi manajemen pendidikan untuk menghadapi
tantangan sesuai tuntutan perubahan kehidupan lokal, nasional, dan global;
sehingga pembaharuan pendidikan perlu dilakukan secara terencana, terarah, dan

S.Minarti, Manajemen Sekolah: Mengelola Lembaga Pendidikan Secara Mandiri (Yogyakarta: Ar-Ruzz
10

Media, 2011), 93
berkesinambungan. Setelah Undang-undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dipertimbangkan tidak memadai lagi dan perlu diganti serta
perlu disesuaikan dengan amanat perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945, maka UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional lahirlah. Sehingga, dasar regulasi manajemen keuangan
pendidikan ini dapat diidentifikasikan semenjak runtutan konstitusi dan
perundangan. Lebih lanjut, setiap sektor pembangunan, dalam hal ini sektor
pendidikan, membutuhkan perangkat perundang-undangan sebagai alat
pengendalian arah dan sasaran. Kondisi ini sesuai cita-cita nasional yang hendak
diwujudkan. Dasar hukum yang lain tentang penyelenggaraan pendidikan di
Indonesia terdiri dari Undang-Undang, Keputusan Presiden, dan Keputusan Menteri
Pendidikan.
b. Dasar Hukum Manajemen Keuangan Pendidikan Daerah
Regulasi manajemen keuangan pendidikan daerah dapat berbentuk:11
 Undang-Undang/ Peraturan Pemerintah lainnya terkait pelaksanaan
 pendidikan di daerah
 Peraturan Daerah
 Keputusan Gubernur/Bupati/ Walikota
 Regulasi ini mengatur kebijakan maupun mekanisme pelaksanaan pendidikan
di daerah secara umum atau daerah yang terkait.
c. Dasar Hukum Manajemen Keuangan Pendidikan Pelayanan Pendidikan
Regulasi manajemen keuangan pendidikan dari organisasi pelayanan pendidikan
dapat terbentuk:12
 Peraturan Sekolah
 Peraturan Yayasan (organisasi) yang menaungi sekolah
 Keputusan Kepala Sekolah
 Keputusan Ketua Yayasan (organisasi) yang menaungi sekolah
Regulasi ini mengatur kebijakan maupun mekanisme pelaksanaan pendidikan di
organisasi pelayanan pendidikan yang terkait.
5. Permasalahan Regulasi Manajemen Keuangan Pendidikan Indonesia

11
Hoessein, Bhenjamin. 1993. Berbagai Faktor yang Mempengaruhi Besarnya Otonomi Daerah Tingkat II,
Suatu Kajian Desentralisasi dan Otonomi Daerah dari Segi Ilmu dan Administrasi. Jakarta. Disertasi
Pascasarjana UI.
12
Mulyono, Konsep Pembiayaan Pendidikan, ( Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2016), 11
Secara umum permasalahn regulasi manajemen keuangan pendidikaan di Indonesia
hampir sama dengan masalah umum manajemen keuangan di daerah seperti:13
a) Kebutuhan anggaran (fiscal need) dan kapasitas anggaran (fiscal
b) capacity) tidak seimbang
c) Tanggapan negatif atas layanan publik
d) Lemahnya infrastruktur, sarana, dan sumber daya manusia
e) Manajemen subsidi dari pusat
f) Potensi pendapatan belum mencerminkan kondisi riil

Kajian struktur perundang-undangan, pembentukan dan penerapannya, merupakan


salah satu permasalahan dalam pelaksanaan otonomi daerah, khususnya pengelolaan
keuangan di daerah. Kelemahan peraturan perundang-undangan bisa menimbulkan
konflik yang cukup luas. Perumusan kebijakan pengelolaan keuangan dan perencanaan
anggaran daerah termasuk pendidikan, dikaitkan dengan semangat penerapan good
governance, khususnya dibidang penganggaran. Banyak aturan belum dijabarkan baik ke
dalam peraturan daerah maupun peraturan gubernur/ bupati/ walikota. Masing-masing
daerah memang berbeda produktibilitasnya dalam menerbitakn perda dan sangat
dipengaruhi oleh kreativitas jajaran pimpinan daerah; selain itu, banyak daerah masih
belum dapat melepaskan diri dari paradigma lama menunggu petunjuk teknis (juknis) dari
Pusat. Permasalahan juga timbul karena ketidakkonsistenan dalam rumusan
peraturan perundang-undangan kebijakan. Seperti yang terjadi pada tingkat pemerintah
daerah, proses perumusan Perda dan proses perencanaan anggaran belum dilandasi
dengna semangat good governance. Institusi pendidikan juga belum bersungguh-sungguh
melibatkan partisipasi masyarakat; misalnya tokoh masyarakat, LSM, media massa, baik
dalam proses perumusan kebijakan maupun dalam perenanaan anggaran, demikian juga
dengan masalah transparansi. Hal ini pun terjadi terutama karena kelemahan dalam
peraturan perundang-undangan, seperti ketidakjelasan pengertian partisipasi masyarakat
dan transparansi itu sendiri, belum diatur hak-hak masyarakat yang harus dipenuhi oleh
unit pelaksana teknis pendidikan untuk memberikan informasi, dan jenis-jenis
informasinya,tidak jelas batasannya. Di lain pihak, masyarakat pun masih lemah dalam
memahami sistem pengelolaan keuangan pendidikan. Oleh karena kelemahan-kelemahan
tersebut, para penyelenggara pendidikan, khususnya di daerah, tidak terpacu untuk
meningkatkan kinerja secara lebih baik, karen lemahnya pengawasan dari masyarakat.
13
Ibid, 13

Anda mungkin juga menyukai