Anda di halaman 1dari 69

Keperawatan Maternitas

LAPORAN PENDAHULUAN
POSTNATAL CARE (PNC)

Disusun Oleh :

KELOMPOK II

Nurhidayah, S.Kep Marwani, S.Kep


NurAinah Abni Abdullah, S.Kep Israwati, S.Kep
Fauziah Ayu Pratiwi, S.Kep Indriyanti Arimurti Putri, S.Kep
Hikmah Sari, S.Kep Andi Kurniawan, S.Kep
Nur Hikmah, S.Kep Sri Wahyuni, S.Kep
Harmawati, S.Kep Andi Marsida, S.Kep
Nurul Asyfiah, S.Kep Reski Amaliah, S.Kep

PRESEPTOR LAHAN PRESEPTOR INSTITUSI

(...........................................) (...........................................)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XX


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji syukur atas rahmat Allah swt. sehingga laporan

pendahuluan yang berjudul “Laporan pendahuluan Postnatal Care” dapat

diselesaikan. Tidak lupa pennulis persembahkan shalawat serta salam kepada

Rasulullah saw. dan kepada para sahabat serta pengikutnya.

Penulis sangat berharap laporan pendahuluan ini dapat dibermanfaatkan

sebagai tambahan literatur serta pengetahuan kita mengenai Postnatal Care.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan laporan pendahuluan ini masih

banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, penulis

berharap adanya kritik, saran dan masukan demi perbaikan laporan ini dimasa

yang akan datang.

Semoga laporan ini dapat dengan mudah dipahami bagi siapapun yang

membacanya. Penulis mohon maaf apabila ada penggunaan kata-kata yang kurang

berkenan.

Makassar, 6 Juni 2022

Tim Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI ................................................................................................. ii

BAB I KONSEP DASAR NIFAS .......................................................... 1

A. Definisi .................................................................................. 1

B. Klasifikasi .............................................................................. 1

C. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Selama Nifas ................ 2

D. Perawatan pada Masa Nifas .................................................. 20

BAB II TINJAUAN KEPERAWATAN ................................................ 28

A. Pengkajian ............................................................................. 28

B. Diagnosis Keperawatan .......................................................... 37

C. Intervensi Keperawatan .......................................................... 49

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 66

ii
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Masa nifas disebut masa postpartum atau puerperium adalah masa atau

waktu sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai enam

minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan

dengan kandungan yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain

sebagainya berkaitan saat melahirkan (Sulfianti et al., 2021).

Masa nifas adalah masa pulihnya kembali, mulai dari persalinan selesai

sampai alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. berlangsung

selama kira-kira 6 minggu (Zubaidah, 2021). Masa nifas adalah masa sesudah

persalinan dan kelahiran bayi, plasenta, serta selaput yang diperlukan untuk

memulihkan kembali organ kandungan seperti sebelum hamil dengan waktu

kurang lebih 6 minggu. Masa nifas atau yang disebut juga masa puerperium,

berasal dari bahasa latin, yaitu puer yang artinya bayi dan partus yang artinya

melahirkan atau berarti masa sesudah melahirkan (Purwanto, Nuryani and

Rahayu, 2018).

B. Klasifikasi

Masa nifas dibagi dalam 3 tahap, yaitu puerperium dini (immediate

puerpereum), puerpereum intermedial (early puerperium), dan remote

puerperium (later puerperium) (Sulfianti et al., 2021).

1. Puerperium dini (immediate puerperium) yaitu pemulihan di mana ibu

telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan (waktu 0-24 jam

1
postpartum). Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja

setelah 40 hari.

2. Puerperium intermedial (early puerperium) yaitu suatu masa dimana

pemulihan dari organ-organ reproduksi secara menyeluruh selama kurang

lebih 6-8 minggu.

3. Remote puerperium (later puerperium) yaitu waktu yang diperlukan untuk

pulih dan sehat kembali dalam keadaan yang sempurna secara bertahap

terutama jika selama masa kehamilan dan persalinan ibu mengalami

komplikasi, waktu untuk sehat bisa berminggu-minggu,bulan bahkan

tahun.

C. Perubahan Fisiologis dan Psikologis Selama Nifas

1. Perubahan Fisiologis Selama Nifas

Secara garis besar terdapat tiga proses penting dimasa nifas, yaitu sebagai

berikut (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018) :

a. Pengecilan rahim atau involusi uteri

b. Kekentalan darah (hemokonsentrasi) kembali normal

c. Proses laktasi atau menyusui

Rahim adalah organ tubuh yang spesifik dan unik karena dapat mengecil

serta membesar dengan menambah atau mengurangi jumlah selnya. Pada wanita

yang tidak hamil, berat rahim sekitar 30 gram dengan ukuran kurang lebih

sebesar telur ayam. Selama kehamilan, rahim makin lama semakin membesar.

Setelah bayi lahir, umumnya berat rahim menjadi sekitar 1000 gram dan dapat

diraba kira-kira setinggi 2 jari di bawah umbilicus. Secara alamiah rahim

2
kembali mengecil perlahan-lahan kebentuknya semula setelah 6 minggu dengan

perkiraan beratnya sekitar 40-60 gram. Ibu seringkali beranggapan bahwa masa

nifas sudah selesai pada saat ini. Namun, sebenarnya rahim akan kembali

keposisinya yang normal dengan berat 30 gram dalam waktu 3 bulan setelah

masa nifas (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

Selama hamil darah ibu relatif encer, karena jumlah cairan darah ibu

meningkat, sementara sel darahnya berkurang. Bila dilakukan pemeriksaan

kadar Hemoglobin (Hb) akan tampak sedikit menurun dari angka normalnya

sebesar 11-12 gr%. Jika hemoglobinnya terlalu rendah, maka bisa jadi anemia

atau kekurangan darah. Oleh karena itu, selama hamil ibu perlu diberi obat-

obatan penambah darah, sehingga sel-sel darahnya bertambah dan konsentrasi

darah atau hemoglobinnya normal atau tidak terlalu rendah. Setelah melahirkan,

sistem sirkulasi darah ibu kembali seperti semula. Darah kembali mengental,

kadar perbandingan sel darah dan cairan darah kembali normal. Umumnya hal

ini terjadi pada hari ke-3 sampai hari ke-15 pasca persalinan (Purwanto, Nuryani

and Rahayu, 2018).

Proses laktasi timbul setelah plasenta atau ari-ari lepas. Plasenta

mengandung hormon penghambat prolaktin (hormon plasenta) yang

menghambat pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas, hormon plasenta itu

tidak dihasilkan lagi, sehingga terjadi produksi ASI. ASI keluar 2-3 hari pasca

melahirkan. Namun hal yang luar biasa adalah sebelumnya di payudara sudah

terbentuk kolostrum yang sangat baik untuk bayi, karena mengandung zat kaya

gizi, dan anti bodi pembunuh kuman (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

3
a. Perubahan Sistem Reproduksi

Selama masa nifas, alat-alat internal maupun eksterna berangsur-angsur

kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan keseluruhan alat genetelia ini

disebut involusi. Pada masa ini terjadi juga perubahan penting lainnya,

perubahan-perubahan yang terjadi antara lain sebagai berikut (Purwanto,

Nuryani and Rahayu, 2018):

1) Perubahan Uterus

Uterus adalah organ yang mengalami banyak perubahan besar selama

masa kehamilan dan persalinan. Pembesaran uterus tidak terjadi secara terus

menerus, sehingga adanya janin dalam uterus tidak dalam jangka waktu lama.

Bila adanya janin tersebut melebihi waktu yang seharusnya, maka terjadi

kerusakan serabut otot yang tidak dikehendaki. Proses katabolisme bermanfaat

untuk mencegah terjadinya masalah tersebut. Kehamilan yang sukses

membutuhkan peningkatan aliran darah uterus yang cukup besar. Untuk

menyuplainya, arteri dan vena di dalam uterus (terutama di plasenta) menjadi

luar biasa membesar, begitu juga pembuluh darah ke dan dari uterus. Di dalam

uterus, pembentukan pembuluh-pembuluh darah baru juga menyebabkan

peningkatan aliran darah yang bermakna. Setelah persalinan, pembuluh darah

ekstrauterin berkurang sampai mencapai, atau paling tidak mendekati keadaan

sebelum hamil. Di dalam uterus nifas, pembuluh darah mengalami obliterasi

akibat perubahan hialin, dan pembuluh-pembuluh yang lebih kecil

menggantikannya. Resorpsi residu hialin dilakukan melalui suatu proses yang

menyerupai proses ovarium setelah ovulasi dan pembentukan korpus luteum.

4
Namun, sisa-sisa dalam jumlah kecil dapat bertahan selama bertahun-tahun

(Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

Pengerutan uterus (involusi uterus) merupakan suatu proses kembalinya

uterus ke keadaan sebelum hamil. Terjadi kontraksi uterus yang meningkat

setelah bayi keluar. Hal ini menyebabkan iskemia pada lokasi perlekatan

plasenta (plasenta site) sehingga jaringan perlekatan antara plasenta dan dinding

uterus, mengalami nekrosis dan lepas. Ukuran uterus mengecil kembali setelah 2

hari pasca persalinan, setinggi sekitar umbilikus, setelah 2 minggu masuk

panggul, setelah 4 minggu kembali pada ukuran sebelum hamil (Suherni, 2009).

Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil di sebut involusi. Uterus

segera setelah pelahiran bayi, plasenta dan selaput janin, beratnya sekitar 1000 g.

Berat uterus menurun sekitar 500 g pada akhir minggu pertama postpartum dan

kembali pada berat yang biasanya pada saat tidak hamil, yaitu 70 g pada minggu

kedelapan postpartum. Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan

perubahan lokasi uterus, yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi

organ panggul. Setelah pelahiran, tunggi fundus uterus (TFU) terletak sekitar 2/3

hingga ¾ bagian atas antara simphisis pubis dan umbilicus. Letak TFU

kemudian naik, sejajar dengan umbilicus dalam beberapa jam. TFU tetap

terletak kira-kira sejajar (atau 1 ruas jari di bawah) umbilicus selama 1 atau 2

hari dan secara bertahap turun ke dalam panggul hingga tidak dapat dipalpasi

lagi di atas simphisis pubis setelah hari ke-10 postpartum (Purwanto, Nuryani

and Rahayu, 2018).

5
Proses Involusi uterus dimulai pada akhir kala III persalinan, uterus berada

di garis tengah atau sekitar 2 cm di bawah umbilicus dengan bagian fundus

bersandar pada promontorium sakralis. Pada saat itu besar uterus kira-kira sama

besar uterus sewaktu usia kehamilan 16 minggu dengan berat 1000 gram. Pasca

persalinan terjadi penurunan kadar hormon estrogen dan progesterone, keadaan

ini menyebabkan dimulainya proses involusi uterus. Autolysis atau

penghancuran diri sendiri terjadi di dalam otot-otot uterine. Enzim proteolitik

akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat mengendur saat kehamilan

terjadi. Sitoplasma sel yang berlebihan tercerna sendiri sehingga tertinggal

jaringan fibro elastic dalam jumlah renik sebagai bukti kehamilan. Atrophi

jaringan terjadi sebagai akibat dari penghentian produksi estrogen efek dari

pelepasan plasenta. Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam

jumlah besar selama kehamilan akan mengalami atropi termasuk otot-otot uterus

dan lapisan desidua. Lapisan desidua selain atropi juga terlepas dan

meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi endometrium yang

baru. Penurunan hormon estrogen seiring sejalan dengan terproduksinya hormon

oksitosin yang dilepaskan oleh kelenjar hipofise. Hormon oksitosin ini akan

memperkuat, mengatur kontrasi uterus, mengompresi pembuluh darah dan

membantu proses hemostatis. Kontraksi dan retraksi otot myometrium

mengurangi suplai darah ke uterus dan membantu mengurangi bekas luka tempat

implantasi plasenta. Luka perlekatan plasenta memerlukan waktu 8 minggu

untuk sembuh secara total (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

6
Pada awal masa nifas, peluruhan jaringan desidua menyebabkan keluarnya

discharge vagina dalam jumlah bervariasi; duh ini disebut lokea. Secara

mikroskopis, lokea terdiri atas eritrosit, serpihan desidua, sel-sel epitel dan

bakteri. Mikroorganisme ditemukan pada lokea yang menumpuk di vagina dan

pada sebagian besar kasus juga ditemukan bahkan bila discharge diambil dari

rongga uterus. Ada berapa jenis lokea menurut yakni (Purwanto, Nuryani and

Rahayu, 2018):

a) lokea rubra/kruenta (merah): merupakan cairan bercampur darah dan sisa-sisa

penebalan dinding rahim (desidua) dan sisa-sisa penanaman plasenta (selaput

ketuban), berbau amis. Lokea rubra berwarna kemerah-merahan dan keluar

sampai hari ke-3 atau ke4.

b) Lokea sanguinoleta: warnanya merah kuning berisi darah dan lendir. Ini

terjadi pada hari ke 3-7 pasca persalinan.

c) Lokea serosa: berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari 7-

14 pasca persalinan. Lokea alba: cairan putih yang terjadi pada hari setelah 2

minggu.

d) Lokea purulenta: lokea ini karena terjadi infeksi, keluar cairan seperti nanah

berbau busuk.

e) Lokeositosis: lokea tidak lancar keluarnya.

Lochia rubra yang menetap pada awal priode postpartum menunjukkan

adanya perdarahan postpartum sekunder yang mungkin disebabkan karena

tertinggalnya sisa/selaput plasenta. Lokea serosa atau alba yang berlanjut dapat

menandakan adanya endometris, terutama jika disertai demam, rasa sakit atau

7
nyeri tekan pada abdomen. Bila terjadi infeksi, keluar cairan nanah berbau busuk

yang disebut lochea purulenta. Pengeluaran lochea yang tidak lancar disebut

dengan lokea statis.

2) Serviks

Segera setelah persalinan, serviks sangat lunak, kendur dan terkulai.

Serviks mungkin memar dan edema, terutama di anterior jika terdapat tahanan

anterior saat persalinan. Serviks tampak mengalami kongesti, menunjukkan

banyaknya vaskularisasi serviks. Warna serviks merah kehitam-hitaman karena

banyaknya pembuluh darah. Serviks terbuka hingga mudah dimasukkan 2-3 jari.

Serviks kembali ke bentuk semula pada hari pertama dan pelunakan serviks

menjadi berkurang. Robekan yang kadang terjadi disebabkan karena dilatasi

serviks selama persalinan, servik tidak pernah kembali pada keadaan yang sama

sebelum hamil. Serviks dapat dimasukan 2 jari sekitar seminggu, tetapi

kemudian hanya masuk 1 jari dan terhenti pada os internal. Os eksternal mulai

kembali pada bentuk tidak hamil di minggu keempat pasca salin. Servik

bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan

kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara

korpus uteri dan servik terbentuk cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm

saat persalinan, menutup secara bertahap, pada minggu ke-6 pasca salin serviks

menutup (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

3) Perubahan Vagina dan Perineum

Perubahan vagina dan perineum pada masa nifas ini terjadi pada minggu

ketiga, vagina mengecil dan timbul rugae (lipatanlipatan atau kerutan-kerutan)

8
kembali. Perlukaan vagina yang tidak berhubungan dengan luka perineum tidak

sering dijumpai. Mungkin ditemukan setelah persalinan biasa, tetapi lebih sering

akibat ekstraksi dengan cunam, terlebih apabila kepala janin harus diputar.

Robekan terdapat pada dinding lateral dan baru terlihat pada pemeriksaan

spekulum. Hymen muncul kembali sebagai kepingan-kepingan kecil jaringan,

yang setelah mengalami sikatrisasi akan berubah menjadi carunculae

mirtiformis) (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

Biasanya setelah melahirkan, perineum menjadi agak bengkak/edema/

memar dan mungkin ada luka jahitan bekas robekan atau episiotomi, yaitu

sayatan untuk memperluas pengeluaran bayi. Proses penyembuhan luka

episiotomi sama seperti luka operasi lain. Perhatikan tanda-tanda infeksi pada

lukaepisiotomi seperti nyeri, merah, panas, bengkak atau keluar cairan tidak

lazim. Penyembuhan luka biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah melahirkan.

Laserasi luas perineum saat persalinan diikuti relaksasi introitus. Bahkan bila tak

tampak laserasi eksterna, peregangan berlebih menyebabkan relaksasi nyata.

Vagina yang semula teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum

hamil, 6 sampai 8 minggu setelah bayi lahir. Latihan pengencangan otot

perineum kan mengembalikan tonusnya dan memungkinkan wanita secara

perlahan mengencangkan vaginanya. Pengencangan ini sempurna pada akhir

puerperium dengan latihan setiap hari (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

4) Organ Otot Panggul

Otot panggul pada masa nifas juga mengalami perubahan. Struktur dan

penopang otot uterus dan vagina dapat mengalami cedera selama waktu

9
melahirkan. Hal ini dapat menyebabkan relaksasi panggul, yang berhubungan

dan pemanjangan dan melemahnya topangan permukaan struktur panggul yang

menopang uterus, dinding vagina, rektum, uretra dan kandung. Jaringan

penopang dasar panggul yang teregang saat ibu melahirkan akan kembali ke

tonus semula setelah enam bulan. Ligamen-ligamen dan diafragma serta fasia

yang meregang sewaktu kehamilan dan persalinan, setelah janin lahir,

berangsur-angsur menciut kembali seperti sediakala. Tidak jarang ligamentum

rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus menjadi retroflexi.

Tidak jarang pula wanita mengeluh “kandungannya turun” setelah melahirkan

oleh karena ligament, fasia dan jaringan penunjang alat genetalia menjadi kendor

(Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

b. Perubahan Sistem Organ

1) Perubahan Sistem Pencernaan

Wanita kemungkinan besar akan mengalami kelaparan dan mulai makan 1

sampai dengan 2 jam setelah melahirkan. Keletihan yang dialami pada ibu akibat

persalinan dapat menyebabkan menghilangnya nafsu makan selama 1-2 hari.

Seiring waktu berjalan kondisi kekuatan ibu mulai membaik, maka nafsu makan

ibu akan kembali normal bahkan meningkat karena dipengaruhi oleh laktasi. Ibu

postpartum setelah melahirkan sering mengalami konstipasi. Hal ini umumnya

disebabkan karena makanan padat dan kurangnya berserat selama persalinan. Di

samping itu rasa takut untuk buang air besar, sehubungan dengan jahitan pada

perineum, jangan sampai lepas dan juga takut akan rasa nyeri. Buang air besar

harus dilakukan 3-4 hari setelah persalian. Bilamana masih juga terjadi konstipasi

10
dan BAB mungkin keras dapat diberikan obat laksan peroral atau per rektal

(Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

2) Perubahan Perkemihan

Pada masa nifas, sistem perkemihan juga mengalami perubahan. Saluran

kencing kembali normal dalam waktu 2 sampai 8 minggu setelah melahirkan,

tergantung pada keadaan/status sebelum melahirkan. Pelvis ginjal dan ureter yang

teregang dan berdilatasi selama kehamilan kembali normal pada akhir minggu

keempat setelah melahirkan. Akibat persalinan kandung kemih mengalami edema,

kongesti dan hipotonik yang berdampak overdistensi, pengosongan yang tidak

lengkap dan residu urine. Uretra jarang mengalami obstruksi. Efek persalinan

pada kandung kemih dan uretra menghilang dalam 24 jam pascapartum kecuali

ibu mengalami infeksi. Diuresis mulai segera setelah melahirkan hingga hari

kedua pascapartum. Haluaran urine + 3000 ml/hari. Diuresis ini merupakan

keadaan fisiologi sebagai upaya tubuh mengeluarkan kelebihan cairan interstitial

dan kelebihan volume darah (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

3) Perubahan Tanda-tanda Vital

Pada ibu pascapersalinan, terdapat beberapa perubahan tanda-tanda vital

sebagai berikut (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018):

a) Suhu: selama 24 jam pertama, suhu mungkin meningkatkan menjadi 38°C,

sebagai akibat meningkatnya kerja otot, dehidrasi dan perubahan hormonal.

Jika terjadi peningkatan suhu 38°C yang menetapkan 2 hari setelah 24 jam

melahirkan, maka perlu dipikirkan adanya infeksi seperti sepsis puerperalis

11
(infeksi selama postpartum), infeksi saluran kemih, edometritis (peradangan

endometrium), pembengkakan payudara, dan lain-lain.

b) Nadi: Dalam periode waktu 6-7 jam sesudah melahirkan, sering ditemukan

adanya bradikardia 50-70 kali permenit (normalnya 80-100 kali permenit) dan

dapat berlangsung sampai 6-10 hari setelah melahirkan. Keadaan ini bisa

berhubungan dengan penurunan usaha jantung, penurunan volume darah yang

mengikuti pemisahan plasenta dan kontraksi uterus dan peningkatan stroke

volume. Takhikardi (>100x/menit) kurang sering terjadi, bila terjadi

hubungan peningkatan kehilangan darah, infeksi atau hemoragie pascapartum

lambat.

c) Tekanan darah: selama beberapa jam setelah melahirkan, ibu dapat

mengalami hipotensi orthostik (penurunan 20 mmHg) yang ditandai dengan

adanya pusing segera setelah berdiri, yang dapat terjadi hingga 46 jam

pertama. Hasil pengukuran tekanan darah seharusnya tetap stabil setelah

melahirkan. Penurunan tekanan darah bisa mengindikasikan penyesuain

fisiologis terhadap penurunan tekanan intrapeutik atau adanya hipovolemia

sekunder yang berkaitan dengan hemorhagi uterus.

d) Pernafasan: fungsi pernafasan ibu kembali ke fungsi seperti saat sebelum

hamil pada bulan ke enam setelah melahirkan

4) Perubahan dalam Sistem Kardiovaskuler

Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya

kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan

ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah merupakan akibat dari

12
penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas. Setelah itu terjadi

perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume darah menurun

dengan lambat (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

Pada kehamilan terjadi peningkatan sirkulasi volume darah yang mencapai

50%. Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor, misalnya

kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran cairan

ekstravasekuler. Mentolerasi kehilangan darah pada saat melahirkan perdarahan

pervaginam normalnya 400-500 cc. Sedangkan melalui seksio caesaria kurang

lebih 700-1000 cc. Bradikardia (dianggap normal), jika terjadi takikardia dapat

merefleksikan adanya kesulitan atau persalinan lama dan darah yang keluar lebih

dari normal atau perubahan setelah melahirkan. Pada minggu ketiga dan

keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun mencapai volume

darah sebelum hamil (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat

sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini meningkat

bahkan lebih tinggi selama 30- 60 menit karena darah biasanya melintasi sirkulir

uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada

semua jenis persalinan. proses diuresisi yang mencolok akibat penurunan kadar

estrogen, volume darah kembali pada keadaan tidak hamil. Jumlah sel darah

merah dan hemoglobin kembali normal pada hari ke-5. Meskipun kadar estrogen

mengalami penurunan yang sangat besar selama masa nifas, namun kadarnya

masih tetap lebih tinggi daripada normal. Plasma darah tidak begitu mengandung

cairan dan dengan demikian daya koagulasi meningkat. Pembekuan darah harus

13
dicegah dengan penanganan yang cermat dan penekanan pada ambulasi dini

(Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

5) Perubahan Sistem Hematologi

Selama minggu-minggu kehamilan, kadar fibrinogen dan plasma serta

faktor-faktor pembekuan darah meningkat. Pada hari pertama postpartum, kadar

fibrinogen dan plasma akan sedikit menurun tetapi darah lebih mengental dengan

peningkatan fiskositas sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah.

Leukositosis yang meningkat di mana jumlah sel darah putih dapat mencapai

15.000 selama persalinan akan tetap tinggi dalam beberapa hari pertama dari masa

postpartum. Jumlah sel darah putih tersebut masih bisa naik sampai 25.000-

30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika wanita tersebut mengalami persalinan

lama. Jumlah hemoglobin, hematocrit dan eritrosit akan sangat bervariasi pada

awal-awal mas post partum sebagai akibat dari volume darah. Volume plasenta

dan tingkat volume darah yang berubah-ubah. Selama kelahiran dan masa

postpartum terjadi kehilangan darah sekitar 200-500 ml. Penurunan volume dan

peningkatan sel darah pada kehamilan diasosiasikan dengan peningkatan

hematokrit dan hemoglobin pada hari ke-3 sampai dengan ke-7 postpartum dan

akan kembali dalam 4-5 minggu postpartum (Purwanto, Nuryani and Rahayu,

2018).

6) Perubahan dalam Sistem Endokrin

Sistem endrokrin mengalami perubahan secara tiba-tiba selama kala IV

persalinan dan mengikuti lahirnya plasenta. Selama periode postpartum, terjadi

perubahan hormon yang besar. Selama kehamilan, payudara disiapkan untuk

14
laktasi (hormon estrogen dan progesteron) kolostrum, cairan payudara yang keluar

sebelum produksi susu terjadi pada trimester III dan minggu pertama postpartum.

Pembesaran mammae/payudara terjadi dengan adanya penambahan sistem

vaskuler dan limpatik sekitar mammae. Waktu yang dibutuhkan hormon-hormon

ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagai ditentukan oleh apakah ibu

menyusui atau tidak. Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan biasanya lebih

banyak dari normal, dalam 3 sampai 4 sirkulasi, seperti sebelum hamil (Purwanto,

Nuryani and Rahayu, 2018).

7) Perubahan Berat Badan

Kehilangan/penurunan berat badan pada ibu setelah melahirkan terjadi

akibat lahir atau keluarnya bayi, plasenta dan cairan amnion atau ketuban dan

rata-rata penurunan berat badan tersebut berkisar 12 pon (4,5 kg). Pada minggu

ke-7 sampai ke-8, kebanyakan ibu telah kembali ke berat badan sebelum hamil,

sebagian lagi mungkin membutuhkan waktu yang lebih lama lagi untuk kembali

ke berat badan semula. Faktor menyusui mempengaruhi penurunan berat badan

yang paling besar (Purwanto, Nuryani and Rahayu, 2018).

8) Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Perubahan sistem muskulosklelektal terjadi pada saat umur kehamilan

semakin bertambah. Adapatasi muskuloskelektal ini mencakup: peningkatan berat

badan, bergesernya pusat akibat pembesaran rahim, relaksasi dan mobilitas.

Namun demikian, pada saat post partum sistem muskuloskelektal berangsur-

angsur pulih kembali. Ambulasi dini dilakukan segera setelah melahirkan untuk

15
membantu mencegah komplikasi dan mempercepat involusi uteri (Purwanto,

Nuryani and Rahayu, 2018).

Adaptasi sistem muskuloskelektal pada masa nifas, meliputi (Purwanto,

Nuryani and Rahayu, 2018):

a) Dinding perut dan peritoneum

b) Kulit abdomen

c) Striae

d) Perubahan ligament

e) Simpisis pubis Dinding abdomen akan longgar pasca persalinan.

Keadaan ini akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang

asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis, sehingga sebagian dari

dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari peritoneum, fasia tipis dan kulit.

selama masa kehamilan, kulit abdomen akan melebar, melonggar dan mengendur

sehingga berbulan-bulan yang disebut strie. Diastasis rekti adalah pemisahan otot

rektus abdominis lebih dari 2,5 cm pada tepat setinggi umbilicus, sebagai akibat

dari pengaruh hormon terhadap linea alba serta akibat peregangan mekanis

dinding abdomen. Selain itu juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke

arah keturunan, sehingga ibu dan anak mengalami diastasis. Otot-otot dari dinding

abdomen dapat kembali dalam beberapa minggu pasca melahirkan dengan latihan

post natal. Striae pada dinding abdomen tidak dapat menghilang sempurna

melainkan membentuk garis lurus yang samar. Tingkat diastasis muskulus rektus

abdominis pada ibu post partum dapat dikaji melalui keadaan umum, aktivitas,

paritas dan jarak kehamilan, sehingga dapat membantu menentukan lama

16
pengembalian tonus otot menjadi normal. Tonus otot-otot dinding abdomen jika

tidak kembali, ruang antara otot rektus akan diisi dengan peritoneum, fasia dan

lemak sehingga tidak memiliki dukungan otot untuk kehamilan berikutnya

(abdomen pendulus pada multipara) yang berakibat nyeri punggung hebat dan

kesulitan masuknya bagian presentasi janin ke panggul (Purwanto, Nuryani and

Rahayu, 2018).

Setelah janin lahir, ligament, diafragma pelvis dan fasia akan meregang

sewaktu kehamilan dan partus berangsur-angsur menciut kembali seperti

sediakala. Tidak jarang ligamentum rotundum menjadi kendor yang

mengakibatkan letak uterus menjadi retrofleksi. Pemisahan simpisis pubis jarang

terjadi. Namun, hal ini dapat menyebabkan morbiditas maternal. Gejala dari

pemisahan simpisis pubis antara lain: nyeri tekan pada pubis disertai peningkatan

nyeri saat bergerak di tempat tidur ataupun sewaktu berjalan. Pemisahan simpisis

pubis dapat dipalpasi. Gejala ini dapat menghilang setelah beberapa minggu atau

bulan pasca melahirkan bahkan ada yang menetap (Purwanto, Nuryani and

Rahayu, 2018).

9) Perubahan Payudara

Pada saat kehamilan sudah terjadi pembesaran payudara karena pengaruh

peningkatan hormone estrogen, untuk mempersiapkan produksi ASI dan laktasi

payudara menjadi besar ukurannya bias mencapai 800 gr, keras dan menghitam

pada aroela mammae di sekitar putting susu, ini menandakan dimulainya proses

menyusui. Segera menyusui bayi setelah melahirkan melalui proses inisiasi

17
menyusu dini, walaupunASI belum keluar , lancer namun suudah ada pengeluaran

kolostrum .

Proses IMD ini dapat mencegah perdarahan dan merangsang produksi

ASI. Pada hari ke-2 hingga ke-3 postpartum, sudah mulai diproduksi ASI matur

yaitu ASI berwarna. Pada semua ibu yang telah melahirkan proses laktasi terjadi

secara alami. Fisiologi menyusui mempunyai dua mekanisme fisiologi, yaitu,

produksi ASI dan sekresi ASI atau let down reflex, selama kehamilan, setelah

melahirkan. Ketika hormone yang dihasilakn plasenta tidak ada lagi, maka terjadi

positive feedback hormone yaitu kelenjar pituitary akan mengeluarkan hormone

prolaktim. Sampai hari ketiga setelah melahirkan. Efek prolaktim pada payudara

mulai bias dirasakan, perubahan darah payudara menjadi membesar terisi darah,

sehingga timbul rasa hangat. Sel-sel acini yang menghasilkan ASI juga mulai

berfungsi, ketika bayi menghisap putting. (Sulfianti et al., 2021).

2. Perubahan Psikologis Selama Nifas

Setelah persalinan ibu perlu waktu untuk menyesuaikan diri, menjadi

dirinya lagi, dan merasa terpisah dengan bayinya sebelum dpt menyentuh bayinya.

Perasaan ibu oleh bayinya bersifat komplek dan kontradiktif. Banyak ibu merasa

takut disebut sebagai ibu yang buruk, emosi yang menyakitkan mungkin

dipendam sehingga sulit dalam koping dan tidur. Ibu menderita dalam

kebisuannya sehingga menimbulkan distress karena kemarahan terhadap situasi

(Sukma, Hidayati and Jamil, 2017) .

Adaptasi psikologis pada periode postpartum merupakan penyebab stress

emosional terhadap ibu baru. Bahkan bisa menjadi kondisi yang sulit jika terjadi

18
perubahan fisik yang hebat. Factor-faktor yang mempengaruhi suksesnya masa

transisi ke masa menjadi orang tua pada masa postpartum, yaitu (Sulfianti et al.,

2021):

1. Respons dan dukungan dari keluarga dan teman

2. Hubungan antara pengalaman melahirkan dan harapan serta aspirasi

3. Pengalaman melahirkan dan membesarkan anak yang lain

4. Pengaruh budaya

Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi yang harus dijalani,

tanggung jawab bertambah seiring dengan hadirnya bayi yang barulahir, perhatian

penuh dari anggota keluarga merupakan dukungan positif untuk ibu dalam

menjalani adaptasi melahirkan, ibu akan mengalami fase-fase antara lain

(Sulfianti et al., 2021):

a) Taking in Period ( Masa ketergantungan) Terjadi pada 1-2 hari setelah

persalinan, ibu masih pasif dan sangat bergantung pada orang lain, fokus

perhatian terhadap tubuhnya, ibu lebih mengingat pengalaman melahirkan

dan persalinan yang dialami, serta kebutuhan tidur dan nafsu makan

meningkat.

b) Taking hold period Berlangsung 3-4 hari postpartum, ibu lebih berkonsentrasi

pada kemampuannya dalam menerima tanggung jawab sepenuhnya terhadap

perawatan bayi. Pada masa ini ibu menjadi sangat sensitif, sehingga

membutuhkan bimbingan dan dorongan perawat untuk mengatasi kritikan

yang dialami ibu.

19
c) Leting go period Dialami setelah tiba ibu dan bayi tiba di rumah. Ibu mulai

secara penuh menerima tanggung jawab sebagai “seorang ibu” dan menyadari

atau merasa kebutuhan bayi sangat bergantung pada dirinya.

D. Perawatan ada Masa Nifas

Perawatan masa nifas yang membantu ibu hingga masa nifas berakhir

sebagai berikut (Sulfianti et al., 2021) :

1. Pengalaman Wanita

Masa nifas adalah hal yang sangat luar biasa, maka dari itulah wanita

yang sedang berada pada masa tersebut, sangat memerlukan banyak masukan

dari para tenaga kesehatan dan pihak keluarga agar dirinya mampu memiliki

banyak pengetahuan sebagai seorang ibu. Hal ini memiliki kaitan mengenai

pantangan tertentu yang biasanya sering melingkupi perasaan serta pikiran

seorang ibu nifas.

Sebenarnya tidak banyak pantangan yang menjadi momok untuk ibu

nifas, hanya saja beberapa himbauan yang mungkin diberikan oleh tenaga

medis kiranya akan membantu ibu nifas untuk melalui masa barunya yang

berperan sebagai ibu dari bayinya. Selain itu, beberapa hal mengenai nutrisi

tidak ada pantangan kecuali memang terjadi alergi tertentu atau bahkan

makanan yang memang membahayakan bagi ibu nifas. Serta berkaitan

dengan peran baru sebagai ibu, dan dukungan dari sekitar yang akan mampu

memberikan semangat serta wawasan lebih yang akan membantu ibu nifas

memulai peran baru tersebut.

20
2. Merawat Bayi

Dalam merawat bayi barunya, seorang ibu nifas tentu memerlukan

banyak sekali himbauan bahkan wawasan dari tenaga kesehatan yang telah

memiliki banyak ilmu dan pengetahuan. Hal ini akan membawa masa nifas

ibu hamil menjadi jauh lebih menyenangkan dan selalu memberikan harapan

baru. Dengan banyak nasihat mengenai perawatan bayi baru lahir dari petugas

kesehatan akan memberikan pola pikir yang berbeda bagi ibu nifas. Hal

tersebut merupakan sebuah ilmu yang didapat dari pendidikan dan

pengalaman. Keluarga yang memberikan dukungan, juga membantu ibu nifas

semakin semangat menghadapi masa barunya.

3. Adat dan Budaya

Memang benar adanya, sebuah adat istiadat serta budaya akan sangat

mempengaruhi pengolahan pola fikir serta langkah dari ibu nifas terhadap

dirinya sendiri maupun terhadap sang buah hati. Hal ini dikarenakan, sebuah

adat dan budaya menjadi tempat tinggal yang nantinya akan dilaksanakan

sesuai dengan adat maupun budaya masing-masing daerah dan wilayah

tempat tinggal dari ibu nifas tersebut. Jadi, perlunya tenaga kesehatan

memilih untuk tetap memberikan banyak masukan maupun wawasan lebih.

Jika sebuah adat tidak memberikan dampak negatif, tentu saja akan terdapat

dukungan dari tenaga kesehatan untuk terlaksananya adat maupun budaya

tersebut. Begitu pula pada lingkup keluarga yang akan menjadikan budaya

dan adat sebagai sebuah dukungan agar ibu nifas mengikuti adat dan budaya

secara baik dan benar.

21
4. Nutrisi

Pada masa nifas atau transisi menjadi ibu baru, maka ibu nifas bukan

berarti melupakan kebutuhan dirinya, dan hanya memperhatikan kebutuhan

dari bayinya. Harus tetap terdapat keseimbangan yang nantinya mampu

menjadikan ibu dan bayi sama-sama sehat. Maka dari itulah, asupan nutrisi

yang tepat dan seimbang untuk ibu nifas sangat penting. hal ini dikarenakan

oleh kebutuhan bayinya yang tentu didapatkan dari sang bunda. jadi, justru

penting tentang adanya asupan sehat seimbang bagi ibu nifas, sehingga secara

langsung akan terpenuhi pula kebutuhan dari sang buah hati tercinta.

Adapun beberapa makanan yang perlu dihindari ibu nifas adalah

makanan yang mengandung pengawet makanan, makanan fast food yang

kurang akan nilai gizi, kopi, hingga makanan yang mampu memberikan

rangsangan tertentu, misalnya saja cabai, merica, dll.

5. Diet Nifas

Caranya adalah dengan mengonsumsi keseimbangan yang memang

dibutuhkan tubuh ibu nifas yang sangat memerlukan asupan gizi seimbang

sekaligus kesehatan seorang wanita. Dengan menu diet protein akan menjadi

asupan yang membantu dalam pemenuhan nutrisi ibu nifas. Bukan hanya itu,

namun ibu nifas juga dapat menambahkan dengan serat serta vitamin yang

nantinya akan melindungi atau menjadi benteng ibu nifas dari berbagai

macam penyakit atau kelelahan yang kiranya mudah menyerang ibu nifas.

Untuk cairan, tetap harus menjadi perhatian khusus. Mencakup 3000

ml cairan yang menjadi kebutuhan ibu nifas, maka dapat disiasati dengan

22
mengganti asupan 1000 ml cairan dari susu. Hal ini akan sangat berdampak

baik jika rutin dilaksanakan oleh ibu nifas.

6. Eliminasi

Eliminasi juga menjadi kebutuhan yang sangat penting untuk juga

dipenuhi oleh ibu nifas serta bayi baru lahir. dengan eliminasi yang lancar

dari ibu nifas serta bayinya maka akan berdampak bagi kesehatan keduanya.

Maka dari itulah perlunya tenaga kesehatan dan sanak keluarga untuk juga

ikut andil dalam memenuhi kebutuhan eliminasi dari ibu nifas dan bayi baru

lahir. Stres memang dapat terjadi pada masa transisi yang dialami oleh ibu

nifas, namun umumnya hanya akan terjadi dalam sementara waktu dan akan

segera kembali.

Dalam ulasan medis, buang air kecil atau berkemih yang tepat bagi

ibu nifas adalah 2 hingga 4 jam pertama usai persalinan. Sedangkan buang air

besar atau defekasi biasanya akan lancar setelah 24 jam pertama setelah

proses melahirkan usai.

7. Produksi ASI

Produksi ASI (Air Susu Ibu) merupakan hal yang mutlak adanya

untuk bayi. Inilah asupan satu-satunya yang tepat didapatkan oleh bayi dari ia

lahir hingga dirinya berusia enam bulan pertaanya. Maka dari itulah, anda

dapat menggunakan beberapa cara yang saling berkaitan satu dengan lainnya,

seperti misalnya mengenai asupan nutrisi hingga istirahat yang pas dan tepat.

Hal ini akan membuat produksi ASI sangat berpengaruh. Begitu pula dengan

manfaat ASI yang sangat luar biasa hebatnya.

23
Dengan pelaksanaan ASI yang dijalankan seorang ibu nifas dengan

bayinya, maka akan terdapat banyak hal menakjubkan yang mampu terjadi.

Misalnya saja mempercepat proses involusi uterus atau kembalinya rahim ke

bentuk semula seperti sedia kala. Bukan hanya itu, akan terdapat kasih sayang

yang dalam antara ibu dan bayinya yang mampu tercipta. Jadi, risiko depresi

atau stres pasca salin akan sangat sedikit atau bahkan nihil.

8. Kebersihan Diri

Kebersihan diri tersebut sangat penting bagi ibu nifas dan bayinya,

tentu saja penting. Masa nifas adalah masa seorang ibu yang akan rentan

terhadap infeksi, begitu pula bagi bayi baru lahir, masa awal kehidupannya

adalah masa transisi yang tidak lain menjadi masa yang juga rawan terhadap

daya tahan tubuhnya terhadap penyakit dan infeksi.

Sebuah kebersihan bukan hanya sekedar bersih saja, namun juga dapat

ditelusuri dasar yang memberikan keefektifan dan daya guna dari kebersihan

diri yang ada. Hal itu akan memberikan banyak hal baru sehingga mampu

membuat ibu nifas dan bayinya terjaga dari segala macam bentuk penyakit

hingga hal-hal buruk yang tidak diinginkan. Dengan seorang ibu nifas dan

bayinya mandi 2 kali sehari, merawat kebersihan diri, dan keadaan

sekitarnya, maka akan berdampak positif bagi diri dan bayinya.

9. Istirahat

Dengan menjaga serta mengatur pola istirahat yang pas bagi ibu nifas

akan memberikan pengaruh besar terhadap kesehatan dari sang ibu sendiri.

Pola istirahat bagi bayi baru lahir juga tidak jauh pentingnya. Ini dikarenakan

24
akan memiliki banyak dampak besar dalam masa perkembangan dan

pertumbuhan dari sang buah hati. Maka dari itulah, perlunya menggunakan

pola istirahat yang tepat akan sangat memberikan banyak hal positif dan

membantu. Salah satunya adalah ASI yang akan dihasilkan ibu nifas sangat

dipengaruhi juga dari pola istirahat yang dijalankan.

Begitu pula kualitas istirahat bayi agar tumbuh serta berkembang

sesuai dengan masanya yang tepat. Selain itu, istirahat juga akan sangat

mempengaruhi tingkat stres atau depresi pasca salin yang mungkin terjadi

pada beberapa ibu terhadap bayinya. Jadi, banyak sekali manfaat mengenai

istirahat yang akan memberikan dampak tertentu bagi ibu dan bayinya.

10. Seksualitas

Seksualitas bukan hal yang sara untuk dibincangkan dalam pengertian

kesehatan. Terlebih untuk ibu nifas yang akan memiliki banyak angan tentang

seputar seksualitasnya. Pola seksualitas akan penting jika suatu waktu ibu

nifas sudah berada pada suatu waktu yang mampu membawanya di masa

nifas yang telah terbilang pulih dan tetap penting adanya kontrol ulang dari

tenaga kesehatan dan memungkinkan bila pola seksualitas juga akan dapat

kembali seperti sedia kala, dalam batasan yang mungkin juga diberikan

dengan waktu yang tepat. Memang, pada awal akan takut, tetapi dengan

berjalannya keadaan, akan menjadi hal yang wajar jika ibu nifas kembali

melaksanakan pola seksualnya secara baik.

25
11. Senam Nifas

Kebutuhan akan kesehatan dari ibu nifas tentu sangat penting adanya.

maka, latihan atau olahraga dengan senam nifas akan banyak memiliki

manfaat untuk ibu nifas. Dengan melaksanakan senam nifas, tentu terdapat

banyak manfaat nyata yang akan diraakan oleh ibu nifas tersebut. Jadi, senam

nifas juga perlu dilakukan karena akan membantu pencegahan terjadinya stres

hingga menguatkan otot-otot perut sehingga dapat menghasilkan bentuk

tubuh ideal yang diinginkan wanita nifas usai kelahiran sang buah hati

tercinta. Senam nifas dapat dilakukan ibu nifas dengan berbagai macam cara.

Seperti memilih untuk mengikuti kelas senam ibu nifas, begitu pula

dengan melaksanakan sendiri di rumah dengan ketentuan atau cara yang tepat

dan aman untuk dilaksanakannya senam ibu nifas. Bahkan, hal yang

diperlukan untuk melaksanakan senam ibu nifas pun juga tidak terlalu banyak

dan rumit. Ibu nifas hanya perlu mempersiapkan matras atau tempat tidur,

bantal, baju olahraga dan dan kaset. Hal tersebut dapat dilakukan oleh ibu

nifas secara mandiri, berkelompok, maupun dengan mengikuti kelas khusus.

12. Ambulasi

Ambulasi sangat penting untuk mencegah hal-hal yang tidak

diinginkan dari ibu nifas, biasanya tenaga kesehatan yang memiliki

kewenangan akan memberikan himbauan, terhadap ibu nifas dengan segera

untuk mencegah terjadinya kelelahan setelah persalinan yang memiliki

batasan maksimal tertentu, seperti batasan 4 jam pasca salin. Ambulasi dapat

diawali dengan menggerakkan kaki, memiringkan tubuh ke arah kiri dan juga

26
ke arah kanan, duduk, hingga bangun dari tempat tidur yang dilakukan oleh

ibu nifas.

Ambulasi memiliki banyak hal atau dampak positif. Misalnya saja

dengan memberikan hasil yaitu bentuk tubuh yang baik atau bahkan kembali

seperti sediakala sebelum hamil. Selain itu juga mampu mencegah terjadinya

stress yang mungkin akan menghadang kesehatan ibu nifas. Begitu pula

dampaknya terhadap sirkulasi darah pada seluruh tubuh ibu nifas agar tetap

lancar

27
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN POST NATAL CARE

A. Pengkajian

Asuhan masa nifas adalah penatalaksanaan asuhan yang diberikan pada

klien mulai dari saat setelah lahirnya bayi sampai dengan kembalinya tubuh dalam

keadaan seperti sebelum hamil atau mendekati keadaan sebelum hamil.

Pengumpulan data pada klien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa,

pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang/hasil laboratorium (Saleha,

2018).

Adapun pengkajian pada masa nifas menurut Saleha (2018) meliputi:

1. Identitas Klien

Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,

agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register.

2. Keluhan Utama

Alasan utama klien datang ke rumah sakit atau pelayanan kesehatan.

Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang

menyertai.

3. Riwayat Kesehatan

Riwayat kesehatan dengan cara mengumpulkan data-data tentang respon

klien terhadap kelahiran bayinya serta penyesuaian selama masa post

partum. Pengkajian awal mulai dengan review prenatal dan intranatal

meliputi:

28
a. Lamanya proses persalinan dan jenis persalinan

b. Lamanya ketuban pecah dini

c. Adanya episiotomi dan laserasi

d. Respon janin pada saat persalinan dan kondisi bayi baru lahir (nilai APGAR)

e. Pemberian anestesi selama proses persalinan dan kelahiran

f. Medikasi lain yang diterima selama persalinan atau periode immediate post

partum

g. Komplikasi yang terjadi pada periode immediate post partum seperti atonia

uteri, retensi plasenta

Pengkajian ini digunakan untuk mengidentifikasi faktor risiko yang

signifikan yang merupakan faktor presdisposisi terjadinya komplikasi post

partum.

4. Pengkajian Status Fisiologis Maternal

Untuk mengingat komponen yang diperlukan dalam pengkajian post

partum, banyak perawat menggunakan istilah BUBBLE-LE yaitu termasuk

Breast (payudara), Uterus (rahim), Bowel (fungsi usus), Bladder (kandung

kemih), Lochea (lokia), Episiotomy (episiotomi/perinium), Lower Extremity

(ekstremitas bawah) dan Emotion (emosi).

5. Pengkajian Fisik

a. Tanda-Tanda Vital

Kaji tekanan darah, nadi, pernafasan dan suhu pada Ibu. Periksa tanda-

tanda vital tersebut setiap 15 menit selama satu jam pertama setelah melahirkan

atau sampai stabil, kemudian periksa setiap 30 menit untuk jam-jam

29
berikutnya. Nadi dan suhu diatas normal dapat menunjukan kemungkinan adanya

infeksi. Tekanan darah mungkin sedikit meningkat karena upaya untuk

persalinan dan keletihan. Tekanan darah yang menurun perlu diwaspadai

kemungkinan adanya perdarahan post partum.

1) Tekanan darah, normal yaitu < 140/90 mmHg. Tekanan darah tersebut bisa

meningkat dari pra persalinan pada 1-3 hari post partum. Setelah

persalinan sebagian besar wanita mengalami peningkatan tekananan darah

sementara waktu. Keadaan ini akan kembali normal selama beberapa hari.

Bila tekanan darah menjadi rendah menunjukkan adanya perdarahan post

partum. Sebaliknya bila tekanan darah tinggi, merupakan petunjuk

kemungkinan adanya pre-eklampsi yang bisa timbul pada masa

nifas. Namun hal ini seperti itu jarang terjadi.

2) Suhu, suhu tubuh normal yaitu kurang dari 38⁰C. Pada hari ke 4 setelah

persalinan, suhu ibu bisa naik sedikit kemungkinan disebabkan dari

aktivitas payudara. Bila kenaikan mencapai lebih dari 38⁰C pada hari

kedua sampai hari-hari berikutnya, harus diwaspadai adanya infeksi atau

sepsis nifas.

3) Nadi, nadi normal pada ibu nifas adalah 60-100. Denyut nadi ibu

akan melambat sampai sekitar 60 x/menit yakni pada waktu habis

persalinan karena ibu dalam keadaan istirahat penuh. Ini terjadi

utamanya pada minggu pertama post partum. Pada ibu yang nervus

nadinya bisa cepat, kira-kira 110x/mnt. Bisa juga terjadi gejala shock

karena infeksi khususnya bila disertai peningkatan suhu tubuh.

30
4) Pernapasan, pernapasan normal yaitu 20-30 x/menit. Pada umumnya

respirasi lambat atau bahkan normal. Mengapa demikian, tidak lain

karena ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat. Bila

ada respirasi cepat post partum (> 30 x/mnt) mungkin karena adanya

ikutan dari tanda-tanda syok.

b. Kepala dan Wajah

1) Rambut, melihat kebersihan rambut, warna rambut, dan kerontokan

rambut.

2) Wajah, adanya edema pada wajah atau tidak. Kaji adanya flek hitam.

3) Mata, konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemia karena

perdarahan saat persalinan.

4) Hidung, kaji dan tanyakan pada ibu, apakah ibu menderita pilek atau

sinusitis. Infeksi pada ibu post partum dapat meningkatkan kebutuhan

energi.

5) Mulut dan gigi, tanyakan pada ibu apakah ibu mengalami stomatitis,

atau gigi yang berlubang. Gigi yang berlubang dapat menjadi

pintu masuk bagi mikroorganisme dan bisa beredar secara sistemik.

6) Leher, kaji adanya pembesaran kelenjar limfe dan pembesaran

kelenjar tiroid. Kelenjar limfe yang membesar dapat menunjukan

adanya infeksi, ditunjang dengan adanya data yang lain seperti hipertermi,

nyeri dan bengkak.

7) Telinga, kaji apakah ibu menderita infeksi atau ada peradangan pada

telinga.

31
c. Pemeriksaan Thoraks

1) Inspeksi Payudara

a) Kaji ukuran dan bentuk tidak berpengaruh terhadap produksi ASI, perlu

diperhatikan bila ada kelainan, seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak

simetris pada perubahan posisi kontur atau permukaan.

b) Kaji kondisi permukaan, permukaan yang tidak rata seperti adanya

depresi,retraksi atau ada luka pada kulit payudara perlu dipikirkan

kemungkinan adanya tumor.

c) Warna kulit, kaji adanya kemerahan pada kulit yang dapat menunjukkan

adanya peradangan.

2) Palpasi Payudara

Pengkajian payudara selama masa post partum meliputi inspeksi ukuran,

bentuk, warna dan kesimetrisan serta palpasi apakah ada nyeri tekan guna

menentukan status laktasi. Pada 1 sampai 2 hari pertama post partum,

payudara tidak banyak berubah kecil kecuali sekresi kolostrum yang

banyak. Ketika menyusui, perawat mengamati perubahan payudara,

menginspeksi puting dan areola apakah ada tanda tanda kemerahan dan

pecah, serta menanyakan ke ibu apakah ada nyeri tekan. Payudara yang

penuh dan bengkak akan menjadi lembut dan lebih nyaman setelah

menyusui.

32
d. Pemeriksaan Abdomen

1) Inspeksi Abdomen

a) Kaji adakah striae dan linea alba

b) Kaji keadaan abdomen, apakah lembek atau keras. Abdomen yang keras

menunjukan kontraksi uterus bagus sehingga perdarahan dapat diminimalkan.

Abdomen yang lembek menunjukan sebaliknya dan dapat dimasase untuk

merangsang kontraksi.

2) Palpasi Abdomen

a) Fundus Uteri Tinggi : Segera setelah persalinan TFU 2 cm di bawah pusat, 12

jam kemudian kembali 1 cm diatas pusat dan menurun kira-kira 1 cm setiap

hari.

Hari kedua post partum TFU 1 cm di bawah pusat

Hari ke 3-4 post partum TFU 2 cm di bawah pusat

Hari ke 5-7 post partum TFU pertengahan pusat-symfisis

Hari ke 10 post partum TFU tidak teraba lagi

b) Kontraksi, kontraksi lemah atau perut teraba lunak menunjukan kontraksi

uterus kurang maksimal sehingga memungkinkan terjadinya perdarahan.

c) Posisi, posisi fundus apakah sentral atau lateral. Posisi lateral biasanya

terdorong oleh bladder yang penuh.

d) Uterus, setelah kelahiran plasenta, uterus menjadi massa jaringan yang

hampir padat. Dinding belakang dan depan uterus yang tebal saling menutup,

yang menyebabkan rongga bagian tengah merata. Ukuran uterus akan tetap

33
sama selama 2 hari pertama setelah pelahiran, namun kemudian secara cepat

ukurannya berkurang oleh involusi.

e) Diastasis rektus abdominis adalah regangan pada otot rektus abdominis akibat

pembesaran uterus jika dipalpasi, regangan ini menyerupai belah memanjang

dari prosessus xiphoideus ke umbilikus sehingga dapat diukur panjang dan

lebarnya. Diastasis ini tidak dapat menyatu kembali seperti sebelum hamil

tetapi dapat mendekat dengan memotivasi ibu untuk melakukan senam nifas.

Cara memeriksa diastasis rektus abdominis adalah dengan meminta ibu untuk

tidur terlentang tanpa bantal dan mengangkat kepala, tidak diganjal kemudian

palpasi abdomen dari bawah prosessus xipoideus ke umbilikus kemudian

ukur panjang dan lebar diastasis.

e. Keadaan Kandung Kemih

Kaji dengan palpasi kandungan urin di kandung kemih. Kandung kemih yang

bulat dan lembut menunjukan jumlah urine yang tertapung banyak

dan hal ini dapat mengganggu involusi uteri, sehingga harus dikeluarkan.

f. Ekstremitas Atas dan Bawah

1) Varises, melihat apakah ibu mengalami varises atau tidak. Pemeriksaan

varises sangat penting karena ibu setelah melahirkan mempunyai

kecenderungan untuk mengalami varises pada beberapa pembuluh

darahnya. Hal ini disebabkan oleh perubahan hormonal.

2) Edema, tanda homan positif menunjukan adanya tromboflebitis sehingga

dapat menghambat sirkulasi ke organ distal. Cara memeriksa tanda

human adalah memposisikan ibu terlentang dengan tungkai ekstensi,

34
kemudian didorsofleksikan dan tanyakan apakah ibu mengalami nyeri

pada betis, jika nyeri maka tanda homan positif dan ibu harus dimotivasi

untuk mobilisasi dini agar sirkulasi lancar. Refleks patella mintalah ibu

duduk dengan tungkainya tergantung bebas dan jelaskan apa yang akan

dilakukan. Rabalah tendon dibawah lutut/patella. Dengan menggunakan

hammer ketuklan rendon pada lutut bagian depan. Tungkai bawah akan

bergerak sedikit ketika tendon diketuk. Bila reflek lutut negatif

kemungkinan klien mengalami kekurangan vitamin B1. Bila gerakannya

berlebihan dan capat maka hal ini mungkin merupakan tanda preeklamsi.

g. Perineum, perhatikan kebersihan perineum ibu. Kebersihan perineum

menunjang penyembuhan luka. Serta adanya hemoroid derajat 1 normal

untuk ibu hamil dan pasca persalinan.

1) REEDA

REEDA adalah singkatan yang sering digunakan untuk menilai kondisi

episiotomi atau laserasi perinium. REEDA singkatan (Redness/kemerahan,

Edema, Ecchymosisekimosis, Discharge/keluaran, dan Approximate/

perlekatan) pada luka episiotomy. Kemerahan dianggap normal pada

episiotomi dan luka namun jika ada rasa sakit yang signifikan, diperlukan

pengkajian lebih lanjut. Selanjutnya, edema berlebihan dapat

memperlambat penyembuhan luka. Penggunaan kompres es (icepacks)

selama periode pasca melahirkan umumnya disarankan.

2) Lochea

35
Kaji jumlah, warna, konsistensi dan bau lokhia pada ibu post partum.

Perubahan warna harus sesuai. Misalnya ibu postpartum hari ke tujuh harus

memiliki lochea yang sudah berwarna merah muda atau keputihan. Jika

warna lochea masih merah maka ibu mengalami komplikasi

postpartum. Lokhia yang berbau busuk yang dinamakan lochea purulenta

menunjukkan adanya infeksi di saluran reproduksi dan harus segera

ditangani.

3) Varises

Perhatikan apakah terjadinya varises di dalam vagina dan vulva. Jika

ada yang membuat perdarahan yang sangat hebat.

6. Pengkajian Status Nutrisi

Pengkajian awal status nutrisi pada periode post partum didasarkan

pada data ibu saat sebelum hamil dan berat badan saat hamil, bukti simpanan

besi yang memadai (misal : konjungtiva) dan riwayat diet yang adekuat atau

penampilan. Perawat juga perlu mengkaji beberapa faktor komplikasi yang

memperburuk status nutrisi, seperti kehilangan darah yang berlebih saat

persalinan.

7. Pengkajian Tingkat Energi dan Kualitas Istirahat

Perawat harus mengkaji jumlah istirahat dan tidur, dan menanyakan

apa yang dapat dilakukan ibu untuk membantunya meningkatkan istirahat

selama ibu di rumah sakit. Ibu mungkin tidak bisa mengantisipasi kesulitan

tidur setelah persalinan.

36
8. Emosi

Emosi merupakan elemen penting dari penilaian post partum. Klien

post partum biasanya menunjukkan gejala dari “baby blues” atau

“postpartum blues” ditunjukan oleh gejala menangis, lekas marah, dan

kadang-kadang insomnia. Postpartum blues disebabkan oleh banyak faktor,

termasuk fluktuasi hormonal, kelelahan fisik, dan penyesuaian peran ibu. Ini

adalah bagian normal dari pengalaman post partum. Namun, jika gejala ini

berlangsung lebih lama dari beberapa minggu atau jika klien post partum

menjadi non fungsional atau mengungkapkan keinginan untuk menyakiti

bayinya atau diri sendiri, klien harus diajari untuk segera melaporkan hal ini

pada perawat, bidan atau dokter.

B. Diagnosis Keperawatan

Diagnosis keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan masa

nifas menurut Saleha (2018) yang bersumber dari buku (Tim Pokja SDKI DPP

PPNI, 2016) adalah:

1. Diagnosis 1 : Intoleransi Aktivitas

a. Definisi : Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.

b. Batasan Karakteristik

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Mengeluh lelah Frekuensi jantung meningkat >20% dari

kondisi istirahat

Gejala dan Tanda Minor

37
Subjektif Objektif

Dispnea saat/setelah aktivitas Tekanan darah berubah >20% dari kondisi

Merasa tidak nyaman setelah istirahat

beraktivitas Gambaran EKG menunjukkan aritmia

Merasa lemah saat/setelah aktivitas

Gambaran EKG menunjukkan iskemia

Sianosis

c. Faktor yang Berhubungan

1) Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

2) Tirah baring

3) Kelemahan

4) Imobilitas

5) Gaya hidup monoton

d. Kondisi Klinis Terkait

1) Anemia

2) Gagal jantung kongesif

3) Penyakit jantung coroner

4) Penyakit katup jantung

5) Aritmia

6) Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK)

7) Gangguan metabolic

8) Gangguan musculoskeletal

38
2. Diagnosis 2 : Nyeri Akut

a. Definisi : Pengalaman sensori atau emosional yang berkaitan dengan

kerusakan jaringan aktual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3

bulan.

b. Batasan Karakteristik

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Mengeluh nyeri Tampak meringis

Bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri)

Gelisah

Frekuensi nadi meningkat

Sulit tidur

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

(tidak tersedia) Tekanan darah meningkat

Pola napas berubah

Nafsu makan berubah

Proses berpikir terganggu

Menarik diri

Berfokus pada diri sendiri

Diaforesis

c. Faktor yang Berhubungan

39
1) Agen pencedera fisiologis (mis. inflamasi, iskemia, neoplasma)

2) Agen pencedera kimiawi (mis. terbakar, bahan kimia iritan)

3) Agen pencedera fisik (mis. abses, amputasi, terbakar, terpotong,

mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)

d. Kondisi Klinis Terkait

1) Kondisi pembedahan

2) Cedera traumatis

3) Infeksi

4) Sindrom koroner akut

5) Glaukoma

3. Diagnosis 3 : Ansietas

a. Definisi : Kondisi emosi dan pengalaman subjektif individu terhadap objek

yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi yang memungkinkan individu

melakukan tindakan untuk menghadapi ancaman.

b. Batasan Karakteristik

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Merasa bingung Tampak gelisah

Merasa khawatir dengan akibat dari Tampak tegang

kondisi yang dihadapi Sulit tidur

Sulit berkonsentrasi

Gejala dan Tanda Minor

40
Subjektif Objektif

Mengeluh pusing Frekuensi napas meningkat

Anoreksia Frekuensi nadi meningkat

Palpitasi Tekanan darah meningkat

Merasa tidak berdaya Diaforesis

Tremor

Muka tampak pucat

Suara bergetar

Kontak mata buruk

Sering berkemih

Berorientasi pada masa lalu

c. Faktor yang Berhubungan

1) Krisis situasional

2) Kebutuhan tidak terpenuhi

3) Krisis maturasional

4) Ancaman terhadap konsep diri

5) Ancaman terhadap kematian

6) Kekhawatiran mengalami kegagalan

7) Disfungsi sistem keluarga

8) Hubungan orang tua—anak tidak memuaskan

9) Faktor keturunan (temperamen mudah teragitasi sejak lahir)

10) Penyalahgunaan zat

11) Terpapar bahaya lingkungan (mis. toksin, polutan dan lain-lain)

41
12) Kurang terpapar informasi

d. Kondisi Klinis Terkait

1) Penyakit kronis progresif (mis. kanker, penyakit autoimun)

2) Penyakit akut

3) Hospitalisasi

4) Rencana operasi

5) Kondisi diagnosis penyakit belum jelas

6) Penyakit neurologis

7) Tahap tumbuh kembang

4. Diagnosis 4 : Risiko Infeksi

a. Definisi : Berisiko mengalami peningkatan terserang organisme patogenetik.

b. Faktor Risiko

1) Penyakit kronis (mis. Diabetes melitus)

2) Efek prosesur invasif

3) Malnutrisi

4) Peningkatan paparan organisme patogen lingkungan

5) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh primer:

a) Gangguan paristalik

b) Kerusakan integritas kulit

c) Perubahan sekresi pH

d) Penurunan kerja siliaris

e) Ketuban pecah lama

f) Ketuban pecah sebelum waktunya

42
g) Merokok

h) Statis cairan tubuh

6) Ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder:

a) Penurunan hemoglobin

b) Imununosupresi

c) Leukopenia

d) Supresi respon inflamasi

e) Vaksinasi tidak adekuat

c. Kondisi Klinis Terkait

1) AIDS

2) Luka bakar

3) PPOK

4) DM

5) Tindakan invasive

6) Kondisi penggunaan terapi steroid

7) Penyalahgunaan obat

8) Ketuban Pecah Sebelum Waktunya (KPSW)

9) Kanker

10) Gagal ginjal

11) Imunosupresi

12) Lymphedema

13) Leukositopenia

14) Gangguan fungsi hati

43
5. Diagnosis 5 : Risiko Defisit Nutrisi

a. Definisi : Berisiko mengalami asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme.

b. Faktor Risiko

1) Ketidakmampuan menelan makanan

2) Ketidakmampuan mencerna makanan

3) Ketidakmampuan mengabsorbsi nutrisi

4) Peningkatan kebutuhan metabolisme

5) Faktor ekonomi (mis. finansial tidak mencukupi)

6) Faktor psikologis (mis. stres, keengganan untuk makan)

c. Kondisi Klinis Terkait

1) Stroke

2) Parkinson

3) Mobius syndrome

4) Cerebral palsy

5) Cleft lip

6) Cleft palate

7) Amyotropic lateral sclerosis

8) Kerusakan neuromuscular

9) Luka bakar

10) Kanker

11) Infeksi

44
12) AIDS

13) Penyakit Chron’s

14) Enterokolitis

15) Fibrosis kistik

6. Diagnosis 6 : Gangguan Pola Tidur

a. Definisi : Gangguan kualitas dan kuantitas waktu tidur akibat faktor eksternal

b. Batasan Karakteristik

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Mengeluh kesulitan tidur (tidak tersedia)

Mengeluh sering terjaga

Mengeluh tidak puas tidur

Mengeluh pola tidur berubah

Mengeluh istirahat tidak cukup

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

Mengeluh kemampuan beraktivitas menurun (tidak tersedia)

c. Faktor yang Berhubungan

1) Hambatan lingkungan (mis. kelembapan lingkungan sekitar, suhu

lingkunga, pencahayaan, kebisingan, bau tidak sedap, jadwal

pemantauan/pemeriksaan/tindakan)

2) Kurang kontrol tidur

45
3) Kurang privasi

4) Restraint fisik

5) Ketiadaan teman tidur

6) Tidak familiar dengan peralatan tidur

d. Kondisi Klinis Terkait

1) Nyeri/kolik

2) Hipertiroidisme

3) Kecemasan

4) Penyakit paru obstruktif kronis

5) Kehamilan

6) Periode pasca partum

7) Kondisi pasca operasi

7. Diagnosis 7 : Risiko Ketidakseimbangan Cairan

a. Definisi : Berisiko mengalami penurunan, peningkatan atau percepatan

perpindahan cairan dari intravaskuler, interstisial atau intraseluler.

b. Faktor Risiko

1) Proses pembedahan mayor

2) Trauma/perdarahan

3) Luka bakar

4) Aferesis

5) Asites

6) Obstruksi intestinal

46
7) Peradangan pancreas

8) Penyakit ginjal dan kelenjar

9) Disfungsi Intestinal

c. Kondisi Klinis Terkait

1) Prosedur pembedahan mayor

2) Penyakit ginjal dan kelenjar

3) Perdarahan

4) Luka bakar

8. Diagnosis 8 : Gangguan Citra Tubuh

a. Definisi : Perubahan persepsi tentang penampilan, struktur dan fungsi fisik

individu.

b. Batasan Karakteristik

Gejala dan Tanda Mayor

Subjektif Objektif

Mengungkapkan Kehilangan bagian tubuh

kecacatan/kehilangan bagian Fungsi/strutur tubuh berubah/hilang

tubuh

Gejala dan Tanda Minor

Subjektif Objektif

Tidak mau mengungkapkan Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh

kecacatan/kehilangan bagian secara berlebihan

tubuh Menghindari melihat dan/atau menyentuh

47
Mengungkapkan perasaan bagian tubuh

negatif tentang perubahan tubuh Fokus berlebihan pada perubahan tubuh

Mengungkapkan kekhawatiran Respon nonverbal pada perubahan dan

pada penolakan/reaksi orang lain persepsi tubuh

Mengungkapkan perubahan gaya Fokus pada penampilan dan kekuatan masa

hidup lalu

Hubungan sosial berubah

c. Faktor yang Berhubungan

1) Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. amputasi, trauma, luka bakar,

obesitas, jerawat)

2) Perubahan fungsi tubuh (mis. proses penyakit, kehamilan, kelumpuhan)

3) Efek tindakan/pengobatan (mis.pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)

4) Perubahan fungsi kognitif

5) Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau sistem nilai

6) Transisi perkembangan

7) Gangguan psikososial

8) Efek tindakan/pengobatan (mis. pembedahan, kemoterapi, terapi radiasi)

48
C. Intervensi Keperawatan

1. Diagnosis 1 : Intoleransi Aktivitas

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan Kriteria Hasil:

Kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat

Kecepatan berjalan meningkat

Kekuatan tubuh bagian atas meningkat

Kekuatan tubuh bagian bawah meningkat

Keluhan lelah menurun

Frekuensi nadi membaik

Tekanan darah membaik

Saturasi oksigen membaik

Frekuensi napas membaik

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Keperawatan Rasional

Manajemen Energi

 Observasi

- Identifikasi gangguan fungsi - Untuk dapat memecahkan masalah

tubuh yang mengakibatkan terkait kelelahan

kelelahan

- Monitor kelelahan fisik dan - Untuk mengetahui kelelahan fisik dan

emosional emosional klien

- Monitor pola dan jam tidur - Untuk mengetahui pola tidur klien

49
- Monitor lokasi dan - Untuk mengetahui lokasi dan

ketidaknyamanan selama ketidaknyamanan klien dalam

melakukan aktivitas melakukan aktivitas

 Terapeutik

- Sediakan lingkungan nyaman - Untuk memfasilitasi lingkungan yang

dan rendah stimulus mendukung dalam proses

- Lakukan latihan rentang gerak pengimplementasian

pasif dan atau/ aktif - Agar gerakan tubuh klien tidak kaku

- Berikan aktivitas distraksi yang - Untuk pengalihan yang dapat

menenangkan menenangkan klien

- Fasilitasi duduk di sisi tempat - Agar dapat mempermudah proses

tidur, jika tidak dapat berpindah mobilisasi klien

atau berjalan

 Edukasi

- Anjurkan tirah baring - Memberikan posisi yang nyaman

- Anjurkan melakukan aktivitas - Agar energi dapat di stimulus dengan


secara bertahap baik

 Kolaborasi

- Kolaborasi dengan ahli gizi - Agar nutrisi yang dikonsumsi klien


tentang cara meningkatkan sesuai dengan SOP yang ada
asupan makanan

2. Diagnosis 2 : Nyeri Akut

50
a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan tingkat nyeri menurun dengan Kriteria Hasil:

Keluhan nyeri menurun

Meringis menurun

Gelisah menurun

Frekuensi nadi membaik

Kesulitan tidur menurun

Tekanan darah membaik

Pola napas membaik

Nafsu makan membaik

Berfokus pada diri sendiri menurun

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Keperawatan Rasional

Manajemen Nyeri

 Observasi

- Identifikasi lokasi, karakteristik, - Agar mengetahui lokasi, derajat dan

durasi, frekuensi, kualitas, intensitas tingkat nyeri yang dialami dan dapat

nyeri melakukan intervensi selanjutnya

- Identifikasi skala nyeri - Untuk mengidentifikasi skala nyeri

- Monitor efek samping pemberian - Untuk mengetahui reaksi analgetik

analgetik yang diberikan

 Terapeutik

51
- Berikan teknik non farmakologis - Untuk menurunkan atau

untuk mengurangi rasa nyeri mengalihkan perhatian klien dari

- Berikan posisi nyaman nyerinya

- Untuk menunjang penurunan nyeri

 Edukasi

- Jelaskan penyebab, periode, dan - Agar klien dapat mengontrol

pemicu nyeri nyerinya

- Jelaskan strategi meredakan nyeri - Pendidikan kesehatan dapat

- Ajarkan teknik non farmakologis meningkatkan pemahaman klien

untuk mengurangi rasa nyeri - Untuk mempercepat proses

penyembuhan

 Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian analgetik, jika - Obat analgetik dapat

perlu mengurangi/meminimalisir rasa

nyeri

3. Diagnosis 3 : Ansietas

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan tingkat ansietas menurun dengan Kriteria Hasil:

Verbalisasi khawatir akibat kondisi yang dihadapi menurun

Perilaku gelisah menurun

Perilaku tegang menurun

Pola tidur membaik

Frekuensi pernapasan membaik

52
Frekuensi nadi membaik

Tekanan darah membaik

Kontak mata membaik

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Keperawatan Rasional

Terapi Relaksasi

 Observasi

- Identifikasi penurunan tingkat - Jika klien mengalami penurunan

energi, ketidakmampuan tingkat energi, ketidakmampuan

berkonsentrasi atau gejala lain berkonsentrasi atau gejala lain yang

yang mengganggu kemampuan mengganggu, maka klien akan sulit

kognitif melakukan teknik relaksasi tersebut

- Periksa ketegangan otot, - Untuk mengetahui apakah ada

frekuensi nadi, tekanan darah perubahan yang baik pada otot,

dan suhu sebelum dan sesudah frekuensi nadi, tekanan darah dan

latihan suhu sebelum dan sesudah latihan

- Monitor respon terhadap terapi - Untuk membandingkan perasaan

relaksasi sebelum dan setelah terapi

 Terapeutik

- Ciptakan lingkungan tenang - Untuk memberikan perasaan yang

dan tanpa gangguan dengan tenang dan nyaman pada saat klien

pencahayaan dan suhu ruang sedang latihan terapi relaksasi

yang nyaman

53
- Gunakan pakaian longgar - Agar klien lebih mudah bergerak

- Gunakan nada suara lembut - Untuk memberikan perasaan tenang

dengan irama lambat dan pada klien

berirama

 Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, - Untuk memberikan informasi terkait

batasan dan jenis relaksasi tindakan jenis relaksasi

- Jelaskan secara rinci intervensi - Agar klien memahami terkait

yang dipilih intervensi yang akan dilakukan

- Anjurkan mengambil posisi - Untuk memberikan rasa nyaman pada

nyaman saat diberikan intervensi

- Anjurkan rileks dan merasakan - Sebagai penunjang agar bisa

sensasi relaksasi merasakan ketenangan

- Anjurkan sering mengulangi - Untuk membuat klien mudah

atau melatih tekhnik yang mengingat dan menerapkan intervensi

dipilih yang diberikan

- Demonstrasikan dan latih - Untuk memudahkan klien melakukan

teknik relaksasi intervensi

4. Diagnosis 4 : Risiko Infeksi

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan tingkat infeksi menurun dengan Kriteria Hasil:

Demam menurun

54
Kemerahan menurun

Nyeri menurun

Bengkak menurun

Kadar sel darah putih membaik

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Keperawatan Rasional

Pencegahan Infeksi

 Observasi

- Monitor tanda dan gejala - Untuk mengetahui tindakan intervensi

infeksi lokal dan sistemik yang akan diberikan

 Terapeutik

- Batasi jumlah pengunjung - Untuk menghindari adanya

kontaminasi antara klien dan

pengunjung

- Berikan perawatan kulit pada - Untuk mengurangi edema pada area

area edema kulit

- Cuci tangan sebelum dan - Untuk menghindari terjadinya

sesudah kontak dengan klien penyebaran patogen

dan lingkungan klien

 Edukasi

- Ajarkan cara mencuci tangan - Mencegah potensi resistensi


yang benar antimikroba

55
- Anjurkan meningkatkan - Menurunkan risiko infeksi akibat mal

asupan nutrisi nutrisi

- Anjurkan meningkatkan - Asupan cairan yang tepenuhi

asupan cairan membuat permukaan kulit menjadi

lembab sehingga menurunkan resiko

infeksi

5. Diagnosis 5 : Risiko Defisit Nutrisi

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan status nutrisi membaik dengan Kriteria Hasil:

Porsi makan yang dihabiskan meningkat

Kekuatan otot pengunyah meningkat

Kekuatan otot menelan meningkat

Serum albumin meningkat

Verbalisasi keinginan untuk meningkatkan nutrisi meningkat

Pengetahuan tentang pilihan makanan yang sehat meningkat

Pengetahuan tentang pilihan minuman yang sehat meningkat

Pengetahuan tentang standar asupan nutrisi yang tepat meningkat

Penyiapan dan penyimpanan makanan yang aman meningkat

Penyiapan dan penyimpanan minuman yang aman meningkat

Sikap terhadap makanan/minuman sesuai dengan tujuan kesehatan meningkat

Perasaan cepat kenyang menurun

Nyeri abdomen menurun

56
Sariawan menurun

Rambut rontok menurun

Diare menurun

Berat badan membaik

Indeks Massa Tubuh (IMT) membaik

Frekuensi makan membaik

Nafsu makan membaik

Bising usus membaik

Tebal lipatan kulit trisep membaik

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Keperawatan Rasional

Manajemen Nutrisi

 Observasi

- Identifikasi status nutrisi - Untuk mengetahui asupan nutrisi

- Identifikasi alergi dan - Untuk menghindari pemberian

intoleransi makanan makanan yang menyebabkan alergi

- Identifikasi makanan yang - Untuk meningkatkan nafsu makan

disukai ketika melihat makanan yang disukai

- Identifikasi kebutuhan kalori - Untuk menentukan jumlah kalori dan

dan jenis nutrien jenis nutrien yang dibutuhkan untuk

memenuhi persyaratan gizi


- Identifikasi perlunya

penggunaan selang nasogastric - Untuk mengetahui apakah klien

membutuhkan penggunaan selang

57
NGT atau tidak

- Untuk mengetahui asupan makanan


- Monitor asupan makanan
- Untuk mengetahui perkembangan
- Monitor berat badan
berat badan dan BB yang ideal
- Monitor hasil pemeriksaan
- Menunjukkan peningkatan berat
laboratorium
badan atau berat badan stabil dengan

nilai laboratorium normal

 Terapeutik

- Lakukan oral hygiene sebelum - Memperbaiki fungsi mulut untuk

makan, jika perlu meningkatkan nafsu makan

- Fasilitasi menentukan pedoman - Untuk merencanakan pola mkan yang

diet (mis. Piramida makanan) sehat bergizi seimbang

- Sajikan makanan secara - Untuk menambah nafsu makan klien

menarik dan suhu yang sesuai

- Berikan makan tinggi serat - Karena serat dalam makanan akan

untuk mencegah konstipasi membentuk massa feses sehingga

- Berikan makanan tinggi kalori mengambang dan mudah dikeluarkan

dan tinggi protein - Untuk membantu dalam proses

- Berikan suplemen makanan, penyembuhan

jika perlu - Untuk menambah nafsu makan klien

- Hentikan pemberian makan - Komplikasi pemasangan NGT seperti

melalui selang nasogastrik jika rasa tidak nyaman, sinusitis dan

58
asupan oral dapat ditoleransi epistaksis

 Edukasi

- Anjurkan posisi duduk - Posisi duduk dapat memperlancar

proses pencernaan

- Ajarkan diet yang diprogramkan - Untuk menjaga asupan makanan yang

dibutuhkan tubuh

 Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian - Untuk memberikan rasa nyaman pada


medikasi sebelum makan (mis. klien saat makan
pereda nyeri, antiemetik), jika

perlu - Untuk menentukan asupan kalori


- Kolaborasi dengan ahli gizi harian yang diperlukan untuk
untuk menentukan jumlah mempertahankan berat badan yang
kalori dan jenis nutrien yang sudah ditentukan
dibutuhkan, jika perlu

6. Diagnosis 6 : Gangguan Pola Tidur

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan pola tidur membaik dengan Kriteria Hasil:

Keluhan sulit tidur menurun

Keluhan sering terjaga menurun

Keluhan tidak puas tidur menurun

Keluhan pola tidur berubah menurun

59
Keluhan istirahat tidak cukup menurun

Kemampuan beraktivitas meningkat

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Rasional

 Observasi

- Identifikasi pola aktivitas dan tidur - Untuk mengetahui pola aktivitas

yang dilakukan klien sebelum tidur

- Identifikasi faktor penganggu tidur - Untuk mengidentifikasikan faktor

(fisik dan/ psikologis) yang menganggu tidur, agar bisa di

antisipasi

- Identifikasi makanan dan minuman - Untuk menghindari makanan yang

yang menganggu tidur (mis. kopi, dapat membuat pola tidur tidak

teh, alkohol, makan mendekati efektif

waktu tidur, minum banyak air

sebelum tidur)

- Identifikasi obat tidur yang - Untuk meminimalisir gangguan

dikonsumsi tidur akibat obat-obatan yang

dikonsumsi

 Terapeutik

- Modifikasi lingkungan (mis. - Untuk dapat mendukung proses

Pencahayaan, kebisingan, suhu, yang dapat mempercepat tidur

matras dan tempat tidur)

- Batasi waktu tidur siang, jika perlu - Agar malam hari bisa cepat tidur

60
- Fasilitasi menghilangkan stress - Agar tidak memiliki beban pada saat

sebelum tidur tidur

- Tetapkan jadwal tidur rutin - Agar dapat menciptakan tidur yang

- Lakukan prosedur untuk efektif

meningkatkan kenyamanan (mis. - Agar dapat meningkatkan kenyaman

Pijat, pengaturan posisi, terapi dalam tidur

akupresur)

- Sesuaikan jadwal pemberian obat - Agar proses pemberian obat tidak

dan/atau tindakan untuk menunjang menganggu proses tidur klien

siklus tidur terjaga

 Edukasi

- Jelaskan pentingnya tidur cukup - Untuk mengedukasi klien

selama sakit mengetahui pentingnya tidur

- Anjurkan menepati kebiasaan waktu - Agar jadwal tidur selalu terkontrol

tidur baik

- Anjurkan menghindari

makanan/minuman yang - Agar tidak mengganggu waktu tidur

mengganggu tidur

- Anjurkan penggunaan obat tidur

yang tidak mengandung supresor - Agar tidak mengganggu waktu tidur

terhadap tidur REM

- Ajarkan faktor-faktor yang

berkontribusi terhadap gangguan - Agar klien mengetahui faktor-faktor

61
pola tidur (mis. psikologis, gaya yang memicu gangguan pola tidur

hidup, sering berubah shift bekerja)

- Ajarkan relaksasi otot autogenik

atau cara non farmakologi lainnya - Agar mendapatkan kualitas tidur

yang lebih nyaman

7. Diagnosis 7 : Risiko Ketidakseimbangan Cairan

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan Kriteria Hasil:

Asupan cairan meningkat

Membran mukosa lembap meningkat

Dehidrasi menurun

Tekanan darah membaik

Frekuensi nadi membaik

Kekuatan nadi membaik

Mata cekung membaik

Turgor kulit membaik

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Keperawatan Rasional

Manajemen Cairan

 Observasi

- Monitor status hidrasi (mis. - Untuk mengumpulkan dan

frekuensi nadi, kekuatan nadi, menganalisis data klien untuk

62
akral, pengisian kapiler, memantau keseimbangan cairan

kelembapan mukosa, turgor

kulit, tekanan darah) - Untuk memonitor tanda-tanda

- Monitor berat badan harian kehilangan cairan yang berlebihan

- Monitor hasil pemeriksaan - Untuk mengidentifikasi indikasi

laboratorium kemajuan ke arah atau penyimpangan

dari hasil yang diharapkan

 Terapeutik

- Catat intake-output dan hitung - Memantau balance cairan dan sebagai

balance cairan 24 jam acuan untuk tindakan selanjutnya

- Berikan asupan cairan, sesuai - Untuk menggantikan kehilangan

kebutuhan cairan

- Berikan cairan intravena, jika - Mencegah terjadinya syok

perlu hipovolemik

 Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian diuretic, - Mengurangi penumpukan cairan


jika perlu tubuh melalui pengeluaran urin

8. Diagnosis 8 : Gangguan Citra Tubuh

a. Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam,

diharapkan citra tubuh meningkat dengan Kriteria Hasil:

Verbalisasi perasaan negatif tentang perubahan tubuh menurun

Verbalisasi kekhawatiran pada penolakan/reaksi orang lain menurun

63
Verbalisasi perubahan gaya hidup menurun

Menyembunyikan/menunjukkan bagian tubuh secara berlebihan menurun

Melihat dan/atau menyentuh bagian tubuh membaik

b. Intervensi Keperawatan dan Rasional

Intervensi Keperawatan Rasional

Promosi Kepercayaan Diri

 Observasi - Pengungkapan perasaan terbuka dapat

- Identifikasi masalah potensial membantu klien menemukan solusi

 Terapeutik

- Gunakan teknik mendengarkan aktif - Klien akan merasa dihargai dan

mengenai harapan klien membina hubungan saling percaya

- Motivasi berpikir positif dan tetap - Pemberian motivasi mendorong klien

tenang menghadapi masalah dengan untuk mandiri menyelesaikan

kemampuan yang dimiliki masalah dan menemukan semangat

- Libatkan anggota keluarga dalam - Perhatian dan pengertian keluarga

pencapaian tujuan akan membantu meningkatkan

percaya diri klien

 Edukasi

- Ajarkan pemecahan masalah - Peningkatan kemampuan mendorong

klien untuk mandiri

 Kolaborasi

- Kolaborasi dengan tim keperawatan - Memudahkan dalam pelaksanaan

spesialis dalam memodifikasi intervensi

64
intervensi

65
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, E. R. and Diah W. (2015). Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta:


Nuha Medika.

Saleha, S. (2018). Asuhan Keperawatan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba


Medika.

Purwanto, T.S., Nuryani and Rahayu, T.P. (2018) Modul Ajar Asuhan Kebidanan
Nifas dan Menyusui. Prodi Kebidanan Magetan.

Sukma, F., Hidayati, E. and Jamil, S.N. (2017) Asuhan Kebidanan pada Masa
Nifas. Fakultas Kedokteran dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah
Jakarta.

Sulfianti et al. (2021) Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yayasan KIta
Menulis.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2016) Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Edisi 1 Cetakan 2. Jakarta: DPP PPNI.

Zubaidah (2021) Asuhan Keperawatan Nifas. DEEPUBLISH.

66

Anda mungkin juga menyukai