Anda di halaman 1dari 3

MENJADI KELUARGA BEBAS STUNTING

(Peringatan Hari Keluarga Nasional ke 29)

Eduardus Johanes Sahagun, M.A


Widyaiswara pada Perwakilan BKKBN Provinsi NTT

Hari Keluarga Nasional (HARGANAS), merupakan acara berskala nasional yang secara
rutin dilakukan setiap tanggal 29 Juni. Harganas ke 29 tahun ini, mempunyai tujuan
meningkatkan komitmen pemerintah, baik pusat maupun daerah tentang pentingnya
pembangunan keluarga, serta mengingatkan peran dan fungsi keluarga dalam rangka
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia. berketahanan, sejahtera, dan bebas stunting. Karena
itu, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai pemilik acara
Harganas, kemudian mengusung tema, ‘Ayo Cegah Stunting, Agar Keluarga Bebas Stunting’.
Harganas merupakan perwujudan pentingnya arti keluarga terhadap upaya memperkuat
ketahanan nasional. Sebagai institusi terkecil dalam masyarakat, keluarga menjadi fondasi
penting awal pembangunan karakter bangsa.
Menilik sejarah yang ada, peringatan Harganas sudah dilakukan sejak tahun 1993, yang
kemudian ditetapkan dalam Keputusan Presiden RI Nomor 39 Tahun 2014 tentang Hari
Keluarga Nasional. Momentum Harganas harus digunakan sebagai ajang sosialisasi dan
optimalisasi fungsi keluarga di Indonesia pada umumnya, dan keluarga NTT pada khususnya.
Momentum Harganas juga harus mengoptimalisasikan delapan fungsi keluarga, yakni: fungsi
agama, fungsi sosial budaya, cinta kasih, melindungi, reproduksi, pendidikan, ekonomi, dan
fungsi pembinaan lingkungan masyarakat, untuk mewujudkan keluarga yang berketahanan, dan
bebas stunting.
Sejatinya, Harganas yang berlangsung tahun ini, tidak jauh berbeda dari tahun
sebelumnya, di mana, peristiwa akbar ini menjadi ajang sosialisasi kepada seluruh keluarga
untuk membantu percepatan penurunan stunting. Diketahui, saat ini angka prevalensi stunting di
Indonesia sebesar 24,4 persen (SSGBI 2021). Masih ada target besar yang harus dikerjakan
untuk capai angka stunting 14 persen pada 2024 seturut instruksi Presiden yang telah
memberikan mandat kepada BKKBN sebagai Ketua Percepatan Penurunan Stunting. Karena itu,
yang harus kita lakukan dalam keluarga sebagai tonggak pertama adalah mencegah terjadinya
stunting sejak dini, khususnya sejak sebelum perkawinan/pra pernikahan. Melalui pencegahan
sejak sebelum perkawinan, sampai 1.000 hari pertama kehidupan, maka keluarga kita akan
menghasilkan generasi unggul, cerdas, sehat, dan kuat.
Memang berbicara mengenai stunting, bukanlah perkara mudah. Ada banyak determinan
stunting yang tidak bisa dituntaskan hanya oleh satu lembaga saja. Maka itu, perlu kolaborasi
dan kerja sama yang solid dari semua stakeholder, khususnya setiap Kementerian dan Lembaga
terkait untuk memaksimalkan koordinasi dan kerja sama dalam mempersiapkan keluarga
Indonesia yang bebas stunting.
Semua program dan kegiatan yang akan dilakukan oleh masing-masing Kementerian dan
lembaga dalam urusan membangun ketahanan keluarga dan keluarga bebas stunting perlu
dieksekusi secepatnya, mengingat waktu untuk mencapai target 14 persen di tahun 2024 sudah
semakin pendek. Di waktu yang terus berjalan ini, tentunya kita membutuhkan aksi nyata yang
tepat sasar, dalam upaya mengintervensi keluarga yang berpotensi resiko stunting.
Berdasarkan amanah dari Presiden tadi, maka untuk mendukung percepatan pencegahan
stunting di tingkat lapangan, BKKBN kemudian melibatkan sumber daya dan potensi yang
dimiliki, meliputi: Penyuluh Keluarga Berencana (PKB), Petugas Lapangan Keluarga Berencana
(PLKB), kader Kelompok Kegiatan (Poktan), Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa
(PPKBD) dan Sub Pembantu Pembina Keluarga Berencana Desa (Sub PPKBD) sebagai ujung
tombak program Pembangunan Keluarga di lini lapangan.
Agar target 14% tercapai, maka pada Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2021 tentang
Percepatan Penurunan Stunting, salah satu prioritas kegiatan yang termuat dalam Rencana Aksi
Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) adalah melalui pelaksanaan
pendampingan keluarga berisiko stunting, pendampingan semua calon pengantin/calon Pasangan
Usia Subur (PUS) dan surveilans keluarga berisiko stunting.
Salah satu aspek strategis dalam RAN PASTI adalah pendampingan keluarga berisiko
Stunting oleh Tim Pendamping Keluarga (TPK). Untuk mendukung proses pendampingan
keluarga berisiko Stunting di lini lapangan, Perwakilan BKKBN Provinsi NTT, bersama mitra
terkait telah membentuk 12.894 Tim Pendamping Keluarga yang terdiri dari: Bidan Desa,
Kader KB dan Kader TP PKK yang tersebar di seluruh Desa yang ada di 22 Kab./Kota.
Selain itu, Perwakilan BKKBN Provinsi NTT juga sudah berupaya membangun
koordinasi dengan semua mitra yang ada di tingkat Kabupaten/Kota, khususnya OPD terkait
untuk bisa memberikan intervensi yang tapat pada keluarga sasaran beresiko stunting. Untuk
itulah dibutuhkan Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS). TPPS ini terstruktur dari tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota, Kecamatan, dan Desa. Berdasarkan data dari bidang Advokasi,
Penggerak, dan Informasi (ADPIN) BKKBN NTT, TPPS Provinsi dan TPPS Kabupaten/Kota
sudah terbentuk semuanya. Sedangkan, yang masih dalam proses pembentukan (belum
semuanya terbentuk) adalah TPPS Kecamatan dan TPPS Desa.
Eksistensi TPPS tentu tidak bisa berjalan baik, jika TPK tidak bergerak untuk
memberikan pendampingan kepada semua keluarga sasaran yang menjadi prioritas. Perlu
diketahui bahwa keluarga beresiko stunting adalah keluarga yang memiliki satu atau lebih faktor
risiko stunting, yang terdiri dari keluarga yang memiliki anak remaja puteri/calon pengantin/ibu
hamil/anak usia 0-23 bulan/anak usia 24-59, bulan berasal dari keluarga miskin, sanitasi dan
lingkungan buruk, serta air minum yang tidak layak. Keluarga dengan ciri seperti inilah yang
harus diprioritaskan untuk mendapat pendampingan dari TPK.
Secara lebih rinci, keluarga yang menjadi sasaran pendampingan oleh Tim Pendamping
Keluarga (TPK) terdiri atas keluarga yang memiliki remaja/calon pengantin (Catin)/calon
Pasangan Usia Subur (CaPUS) 3 bulan pra-ga (sebelum berkeluarga), Pasangan Usia Subur
(PUS), ibu hamil, ibu pasca persalinan (nifas), keluarga dengan anak usia 0-23 bulan, dan
keluarga dengan anak usia 24-59 bulan. Saat ini, TPK sudah mulai berkerja melakukan aktivitas
pendampingan kepada keluarga sasaran beresiko stunting. Besar harapan, kiranya dengan adanya
aktivitas TPK yang berada di tingkat Desa ini, stunting bisa terputus sejak dini, sehingga
keluarga tersebut akan melahirkan generasi yang bebas stunting tentunya.
Harganas, sebagai moment berharga setiap keluarga untuk berkumpul dan berefleksi
tentang hidup masa depan, harus terbentuk secara baik dari sekarang. Dengan tema yang
bernuansa mengajak tadi, Harganas harus dijadikan sebagai awal di mana kita semakin
memperhatikan kualitas keluarga dan generasi kita di masa mendatang. Poin pentingnya adalah
bagaimana pemberian nutrisi dan asupan gizi terbaik bagi anggota keluarga, bahkan sejak di
1.000 hari pertama kehidupan, patut diperhatikan dengan saksama oleh setiap keluarga. Hemat
saya, hal tersebut bisa dikata sebagai salah satu langkah efektif dalam mencegah stunting.
Bagaimana mengubah hidup menjadi lebih sehat dan terencana, untuk menyelamatkan masa
depan generasi penerus bangsa dari bahaya stunting.
Selain mencegah resiko stunting, kita pun dihimbau dalam euforia Harganas tahun ini
untuk memperkuat fungsi keluarga, terutama menjadikan keluarga kita sebagai tempat untuk
memberikan perlindungan dan kasih saying, serta menjaga kesehatan setiap anggotanya.
Selamat merayakan Hari Keluarga Nasional untuk semua keluarga NTT.

Anda mungkin juga menyukai