Oleh
Kelompok II
Shantika Putri
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nyasehingga saya dapat menyelesaikan Modul tentang
“Kurikulum Dan Pembelajaran”
Penyusun
Kelompok II
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kurikulum dan Pembelajaran adalah dua komponen yang tidak dapat dipisahkan,
mengingat kurikulum merupakan hal yang menjadi pembelajaran yang dapat
implementasikan sesuai dengan kaidah yang berlaku yang mempunyai beberapa
aspek yang harus dijalankan untuk itu dengan kurikulum kita dapat menjalankan
pembelajaran sesuai dengan hal yang seharusnya kita ajarkan sebagai acuan yang
saling berkesinambungan , karena pembelajaran dapat di laksanakan dengan cara
menurunkan apa yang sudah ditetapkan dalam kuriukulum dari segi tujuan
pembelajaran, penentuan bahan ajar, dalam kegiatan atau strategi belajar, dan juga
dalam sitem evaluasi yang beberapa hal itu merupakan aspek yang dominan harus
dijadikan acuan dalam pembelajran yang menjadikan mutu pendidikan yang
sesuai dengan apa yang kita harapkan dan dengan adanya kurikulum kita dapat
mengajarkann pembelajaran secara sistematis dengan tujuan menjadikan
pembelajaran yang aktif ,kreatif dan inovatif sehingga menjadikan hasil dari
pembelajaran mempunya mutu dan mempunya output yang berkualitas dengan
menjalankan kurikulum dan menuangkan dalam pembelajaran yang efesien dan
konkrit.
B. Rumusan Masalah
Kurikulum dan pembelajaran dua hal yang saling berkaitan dan harus
dipahami betul oleh guru agar dapat menyajikan pembelajaran dalam bentuk
pengalaman yang bermakna bagi siswa. Jadi pada hakikatnya setiap kurikulum
yang formal yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya dapat direalisasikan berkat
usaha guru. Walaupun kurikulum dikatakan “uniform”pelaksanaannya harus
selalu melalui pribadi guru,jadi mengandung perbedaan individual. Selain itu guru
juga dapat berusaha menyesuaikan kurikulum itu dengan perkembangan
psikologis tiap siswa,atau dengan keadaan masyarakat tempat sekolah itu berada.
Bahkan ada kesempatan untuk memberikan “muatan lokal” kepada kurikulum.
Tanpa persiapan, guru tidak tahu dengan jelas akan kemana siswa harus
dibimbing,tujuan apa yang harus dicapai,perubahan kelakuan apa yang harus
dibangkitkan,hingga manakah tujuan pelajaran telah tercapai,kesulitan apa yang
dihadapi,kelemahan apa yang harus diperbaiki demi peningkatan mutu. Mutu
pendidikan bergantung pada mutu guru,dan mutu guru turut ditentukan oleh
pemahamannya tentang seluk-beluk kurikulum.
Untuk lebih jelasnya mengenai kurikulum dan pengajaran terdapat pada uraian
berikut ini :
a. Pengertian Kurikulum
Kurikulum tak formal terdiri dari kegiatan-kegiatan yang juga direncanakan akan
tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademis dan kelas tertentu.yang
termasuk didalamnya: pertunjukan sandiwara,pertandingan antar kelas/ antar
sekolah,perkumpulan berbagai hobi,pramuka,dan lain-lain.
4. Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap matapelajaran
d. Mutu pendidikan
Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik.
Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John
Dewey - memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Isi
pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan
minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul
dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan
menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan ahli dalam
metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan
kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal
dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang
setiap individu dalam keadaan fitrah,-- memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan
ketulusan.
2. DETERMINAN KURIKULUM
a. Landasan Filosofis
b. Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua
bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-
tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu, yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum. Psikologi belajar
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum.
1. motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau
keinginan untuk melakukan suatu aksi.
c. Landasan Sosial-Budaya-IPTEK
Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang
pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang
Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa
warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan
pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan
sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-
nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan
lokal.
Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi.
Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat
beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Kurikulum juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak dan
kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap nilai-
nilai lokal dan universal.
e. Falsafah pengajar/guru
Tiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai falsafah lembaga
pendidikan tempat ia bekerja. Sebaiknya falsafah guru sendiri konsisten dengan
falsafah sekolah agar dapat membimbing siswa ke arah tujuan pendidikan seperti
dirumuskan dalam kurikulum.
- Teori belajar
a. Motivasi
b. Kesiapan
c. Kematangan intelektual
d. Kematangan emosional
I. Behaviorisme
II. Psikologi daya
III. Perkembangan kognitif
V. Teori kepribadian
VI.
b. Pendekatan interdisipliner
Dalam pelajaran telah dilibatkan berbagai disiplin ilmu seperti geografi (lokasi
rumah),ekonomi (biaya rumah tangga),matematika (pengeluaran setiap pagi untuk
membeli sayur,dan sebagainya).
c. Pendekatan rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut juga rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum
pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat,seperti
polusi,ledakan penduduk,kemiskinan,malapetaka akibat kemajuan
teknologi,perang dan damai,keadilan sosial,hak asasi manusia,dan lain-lain.
d. Pendekatan Humanistik
e. Pendekatan accountability
Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk
mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.
Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam
beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga
mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:
· Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.
4. TUJUAN PENGAJARAN
Bila misalnya tujuan ialah “membantu siwa mengembangkan sikap positif
terhadap kesegaran dan kesehatan jasmani” maka maksudnya ialah agar siswa
didorong untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kesehatannya.
Ranah ini mempunyai enam tingkatan dari yang paling rendah: pengetahuan dasar
(fakta,peristiwa,informasi,istilah) sampai yang paling tinggi: evaluasi (pandangan
yang didasarkan atas pengetahuan dan pemikiran) sehingga merupan suatu
hierarki.
Ranah ini kurang mendapat perhatian para pendidik dibandingkan dengan kedua
ranah lainnya.
Bila kita tinjau secara horizontal, maka kita lihat adanya kesamaan pada tiap
tingkatan,khususnya pada tingkat rendah dan paling tinggi. Misalnya pada tingkat
rendah :
(S – R)
(S – R)
(S – R)
f. Perumusan masalah
Ketiga ranah belajar harus diperhatikan dengan cermat dalam perumusan tujuan
umum. Pendesai kurikulum harus merumuskan dengan jelas apakah yang
diharapkan sebagai hasil belajar siswa,apakah tujuan pelajaran.atau memupuk
pengertian dan penghargaan atas keanekaragaman geografis tanah air kita ini.
a. Strategi mengajar
Strategi mengajar adalah pendekatan umum dalam mengajar dan tidak begitu
terinci dan bervariasi dibanding dengan kegiatan belajar siswa seperti yang
dicantumkan dalam rencana instruksional atau persiapan satuan pelajaran.
Tiap strategi mengajar mempunyai sejumlah kebaikan akan tetapi disamping itu
ada pula kelemahan masing-masing.
b. Sumber mengajar
Sumber mengajar sudah harus diusahakan pada pedoman kurikulum. Pada taraf
ini hendaknya dikerahkan sedapat mungkin tenaga pengajar untuk bersama-sama
menyiapkan segala sumber mengajar yang diperlukan. Sumber-sumber mengajar
biasanya banyak memerlukan waktu untuk mngembangkannya oleh sebab itu
sebaiknya dikembangkab oleh team daripada oleh individu secara tersendiri.
Sumber mengajar yang siap dibuat harus segera dicatat dalam katalog. Agar
sistematis diberi kode tertentu. Sumber itu disimpan dilokasi yang sentral agar
mudah digunakan oleh setiap pengajar.
a. Tujuan evaluasi
Dalam sebuah evaluasi harus berpatokan pada kurikulum atau silabi dan
dirancang secara jelas yaitu apa yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilai,
dan interpretasi hasil penilaian.
1. Keterpaduan.
3. Koherensi
Suatu evaluasi pendidikan harus berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah
dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
Dan keselarasan peseta didik dengan pembelajaran harus sesuai.
4. Pedagogis
Pedagogis adalah seni dalam mengajar. Prinsip evaluasi pendidikan yang ketujuah
adalah perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan
sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi
motivator bagi diri siswa atau peserta didik.
5. Akuntabel
Sudah semestinya hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan
pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua siswa,
sekolah, dan lainnya.
Dalam program evaluasi ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang apakah
ahli yang melaksanakan kurikulum harus juga ahli dalam bidang ilmu tersebut.
Banyak peneliti yang berpendapat bahwa jika ahli tersebut mempunyai
kekurangan dalam teknik evaluasi kurikulum, mungkin akan dihasilkan hal-hal
yang bias. Meskipun demikian, ada pula ahli yang mengemukakan empat langkah
evaluasi kurikulum yang berfokus pada tujuan, yaitu evaluasi awal, evaluasi
formatif, evaluasi sumatif, dan evaluasi jangka panjang.
Dari dua macam pendapat tadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dikatagorikan
secara personal, evaluasi ini berupa evaluasi internal dan eksternal. Apabila
dikatagorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi, yaitu evaluasi formatif
dan sumatif. Pada saat ini terdapat berbagai model evaluasi yang dapat dijadikan
pegangan untuk mendesain proses dan metode penilaian kurikulum. Model mana
yang digunakan bergantung pada tujuan evaluasi, waktu dan biaya yang tersedia
dan tingkat kecermatan dan kespesifikan yang diinginkan.
Model ini termasuk model yang paking mudah direncanakan dan dilaksanakan.
Dari sini kita hanya membandingkan hasil atau performance yang nyata
dengan standart yang telah dtentukan. Kesulitan yang paling besar ialah
merumuskan standart performance yang cukup spesifik agar dapat digunakan
untuk mnegukur diskrepansi, yakn beda performance yang standart.
Yang menarik arhatian stake ialah bahwa hasil yang diharapkan oleh pengajar
sering berbeda dengan hasil yang nyata menurut penelitian objektif oleh team ahl
penilai eksternal. Guru berusaha mencapai tujuan khusu tertentu, akan tetapi
ternyata hasil belajar siswa berbeda sekali dengan apa yang diharapkan guru itu.
Model Stake meneliti tiga variable yakni antiseden, transaksi, dan hasil belajar,
masing-masing ditinjau dari segi “apa yang diharpakan” dan “apa yang diamati.”
Selain juga diselidiki “contigency” atau hubungan antara antiseden, transaksi, dan
hasil belajar seperti yang diharapkan dan yang diobservasi. Kontingensi pada
bagian yang diharapkan ditinjau secara logis, yakni seperti apa yang diharapkan
oleh guru mengenai transaksi berdasarkan entry behavior siswa dan bagaimana
hasil-hasil yang diharapkan oleh guru setelah proses belajar mengajar. Pada
bagian observasi hubungan antara ketiga aspek itu diselidiki berdasarkan data
yang nyata.
Model ini mengan dung empat komponen, yakni konteks, input, proses, dan
produk, dan masing-masing perlu penilaian sendiri. Evaluasi konteks meliputi
penelitian mengenai lingkungan sekolah, pengaruh-pengaruh di luar sekolah.
Model ini mengutamakan evaluasi formatif yang kontinu sebagai cara untuk
meningkatkan hasil belajar. Namun focus penilaian bukan hanya hasil belajar
melainkan keseluruhan kurikulum serta lingkungannya (CIPP).
Menurut observasi Eisner pendidikan telah terlampau jauh bergerak kea rah
akuntabilitas yang ketat seperti yang terdapat dalam perusahaan dan indutri.
Eisner berpendapat bahwa pendidikan adalah kegiatan yang bercorak artistic
selain mengandung unsur latihan. Jika belajar mengajar pada hakikatnya artistic
maka proses evaluasinya harus apa yang dilakukan dalam kritik seni. Maka kritik
kurikulum hendaknya berusaha melihat aspek individual yang signifikan dalam
pelaksanaan kurikulum. Proses kurikulum hendaknya meliputi tiga aspek yakni
yang bersifat (1) deskriptif, (2) interpretative, dan (3) evaluative.
Penilaian berdasarkan atas standart klasik mengenai apakah yang berharga dan
bernilai dengan melakukan interpretasi intuitif oleh pakar dalam lapangan ini.
Tidak ditemukan standart secara arbitrer oleh sebab menghargai aspek
kepribadian dalam performance seseorang.
Model ini mengandung komponen dari model evaluasi lainnya. Ciri utama model
Corrigan ini ialah adanya system balikan formatif-korektif selain proses evaluasi
sumatif-terminal. Tiaphasil evaluasi mengenai tiap langkah digunakan sebagai
balikan agar segera dapat diadakan perbaikan, dapat diisi kesenjangan atau
ditiadakan tumpang tindih, jadi model ini mengandalkan tinjauan yang kontinu
dan tidak menunggu sampai akhir program.
Kelima model evaluasi kurikulum yang kami bicarakan di atas sangat singkat dan
sekdar untuk memperkenalkannya saja. Bila kita bermaksud untuk
menerapkannya kta harus mempelajarinya secara lebih mendalam dari buku-buku
yang khusus membicarakan model evaluasi tertentu.
Setelah seorang evaluator memilih satu atau semua strategi tersebut, ia selanjutnya
perlu membuat rencana rincian atau desain yang lengkap dalam upaya
implementasi evaluasi. Rencana tersebut terdiri atas beberapa komponen berikut:
b. Pengumpulan informasi
c. Organisasi informasi
· Spesifikasi format informasi yang akan dikumpulkan; dan
d. Analisis informasi
Spesifikasi prosedur analisis yang akan dilaksanakan dan spesifikasi alat untuk
melaksanakan analisis.
e. Pelaporan informasi
f. Administrasi evaluasi
Proses analisi data langsung berhubungan dengan tujuan evaluasi. Jika misalnya
tujuan satu telah jelas dipaparkan, maka proses analisis langkah itu menjadi jelas
pula.
a. Hasil-hasil, yaitu apa yang telah ditemukan berdasrakan data yang telah
dikumpulkan.
Desain evaluasi kurikulum harus disiapkan dnegan cermat dan meliputi antara lain
:
a. Beberapa kali dan kapan akan diadakan evaluasi, proses apa yang akan
dijalankan ?
b. Data apa yang akan dikumpulkan, dari siapa, oleh siapa ? dan kapan ?
d. Keputusan apa yang kan diambil menganai kurikulum, kapan, dan oelh siapa ?
Hanya berkat evaluasi kurikulum kita data mengetahui dimana kita berada dan
kemana kita pergi. Tanpa kedua titik orientasi itu proses kurikulum maupun
intruksional seakan-akan kita biarkan bekelana tanpa kita ketahui kemana
arahnya.
Pengajaran afektif
Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain instruksional ?
Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur
(learning outcomes).
Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan
dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.
Guru Sekolah. Para guru sekolah dapat dipandang sebagai "developer dan
designer". Namun ada perdebatan mengenai hal ini, sebab kenyataannya banyak
para guru hanyalah sekedar pemakai hasil orang lain, misalnya buku teks, modul,
pengajaran berprograma,dan sebagainya.
3. Pendidikan dan ahli psikologi. Kelompok ini berfungsi sebagai "developer dan
designer" dalam usahanya untuk mengembangkan model-model, mencobakan dan
menemukan model-model yang baru.
b. Perencanaan
8. Inti dari disain pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.Prinsipnya ada tiga, yaitu:
1. Tidak ada satu metodepun yang unggul untuk semua tujuan dalam semua
kondisi
2. Metode yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada
hasil pembelajaran
3. Kondisi pembelajaran yang berbeda bisa memiliki pengaruh yang konsisten
pada pengajaran
Menurut Gerlach dan Ely tentang konsep pendekatan sistem dalam perencanaan
dan pengajaran terdiri dari 10 komponen, yaitu:
c. Pengajaran efektif
2) Berada terus didalam kelas dan menggunakan sebagian besar dari jam
pelajaran untuk mengajar dan membimbing pelajaran.
2. Mengemukakan hipotesis
3. Mengumpulkan data
4. Menguji hipotesis
5. Mengambil kesimpulan
1. Mengamati
2. Melaporkan
3. Mengklasifikasi
4. Memberi label
6. Menginterpretasi
7. Membuat inferensi
8. Memecahkan problema
9. PERENCANAAN INSTRUKSIONAL UNTUK TUJUAN AFEKTIF
Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya
mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan
demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya
untuk berfungsi secara kekuatan dalam kehidupan masyarakat. Setelah membahas
pengertian pendidikan, timbullah pemikiran tentang hal-hal apa yang terdapat
didalam proses pendidikan. Perhatian pada proses terjadinya pendidikan mengarah
pada pemikiran tentang komponen-komponen pendidikan. Komponen merupakan
bagian dari suatu system yang memiliki peran dalam berlangsungnya suatu proses
untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada komponen tersebut adalah; kurikulum
pendidikan, paket instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, metode
pendidikan, peserta, evaluasi pendidikan, anggaran pendidikan, fasilitas
pendidikan. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan pendidikan perlu adanya
kerjasama dengan berbagai komponen pendidikan dari sekian banyak komponen
pendidikan dibahas yang berasal dari siswa, sebagai penentu untuk mencapai
tujuan pendidikan, faktor belajar siswa mempunyai peranan yang tinggi factor
tesebut diantaranya adalah factor intern dan interen
1. Fakor intern
Dalam membicarakan factor intern akan dibahas tiga factor yaitu factor
jasmaniah, factor psikologis, dan factor kelelahan
a. Faktor jasmaniah
Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas
dari penyakit. Proses belajar akan terganggu apabila kesehatan seseorang
terganggu, agar anak didik dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan
kesehatan baukan hanya jasmaniahnya lebih-lebih rohaniyahnya. Agar kesehatan
tetap terjamin seseorang harus melakukan ketentuan-ketentuan seperti, bekerja,
belajar, istirahat, tidur, makan, rekreasi, dan ibadah.
b. Faktor psikologis
Paling tidak ada tujuh factor yang tergolong ke dalam factor psikologis yang
mempengaruhi belajar. Factor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. Semua faktor ini sangat mempengaruhi
belajar.
c. Faktor kelelahan
Kelelahan pada seorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu kelelahan jasmaniah dan kelelahan rohaniah(bersifat psikis)
2. Faktor ekstern
a. Faktor keluarga
Siswa yang mengikuti belajar akan mendapat pengaruh dari keluarga dari cara
orang tua mendidik, kerja sama antar keluarga, suasana keluarga, keadaan
ekonomi keluarga
b. Faktor sekolah
c. Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar
siswa. Factor tersebut karena keberadaan siswa dalam masyarakat.
b. Pendidikan moral
Pendidikan moral berkenaan dengan pertanyaan tentang yang benar dan yang
salah dalam hubungan interpersonal,antara manusia dengan manusia lainnya,yang
meliputi konsep seperti harkat manusia,harga diri manusia,keadilan
sosial,kepedulian terhadap sesama manusia,kesamaan hak,sikap saling
menghargai,dan sebagainya.
Tujuan pendidikan moral ialah membantu siswa agar lebih mampu memberi
pendapat yang bertanggung jawab,adil dan matang mengenai orang lain.
c. Pendidikan afektif
Tujuan pendidikan afektif ialah membantu siswa agar ia meningkat dalam hierarki
afektif,yakni dari tingkat paling bawah melalui tingkat merespon terhadap nilai-
nilai,kemudian menghargainya,merasa komitmen terhadap nila-nilai dan akhirnya
menginternalisasikan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat,sangat esensisal
bagi kehidupan individu dalam masyarakat.
- Berpikir logis
- Verbal
- Inferensi
- Membentuk hubungan
- Sistem “mistik”
- Memanipulasi objek
- Respons emotif
- Taktil
- Estetika
- Kreativitas
Ada emapat garis pikiran utama yang tampil dalam abad ke-17,18,dan 19 yang
memberi pengaruh besar terhadap hakikat pendidikan afektifdi dunia barat.
Tiga Tokoh psikologi yang memberi sumbangan besar kepada pendidikan afektif:
1) Sigmund freud
- Ego (diri,self)
2) John dewey
3) Jean piaget
1. Kepuasan fisiologis
2. Keamanan
4. Harga-diri
5. Aktualisasi-diri
6. Transendensi
1. Model konsedirasi
Perkembangan moral terdiri atas tiga tingkat yang masing-masing mempunyai dua
tahap sehingga terdapat enam tahap,yakni:
- Tingkat pra-konvensional
- Tingkat konvensional
- Tingkat post-konvensional
- Tingkat otonom/berprinsip
Model ini didasarkan atas asumsi masalah-masalah sosial yang kita hadapi dewasa
ini sangat erat berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.pada
umumnya membicarakan tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan deadaan manusia,ideologis dan sosiologis.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kurikulum dan pembelajaran adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, karena pembelajaran dapat di laksanakan dengan cara menurunkan apa
yang sudah ditetapkan dalam kuriukulum dari segi tujuan pembelajaran,
penentuan bahan ajar, dalam kegiatan atau strategi belajar, dan juga dalam sitem
evaluasi yang beberapa hal itu merupakan aspek yang dominan harus dijadikan
acuan dalam pembelajran yang menjadikan mutu pendidikan yang sesuai dengan
apa yang kita harapkan.
Suatu pendidikan tidak terlepas dari semua komponen pendidikan yang satu
dengan yang lainnya karena semua itu bagian suatu bagian system yang harus
berjalan secara sistematis dan harmonis, seandainya satu bagian itu tidak ada
mengakibatkan ketidak harmonisan yang dirasakan, tidak satu komponen lebih-
lebih semua kompone-komponen pendidikan lainnya.
Begitu halnya dengan tujuan pendidikan yang dibahas pada makalah ini, dari
sekian banyak pakar ilmu ataupun pemikir pendidikan yang memberikan
pendapatnya tentang tujuan pendidikan seperti yang dijelaskan diatas semua itu
bermuara pada pembentukan moral ataupun ahlak, budi pekerti kepada manusia
lebih-lebih pada sang Pencipta Jagat Raya. Tetapi sangat sedikit siswa maupun
seorang pendidik mempedulikan tujuan pendidikan nilai kepada Sang Maha
Agung yakni Allah SWT.