Anda di halaman 1dari 53

MAKALAH

KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

Oleh

Kelompok II

I Kadek Oka Ariana

I Putu Eka Pratama

I Komang Bagus Yadi Yadnya

Ni Lih Mita Wijayanti

Shantika Putri

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA HINDU


SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU (STAH) DHARMA SENTANA
SULAWESI TENGAH
2021
KATA PENGANTAR

Om Swastyastu,

Puji syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nyasehingga saya dapat menyelesaikan Modul tentang
“Kurikulum Dan Pembelajaran”

Kami juga mengucapkan terima kaasih yang sebesar-besarnya kepada


Bapak Drs. I Made Sukarta, M.Si selaku dosen mata kuliah Telaah Kurikulum
yang sudah memberikan kepercayaan kepada saya untuk menyelesaikan tugas ini.

Saya berharap agar Makalah tentang Kurikulum Dan Pembelajaran ini


dapat bermanfaat untuk kita semua dalam rangka menambah pengetahuan dan
juga wawasan bagi pembaca sekalian.

Palu,16 November 2021

Penyusun

Kelompok II
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Kurikulum dan Pembelajaran adalah dua komponen yang tidak dapat dipisahkan,
mengingat kurikulum merupakan hal yang menjadi pembelajaran yang dapat
implementasikan sesuai dengan kaidah yang berlaku yang mempunyai beberapa
aspek yang harus dijalankan untuk itu dengan kurikulum kita dapat menjalankan
pembelajaran sesuai dengan hal yang seharusnya kita ajarkan sebagai acuan yang
saling berkesinambungan , karena pembelajaran dapat di laksanakan dengan cara
menurunkan apa yang sudah ditetapkan dalam kuriukulum dari segi tujuan
pembelajaran, penentuan bahan ajar, dalam kegiatan atau strategi belajar, dan juga
dalam sitem evaluasi yang beberapa hal itu merupakan aspek yang dominan harus
dijadikan acuan dalam pembelajran yang menjadikan mutu pendidikan yang
sesuai dengan apa yang kita harapkan dan dengan adanya kurikulum kita dapat
mengajarkann pembelajaran secara sistematis dengan tujuan menjadikan
pembelajaran yang aktif ,kreatif dan inovatif sehingga menjadikan hasil dari
pembelajaran mempunya mutu dan mempunya output yang berkualitas dengan
menjalankan kurikulum dan menuangkan dalam pembelajaran yang efesien dan
konkrit.

B.     Rumusan Masalah

1. Apa saja konsep dasar kurikulum dan pengajaran ?

2.  Bagaimana pendekatan dalam pengembangan kurikulum?

3.  Apa tujuan dari pengajaran?

4.  Berapa banyak strategi dan sumber dalam mengajar ?


C.     Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk dapat mengetahui konsep dasar dari kurikulum dan pengajaran.

2.  Untuk mengetahui pendekatan dalam pengembangan kurikulum.

3. Agar kita mengetahui tujuan dalam pembelajaran.

4. Agar kita dapat menerapkan strategi dan sumber dalam mengajar.


BAB II
PEMBAHASAN

            Kurikulum dan pembelajaran dua hal yang saling berkaitan dan harus
dipahami betul oleh guru agar dapat menyajikan pembelajaran dalam bentuk
pengalaman yang bermakna bagi siswa. Jadi pada hakikatnya setiap kurikulum
yang formal yang dikeluarkan oleh pemerintah hanya dapat direalisasikan berkat
usaha guru. Walaupun kurikulum dikatakan “uniform”pelaksanaannya harus
selalu melalui pribadi guru,jadi mengandung perbedaan individual. Selain itu guru
juga dapat berusaha menyesuaikan kurikulum itu dengan perkembangan
psikologis tiap siswa,atau dengan keadaan masyarakat tempat sekolah itu berada.
Bahkan ada kesempatan untuk memberikan “muatan lokal” kepada kurikulum.

            Tanpa persiapan, guru tidak tahu dengan jelas akan kemana siswa harus
dibimbing,tujuan apa yang harus dicapai,perubahan kelakuan apa yang harus
dibangkitkan,hingga manakah tujuan pelajaran telah tercapai,kesulitan apa yang
dihadapi,kelemahan apa yang harus diperbaiki demi peningkatan mutu. Mutu
pendidikan bergantung pada mutu guru,dan mutu guru turut ditentukan oleh
pemahamannya tentang seluk-beluk kurikulum.

Untuk lebih jelasnya mengenai kurikulum dan pengajaran terdapat pada uraian
berikut ini :

1.      KONSEP-KONSEP DASAR KURIKULUM DAN PENGAJARAN

a.                   Pengertian Kurikulum

Menurut La-zimnya kurikulum dipandang sebagai suatu rencana yang disusun


untuk melancarkan proses belajar-mengajar dibawah bimbingan dan tanggung
jawab sekolah atau lembaga pendidikan beserta staf pengajarnya.
Kurikulum formal meliputi :

·        Tujuan pembelajaran,umum dan spesifik

·        Bahan pelajaran yang tersusun sistematis

·        Strategi belajar-mengajar serta kegiatan-kegiatannya

·        Sistem evaluasi untuk mengetahui hingga mana tujuan tercapai

Kurikulum tak formal terdiri dari kegiatan-kegiatan yang juga direncanakan akan
tetapi tidak berkaitan langsung dengan pelajaran akademis dan kelas tertentu.yang
termasuk didalamnya: pertunjukan sandiwara,pertandingan antar kelas/ antar
sekolah,perkumpulan berbagai hobi,pramuka,dan lain-lain.

b.                  Proses pengembangan kurikulum

Terdapat dua proses utama,yakni pengembangan pedoman kurikulum dan


pengembangan pedoman instruksional. Pedoman kurikulum meliputi:

o   Latar belakang yang berisi rumusan falsafah dan tujuan lembaga


pendidikan,populasi yang menjadi sasaran,rasional,struktur organisasi pelajaran.

o   Silabus yang berisi matapelajaran secara lebih terinci yakni scope(ruang


lingkup) dan sequenc-nya(urutan penyajiannya).

o   Desain evaluasi termasuk strategi revisi atau berbaikan kurikulum mengenai


bahan pelajaran dan organisasi bahan dan strategi instruksionalnya.

Pedoman instruksional untuk tiap mata pelajaran yang dikembangkan berdasarkan


silabus.

c.                   Langkah-langkah dalam pengembangan pedoman kurikulum


1.      Kumpulkan keterangan mengenai faktor-faktor yang turut menentukan
kurikulum serta latar belakangnya.

2.      Tentukan mata pelajaran atau mata kuliah yang akan diajarkan

3.      Rumuskan tujuan tiap mata pelajaran

4.      Tentukan hasil belajar yang diharapkan dari siswa dalam tiap matapelajaran

5.      Tentukan topik-topik tiap matapelajaran

d.                  Mutu pendidikan

Pendekatan pengembangan kurikulum dengan menyusun pedoman kurikulum dan


pedoman instruksional bertujuan untuk meningkatkan mutu sekolah dan
universitas dengan meningkatkan efektivitas mengajar.

e.                   Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan

Dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah,  pendidik mempunyai tugas pokok


untuk melaksanakan pengajaran atau sekarang lebih dikenal dengan istilah
pembelajaran. Kegiatan pembelajaran diwujudkan dalam bentuk  interaksi  antara
pendidik dengan peserta didik. Peserta didik memiliki tugas pokok belajar yakni
berusaha memperoleh perubahan perilaku atau pencapaian kemampuan tertentu
berdasarkan pengalaman belajarnya yang diperoleh dalam  berinteraksi dengan
lingkungannya.

Untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu, pendidik berupaya “menyampaikan”


sejumlah isi dan bahan pembelajaran kepada peserta didik melalui proses atau
cara tertentu, serta melaksanakan evaluasi untuk mengetahui proses dan hasil
pembelajaran, yang keseluruhannya dikemas dalam bentuk kurikulum. Dengan
demikian, kurikulum dapat dikatakan sebagai salah satu komponen utama dalam
sistem pendidikan.

f.                    Hubungan Kurikulum dengan Teori Pendidikan

Telah dikemukan di atas bahwa rumusan kurikulum dapat diklasifikasikan dalam


dua pandangan, yakni pandangan tradisional (klasik)  dan pandangan modern. Hal
ini dimungkinkan karena terjadinya  pergeseran dalam teori-teori pendidikan.

Kurikulum memang memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori


pendidikan. Suatu kurikulum disusun dengan mengacu pada satu atau beberapa
teori kurikulum dan teori kurikulum dijabarkan berdasarkan  teori pendidikan
tertentu.

Nana S. Sukmadinata (1997) mengemukakan empat jenis hubungan kurikulum


dengan teori pendidikan, yaitu :

1.    Pendidikan klasik (classical education), yang memandang bahwa pendidikan


berfungsi sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan
budaya. Teori pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada
proses. Isi pendidikan atau materi  diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang
ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara
logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan
lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai
penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik.

2.    Pendidikan pribadi (personalized education). Konsep pendidikan ini bertolak


dari asumsi bahwa sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi  tertentu.
Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta
didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini,
peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidik hanya
menempati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong,
fasilitator  dan pelayan peserta didik.

Teori ini memiliki dua aliran yaitu pendidikan progresif dan pendidikan romantik.
Pendidikan progresif dengan tokoh pendahulunya- Francis Parker dan John
Dewey - memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Isi
pengajaran berasal dari pengalaman peserta didik sendiri yang sesuai dengan
minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap masalah-masalah yang muncul
dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia dapat memahami dan
menggunakannya bagi kehidupan. Pendidik  lebih merupakan ahli dalam
metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan
kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal
dari pemikiran-pemikiran J.J. Rouseau tentang tabula rasa, yang memandang
setiap individu dalam keadaan fitrah,-- memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan
ketulusan.  

3.    Teknologi pendidikan, yakni suatu konsep pendidikan yang mempunyai


persamaan dengan  pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam
menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada yang berbeda. Dalam
tekonologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan
kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan dan
pemeliharaan budaya lama. Dalam konsep pendidikan teknologi, isi pendidikan
dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data
obyektif dan keterampilan-keterampilan yang  yang mengarah kepada
kemampuan vocational . Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain
pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan
para peserta didik belajar secara individual. Peserta didik berusaha untuk
menguasai sejumlah besar bahan dan pola-pola kegiatan secara efisien tanpa
refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat.
Guru berfungsi sebagai direktur belajar (director  of learning), lebih banyak tugas-
tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
4.    Pendidikan interaksional, yaitu suatu konsep pendidikan yang bertitik tolak
dari pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan
bekerja sama  dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk
kehidupan juga berintikan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan
interaksional menekankan interaksi dua pihak dari guru kepada peserta didik dan
dari peserta didik kepada guru. Lebih dari itu, interaksi ini juga terjadi antara
peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara
pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai
bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari
fakta-fakta. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta
tersebut, memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya
dalam konteks kehidupan.

2. DETERMINAN KURIKULUM

a.                 Landasan Filosofis

Filsafat  memegang peranan penting dalam pengembangan kuikulum. Sama


halnya seperti dalam Filsafat Pendidikan, kita dikenalkan pada berbagai aliran
filsafat, seperti : perenialisme, essensialisme, eksistesialisme, progresivisme,  dan
rekonstruktivisme. Dalam pengembangan kurikulum pun senantiasa berpijak  
pada aliran – aliran filsafat tertentu, sehingga akan mewarnai terhadap konsep dan
implementasi kurikulum yang dikembangkan. Dengan merujuk kepada pemikiran
Ella Yulaelawati (2003), di bawah ini diuraikan tentang isi dari-dari masing-
masing aliran filsafat, kaitannya dengan pengembangan kurikulum.

Perenialisme lebih menekankan pada keabadian, keidealan, kebenaran dan


keindahan dari pada warisan budaya dan dampak sosial tertentu. Pengetahuan 
dianggap lebih penting dan kurang memperhatikan kegiatan sehari-hari.
Pendidikan yang menganut faham ini menekankan  pada  kebenaran absolut ,
kebenaran universal yang tidak terikat  pada tempat dan waktu. Aliran ini lebih
berorientasi ke masa lalu.
Essensialisme  menekankan pentingnya pewarisan budaya dan pemberian
pengetahuan dan keterampilan pada peserta didik agar dapat menjadi anggota
masyarakat yang berguna. Matematika, sains dan mata pelajaran lainnya dianggap
sebagai dasar-dasar substansi kurikulum yang berharga untuk hidup di
masyarakat. Sama halnya dengan perenialisme, essesialisme juga lebih
berorientasi pada masa lalu.

Eksistensialisme menekankan pada individu  sebagai sumber pengetahuan tentang


hidup dan makna. Untuk memahami kehidupan seseorang mesti memahami 
dirinya sendiri. Aliran ini mempertanyakan :  bagaimana saya hidup di dunia ?
Apa pengalaman itu ?

Progresivisme menekankan pada pentingnya melayani perbedaan individual,


berpusat pada peserta didik, variasi pengalaman belajar dan proses. 
Progresivisme merupakan landasan bagi pengembangan belajar peserta didik
aktif.

Rekonstruktivisme merupakan elaborasi lanjut dari aliran progresivisme.  Pada


rekonstruktivisme, peradaban manusia masa depan sangat ditekankan. Di samping
menekankan tentang perbedaan individual seperti pada progresivisme,
rekonstruktivisme lebih jauh menekankan tentang pemecahan masalah, berfikir
kritis dan sejenisnya. Aliran ini akan mempertanyakan  untuk apa berfikir kritis,
memecahkan masalah, dan melakukan sesuatu ? Penganut aliran ini  menekankan
pada hasil belajar dari pada proses.

Masing-masing aliran filsafat pasti memiliki kelemahan dan keunggulan


tersendiri. Oleh karena itu, dalam praktek pengembangan kurikulum,  penerapan
aliran filsafat cenderung dilakukan secara eklektif untuk lebih mengkompromikan
dan mengakomodasikan berbagai kepentingan yang terkait dengan pendidikan.

b.                  Landasan Psikologis
Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengemukakan bahwa minimal terdapat dua 
bidang psikologi yang mendasari pengembangan kurikulum yaitu (1) psikologi
perkembangan dan (2) psikologi belajar. Psikologi perkembangan merupakan
ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu berkenaan dengan
perkembangannya. Dalam psikologi perkembangan dikaji tentang hakekat
perkembangan, pentahapan perkembangan, aspek-aspek perkembangan, tugas-
tugas perkembangan individu, serta hal-hal lainnya yang berhubungan
perkembangan individu,  yang semuanya dapat dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dan mendasari pengembangan kurikulum.   Psikologi belajar 
merupakan ilmu yang mempelajari tentang perilaku individu dalam konteks
belajar. Psikologi belajar mengkaji tentang hakekat belajar dan teori-teori belajar,
serta berbagai aspek perilaku individu lainnya dalam belajar, yang semuanya
dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan sekaligus mendasari pengembangan
kurikulum. 

Sementara itu, berkenaan dengan landasan psikologis, Ella Yulaelawati


memaparkan teori-teori psikologi yang mendasari Kurikulum 2004 yang berbasis
kompetensi. Dengan mengutip pemikiran Spencer, Ella Yulaelawati
mengemukakan pengertian kompetensi bahwa kompetensi merupakan
“karakteristik mendasar dari seseorang yang merupakan hubungan kausal dengan
referensi kriteria yang efektif dan atau penampilan yang terbaik dalam pekerjaan
pada suatu situasi“. 

Selanjutnya, dikemukakan pula tentang  5 tipe kompetensi, yaitu :               

1.    motif; sesuatu yang dimiliki seseorang untuk berfikir secara konsisten atau
keinginan untuk melakukan suatu aksi.

2.    bawaan; yaitu karakteristik fisik yang merespons secara konsisten berbagai


situasi atau informasi.   

3.    konsep diri; yaitu tingkah laku, nilai atau image seseorang;                   


4.    pengetahuan; yaitu informasi khusus yang dimiliki seseorang; dan       

5.    keterampilan; yaitu kemampuan melakukan tugas secara fisik maupun


mental.

Kelima kompetensi tersebut mempunyai implikasi praktis terhadap perencanaan


sumber daya manusia atau pendidikan. Keterampilan dan pengetahuan cenderung
lebih tampak pada permukaan ciri-ciri seseorang, sedangkan konsep diri, bawaan
dan motif  lebih tersembunyi dan lebih mendalam serta merupakan pusat
kepribadian seseorang. Kompetensi permukaan (pengetahuan dan keterampilan)
lebih mudah dikembangkan. Pelatihan merupakan hal tepat untuk menjamin
kemampuan ini. Sebaliknya, kompetensi bawaan dan motif jauh lebih sulit untuk
dikenali dan dikembangkan.

c.                  Landasan Sosial-Budaya-IPTEK

Kurikulum dapat dipandang sebagai suatu rancangan pendidikan. Sebagai suatu


rancangan, kurikulum menentukan   pelaksanaan  dan hasil pendidikan. Kita
maklum bahwa pendidikan merupakan usaha mempersiapkan peserta didik untuk
terjun ke lingkungan masyarakat. Pendidikan bukan hanya untuk pendidikan
semata, namun memberikan bekal pengetahuan, keterampilan serta nilai-nilai
untuk hidup, bekerja dan mencapai perkembangan lebih lanjut di masyarakat.

Peserta didik berasal dari masyarakat, mendapatkan pendidikan baik formal


maupun informal  dalam lingkungan masyarakat dan diarahkan bagi kehidupan
masyarakat pula.  Kehidupan masyarakat, dengan segala karakteristik dan
kekayaan budayanya menjadi landasan dan sekaligus acuan bagi pendidikan.

Dengan pendidikan, kita tidak mengharapkan muncul manusia – manusia yang


menjadi terasing dari lingkungan masyarakatnya, tetapi justru melalui pendidikan
diharapkan dapat lebih mengerti dan mampu membangun kehidupan
masyakatnya. Oleh karena itu, tujuan, isi, maupun proses pendidikan harus
disesuaikan dengan kondisi, karakteristik, kekayaan dan perkembangan  yang ada
di masyakarakat.

Setiap lingkungan masyarakat masing-masing memiliki sistem-sosial budaya


tersendiri yang mengatur pola kehidupan dan pola hubungan antar anggota
masyarakat. Salah satu aspek penting dalam sistem sosial budaya adalah tatanan
nilai-nilai yang mengatur cara berkehidupan dan berperilaku para warga
masyarakat.   Nilai-nilai tersebut dapat bersumber dari agama, budaya, politik atau
segi-segi kehidupan lainnya.

Sejalan dengan perkembangan masyarakat maka nilai-nilai yang ada dalam


masyarakat juga turut berkembang sehingga menuntut setiap warga masyarakat 
untuk melakukan perubahan dan penyesuaian terhadap tuntutan perkembangan
yang terjadi di sekitar masyarakat.

Israel Scheffer (Nana Syaodih Sukamdinata, 1997) mengemukakan bahwa


melalui pendidikan manusia mengenal peradaban masa lalu, turut serta dalam
peradaban sekarang dan membuat peradaban masa yang akan datang.

Pada awalnya, ilmu pengetahuan dan teknologi  yang dimiliki manusia masih
relatif sederhana, namun sejak abad pertengahan mengalami perkembangan yang
pesat. Berbagai penemuan teori-teori baru terus berlangsung hingga saat ini dan
dipastikan kedepannya akan terus semakin berkembang  

Akal manusia telah mampu menjangkau hal-hal yang sebelumnya merupakan


sesuatu yang  tidak  mungkin. Pada jaman dahulu kala, mungkin orang akan
menganggap mustahil kalau manusia bisa menginjakkan kaki di Bulan, tetapi
berkat kemajuan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi pada
pertengahan abad ke-20, pesawat Apollo  berhasil mendarat di Bulan dan Neil
Amstrong merupakan orang pertama yang berhasil menginjakkan kaki di Bulan.
Perkembangan dalam bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, terutama dalam
bidang transportasi dan komunikasi telah mampu merubah tatanan kehidupan
manusia. Oleh karena itu, kurikulum seyogyanya dapat mengakomodir dan
mengantisipasi laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga
peserta didik dapat mengimbangi dan sekaligus mengembangkan ilmu
pengetahuan dan teknologi untuk kemaslahatan dan kelangsungan hidup manusia.

Berkenaan dengan pengembangan Kurikulum 2004, Ella Yulaelawati


memaparkan kondisi-kondisi sosiologis yang terjadi saat ini. Dikemukakan,
bahwa kurikulum perlu merespons terhadap perubahan yang terjadi dalam
interaksi masyarakat lokal  dan masyarakat global.

Kemajuan cepat dunia dalam bidang informasi dan teknologi dalam dua dasa
warsa terakhir telah berpengaruh pada peradaban manusia melebihi jangkauan
pemikiran manusia sebelumnya. Pengaruh ini terlihat pada pergeseran tatanan
sosial, ekonomi dan politik yang memerlukan keseimbangan baru antara nilai-
nilai, pemikiran dan cara-cara kehidupan yang berlaku pada konteks global dan
lokal. 

Selain itu, dalam abad pengetahuan sekarang ini, diperlukan masyarakat yang
berpengetahuan melalui belajar sepanjang hayat dengan standar mutu yang tinggi.
Sifat pengetahuan dan keterampilan yang harus dikuasai masyarakat sangat
beragam dan canggih, sehingga diperlukan kurikulum yang disertai dengan
kemampuan meta-kognisi dan kompetensi untuk berfikir dan belajar bagaimana
belajar (learning to learn) dalam mengakses, memilih dan menilai pengetahuan,
serta mengatasi siatuasi yang ambigu dan antisipatif terhadap ketidakpastian.
Kurikulum  juga perlu memuat isu-isu global, seperti : demokrasi, hak dan
kewajiban manusia, isu lingkungan, dan peningkatan konsensus terhadap nilai-
nilai lokal dan universal.

d.                  Falsafah lembaga pendidikan


Kita diindonesisa memiliki falsafah nasional yang tegas,pancasila yang berfungsi
sebagai pegangan bagi lembaga pendidikan untuk pengembangan falsafah atau
pandangan masing-masing sesuai dengan missi dan tujuan nasional serta nilai-
nilai masyarakat yang dilayaninya.

e.                  Falsafah pengajar/guru

Tiap guru harus mempunyai gambaran yang jelas mengenai falsafah lembaga
pendidikan tempat ia bekerja. Sebaiknya falsafah guru sendiri konsisten dengan
falsafah sekolah agar dapat membimbing siswa ke arah tujuan pendidikan seperti
dirumuskan dalam kurikulum.

f.                    Dua dimensi yang saling berkaitan dari determinan psikologis :

-         Teori belajar

-         Hakikat pelajar secara individual antara lain berkenaan dengan taraf :

a.       Motivasi

b.      Kesiapan

c.       Kematangan intelektual

d.      Kematangan emosional

e.       Latar belakang pengalaman

g.                  Teori-teori belajar utama


Pada pokoknya terdapat lima kelompok teori belajar utama,yakni :

                             I.            Behaviorisme

                           II.            Psikologi daya

                        III.            Perkembangan kognitif

                        IV.            Teori lapangan (teori gestalt)

                          V.            Teori kepribadian

                        VI.             

3.      PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENGEMBANGAN


KURIKULUM

a.                  Pendekatan bidang studi

Pendekatan ini menggunakan bidang studi atau matapelajaran sebagai dasar


organisasi kurikulum,misalnya matematika,sains,sejarah,geografi,atau
IPA,IPS,dan sebagainya.

b.                  Pendekatan interdisipliner

Dalam pelajaran telah dilibatkan berbagai disiplin ilmu seperti geografi (lokasi
rumah),ekonomi (biaya rumah tangga),matematika (pengeluaran setiap pagi untuk
membeli sayur,dan sebagainya).

c.                  Pendekatan rekonstruksionisme
Pendekatan ini disebut juga rekonstruksi sosial karena memfokuskan kurikulum
pada masalah-masalah penting yang dihadapi dalam masyarakat,seperti
polusi,ledakan penduduk,kemiskinan,malapetaka akibat kemajuan
teknologi,perang dan damai,keadilan sosial,hak asasi manusia,dan lain-lain.

Peranan guru ialah sebagai orang yang menganjurkan perubahan (agent of


change) mendorong siswa menjadi partisipan aktif dalam proses perbaikan
masyarakat.

d.                  Pendekatan Humanistik

Kurikulum ini berpusat pada siswa, jadi “student-center”. Dan mengutakan


perkembangan afektif siswa sebagai persyaratan dan sebagai bagian integral dari
proses belajar. Para pendidik humanistik yakin,bahwa kesejahteraan mental dan
emosional siswa harus dipandang sentral dalam kurikulum,agar belajar itu
memberi hasil maksimal.Pendekatan pembelajaran humanistik memandang
manusia sebagai subyek yang bebas merdeka untuk menentukan arah hidupnya.
Manusia bertanggungjawab penuh atas hidupnya sendiri dan juga atas hidup orang
lain. Pendekatan yang lebih tepat digunakan dalam pembelajaran yang humanistik
adalah pendekatan dialogis, reflektif, dan ekspresif. Pendekatan dialogis mengajak
peserta didik untuk berpikir bersama secara kritis dan kreatif. Pendidik tidak
bertindak sebagai guru melainkan fasilitator dan partner dialog; pendekatan
reflektif mengajak peserta didik untuk berdialog dengan dirinya sendiri;
sedangkan pendekatan ekspresif mengajak peserta didik untuk mengekspresikan
diri dengan segala potensinya (realisasi dan aktualisasi diri). Dengan demikian
pendidik tidak mengambil alih tangung jawab, melainkan sekedar membantu dan
mendampingi peserta didik dalam proses perkembangan diri, penentuan sikap dan
pemilahan nilai-nilai yang akan diperjuangkannya.

Pendidikan yang humanistik menekankan bahwa pendidikan pertama-tama dan


yang utama adalah bagaimana menjalin komunikasi dan relasi personal antara
pribadi-pribadi dan antar pribadi dan kelompok di dalam komunitas sekolah.
Relasi ini berkembang dengan pesat dan menghasilkan buah-buah pendidikan jika
dilandasi oleh cinta kasih antar mereka. Pribadi-pribadi hanya berkembang secara
optimal dan relatif tanpa hambatan jika berada dalam suasana yang penuh
cinta (unconditional love), hati yang penuh pengertian (understanding heart) serta
relasi pribadi yang efektif (personal relationship). Dalam mendidik seseorang kita
hendaknya mampu menerima diri sebagaimana adanya dan kemudian
mengungkapkannya secara jujur (modeling). Mendidik tidak sekedar menransfer
ilmu pengetahuan, melatih keterampilan verbal kepada para peserta didik, namun
merupakan bantuan agar peserta didik dapat menumbuhkembangkan dirinya
secara optimal.

e.                  Pendekatan accountability

Accountability atau pertanggungjawaban lembaga pendidik-an tentang


pelaksanaan tugasnya kepada masyarakat, akhir-akhir ini tampil sebagai pengaruh
yang penting dalam dunia pendidikan. Namun, menurut banyak pengamat
pendidikan accountability ini telah mendesak pendidikan dalam arti yang
sebenarnya menjadi latihan belaka.

Accountability yang sistimatis yang pertama kalinya diperkenalkan Frederick


Taylor dalam bidang industri pada permulaan abad ini. Pendekatannya, yang
kelak dikenal sebagai “scientific management” atau manajemen ilmiah,
menetapkan tugas-tugas spesifik yang harus diselesaikan pekerja dalam waktu
tertentu.

f.                    Pendekatan pembangunan nasional

Pendekatan ini mengandung tiga unsur :


1. Pendidikan kewarganegaraan

Dalam masyarakat demokratis, warganegara dapat dimasukkan dalam tiga


kategori:

·         Warganegara yang apatis

·         Warganegara yang pasif

·         Warganegara yang aktif

2. Pendidikan sebagai alat pembangunan nasional

Tujuan pendidikan ini adalah mempersiapkan tenaga kerja yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pembangunan. Para pengembang kurikulum bertugas untuk
mendisain program yang sesuai dengan analisis jabatan yang akan diduduki.

3. Pendidikan keterampilan praktis bagi kehidupan sehari-hari

Keterampilan yang diperlukan bagi kehidupan sehari- hari dapat dibagi dalam
beberapa kategori yang tidak hanya bercorak keterampilan akan tetapi juga
mengandung aspek pengetahuan dan sikap, yaitu:

· Keterampilan untuk mencari nafkah dalam rangka sistim ekonomi suatu negara.

· Keterampilan untuk mengembangkan masyarakat.

· Keterampilan untuk menyumbang kepada kesejahteraan umum.

· Keterampilan sebagai warganegara yang baik

4.      TUJUAN PENGAJARAN
Bila misalnya tujuan ialah “membantu siwa mengembangkan sikap positif
terhadap kesegaran dan kesehatan jasmani” maka maksudnya ialah agar siswa
didorong untuk melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi kesehatannya.

Tujuan pendidikan,demikian pula tujuan matapelajaran lazim dirumuskan dari tiga


aspek,yakni aspek kognitif,afektif,dan psikomotor.

a.                  Hasil belajar siswa

Hasil belajar siswa dirumuskan sebagai tujuan instruksional umum dinyatakan


dalam bentuk yang lebih spesifik dan merupakan komponen dari tujuan umum
matakuliah atau bidang studi.

b.                  Ranah belajar kognitif

Ranah ini mempunyai enam tingkatan dari yang paling rendah: pengetahuan dasar
(fakta,peristiwa,informasi,istilah) sampai yang paling tinggi: evaluasi (pandangan
yang didasarkan atas pengetahuan dan pemikiran) sehingga merupan suatu
hierarki.

c.                  Ranah belajar afektif

Dalam garis besarnya ranah afektif sebagai berikut:

1.      Menerima (memperhatikan) ada kepekaan terhadap adanya


kondisi,gejala,keadaan atau masalah tertentu.

2.      Merespon. Memberi reaksi terhadap suatu gejala secara terbuka.


3.      Menghargai . memberi penilaian atau kepercayaan kepada suatu gejala yang
cukup konsisten.

4.      Organisasi. Mengembangkan nilai-nilai sebagai suatu sistem,termasuk


hubungan antar nilai dan tingkat prioritas nilai-nilai itu.

5.      Karakteristik suatu nilai atau perangkat nilai.

d.                  Ranah belajar Psikomotor

Ranah ini kurang mendapat perhatian para pendidik dibandingkan dengan kedua
ranah lainnya.

e.                  Pandangan atas ketiga ranah

Bila kita tinjau secara horizontal, maka kita lihat adanya kesamaan pada tiap
tingkatan,khususnya pada tingkat rendah dan paling tinggi. Misalnya pada tingkat
rendah :

Kognitif            _          pengetahuan dasar        -           mengingat informasi

                                                                                                (S – R)

Afektif              -           nilai dasar                     -           pembentukan kebiasaan

                                                                                                (S – R)

Psikomotor       -           reaksi dasar                  -           respons terhadap stimulus

                                                                                                (S – R)
f.                    Perumusan masalah

Ketiga ranah belajar harus diperhatikan dengan cermat dalam perumusan tujuan
umum. Pendesai kurikulum harus merumuskan dengan jelas apakah yang
diharapkan sebagai hasil belajar siswa,apakah tujuan pelajaran.atau memupuk
pengertian dan penghargaan atas keanekaragaman geografis tanah air kita ini.

5.      STRATEGI DAN SUMBER MENGAJAR

a.                  Strategi mengajar

Strategi mengajar adalah pendekatan umum dalam mengajar dan tidak begitu
terinci dan bervariasi dibanding dengan kegiatan belajar siswa seperti yang
dicantumkan dalam rencana instruksional atau persiapan satuan pelajaran.

Tiap strategi mengajar mempunyai sejumlah kebaikan akan tetapi disamping itu
ada pula kelemahan masing-masing.

b.                  Sumber mengajar

Sumber mengajar sudah harus diusahakan pada pedoman kurikulum. Pada taraf
ini hendaknya dikerahkan sedapat mungkin tenaga pengajar untuk bersama-sama
menyiapkan segala sumber mengajar yang diperlukan. Sumber-sumber mengajar
biasanya banyak memerlukan waktu untuk mngembangkannya oleh sebab itu
sebaiknya dikembangkab oleh team daripada oleh individu secara tersendiri.
Sumber mengajar yang siap dibuat harus segera dicatat dalam katalog. Agar
sistematis diberi kode tertentu. Sumber itu disimpan dilokasi yang sentral agar
mudah digunakan oleh setiap pengajar.

6.      MEMDESAIN RENCANA EVALUASI KURIKULUM

a.                  Tujuan evaluasi

Tujuan evaluasi kurikulum dimaksudkan untuk memeriksa ketercapaian tujuan


pendidikan  yang ingin diwujudkan melalui kurikulum yang bersangkutan
indikator kinerja yang akan dievaluasikan yang merupakan  efektivitas program.

Dalam sebuah evaluasi harus berpatokan pada kurikulum atau silabi dan
dirancang secara jelas yaitu apa yang harus dinilai, materi penilaian, alat penilai,
dan interpretasi hasil penilaian.

Beberapa prinsip yang harus dipegang dalam suatu pelaksanaan evaluasi


pendidikan:

1. Keterpaduan.

Evaluasi tersebut harus memegang pada prinsip-prinsip  keterpaduan atau


keselarasan. Dimana ada kesesuaian antara tujuan intruksional pengajaran tujuan
pembelajaran, materi pembelajaran, dan metode pembelajaran.

2. Keterlibatan peserta didik

Dalam sebuah prinsip  evaluasi harus memperhatikan keterlibatan peserta didik


merupakan suatu hal yang mutlak, karena keterlibatan peserta didik dalam
evaluasi bukan alternatif dan seluruhnya mempunyai keterkaitan yang erat.

3. Koherensi
Suatu evaluasi pendidikan harus berkaitan dengan materi pembelajaran yang telah
dipelajari dan sesuai dengan ranah kemampuan peserta didik yang hendak diukur.
Dan keselarasan peseta didik dengan pembelajaran harus sesuai.

4. Pedagogis

Pedagogis adalah seni dalam mengajar. Prinsip evaluasi pendidikan yang ketujuah
adalah perlu adanya alat penilai dari aspek pedagogis untuk melihat perubahan
sikap dan perilaku sehingga pada akhirnya hasil evaluasi mampu menjadi
motivator bagi diri siswa atau peserta didik.

5. Akuntabel

Sudah semestinya hasil evaluasi haruslah menjadi alat akuntabilitas atau bahan
pertanggungjawaban bagi pihak yang berkepentingan seperti orangtua siswa,
sekolah, dan lainnya.

b.                  Proses dan metodologi penilaian

Berbagai model desain kurikulum memerlukan berbagai cara evaluasi yang


berbedah pula. Salah satu contoh model yang sering digunakan adalah desain
tujuan. Evaluasi ini terdiri atas langkah-langkah sebagai berikut:

Pelaksanaan evaluasi internal à Rancangan revisi à Pendapat ahli à Komentar


yang dapat dipercaya à Model kurikulum.

Dalam program evaluasi ini masih terdapat perbedaan pendapat tentang apakah
ahli yang melaksanakan kurikulum harus juga ahli dalam bidang ilmu tersebut. 
Banyak peneliti yang berpendapat bahwa jika ahli tersebut mempunyai
kekurangan dalam teknik evaluasi kurikulum, mungkin akan dihasilkan hal-hal
yang bias. Meskipun demikian, ada pula ahli yang mengemukakan empat langkah
evaluasi kurikulum yang berfokus  pada tujuan, yaitu evaluasi awal, evaluasi
formatif, evaluasi sumatif, dan evaluasi jangka panjang.

Dari dua macam pendapat tadi, dapat ditarik kesimpulan bahwa jika dikatagorikan
secara personal, evaluasi ini berupa evaluasi internal dan eksternal. Apabila
dikatagorikan secara sifat, terdapat dua macam evaluasi, yaitu evaluasi formatif
dan sumatif. Pada saat ini terdapat berbagai model evaluasi yang dapat dijadikan
pegangan untuk mendesain proses dan metode penilaian kurikulum. Model mana
yang digunakan bergantung pada tujuan evaluasi, waktu dan biaya yang tersedia
dan tingkat kecermatan dan kespesifikan yang diinginkan.

Di bawah ini akan kita bicarakan lima model secara singkat:

a.        Model Deskrapansi Provus

Model ini termasuk model yang paking mudah direncanakan dan dilaksanakan.
Dari sini kita hanya membandingkan hasil atau performance yang nyata
dengan standart yang telah dtentukan. Kesulitan yang paling besar ialah
merumuskan standart performance yang cukup spesifik agar dapat digunakan
untuk mnegukur diskrepansi, yakn beda performance yang standart.

b.        Model Kontongensi-kontingensi Stake

Yang menarik arhatian stake ialah bahwa hasil yang diharapkan oleh pengajar
sering berbeda dengan hasil yang nyata menurut penelitian objektif oleh team ahl
penilai eksternal. Guru berusaha mencapai tujuan khusu tertentu, akan tetapi
ternyata hasil belajar siswa berbeda sekali dengan apa yang diharapkan guru itu.
Model Stake meneliti tiga variable yakni antiseden, transaksi, dan hasil belajar,
masing-masing ditinjau dari segi “apa yang diharpakan” dan “apa yang diamati.”

Selain juga diselidiki “contigency” atau hubungan antara antiseden, transaksi, dan
hasil belajar seperti yang diharapkan dan yang diobservasi. Kontingensi pada
bagian yang diharapkan ditinjau secara logis, yakni seperti apa yang diharapkan
oleh guru mengenai transaksi berdasarkan entry behavior siswa dan bagaimana
hasil-hasil yang diharapkan oleh guru setelah proses belajar mengajar. Pada
bagian observasi hubungan antara ketiga aspek itu diselidiki berdasarkan data
yang nyata.

c.        Model CIPP Stufflebeam

CIPP (Contect – input – Process – Product = Konteks – input – Proses - Produk)


adalah suatu model evaluasi yang dikembangkan oleh Stufflebeam cs yang
bertujuan untuk membantu dalam perbaikan kurikulum, tetapi juga untuk
memnagmbil keputusan apakah program itu dihentikan saja.

Model ini mengan dung empat komponen, yakni konteks, input, proses, dan
produk, dan masing-masing perlu penilaian sendiri. Evaluasi konteks meliputi
penelitian mengenai lingkungan sekolah, pengaruh-pengaruh di luar sekolah.

Model ini mengutamakan evaluasi formatif yang kontinu sebagai cara untuk
meningkatkan hasil belajar. Namun focus penilaian bukan hanya hasil belajar
melainkan keseluruhan kurikulum serta lingkungannya (CIPP).

Penilaian dilakukan dengan membandingkan performance yang nyata dengan


penilian yang telah disepakati. Menentukan standart harus mempertimbangkan
banyak factor. Antara lain performance siswa dalam bidang kognitif, afektif, dan
psikomotor, kemampuan guru mengajar, administrasi sekolah, fasilitas, alat dan
sumber mengajar, kurikulum, pedoman intrukional, determinan kurikulum,
falsafah, dan mis lembaga. Data yang dikumpulkan dibandingkan dan dinilai
berdasarkan standart itu.

d.    Model Transformasi Kualitatif Eisner

Menurut observasi Eisner pendidikan telah terlampau jauh bergerak kea rah
akuntabilitas yang ketat seperti yang terdapat dalam perusahaan dan indutri.
Eisner berpendapat bahwa pendidikan adalah kegiatan yang bercorak artistic
selain mengandung unsur latihan. Jika belajar mengajar pada hakikatnya artistic
maka proses evaluasinya harus apa yang dilakukan dalam kritik seni. Maka kritik
kurikulum hendaknya berusaha melihat aspek individual yang signifikan dalam
pelaksanaan kurikulum. Proses kurikulum hendaknya meliputi tiga aspek yakni
yang bersifat (1) deskriptif, (2) interpretative, dan (3) evaluative.

Penilaian berdasarkan atas standart klasik mengenai apakah yang berharga dan
bernilai dengan melakukan interpretasi intuitif oleh pakar dalam lapangan ini.
Tidak ditemukan standart secara arbitrer oleh sebab menghargai aspek
kepribadian dalam performance seseorang.

e.    Model lingkaran Tertutup Corrigan

Model ini mengandung komponen dari model evaluasi lainnya. Ciri utama model
Corrigan ini ialah adanya system balikan formatif-korektif selain proses evaluasi
sumatif-terminal. Tiaphasil evaluasi mengenai tiap langkah digunakan sebagai
balikan agar segera dapat diadakan perbaikan, dapat diisi kesenjangan atau
ditiadakan tumpang tindih, jadi model ini mengandalkan tinjauan yang kontinu
dan tidak menunggu sampai akhir program.

Seperti halnya dengan Provus, model Corrigan menggunakan analisis diskrepansi


antara apa yang dicapai dengan standar yang diinginkan. Analisis diskrepansi
langsung digunakan sebagai alat korektif.  Dengan demikian perbaikan juga
dilakukan denga terus menerus pula. Evaluasi hanya dapat dialakukan bila
ditetapkan standar sebagai alat mengukur keberhasilan tiap langkah.

Kelima model evaluasi kurikulum yang kami bicarakan di atas sangat singkat dan
sekdar untuk memperkenalkannya saja. Bila kita bermaksud untuk
menerapkannya kta harus mempelajarinya secara lebih mendalam dari buku-buku
yang khusus membicarakan model evaluasi tertentu.

c.                  Komponen desain evaluasi

Setelah seorang evaluator memilih satu atau semua strategi tersebut, ia selanjutnya
perlu membuat rencana rincian atau desain yang lengkap dalam upaya
implementasi evaluasi. Rencana tersebut terdiri atas beberapa komponen berikut:

a.      Penentuan garis besar evaluasi

·     Identifikasi tingkat pembuatan keputusan; dan

·     Proyek situasi keputusan bagi setiap tingkat pembuatan keputusan dengan


menetapkan lokasi, fokus, waktu, dan komposisi alternatifnya.

b.     Pengumpulan informasi

·     Spesifikasi sumber-sumber informasi yang akan dikumpulkan;

·     Spesifikasi instrumen dan metode pengumpulan informasi yang diperlukan;

·     Spesifikasi prosedur sampling yang akan digunakan; dan

·     Spesifikasi kondisi dan skedul informasi untuk dikumpulkan.

c.       Organisasi informasi
·     Spesifikasi format informasi yang akan dikumpulkan; dan

·     Spesifikasi alat pengkodean, pengorganisasian, dan penyimpanan informasi.

d.     Analisis informasi

Spesifikasi prosedur analisis yang akan dilaksanakan dan spesifikasi alat untuk
melaksanakan analisis.

e.      Pelaporan informasi

·     Penentuan pihak penerima (audience) laporan evaluasi;

·     Spesifikasi alat penyedia informasi pada penerima informasi;

·     Spesifikasi format laporan informasi; dan

·     Jadwal pelaporan informasi.

f.      Administrasi evaluasi

·     Rangkuman jadwal evaluasi;

·     Penentuan staf dan berbagai tuntutan sumber, serta perencanaan pemenuhan


tuntutan tersebut;

·     Spesifikasi alat untuk memenuhi tuntutan kebijakan dalam melaksanakan


evaluasi; dan

·     Penilaian keampuhan desain evaluasi guna menyediakan informasi yang


valid, reliable, credible, dan sesuai dengan waktu yang tersedia.

d.                  Mengumpulkan, Menyusun dan Mengolah Data


Jenis data yang dikumpulkan akan sangat berbeda bagi setiap langkah. Dalam
menilai TIU dan TIK, data yang dikumpulkan harus bertalian dengan kebutuhan
menurut analisis masalah.
Data yang dikumpulkan bagi evaluasi pada umumnya termasuk dua kategori:
1. Data “keras” berupa fakta seperti score test, absensi, pembiayaan, dan
sebagainya.
2. Data “lunak” seperti persapsi dan pendapat orang yang dapat berbeda-beda.
Alat yang digunakan juga berbeda menurut model evaluasi dan tujuan evaluasi.
Alat pengumpulan data keras pada pokoknya mengumpulkan data berupa score,
jumlah, dan taraf atau skala.
Kemudian langkah selanjutnya adalah mengorganisasikan data agar dapat diolah.
Proses pengolahan secara artistik maupun analitik harus diuraikan dengan jelas
dalam metodologi penilaian.

f.                    Menganalisis dan Melaporkan Data

Proses analisi data langsung berhubungan dengan tujuan evaluasi. Jika misalnya
tujuan satu telah jelas dipaparkan, maka proses analisis langkah itu menjadi jelas
pula.

Laporan evaluasi biasanya terdiri atas tiga hal, yakni :

a.   Hasil-hasil, yaitu apa yang telah ditemukan berdasrakan data yang telah
dikumpulkan.

b.   Kesimpulan, yaitu keputusan yang dapat diambil berdasarkan data itu dan


apakah data telah cukup untuk mendukung keputusan itu.

c.   Rekomendasi, apakah cukup data untuk mendukung kelangsungan kurikulum,


ataukah disarankan agar dijalankan lanjutan penilaian agar diperoleh data yang
lebih banyak.

Desain evaluasi kurikulum harus dimasukkan sebagai bagian integral dari


Pedoman Kurikulum, bila kita ingin memperoleh gambaran yang jelas mengenai
keamphan dan kelemahan Pedoman kurikulum itu. Sebaiknya kita kumpulkan
pula data anteseden menganai keadaan sekolah serta kurikulumnya sebelum
dilaksanakan kurikulum baru agar dapat diaadakan perbandingan tentang
perubahan-perubahan yang telah terjadi.

Desain evaluasi kurikulum harus disiapkan dnegan cermat dan meliputi antara lain
:

a.   Beberapa kali dan kapan akan diadakan evaluasi, proses apa yang akan
dijalankan ?

b.   Data apa yang akan dikumpulkan, dari siapa, oleh siapa ? dan kapan ?

c.   Siapakah yang akan bertanggungjawab atas pengumpulan dean analisis data ?

d.   Keputusan apa yang kan diambil menganai kurikulum, kapan, dan oelh siapa ?

Hanya berkat evaluasi kurikulum kita data mengetahui dimana kita berada dan
kemana kita pergi. Tanpa kedua titik orientasi itu proses kurikulum maupun
intruksional seakan-akan kita biarkan bekelana tanpa kita ketahui kemana
arahnya.

7.      DESAIN RENCANA INSTRUKSIONAL PENGAJARAN AFEKTIF

Pengajaran afektif

Untuk memahami dasar-dasar pengembangan sistem dan disain instruksional,


perlu diketahui terlebih dahulu apakah yang dimaksud dengan "Pengajaran"
(instruction). Menurut Merril (1971, p. 10), "pengajaran" adalah suatu kegiatan di
mana seseorang dengan sengaja diubah dan dikontrol, dengan maksud agar ia
dapat bertingkah laku atau bereaksi trrhadap kondisi tertentu. Pengajaran
merupakan salah satu bagian dari keseluruhan kegiatan mengajar. Termasuk di
dalamnya adalah menyiapkan pengalaman yang siap dipakai, mengrejakan tugas-
tugas administrasi, mengadakan pendekatan terhadap siswa,dan sebagainya.
Pengajaran berbeda dengan pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum
meliputi penyusunan disain suatu bidang studi (subject matter) dari suatu tingkat
sekolah atau lembaga pendidikan tertentu. Pengajaran lebih menekankan pada
aspek bagaimana (how to), sedang pengembangan kurikulum lebih menekankan
pada aspek "apa" (what to). Keputusan yang berkenaan dengan kurikulum
berorientasi kepada isi atau materi (content oriented), sedang putusan yang
berkenan dengan pengajaran adalah berorientasi kepada proses (process oriented).
Pengajaran erat berkait dengan belajar namun tak persis sama. Belajar merupakan
suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan makhluk hidup. Pengajaran
hanya berlangsung manakala usaha tertentu telah dibuat untuk mengubah suatu
keadaan sedemikian rupa, sehingga suatu hasil belajar tertentu dapat dicapai.
Dengan demikian "kesengajaan" merupakan karakteristik dari suatu pengajaran.

Apakah yang dimaksudkan dengan Pengembangan Sistem lnstruksional?


Dihubungkan dengan pengertian "Instruction" seperti tersebut di atas, maka
definisi pengembangan sistem instruksional adalah "suatu. proses menentukan dan
menciptakan situasi dari kondisi tertentu yang menyebabkan siswa dapat
berinteraksi sedemikian rupa sehingga terjadi perubahan di dalam tingkah
lakunya" (Carey, 1977, p. 6). Pengembangan sistem instruksional lebih lanjut
meliputi proses "monitoring" interaksi siswa dengan situasi dan pengalaman
belajar, agar para penyusun disain instruksional dapat menilai efektifitas suatu
disain. Pengembangan sistem instruksional senantiasa didasarkan atas pengalaman
empiris, dan prinsip-prinsip yang telah teruji kebenarannya, dalam arti telah
ditentukan berdasar prosedur yang sistematis, pengamatan yang tepat, dan
percobaan yang terkontrol. Hal ini berbeda dengan metode atau cara mengajar
yang diperoleh secara tradisional dan dikembangkan melalui pengalaman semata-
mata,

Apakah yang dikerjakan oleh para pengembang sistem dan disain instruksional ?
Kegiatan pokok bagi para pengembang sistem dan disain instruksional meliputi:
Menentukan hasil belajar dalam arti prestasi siswa yang bisa diamati dan diukur
(learning outcomes).

Identifikasi karakteristik siswa yang akan belajar.

Berdasar 1 dan 2 tersebut, memilih dan menyelenggarakan kegiatan belajar


mengajar bagi para siswa.

Menentukan media untuk kegiatan tersebut.

Menentukan situasi dan kondisi, dalam mana responsi siswa akan diamati dan
dipandang sebagai salah satu contoh dari tingkah laku yang diharapkan.

Menentukan kriteria, seberapa prestasi siswa telah dianggap cukup.

Memilih metode yang tepat untuk menilai kemampuan siswa untuk


mendemonstrasikan tingkah laku seperti tersebut pada angka 1.

Menentukan metode untuk memonitor responsi siswa- sewaktu

berada dalam proses pengajaran dan sewaktu dievaluasi.

Mengadakan perbaikan yang diperlukan dalam kegiatan belajar mengajar bila


ternyata responsi siswa tidak sesuai dengan hasil yang telah ditentukan.       
Dua Macam Proses Pengembangan Sistem dan Disain Instruksional
Prosedur atau proses yang ditempuh oleh para pengembang sistem instruksional
bisa meliputi dua cara: 1). Dengan pendekatan secara empiris: Proses ini
dilaksanakan tanpa menggunakan dasar-dasar teori secara sistematis. Di sini paket
atau bahan pengajaran disusun berdasar pengalaman si pengembang, siswa
disuruh mempelajari lalu hasilnya diamati. Bila hasilnya tak sesuai dengan apa
yang diharapkan, materi pengajaran tersebut direvisi dan pekerjaan penyusunan
paket (materi) pengajaran diulang.. Tentu saja pendekatan semacam ini
mempunyai beberapa kelemahan. (a). Setiap pengembang harus mulai dari awal
untuk mencari atau menemukan semua langkah dan dasar yang diperlukan untuk
mengembangkan suatu materi pengajaran. (b). Berulang kalinya pembuatan
materi (paket) pengajaran baru. Hal ini berarti menghendaki berulang kau uji
coba, dan ini berarti kurang efisien. (2). Dengan mengikuti atau membuat suatu
model (paradigm approach). Menurut pendekatan ini, hasil belajar yang
diharapkan, bisa diklasifikasikan sesuai dengan tipe-tipe tertentu. Untuk, tiap tipe
tujuan khusus (objective) dapat dipilihkan cara-cara tertentu untuk mencapainya,
kondisi tertentu untuk mengamati responsi siswa bisa diciptakan, dan perubahan-
perubahan bilamana perlu bisa diadakan. Di dalam penyusunan disain
instruksional, diadakan langkah-langkah secara sistematis, sehingga uji coba
secara empiris terhadap suatu program dapat mendorong untuk adanya informasi
mengenai efektifitas suatu program, yang sekaligus bisa untuk menguji model
tersebut.

Apakah yang dimaksud dengan model (paradigm) Pengembangan Sistem


Instruksional ?Model pengembangan sistem instruksional sering dibedakan
dengan teori belajar dalam beberapa hal. Teori belajar atas dasar ilmu jiwa
eksperimen terutama tertarik untuk menjelaskan proses yang terjadi warga belajar,
apa yang menyebabkan ia berubah tingkah lakunya sebagai hasil yang diperoleh
dari pengalaman atau interaksinya dengan lingkungan belajar. Juga titik beratnya
adalah pada mekanisme yang terjadi pada warga belajar.
Model pengembangan sistem instruksional di lain pihak, berusaha untuk
menentukan prosedur secara khusus dalam mengamati berbagai macam klasifikasi
tingkah laku warga belajar, dan prosedur untuk mengubah rangsangan sedemikian
rupa sehingga tingkah laku siswa sesuai dengan hasil yang diharapkan dalam
suatu interaksi dengan lingkungan. Jadi, titik beratnya ialah pada mekanisme dan
proses dalam suatu macam lingkungan tertentu, dalam suatu susunan tertentu
untuk membawa perubahan tingkah laku siswa.
Psikologi belajar lebih banyak mempersoalkan keadaan (conditions) yang
diperlukan untuk membuat belajar lebih efektif dan efisien. Meski antara teori
belajar dan pengembangan sistem instruksional sangat erat hubungannya, namun
ada perbedaan sedikit mengenai penekanannya. Teori belajar menjelaskan fungsi-
fungsi yang ada di dalam siswa, sedang pengembangan sistem instruksional
menentukan kondisi dan lingkungan untuk mengubah dan mengamati perubahan
tingkah laku siswa.
Siapakah yang dimaksud dengan Pengembang Sistem dan Disain Instruksional ?
Mengingat pengembangan sistem dan disain instruksional bisa terjadi pada
berbagai tingkat dan macam bidang, maka kelompok-kelompok berikut adalah
merupakan contoh "developer dan designer":

Guru Sekolah. Para guru sekolah dapat dipandang sebagai "developer dan
designer". Namun ada perdebatan mengenai hal ini, sebab kenyataannya banyak
para guru hanyalah sekedar pemakai hasil orang lain, misalnya buku teks, modul,
pengajaran berprograma,dan sebagainya.

Pengarang. Para pengarang paket pengajaran seperti modul, buku paket,


kumpulan tes, diktat, dapat pula dipandang sebagai "developer dan designer".
Namun perlu dipertanyakan, seberapa banyak prinsip-prinsip pengembangan
instruksional diterapkan oleh para pengarang tersebut ?

3. Pendidikan dan ahli psikologi. Kelompok ini berfungsi sebagai "developer dan
designer" dalam usahanya untuk mengembangkan model-model, mencobakan dan
menemukan model-model yang baru.

"Developer dan Designer" yang profesional. Di luar kelompok 1-3 tersebut


menurut Kemp (1977, p. 5), muncul peranan baru yang disebut "profesional
instructional developer dan designer". Ini ada!ah kelompok yang berusaha
bertindak sebagai "guidance" dan membantu para guru danteam perencana untuk
mengembangkan semua aspek program baru.

Di USA profesi pengembang sistem dan disain instruksional telah meluas di


kalangan perusahaan swasta dan militer. Kelompok ini, dengan penuh kesadaran,
menerapkan prinsip-prinsip pengembangan sistem instruksional, baik dengan
menggunakan pendekatan empiris maupun teoritis (paradigm dan model).
Bagaimana haanya dengan di Indonesia? Profesi pengembang sistem dan disain
instruksional di Indonesia dewasa ini nampaknya masih belum nampak secara
tegas. Fungsi ini kebanyakan masih dirangkap oleh para guru, para dosen dan ad-
ministrator yang terutama bekerja pada proyek-proyek yang sifatnya temporer
seperti penulis modul, skrip untuk program radio, kaset, slide suara, proyek
pengembangan kurikulum dan sebagainya. Fungsi "developer dan designer" di
Indonesia dewasa ini nampaknya juga masih banyak yang dirangkap oleh para
peneuti dalam bidang pendidikan, misalnya percobaan penggunaan modul baik di
Perguruan Tinggi maupun pada tingkat SLTA ke bawah, percobaan penggunaan
televisi dan radio untuk pendidikan, penyusunan paket buku dan sebagainya.
Kesemuanya masih dititikberatkan pada penelitian semata, tidak dititikberatkan
pada pengembangan sistem instruksional secara keseluruhan sehingga peneutian
di sini adalah merupakan bagian integral dari pengembangan sistem tersebut.

a.                  Mengadakan assesment, men-diagnosis

Assesment diadakan pada beberapa fase yakni pada permulaan proses


instruksional,selama proses mengajar,dan pada akhirnya.

b.                  Perencanaan

Perencanaan adalah suatu cara mengantisifasi dan menyeimbangkan perubahan,


maksudnya berasumsi bahwa pwerubahan harus selalu terjadi,Robbins(1982).
Perubahan harus diantisipasi, karena perubahan pada organisasi pengajaran tidak
jauh beda dengan perubahan diluar pengajaran yang berarti berusaha merubah
organisasi agar sejalan dengan perubahan lingkungan,karena kadang berbeda
hingga mengalami kegoncangan.

Perencanaan pengajaran terjadi pada dua tingkatan,yakni :

a)      Tingkat kurikulum umum (tingkat makro)


b)      Tingkat instruksional yang spesifik untuk pengajaran dalam kelas (tingkat
mikro).

Perlunya perencanaan pembelajaran agar tercapai perbaikan dengan upaya dan


asumsi sebagai berikut:

1.      Untuk memperbaiki kualitas pembelajaran perlu diawali dengan


pembelajaran yang diwujudkan dengan adanya disain pembelajaran

2.      Untuk merancang suatu pembelajaran perlu menggunakan pendekaatan


system.

3.       Perencanaan disain pembelajaran diacukan pada bagaimana seseorang


belajar

4.      Untuk merencanakan suatu disain pembelajaran diacukan pada siswa secara


perorangan.

5.      Pembelajaran yang dilakukan akan bermuara pada ketercapaian tujuan


pembelajaran, dan tujuan pengiring dari pembelajaran.

6.      Sasaran akhir dari perencanaan disain pembelajaran adalah mudahnya siswa


untuk belajar.

7.      Perencanaan pembelajaran harus melibatkan semua variable pembelajaran

8.      Inti dari disain pembelajaran yang optimal untuk mencapai tujuan yang telah
ditetapkan.Prinsipnya ada tiga, yaitu:

1.      Tidak ada satu metodepun yang unggul untuk semua tujuan dalam semua
kondisi

2.      Metode yang berbeda memiliki pengaruh yang berbeda dan konsisten pada
hasil pembelajaran
3.      Kondisi pembelajaran yang berbeda bisa memiliki pengaruh yang konsisten
pada pengajaran 

Sedangkan syarat-syarat untuk merencanakan dan menyusun pengajaran,adalah:

1.      Mengajar harus memiliki dasar pengetahuan tentang apa yang akan


diajarkan

2.      Mengetahui apa yang hendak dicapai

3.      Pengajar mampu menjabarkan pokok bahasan dalam suatu silabus yang


dibuat sendiri

4.      Sudah berkonsultasi dengan ahlinya

5.      Pengalaman mengajar menjadi bahan pertimbangan

Menurut Gerlach dan Ely tentang konsep pendekatan sistem dalam perencanaan
dan pengajaran terdiri dari 10 komponen, yaitu:

1.      Spesisifikasi isi pokok bahasan (spesifikation of content)

2.      Spesifikasi tujuan pengajaran (spesifikastion objectives)

3.      Pengumpukan dan penyaringan data tentang siswa ( Assesment pf entering


behavior)

4.      Penentuan cara pendekatan,metode,dan tekhnik mengajar (determination of


strategy)

5.      Pengelompokan siswa (organitation of groups)

6.      Penyediaan waktu (allocation of time)

7.      Pengaturan ruangan (allocation of space)


8.      Pemilihan media (allocatin of resources)

9.      Evaluasi (evaluation of performance)

10.  Analisis unmpan balik (analysis of feedback)

Fungsi perencanaan pada dasarnya adalah suatu proses pengambilan keputusan


sehubungan dengan hasil yang diinginkan, dengan penggunaan sumber daya dan
pembentukan suatu sistem komunikasi yang memungkinkan pelaporan dan
pengendalian hasil akhir serta perbandingan hasil-hasil tersebut dengan rencana
yang di buat.

Banyak kegunaan dari pembuatan perencanaan yakni terciptanya efisiensi dan


efektivitas pelaksanaan kegiatan perusahaan, dapat melakukan koreksi atas
penyimpangan sedini mungkin, mengidentifikasi hambatan-hambatan yang timbul
menghindari kegiatan, pertumbuhan dan perubahan yang tidak terarah dan
terkontrol.

c.                  Pengajaran efektif

Guru yang efektif :

1)      Mulai dan mengakhiri pelajaran tepat pada waktunya

2)      Berada terus didalam kelas dan menggunakan sebagian besar dari jam
pelajaran untuk mengajar dan membimbing pelajaran.

3)      Memberi ikhtisar pelajaran lampau sebelum memulai pelajaran baru

4)      Mengemukakan tujuan pelajaran pada permulaan pelajaran


5)      Menyajikan pelajaran baru langkah demi langkah dan memberi latihan pada
tiap akhir langkah

6)      Memberi latihan praktis yang mengaktifkan semua siswa

7)      Mengadakan evaluasi berdasarkan tujuan yang telah dirumuskan

8)      Mengadakan review atau ulangan tiap minggu secara teratur.

8.      MENGEMBANGKAN KETERAMPILAN BERPIKIR DAN


MEMECAHKAN MASALAH

Pemecahan masalah bukan perbuatan yang sederhana,akan tetapi lebih kompleks


dari pada yang diduga pemecahan masalah memerlukan keterampilan berpikir
yang banyak ragamnya termasuk
mengamati,melaporkan,mendeskripsi,menganalisis,mengklasifikasi,
menafsirkan,mengkritik,meramalkan,menarik kesimpulan,dan membuat
generalisasi berdasarkan informasi yang dikumpulkan dan diolah.

a.                  Pendekatan-pendekatan dalam pemecahan masalah

§  Pendekatan reaktif(seseorang dihadapkan dengan suatu masalah)

§  Pendekatan antisipatif(melihat masalah sewaktu mulai berkembang)

§  Pendekatan reflektif(mengambil waktu untuk memikirkan suatu masalah secara


mendalam)

§  Pendekatan impulsif(bertindak impulsif dalam menghadapi masalah,ia lebih


mengikuti instink atau perasaan dari pada refleksi atau pemikirannya.
b.                  Proses pemecahan masalah

Langkah-langkah pemecahan masalah yang paling terkenal ialah apa yang


dikemukakan oleh John Dewey, yakni:

1.      Mengidentifikasi dan merumuskan masalah

2.      Mengemukakan hipotesis

3.      Mengumpulkan data

4.      Menguji hipotesis

5.      Mengambil kesimpulan

c.                  Unsur-unsur keterampilan berpikir

1.      Mengamati

2.      Melaporkan

3.      Mengklasifikasi

4.      Memberi label

5.      Menyusun dan mengurutkan

6.      Menginterpretasi

7.      Membuat inferensi

8.      Memecahkan problema
9.    PERENCANAAN INSTRUKSIONAL UNTUK TUJUAN AFEKTIF

a.                  Tujuan pendidikan nilai-nilai

Pendidikan nilai-nilai adalah proses membantu siswa menjajaki nilai-nilai yang


mereka miliki secara kritis agar meningkatkan mutu pemikiran dan perasaan
mereka tentang nilai-nilai.Nilai merupakan suatu konsep yang berada dalam
pikiran manusia yang bersifat tersembunyi, nilai berhubungan dengan pandangan
seseorang tentang baik dan buruk indah dan tidak indah dan lain sebagainya.
Dengan demikian pendidikan nilai pada hakikatnya proses penanaman nilai
kepada peserta didik yang diharapkan, oleh karena itu siswa dapat berprilaku
sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan
norma-norma yang berlaku dimasyarakat tersebut. Kalau berbicara tentang
pendidikan tentu tidaklah mudah seperti membalikkan telapak tangan tentunya
banyak sekali keterkaitan antara satu dengan yang lain dengan berbagai unsure
komplek yang membangun pendidikan tersebut.  Unsure penentu dalam mencapai
tujuan itu diantaranya kebijakan pemerintah kurikulum, guru(ini merupakan ujung
tombak penentu tercapai tujuan pendidikan) peserta didik dan tingkat kedewasaan,
yang sesuai dengan usiadan tingkat pendidikan serta infra struktur belajar berupa
ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan yang memadai. Dari sekian banyak
unsur pendukung tersebut pada hakikatnya bermuara pada tujuan pendidikan
nasional yang dimuat dalam undang-undang RI tentang system pendidikan
Nasional atau UUSPN 28 Agustus 2003 memuat tujuan menjadi manusia
beriman, bertaqwa kepada tuhan yang maha esa, berahlak mulia, sehat jasmani
dan rohani, kerja keras, mandiri, estetis berilmu, kreatif, produktif, mampu
bersaing, cakap, demokratis memiliki wawasan keunggulan, harmonis dengan
lingkungan alam, memiliki tanggung jawab sosial, dan memiliki semangat
kebangsaan dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (pasal 4, UUSPN, 28
Agustus 2003).

Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya
mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dan dengan
demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya
untuk berfungsi secara kekuatan dalam kehidupan masyarakat. Setelah membahas
pengertian pendidikan, timbullah pemikiran tentang hal-hal apa yang terdapat
didalam proses pendidikan. Perhatian pada proses terjadinya pendidikan mengarah
pada pemikiran tentang komponen-komponen pendidikan. Komponen merupakan
bagian dari suatu system yang  memiliki peran dalam berlangsungnya suatu proses
untuk mencapai tujuan pendidikan. Ada komponen tersebut adalah; kurikulum
pendidikan, paket instruksi, tenaga pendidik, tenaga kependidikan, metode
pendidikan, peserta, evaluasi pendidikan, anggaran pendidikan, fasilitas
pendidikan. Oleh sebab itu untuk mencapai tujuan pendidikan perlu adanya
kerjasama dengan berbagai komponen pendidikan dari sekian banyak  komponen
pendidikan dibahas yang berasal dari siswa, sebagai penentu  untuk mencapai
tujuan pendidikan, faktor belajar siswa mempunyai peranan yang tinggi factor
tesebut diantaranya adalah factor intern dan interen

1.      Fakor intern

Dalam membicarakan factor intern akan dibahas tiga factor yaitu factor
jasmaniah, factor psikologis, dan factor kelelahan

a.       Faktor jasmaniah

Sehat berarti dalam keadaan baik segenap badan serta bagian-bagiannya bebas
dari penyakit. Proses belajar akan terganggu apabila kesehatan seseorang
terganggu, agar anak didik dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan
kesehatan baukan hanya jasmaniahnya lebih-lebih rohaniyahnya. Agar kesehatan
tetap terjamin seseorang harus melakukan ketentuan-ketentuan seperti, bekerja,
belajar, istirahat, tidur, makan, rekreasi, dan ibadah.
b.      Faktor psikologis

Paling tidak ada tujuh factor yang tergolong ke dalam factor psikologis yang
mempengaruhi belajar. Factor-faktor itu adalah intelegensi, perhatian, minat,
bakat, motif, kematangan, dan kelelahan. Semua faktor ini sangat mempengaruhi
belajar.

c.       Faktor kelelahan

Kelelahan pada seorang walaupun sulit dipisahkan tetapi dapat dibedakan menjadi
dua macam, yaitu kelelahan jasmaniah dan kelelahan rohaniah(bersifat psikis)

2.      Faktor ekstern

Faktor  ekstern yang berpengaruh terhadap belajar, dapat dikelompokan sebagai


berikut.1 faktor keluarga, 2.faktor sekolah, 3.faktor masyarakat. ketiga factor
diatas dapat diuraikan sebagai berikut:

a.       Faktor keluarga

Siswa yang mengikuti belajar akan mendapat pengaruh dari keluarga dari cara
orang tua mendidik, kerja sama antar keluarga, suasana keluarga, keadaan
ekonomi keluarga

b.      Faktor sekolah

Faktor  sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode, kurikulum,


relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplis sekolah, pelajaran
dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar,dan tugas
rumah.

c.       Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga berpengaruh terhadap belajar
siswa. Factor tersebut karena keberadaan siswa dalam masyarakat.

b.                  Pendidikan moral

Pendidikan moral berkenaan dengan pertanyaan tentang yang benar dan yang
salah dalam hubungan interpersonal,antara manusia dengan manusia lainnya,yang
meliputi konsep seperti harkat manusia,harga diri manusia,keadilan
sosial,kepedulian terhadap sesama manusia,kesamaan hak,sikap saling
menghargai,dan sebagainya.

Tujuan pendidikan moral ialah membantu siswa agar lebih mampu memberi
pendapat yang bertanggung jawab,adil dan matang mengenai orang lain.

c.                  Pendidikan afektif

Pendidikan afektif mencakup pendidikan nilai-nilai dan pendidikan


moral.pendidikan mencakup apa yang diuraikan oleh david krathwohl
dkkmengenai ranah afektif

Tujuan pendidikan afektif ialah membantu siswa agar ia meningkat dalam hierarki
afektif,yakni dari tingkat paling bawah melalui tingkat merespon terhadap nilai-
nilai,kemudian menghargainya,merasa komitmen terhadap nila-nilai dan akhirnya
menginternalisasikan nilai-nilai yang diterima oleh masyarakat,sangat esensisal
bagi kehidupan individu dalam masyarakat.

d.                  Nilai-nilai dan fungsi otak


Penelitian tentang fungsi otak mulai memberi pengertian baru tentang organisasi
otak,cara otak menghasilkan kognisi dan mempengaruhi sistem
kepercayaan,sikap,dan nilai-nilai kita.

Penemuan itu mengemukakan thesis bahwa :

1)      Belahan otak,kiri dan kanan masing-masing terpisah dan merupakan


kesatuan tersendiri.

2)      Tiap belahan memiliki kemampuan khusus yang berbeda beda

3)      Tiap bagian mempunyai fungsi kognitif dan afektif yang khas.

Fungsi otak kiri :

-         Berpikir logis

-         Verbal

-         Inferensi

-         Membentuk hubungan

-         Sistem “mistik”

Fungsi otak kanan

-         Memanipulasi objek

-         Respons emotif

-         Taktil

-         Estetika
-         Kreativitas

e.                  Arah dan intensitas valensi

Mengajar adalah proses mengubah kelakuan.

Peran guru dalam proses ini adalah :

-         Menciptakan kesempatan bagi siswa untuk menerima dan menganalisis


informasi baru

-         Membantu dan (membimbing siswa agar memperoleh kelakuan baru,


misalnya mempelajari cara baru dalam berpikir,berbuat dan merasakan.

10.     PENDIDIKAN AFEKTIF,PERSPEKTIF,HISTORIS DAN MODEL-


MODEL  PENDIDIKAN AFEKTIF

a.              Pengaruh filosofi sosial dalam pendidikan afektif

Ada emapat garis pikiran utama yang tampil dalam abad ke-17,18,dan 19 yang
memberi pengaruh besar terhadap hakikat pendidikan afektifdi dunia barat.

Pendekatan-pendekatan ini diwakili oleh :

1.      Thomas hobbes (teori kontrak sosial)

2.      Jean jacques rousseau (naturalisme)

3.      Immanuel kant (rasionalisme)

4.      Emile durkheim (teori konteks sosial)


b.             Pengaruh psikologi terhadap pendidikan afektif

Pendidikan afektif tidak hanya dipengaruhi oleh disiplin psikologi,akan tetapi


untuk sebagian besar dikembangkan oleh para ahli psikologi.

Tiga Tokoh psikologi yang memberi sumbangan besar kepada pendidikan afektif:

1)      Sigmund freud

Menurut psiko-analisis frend,kepribadian terbentuk dari :

-         Ego (diri,self)

-         Super-ego (diri yang iedeal,diri-sadar,diri-moral)

-         Id (diri tak sadar)

2)      John dewey

Terdapat tiga tahap utama,yakni tahap:

-         Amoral (anak tak mempunyai rasa benar atau salah)

-         Konvensional (ia menerima nilai-nilai dan norma-norma dan orangtua dan


masyarakat)

-         Otonomi (ia membuat pilihan sendiri secara bebas)

3)      Jean piaget

Pendidikan moral berlangsung dalam empat tahap:

-         Egosentris (anak bermain tanpa sadar adanya aturan)


-         Heteronomi atau tahap otoriter

-         Otonomi (anak perlu mengakui aturan dalam kegiatan sosial)

c.              Pengaruh teori kepribadian terhadap pendidikan afektif

Menurut maslow terdapat enam tingkatan kebutuhan,yakni :

1.      Kepuasan fisiologis

2.      Keamanan

3.      Rasa diterima dan dicintai

4.      Harga-diri

5.      Aktualisasi-diri

6.      Transendensi

d.             Model-model pendidikan afektif

1.      Model konsedirasi

Model ini didasarkan atas kepercayaan :

-         Hidup untuk kepentingan orang lain ialah pengalaman yang membebaskan.

-         Hanya dengan memberikan “konsiderasi”kepada orang lain kita dapat


mewujudkan diri kita sepenuhnya.

2.      Model pembentukan rasional


Dengan rasional dimaksud alasan fundamental,dasar rasional.alasan fundamental
bagi kelakuan manusia adalah falsafah bangsa dan negara.

3.      Model pengembangan kognitif

Perkembangan moral terdiri atas tiga tingkat yang masing-masing mempunyai dua
tahap sehingga terdapat enam tahap,yakni:

-         Tingkat pra-konvensional

-         Tingkat konvensional

-         Tingkat post-konvensional

-         Tingkat otonom/berprinsip

4.      Model masa depan : sains-teknologi masyarakat

Model ini didasarkan atas asumsi masalah-masalah sosial yang kita hadapi dewasa
ini sangat erat berhubungan dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.pada
umumnya membicarakan tentang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
dengan deadaan manusia,ideologis dan sosiologis.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Kurikulum dan pembelajaran adalah suatu hal yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain, karena pembelajaran dapat di laksanakan dengan cara menurunkan apa
yang sudah ditetapkan dalam kuriukulum dari segi tujuan pembelajaran,
penentuan bahan ajar, dalam kegiatan atau strategi belajar, dan juga dalam sitem
evaluasi yang beberapa hal itu merupakan aspek yang dominan harus dijadikan
acuan dalam pembelajran yang menjadikan mutu pendidikan yang sesuai dengan
apa yang kita harapkan.

Suatu pendidikan tidak terlepas dari semua komponen pendidikan yang satu
dengan yang lainnya karena semua itu bagian suatu bagian system yang harus
berjalan secara sistematis dan harmonis, seandainya satu bagian itu tidak ada
mengakibatkan ketidak harmonisan yang dirasakan, tidak satu komponen lebih-
lebih semua kompone-komponen pendidikan lainnya.

Begitu halnya dengan tujuan pendidikan yang dibahas pada makalah ini, dari
sekian banyak pakar ilmu ataupun pemikir pendidikan yang memberikan
pendapatnya tentang tujuan pendidikan seperti yang dijelaskan diatas semua itu
bermuara pada pembentukan moral ataupun ahlak, budi pekerti kepada manusia
lebih-lebih pada sang Pencipta Jagat Raya. Tetapi sangat sedikit siswa maupun
seorang pendidik mempedulikan tujuan pendidikan nilai kepada Sang Maha
Agung yakni Allah SWT.

Anda mungkin juga menyukai