Oleh:
Ds0120008
Om Swastyastu,
Puji syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa atas limpahan
rahmat dan karunia-Nyasehingga saya dapat menyelesaikan Modul tentang
“Hukum Perkawinan Dan Perceraian”
Saya berharap agar modul tentang hukum perkawinan dan perceraian ini
dapat bermanfaat dalam rangka menambah pengetahuan dan juga wawasan bagi
pembaca sekalian.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
A.Pendahuluan.........................................................................................................1
B. Pembahasan.........................................................................................................2
a. Pengertian perkawinan..................................................................................2
c. Rangkuman...................................................................................................3
d. Tes Formatif..................................................................................................3
a. Tujuan Perkawinan.......................................................................................4
c. Rangkuman...................................................................................................5
d. Test Formatif................................................................................................6
b. Latihan soal...................................................................................................8
c. Rangkuman...................................................................................................8
d. Tes Formatif..................................................................................................9
iii
4. Kegiatan Belajar 4..........................................................................................10
a. Sahnya Perkawinan.....................................................................................10
c. Rangkuman.................................................................................................11
d. Tes Formatif................................................................................................12
c. Rangkuman.................................................................................................15
d. Tes Formatif................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................17
iv
A.Pendahuluan
Perkawinan adalah perilaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa agar
kehidupan di alam dunia berkembang biak. Perkawinan bukan saja terjadi di
kalangan manusia, tetapi juga terjadi pada tanaman tumbuhan dan hewan. Oleh
karena manusia adalah mahluk ciptaannya yang berakal, maka perkawinan
merupakan salah satu budaya yang beraturan yang mengikuti perkembangan
budaya manusia dalam kehidupan masyarakat. Aturan tata-tertib perkawinan
sudah ada sejak masyarakat sederhana yang dipertahankan anggota-anggota
masyarakat dan para pemuka masyarakat adat atau para pemuka agama.
Aturan tata-tertib itu terus berkembang maju dalam masyarakat yang
mempunyai kekuasaan pemerintahan dan di dalam suatu negara. Di Indonesia
aturan tata tertib perkawinan itu sudah ada sejak zaman kuno, sejak zaman
Sriwijaya, Majapahit, sampai masa kolonial Belanda dan sampai Indonesia telah
merdeka. Bahkan aturan perkawinan itu sudah tidak saja menyangkut warga
negara Indonesia, tetapi juga menyangkut warga negara asing, karena bertambah
luasnya pergaulan bangsa indonesia.
Menurut Pasal 1 Undang–undang Nomor 1 Tahun 1974, pengertian
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita bagai
suami isteri. Dengan tujuan membentuk (rumah tangga) yang abadi dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sebelum lahirnya Undang–undang Perkawinan Nomor 1 Tahun 1974
tentang perkawinan, Ketentuan, tata cara dan sahnya suatu perkawinan didasarkan
dengan hukum agama yang dianut oleh para pihak maupun Hukum Adat yang
berlaku pada daerah tertentu yang akan melangsungkan perkawinan.
Sehingga dapat ditemui bahwa tata cara suatu perkawinan akan berbeda
menurut agama yang dianut masing-masing. Hal ini didasarkan bahwa masyarakat
Indonesia adalah bangsa yang majemuk, dengan demikian Undang–undang
Perkawinan tersebut merupakan Landasan untuk menciptakan kepastian hukum
akibat dari suatu perkawinan baik dari sudut Hukum Keluarga, Harta benda dan
1
B. Pembahasan
1. Kegiatan Belajar 1 :
a. Pengertian perkawinan
Jika dikaji dari susastra Hindu, maka perkawinan dikenal dengan istilah
pawiwahan yang berasal dari kata wiwaha, yang berarti meningkatkan kesucian
dan sepiritual (Sudarsana, 2005: 2-3). Sedangkan istilah perkawinan sendiri secara
etimologi berasal dari kata dasar “kawin” yang berarti perjodohan laki-laki dan
perempuan menjadi suami istri (nikah), mendapat konfiks “per-an” yang berarti
proses. Jadi istilah perkawinan berarti proses perjodohan laki-laki dan perempuan
untuk menjadi suami istri (nikah).Kitab Manusmrti dapat diketahui bahwa
perkawinan bersifat religius dan obligator karena dikaitkan dengan kewajiban
seseorang untuk mempunyai keturunan serta menebus dosa-dosa orang tua dengan
menurunkan seorang putra. Dengan lembaga perkawinan juga dimaksudkan untuk
mengatur hubungan seks yang layak, yakni suatu hubungan biologis yang
diperlukan dalam kehidupan seorang sebagai pasangan suami istri. Di samping
itu, wiwaha diidentikkan dengan samskara, yang menyebabkan lembaga
perkawinan sebagai lembaga yang tidak terpisah sebagai hukum agama dan
persyaratannya pun harus dipenuhi sesuai dengan ketentuan dari ajaran atau
hukum Agama Hindu. Menurut pandangan Agama Hindu bahwa perkawinan itu
adalah yajña (kewajiban suci), karena dengan perkawinan diharapkan akan
melahirkan anak suputra. Dengan demikian perkawinan itu merupakan kodrat
manusia atau suatu kewajiban yang harus dijalani oleh manusia dalam hidupnya.
2
perkawinan berarti proses perjodohan laki-laki dan perempuan untuk menjadi
suami istri (nikah).
c. Rangkuman
istilah perkawinan sendiri secara etimologi berasal dari kata dasar “kawin”
yang berarti perjodohan laki-laki dan perempuan menjadi suami istri (nikah),
mendapat konfiks “per-an” yang berarti proses. Jadi istilah perkawinan berarti
proses perjodohan laki-laki dan perempuan untuk menjadi suami istri (nikah).
d. Tes Formatif
1. Dalam susastra hindu perkawinan disebut dengan istilah…..?
a. pawiwahan b. samkara
c. religius d. obligator
a.memaksa b.terpaksa
c.Religius d.Takdir
a.samskara b. religius
c. ortodok d. Suka-suka
3
2.Kegiatan Belajar 2 :
a. Tujuan Perkawinan
Pada dasarnya manusia selain sebagai mahluk individu juga sebagai
mahluk sosial, sehingga mereka harus hidup bersama-sama untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu. Tuhan telah menciptakan manusia dengan berlainan jenis
kelamin, yaitu pria dan wanita yang masing-masing telah menyadari perannya
masing-masing. Telah menjadi kodratnya sebagai mahluk sosial bahwa setiap pria
dan wanita mempunyai naluri untuk saling mencintai dan saling membutuhkan
dalam segala bidang. Sebagai tanda seseorang menginjak masa ini diawali dengan
proses perkawinan.
Adapun 3 tujuan pernikahan menurut ajaran Hindu menurut kitab kitab
Manavadharmasastra yaitu:
1. Dharmasampati, kedua mempelai secara bersama-sama melaksanakan
Dharma yang meliputi semua aktivitas dan kewajiban agama seperti
melaksanakan Yajña , sebab di dalam grhastalah aktivitas Yajña dapat
dilaksanakan secara sempurna.
2. Praja, kedua mempelai mampu melahirkan keturunan yang akan
melanjutkan amanat dan kewajiban kepada leluhur. Melalui Yajña dan lahirnya
putra yang suputra seorang anak akan dapat melunasi hutang jasa kepada leluhur
(Pitra rna), kepada Deva (Deva rna) dan kepada para guru (Rsi rna).
3. Rati, kedua mempelai dapat menikmati kepuasan seksual dan kepuasan-
kepuasan lainnya (Artha dan kama) yang tidak bertentangan dan berlandaskan
Dharma.
Tujuan lain dari pernikahan menurut ajaran Hindu adalah membentuk
keluarga ( rumah tangga) yang bahagia dan kekal maka dalam agama Hindu
sebagaimana diutarakan dalam kitab suci Veda perkawinan adalah terbentuknya
sebuah keluarga yang berlangsung sekali dalam hidup manusia.
Tujuan dari sebuah pernikahan adalah untuk membentuk sebuah keluarga
yang bahagia. Keluarga yang berbahagia kekal abadi dapat dicapai bilamana di
dalam rumah tangga terjadi keharmonisan serta keseimbangan hak dan kewajiban
4
antara suami dan istri, masing-masing dengan swadharma mereka. Keduanya
(suami-istri) haruslah saling isi mengisi, bahu membahu membina rumah
tangganya serta mempertahankan keutuhan cintanya dengan berbagai “seni”
berumah tangga, antara lain saling menyayangi, saling tenggang rasa, dan saling
memperhatikan kehendak masing-masing.
c. Rangkuman
Tujuan dari sebuah pernikahan adalah untuk membentuk sebuah keluarga
yang bahagia. Keluarga yang berbahagia kekal abadi dapat dicapai bilamana di
5
dalam rumah tangga terjadi keharmonisan serta keseimbangan hak dan kewajiban
antara suami dan istri, masing-masing dengan swadharma mereka. Keduanya
(suami-istri) haruslah saling isi mengisi, bahu membahu membina rumah
tangganya serta mempertahankan keutuhan cintanya dengan berbagai “seni”
berumah tangga, antara lain saling menyayangi, saling tenggang rasa, dan saling
memperhatikan kehendak masing-masing.
Adapun 3 tujuan pernikahan menurut ajaran Hindu menurut kitab kitab
Manavadharmasastra yaitu:
1. Dharmasampati,
2. Praja,
3. Rati,
d. Test Formatif
1. Tujuan diadakannya sebuah perkawinan adalah……
a. Dharmasampati b. Praja
a. Praja b. Rati
6
3.Kegiatan Belajar 3 :
7
b. Latihan soal
1. Apa yang dimaksud dengan sistem perkawinan hindu??
c. Rangkuman
Sistem perkawinan Hindu adalah tata-cara perkawinan yang dilakukan
oleh seseorang secara benar menurut hukum Hindu. Seseorang hendaknya dapat
melaksanakan upacara perkawinan sesuai dengan tata-cara upacara perkawinan
Hindu, sehingga yang bersangkutan dapat dinyatakan sah sebagai suami istri.
Menurut penjelasan kitab Manawa Dharmasastra tersebut di atas dapat
dinyatakan bahwa sistem atau bentuk perkawinan itu ada 8 jenis, yaitu
1. Brahma Wiwaha
2. Daiwa Wiwaha
3. Arsa Wiwaha
4. Prajapati Wiwaha
5. Asura Wiwaha
6. Gandharwa Wiwaha
7. Raksasa Wiwaha
8. Paisaca Wiwaha
8
d. Tes Formatif
1. Menurut kitab dharmasastra perkawinan dibentuk atas beberapa bagian?
a. 4 Bagian b. 6 Bagian
c. 8 Bagian d. 10 Bagian
3. bentuk perkawinan suka sama suka antara seorang wanita dengan pria
dalam kitab dharmasastra disebut??
a. Raksasa Wiwaha b. Prajapati Wiwaha
9
4. Kegiatan Belajar 4
a. Sahnya Perkawinan
sahnya perkawinan harus diresapi dan dipahami secara baik dan benar.
keabsyahan suatu perkawinan akan bisa berakibat sangat kompleks. Dalam pasal 2
ayat (1), UU No. 1/1974 menjelaskan bahwa suatu bahwa suatu perkawinan
dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan
kepercayaanya. Agama dan kepercayaan yang dimaksud adalah
agama/kepercayaan yang dianut oleh oleh calon mempelai. Dengan demikian
perkawinan baru dapat dilaksanakan dan dinyatakan sah jika sesuai dengan
agamanya dan dicatatkan pada kantor catatan sipil.
Dalam hukum Hindu persyaratan untuk sahnya perkawinan adalah sebagai
berikut:
1). Suatu perkawinan menurut hukum Hindu sah jikalau dilakukan menurut
ketentuan hukum Hindu.
2). Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh
Pendeta/Pinandita.
3). Suatu perkawinan hanya dapat disahkan menurut hukum Hindu.
Jikalau kedua mempelai telah menganut agama Hindu. Ini berarti kalau
kedua mempelai atau salah satunya belum beragama Hindu maka perkawinan
tidak dapat disahkan. Untuk memasukkan seorang masuk agama Hindu harus
disudhiwadani terlebih dahulu.
Perkawinan atau Vivaha dalam agama Hindu diabadikan berdasarkan
Veda, Karena perkawinan merupakan salah satu Sarira Samskara yaitu pensucian
diri melalui Grhastha Asrama. Perkawinan adalah suatu ritual yang memberikan
kedudukan sah dan tidaknya seorang dalam menjalani hidup bersama antara pria
dan wanita. Jadi perkawinan merupakan Yajna.
10
b. Latihan Soal Esai
1. Sebutkan persyaratan untuk sahnya perkawinan dalam hukum hindu!!
Jawab : 1). Suatu perkawinan menurut hukum Hindu sah jikalau
dilakukan menurut ketentuan hukum Hindu.
2). Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh
Pendeta/Pinandita.
3). Suatu perkawinan hanya dapat disahkan menurut hukum Hindu.
2. Bisakah anda menjelaskan tentang sahnya perkawinan??
Jawab: . Dalam pasal 2 ayat (1), UU No. 1/1974 menjelaskan bahwa suatu
bahwa suatu perkawinan dikatakan sah apabila dilakukan menurut hukum masing-
masing agama dan kepercayaanya. Agama dan kepercayaan yang dimaksud
adalah agama/kepercayaan yang dianut oleh oleh calon mempelai. Dengan
demikian perkawinan baru dapat dilaksanakan dan dinyatakan sah jika sesuai
dengan agamanya dan dicatatkan pada kantor catatan sipil.
c. Rangkuman
Dalam hukum Hindu persyaratan untuk sahnya perkawinan adalah sebagai
berikut:
1). Suatu perkawinan menurut hukum Hindu sah jikalau dilakukan menurut
ketentuan hukum Hindu.
2). Untuk mengesahkan perkawinan menurut hukum Hindu harus dilakukan oleh
Pendeta/Pinandita.
3). Suatu perkawinan hanya dapat disahkan menurut hukum Hindu.
11
d. Tes Formatif
1. apa arti dari sarira samkara…
a. pensucian diri melalui Grhastha Asrama.
b. pensucian diri melalui semedi
c. pensucian diri melalui ajaran agama
d. pencusian diri melalui brahmacari
2. suatu perkawinan dikatakan sah apabila…..
a. ada pesta
b. hamil duluan
c. tidak ada restu
d. dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaanya.
3. untuk memasukan seseorang keagama hindu harus……?
a. di godok
b. disiksa
c. disudhiwadani
d. dibiarkan begitu saja
12
5. Kegiatan Belajar 5
13
Selanjutnya,ngad berarti bilah bambu yang sisi kulitnya tajam. Di Bali,
ngad biasanya dibentuk seperti pisau dan kerap digunakan untuk menyembelih
bebek dan ayam, atau memotong bagian tubuh tertentu dari hewan karena saking
tajamnya. Dengan demikian, istilah Makedeng-kedengan Ngad berarti saling tarik
menarik bilah bambu yang tajam.Tentunya hal ini hanyalah sebuah istilah yang
berkonotasi pada efek berbahaya bagi kedua belah pihak mempelai yang
melakukan perkawinan.
Pasal 8 tersebut menyatakan pada prinsipnya diatur larangan perkawinan
karena mempunyai hubungan darah atau hubungan kekeluargaan yang dekat.
Selain itu, pelarangan juga bisa karena kedua calon mempelai mempunyai
hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin.
Nganten Makedeng-kedengan Ngad adalah adanya pertukaran antar
anggota keluarga (umumnya antara dua keluarga) yang ditujukan untuk
perkawinan. Ilustrasinya, ada keluarga A dan B. Keluarga A memiliki anak laki-
laki dan menikahi anak perempuan dari keluarga B. Nah, keluarga B juga
memiliki anak laki-laki dan mengambil istri dari keluarga A, sehingga seolah-olah
dalam hal ini ada “pertukaran”.
Menurut Ida Pandita Mpu Nabe Daksa Merta Yoga, Nganten Makedeng-
kedengan Ngad itu dilarang, karena sesuai istilahnya Makedeng-kedengan ngad
itu bisa melukai. Melukai yang dimaksud adalah berbahaya bagi mempelai dan
keluarganya.“Salah satu biasanya ada yang sering sakit,” ungkapnya.Bahkan,
menurut kepercayaan masyarakat, selain mengalami penderitaan, salah satu
mempelai atau keluarganya bisa sampai meninggal.
Lebih lanjut Ida Pandita menjelaskan, perkawinan ini berakibat kurang
tenteram di keluarga, karena secara niskala (gaib), apabila keturunan dari suatu
keluarga dengan keturunan keluarga lainnya melakukan perkawinan, kedua belah
pihak keluarga tersebut dianggap telah memiliki ikatan kekeluargaan pula.
Dengan demikian, mereka secara niskala sudah dianggap memiliki hubungan
darah dan tidak lagi diperkenankan melakukan perkawinan. “Karena mereka
dianggap sudah satu darah,” ujarnya.
14
Menurut Ida Pandita, sebisa mungkin perkawinan satu darah dihindari,
termasuk Makedeng-kedengan Ngad. Selain secara agama hal tersebut tidak baik,
secara biologis juga bisa mengakibatkan dampak buruk seperti cacat fisik maupun
mental.“Kalau tidak yang melakukan perkawinan, keturunan yang terkena
dampaknya.Seperti dahulu ada yang dijodohkan dengan misan (sepupu), itu tidak
baik,” tegasnya.
Perkawinan yang ideal menurutnya, mengambil pasangan di luar
hubungan keluarga.Tentunya hal tersebut juga tidak boleh sembarangan, karena
harus memperhatikan kualitas calon pasangan. Bahkan, bagi yang percaya dengan
patemuan (perjodohan sesuai hari lahir), tidak akan mudah mencari pasangan
yang pas karena harus disesuaikan dengan urip berdasar waktu kelahiran.
c. Rangkuman
Menurut Ida Pandita Mpu Nabe Daksa Merta Yoga, Nganten Makedeng-
kedengan Ngad itu dilarang, karena sesuai istilahnya Makedeng-kedengan ngad
itu bisa melukai. Melukai yang dimaksud adalah berbahaya bagi mempelai dan
keluarganya.“Salah satu biasanya ada yang sering sakit,” ungkapnya.Bahkan,
menurut kepercayaan masyarakat, selain mengalami penderitaan, salah satu
mempelai atau keluarganya bisa sampai meninggal.
d. Tes Formatif
1. Perkawinan di Bali akrab dengan istilah….
a. nganten b.brahmacari
c. ngutang d. nikah
2. kenapa nganten mekedeng-kedengan ngad dilarang…?
a. karena ada pasal yang mengatur
b. karena sudah turun temurun
c. Karena dapat melukai kedua mempelai
d. semua jawaban benar
3. selain mempersiapkan sarana upacara dan hari baik atau pedewasean yang tidak
kalah penting adalah……
a. modal b.mahar
c. cincin d. asal-usul kedua mempelai
16
DAFTAR PUSTAKA
http://digilib.uinsby.ac.id/11239/5/
https://paduarsana.com/2016/04/14/tujuan-pernikahan-menurut-hindu/
https://siapnikah.org/11-langkah-dan-makna-prosesi-pernikahan-adat-bali-
yang-indah
https://www.mutiarahindu.com/2019/08/syarat-sah-suatu-perkawinan-
atau.html
https://jurusapuh.com/perkawinan-yang-dilarang-menurut-agama-hindu/
17