Anda di halaman 1dari 18

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas tentang 1) konsep dasar medis, 2) konsep dasar

masalah keperawatan, 3) konsep asuhan keperawatan, dan 4) Nursing Pathway

(WOC on Nursing).

2.1 Konsep Dasar Medis Gastroenteritis

2.1.1 Pengertian Gastroenteritis

Gastroenteritis didefinisikan sebagai inflamasi membrane mukosa

lambung dan usus halus (Betz, 2009 : 185).

Gastroenteritis adalah inflamasi lambung dan usus yang disebabkan oleh

berbagai bakteri, virus dan patogen paristaltik (Wong, 2003 : 492).

Gastroenteritis adalah suatu kondisi yang ditandai adanya muntah dan

diare yang diakibatkan oleh infeksi, alergi, tidak toleransi terhadap

makanan/minuman tertentu (Riyadi, 2010:63).

2.1.2 Anatomi Fisiologi Pencernaan

2.1.3 Etiologi Gastroenteritis

Etiologi dari penyakit gastroenteritis (Ngastiyah, 2005 : 224), adalah :

1) Faktor infeksi

(1) Infeksi enteral ; infeksi saluran pencernaan makanan yang merupakan

penyebab utama diare pada anak, meliputi infeksi enteral sebagai berikut :

6
 Infeksi bakteri ; vibrio, E. Coli, Salmonella, Shigella, Campylobacter,

Yersinia, Aeromonas, dan sebagainya.

 Infeksi virus : Enterovirus (virus ECHO, coxsackie, Poliomyelitis)

Adenovirus, Rotavirus, A strovirus, dan lain – lain.

 Infeksi parasite : cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides);

protozoa (Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis);

jamur (Candidia albicans).

(2) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti : ostitis

media akut (OMA, tonsillitis/tonsilofaringitis, bronkopneumonia, ensefalitis,

dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur di

bawah 2 tahun.

2) Faktor malabsorbsi

 Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa dan

sukrosa); monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada

bayi dan anak yang terpenting dan tersering (intoleransi laktosa).

 Malabsorbsi lemak.

 Malabsorbsi protein.

 Faktor makanan, makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.

 Faktor psikologis, rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak

yang lebih besar).

2.1.4 Patofisiologi Gastroenteritis Akut

Penyebab utama gastroenteritis akut adalah virus (rotavirus, adenovirus

enteric, virus Norwalk, dan lain – lain), bakteri atau tosiknya (Campylobacter,

Salmonella, Shigella, Escherichia coli, Yersinia, dan lain – lain), serta parasite
(Giardialamblia, Cryptosporidium) (Betz, 2004 : 185). Beberapa mikroorganisme

patogen ini dapat menyebabkan infeksi pada sel – sel, atau melekat pada dinding

usus pada gastroenteritis. Akibat dari infeksi tersebut dapat menyebabkan

gangguan osmotic (makanan tidak dapat diserat akan menyebabkan tekanan

ostomik dalam rongga usus meningkat, sehingga terjadi pergeseran air dan

elektrolit ke dalam rongga usus, akibatnya isi rongga usus menjadi berlebihan

sehingga timbul diare). Mekanisme tubuh mengeluarkan toksin yang dapat

mengakibatkan gangguan mortalitas usus yang mengakibatkan hiperperistaltik

dan hipoperistaltik akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, sehingga juga

terjadi diare. Akibat diare itu sendiri adalah kehilangan air dan elektrolit

(dehidrasi) (Ardiansyah, 2012 : 198).

2.1.5 Gambaran Klinis Gastoenteritis Akut

Mula-mula pasien cenggeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,

nafsu makan berkurang atau taka da, kemudian diare. Tinja cair, mungkin disertai

lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena

bercampur empedu. Gejala muntah dapat timbul sebelum dan sesudah diare dan

dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan

keseimbangan asam dan basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan

cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak; yaitu berat badan turun,

tugor erkurang, mata dan ubun – ubun menjadi cekung (pada bayi), selaput lendir

bibir dan mulut serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang

hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Bila berdasarkan

tonisitas plasma dibagi menjadi dehidrasi hipotonik, isotonik dan hipertonik.


Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan dehidrasi berat

dengan rata-rata kehilangan ciran sebanyak 12,5%. Pada dehidrasi berat, volume

darah berkurang sehingga dapat terjadi renjanan hipovolemik dengan gejala

denyut jantung lebih cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien

sangat lemah, kesadaran menurun (apatis, samnolen, kadang sampai

soporokomateus). Akibat dehidrasi diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).

Bila sudah terjadi asidosis metabolik pasien akan tampak pucat dengan

pernapasan yang cepat dan dalam (pernapasan kussmaul). Asidosis metabolic

terjadi karena (1) Kehilangan NaHCO3 melalui tinja diare, (2) Ketosis kelaparan,

(3) Produk-produk metabolic yang bersifat asam tidak dapat dikeluarkan (karena

oliguria/anuria), (4)Berpindahnya ion Natrium dari cairan ekstrasel ke cairan

intrasel, (5) Penimbunan asam laktat (anoreksia jaringan) (Ngastiyah, 2005:225).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Gastroenteritis Akut

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien gastroenteritis

akut menurut Betz (2009:190), yaitu :

1) Darah samar feses-untuk memeriksa adanya darah (lebih sering pada

gastroenteritis yang berasal dari bakteri). Mucus atau pus pada feses.

2) Evaluasi volume, warna, konsistensi, adanya mucus atau pus pada feses.

3) Hitung darah lengkap dengan diferensial.

4) Uji antigen immunoassay enzim-untuk memastikan adanya rotavirus.

5) Kultur feses (jika anak dirawat di rumah sakit, pus dalam feses atau diare

yang berkepanjangan) – untuk menentukan patogen.

6) Evaluasi feses terhadap telur cacing dan parasit.

7) Aspirasi duodenum (jika diduga G. Lamblia).


Urinalis dan kultur (berat jenis bertambah karena dehidrasi; organisme

shigella keluar melalui urine).

2.1.7 Komplikasi Gastroenteritis Akut

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien gastroenteritis, menurut (Betz,

2009:190), yaitu :

1) Dehidrasi berat, ketidakseimbangan elektrolit.

2) Syok hipovolemik yang terdekompensasi (hipotensi, asidosis metabolik,

perfusi sistemik buruk).

3) Kejang demam.

4) Bakteremia.

2.1.8 Penatalaksanaan Medis Gastroenteritis Akut

Dasar pengobatan menurut Ngastiyah (2005:227), adalah :

1) Pemberian cairan : jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberian.

2) Dietetik (cara pemberian makanan).

3) Obat-obatan.

Bila anak hanya mengalami dehidrasi ringan, penatalaksanaan dilakukan

dengan rawat jalan, rehidrasi dapat dilakukan peroral dengan larutan dehidrasi

oral (Pedialyte, Ricelyte). Cairan rehidrasi oral diberikan sedikit tapi sering (5

sampai 15 ml). Bagi yang mendapatkan ASI dapat terus disusui selama periode

diare. Dalam hal dehidrasi berat, anak yang dirawat dirumah sakit untuk

mendapatkan terapi intravena (IV) demi mengatasi dehidrasinya. Jumlah dehidrasi

dihitung dan cairan diganti 24 jam, bersamaan dengan pemberian cairan ramutan.

Jika ada syok, segera dilakukan resusitasi cairan (20mg/kg larutan salin normal

atau larutan Ringer Laktat; ulangi bila perlu). Pada kasuss ini, bila pemasangan
jalur IV tidak berhasil, rute intraosesus dapat dipakai untuk memberikan cairan

dalam keadaan darurat anak yang berusia kurang dari 6 tahun (Betz, 2009:191)

2.2 Konsep Kekurangan Volume Cairan

2.2.1 Pengertian

Total cairan tubuh (total body water, TWB) = 67% cairan intraseliler

(Intracellular fluid, ICF) + 33% cairan ekstraselluler (extracellular fluid, ECF)

(Lalani, 2012:155)

Kekurangan volume cairan merupakan penurunan jumlah volume cairan

yang bersikulasi (Axton & Fugeta, 2013:71)

Kekurangan cairan adalah kondisi ketika individu yang tidak mampu

meminum cairan (bukan NPO) mengalami atau beresiko mengalami dehidrasi

vascular, interstisial, atau intraseluler (Carpenito, 2009:451).

Kekurangan volume cairan : yakni penurunan cairan intravaskuler,

interstisial, atau intrasel. Diagnosis ini merajuk pada dehidrasi yang merupakan

kehilangan volume cairan saja tanpa kadar natrium (Wilkinson, 2011:309).

2.2.2 Kebutuhan Cairan

Tabel 2.1 Kebutuhan cairan (Lalani, 2012:155)


Berat Badan Kebutuhan Cairan Kebutuhan Cairan
(Kg) Ramutan/24 jam Ramutan/ jam
< 10 Kg 100 ml / kg 4 ml / kg
1-20g 1000 ml + 50 ml untuk tiap kg > 10 40 ml + 2 ml tiap kg > 10 kg
kg
1500 ml + 20 ml untuk tiap kg > 20 60 ml + 1 ml untuk tiap kg > 20 kg
> 20 Kg
kg

Tabel 2.2 Kehilangan cairan menurut derajat dehidrasi pada anak, 2 th- 5 th (Ngastiyah, 2005:226)
Usia/Berat Badan Derajat PWL NWL CWL Jumlah
(Kg) Dehidrasi
< 2 tahun Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 200 25 350
2-5 tahun Ringan 30 80 25 135
Sedang 50 80 25 155
Berat 80 80 25 185
Tabel 2.3 Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan pasien dan umur
(Ngastiyah, 2005:226)
Berat Badan Umur PWL NWL CWL Jumlah
(Kg)
0-3 kg 0-1 bulan 150 125 25 300
3-10 kg 1-2 bulan 125 100 25 250
10-15 kg 2-5 bulan 100 80 25 205
15-25 kg 10-15 bulan 80 25 25 130
PWL, previous water loss (ml/kg BB) cairan yang hilang karena muntah; NWL, Normal water
loss (ml/kg BB) cairan yang hilang melalui urine, kulit, pernapasan; CWL, Concomitant water loss
(ml/kg BB) cairan yang hilang karena muntah hebat.

2.2.3 Gejala klinis kekurangan cairan

Tabel 2.4 Gejala dehidrasi berdasarkan skor Maurice King (Sodikin, 2011:120)
Bagian Tubuh yang Nilai untuk gejala yang ditemukan
Diperiksa Ringan Sedang Berat
Keadaan Umum Sehat Gelisah, Mengigau,
cengeng, apatis, koma, atau syok
ngantuk
Kekenyalan Kulit Normal Sedikit kurang Sedikit kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sedikit cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering dan
sianosis
Denyut nadi/menit Normal (120-140) > 140

Tabel 2.5 Gejala klinis dehidrasi (Sodikin, 2011:121)


Gejala klinis Dehidrasi
Variabel
Ringan Sedang Berat
Keadaan Umum
Baik/
Kesadaran Gelisah Apatis
composmentis
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi
Nadi Normal Cepat Sangat cepat
Respirasi
Pernapasan Normal Agak cepat Kussmaul
Integumen
Ubun-ubun besar Agak cekung Cekung Sangat cekung
Mata Agak cekung Cekung Sangat cekung
Tugor & tonus Normal Agak kurang Sangat cekung
Dieresis Normal Oliguria Anuria
Selaput lender Normal Agak kering Kering

2.2.4 Cara memberikan cairan dalam terapi dehidrasi


Menurut Ngastiyah (2005:227), cara memberikan cairan dalam terapi

dehidrasi, yaitu:

1) Belum ada dehidrasi

Per oral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi.

2) Dehidrasi ringan

1 jam pertama : 25-50 ml/kg BB per oral (intragrastik) selanjutnya : 125 ml/

kg BB/ hari ad libitum.

3) Dehidrasi sedang

1 jam pertama : 50-100 ml/kg per oral/ intragastrik (sonde). Selanjutnya : 125

ml/ kg BB/ hari ad libitum.

4) Dehidrasi berat

(1) Untuk umur 1 bln -2 thn berat badan 3-10 kg

(2) Untuk anak lebih dari 2-5 th dengan berat badan 10-15 kg

(3) Untuk anak lebih 5-10 th dengan BB 15-25 kg

(4)

2.2.5

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan merupakan proses/rangkaian kegiatan praktik

keperawatan langsung pada klien/pasien diberbagai tatanan pelayanan kesehatan

yang pelaksananya berdasarkan kaidah profesi keperawatan dan merupakan inti

praktik keperawatan (Ali, 2010).

Proses keperawatan merupakan cara yang sistematis yang dilakukan oleh

perawat bersama klien dalam menentukan kebutuhan asuhan keperwatan dengan


melakukan pengkajian, menentukan diagnosis, merencanakan tindakan yang akan

dilakukan, melaksanakan tindakan serta mengevaluasi hasil asuhan yang telah

diberikan dengan berfokus pada klien, berorientasi pada tujuan pada tahap saling

terjadi ketergantungan dan saling berhubungan (Alimul, 2007).

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Setiadi, 2013).

1) Identitas pasien

Nama, umur (pada DHF paling sering menyerang anak-anak dengan usia

kurang dari 15 tahun), jenis kelamin, alamat, pendidikan, nama orang tua,

pendidikan orang tua, dan pekerjaan orang tua.

2) Keluhan utama

Alasan/keluhan yang menonjol pada pasien DHF untuk datang ke Rumah

Sakit adalah panas tinggi dan anak lemah serta terdapat bintik-bintik (Nursalam,

2005).

3) Riwayat penyakit sekarang

Didapatkan adanya keluhan manifestasi perdarahan pada kulit, gusi (gare

III, IV), melena atau hematemesis (Nursalam, 2005).

4) Riwayat kehamilan dan kelahiran

Yang ditanyakan meliputi keadaan ibu saat hamil, gizi, usia kehamilan

dan obat-obatan. Hal tersebut juga mencakup kesehatan anak sebelum lahir, saat

lahir, dan keadaan anak setelah lahir.


5) Riwayat masa lampau

(1) Penyakit-penyakit waktu kecil

Penyakit apa saja yang pernah diderita. Pada DHF, anak bisa mengalami

serangan ulangan DHF dengan tipe virus yang lain (Nursalam, 2005).

(2) Pernah dirawat di RS/kapan

Apakah anak pernah dirawat di rumah sakit

(3) Obat-obatan

Apakah anak pernah menggunakan obat-obatan.

(4) Tindakan (Oprasi/infasif yang lain)

Apakah ada luka oprasi pada tubuh anak.

(5) Alergi

Apakah pasien punya alergi terhadap obat atau makanan tertentu.

(6) Kecelakaan

Apakah anak pernah mengalami kecelakaan/trauma.

(7) Imunisasi atau boster

Apabila anak mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan

timbulnya komplikasi dapat dihindarkan (Nursalam, 2005).

6) Riwayat keluarga (Genogram)

Apakah keluarga pasien ada yang menderita penyakit menular/keturunan,

berapa jumlah saudara pasien.

7) Riwayat sosial

(1) Yang mengasuh anak

Siapa yang mengasuh anak, orang tuanya sendiri atau orang lain.
(2) Hubungan dengan anggota keluarga

Bagaimana hubungan anak dengan anggota keluarganya.

(3) Hubungan dengan teman sebaya

Bagaimana hubungan anak dengan teman sebayanya.

8) Kebutuhan dasar

(1) Minum

Yang dikaji adalah tentang jenis minum, jumlah yang diberikan tiap 24

jam

(2) Makan

Yang dikaji adalah bentuk makanan, komposisi serta jumlah pemberian

dalam.

(3) Istirahat tidur

Yang dikaji frekuensi tidur pasien dalam satu hari. Anak sering

mengalami kurang tidur karena nyeri otot dan persendian sehingga kuantitas dan

kualitas tidur maupun istirahatnya berkurang (Nursalam, 2005).

(4) Kebersihan mandi dan gosok gigi

Pola personal hygine dikaji frekuensi / 24 jam, terkadang anak hanya

diseka diatas tempat tidur.

(5) Aktivitas bermain

Pada aktivitas bermain dikaji aktivitas bermain pasien, terkadang anak

hanya tidur dan duduk di atas tempat tidur pasien.

(6) Eliminasi urine (buang air kecil)

Pada eliminasi urine perlu dikaji warna, jumlah / frekuensi selama 24

jam, dan juga konsistensi.


(7) Eliminasi alvi (buang air besar)

Pada eliminasi alvi perlu dikaji warna, jumlah / frekuensi, terkadang anak

mengalami diare / konstipasi. Sementara pasien DHF pada grede III dan IV bisa

terjadi melena (Nursalam, 2005).

9) Keadaan kesehatan saat ini

Yang dikaji meliputi diagnosa medis, tindakan oprasi, status nutrisi,

status cairan, obat-obatan, hasil lab, hasil x-ray dll.

Hasil lab yang di dapat pada pemeriksaan darah pasien DHF akan

dijumpai : Hb dan PCV meningkat (>20%), trombositopenia (<100.000/ml),

leukopenia (mungkin normal atau lekositosis), Ig.D dengue positif, hasil

pemeriksaan kimia darah menunjukkan (hipoproteinemia, hipokloremia, dan

hiponatremia), urium dan pH meninggkat, asidosis metabolic (pCO2 < 35-40

mmHg dan HCO3 rendah), SGOT/SGPT mungkin meningkat (Nursalam, 205).

Hasil Hb dan PCV yang meningkat serta trombositopenia ini dapat menunjukkan

bahwa penderita DHF beresiko terjadi perdarahan.

10) Pemeriksaan fisik (inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi)

Pemeriksaan fisik pada pasien DHF dengan masalah resiko perdarahan

adalah :

(1) Keadaan umum

Pada umumnya pada pasien dengan DHF dalam keadaan lemah dan

kesadaran compos mentis.

(2) Tanda-tanda vital : berdasarkan tingkat grade DHF


(1)) Grade I : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda-tanda

vital dan nadi lemah.

(2)) Grade II : kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada

perdarahan spontan petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi

lemah, kecil, tidak teratur.

(3)) Grade III : kesadaran apatis, somnolen, keadaan umum lemah, nadi

lemah, kecil, dan tidak teratur, serta tensi menurun.

(4)) Grade IV : kesadaran koma, tanda-tanda vital : nadi tidak teraba, tensi

tidak terukur, pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin, berkeringat,

dan kulit tampak biru (Nursalam, 2005).

(3) Pemeriksaan kepala dan leher

Inspeksi : muka tampak kemerahan karena demam (flusy), mata

anemis, hidung kadang mengalami (epitaksis) pada grade II, III, IV. Pada

mulut didapatkan bahwa mukosa mulut kering, kadang terjadi perdarahan

gusi, dan nyeri telan (pada grade II, III, IV) (Nursalam, 2005).

Palpasi : kepala teras nyeri

(4) Pemeriksaan dada dan thorax

Inspeksi : bentuk simetris dan kadang dan kadang-kadang terasa

sesak. Pada foto thorax terdapat adanya cairan yang tertimbun pada paru

sebelah kanan (Nursalam, 2005).

Palpasi : Pergerakan dada simetris.

Auskultasi : adanya suara nafas tambahan atau tidak.

Perkusi : terdapat suara redup adanya penumpukan cairan pada paru

(Nursalam, 2005).
(5) Pemeriksaan payudara

Payudara tidak ada masalah

(6) Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : adanya asites.

Palpasi : adanya pembesaran hati (hepatomegaly), pada abdomen

biasanya mengalami nyeri tekan (Nursalam, 2005).

Auskultasi : bising usus positif.

Perkusi : adanya suara sonor/resonor

(7) Pemeriksaan genetalia

Inspeksi : kulit baik/tidak, bersih, tidak ada tanda-tanda infeksi,

terdapatpembengkakan pada skrotum/tidak, BAK mengalami kesulitan

atau tidak.

(8) Pemeriksaan integument

Inspeksi : adanya petekia pada kulit.

Palpasi : turgor kulit turun, CRT <3 detik.

(9) Pemeriksaan ekstremitas

Inspeksi : Pada ekstremitas atas terdapat petekia, apakah ada

kelainan pada anggota gerak/tidak, bekas tusukan yang hematom.

(10) Pemeriksaan tingkat perkembngan (DDST/KMS).

Yang ditanyakan adalah hal-hal yang berhubungan dengan pertumbuhan

dan perkembangan sesuai dengan usia anak sekrang yang meliputi motoric kasar,

motoric halus, perkembangan kognitif atau bahasa, dan sosialisasi.

11) Kondisi lingkungan


Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang

kurang bersih (seperti air yang menggenang dan gantung baju di kamar)

(Nursalam, 2005).

2.3.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah keputusan klinik tentang respon individu,

keluarga dan masyarakat tentang masalah kesehatan, sebagai dasar seleksi

intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan

kewenangan perawat (Setiadi, 2013).

Masalah keperawatan yang muncul adalah resiko perdarahan berhubugan

dengan trombositopenia (Nursalam, 2005).

2.3.3 Intervensi Keperawatan

Resiko perdarahan berhubugan dengan trombositopenia (Nursalam,

2005).

1) Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan tidak terjadi perdarahan.

2) Kriteria hasil : tidak terdapat tanda-tanda perdarahan, tekanan darah

90/56-117/67 mmHg, nadi 70-110x/menit dan teraba kuat, RR

20-30x/menit, hemoglobin 11,0-16,0% dan hematokrit 35-45, jumlah

trombosit 150.000-450.000.

Tabel 2.1 Intervensi keperawatan (Nursalam, 2005) (Hidayat, 2006)

Intervensi keperawatan Rasional


1. Monitor tanda-tanda perdarahan dan 1. Penurunan trombosit merupakan tanda
penurunan trombosit yang disertai adanya kebocoran pembuluh darah
dengan tanda klinis. yang pada tahap tertentu dapat
menimbulkan tanda-tanda klinis
seperti epistaksis, ptike.
2. Berikan penjelasan mengenai 2. Agar pasien dan keluarga mengetahui
pengaruh trombositopenia pada pasien hal yang mungkin terjadi pada klien
dan keluarga. dan dapat membantu mengatasi
terjadinya perdarahan.
3. Anjurkan pasien untuk banyak 3. Aktivitas pasien yang tidak terkontrol
istirahat. dapat menyebabkan terjadinya
perdarahan.
4. Anjurkan pasien menggunakan sikat 4. Klien dengan trombositopenia rentan
gigi lunak, pelihara kebersihan mulut terhadap cedera/perdarahan.
pasien.
5. Observasi tanda-tanda vital. 5. Tanda-tanda vital merupakan acuan
untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
6. Monitor jumlah trombosit setiap hari. 6. Dengan trombosit yang dipantau setiap
hari, dapat diketahui tingkat kebocoran
pembuluh darah dan kemungkinan
perdarahan yang dialami pasien.
7. Untuk mencegah terjadinya
7. Apabila terjadi perdarahan kolaborasi perdarahan yang lebih hebat.
dalam pemberian obat dan transfusi.

2.3.4 Implementasi keperawatan

Adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang

spesifik (lyer et al., 1996). Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan

disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan

yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan

untuk memodifikasi fak tor-faktor yang mempengaruhi masalah klien (Nursalam,

2001).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan

Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan yang merupakan

perbandingan yang sistematis dan terencana antara hasil akhir yang teramati dan

tujuan atau kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Evaluasi dilakukan

secara berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainnya.

Jika hasil evaluasi menunjukkan tercapainya tujuan dan kriteria hasil, klien bisa

keluar dari siklus proses keperawatan. Jika sebaliknya, klien akan masuk kembali

ke dalam siklus tersebut mulai dari pengkajian ulang (reassessment). Secara

umum, evaluasi ditujukan untuk:

1) Melihat dan menilai kemampuan klien dalam mencapai tujuan


2) Menentukan apakah tujuan keperawatan telah tercapai atau belum

3) Mengkaji penyebab jika tujuan asuhan keperawatan belum tercapai

(Asmadi, 2008).
2.4 Way Of Caution

Gigitan nyamuk Aedes Aegypti

Infeksi virus dengue

Komplek virus antibody

Agregasi trombosit

Trombositopenia

MK : Resiko Perdarahan

Gambar 2.1 Nursing Pathway (WOC On Nursing)

Sumber : Lestari, 2016

Anda mungkin juga menyukai