Anda di halaman 1dari 98

STOP

BUANG AIR BESAR


SEMBARANGAN
COMMUNITY-LED TOTAL SANITATION
Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS
i
WASPOLA Facility adalah proyek implementasi Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
Berbasis Masyarakat (AMPL-BM) dan Kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis
Lembaga (AMPL-BL) di Indonesia. Proyek ini didanai dari bantuan hibah pemerintah Australia melalui
AusAID yang dilaksanakan oleh 2 instusi, Bappenas dan WSP-EAP. Proyek ini merupakan kelanjutan dari
proyek WASPOLA (1998-2004) dan WASPOLA 2 ( 2004-2009)

ii
STOP BUANG AIR BESAR SEMBARANGAN
Pembelajaran Dari Para Penggiat Community-LED Total Sanitaion CLTS

ISBN 978-979-17944-6-6
xiii 81 hal

Tim Pengarah:

Nugroho Tri Utomo


Oswar Mungkasa
Zaenal Nampira
Gary D Swisher

Editor:
Oswar Mungkasa
Sofyan Iskandar
Dormaringan H. Saragih

Penulis :
Nur Apriatman

Layout dan desain:


Dormaringan H. Saragih
Agus Santoso

Kontributor:

Owin Jamasy, Nugroho Tomo, Agus Priatna, Wano Iswantoro, Puntodewo,


Raih Hafsari, Krisna, M Afrianto Kurniawan, Ekki Riswandiyah, Reza
Hendrawan, Piet F. Djata, Suprapto, Asmi Burhan, Agusin Raintung, dan
peserta Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS Februari 2009.

Foto sampul : Pokja AMPL dan WASPOLA

iii
iv
Kata Pengantar

Penyakit berbasis lingkungan khususnya yang


berkaitan dengan air (related- water borne diseases) seperi
Demam Berdarah Dengue (DBD), diare, kecacingan dan polio,
masih mendominasi prevalensi penyakit di Indonesia. Salah
satu penyebabnya adalah belum diterapkannya perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS); masyarakat masih berperilaku
buruk dan idak sehat seperi buang air besar sembarangan
(BABS/open defecaion) antara lain di kebun, sungai, dan lokasi
sejenisnya. Data Susenas, 2007 menunjukkan bahwa rumah
tangga idak menggunakan fasilitas BAB adalah 24,8% dan
58,9% punya sendiri, sisanya menggunakan fasilitas bersama
dan atau fasilitas jamban umum. Hasil pembangunan sanitasi
hingga lima tahun lalu menunjukkan bahwa penghenian
perilaku buang air besar bukanlah merupakan pekerjaan
mudah.

Proporsi penduduk BABS idak menunjukkan


penurunan yang berari. Sampai kemudian pada tahun 2005,
melalui fasilitasi proyek Water Supply and Sanitaion Policy
Formulaion and Acion Plan (WASPOLA), Kelompok Kerja Air
Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) mendapat
kesempatan melakukan kunjungan kerja ke Bangladesh
untuk mempelajari sebuah pendekatan baru yang dikenal
sebagai pendekatan Community-Led Total Sanitaion (CLTS).
CLTS merupakan suatu upaya menghilangkan perilaku buang
air besar sembarangan (BABS) melalui perubahan kesadaran
masyarakat atau sisi permintaan (demand). Hal ini berbeda
dengan pendekatan sebelumnya yang menekankan pada sisi
penawaran (supply), yaitu menyediakan subsidi baik berupa
dana maupun jamban/toilet. Asumsi utama dari CLTS bahwa
perilaku BABS disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran
masyarakat dan bukan karena faktor akses kepada fasilitas.
v
Pasca kunjungan Bangladesh, CLTS diujicobakan di
enam lokasi di Indonesia. Kemudian, dalam waktu singkat
ternyata hasilnya menggembirakan. Beberapa desa bahkan
kecamatan dapat mencapai tahapan bebas dari BABS. Arinya
idak satupun masyarakat dalam desa/kecamatan tersebut
yang masih melakukan BABS, dan kemudian dikenallah isilah
Stop BABS. Berjalannya waktu, ekspansi Stop BABS yang
sangat cepat telah membawa dampak posiif bagi perubahan
perilaku masyarakat dan peningkatan layanan sanitasi,
tetapi di sisi lain terungkap juga kekhawairan terhadap
keberlanjutan pendekatan ini, kualitas pelaksanaannya yang
idak memadai, bahkan kecenderungan terjadinya upaya
sekedar mengejar target pencapaian kondisi Stop BABS atau
Open Defecaion Free ( ODF).

Kekhawairan ini kemudian mendorong Pokja AMPL


Nasional dengan difasilitasi WASPOLA untuk mengadakan
Lokakarya Nasional Konsolidasi Pembelajaran Pelaksanaan
Pembangunan Sanitasi dengan Pendekatan Berbasis
Masyarakat di Indonesia di Lido kabupaten Bogor Jawa Barat
pada tanggal 17–19 Februari 2009. Lokakarya tersebut telah
menjadi ajang saling berbagi pengalaman diantara penggiat
Stop BABS sehingga didapatkan beragam pembelajaran
dan praktek unggulan (best pracices). Melalui lokakarya
ini, diharapkan dapat dihasilkan suatu kesepakatan tentang
upaya-upaya menjamin keberlanjutan program CLTS ke
depan.
Menyadari peningnya hasil lokakarya tersebut,
kemudian mendorong Pokja AMPL Nasional, dengan
dukungan WASPOLA dan Sekretariat STBM untuk
mendokumentasikannya agar pembelajaran yang diperoleh
idak hanya dipahami oleh peserta lokakarya semata tetapi
juga menyebar ke seluruh pemangku kepeningan. Beberapa
hasil studi dokumentasi, kunjungan ke lokasi kegiatan,
diskusi dengan Pokja AMPL dan Sekretariat STBM turut
melengkapinya.

vi
Kami berhutang budi pada banyak pihak yang telah
membantu sehingga buku ini dapat terwujud. Untuk itu, kami
sampaikan penghargaan yang seinggi-ingginya dan ucapan
terima kasih kepada semua pihak yang telah menyumbangkan
pemikiran, ikut terlibat dalam diskusi, dan membantu
mematangkan buku ini. Semoga buku yang diterbitkan
ini dapat bermanfaat terutama bagi para pembaca yang
berminat mempelajari dan mengembangkan pendekatan
Stop BABS. Amin.

Jakarta, Februari 2011

Nugroho Tri Utomo


Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas

vii
Datar Isi

Kata pengantar v
Datar Isi viii
Datar Singkatan xi

Bab 1 Sekilas Community-Led Total Sanitaion (CLTS) di Indonesia 1


1.1 Umum ……………………………………….............……………....……… 1
1.2 Perkembangan CLTS .......................................................... 3
1.2.1 Pencapaian ……………………………........…….......……… 3
1.2.2 Beragam Pendekatan CLTS ……………....................... 4
1.2.3 Penggiat CLTS …………………………………….................. 5
1.3 Dari CLTS Menuju STBM......................................... 6
1.4. Agenda................................................................................ 8

Bab 2 Pembelajaran........................................................................... 9
2.1 Kelembagaan...................................................................... 9
2.1.1 Contoh nyata sebagai bahan diseminasi yang
intensif mendorong imbulnya komitmen semua
pihak ....................................................................... 9
2.1.2 Pelaksanaan ‘Road Show’ sebagai pembuka jalan
proses internalisasi program Stop BABS kedalam
program pemerintah daerah ................................. 10
2.1.3 Internalisasi program Stop BABS kedalam
program pemerintah daerah menjadi jaminan
keberlanjutan ......................................................... 11
2.1.4 Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai
pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pemantauan Stop BABS mempercepat
pencapaian ODF ..................................................... 14
2.1.5 Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan
secara Terencana .................................................. 15
2.1.6 Pendampingan intensif memberikan lebih
banyak kesempatan bagi masyarakat
untuk Berinteraksi .................................................. 16
2.1.7 Dukungan aparat desa perlu digalang ................... 17
2.1.8 Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut
jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung
tombak mempercepat penerimaan masyarakat .. 20

viii
2.1.9 Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL
mempercepat upaya pengutamaan
program Stop BABS ................................................ 21
2.1.10 Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak
pemicuan Stop BABS melalui program
KuliahKerja Mahasiswa .......................................... 22
2.1.11 Format dan bentuk pemantauan yang sederhana
oleh kader di ingkat desa mendukung upaya
pemantauan dan evaluasi program Stop BABS
secara keseluruhan ................................................ 23
2.1.12 Deklarasi Stop BABS (ODF) memicu
daerah lainnya ....................................................... 25
2.1.13 Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi dasar
paska pemicuan Stop BABS ................................... 26

2.2 Pendanaan ........................................................................ 27


2.2.1 Opimalisasi sumber daya yang ada dengan
mengadopsi program Stop BABS kedalam
program yang telah berjalan ................................. 27
2.2.2 Masyarakat mempunyai inisiaif sendiri dalam
menyelesaikan keterbatasan Pendanaan .............. 28
2.2.3 Perubahan skema dana bergulir menjadi
non subsidi lebih menjanjikan ............................... 30

2.3 Sosial dan Budaya............................................................... 31


2.3.1 Kampiun sebagai penggerak utama program
Stop BABS............................................................... 31
2.3.2 Kaum perempuan sebagai kampiun program
Stop BABS dan pendorong utama perubahan
perilaku masyarakat ............................................... 33
2.3.3 Pemilihan waktu pemicuan menentukan
keberhasilan............................................................ 35
2.3.4 Karakterisik sosial budaya daerah mempengaruhi
teknik pemicuan .................................................... 36
2.3.5 Anak dapat berperan dalam pemantauan
praktek BABS........................................................... 38
2.3.6 Menciptakan persaingan antar komunitas
mendorong percepatan pencapaian Stop BABS .... 39

2.4 Teknologi ............................................................................ 40


2.4.1 Teknologi sederhana menunjang pencapaian
Stop BABS .............................................................. 40

ix
2.4.2 Pemanfaatan pengetahuan masyarakat dalam
mengatasi kendala ................................................. 41
2.4.3 Keberadaan bengkel sanitasi membantu
menghasilkan jamban yang terjangkau ................. 42
2.4.4 Penerapan konsep jenjang sanitasi dapat
terwujud melalui pendampingan ruin ............... 43

Bab 3 Rangkuman Pembelajaran ...................................................... 47


3.1 Kelembagaan ..................................................................... 47
3.2 Pendanaan ......................................................................... 48
3.3 Sosial dan Budaya .............................................................. 48
3.4 Teknologi ............................................................................ 49

Datar Pustaka ................................................................................... 50

Datar Lampiran

Lampiran 1 Kabupaten Sumedang menuju Kabupaten Stop BABS


Tahun 2012 .................................................................... 54
Lampiran 2 Paduan Promosi dan Internalisasi Program
Mendorong Percepatan Program Stop BABS
di Kabupaten Trenggalek ............................................... 59
Lampiran 3 Dipicu, Terpicu, dan Memicu. Pengalaman PCI
Indonesia Mengimplementasikan Program
Stop BABS ...................................................................... 61
Lampiran 4 Keterlibatan Semua Lapisan Masyarakat: Kunci
Kesuksesan Program Sanitasi “CLTS” Desa Panimbo ..... 66
Lampiran 5 Desa Sawe Kabupaten Dompu: Desa Pertama yang
Menjawab Tantangan Menteri Kesehatan di NTB.......... 72
Lampiran 6 Datar Peserta Lokakarya Konsolidasi
Pembelajaran CLTS di Indonesia ................................... 77

x
Datar Singkatan
AMPL Air Minum dan Penyehatan Lingkungan
APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BAB Buang Air Besar
BABS Buang Air Besar Sembarangan
BAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
CLTS Community-Led Total Sanitaion
CTPS Cuci Tangan Pakai Sabun
CWSHP Community Water Services and Health Project
DBD Demam Berdarah Dengue
DEPKES Departemen Kesehatan
DPRD Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
Ditjen Direktorat Jenderal
ESA External Support Agency
ESP Environmental Services Program
Harfa Harapan Dhu’afa
IPM Indeks Pembangunan Manusia
ISSDP Indonesia Sanitaion Sector Development Project
ISPA Infeksi Saluran Pernapasan Akut
KK Kepala Keluarga
KKM Kuliah Kerja Mahasiswa
KLB Kejadian Luar Biasa
LPPM Lembaga Peneliian dan Pengabdian Masyarakat
Loknas Lokakarya Nasional
LSM Lembaga Swadaya Masyarakat
MCK Mandi Cuci Kakus
MDGs Millennium Development Goals
Monev Monitoring dan evaluasi
MURI Museum Rekor Indonesia
Musrenbang Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa
NAD Nanggro Aceh Darussalaam
NSPM Norma Standard Pedoman Manual
NTB Nusa Tenggara Barat
NTT Nusa Tenggara Timur
ODF Open Defecaion Free
PAM RT Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga
PAMSIMAS Program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis
Masyarakat
PCI Project Concern Internasional
PEMDA Pemerintah Daerah
PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
PLRT Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
POSYANDU Pos Pelayanan Terpadu
Pokja Kelompok Kerja
P2KP Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan

xi
PPK Program Pemberdayaan Kecamatan
PPK-IPM Program Pengembangan Kompetensi–Indeks Pembangunan
Manusia
PP & PL Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
PSRT Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
PT Perguruan Tinggi
PU Pekerjaan Umum
Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat
RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar
RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah
RT Rukun Tetangga
RTL Rencana Tindak Lanjut
SANIMAS Sanitasi oleh Masyarakat
SBABS Stop Buang Air Besar Sembarangan
SD Sekolah Dasar
SDA Sumber Daya Air
SHBC Sanitaion Health Behaviour Change
SK Surat Keputusan
STBM Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
STIKES Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Masyarakat
SToPS Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi
SUSENAS Survei Sosial Ekonomi Nasional
TKD Tim Kesehatan Desa
TOT Training of Trainers
TPT Tim Pemberantas Tahi
TPW Tim Pemberantas Waduk
TSC Total Sanitaion Campaign
TSSM Total Sanitaion and Sanitaion Markeing
UGM Universitas Gajah Mada
UNICEF United Naions Children’s Fund
UNTIRTA Universitas Sultan Ageng Tirtayasa (Serang, Banten)
USAID United State Agency for Internaional Development
VERC Village Educaion Resource Centre
Wahana Sehat Warga Akif - Hidup Anak Sehat
WASPOLA Water Supply and Sanitaion Policy Formulaion and Acion
Planning
WASPOLA Facility Water and Sanitaion Policy and Acion Planning-Facility
WES Water and Environmental Sanitaion
WHO World Health Organizaion
WSLIC-2 Second Water and Sanitaion for Low Income Communiies
WSP-EAP Water and Sanitaion Program for East Asia and the Paciic

xii
xiii
BAB 1
SEKILAS COMMUNITY-LED TOTAL
SANITATION (CLTS) DI INDONESIA
1.1 Umum
Berbagai macam pendekatan pembangunan
sanitasi telah dilaksanakan di Indonesia baik pendekatan
dari atas (top-down) maupun pendekatan dari bawah
(botom-up). Pendekatan dari atas dicirikan oleh
pandangan bahwa masyarakat sasaran idak memiliki
kapasitas dan kemampuan dalam seiap tahapan
pembangunan sarana. Pendekatan ini memandang
masyarakat sasaran lemah dan idak berdaya, karenanya
masyarakat hanya layak sebagai obyek penerima saja.
Sedangkan rancangan dan pelaksanaan pembangunan
sarana dilakukan oleh pihak yang berada di luar
masyarakat atau kontraktor, sedangkan masyarakat
sendiri hanya sebagai ”penonton” saja. Oleh karenanya,
masyarakat sebagai penerima manfaat sarana yang
dibangun merasa bahwa pembangunan bukanlah
miliknya. Pendekatan semacam ini terbuki kurang
berhasil mempertahankan keberlanjutan fasilitas yang
telah dibangun, fasilitas banyak yang idak terpelihara
bahkan rusak. Buki-buki dapat dilihat di lapangan
seperi jamban dan MCK yang telah dibangun namun
idak dipergunakan dan dipelihara dengan baik. Sehingga
kemudian hanya layak dilihat sebagai monumen belaka.

Pendekatan dari bawah yang dilakukan dalam


rangka pembangunan sarana sanitasi juga telah
dilakukan. Kegiatan ini berujud seperi jamban bergulir,
arisan jamban, dan lain sebagainya. Pendekatan ini
lebih berhasil dibandingkan dengan pendekatan yang
sebelumnya. Kapasitas dan kemampuan masyarakat
sudah memperoleh tempat dalam proses pembangunan

1
sarana, walaupun belum secara total danterpadu.
Arinya campur tangan pihak luar, seperi pemberian
dana subsidi dan bantuan-bantuan lain masih relaif
besar.

Sementara hasil Riset Kesehatan Dasar


(Riskesdas) Tahun 2007 menunjukkan bahwa 24,8%
rumah tangga idak menggunakan fasilitas BAB di desa
dan di kota. Masih sekitar 70 juta penduduk Indonesia
yang BABS, dengan jumlah terbesar berada di perdesaan.
Kondisi tersebut di atas, membawa kita semua
pada kesadaran bahwa upaya untuk mengurangi
perilaku BABS sampai pada awal tahun 2000 masih
belum sepenuhnya berhasil. Penanganan perilaku
BABS lebih difokuskan pada pembangunan fasilitas dan
pemberian subsidi pembangunan jamban yang ternyata
idak sepenuhnya dapat merubah perilaku masyarakat,
bahkan hanya menambah jumlah “monumen” jamban/
toilet yang ada. Analisis kriis kemudian membawa kita
pada kesimpulan bahwa pendekatan selama ini kurang
tepat. Kesadaran ini mendorong kita mulai menggunakan
pendekatan baru yang seperi pendekatan Community-
Led Total Sanitaion (CLTS). Sejak itu, pendidikan PHBS
mulai memasuki era baru. Fokus perubahan perilaku
dikedepankan sehingga pemberian subsidi untuk
mendorong pembangunan jamban idak lagi menjadi
pilihan.

Pemerintah kemudian melirik CLTS sebagai suatu


pendekatan baru penanganan BABS. CLTS menekankan
pada prakarsa dan kemampuan masyarakat sendiri
untuk melakukan ideniikasi masalah, dan kebutuhan
serta potensi lokal yang digunakan untuk memecahkan
masalah sanitasi yang dihadapinya. Upaya pemecahan
masalah ini dalam bentuk kegiatan bersama yang
teratur dan sisimais, sehingga menjadi gerakan

2
yang dikendalikan oleh masyarakat sendiri untuk
mengatasi permasalahan sanitasi yang dihadapi secara
menyeluruh. Prinsip yang dianut dalam CLTS adalah
tanpa subsidi, idak menggurui, idak memaksa, dan
idak mempromosikan jamban. Salah satu indikator
keberhasilan pendekatan CLTS adalah tercapainya
kondisi open defecaion free (ODF)/Stop BABS, yang
ditandai dengan (i) keseluruhan masyarakat telah BAB
hanya di jamban dan membuang inja/kotoran bayi hanya
ke jamban, (ii) idak terlihat inja manusia di lingkungan
sekitar, (iii) upaya peningkatan kualitas jamban yang ada
supaya semua menuju jamban aman, kuat, sehat, dan
nyaman, (iv) penerapan sanksi, peraturan atau upaya
lain oleh masyarakat untuk mencegah kejadian BAB
di sembarang tempat, (v) pemantauan mandiri oleh
komunitas.

1.2 Perkembangan CLTS

1.2.1 Pencapaian
Menurut data per September 2008, pelaksanaan
CLTS di Indonesia telah mencakup 2.312 desa,
213 kabupaten/kota, dan 30 provinsi di Indonesia.
Diantaranya yang telah mendeklarasikan sebagai desa
ODF, yaitu desa yang seluruh penduduknya idak lagi
mempraktekkan BABS, mencapai 123 desa. Tercatat
berbagai lembaga, terdiri dari 1 LSM lokal dan 4 LSM/

1 Data yang diperoleh dari bahan yang dipresentasikan pada Pertemuan Stakeholder
STBM di Hotel Grand Jaya Raya, Cipayung, Bogor, tanggal 9 – 10 Januari 2009.
2 Lembaga yang dimaksud adalah LSM Lokal: Harfa, Pandeglang; LSM/Organisasi

Internasional: PLAN, PCI, ESP (USAID), ISSDP dan TSSM (WSP-World Bank);
Pemda Kabupaten : Sumedang, Majalengka, Bandung, Magelang, Agam, Konawe,
Kota Bandar Lampung dan Kota Tarakan ; proyek-proyek yaitu WSLIC-2, CWSH,
PAMSIMAS, dan PRO-AIR; sedangkan pihak PT/universitas: Unirta dan UGM

3
organisasi internasional, 8 dinas/instansi pemerintah
daerah, 4 proyek, dan perguruan inggi/universitas yang
menggunakan pendekatan CLTS ini.

1.2.2 Beragam Pendekatan CLTS


Pendekatan CLTS dilaksanakan oleh beragam
penggiat mulai dari pemerintah, LSM, perguruan inggi,
dan beragam sumber dana. Keberagaman ini kemudian
tercermin pula dalam pendekatan CLTS, sehingga paling
idak terdapat 5 (lima) variasi pendekatan, yaitu:

a. Model Pemerintah-Masyarakat.
Contoh penerapan-nya di kabupaten Sumedang.
Biaya pelaihan dan pendampingan masyarakat
menggunakan dana Dinas Kesehatan Kabupaten
Sumedang, pemantauan perubahan perilaku
dilakukan kader desa dengan bimbingan sanitarian
memanfaatkan kartu.

b. Model Proyek-Pemerintah-Masyarakat.
Contoh penerapannya adalah Water and Sanitaion
for Low Income Communiies 2, Community Water
Sanitaion and Health Project, ProAir. CLTS diadopsi
kedalam skema proyek di tengah perjalanan proyek.
Sedikit berbeda adalah Penyediaan Air Minum dan
Sanitasi Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS) atau WES
Unicef di Indonesia Timur, yakni CLTS diadopsi sejak
awal, pada saat perencanaan proyek.

c. Model LSM-Masyarakat.
Contoh model ini adalah Yayasan Pancur Kasih di
Ponianak atau LAZ Harfa di Pandeglang, lewat
pendidikan penyadaran kriis tentang kesehatan atau
dalam rangka pemberdayaan ummat sebagai amil
zakat.

4
d. Model Donor-Pemerintah-Masyarakat.
Contoh penerapannya adalah Unicef dengan PCI di
Aceh, WSP Bank Dunia di Jawa Timur melalui TSSM.

e. Model perguruan inggi.


Contoh Universitas Tirtayasa di Banten, Universitas
Gajah Mada di Yogyakarta, Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Masyarakat (STIKES) Falatehan Serang,
yang hasilnya diteruskan oleh pemerintah daerah
setempat seperi yang dilakukan oleh kabupaten
Serang pasca Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) oleh
Universitas Tirtayasa di Banten.
1.2.3 Penggiat CLTS
Sejak pertama kali diperkenalkan di Indonesia,
terdapat paling idak 20 lembaga menjadi penggiat
CLTS mulai dari LSM, perguruan inggi, proyek AMPL,
dan pemerintah daerah. Berikut ini datar penggiat CLTS
yang terideniikasi sampai dengan Februari 2009.
Tabel 1.1 Penggiat CLTS di Indonesia per Februari 2009
Mulai Jumlah Jumlah Desa
No. Lembaga Kategori
Kegiatan kabupaten Implementasi Stop BABS
1. PLAN Indonesia LSM 2005 8 48 4
2 PCI LSM 2005 2 2 3
3. Yayasan HARFA LSM 2006 1 10 0

4. LPPM Unirta Perguruan 2007 1 - 0


Tinggi

5. LPPM UGM Perguruan 2008 1 1 0


Tinggi
6. WSLIC 2 Proyek 2005 37 396 37
7. ProAir Proyek 5 26 0
8. PAMSIMAS Proyek 2008 111 1017 5
9. UNICEF ESA 2008 29 70 1
10. TSSM-WSP EAP ESA 2005 29 315 62
11. ESP Proyek 1 1 0
12. CWSHP Proyek 27 137 8
13. ISSDP Proyek 1 2 0
14. Pemerintah Daerah Pemerintah 10 75 6
15. Pemerintah Pusat Pemerintah 2005 tad tad Tad
16. Yayasan Sehat Papua LSM 2008 1 3 0
Pelaku tambahan, belum ada data :
17. Balifokus LSM tad tad tad
18. Dian Desa LSM tad tad tad
19. Mercy Corp LSM tad tad tad
20 CARE Internaional LSM tad tad tad
Total 264 2.103 126
Sumber: Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS, 2009.
Keterangan: tad = idak ada data

5
1.3 Dari CLTS Menuju STBM
Inisiaif Indonesia untuk melaksanakan
CLTS, diilhami oleh keberhasilan Bangladesh dalam
menerapkan pendekatan CLTS ini yang dimulai pada
tahun 1999. Pada bulan Mei 2005, pendekatan CTLS
mulai diujicobakan di enam kabupaten yaitu Sumbawa
(Nusa Tenggara Barat), Lumajang (Jawa Timur), Sambas
(Kalimantan Barat), Muaro Bungo (Jambi), Muara
Enim (Sumatera Selatan) dan Bogor (Jawa Barat). Pada
pertengahan tahun 2006, dilakukan evaluasi terhadap
hasil uji coba dan ternyata di kabupaten Muara Enim,
Bogor, Sambas dan Muara Bungo hanya dalam waktu
kurang lebih iga sampai empat bulan, masyarakat telah
berhasil bebas dari kebiasaan BAB di tempat terbuka.
Mereka telah BAB di tempat yang selayaknya, yaitu
di jamban yang mereka bangun sendiri, dan semua
perubahan tersebut terjadi tanpa pemberian subsidi.

Melihat keberhasilan tersebut, WSP-EAP pada


tahun 2006 kemudian mengembangkan lebih lanjut
CLTS menjadi TSSM (Total Sanitaion and Sanitaion
Markeing) atau yang kemudian kita kenal dengan
Sanitasi Total dan Pemasaran Sanitasi (SToPS), suatu
upaya program yang memfokuskan pada peningkatan
akses terhadap sarana sanitasi sebagai kebutuhan
masyarakat melalui pemberdayaan dan pemasaran
produk sanitasi dengan meningkatkan variasi jenis
dan harga yang ada di pasar sehingga terjangkau oleh
semua lapisan masyarakat serta mencukupi kebutuhan
permintaan pasar. Program ini sedang berlangsung di
Jawa Timur pada 29 kabupaten. Pada TSSM mulai ada
pembagian peran diantara masyarakat, aparat desa,
kecamatan maupun kabupaten; termasuk meningkatkan
perhaian pada bagaimana menciptakan kebutuhan,
memberikan perhaian pada sisi penawaran dan ramah
lingkungan.
6
Selain itu juga, berbagai pihak kemudian juga
mulai mencoba mengadopsi pendekatan CLTS ke dalam
kegiatan mereka, diantaranya proyek Second Water
and Sanitaion for Low Income Communiies (WSLIC2),
Community Water Supply and Health (CWSH), ProAIR,
Water and Environmental Sanitaion (WES) UNICEF;
beberapa LSM seperi Plan Indonesia, Project Concern
Internaional (PCI), Harfa; pemerintah daerah,
perguruan inggi seperi Universitas Tirtayasa Banten.

Belajar dari berbagai pengalaman pelaksanaan


CLTS dan program lainnya, pelaksanaan CLTS di
Indonesia kemudian mengalami berbagai penyesuaian
diantaranya dengan menggabungkan CLTS ke dalam
suatu wadah program yang disebut Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat (STBM), yang terdiri dari lima pilar,
yaitu Stop BABS (dahulu dikenal sebagai CLTS), Cuci
Tangan Pakai Sabun (CTPS), Pengelolaan Air Minum
Rumah Tangga (PAM-RT), Pengelolaan Sampah Rumah
Tangga (PSRT) dan Pengelolaan Limbah Rumah Tangga
(PLRT). Departemen Kesehatan memperkenalkan STBM
sebagai suatu program nasional pada tahun 2009.

Gambar 1.1 Perkembangan CLTS di Indonesia

7
Dalam perspekif STBM, saat ini CLTS telah berubah
nama menjadi Stop Buang Air Besar Sembarangan
(Stop BABS). Pelaksanaan Stop BABS idak lagi hanya
didominasi pemerintah pusat, bahkan telah melibatkan
pemerintah daerah, perguruan inggi, LSM, dan proyek
AMPL lainnya.

1.4 Agenda
Berangkat dari implementasi CLTS, TSSM
maupun STBM dengan cakupan yang telah tercapai
hingga saat ini, kemudian pertanyaan yang muncul, dan
perlu mendapat jawaban diantaranya:
• Bagaimana pola penerapan dan perkembangan
Stop BABS/CLTS yang telah dilaksanakan oleh
masing-masing pelaku?
• Sejauh manakah para pelaku mengacu kepada
model baku?
• Adakah inovasi-inovasi yang terjadi dalam
praktek?
• Bagaimanakah keberlanjutan pelayanan di
ingkat masyarakat?
• Bagaimanakah mekanisme bantuan teknis dan
pemantauan serta evaluasi ?
• Bagaimanakah peran pemerintah daerah dalam
tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pasca
pemicuan?
• Adakah pengalaman/pembelajaran spesiik
dari masing-masing pelaku berkaitan dengan
pelaksanaan di lapangan?

Untuk itu, menjadi suatu keniscayaan mendapatkan


jawaban dari pertanyaan di atas. Tulisan berikut yang
merupakan ekstraksi dari hasil konsolidasi pembelajaran
penggiat Stop BABS diharapkan dapat menjawab sebagian
pertanyaan tersebut, sehingga kedepan implementasi Stop
BABS sebagai pilar 1 STBM akan lebih efekif dan eisien.

8
BAB 2
PEMBELAJARAN
Pembelajaran Stop BABS diklasiikasikan
dalam lima aspek keberlanjutan, yaitu kelembagaan,
pendanaan, sosial, teknologi dan lingkungan.

2.1 Kelembagaan

2.1.1 Contoh nyata sebagai bahan diseminasi yang


intensif mendorong imbulnya komitmen
semua pihak

Tahun 2004, WSP-EAP dan WASPOLA sebagai


pihak yang membawa CLTS ke Indonesia, memfasilitasi
kunjungan Pokja AMPL Nasional ke Bangladesh dan India
untuk mempelajari pendekatan CLTS, yang dilanjutkan
dengan Pelaihan CLTS bagi 6 daerah percontohan lokasi
proyek WSLIC-2 bertempat di kabupaten Lumajang, Jawa
Timur pada bulan Mei 2005. Beberapa bulan kemudian,
setelah terbuki tercapainya desa ODF/Stop BABS di
beberapa lokasi daerah percontohan, kemudian Pokja
AMPL Nasional menjadikannya sebagai bahan promosi.
Pokja AMPL Nasional bersama WASPOLA melakukan
diseminasi ke berbagai penggiat pembangunan
AMPL, termasuk proyek AMPL, maupun organisasi
yang mempunyai
kepedulian terhadap
sanitasi. Hanya dalam
waktu yang idak
terlalu lama kemudian
beberapa daerah, LSM
dan proyek AMPL
Masyarakat Desa Mawar di Alor sedang tertarik mengadopsi
membuat jamban sederhana (Foto : Pokja
AMPL-WES Unicef) pendekatan ini.

9
Menyebar ke seluruh Indonesia
Hasil uji coba di 6 lokasi ini kemudian mendorong banyak pihak untuk mulai
melaksanakan pendekatan CLTS di berbagai lokasi seperi: (i) WSLIC-2, yang
mencakup Jawa Barat di 3 kabupaten: Bogor, Cirebon dan Ciamis; Sumatera
Selatan di 4 Kabupaten: Lahat, Muara Enim, Musi Banyuasin dan Banyuasin;
Kepulauan Bangka Belitung di kabupaten Belitung; Sumatera Barat di 4
kabupaten: Pesisir Selatan, Solok, Sawahlunto Sijunjung dan Pasaman; Jawa
Timur di 14 Kabupaten: Ponorogo, Blitar, Kediri, Malang, Lumajang, Jember,
Bondowoso, Probolinggo, Mojokerto, Bojonegoro, Lamongan dan Sampang;
Nusa Tenggara Barat di 6 kabupaten: Lombok Barat, Lombok Tengah, Lombok
Timur, Sumbawa, Dompu dan Bima; Sulawesi Selatan di 3 kabupaten: Bone,
Enrekang dan Jeneponto; Sulawesi Barat di 2 kabupaten: Polewali Mandar
dan Mamasa; (ii) PCI di kabupaten Pandeglang, Banten dan Nabire, Papua; (iii)
PAMSIMAS di 13 propinsi, (iv) TSSM di propinsi Jawa Timur; (v) UNICEF di 7
propinsi (NAD, NTB, NTT, Sulawesi Selatan, Maluku, Papua dan Papua Barat);
(vi) Plan Internasional Indonesia di beberapa kabupaten propinsi Jawa Tengah,
NTT dan NTB; dan (vii) CWSHP di 20 kabupaten pada 4 propinsi (Kalimantan
Tengah, Kalimantan Barat, Jambi dan Bengkulu)

2.1.2 Pelaksanaan ‘Road Show’ sebagai pembuka


jalan proses internalisasi program Stop BABS
ke dalam program pemerintah daerah.

Disadari sepenuhnya bahwa program Stop


BABS diinisiasi oleh pemerintah pusat, walaupun pada
kenyataannya penyelenggaraan sanitasi telah menjadi
kewajiban pemerintah daerah. Untuk itu, upaya advokasi
kepada pemerintah daerah termasuk kalangan legislaif
dianggap pening untuk dilakukan sebagai upaya
menjadikan Stop BABS bagian dari program pemerintah
daerah. Dengan demikian pelaksanaan program Stop
BABS dimulai dengan upaya penyamaan persepsi
diantara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Diharapkan dengan demikian pelaksanaan program
Stop BABS menjadi satu kesatuan dengan program
pembangunan sanitasi di daerah. Upaya advokasi ini
yang kemudian dikenal sebagai ‘road show’.

Pada dasarnya road show berbentuk lokakarya,


yang diawali dengan penjelasan program Stop BABS
yang dihadiri oleh seluruh pihak terkait termasuk

10
legislaif, LSM, perguruan inggi dan tokoh masyarakat.
Diupayakan agar pertemuan dibuka oleh Bupai/
Walikota dengan harapan akan menghadirkan seluruh
pihak terkait. Setelah sesi pembukaan dan penjelasan
program, dilanjutkan dengan sesi penyusunan
rencana indak lanjut. Jika di daerah bersangkutan
belum terbentuk Pokja AMPL, lokakarya tersebut juga
sekaligus merupakan lokakarya pembentukan Pokja
AMPL. Diharapkan Pokja AMPL akan berperan sebagai
focal point pelaksanaan pembangunan AMPL termasuk
Stop BABS di daerah tersebut. Selanjutnya dilakukan
pendampingan agar program Stop BABS dapat tertuang
dalam strategi pembangunan daerah baik berupa
rencana strategi AMPL, maupun RPJMD.

Contoh pelaksanaan program Stop BABS yang


dimulai dengan road show adalah di daerah binaan
Plan Internaional Indonesia seperi di Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah; Kabupaten Dompu, NTB; dan
daerah kerja proyek TSSM/SToPS di propinsi Jawa Timur.
Hal yang sama di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat,
salah satu daerah Pamsimas yang dianggap sukses. Ciri
khas dari keberhasilan upaya road show ini ditandai
dengan komitmen dari Bupai termasuk legislaif dalam
menjadikan program Stop BABS sebagai program
daerahnya. Tidak hanya itu, sebagai contoh Kabupaten
Sumedang, bahkan secara signiikan meningkatkan
anggaran sanitasi dalam APBDnya.

2.1.3 Internalisasi program Stop BABS kedalam


program pemerintah daerah menjadi jaminan
keberlanjutan

Sebagaimana diketahui bahwa tanggap terhadap


kebutuhan (demand responsive) merupakan persyaratan
utama pelaksanaan program stop BABS. Hal ini berari

11
bahwa program Stop BABS hanya dilaksanakan pada
lokasi atau daerah yang menunjukkan adanya kebutuhan
yang ditandai dengan adanya minat dan komitmen
terhadap program ini.

Pada bagian sebelumnya telah dijelaskan upaya


untuk mendorong imbulnya kebutuhan tersebut
melalui diseminasi dan advokasi yang merupakan
upaya awal. Langkah tersebut perlu diindaklanjui
melalui upaya internalisasi program Stop BABS kedalam
program pemerintah daerah. Keberadaan Pokja
AMPL dapat menjadi pintu masuk. Namun jika belum
terbentuk, pembentukan Pokja AMPL merupakan salah
satu prioritas. Pokja AMPL dapat menjadi kelompok
penggerak perubahan paradigma pengambil keputusan
di daerah dan sekaligus pengawal proses internalisasi
program Stop BABS.

Walaupun demikian, terdapat contoh keika


Pokja AMPL belum terbentuk, namun pemerintah
daerah terpicu untuk melaksanakan program Stop BABS,
yaitu di Kabupaten Trenggalek melalui proyek TSSM.
Proses internalisasi program Stop BABS terlihat dari
indikator dikeluarkannya Surat Keputusan Bupai Nomor
15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan STBM, tersedianya

Dukungan Pemerintah Daerah sebagai Faktor Utama Keberhasilan


Kabupaten Trenggalek
Dukungan pemerintah daerah ditunjukkan melalui (i) penerbitan Surat
Keputusan Bupai Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat; (ii) penyediaan anggaran dana pendukung
program dari APBD Tahun 2009 sebanyak Rp. 400 juta; (iii) promosi yang
dilakukan baik (a) melalui siaran radio di RKPD, ADS, Kamajaya, Dimas Suara
untuk acara interakif, maupun (b) hasil pemantauan oleh im hubungan
masyarakat kabupaten dimuat di media massa lokal, (c) himbauan Bupai
untuk masyarakat melalui koran Jawa Pos, (d) deklarasi desa Stop BABS (e)
kerjasama melalui tokoh agama (Kyai dan Nyai), (f) penyebaran lealet, dan
poster, (g) penempelan siker untuk rumah yang sudah memiliki jamban sehat
(merah = idak memiliki sarana jamban, kuning = jumbleng terbuka/jamban
idak sehat, hijau = jamban sehat), (h) peta sosial sebagai alat pemantauan
dan alat memicu ulang masyarakat.

12
alokasi dana APBD, berkembangnya kegiatan promosi
STBM oleh pemerintah daerah, serta pemantauan ruin.

Hingga 2008, di Kabupaten Trenggalek telah


dilakukan pemicuan di 157 desa/kelurahan, dengan
hasil sebanyak 29 desa dan 67 dusun telah mencapai
Stop BABS, serta terus dilakukan pemantauan
perkembangan program di lapangan dengan target
selain terus menambah desa Stop BABS juga akan
mengembangkan pilar STBM lainnya. Hal ini terjadi
karena ihak pemerintah kabupaten telah menetapkan
TSSM sebagai prioritas program.

Hal yang sama terjadi di Kabupaten Muaro Jambi,


melalui dukungan dana APBD dan proyek CWSHP, desa
Muaro Pijoan dan Mendaro Laut berhasil mencapai stop
BABS. Bahkan 5 desa lainnya juga sudah stop BABS, yang
salah satu diantaranya adalah Desa Marasebo tempat
pencanangan PHBS oleh Bupai Muaro Jambi, pada
tahun 2008.

Langkah pemerintah Kabupaten Sumedang


bahkan lebih jauh. Misalnya, Stop BABS dimasukkan
sebagai salah satu kegiatan dari PPK–IPM (Program
Pengembangan Kompetensi–Indeks Prestasi Manusia).
Demikian juga dengan Program Desa Siaga yang salah satu
indikatornya adalah Stop BABs dan pengelolaan sampah.

Jumlah desa di kabupaten


Sumedang sebanyak 279
desa, kegiatan pemicuan Stop
BABS telah dilakukan di 45
desa, sebanyak 55 dusun dan
9 desa telah mencapai Stop
BABS dan telah mendapatkan
piagam dekalarasi Stop BABS
dari Bupai Sumedang pada
pertengahan tahun 2009.
Foto: Ekki R, Sumedang

13
Program Stop BABS juga masuk dalam musrenbang
di ingkat kecamatan dan kabupaten. Disamping itu,
kegiatan di Klinik Sanitasi diarahkan untuk melakukan
pelaihan Stop BABS bagi kader-kader Posyandu.

2.1.4 Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai


pihak dalam perencanaan, pelaksanaan
dan pemantauan program mempercepat
pencapaian Stop BABS.

Untuk keberhasilan dan kesinambungan


program Stop BABS di suatu daerah seyogyanya
dilakukan penyusunan rencana secara bersama antara
pemerintah dan para pemangku kepeningan lain di
ingkat lapangan. Pemerintah diposisikan sebagai pihak
pemilik program, dan pihak luar berperan sebagai
pendukung pemerintah dalam melaksanakan tugas
pelayanan dasar bagi masyarakat. Walaupun pada
tataran praktek, porsi besar pekerjaan pihak luar/
LSM terlihat lebih besar, namun hal ini idak merubah
tanggung jawab pemerintah dalam pelayanan dasar.

Sebagai contoh, pelaksanaan Stop BABS di


Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah. Hal ini berawal
dari inisiaif Plan Internasional Indonesia untuk
melaksanakan CLTS di Kabupaten Grobogan, yang
kemudian ditanggapi dengan posiif oleh Pemerintah
Kabupaten Grobogan. Terlebih di Kabupaten Grobogan
telah terbentuk Pokja AMPL dan beberapa personilnya
pernah mengikui pelaihan CLTS yang dilaksanakan
oleh Pemerintah Pusat. Jajaran Pemerintah Kabupaten
Grobogan memberi dukungan penuh, mulai dari Bupai,
Kepala Dinas Kesehatan dan jajarannya, pemerintah
kecamatan, sekolah dan pemerintah desa. Salah satu
bentuk dukungannya adalah dengan membentuk Tim
CLTS di ingkat Kabupaten dan kecamatan, yang diikui

14
dengan pelaihan pelaih (Training of the Trainer/TOT)
CLTS yang diikui oleh tokoh warga/relawan.

2.1.5 Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara


terencana

Terdapat kesalahkaprahan bahwa pemicuan


dapat dilakukan dimana saja dengan tanpa persiapan.
Pada dasarnya idak ada panacea atau obat untuk
segala penyakit. Perlu disadari juga bahwa program
Stop BABS yang mengharamkan subsidi idak selamanya
dapat dilaksanakan dengan mudah bahkan idak
mungkin dilaksanakan pada kondisi ekstrim. Prinsip
tanpa subsidi ini hanya dapat terlaksana keika biaya
pembangunan jamban terjangkau oleh masyarakat.
Namun pada beberapa lokasi dengan kondisi seperi
ingkat kepadatan sangat inggi di perkotaan, kondisi
isik yang berupa rawa, tepi pantai, daerah cadas, dan
daerah air tanah inggi, mempunyai konsekuensi biaya
pembangunan jamban idak terjangkau masyarakat.
Selain itu, lokasi desa yang telah dimasuki proyek yang
memberikan subsidi jamban akan sulit dimasuki program
Stop BABS. Kondisi ini perlu diketahui sebelum dilakukan
pemicuan, sehingga fasilitator telah menyiapkan strategi
terkait kendala yang akan dihadapi.

Penetapan prioritas desa yang akan digarap juga


tergantung pada ingkat kesulitan yang akan dihadapi.
Biasanya prioritas utama diberikan pada desa yang
tanpa kendala berari. Sebagian besar keberhasilan
desa mencapai Stop BABS adalah dimulai dari desa
tanpa kendala yang berari. Hal ini juga terkait dengan
kemampuan fasilitator yang mungkin masih perlu
banyak pengalaman.

15
2.1.6 Pendampingan intensif memberikan lebih
banyak kesempatan bagi masyarakat untuk
berinteraksi

Pelaksanaan pemicuan yang disertai


pendampingan secara intensif merupakan salah satu
kunci keberhasilan perubahan perilaku masyarakat.
Keberadaan fasilitator yang seiap saat berada di tengah
masyarakat memungkinkan masyarakat mempunyai
banyak waktu dan kesempatan untuk bertanya langsung.
Kondisi ini biasanya hanya dapat dipenuhi oleh LSM baik
internasional maupun lokal. Mereka dapat mengerahkan
tenaga fasilitator untuk mendampingi masyarakat
sepanjang waktu karena mempunyai sumber daya yang
memadaibaik dalam jumlah maupun jenis keahlian.

• Pelaihan CLTS yang dikelola PCI bekerja sama dengan Pokja AMPL Banten dan

LSM internasional dan LSM lokal tersebut


mengerahkan tenaga pendamping masyarakat,
yang mendampingi masyarakat sejak pemicuan,
pendampingan pembangunan sarana jamban, mela-
kukan pemantauan dan evaluasi, sehingga tercapainya
Stop BABS secara bertahap sejak ingkat kampung atau
dusun, berlanjut ke ingkat desa dan menyebar ke desa
lainnya di kecamatan tersebut.

16
Pendampingan Intensif Menuju Stop BABS
Pada tahap awal pelaksanaan
CLTS di Indonesia, PCI dan
Plan Internasional Indonesia
merupakan LSM internasional
yang berkiprah menggunakan
pendekatan CLTS sebagai bagian
dari program layanannya di
beberapa daerah di Indonesia.
PCI memulai program CLTS
sebagai salah satu sub program
WAHANA Sehat (Warga
Akif Hidup Anak Sehat) di 5
kecamatan (Sakei, Pagelaran, Paia, Sukaresmi dan Angsana) pada 29 desa.
Dimulai dengan pelaihan CLTS pada pertengahan Desember 2005, pada
bulan September 2006 telah menunjukkan hasil yang baik seperi dapat
dilihat pada graik di atas. Menyadari bahwa angka cakupan belum mencapai
seluruh desa pada lokasi tersebut, PCI menyerahkan pengelolaan program
CLTS tersebut kepada LSM lokal, Lembaga Amil Zakat Harfa yang meneruskan
program di 2 kecamatan bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten
Pandeglang. Selanjutnya pemerintah daerah yang meneruskan di 6 kecamatan
lain. Sementara Plan Internasional Indonesia melaksanakan program CLTS di
kabupaten Dompu dengan cara melakukan intervensi langsung kepada aparatur
pemerintahan di kecamatan dan desa serta kader di kecamatan Hu’u pada 3
desa, serta di kabupaten Grobogan dengan cara melakukan intervensi melalui
roadshow kepada pimpinan daerah sehingga memungkinkan terbentuknya Tim
CLTS sejak kabupaten sampai ke desa. Sedangkan Yayasan Pancur Kasih, yang
merupakan LSM lokal, melaksanakan CLTS pada desa percontohan di masing-
masing 2 desa di kabupaten Landak dan kabupaten Kubu Raya, melalui program
pendidikan kriis kesehatan.

2.1.7 Dukungan aparat desa perlu digalang

Aparat desa seyogyanya merupa-kan petugas


yang berhubungan erat dengan keseharian masyarakat.
Sehingga keterlibatan aparat desa dalam pelaksanaan
program Stop BABS dapat mempercepat penerimaan
masyarakat. Namun terlebih dahulu perlu dilakukan
upaya memberi pemahaman tentang program Stop
BABS, baik mengenai maksud dan tujuan program,
bagaimana cara melakukannya, dan dukungan apa yang
diperlukan dari aparat pemerintah.

Sebagai contoh Desa Marga Jaya di Kabupaten


Ciamis, Jawa Barat dan Desa Ulaweng Riaja, Kabupaten
17
Saefudin Juhri sebagai Kepala Desa/Kuwu Marga Jaya turun langsung
melakukan pemicuan. Foto: Owin Jamasy.

Bone, Sulawesi Selatan yang merupakan lokasi proyek


WSLIC-2. Kepala Desa berikut perangkat desa, tokoh
masyarakat dan kader kesehatan desa tergabung
dalam wadah Tim CLTS, ikut terlibat dalam pemicuan.
Keterlibatan kepala desa berikut perangkatnya
merupakan bantuan yang sangat berharga dalam
mempercepat pencapaian stop BABS. Walaupun
disadari juga bahwa faktor lain turut mempengaruhi
keberhasilan seperi pengetahuan masyarakat tentang
dampak negaif dari membuang kotoran di sembarang
tempat, ketersediaan air, dan ketersediaan material
lokal atau material pendukung dari toko.

Sementara di Desa Babat, Kabupaten Muara


Enim, Sumatera Selatan, keterlibatan pemerintah desa
dalam Tim Gerakan Pemberantasan Tai yang dibentuk
bersama masyarakat, sehingga dalam jangka 4 minggu
desa tersebut mampu mencapai Stop BABS.

Bentuk lain keterlibatan aparat pemerintahan


desa berupa pemberian legiimasi dari kepala desa/lurah
kepada pelaksana program Stop BABS di desa, yang dapat
mempercepat proses pemicuan di ingkat masyarakat.

18
Di desa Sindanglaya, kecamatan Pagelaran
kabupaten Pandeglang, Banten, legiimasi diberikan
kepada Tim Kesehatan Desa melalui SK Kepala Desa,
yang kemudian membentuk Tim Pemberantas Tai/
Waduk (TPT/TPW) di seiap dusun. Perubahan yang
terjadi di desa tersebut berdampak pada perkampungan
idak bau kotoran manusia, padahal sampai awal tahun
2005, bau kotoran manusia sangat terasa karena
kotoran ada dimana-mana (pinggir jalan, kebun, sawah,
kali dan lapangan bola). BABS menjadi hal memalukan
dan dipandang idak baik.

Namun mendapatkan dukungan kepala desa


idak selamanya mudah dilakukan. Pengalaman PCI
di kabupaten Pandeglang, Banten keika praktek
pemicuan dilakukan di desa Kertasana, kecamatan
Pagelaran, Kepala Desanya idak yakin masyarakatnya
mampu berubah, serta mampu membangun sendiri
jamban sesuai dengan kemampuannya. Alasannya
adalah masyarakat akan bergerak setelah mendapatkan
subsidi, misalnya untuk membangun jamban diberi
subsidi 1 zak semen. Tapi setelah Kepala Desa diajak
berkeliling melakukan pengamatan lapangan, dengan
mata kepalanya sendiri melihat sebaran inja ada dimana
mana, serta melihat sendiri
masyarakatnya mau berubah,
barulah kemudian Kepala
Desa mendukung pelaksanaan
Stop BABS. Kemudian desa ini
menjadi salah satu desa yang
berkontribusi terhadap jumlah
jamban yang terbangun tanpa
subsidi sehingga Kabupaten
Pandeglang, Banten
Encep Mahpud
mendapatkan Penghargaan Kepala Desa Sindanglaya
MURI pada tahun 2007 sebagai Kabupaten Pandeglang
Foto : WASPOLA

19
kabupaten dengan jumlah jamban terbangun tanpa
subsidi terbanyak dalam setahun.

2.1.8 Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut


jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung
tombak mempercepat penerimaan masyarakat

Jajaran dinas kesehatan, mulai dari kabupaten,


kecamatan, sampai di desa merupakan para penggiat
Stop BABS yang potensial, disamping merubah perilaku
hidup bersih merupakan tugas pokok dan fungsi
mereka, kapasitas sumber daya manusianya pun relaif
memenuhi syarat. Petugas sanitarian, bidan desa,
termasuk kader posyandu yang berasal dari masyarakat
merupakan ujung tombak pelaksanaan Stob BABS yang
dapat diandalkan.

Keterlibatan sanitarian sudah jelas, karena


memang bidang tugasnya, sehingga peran supervisi
melekat pada dirinya. Sedangkan peran bidan, dilakukan
seiring dengan tugasnya melayani kesehatan ibu dan
anak, termasuk dalam proses persalinan, sehingga
peran memberikan moivasi lebih menonjol. Beberapa
contoh sukses atas peran jajaran dinas kesehatan
adalah di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan
yang bertumpu pada igur kepala puskesmas dan
bidan desa. Sementara di Kabupaten Sumedang, Jawa
Barat keterlibatan akif kepala Dinas Kesehatan beserta
jajarannya dalam upaya menjadikan program Stop BABS
sebagai program prioritas pemerintah daerah.

Salah satu faktor pendorong percepatan


pencapaian desa Stop BABS di Kabupaten Sumedang
adalah pelaihan kepada petugas sanitasi Puskesmas
dan Kader Posyandu/Dasawisma sejak awal. Pelaihan
dilakukan 2 angkatan dalam 1 tahun anggaran, sedangkan

20
kegiatan pemicuan dilakukan di seiap dusun. Pemicuan
dilakukan oleh kader Posyandu dengan dikoordinasikan
oleh sanitarian Puskesmas.

2.1.9 Adopsi program Stop BABS dalam proyek


AMPL mempercepat upaya pengarusutamaan
program Stop BABS

Kemampuan pemerintah daerah dalam


pembangunan AMPL masih relaif terbatas. Untuk
itu, pemerintah pusat melalui sumber dana hibah dan
pinjaman banyak melakukan intervensi pembangunan
AMPL di daerah. Pembangunan AMPL diserahkan
pelaksanaannya melalui proyek AMPL yang tersebar di
seluruh Indonesia.

Seluruh proyek AMPL telah mengadopsi program


Stop BABS. Keberadaannya di hampir seluruh Indonesia
membantu pemerintah pusat dalam memperkenalkan
program Stop BABS kepada pemerintah daerah maupun
pelaku pembangunan AMPL lainnya. Keterlibatan
proyek AMPL dalam pelaksanaan program Stop BABS
akan membantu mempercepat pengarusutamaan
program di daerah.

Sebagai contoh, proyek WSLIC-2 telah berhasil


membebaskan 37 desa dari praktek BABS, proyek
CWSH menghasilkan 8 desa Stop BABS, Pamsimas
menghasilkan 5 desa Stop BABS, TSSM menghasilkan
62 desa Stop BABS, WES Unicef menghasilkan 1
desa Stop BABS. Sementara jumlah desa yang dalam
pendampingan proyek AMPL mencapai sekitar 2.000
desa. Kesemuanya berpotensi menjadi desa Stop BABS
dalam waktu dekat.

21
2.1.10 Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak
pemicuan Stop BABS melalui program Kuliah
Kerja Mahasiswa

Foto : POKJA AMPL

Program kuliah kerja mahasiswa yang


mengerahkan mahasiswa dalam jumlah banyak ke desa-
desa, merupakan ajang yang potensial dalam melibatkan
mahasiswa dalam pelaksanaan Stop BABS. Dengan
pembekalan yang memadai, mahasiswa dapat berperan
menjadi fasilitator pemicu perubahan di ingkat
masyarakat. Melalui kerja sama antara pemerintah
daerah dan perguruan inggi, dapat dibangun suatu
sinergi untuk membantu masyarakat desa dalam
memperbaiki kualitas hidupnya.

Keterlibatan perguruan inggi pertama kali


oleh Universitas Tirtayasa pada tahun 2007, melalui
pelaihan yang diikui 108 orang, terdiri dari 26 dosen,
5 sanitarian dari 5 Puskesmas lokasi KKM serta 7 orang
peserta tambahan dari P2KP Banten, yang dilanjutkan
dengan pemicuan CLTS di 14 desa. Program kemudian
berjalan dengan lebih baik pada tahun 2008, masih di
5 Kecamatan, Carenang, Curug, Pontang, Tirtayasa,
Tunjung Teja di kabupaten Serang. Pada tahap awal
dilaih sebanyak 75 orang terdiri dari 34 dosen, 14
mahasiswa, sisanya berasal dari PKK, Sanitarian, Bidan,

22
serta tokoh masyarakat; dilanjutkan dengan 5 dosen
dan 1 mahasiswa mengikui pelaihan Keterampilan
Dasar Fasilitasi. Melalui koordinasi dengan Pokja AMPL
Banten serta Pokja AMPL Kabupaten Serang, hasilnya
lebih baik, sehingga sudah ada beberapa kampung yang
mencapai Stop BABS.

Sedangkan di Universitas Gajah Mada telah


dilaih 22 mahasiswa yang tergabung dalam komunitas
Waterplan Community terkait Teknis Pemicuan
CLTS. Pelaihan ditangani oleh Pokja AMPL Nasional
bekerjasama dengan LPPM UGM, dilanjutkan pemicuan
CLTS di Desa Hargomulyo, Gedangsari Kabupaten
Gunung Kidul; serta dikembangkan masing masing
di 2 desa di Kabupaten Gunung Kidul dan Sleman.
Sementara STIKES Falatehan Serang, yang ikut serta
dalam pelaihan tahun 2008 sebanyak 2 dosen dan 1
mahasiswa sedang mengembangkan desa model, di
Desa Terumbu, Kecamatan Kilasah di kota Serang.

2.1.11 Format dan bentuk pemantauan yang sederhana


oleh kader di ingkat desa mendukung upaya
pemantauan dan evaluasi program Stop BABS
secara keseluruhan

Salah satu kendala dalam pelaks-anaan program


AMPL selama ini adalah kesulitan memperoleh data yang
dapat diandalkan. Sebagian besar disebabkan bentuk
format pelaporan yang rumit dan sulit dipahami. Melalui
pelaksanaan program Stop BABS kemudian ditemui
beberapa upaya pencatatan kemajuan pelaksanaan
kegiatan yang sederhana dan dilaksanakan langsung
oleh kader di lapangan.

Dari format yang tersusun dari daerah inilah


kemudian diharapkan data yang didapatkan dapat
23
Format pemantauan skala desa. Tabel : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang

berkembang menjadi data nasional. Sementara format


pemantauan dan evaluasi dapat menjadi embrio bagi
upaya mendapatkan format pemantauan dan evaluasi
yang mudah, dan dapat dilaksanakan.

Sebagai contoh, PCI melalui programnya di


kabupaten Pandeglang, Banten mengembangkan
format pemantauan dan evaluasi yang sederhana. Kader
atau Tim CLTS desa melakukan pemantauan, kemudian
petugas lapangan PCI melakukan rekap perkembangan
seiap desa, dan digabungkan di ingkat kecamatan.
Format pemantauan dan evaluasi tersebut terus
dikembangkan PCI melalui programnya di Kabupaten
Nabire, Papua; Kabupaten Aceh Tengah, Bener Meriah,
Aceh Selatan, Aceh Barat Daya, NAD.

Sementara di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat,


pemantauan dilakukan melalui kunjungan rumah oleh
Kader Dasa Wisma. Pencatatan atas perubahan perilaku
menggunakan formulir yang disiapkan oleh Dinas
Kesehatan. Selain itu dipergunakan Siker STBM melalui
24
Program Lingkungan
Sehat Dinas Kesehatan
Kabupaten Sumedang,
maupun Pamsimas.
Hasil pemantauan kader
tersebut kemudian
dicatat dalam format
laporan yang disiapkan Siker STBM ditempel di seiap rumah.
Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang
Dinas Kesehatan
Sumedang, untuk kemudian direkap oleh Puskesmas
dan Dinas Kesehatan sehingga akhirnya tersedia laporan
perkembangan program Stop BABS bulanan.

2.1.12 Deklarasi Stop BABS (ODF) memicu daerah


lainnya

Deklarasi ODF di Desa Sawe Kecamatan Huu di


Kabupaten Dompu oleh Bupai Dompu, deklarasi ODF
di Desa Sukawening
Kecamatan Ganeas oleh
Bupai Sumedang, serta
pemberian Penghargaan
Museum Rekor Indonesia
(Muri) kepada kabupaten
Pandeglang untuk
Pembuatan Jamban
Terbanyak Tanpa Subsidi
Selama Satu Tahun
(sekitar 2.000 jamban),
adalah contoh deklarasi
yang kemudian memicu,
desa lain di wilayah
kabupatennya masing
masing; bahkan memicu
kabupaten lainnya.
Foto : WASPOLA

25
2.1.13 Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi
dasar paska pemicuan Stop BABS .

Sesuai dengan judul programnya, Sanitasi Total


dan Pemasaran Sanitasi, maka yang menjadi perhaian
adalah bagaimana menjawab permintaan masyarakat
akan sarana sanitasi dasar, yang murah, sehat dan
ramah lingkungan. Adalah Sumadi yang menunjukkan,
pengabdian dan totalitas dalam menggauli profesinya
menuju kesuksesan, bukan hanya sebagai sanitarian,
namun, juga sebagai pengusaha
yang berurusan dengan sanitasi
dasar ini. Berurusan dengan inja
sudah pasi menjijikkan. Tetapi,
idak bagi Sumadi yang berprofesi
sebagai sanitarian Dinas Kesehatan
Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur. KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH

Persoalan seputar inja bagi sanitarian adalah


persoalan pening yang bila idak ditangani dengan
benar bisa menjadi malapetaka. ”Kalau mereka sakit-
sakitan, uangnya habis dipakai berobat, ya miskin terus,”
kata Sumadi. Prihain dengan rendahnya kesadaran
masyarakat menggunakan jamban, Sumadi melakukan
survei di Desa Begendeng, Kecamatan Jaikalen,
kabupaten Nganjuk. Begendeng dipilih sebagai sasaran
survei karena pola sanitasi masyarakatnya yang buruk.
Desa ini terletak di muara Sungai
Brantas dan Sungai Widas. ”Di
dua sungai itulah masyarakat
melakukan MCK (mandi, cuci,
kakus) sehari-hari,” kata Sumadi.
Hasil survei tak jauh dari dugaan.
Dari 267 rumah di Begendeng,
tercatat hanya empat rumah yang
memiliki jamban dengan desain

26
tangki sepik berbentuk kotak. Saat itu biaya membuat
jamban sangat mahal bagi warga yang umumnya bekerja
sebagai petani dan buruh. Sumadi berinisiaif membuat
desain tangki sepik dengan model silindris. Model
silindris lebih cocok digunakan di daerah seperi Jaikalen
yang memiliki kontur tanah yang selalu bergerak.
”Model silindris jauh lebih kuat karena iik tekannya
hanya satu, yaitu di tengah, sedangkan model kotak
lebih gampang roboh,” jelas Sumadi. Dengan model
tersebut, Sumadi mampu menekan harga pembuatan
jamban hingga Rp 440.000. Meski harganya jauh lebih
murah, saat diperkenalkan banyak warga yang masih
ragu. Saat itu baru 10 keluarga yang tertarik memesan
jamban kepada Sumadi. ”Waktu itu saya beri jaminan,
kalau dalam waktu lima tahun jambannya amblek,
uang mereka kembali,” kata Sumadi. Jaminan dan harga
murah yang ditawarkan Sumadi menarik minat warga
untuk mendatar. Selain itu, disediakan juga fasilitas
penyedotan inja.

2.2 Pendanaan

2.2.1 Opimalisasi sumber daya yang ada dengan


mengadopsi program Stop BABS kedalam
program yang telah berjalan

Salah satu upaya daerah dalam membiayai


program Stop BABS adalah dengan cara mengadopsi
kegiatan Stop BABS kedalam program yang telah
berjalan. Tentunya hal ini dengan mudah dapat dilakukan
karena pada dasarnya kegiatan Stop BABS adalah bagian
dari kegiatan PHBS.

Salah satu contoh adalah upaya Dinas Kesehatan


Kabupaten Sumedang, Jawa Barat mengadopsi kegiatan
Stop BABS kedalam kegiatan terkait seperi Program

27
Pengembangan Kompetensi-Indeks Prestasi manusia
(PPK-IPM), dan Program Desa Siaga. Bentuk opimalisasi
pembiayaan diantaranya pembiayaan kegiatan pelaihan
Stop BABS dibiayai dari dana PPK-IPM dan Desa Siaga
yang dilakukan di desa. Sedangkan kegiatan pemicuan
dibiayai dari anggaran Klinik Sanitasi. Sehingga
kebutuhan dana ekstra bagi pelaksanaan program Stop
BABS dapat diminimalkan.

Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang juga


bekerjasama dengan Bank Jabar dalam memanfaatkan
dana Corporate Social Responsibility (CSR) melalui
program Desa Binaan. Program Stop BABS merupakan
salah satu kegiatannya, yang akan dimulai tahun 2010 di
10 desa.

2.2.2 Masyarakat mempunyai inisiaif sendiri dalam


menyelesaikan keterbatasan pendanaan

Pada dasarnya masyarakat yang sudah terpicu


dapat membangun sarana jamban sesuai dengan
kemampuannya. Tidak ada alasan bagi masyarakat
miskin untuk idak mampu membangun sarana jamban
yang paling sederhana (lihat Boks Contoh Mbok
Supi di Kabupaten Trenggalek). Namun demikian,

Rumah dan Jamban mbok Supi di Desa Tumpuk, Kecamatan Tugu, Trenggalek,
bangga dengan jambannya seharga 4,5 juta rupiah, hasil menabung dari
penghasilannya sebagai pemijat, selama setahunan.
Foto : TSSM Kabupaten Trenggalek.

28
pada beberapa kasus, khususnya daerah sulit perlu
diperimbangkan pendanaan alternaif untuk membantu
masyarakat yang idak mampu. Apabila dimungkinkan
dapat didorong pembentukan unit kredit masyarakat
untuk pembangunan jamban.

Sebagai contoh Lembaga Keswadayaan


Masyarakat (LKM) desa Sungai Rangas Hambu
Kecamatan Martapura Barat, Kabupaten Banjar Baru
mengembangkan jamban melalui arisan jamban.
Terobosan ini dilakukan karena harga per-unit jamban
relaif mahal. Dengan anggota 38 orang, mereka
melakukan arisan jamban Rp 25.000,-/orang /bulan.
Perlahan tapi pasi jumlah keluarga yang memiliki
jamban meningkat. Begitu juga dengan Jorong Parang
Doto, Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto
Sijunjung, yang memanfaatkan keberadaan Kelompok
Tani Perempuan. Seiap pertemuan kelompok mereka
melakukan arisan kloset, dan seiap pertemuan terdapat
dua orang yang mendapat giliran memperoleh kloset.

Beberapa wanita Kelompok Arisan Jamban


desa Rorurangga Pulau Ende, NTT juga memprakarsai
hal yang sama. Sii Sarifah, seorang ibu muda dua anak,
bersama dengan beberapa ibu rumah tangga mendirikan
kelompok ini di desanya. “Dalam waktu dekat, saya
akan memiliki jamban rumah tangga saya sendiri,” kata
Sii antusias. Pelaksanaan ini didukung oleh sebuah
peraturan desa di masing-masing 7 desa di Pulau Ende.

Sementara Bengkel Sanitasi Desa Bocor Kabupaten


Kebumen, Jawa tengah mengereditkan cetakan bangunan
atas dan kloset senilai Rp 60.000 sebanyak 6 kali.
29
Masyarakat Desa Salam Harjo salah satu desa
CWSHP di Kabupaten Bengkulu Utara, telah mendapat
kemudahan dari toko material terdekat untuk menyicil
kebutuhan membuat jamban seperi semen, PVC, bahkan
kloset. Cicilan dilakukan seiap minggu dari hasil kebun
penduduk berupa kopi dan kelapa sawit. Masyarakat Desa
Salam Harjo yang awalnya hanya memiliki 16 jamban,
selama berselang 2 bulan semua kepala keluarga yang
mencapai 118 KK di desa itu telah memiliki jamban
keluarga.

2.2.3 Perubahan skema dana bergulir menjadi non


subsidi lebih menjanjikan

Jauh sebelum program Stob BABS


diperkenalkan, pembangunan sanitasi khususanya
di perdesaan banyak mempergunakan skema
dana bergulir. Dana bergulir tersebut berupa
dana stimulan yang diberikan oleh proyek kepada
kelompok masyarakat. Anggota kelompok kemudian
menentukan urutan penerima bantuan. Secara
teoritis hal ini cukup baik, tetapi dalam praktek
banyak ditemui kegagalan, terlihat dari kenyataan
bahwa dana hanya bergulir satu kali pada penerima
gelombang pertama. Masyarakat miskin juga hampir
tidak dapat mengakses dana tersebut, karena tidak
memiliki kemampuan untuk menyicilnya.

Secara umum, ditengarai faktor penyebab


kegagalan adalah belum terjadinya perubahan
perilaku masyarakat sehingga belum timbul adanya
kebutuhan masyarakat terhadap jamban. Kemudian
tidak ada hukuman bagi penerima bantuan yang tidak
mengembalikan dana bergulir tersebut.

30
Sementara perubahan dana bergulir sanitasi
menjadi tanpa subsidi melalui program Stop BABS,
terbuki menunjukkan kinerja yang lebih baik. Lebih
banyak masyarakat yang terpicu membangun sarana
jamban, walaupun tanpa dana simulan. Hasilnya ini
terlihat di berbagai lokasi proyek WSLIC-2, diantaranya
Kabupaten Ciamis (Jawa Barat), Muara Enim (Sumatera
Selatan), Trenggalek (Jawa Tengah), Bone (Sulawsi
Selatan), Sawahlunto Sijunjung (Sumatera Barat).
Sedangkan di lokasi proyek CWSH hasilnya terlihat di
Kabupaten Sambas (Kalimantan Barat).

2.3 Sosial dan Budaya

2.3.1 Kampiun sebagai penggerak utama program


Stop BABS

Keberhasilan pencapaian stop buang air sembarangan,


sebagai hasil dari pemicuan, tergantung banyak hal,
tetapi yang utama adalah keberadaan kampiun.
Kampiun adalah orang yang terpicu, termoivasi dan
memiliki komitmen dalam pelaksanaan program.
Dalam beberapa hal, kiprah kampiun ini idak selalu
mendapatkan dukungan dari sistem yang ada, namun
demikian kampiun tetap melakukan kegiatan sesuai
dengan kapasitasnya. Seorang kampiun dapat berasal
dari berbagai golongan, baik pegawai pemerintah,
swasta, pemuka masyarakat, tokoh agama, guru sekolah,
ibu rumah tangga, bahkan pemuda.

Dipercayai bahwa pada seiap keberhasilan


pelaksanaan program Stop BABS terdapat seorang
kampiun yang mengawal. Jika semua disebutkan satu per
satu, akan banyak sekali nama yang perlu dicantumkan.
Namun dari sejumlah nama tersebut, beberapa yang
dapat disebutkan sementara ini adalah Drg. Agusin yang
31
telah berhasil membebaskan
Kecamatan Lembak, Kabupaten
Muara Enim, Sumatera Selatan
dari perilaku buang air bebas
sembarangan. Kecamatan
Lembak merupakan kecamatan
Stop BABS (ODF) yang pertama
Drg. Agusin, Kepala Puskesmas di Indonesia. Muhamad Sholeh
Kec. Lembak, Kab. Muara Enim,
Sumatera Selatan. dari Dinas Kesehatan dan
Foto : WASPOLA
Sudarto dari Bappeda berkiprah
dalam pengawalan program
Stop BABS yang dilakukan oleh Plan Internaional
Indonesia di kabupaten Grobogan. Ekki Riswandiyah
dari Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, Jawa Barat
berhasil memanfaatkan semua sumber daya yang ada
untuk penyelenggaraan Stop BABS yang juga didukung
oleh Bupai Sumedang yang terlibat dalam pencanangan
desa Stop BABS (ODF).

Foto : Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang

Selain itu, Abdul Sikin, pegawai pemerintah


Kecamatan Huu di Kabupaten Dompu, NTB akif
melakukan pelaihan pemicuan, mengatur strategi
pemicuan, dan pemantauan pelaksanaan Stop BABS
di Kecamatan Huu. Encep Mahmud, Kepala Desa
Sindanglaya, Kabupaten Pandeglang membuat SK Kepala
Desa tentang Tim Pemberantas Tai. Saefudin Juhri
sebagai Kepala Desa/Kuwu Marga Jaya turun langsung
melakukan pemicuan. Sulastri, dari Desa Kenongo,
dan Masduki dari Desa Tanggung, Kecamatan Gucialit,
Kabupaten Lumajang, serta Cicih Sukaesih Kader Desa

32
Sukawening, Kecamatan Ganeas, Kabupaten Sumedang,
misalnya, merekalah yang menjelaskan peningnya
perubahan kebiasaan dan rencana kerja kepada warga
masyarakat di desanya masing masing, sehingga desanya
mencapai Stop BABS (ODF).

Lukman, kader dari


desa Meunasah
kecamatan Susoh,
kabupaten Aceh
Barat Daya, sedang
menjelaskan proses
pembuatan jamban.
Foto : PCI Aceh

Pada kondisi tertentu, bahkan kampiun sendiri


masih melakukan praktek BABS. Untuk itu, kampiun
tersebut yang terlebih dahulu membangun jamban,
supaya menjadi contoh yang nyata bagi masyarakatnya.
Misalnya, hal ini terjadi dengan Lukman – kader
Desa Meunasah, Kecamatan Susoh, Kabupaten Aceh
Barat Daya. Segera setelah menyelesaikan pelaihan
pembuatan jamban oleh Fasilitator Teknik Program WES
Unicef yang dilaksanakan oleh PCI di Tapaktuan dan
sekitarnya, Lukman membangun sendiri jambannya dan
kemudian masyarakat mengikuinya.

2.3.2 Kaum perempuan sebagai kampiun program


Stop BABS dan pendorong utama perubahan
perilaku masyarakat.

Keseharian kita menunjukkan bahwa kaum


perempuanlah yang akiitasnya paling banyak
berhubungan dengan sanitasi, sehingga melibatkan
perempuan menjadi relaif lebih mudah Ternyata

33
kemudian hal ini terbuki dalam pelaksanaan program
Stop BABS, baik sebagai kampiun dalam pelaksanaan
program maupun sebagai pendorong utama perubahan
perilaku di ingkat masyarakat.
Ibu Sulastri didepan
papan bertuliskan Dusun
Margosari Desa Kenongo,
Kecamatan Gucialit,
Lumajang, Wilayah Sadar
Jamban, 100% penduduk
menggunakan jamban
leher angsa.

Foto : Dinas Kesehatan


Kabupaten Lumajang

Di ingkat Kabupaten, kita patut mencatat


Ekki Riswandiyah dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat lewat program Lingkungan
Sehatnya telah berhasil membawa sebanyak 55
dusun dan 16 desa mencapai ODF dalam dua tahun,
bahkan mulai memperkenalkan pilar lain STBM, yaitu
pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat. Joice
Irmawai dari Bappeda Kabupaten Pandeglang, Banten
yang sedang mengembangkan program Stop BABS di
6 kecamatan bersama Pokja AMPL serta 2 kecamatan
dengan LSM LAZ Harfa. Begitu juga dengan Dian
Mardiani dari Bappeda Kabupaten Serang, melalui
Pokja AMPL bekerja sama dengan Universitas Tirtayasa,
Serang serta ihak lainnya sedang gencar mendorong
perubahan perilaku masyarakat agar BAB pada jamban
yang dibangun sendiri.

Di tingkat kecamatan atau Puskesmas,


Drg, P Agusine Siahaan, Mkes yang secara Fenomenal
pada tahun 2008 berhasil membawa Kecamatan
Lembak Muara Enim di wilayah Puskesmas yang

34
dipimpinnya, melipui 18 desa mencapai ODF dan
saat ini sedang mengembangkan hal yang sama di
tempat kerjanya yang baru di Puskesmas Batu Aji,
Batam, Riau.

Sedangkan di Nagari Jorong Padang Doto,


Kecamatan Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung,
kelompok tani wanita berhasil membawa perubahan,
sekaligus membukikan mereka mampu mempengaruhi
ibu-ibu atau perempuan lainnya di jorongnya, dari
perempuan untuk perempuan dalam menciptakan
lingkungan yang sehat melalui pencapaian Stop BABS.
Sementara di Kabupaten Sumedang, kader Dasa Wisma
seperi Cicih Sukaesih dari Desa Sukawening, Kecamatan
Ganeas, Kabupaten Sumedang, memulai kegiatan
pemicuan pada tahun 2007, dan menjelang akhir tahun
2008 mencapai Stop BABS, dan mendapatkan seriikat
Stop BABS/ODF dari Bupai Sumedang.

2.3.3 Pemilihan waktu pemicuan menentukan


keberhasilan

Waktu pemicuan harus disesuaikan dengan


kebiasaan masyarakat. Pada umumnya masyarakat akan
dapat dikerahkan untuk pertemuan seiap saat, namun
demikian perlu dicermai kegiatan utama masyarakat,
yang berkaitan dengan mata pencaharian mereka
seperi pertanian, peternakan, dan sebagainya. Pada
daerah pertanian, pemicuan akan lebih baik apabila
dilakukan setelah panen. Selain kegiatan produkif relaif
idak ada, masyarakat juga dalam kondisi memiliki uang,
sehingga dapat segera membangun sarana jambannya
apabila terpicu.

Salah satu contoh keberhasilan program Stop


BABS dengan memperhaikan kalender musim tanam

35
adalah di Nagari Jorong
Padang Doto, Kecamatan
Sijunjung, Kabupaten
Sawahlunto Sijunjung.
Karena berkaitan dengan
kalender musim pertanian,
di jorong ini yang berperan
Pengurus Kelompok Tani Jorong
sekaligus dalam program Padang Doto, ikut andil dalam
Stop BABS adalah Kelompok men-Stop BABS-kan Jorongnya.
Foto : Owin Jamasy
Tani Wanita Jorong Padang
Doto.

Selain itu, pemicuan perlu memperimbangkan


musim. Pada musim hujan, menggali lubang—yang
merupakan aksi spontan pertama setelah terpicu---relaif
sulit dilakukan, disamping itu lubang yang dibangun bisa
tergenang air hujan. Kondisi ini mempengaruhi semangat
masyarakat dalam menyelesaikan sarana jamban. Hal ini
dapat dilihat di Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran
di Kabupaten Pandeglang, yang kondisi tanahnya
mudah longsor dan cepat berair (kedalaman 1 meter)
jika musim hujan.

2.3.4 K a r a k t e r i s t i k s o s i a l b u d a y a d a e r a h
mempengaruhi teknik pemicuan.

Teknik pemicuan untuk iap daerah dapat


berbeda. Pada satu daerah masyarakat terpicu untuk
merubah cara BAB karena rasa malu. Pada daerah lain,
masyarakat terpicu karena kejadian khusus, misalnya
adanya kecelakaan saat BAB, misalnya ada yang
terbawa arus sungai saat BAB, ada yang digigit ular
saat BAB di kebun. Di daerah lainnya lagi, masyarakat
idak terpicu dengan rasa malu, idak terpicu dengan
kejadian-kejadian khusus, tetapi mereka terpicu dengan
pendekatan pemahaman keagamaan bahwa air yang

36
mengandung kotoran manusia idak pantas digunakan
untuk bersuci.

Sebagai contoh, Desa Cimande, Kabupaten


Bogor. Setelah pemicuan, masyarakat belum bergerak.
Karena belum bergerak, Kepala Desa berinisiaif untuk
mencari bantuan, sampai datanglah bantuan 12 zak
semen dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Hanya
saja yang terjadi kemudian, hanya 12 jamban itulah
yang terbangun. Menyadari kesalahan tersebut, Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor idak mau melakukan
kesalahan tersebut lagi, karena bantuan akan memaikan
upaya pencapaian Stop BABS. Akhirnya, melalui
perjuangan yang panjang dan lama, sampai menemukan
cara yang tepat yaitu meminta bantuan Ustadz Desa
Cimande yang menyampaikan air yang mengandung
kotoran manusia idak pantas digunakan untuk bersuci.
Selain itu disampaikan juga bahwa letak desa berada
di hulu, sehingga membuang inja di sungai akan
mendzolimi masyarakat di hilir. Akhirnya Desa Cimande
mencapai juga tahapan Stop BABS. Kasus yang sama juga
terjadi di Desa Mama, Kabupaten Sumbawa (lihat Boks)

Desa Mama, di Sumbawa, dimana Ustadz setempat mengatakan bahwa selama


ini kita mendzolimi masyarakat di hilir yang juga menggunakan air dari sungai
di kampungnya, sehingga dalam waktu dekat Desa Mama mencapai ODF,
sebagaimana terlihat dalam graik.

37
Pendekatan keagamaan juga berhasil di pulau
Ende, NTT. Abu Bakar, Imam Masjid Baiturahman, Desa
Padarape, memasukkan masalah kebersihan dan sanitasi
pada seiap khotbah Jumat. “Saya mendorong orang
untuk mengubah kebiasaan mereka dan menghenikan
prakik buang air besar terbuka,” kata Abu Bakar.
Akibatnya, ada sekitar 233 rumah tangga yang telah
mendeklarasikan keinginan mereka untuk membangun
jamban.

2.3.5 Anak dapat berperan dalam pemantauan


praktek BABS

Pelibatan anak-anak dalam proses pemicuan


Stop BABS sampai dengan pemantauan paska pemicuan
memberikan kontribusi yang besar dalam pencapaian
kondisi Stop BABS. Pelibatan anak dilakukan dapat
melalui jalur sekolah yang berada di desa bersangkutan,
dengan melibatkan dalam proses pemicuan. Seperi di
Kabupaten Grobogan, murid sekolah berperan menjadi
polisi tai, yang bertugas mencari jejak BAB pada daerah
yang biasa dipakai praktek BAB sembarangan. Selain

Di Desa Taktakan, Kabupaten Serang, Program KKN-Temaik AMPL Universitas


Tirtayasa berhasil mengupayakan agar anak-anak menjadi salah satu pendukung
gerakan Stop BABS. Terlihat anak anak sedang belajar menyanyikan lagu
bertema Stop BABS dalam bahasa Sunda: Ulah Ngising Sembarangan (Jangan
BABS) yang akan dinyanyikan berkeliling kampung mengingatkan seluruh warga
agar Stop BABS.
Foto : WASPOLA

38
itu, mereka melakukan pengawasan di lingkungan
rumahnya sendiri, melaporkan kepada guru di sekolah.
Sedangkan di Nagari Jorong Padang Doto, Kecamatan
Sijunjung, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Sumatera
Barat, keberhasilan pemicuan dipicu oleh lagu-lagu
yang diteriakkan anak-anak sekolah dasar. Isi lagunya
mengandung himbauan dan sindiran. Hal ini tentu
ada kaitannya dengan budaya lokal yakni kesenangan
bernyanyi dan mendengarkan nyanyian atau syair.
Kondisi ini juga terjadi di Desa Taktakan, Kabupaten
Serang, Banten (lihat Boks)

2.3.6 Menciptakan persaingan antarkomunitas


mendorong percepatan pencapaian Stop BABS

Hal yang tersulit dilakukan adalah meyakinkan


suatu komunitas bahwa Stop BABS pening dan dapat
dicapai tanpa bantuan subsidi pemerintah. Keika
kemudian masyarakat terpicu untuk melakukan
perubahan, kendala berikutnya adalah bagaimana
menularkan semangat ini ke komunitas di sekitarnya. Hal
ini kemudian mendorong fasilitator untuk menciptakan
suasana persaingan di antara komunitas bertetangga.

Sebagaimana yang dilakukan di Desa Panimbo,


Kecamatan Kedungjai. Setelah selesai pelaihan,
Tim CLTS Kecamatan Kedungjai segera melakukan
pemicuan pertama
di Dusun Plosorejo,
yang dianggap relaif
mudah ditangani.
Hasilnya sangat
menakjubkan yaitu
warga dengan
kesadarannya mau
Pertemuan masyarakat di desa Panimbo.
membangun jamban. Foto: WASPOLA

39
Sebagaimana dipahami selama ini bahwa ‘seeing
is believing’, yaitu keika terdapat contoh yang dapat
dilihat langsung maka masyarakat akan mempercayainya.
Berbekal kondisi inilah kemudian dilakukan pemicuan
di dusun sebelahnya dan seterusnya. Secara bergilir
pemicuan dilakukan ke dusun yang lain sehingga
genap 9 dusun selesai dipicu. Kemajuan dusun tetangga
menjadi pemicu desa lainnya untuk lebih baik lagi. Kesan
persaingan untuk penyelesaian pembangunan jamban
terbangun antardusun. Alhasil hanya dalam 2 minggu,
pembangunan jamban swadaya berhasil diselesaikan di
seluruh desa.

2.4 Teknologi

2.4.1 Teknologi sederhana menunjang pencapaian


Stop BABS

Terdapat kesalahkaprah-an selama ini bahwa


biaya pembangunan jamban besar sehingga menjadi
salah satu kendala pencapaian Stop BABS. Pada
kenyataannya, jamban dapat dibangun dengan
menggunakan teknologi yang sederhana, memanfaatkan
material lokal, dilaksanakan sendiri oleh masyarakat,
sehingga biayanya terjangkau oleh masyarakat.
Sebagaimana pengalaman di Desa Sukadame,
Kecamatan Pagelaran di kabupaten Pandeglang, dengan
kondisi tanah yang mudah longsor dan cepat berair
(kedalaman 1 meter) jika musim
hujan. Tetapi kondisi ini juga
lalu menimbulkan semangat
warga masyarakat mencari cara
untuk menyelesaikan masalah
tersebut, salah satu diantaranya
dengan membuat anyaman
bambu agar bangunan bawah Foto : PCI
40
jamban idak cepat longsor. Biayanya murah, dan mudah
membuatnya.

2.4.2 Pemanfaatan pengetahuan masyarakat dalam


mengatasi kendala isik lahan

Salah satu hal yang menjadi kendala


pembangunan sarana jamban adalah kondisi isik lahan
yang membutuhkan upaya tertentu seperi daerah
cadas, air tanah inggi, rawa, dan pantai. Dibutuhkan
biaya inggi untuk membangun jamban terkecuali
ditemukan cara mengatasinya. Pada beberapa lokasi,
ternyata kondisi ini dapat diatasi dengan memanfaatkan
pengetahuan masyarakat sendiri.

Masyarakat sedang menggali lubang di daerah berbatuan, disebelahnya


jamban yang sudah terbangun.
Foto : TSSM Kabupaten Pacitan

Masyarakat di daerah berbatu, walaupun sulit


menggali lubang, tapi dengan memanfaatkan cuka
dan urea, ternyata kekerasan batu tersebut dapat
dilunakkan sehingga dapat dipahat sedikit demi sedikit.
Menggunakan bibit cuka yang dapat dibeli di apoik,
hasilnya lebih cepat dengan cara membuat lubang di
daerah berbatuan, dibiarkan semalam, setelah itu lahan

41
berbatuan menjadi lebih lunak, dan lebih mudah digali.
Sedangkan jika memakai urea, memerlukan waktu lebih
lama, dengan cara urea ditabur di lahan berbatuan,
lalu dibiarkan selama sebulan, baru setelah lebih lunak,
masyarakat melakukan penggalian. Kondisi ini dapat
ditemukan di Dusun Karangsempu, Desa Cemeng,
Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan.

Contoh lainnya adalah daerah pantai yaitu Desa


Kore, Kecamatan Sungai Ambawang, Kalimantan Barat.
Masyarakat desamenggunakan gentong atau tempayan
yang diletakkan terbalik, sebagai tempat menampung
inja. Kondisi yang sama ditemui di Desa Segarau,
Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas, Kalimantan
Barat, yang bahkan sudah lebih banyak menggunakan
gentong atau tempayan tadi. Sekitar 60% dari 537
jamban yang terbangun pasca pemicuan di Desa
tersebut menggunakan konstruksi tersebut, karena
biayanya murah, hanya sekitar Rp 75.000 sampai Rp
100.000 untuk yang berdiameter 1 meter.

2.4.3 Keberadaan bengkel sanitasi membantu


menghasilkan jamban yang terjangkau

Setelah masyarakat terpicu untuk berubah,


ternyata idak semua masyarakat dapat langsung
membangun jamban dikarenakan keterbatasan dana.
Oleh karena itu, penyediaan jamban dengan harga
terjangkau menjadi suatu keniscayaan. Salah satu
upaya menjadikan biaya pembuatan jamban terjangkau
adalah dengan melaih kelompok masyarakat membuat
jamban. Harga jamban menjadi terjangkau karena
dibuat sendiri di desa masing-masing sehingga dapat
mengurangi biaya angkut. Selain itu, pembuatan skala
besar dan secara gotong royong juga dapat mengurangi
biaya.

42
Kegiatan
penyediaan jamban
dengan skema
seperi ini biasa
disebut bengkel
sanitasi. Terdapat
contoh di Kabupaten
K e b u m e n Bengkel Sanitasi di desa Bocor, Kabupaten
s e b a g a i m a n a Kebumenyang dikelola oleh kelompok
gambar diatas, masyarakat, menemukan model bangunan
bagian atas jamban yang diproduksi dan
ataupun contoh disesuaikan dengan kemampuan masyarakat.
program Stop BABS Foto: WASPOLA
oleh PCI, baik di Kabupaten Pandeglang ataupun Aceh.
Selain itu, proyek StoPS di Jawa Timur juga menerapkan
skema yang sama.

2.4.4 Penerapan konsep jenjang sanitasi (sanitaion


ladder) dapat terwujud melalui pendampingan
ruin

Setelah masyarakat terpicu, maka langkah


berikutnya adalah bagaimana mendampingi
masyarakat dalam membangun jamban sesuai dengan
kemampuannya. Namun kualitas jamban tetap harus
memenuhi persyaratan. Untuk itu, dikenal konsep
jenjang sanitasi, yaitu masyarakat dapat membangun
jamban dari bentuk jamban yang paling sederhana,
kemudian meningkat kualitasnya disesuaikan dengan
peningkatan kemampuan masyarakat.

Kesalahkaprahan yang terjadi adalah keika


pendampingan hanya sampai pada tahap masyarakat
Stop BABS. Padahal terdapat kemungkinan bahwa
masyarakat akan kembali pada perilaku BABS, atau
jamban yang terbangun idak terpelihara kondisinya.
Untuk itu, pendampingan dilakukan secara ruin untuk

43
memasikan kedua hal tersebut idak terjadi. Bahkan
kualitas jambannya meningkat.

Sebagai contoh adalah desa binaan PCI yang


kemudian dilanjutkan oleh LAZ Harfa di Kabupaten
Pandeglang, seperi Desa Sindanglaya, Kecamatan
Pagelaran. Setelah membangun jamban yang sederhana,
mereka kemudian menyisihkan sebagian penghasilan
dari produksi emping melinjo untuk meningkatkan
kualitas jambannya. Masyarakat menyisihkan dananya
untuk membeli semen, kloset, sehingga jambannya
meningkat menjadi jamban yang kuat, aman, nyaman
dan sehat. Dari jamban yang sederhana menjadi jamban
berkloset.

Pilihan masyarakat sangat bervariasi sebagai-


mana terlihat dari penelusuran lapangan di 9 desa di
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Pandeglang serta
Ciamis. Terdapat beberapa ipologi jamban sederhana
yang dibangun masyarakat paska pemicuan, dengan
biaya mulai dari Rp. 100 ribu sampai Rp. 1,2, (lihat
gambar 2.1).

Sedangkan di Sukawening Kabupaten Sumedang,


yang sudah Stop BABS, masyarakat membangun jamban
dengan biaya bervariasi antara Rp 750.000 sampai
Rp 5.000.000

44
Gambar 2.1 Variasi Tipe dan Biaya Jamban Sederhana

Tipe I, Rp 111,500 Tipe II, Rp 106,000 Tipe III, Rp 124,500 Tipe IV, Rp 176,500

Tipe V, Rp 315,000 Tipe VI, Rp 507,000 Tipe VII, Rp 677,600 Tipe VIII, Rp 1,156,500
45
46
BAB 3
RANGKUMAN PEMBELAJARAN
3.1 Kelembagaan

Selama ini sanitasi masih belum menjadi


prioritas bagi semua pelaku pembangunan. Upaya
penyadaran melalui diseminasi yang intensif yang
diharapkan akan membangun komitmen semua pihak,
khususnya pemerintah daerah dan masyarakat, sebagai
sasaran utama dari upaya penyadaran ini. Road Show,
yaitu berupa kegiatan advokasi yang merupakan ajang
peningkatan pemahaman pengambil keputusan di
ingkat pemerintahan kabupaten/kota, baik legislaif
maupun eksekuif. Selain sebagai pembuka jalan
bagi proses internalisasi program Stop BABS kedalam
program pemerintah daerah, Road Show juga menjadi
media pening untuk menentukan adanya dukungan
poliik maupun kegiatan lanjutan yang perlu di fasilitasi
oleh pemerintah pusat maupun pemangku kepeningan
lainnya. Selain itu, upaya lain untuk mempercepat
pengarusutamaan program Stop BABS adalah melalui
adopsi program Stop BABS kedalam proyek AMPL.

Pelaksanaan program Stop BABS akan lebih


opimal keika terjadi kerjasama antara pemerintah
daerah dengan berbagai pihak dalam perencanaan,
pelaksanaan dan pemantauan. Termasuk diantaranya
mahasiswa, melalui program Kuliah Kerja Mahasiswa.
Pemantapan internal pemerintah daerah juga menjadi
suatu keniscayaan, dengan menjadikan Puskesmas dan
Posyandu berikut jajaran petugas kesehatannya sebagai
ujung tombak mempercepat penerimaan masyarakat.
Termasuk dukungan aparat desa dan kader desa untuk
melakukan pemantauan dan evaluasi program Stop
BABS dengan format pemantauan yang sederhana.
47
Intensitas pendampingan masyarakat akan
sangat membantu percepatan pencapaian Stop BABS.
Pemicuan perlu dilakukan secara terencana dengan
memperhaikan kekhasan masing-masing lokasi.
Peningkatan permintaan fasilitas jamban sebagai
konsekuensi meningkatnya kesadaran masyarakat perlu
disikapi dengan meningkatkan ketersediaan fasilitas
jamban yang memenuhi syarat dan terjangkau. Ini
membuka suatu peluang usaha penyediaan fasilitas
sanitasi dasar, dan membuka potensi lapangan kerja.

Upaya menjadikan kegiatan Stop BABS


melembaga dilakukan melalui Deklarasi Stop BABS,
yaitu kegiatan pendeklarasian oleh Bupai/Walikota
keika suatu komunitas mencapai tahap Stop BABS.
Pendeklarasian ini juga sekaligus sebagai ajang kampanye
bagi desa tetangga bahkan kabupaten tetangga tentang
Stop BABS.

3.2 Pendanaan

Keterbatasan dana dapat disikapi dengan


memanfaatkan keberadaan program yang ada baik
program pemerintah pusat maupun daerah dengan
cara mengadopsi atau menjadikan program Stop BABS
sebagai bagian dari program yang sedang berjalan. Selain
itu, terbuki bahwa skema non subsidi lebih menjanjikan
dari skema dana bergulir. Keika menghadapi kendala
biaya, masyarakat akan mengupayakan mengatasinya
dengan cara mereka sendiri.

3.3 Sosial Budaya

Keberadaan kampiun menjadi persyaratan


utama keberhasilan program Stop BABS, terutama
karena fungsinya sebagai motor penggerak. Sebagian

48
terbesar dari kampiun tersebut ternyata adalah kaum
perempuan. Keberadaan anak ternyata dapat berperan
dalam pemantauan praktek BABS yang kemudian
mendorong tercapainya kondisi Stop BABS.

Pemilihan bentuk dan teknik pemicuan serta


waktu pemicuan sebaiknya perlu memperimbangkan
karakterisik masyarakat. Sebagai contoh, masyarakat
tertentu lebih memilih malam hari sebagai waktu
pertemuan.

Salah satu hal yang menjadi sifat alamiah


masyarakat adalah mencontoh hal baik dari
lingkungannya. Untuk itu, keberhasilan satu komunitas
dapat mendorong komunitas lainnya untuk melakukan
hal yang sama. Pencapaian dusun Stop BABS akan
menciptakan persaingan antarkomunitas yang
mendorong percepatan pencapaian Stop BABS.

3.4 Teknologi

Pemanfaatan teknologi sederhana dapat


menunjang upaya penyediaan sarana jamban yang
terjangkau. Bahkan pengetahuan masyarakat setempat
dapat membantu mengatasi kendala isik lahan seperi
air tanah inggi, daerah rawa, pantai dan daerah cadas.

Penyediaan sarana jamban yang terjangkau


juga dipengaruhi oleh faktor ketersediaannya. Untuk
itu, keberadaan bengkel sanitasi sebagai suatu pusat
penyedia sarana dapat membantu menghasilkan jamban
yang terjangkau dengan mengurangi biaya angkut
dan biaya produksi. Sekaligus juga akan membantu
masyarakat meningkatkan kualitas jamban secara
bertahap melalui pendampingan ruin pemerintah
daerah.

49
Tabel 3.1 Rekapitulasi Pembelajaran Stop BABS di Indonesia

Kelembagaan
Pembelajaran Lokasi
Diseminasi yang intensif membangun komitmen
semua pelaku pembangunan AMPL untuk
melaksanakan program Stop BABS Lokasi WSLIC2, CWSHP, WES Unicef, Pro Air, Pamsimas, Plan
Adopsi program Stop BABS dalam proyek AMPL Internaional Indonesia, PCI
mempercepat upaya pengarusutamaan program
Stop BABS
Pelaksanaan ‘Road Show’ sebagai pembuka jalan
Kabupaten Grobogan dan Dompu dengan dampingan Plan
proses internalisasi program Stop BABS kedalam
Internasional Indonesia, TSSM Jawa Timur
program pemerintah daerah

Internalisasi program Stop BABS kedalam


program pemerintah daerah menjadi jaminan Kabupaten Trenggalek, Muaro Jambi, Sumedang
keberlanjutan

Kerjasama pemerintah daerah dengan berbagai


pihak dalam perencanaan, pelaksanaan dan Kabupaten Grobogan dengan dampingan Plan Internasional
pemantauan Stop BABS mempercepat pencapaian Indonesia
Stop BABS

Mahasiswa berpotensi menjadi ujung tombak


pemicuan Stop BABS melalui program Kuliah Kerja Universitas Tirtayasa Banten, Universitas Gajah Mada Yogyakarta,
Mahasiswa serta sebagai iik masuk program STIKES Falatehan Kabupaten Serang
untuk diteruskan oleh Pokja AMPL

Lokasi PCI dan LAZ Harfa di Kabupaten Pandeglang, Propinsi Aceh


Pendampingan intensif memberikan lebih banyak
dan Kabupaten Nabire, serta Plan Internasional Indonesia di
kesempatan bagi masyarakat untuk berinteraksi
Kabupaten Grobogan, Dompu dan Kefa; Yayasan Pancur Kasih di
dan mempercepat pencapaian Stop BABS
Kabupaten Landak dan Kubu Raya

Format dan bentuk pemantauan yang sederhana


oleh kader di ingkat desa mendukung upaya
pemantauan dan evaluasi program Stop BABS Kabupaten Pandeglang dan Kabupaten Sumedang
yang dapat dikembangkan menjadi perangkat
pemantauan dan evaluasi secara keseluruhan

Menjadikan Puskesmas dan Posyandu berikut


Puskesmas Lembak Kabupaten Muara Enim, Puskesmas
jajaran petugas kesehatannya sebagai ujung
Kramatwatu Kabupaten Serang, Puskesmas Ganeas Kabupaten
tombak mempercepat penerimaan masyarakat
Sumedang
terhadap program Stop BABS

Desa Marga Jaya Kabupaten Ciamis; Desa Sindanglaya dan


Pemicuan Stop BABS perlu dilakukan secara Kertasana, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang; Desa
terencana dan memerlukan dukungan aparat desa Ulaweng Riaja, Kabupaten Bone; Desa Babak Kecamatan Lembak
Kabupaten Muara Enim,

Desa Sawe kecamatan Huu Kabupaten Dompu; Desa Sukawening


Deklarasi Stop BABS memicu daerah lainnya untuk
Kecamatan Ganeas Kabupaten Sumedang, dan Kabupaten
melakukan hal yang sama
Pandeglang
Peluang usaha penyediaan fasilitas sanitasi
dasar paska pemicuan Stop BABS mempercepat Desa Begendeng, Kecamatan Jaikalen, Kabupaten Nganjuk
pencapaian Stop BABS

50
Pendanaan
Pembelajaran Lokasi

Opimalisasi sumber daya yang telah tersedia di


daerah dengan mengadopsi program Stop BABS Kabupaten Sumedang
kedalam program yang telah berjalan

Desa Sungai Rangas Hambu Kecamatan Martapura Barat,


Masyarakat mempunyai inisiaif sendiri dalam Kabupaten Banjar Baru; Bengkel Sanitasi desa Bocor Kabupaten
menyelesaikan keterbatasan pendanaan, melalui Kebumen; Jorong Padang Doto kecamatan Sijunjung, Kabupaten
arisan jamban atau kredit bahan bangunan Sawahlunto Sijunjung; Kelompok Arisan Jamban Desa Rorurangga
Pulau Ende; Desa Salam Harjo Kabupaten Bengkulu Utara
Perubahan skema dana bergulir menjadi non
Lokasi WSLIC2 dan CWSHP di Indonesia
subsidi lebih menjanjikan
Sosial Budaya
Pembelajaran Lokasi

Kampiun terutama kaum perempuan sebagai


Kabupaten Muara Enim, Sumedang, Grobogan, Lumajang, Ciamis,
penggerak utama program Stop BABS dan
Dompu, Serang, Pandeglang dan Sawahlunto Sijunjung
pendorong utama perubahan perilaku masyarakat

Dengan memahami karakterisik sosial budaya


daerah akan mempermudah proses pemicuan
Kabupaten Sumbawa, Bogor dan Pulau Ende
sebagai iik awal proses perubahan perilaku
masyarakat

Pemilihan waktu pemicuan menentukan


keberhasilan pelaksanaan program Stop BABS,
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung dan Pandeglang
misalnya dengan memperhaikan kalender musim,
waktu bekerja atau cuaca

Sambil bermain dan bernyanyi anak-anak dapat


Kabupaten Serang, Grobogan dan Sawahlunto Sijunjung
berperan dalam pemantauan praktek BABS

Menciptakan persaingan antarkomunitas dalam


mencapai hasil pemicuan mendorong percepatan Kabupaten Grobogan, Dompu, Trenggalek
pencapaian Stop BABS

Teknologi
Pembelajaran Lokasi

Masyarakat berhasil menemukan teknologi


sederhana yang sesuai dengan kemampuannya Desa Sukadame, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Pandeglang
dalam upaya untuk mencapai Stop BABS

Kondisi daerah yang sulit secara teknis idak


Desa Segarau, Kecamatan Tebas, Kabupaten Sambas
mustahil untuk dilakukan pemicuan

Masyarakat memanfaatkan pengetahuan


yang dimilikinya dalam mengatasi kendala Desa Cemeng, Kecamatan Donorejo, Kabupaten Pacitan
pembangunan sarana

Keberadaan bengkel sanitasi membantu


masyarakat memperoleh jamban dengan harga Desa Bocor Kabupaten Kebumen
terjangkau

Penerapan konsep jenjang sanitasi yang


mendorong masyarakat meningkatkan kualitas
sarana jamban mereka menuju jamban yang kuat, Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Pandeglang dan Sumedang
aman, nyaman dan sehat, dapat terwujud jika
dilakukan pendampingan ruin

51
DAFTAR PUSTAKA

Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Laporan Perkembangan


Pencapaian Tujuan Pembangunan Millennium Indonesia.
Jakarta, 2007.
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional. Kita Suarakan MDGs
Demi Pencapaiannya di Indonesia 2007/2008. Jakarta, 2007.
Bappenas, Departemen Pemukiman dan Prasarana Wilayah,
Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri,
Departemen Keuangan. Kebijakan Nasional Pembangunan
Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Berbasis Masyarakat,
Jakarta 2003
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Buku
Petunjuk Teknis Bebas dari Buang Air Besar Sembarangan
(BBABS)/ Community Led Total Sanitaion (CLTS) untuk
Fasilitator. Jakarta, 2008.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan. Strategi
Nasional Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. Jakarta, 2008.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kerjasama
dengan Kelompok Kerja Nasional Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan. Petunjuk Teknis Stop Buang Air Besar Sembarangan
untuk Fasilitator. Jakarta, 2008.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kerjasama
dengan Kelompok Kerja Nasional Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan. Pedoman Pelaksanaan Stop Buang Air Besar
Sembarangan. Jakarta, 2008.
Dwi As Seianingsih, Sumadi. Pengusaha Jamban dari Jaikalen.
Kompas, 29 Desember 2009
Jamasy, Owin. CLTS Acion Learning Study (peneliian), Kerjasama
Laboratorium Ilmu dan Pengkajian Pembangunan Indonesia
dengan Insitute of Development Studies at the University of
Sussex, Brighton. Jakarta 2008
Kar, Kamal and Chambers, Robert. Handbook on Community-Led Total
Sanitaion. Plan UK and Insitute of Development Studies at
the University of Sussex. Brighton, 2008.

52
Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan Nasional.
“Mencapai Target MDG Sanitasi melalui STBM”. Majalah
Percik, Desember, 2008.
Mungkasa Oswar, ed. Pembangunan Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan di Indonesia, Pembelajaran dari Berbagai
Pengalaman, Kelompok Kerja Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan. Bappenas – Plan Internaional Indonesia, Jakarta
2008,
Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi. Selayang Pandang Program
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat. 2009
Priyono, Edy. Dimensi Kelembagaan Dalam Penyebaran CLTS di
Indonesia (peneliian), kerjasama Akademika dengan Insitute
of Development Studies at the University of Sussex. Brighton,
2008
Water Sanitaion Policy and Acion Planing Project – Plan Internaional
Indonesia. Millennium Development Goals Menuju Indonesia
2015. Jakarta 2008.
Water Sanitaion Policy and Acion Planing Project. Laporan
Pelaksanaan Lokakarya Nasional, Konsolidasi Pembelajaran
Pelaksanaan Pembangunan Sanitasi Dengan Pendekatan
Berbasis Masyarakat di Indonesia, Bogor, Jawa Barat. Jakarta
2009.
Water Sanitaion Policy and Acion Planing Project, Kelompok
Kerja Air Minum Penyehatan Lingkungan Nasional. Strategi
Keberlanjutan Progam Pembangunan Air Minum dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta, 2008.

53
Lampiran 1

Kabupaten Sumedang menuju Kabupaten Stop BABS


Tahun 2012

Kabupaten Sumedang merupakan satu diantara segelinir


kabupaten yang telah mencanangkan menjadi kabupaten Stop
BABS, bahkan lebih cepat dari target RPJMN 2014, yaitu tahun
2012. Target ini seperinya dapat tercapai dengan menyimak
keberhasilan Kabupaten Sumedang meningkatkan akses sanitasi
dasar melalui program STBM. Peningkatan populasi penduduk
yang mempunyai akses terhadap jamban meningkat tajam dari
58 persen (sebelum STBM/2007) menjadi 69 persen (setelah
STBM/2009), yang berari peningkatan antara 3-5 persen per
tahun. Sebagai perbandingan, sebelum STBM diterapkan,
peningkatan akses jamban hanya sebesar 0,05 persen per tahun.
Untuk itu, Kabupaten Sumedang memperoleh penghargaan
Mandala Karya Bhaki Husada Antala dari Menteri Kesehatan.

Perkembangan jumlah desa yang sudah mencapai Stop


BABS/ODF per tahun 2009, telah mencapai 24 desa. Pencapaian
tersebut melalui berbagai program yaitu Klinik Sanitasi, PPK-IPM,

DESA KECAMATAN, PROGRAM dan TAHUN

1. Sukawangi Pamulihan (Klinik Sanitasi) 2006


2. Sukawening (Stop BABS menuju 5 pilar) Ganeas (swadaya) Kader PPK IPM
3. Neglasari Darmaraja (swadaya)
4. Pasigaran Tanjungsari (swadaya) Kader PPK IPM
5. Sirnamulya Situ (Pamsimas 2008)
6. Cacaban Conggeang (Pamsimas 2008)
7. Karangbungur (Stop BABS menuju 5 pilar) Hariang (Pamsimas 2008)
8. Jaisari (Stop BABS menuju 5 pilar) Tanjungsari (swadaya) PPK IPM
9. Gunturmekar Sukamantri (Klinik Sanitasi)
10. Citali (Stop BABS menuju 5 pilar) Pamulihan (Pamsimas 2009)
11. Tanjungwangi (Stop BABS menuju 5 pilar) Tanjungmedar (Replikasi 2008)
12. Tanjungmulya Tanjungkerta (swadaya)
13. Cilembu Haurngombong (swadaya) PPK IPM
14. Sukapura (Stop BABS menuju 5 pilar) Wado (Pamsimas 2008)
15. Margajaya Margajaya (Pamsimas 2008)
16. Cibeusi Jainangor (Klinik Sanitasi)
17. Cijeruk Pamulihan (Klinik Sanitasi)

54
Pamsimas, bahkan swadaya masyarakat. Menariknya lagi bahwa
setelah mencapai Stop BABS, 13 desa mulai melaksanakan pilar
lainnya dari program STBM. Selengkapnya pada tabel berikut.

Selain itu, 7 (tujuh) desa di Kecamatan Tanjungmedar


juga telah menjadi desa Stop BABS melalui program Klinik
Sanitasi, dan Desa Siaga dari Dinas Kesehatan Kabupaten
Sumedang, sehingga sampai bulan Maret 2010 jumlah desa
yang sudah Stop BABS/ODF adalah 24 desa.

Untuk pengelolaan sampah rumah dan limbah cair


rumah tangga, pemerintah daerah telah bekerja sama dengan
LSM Sumedang Sehat Sejahtera, dengan menerapkan azas
pemberdayaan usaha dan pendampingan pengelolaan mulai
dari pemilahan sampah sampai dengan pemasaran hasil daur
ulang sampah, pemanfaatan sampah menjadi biogas, maupun
kompos. Program ini telah berlangsung di 7 Desa, yaitu (i)
Banjarsari, (ii) Sukawening, (iii) Pasigaran, (iv) Karang Bungur, (v)
Tanjungsari, (vi) Gudang, (vii) Cipancar.

Pencapaian tersebut di atas, dilakukan dengan cara


mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam program yang telah
berjalan. Tentunya hal ini dapat dengan mudah dilakukan karena
pada dasarnya kegiatan Stop BABS adalah bagian dari kegiatan
PHBS. Sebagai contoh adalah upaya Dinas Kesehatan Kabupaten
Sumedang, Jawa Barat mengadopsi kegiatan Stop BABS kedalam
kegiatan terkait seperi Program Pengembangan Kompetensi-
Indeks Prestasi Manusia (PPK-IPM), Program Desa Siaga dan
Klinik Sanitasi. Sehingga biaya tambahan dalam melaksanakan
program Stop BABS dapat diminimalkan. Misalnya saja,
pembiayaan kegiatan pelaihan Stop BABS dibiayai dari dana PPK-
IPM dan Desa Siaga yang dilakukan di desa. Sedangkan kegiatan
pemicuan dibiayai dari anggaran Klinik Sanitasi. Disamping itu,
kegiatan di Klinik Sanitasi diarahkan untuk melakukan pelaihan
Stop BABS bagi kader-kader Posyandu. Selain itu, kegiatan
Stop BABS Kabupaten Sumedang juga telah dipadukan dengan
kegiatan sejenis dalam program nasional PAMSIMAS. Tidak
hanya itu, kegiatan Stop BABS juga telah masuk dalam proses
Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) di
ingkat kecamatan dan kabupaten.
55
Selain dari sumber dana pemerintah, Dinas Kesehatan
Kabupaten Sumedang mulai memanfaatkan dana Corporate
Social Responsibility ( CSR) dari Bank Jabar untuk program
Desa Binaan. Program Stop BABS menjadi salah satu bagian
dari program tersebut yang dimulai tahun 2010 di 10 desa di
Kabupaten Sumedang.

Salah satu strategi yang berdampak signiikan adalah


pemaduan kegiatan program Stop BABS kedalam kegiatan ruin
pembangunan di kabupaten Sumedang, sehingga nuansa program
Stop BABS sebagai sebuah proyek yang bersifat sementara menjadi
sirna. Dimulai dari pelaihan kepada petugas sanitarian Puskesmas
dan Kader Posyandu/Dasawisma, kemudian dilanjutkan dengan
kegiatan pemicuan di seiap dusun oleh kader Posyandu yang
dikoordinir oleh sanitarian Puskesmas. Seiap kader melakukan
pencatatan atas perubahan perilaku yang dilakukan oleh masyarakat
paska pemicuan, pencatatan dengan formulir yang disiapkan oleh
Dinas Kesehatan. Kompilasi data perkembangan dari seiap dusun
dan desa dilakukan oleh Puskesmas dan Dinas Kesehatan. Setelah
pemicuan, kader Stop BABS melakukan pemicuan lanjutan di
Posyandu, Arisan dan Pengajian, Pertemuan RT serta melakukan
kunjungan rumah. Adanya keterlibatan tokoh agama juga sangat
mendukung dalam memberi pemahaman tentang perlunya
kebersihan diri dan lingkungan.

Pemicuan yang dilakukan ternyata berdampak pada


ingginya antusiasme masyarakat. Terlihat dari biaya yang
dikeluarkan oleh masyarakat relaif cukup besar dan tanpa subisidi,
yang berkisar antara Rp. 750 ribu sampai Rp. 5 juta. Selain itu,
kesadaran masyarakat pun idak hanya bersifat individual tetapi
bahkan menjadi sebuah gerakan. Misalnya saja, masyarakat yang
telah membangun jamban melakukan teguran bagi warga lainnya
yang masih melakukan BAB di saluran irigasi atau di sembarang
tempat. Ada juga kesediaan dari warga yang telah memiliki jamban
untuk ditumpangi oleh warga yang belum memiliki jamban, oleh
karena itu beberapa jamban dibangun di bagian luar rumah/
idak di dalam rumah. Sehingga, masyarakat terpicu untuk
berubah perilakunya disebabkan karena rasa malu dan idak enak
mengganggu ketenangan tetangga karena bau yang diimbulkan
inja.
56
Untuk memberikan apresiasi kepada masyarakat yang
sudah mencapai desa Stop BABS, telah dilakukan deklarasi dan
pemberian seriikat Stop BABS/ODF oleh Bupai Sumedang.
Sebagai contoh desa Sukawening, kecamatan Ganeas, kabupaten
Sumedang, yang memulai kegiatan pemicuan pada tahun 2007,
menjelang akhir tahun 2008 mencapai ODF,

Dalam rangka pendataan atas kemajuan program


Stop BABS, kabupaten Sumedang melaksanakan monitoring
melalui kunjungan rumah oleh Kader Dasa Wisma. Selain itu
dipergunakan Siker STBM melalui Program Lingkungan Sehat
Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, maupun PAMSIMAS.
Hasil pemantauan kader tersebut kemudian dicatat dalam
format laporan yang disiapkan Dinas Kesehatan Sumedang,
untuk kemudian direkapitulasi sehingga akhirnya pengelola
program STOP BABS mendapatkan laporan perkembangan
program STOP BABS bulanan.

Beberapa kunci keberhasilan Kabupaten Sumedang


diantaranya adalah (i) melakukan internalisasi program Stop
BABS/STBM kedalam program pemerintah daerah. Proses
internalisasi ini idak hanya dalam bentuk adopsi program
Stop BABS kedalam program pemerintah daerah tetapi juga
mengusulkan program Stop BABS melalui jalur musrenbang; (ii)
adanya dukungan pengambil keputusan, baik eksekuif maupun
57
legislaif; (iii) pemanfaatan sumber dana lain di luar dana
pemerintah seperi dana CSR; (iv) pemberian insenif berupa
piagam penghargaan kepada desa Stop BABS; (v) keberadaan
kampiun baik pegawai pemerintah maupun masyarakat yang
berjuang dengan sepenuh hai dalam pelaksanaan program
Stop BABS.

58
Lampiran 2

Paduan Promosi dan Internalisasi Program Mendorong


Percepatan Program Stop BABS di Kabupaten Trenggalek

Kabupaten Trenggalek, dengan jumlah penduduk


sebanyak 364.877 jiwa adalah salah satu kabupaten lokasi
program Total Sanitaion dan Sanitaion Markeing (TSSM).
TSSM merupakan implementasi program Stop BABS di Jawa
Timur yang didanai oleh Yayasan Bill Gates.

Deklarasi desa Stop BABS pertama kali pada tanggal 14


Mei 2008 oleh bupai. Sampai akhir Februari 2010, telah dipicu
sebanyak 289 komunitas, dengan hasil 118 komunitas yang
mencapai ODF, yang terdiri dari 29 desa dan 67 dusun atau telah
terjadi peningkatan akses bagi 66.563 penduduk (Lokakarya
Nasional CLTS PAMSIMAS, 25-28 Maret 2010). Sejauh ini desa
Stop BABS juga sudah mulai diperkenalkan dengan pilar kedua
STBM yaitu cuci tangan pakai sabun (CTPS).

Pencapaian tersebut dilakukan dengan mendasarkan


pada pendekatan tanggap terhadap kebutuhan (demand
responsive) yang merupakan persyaratan utama dalam
pelaksanaan program stop BABS. Secara sederhana, ini dapat
berari bahwa program Stop BABS hanya dilaksanakan pada
lokasi atau daerah yang menunjukkan adanya kebutuhan yang
ditandai dengan adanya minat dan komitmen terhadap program
ini. Upaya yang biasanya dilakukan untuk mendorong imbulnya
kebutuhan tersebut adalah melalui diseminasi dan advokasi
pada awal program. Langkah tersebut kemudian diindaklanjui
melalui upaya internalisasi program Stop BABS kedalam program
pemerintah daerah.

Proses internalisasi program Stop BABS di kabupaten


Tranggalek terlihat dari dukungan pemerintah daerah yang
ditunjukkan melalui (i) penerbitan Surat Keputusan Bupai
Nomor 15 Tahun 2009 tentang Pelaksanaan Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat; (ii) penyediaan anggaran dana pendukung
program dari APBD Tahun 2009 sebanyak Rp. 400 juta;

59
Melanjutkan upaya internalisasi tersebut, pada
tahun 2010 langkah-langkah yang akan digunakan dengan
memanfaatkan dana APBD diantaranya (i) pengalokasian
anggaran untuk semua desa, (ii) pelaihan fasilitator baru, (iii)
pelaihan tukang oleh ITS, (iv) pemicuan seluruh desa secara
bertahap, (v) memantapkan lembaga yang sudah terbentuk dan
membentuk lembaga di desa sasaran baru; (vi) memanfaatkan
sekolah (dan anak sekolah) dalam pemantauan, (vii) menyelipkan
kegiatan TSSM pada kegiatan apapun seperi Safari Ramadhan
Bupai; (viii) melibatkan lintas instansi terkait.

Upaya internalisasi tersebut didukung oleh upaya p


romosi melalui berbagai saluran dan bentuk diantaranya (i)
promosi lewat siaran radio seperi RKPD, ADS, Kamajaya, Dimas
Suara untuk acara Diskusi Interakif, (ii) perkembangan TSSM
dipantau oleh im Humas Kabupaten, dan seiap ada momen
pening segera dimuat di media massa lokal, (iii) himbauan bagi
masyarakat oleh bupai di media JAWA POS, (iv) upaya deklarasi
sebagai alat promosi, dengan mengundang tokoh (bupai,
dewan, bappekab, semua camat LOI, kepala desa), aparat dari
wilayah lain agar mereka terpicu untuk mereplikasi hal yg sama,
(v) melibatkan tokoh agama (Kyai dan Nyai), (vi) promosi lewat
lealet, poster, (vii) penempelan siker untuk rumah yang sudah
memiliki dan belum meiliki jamban sehat , (viii) peta sosial
sebagai alat pemantauan dan memicu ulang masyarakat.

Selain itu, pemberian insenif juga dilakukan dalam


bentuk penghargaan untuk desa Stop BABS, termasuk juga
pemberian seriikat bagi komunitas Stop BABS.

Sebelum Pemicuan Pemicuan Pasca Pemicuan


Keadaan Trenggalek Sebelum Tahapan dalam foto pemicuan, Model Jamban yang dibuat
pemicuan CLTS, banyak perkenalan dan bina suasana, warga bermacam macam dari
ditemukan “tai” dibawah pohon, pemetaan, transect jumbleng berdinding sak semen,
kebun, sungai bambu serta closed/ leher angsa

60
Lampiran 3

Dipicu, Terpicu, dan Memicu.


Pengalaman PCI Indonesia dalam
mengimplementasikan Program Stop BABS

Bagaimana proses perkenalan PCI dengan pendekatan CLTS ?

Project Concern Internaional (PCI) pada akhir tahun


2003 mulai melaksanakan proyek Child Health Opportuniies
Integrated with Community Empowerment/CHOICE (Warga
Akif Hidup Anak Sehat – WAHANA Sehat) di wilayah Kabupaten
Pandeglang, provinsi Banten. Terdapat 5 kecamatan yang
menjadi lokasi kegiatan, yaitu kecamatan Sakei (10 desa), Paia
(2 desa), Sukaresmi (3 desa), Pagelaran (10 desa), dan Angsana
(5 desa). Pemilihan lokasi sasaran ini salah satunya berdasarkan
criteria cakupan sarana air bersih dan sanitasi yang rendah.

Pada pertengahan perjalanan proyek, PCI memperoleh


informasi adanya suatu metode/pendekatan baru dalam
transformasi perilaku sanitasi masyarakat, yaitu Community-Led
Total Sanitaion (CLTS) yang diperkenalkan oleh WSP-EAP World
Bank di Indonesia pada Oktober tahun 2005.

Awal perkenalan dengan CLTS dimulai keika bertemu


dengan Agus Priatna yang pada saat itu bertugas sebagai
fasilitator WASPOLA untuk wilayah provinsi Banten. Setelah
menerima penjelasan CLTS yang salah satu keunggulannya
adalah pada perubahan perilaku dan pembangunan swadaya
oleh masyarakat (tanpa subsidi), maka PCI meminta kepada
WASPOLA untuk memperoleh pelaihan pelaih (Training of the
Trainer/TOT) tentang CLTS.

Pada Desember 2005, WASPOLA bersama dengan


Pokja AMPL melaksanakan TOT CLTS kepada PCI. Selanjutnya
pada Januari 2006, PCI langsung mulai melakukan pemicuan ke
masyarakat dengan menurunkan fasilitator-fasilitator yang telah
memperoleh TOT ke lokasi-lokasi sasaran kegiatan CHOICE.

61
Apa yang mendorong tertarik dengan CLTS ?
Pada dasarnya terdapat 2 (dua) alasan utama mengapa PCI
berharap besar dengan pendekatan CLTS, yaitu:

• Prevalensi diare di lokasi kegiatan CHOICE cukup inggi,


namun idak tersedia alokasi dana untuk kegiatan
sanitasi.
• Belajar dari kegagalan proyek sanitasi yang lalu
(pemerintah, LSM, termasuk PCI di Aceh) yang terlalu
mengutamakan infrastruktur dan mengenyampingkan
soal budaya dan perilaku masyarakat, sehingga sarana
yang telah dibangun tetap terbengkalai idak
dipergunakan masyarakat.

Upaya apa yang telah dilakukan ?

Sampai Mei 2006, sudah hampir 5 bulan berjalan,


namun masyarakat masih tetap belum berubah perlakunya
dalam BAB dan belum membuat jamban keluarga. Masyarakat
tetap saja BAB di kebun, sungai, saluran irigasi dan berbagai
tempat terbuka lainnya. Masyarakat masih belum sepenuhnya
terpicu untuk merubah perilaku sanitasinya. “Kegagalan” ini
mendorong PCI untuk melakukan studi banding pada bulan Mei
2006 ke Kabupaten Musi Banyuasin dan Lumajang yang telah
berhasil dalam pelaksanaan pendekatan CLTS. Bahkan idak
hanya staf PCI yang melakukan studi banding, selang idak lama
kemudian PCI juga mengajak Camat, Dokter Puskesmas dan
Kepala Desa untuk juga belajar ke Kabupaten Musi Banyuasin
dan Lumajang.

Kekurang tepatan strategi pemicuan menjadi pangkal


“kegagalan” PCI dalam menerapkan pendekatan CLTS di
Kabupaten Pandeglang. Belajar dari hasil studi banding ke
Kabupaten Lumajang dan Musi Banyuasin, maka PCI melakukan
perubahan strategi pemicuan dari langsung oleh fasilitator
kepada masyarakat diubah dengan mengikutsertakan kader-
kader posyandu, karang taruna, pemimpin informal, LSM
lokal, organisasi keagamaan dan aparat pemerintah setempat.
Pemicuan sekarang menjadi aksi kolekif seluruh komponen
masyarakat setempat.
62
Per Desember 2006, 6 bulan setelah pemicuan ulang
dengan strategi baru, sebanyak 2.000 jamban keluarga telah
dibangun secara swadaya oleh masyarakat. Arinya, dalam
tempo hanya 6 bulan, paling idak ada 2.000 rumah tangga
yang telah mengubah perlakunya dari BAB di tempat-tempat
terbuka menjadi menggunakan sarana jamban masing-masing
di rumahnya. Sekarang jamban bukan hanya sekedar sarana
sanitasi, namun telah menjadi kebanggaan yang meningkatkan
posisi sosial mereka di lingkungan.

Sampai dengan berakhirnya proyek CHOICE pada


September 2007, telah dilakukan pemicuan terhadap 96
kampung dari 120 kampung di 29 desa di 10 kecamatan lokasi
sasaran. Sebanyak 18 kampung telah dinyatakan Stop BAB di
sembarang tempat (open defecaion free - ODF). Pengguna
jamban meningkat dari 20.9% menjadi 63.6% di kampung-
kampung yang sudah dipicu. Sebagai penghargaan, PCI
bekerjasama dengan LSM lokal LAZ HARFA memberikan sarana
air bersih kepada kampung-kampung yang telah ODF.

Keberlanjutan dan perluasan

Pemicuan atau triggering sekarang menjadi “kata”


yang merakyat di lokasi-lokasi sasaran proyek dan sekitarnya.
Kata itu pula yang menjadi kata kunci dan mengawali kegiatan
kampanye sanitasi PCI dan juga sekarang digunakan oleh kawan-
kawan LSM, kader posyandu, sanitarian, pemimpin informal dan
aparat pemerintah lokal (desa dan kecamatan) di Kabupaten
Pandeglang. Keberlanjutan menjadi kata kunci berikutnya,
dan bagaimanakah PCI melakukan upaya-upaya agar terjamin
keberlanjutan dari apa yang telah dihasilkan?

 Mempersiapkan staf proyek dan mitra untuk menerapkan


pendekatan CLTS :

 • Membangun kemitraan dengan pemerintah (Bappeda,
 Dinas Kesehatan, Pokja AMPL, Pemerintah Kecamatan
 dan Puskesmas)

63
• Memberikan pelaihan kepada staf proyek dan mitra
kerja, termasuk LSM lokal dan organisasi keagamaan
(Aisyiyah dan Muhammadiyah)
 Advokasi kepada semua pemangku kepeningan di semua
ingkatan.Program Air Bersih dan Sanitasi dilanjutkan oleh
LSM lokal mitra PCI (LAZ HARFA) di 10 desa. Sampai
 April 2008, ada tambahan 3 kampung yang Stop BAB
sembarangan.
 Proses pemicuan tetap dilanjutkan oleh Puskesmas dan LSM
mitra (LAZ HARFA).
 Pembangunan jamban dan peningkatan kualitas jamban
terus dilanjutkan oleh masyarakat.
Tidak hanya itu, PCI juga melakukan berbagai kegiatan untuk
memperluas penerapan metode/pendekatan CLTS. Berbagai
upaya yang telah dilakukan adalah:

• “Scaling up” ke proyek PCI lainnya.


• Membantu Pokja AMPL memperkenalkan CLTS ke kabupaten
lainnya di Provinsi Banten
• Membagi pengalaman, pengetahuan dan keterampilan
kepada lembaga lain ( LSM lokal dan internasional, perguruan
inggi, dan lain-lain).

64
• Memperkenalkan pendekatan CLTS kepada provinsi/
kabupaten lain (Kabupaten Nabire, Tangerang, Lebak dan
Serang, propinsi Aceh dan DIY)
• Memperkenalkan CLTS kepada LSM lain dan LSM
Internasional (World Relief, Islamic Relief, CCF, Care).
• Promosi pendekatan CLTS terus dilanjutkan oleh eks staf PCI
melalui berbagai lembaga/proyek.
• Membantu Yayasan Pancur Kasih, Penis division,
menerapkan pendekatan CLTS di 7 desa di Kecamatan
Ambawang, Kabupaten Ponianak dan 7 desa di Kecamatan
Karangan Kabupaten Landak, Kalimantan Barat dan Surfaids
di Pulau Nias.

(Diedit dari tulisan Dipicu, Terpicu dan Memicu, Dr Agusin


Raintung, Health Advisor PCI Indonesia, Majalah Percik,
Juni 2009 )

65
Lampiran 4

Keterlibatan Semua Lapisan Masyarakat:


Kunci Kesuksesan Program Sanitasi “CLTS” Desa Panimbo

Kesehatan lingkungan, bagi sebagian masyarakat


perdesaan, masih belum dianggap sebagai hal yang pening dan
mendesak. Salah satunya adalah urusan buang air besar. Bagi
mereka BAB di sungai, ladang dan kebun merupakan hal yang
lumrah dan wajar dilakukan, toh mereka juga merasa jarang
mengalami sakit.

Salah satu desa yang mempunyai kebiasaan seperi


diatas adalah warga di desa
Panimbo, yang berada di paling
ujung barat laut Kabupaten
Grobogan, Jawa Tengah. Desa
Panimbo berada di Kecamatan
Kedungjai yang berjarak kurang
lebih 40 km dari pusat kota
Kabupaten Grobogan. Akses jalan
Desa Panimbo berada di balik Bukit yang sulit dan jarak yang cukup
yang hutannya sudah gundul dan jauh dari kota kecamatan, sumber
letaknya jauh dari pusat kota, akses
jalan masuk ke desa juga susah daya alam yang minim (sebagian
besar wilayahnya dikelilingi oleh
kawasan hutan milik Perhutani yang sudah gundul), kesulitan
mencari sumber air adalah hal yang biasa terutama pada
saat musim kemarau. Kondisi ini menjadikan desa Panimbo
menjadi salah satu desa yang dianggap desa teringgal. Dengan
jumlah penduduk 563 KK
dan terdiri dari 2352 jiwa
Desa Panimbo pada awalnya
hanya mempunyai sekitar 170
buah jamban yang semuanya
berasal dari program bantuan,
bukan jamban yang dibangun
oleh mereka sendiri. Hal ini
menjadikan indikasi bahwa Pak Shoubari dari Puskesmas Kedungjai
ada persoalan pada kesehatan saat memfasilitasi pemicuan di desa
lingkungan terutama untuk Panimbo
66
kebiasaan BAB disembarang
tempat. Pada saat musim
kemarau pemandangan orang
BAB di sungai sudah menjadi
lukisan alam pedesaan
Panimbo. Beberapa program
yang sudah digulirkan untuk
menyelesaikan permasalahan
sanitasi ini baik dari pemerintah Proses saat ToT CLTS berlangsung
maupun pihak swasta di Purwodadi Kab. Grobogan
belum juga menyelesaikan
permasalahan tersebut, kalaupun ada keberhasilan program
tersebut hanya bersifat setempat dan idak secara menyeluruh
untuk wilayah desa.

Program CLTS adalah bagian program WES Plan Indonesia


Grobogan, yang diawali TOT CLTS dengan mengikutsertakan
beberapa warga serta tokoh dari Desa Panimbo. Setelah
menyelesaikan pelaihan CLTS, warga Panimbo melalui im CLTS
desa langsung melakukan koordinasi dengan im CLTS Kecamatan
Kedungjai, perangkat pemerintahan desa dan relawan desa di
Puskesmas membahas pemicuan di desanya yang terdiri dari 9
dusun.

Pemicuan perdana dilakukan di Dusun Plosorejo yang


terdiri dari 85 KK. Pemicuan ini dilakukan dengan kerjasama
antara im CLTS Kecamatan Kedungjai, Puskesmas Kedungjai
(Shoubari, Riyanto dan Agus), Relawan desa Panimbo (Santo,
Bandi dan Susanto), Bidan
Desa Panimbo, Petugas
Lapangan Plan Internaional
Desa Panimbo (Nugie)
dan Desa Sendangharjo
- Karanganyar (Sumiyai)
dan WES Facilitator Plan
Grobogan.

Ibu – ibu PKK, Kader Posyandu dan Ibu Pada saat proses
Bidan Panimbo juga ikut mensukseskan
program CLTS di desa. pemicuan (“pemicuan”
terhadap rasa jijik, rasa malu,
67
rasa takut sakit, rasa berdosa dan rasa tanggung jawab yang
berkaitan dengan kebisaaan BAB di sembarang tempat ) ternyata
menimbulkan kesadaran yang luar biasa dari masyarakat,
sehingga pemicuan awal ini berjalan dengan lancar dan bagus.
Warga yang terpicu ini sebagian besar adalah warga yang belum
punya jamban keluarga dan biasa buang air besar (BAB) di sungai.
Mereka mau secara sadar membangun jamban demi kesehatan
keluarga mereka dan dusunnya tanpa ada unsur paksaan.

Saat pemicuan ini terlihat antusiasme masyarakat


untuk berkomitmen agar desanya segera terbebas dari inja
yang berserakan dimana -
mana, terutama di sungai
yang sudah menjadi kebiasaan
mereka bertahun - tahun.
Dalam pemicuan ini terbentuk
im CLTS RT yang terdiri dari
3 orang yang akan memantau
kegiatan pembuatan jamban di
Pada saat pemicuan siswa – siswi
SD Panimbo wilayahnya. Para tokoh desa dan
agama juga terlibat akif dalam
kegiatan ini. Monitoring dimulai
dan dilaksanakan hari itu juga
setelah pemicuan selesai karena
masing-masing wilayah RT
saling berlomba – lomba untuk
Pada saat transek di sungai membukikan pencapaian Stop
belakang SD Panimbo BABS.

Dalam program CLTS ini PKK dan Kader Posyandu juga


terlibat akif untuk memantau kegiatan CLTS ini. Tim dari PKK
dan Kader Posyandu saling bekerjasama dengan memberikan
kesadaran peningnya kesehatan lingkungan sekaligus
memantau apakah jamban yang dibuat sudah dimanfaatkan.

Pemicuan idak hanya dilakukan oleh orang dewasa saja,


tetapi untuk mewujudkan sanitasi total yang sesungguhnya,
perlu melakukan koreksi dan pemicuan disemua lini, salah
satunya adalah dengan melakukan pemicuan untuk siswa SD.
Yang diikutsertakan adalah siswa kelas 4, 5 dan 6 SD. Pemicuan
68
dilakukan setelah jam sekolah
usai sehingga idak mengganggu
kelancaran kegiatan belajar
mengajar di sekolah.

Hal yang menarik


dari pemicuan di SD Panimbo
ini, di dapat informasi bahwa
semua orang tua siswa ini Bapak kerja bangunan di Jakarta
idak menyurutkan semangat
ternyata sudah membuat Ibu Pari untuk memiliki dan
jamban sederhana, serta sudah membikin Jamban

menggunakan jamban tersebut,


dan memberikan hasil yang
cukup signiikan. Sehingga dari
pemicuan di SD – SD Panimbo
ini melahirkan kelompok anak
yang di desa berfungsi sebagai
polisi inja yang seiap saat mau Nenek beserta jambannya yang
memberikan sumbangsih demi dibantu secara gotong – royong
bersama warganya
tercapainya sanitasi total.

Pada saat melakukan pemantauan, salah satu hal


yang menarik adalah kunjungan di Dusun Plosorejo dimana di
dusun ini sudah mencapai 100% Stop BAB. Meskipun jamban
yang dibuat adalah jamban yang sederhana, terkadang masih
ada yang masih dalam bentuk lubang saja tanpa ada dinding
dan penutup atap, yang membuat lubang justru dilakukan oleh
ibu – ibu itu sendiri, karena suami ada di luar daerah kerja di
bangunan.

Khusus di Dusun Pablengan ada 2 jamban milik nenek yang


sudah janda, pembangunannya dibantu oleh pemuda dusun yang
bersangkutan dengan sistem gotong.

Pada saat makan siang di warung ada hal yang menarik


dimana perbincangan dan pembicaraan yang dilakukan di warung
nasi ini justru topiknya adalah tentang inja dan malunya orang
tua terhadap perilaku BAB di sungai serta tentang kesadaran
untuk berubah dan membuat jamban sendiri.

69
Lain cerita dari Dusun
Beran, ada orang dewasa yang
BAB di sungai kemudian di
ganggu anak–anak dan dibikin
malu, kemudian ada kejadian
dimana sekolah SMP yang ada
di desa Panimbo di datangi oleh
warganya dan ternyata tanpa
disangka mereka membuat
lubang untuk jamban secara Jamban dengan menggunakan tutup
dan ember bekas cat tembok
gotong – royong, kemudian
kepala sekolahnya didatangi agar segera membeli jamban.
Para orang tua warga di desa itu idak terima jika anaknya yang
sekolah disitu harus BAB sembarangan atau di sungai, tetapi
harus BAB di jamban atau di WC Sekolah.

Itulah beberapa fenomena menarik yang menjadi


bagian catatan tersendiri dari Desa Panimbo. Proses pemicuan
yang belum genap 1 bulan telah mencapai hasil yang luar biasa,
dimana dalam jangka waktu kurang dari 1 bulan ini Panimbo
telah terbebas dari BAB di sembarang tempat, dan idak ada lagi
BAB di sungai atau di hutan. Ini sebuah prestasi yang luar biasa.

Keterlibatan dari berbagai pihak, masyarakat laki – laki


dan perempuan, anak – anak, puskesmas dan instansi terkait
di ingkat kabupaten semakin mendorong keberhasilan proses
kegiatan CLTS ini. Harapannya keberhasilan awal Desa Panimbo
ini dapat menjadi iik awal buat pemerintah untuk program–
proram sanitasi yang lain demi tercapainya sanitasi total berbasis
masyarakat.

(Diringkas dari Catatan Pembelajaran CLTS Desa Panimbo,


Catur Adi Nugroho, WES facilitator Plan Indonesia Grobogan).

70
Lampiran 5

Desa Sawe Kabupaten Dompu:


Desa Pertama yang Menjawab Tantangan Menteri Kesehatan
di NTB

Pada tanggal 21 Agustus 2008 lalu, Menteri Kesehatan


Dr. dr. Sii Fadilah Supari, Sp.J(PK) membuka Konferensi Nasional
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga (Konas PAM-RT) dan
meluncurkan 10.000 desa kegiatan Sanitasi Total Berbasis
Masyarakat (STBM), di Jakarta. Lima hari berselang setelah itu,
tepatnya tanggal 26 Agustus 2008, masyarakat Desa Sawe, yang
berada di wilayah Kabupaten Dompu Provinsi Nusa Tenggara
Barat, telah menjawab tantangan tersebut dengan berani
mendeklarasikan desanya yang telah terbebas dari kebiasaan
Buang Air Besar (BAB) Sembarangan.

Deklarasi yang dilakukan oleh 34 perwakilan masyarakat


Desa Sawe ini diresmikan oleh Bupai Dompu, Syaifurrahman
Salman, melalui penandatanganan papan deklarasi desa
terbebas dari kebiasaan BAB sembarangan. Kegiatan deklarasi
yang merupakan cetusan hai dan keinginan dari masyarakat
desa Sawe ini bertujuan untuk menyampaikan kepada
khalayak ramai bahwa masyarakat Desa Sawe telah terbebas
dari kebiasaan Buang
Air Besar sembarangan.
Kebiasaan yang selama ini
merendahkan harga diri dan
mengurangi kekhusyuan
masyarakat Desa Sawe, yang
seluruhnya beragama islam,
dalam beribadah.

WC Helikopter sebagai Gambaran Rendahnya Kesadaran


Sanitasi

Berdasarkan informasi dari pemerintah kecamatan


setempat yang disampaikan melalui laporan Camat Hu’u,
Drs. Imran M. Hasan, sejak tahun 1990-an, warga Desa Sawe
yang dulu masih bergabung dengan Desa Rasabou, sudah
71
banyak menerima program sanitasi dari pihak luar, baik dari
pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat seperi program
ESWS tahun 90-an, Dinas Sosial tahun 2001, WSLIC tahun 2005-
2006, program MCK umum dan TSC Plan Indonesia tahun 2005-
2007, dan sebagainya. Program tersebut menawarkan berbagai
bentuk bantuan, mulai dari pembangunan WC hingga selesai,
sampai hanya pemberian subsidi jamban dan semen saja.

Namun sangat disayangkan ternyata pemanfaatannya


masih kurang maksimal karena banyak WC yang idak jadi, dan
bahkan ada yang WC-nya sudah terbangun tapi idak digunakan.
Hanya sedikit masyarakat desa Sawe (dibawah 50%) yang
sudah terbiasa menggunakan WC, sedangkan sisanya masih
terbiasa membuang air besar (BAB) sembarangan di sawah,
gunung, parit, sungai, lapangan, dan halaman rumah. Bahkan
mereka menyebutnya WC helikopter, karena keika ada orang
datang dari arah depan, maka untuk menghindari pandangan
mereka akan berputar ke arah yang lain, begitu seterusnya jika
ada orang hingga mereka berputar posisi seperi baling-baling
helikopter.

Disejumlah pinggiran sungai yang melintasi wilayah


Desa Sawe, dulunya merupakan daerah yang idak ramah
bagi anak-anak, karena banyak ditemukan kotoran manusia
sehingga menimbulkan bau yang sangat mengganggu. Kondisi
ini juga berkaitan dengan data PUSKESMAS kecamatan
yang menunjukkan Desa Sawe sebagai salah satu daerah di
kecamatan Hu’u yang berkategori rawan diare dan kolera. Serta
idak sedikit para orang tua di desa Sawe menceritakan bahwa
anak mereka sering terserang mencret-mencret dan memiliki
perut yang buncit namun berbadan kurus, akibat terkena
cacingan.

Pemicuan yang Membawa Hasil

Namun dengan adanya kegiatan Tim CLTS yang


menamakan dirinya Tim Pemberantas Kebiasaan Buang Air
Besar Sembarangan Kecamatan Hu’u yang bekerja sama
dengan Kepala Desa, BPD, Bidan Desa, Babinsa dan tokoh-
tokoh agama, Masyarakat desa Sawe yang tersebar di 3 dusun
72
yakni Lodo, Sawe dan Samakarya dipicu kesadarannya akan
akibat buruk dari kebiasaan BAB Sembarangan baik dari rasa
malunya, rasa jijik, harga diri, segi agama dan juga kesehatan.

Proses pemicuan ini cukup berhasil menimbulkan


kesadaran masyarakat, hal ini terlihat pada perubahan
kebiasaan masyarakat yang sudah idak lagi membuang air
besar di sembarangan tempat. Sejumlah WC yang idak dipakai,
kemudian diperbaiki dan diakikan lagi penggunaanya. Jika
ada yang belum mampu, maka untuk sementara menumpang
dulu ke MCK umum atau jamban tetangganya. Bantuan jamban
yang dulu menjadi pajangan di rumah, di manfaatkan untuk
membangun jamban dengan menggunakan bahan-bahan yang
ada seperi kayu dan bambu. Bagi keluarga yang idak mampu
membeli jamban, mereka menggunakan teknik sendiri dari
jerigen atau bambu yang dibuat sedemikian rupa menjadi
penggani jamban. Hingga saat ini total sarana sanitasi yang
dimiliki masyarakat desa Sawe sebanyak 136 WC permanen,
163 jamban Semi permanen dan 6 MCK umum. Dengan
penggunaan sepic tank hanya sebesar 10%nya dan sisanya
menggunakan lubang penampungan kotoran dengan model
cubluk tunggal.

Bahkan upaya pemicuan kesadaran yang terus menerus


dilakukan tersebut, selain membawa dampak pada perubahan
perilaku, juga berhasil dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat-desa yang baru seumur jagung ini (deiniif
April 2008) . Menurut data Puskesmas Kecamatan Hu’u,
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya penderita diare jauh
menurun, dan bahkan dalam 3 bulan terakhir (April-July 2008)
sudah idak ada satupun dari 1.484 jiwa penduduk desa Sawe
yang menderita penyakit diare.

Para Kampiun (Champion) Dibalik Keberhasilan

Upaya keberhasilan mendeklarasikan desa yang telah


terbebas dari kebiasaan BAB sembarangan ini idak terlepas
dari kerja keras para kampiun (Champion). Mereka-mereka yang
idak berpikir bahwa perbuatan yang mereka lakukan hanyalah
bagian dari pekerjaan untuk menakahi keluarga. Namun, ada
73
keinginan dan rasa tanggung jawab moral untuk mendorong
kondisi ideal tanpa mengharapkan bayaran.

Upaya untuk mewujudkan keinginan memiliki desa


yang bebas dari najis inilah yang dilakukan tanpa pamrih oleh
Asikin (staf kecamatan), Imran (guru mengaji), Haris (guru
SD), Nasrun (kepala dusun), Haryono (mantri Puskesmas), dan
Dini (tokoh remaja). Para kampiun ini pada awalnya mengikui
pelaihan CLTS yang difasilitasi oleh Plan Indonesia Program
Unit Dompu dan dinas kesehatan Kabupaten. Dari hasil praktek
pemicuan langsung pada saat pelaihan yang dilakukan pada
bulan Februari 2008 lalu, mereka yang tergabung dalam Tim
Pemberantasan Kebiasaan BAB Sembarangan ini berhasil
memicu kesadaran 12 orang di salah satu dusun untuk siap
membangun WC sendiri tanpa bantuan pihak luar. Selanjutnya
pemicuan dilanjutkan mereka melalui kegiatan keagamaan,
kegiatan sosial masyarakat, kunjungan dari rumah ke rumah,
serta mendorong para keluarga yang telah terpicu dan telah
membangun WC sendiri untuk melakukan pemicuan kepada
keluarga yang lain.

Teknik yang berbeda juga dilakukan para kampiun ini


untuk memicu anak-anak, yakni dengan mengajarkan lagu-
lagu pop, yang pernah mereka dapatkan pada pelaihan
CLTS, yang berhubungan dengan pesan tentang larangan BAB
sembarangan, seperi “Cucakrowo” dan “Jablai Tai”. Metode
ini terbuki efekif dalam mengajak anak-anak untuk idak BAB
Sembarangan lagi.

Tantangan Selanjutnya

Sebagai desa yang pertama di Kabupaten Dompu yang


telah terbebas dari kebiasaan BAB Sembarangan, masyarakat
desa Sawe berharap bahwa upayanya dapat diikui desa-desa
lain di kecamatan mereka khususnya dan Kabupaten Dompu
pada umumnya. Oleh karena itu, sejumlah tukang yang ada
di desa Sawe mencoba menjadi pengrajin jamban dalam
rangka menyediakan jamban yang murah dan mudah didapat
bagi masyarakat yang telah terpicu kesadarannya. Dengan
meminjam cetakan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Dompu,
74
mereka mencoba memproduksi jamban dengan menggunakan
bahan semen dan pasir. Hasilnya cukup memuaskan, meski
perlu sedikit sentuhan dengan amplas guna memuluskan
permukaan atasnya, sebelum di cat khusus. Mereka berharap
selain membantu masyarakat lain, upaya mereka menyediakan
jamban yang dihargai Rp.40.000- 50.000,- ini dapat menambah
pendapatan mereka.

(Diringkas dari Catatan Pembelajaran CLTS Kecamatan Sawe, M.


Afrianto Kurniawan, WES Facilitator Plan Indonesia Kabupaten
Dompu ).

75
Lampiran 6
Biodata Peserta Lokakarya Konsolidasi Pembelajaran CLTS di Indonesia,
Lido-Bogor, 17 - 19 Februari 2009
Nama : Nana Djuhana
Tempat Tanggal Lahir : Cimahi, 19-04-1957
Alamat Rumah : Jalan Tani, Gang Cimahi, Singkawang, KalBar
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0562-637.234 - 0812.5742.300
Nama Organisasi : Dinkes Kab Sambas, Kalbar
Jabatan : -Kesling
Alamat Organisasi : Jalan Pembangunan, Sambas, Kalbar
No.Telp/Fax. Kantor : 0562-391.691

Nama : Laisa Wahanudin


Tempat Tanggal Lahir : Sleman 12 September 1966
Alamat Rumah : Griya Bukit Jaya G17, No 8-9, Gunung Putri, Bogor
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.1961.7180
E-Mail Pribadi : Udin_uud@hotmail.com
Nama Organisasi : Depkes
No.Telp/Fax. Kantor : 021-424.7608 psw 128

Nama : Noor Dwiantoro


Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 01 Juni 1977
Alamat Rumah : Kakabu, Curung Sulanjana, Gn Sari, Serang, Banten
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.1669.1612
E-Mail Pribadi : nurdwiantoro@yahoo.com
Nama Organisasi : Sekretariat STBM
Jabatan : Staf Ahli Sekretariat STBM
Alamat Organisasi : Jl Percetakan Negara, Gd D Lt3, Depkes, Jak. Pusat
No.Telp/Fax. Kantor : 021-422.6968
E-Mail – Website : Secretariat-stbm@gmail.com

Nama : Sutikno Slamet


Tempat Tanggal Lahir : Trenggalek, 26-12-1961
Alamat Rumah : Jl Dr Sutomo, Gg Amarto 3, Trenggalek Jawa Timur
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0355-791.277 - 0813.3050.9223
E-Mail Pribadi : sutiksno@yahoo.com
Nama Organisasi : Dinas Kesehatan Trenggalek
Jabatan : Kabd Promkes & Pemberdayaan Masyarakat
Alamat Organisasi : Jl Dr Sutomo No 4, Trenggalek, Jatim
No.Telp/Fax. Kantor : 0355-791.270 - 795.025

Nama : Andika Arief Saputra


Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 18 Maret 1986
Alamat Rumah : Pagung Baru, Sleman, Yogyakarta
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0856-9103.0498
E-Mail Pribadi : Ndk-saputra@yahoo.com
Nama Organisasi : Water Plant Community-LPPM UGM
Alamat Organisasi : Lab Bahan Bangunan Teknik Sipil & Lingkungan – UGM
E-Mail – Website : waterplantcommunity@yahoo.com

Nama : Darmanto
Tempat Tanggal Lahir : Klaten 30 April 1948
Alamat Rumah : Jl Kaliurang Km7, Yogyakarta
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0274-885.052 - 0811.286.939
E-Mail Pribadi : Darmanto6191@gmail.com
Nama Organisasi : LPPM – UGM
Jabatan : Staf Pengajar Fak Teknik – UGM
Alamat Organisasi : Jl Graika No. 2 Yogyakarta
No.Telp/Fax. Kantor : 0274 – 545.675 - 545.676

76
Nama : Antimus
Tempat Tanggal Lahir : Sepiri, 11 Mei 1971
Alamat Rumah : Jl Budi Utomo, Komp. Pondok Pangeran I/II Pontianak, Kalbar
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0815.2258.1117
Nama Organisasi : Yayasan Pancur Kasih
Jabatan : Sekretaris
Alamat Organisasi : Jl Gusti Situt Mahmud, Gg Selat Sumba III, Pontianak, Kalbar
No.Telp/Fax. Kantor : 0561- 883.075

Nama : Subandi
Tempat Tanggal Lahir : Grobogan, 30 Maret 1978
Alamat Rumah : Panimbo, Kedungjati, Grobogan
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0815.3689.646
Nama Organisasi : Kader Desa
Jabatan : Tim Penggerak CLTS
Alamat Organisasi : Panimbo, Kedungjati, Grobogan

Nama : Muhammad Sholech SKM, Mkes


Tempat Tanggal Lahir : Metro, 7 April 1971
Alamat Rumah : Taruman RT 02/II, Klambu, Grobogan
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0292 – 421.049 - 0858.6643.0800
E-Mail Pribadi : msolech@yahoo.co.id
Nama Organisasi : Dinkes Kab Grobogan
Jabatan : Staf Seksi PL
Alamat Organisasi : Jl Gajah Mada, 19 Purwodadi
No.Telp/Fax. Kantor : 0292 – 421.049 - 424.852

Nama : Donal
Tempat Tanggal Lahir : 06-12-1973
Alamat Rumah : Perumahan Mutiara Garuda, Blok CII, No. 35,
Teluknaga, Tanggerang
E-Mail Pribadi : Don_jtk@yahoo.com
Nama Organisasi : CWSHP – Dit PL Depkes
Alamat Organisasi : Jalan Percetakan Negara 29, Jakarta
E-Mail – Website : www.cwshp.net

Nama : Farida Tahir, SKM


Tempat Tanggal Lahir : Sidrap, Sulsel, 9-9-1973
Alamat Rumah : BTN Tibojong BI/1, Bone, Sulsel
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.5531.2863
Nama Organisasi : Dinkes Bone
Jabatan : Staf PKL
Alamat Organisasi : Jalan Ahmad Yani, Bone
No.Telp/Fax. Kantor : 0481 – 23485

Nama : Agustini E Raintung, dr


Tempat Tanggal Lahir : Pontianak, 20-8-1955
Alamat Rumah : Jln Purnabakti II No 35, Serang, Banten
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254 – 20627
E-Mail Pribadi : Agustini_raintung@yahoo.com
Nama Organisasi : PCI Indonesia
Jabatan : Senior Health Advisor
Alamat Organisasi : Jln Tirtayasa Raya No. 51, Jaksel

Nama : Drg, P Agustine Siahaan, MKes


Tempat Tanggal Lahir : Dairi, 14 Agustus 1968
Alamat Rumah : Taman Duta Mas Blok A14 No12, Batam
Centre,Batam
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0812.784.3700 – purnamaagustine@yahoo.co.id
Nama Organisasi : Puskesmas Batu Aji, Batam, Kepri
Jabatan : Dokter Gigi

77
Nama : Meutia
Tempat Tanggal Lahir : Aceh, 28 Agustus 1972
Alamat Rumah : BBS (Bukit Baja Sejahtera) III, Blok A2, No. 10A,
Cilegon, Banten.
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254-914.4795 - 0812.9853.985
E-Mail Pribadi : tiaalmer@yahoo.com
Nama Organisasi : Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, Banten
Jabatan : Ka Lab Agribisnis Fak Pertanian Untirta
Alamat Organisasi : Jl Raya Jakarta Serang Km 4, Pakutan, Serang,Banten
No.Telp/Fax. Kantor : 0254 – 280.330 – 0254 – 281.254

Nama : Cicih Sukaesih


Tempat Tanggal Lahir : Sumedang, 9-9-1969
Alamat Rumah : Desa Sukawenang, Kec Ganeas, Sumedang, Jabar
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0812.7184.1600
Nama Organisasi : Kader Desa Sukawening
Jabatan : Kader
Alamat Organisasi : Desa Sukawenang, Ganeas, Sumedang
Nama : Cucu Cakrawati Kosim
Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 23 Juni 1964
Alamat Rumah : Jl Cendrawasih B60, Duta Kranji, Bekasi Barat
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 021 – 88464
Nama Organisasi : Direktorat PL, Depkes
Jabatan : Kasie Standarisasi Pengawasan Kualitas Lingkungan
Alamat Organisasi : Jl Percetakan Negara 29, JakPus
No.Telp/Fax. Kantor : 021 – 424.7608 ext 126/208

Nama : Wano Irwantoro


Tempat Tanggal Lahir : Lubuklinggau, 15 Maret 1962
Alamat Rumah : Jl Ligarmayang Terusan IA RT 03/08, Cibeunying,
Bandung 40191
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 022-8252.3906 - 0811.221.019
E-Mail Pribadi : Wanowano2002@yahoo.com
Nama Organisasi : WSP-EAP World Bank, Indonesia
Jabatan : CLTS Specialist
Alamat Organisasi : Gd BEI Twr 2, Lt 13, Jl Sudirman 52-53, Jakarta.
No.Telp/Fax. Kantor : 021-5299.3003 - 5299.3004
E-Mail – Website : wirwantoro@worldbank.org
Nama : Syarif Potutu
Tempat Tanggal Lahir : Gorontalo
Alamat Rumah : Jl Sudirman 41, Muaro Sijunjung
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0754 - 21106
Nama Organisasi : Dinkes Kab Sawahlunto Sijunjung
Jabatan : Kabid Promkes PL
Alamat Organisasi : Jl Sudirman 8 Muaro Sijunjung
No.Telp/Fax. Kantor : 0754 - 20056

Nama : Encep Mahpud


Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang
Alamat Rumah : Pasir Mulya, Sindanglaya, Pagelaran, Pandeglang.
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0878.7100.9917
Nama Organisasi : Desa Sindanglaya, Kec Pagelaran, Pandeglang
Jabatan : Ketua Tim CLTS
Alamat Organisasi : Kp Pasir Mulya, Ds Sindanglaya, Kec Pagelaran,
Pandeglang
Nama : Punto Dewo
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 27-02-1965
Alamat Rumah : Jalan Pendidikan, Sambas, Kalbar
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.5261.4974
Nama Organisasi : Dinkes Sambas
Jabatan : Kasie
Alamat Organisasi : Jalan Pembangunan Sambas
No.Telp/Fax. Kantor : 0562-391.691

76
Nama : Ekki Riswandiyah, SKM
Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 10 Nov 1972
Alamat Rumah : Dsn Pamagersari RT 01/04, Tanjungsari, Smdg
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 022-791.2891 - 0819.1270.6818
E-Mail Pribadi : eqriswandiyah@yahoo.co.id
Nama Organisasi : Dinkes Sumedang
Jabatan : Pj PL Sie Kesling
Alamat Organisasi : Jl Kutamaya 21 Sumedang
No.Telp/Fax. Kantor : 0261 – 202.377 - 204.941

Nama : Andi Narwis


Tempat Tanggal Lahir : Jalang, 24 Maret 1972
Alamat Rumah : Jl Langsat, Watampone Bone, Sulsel
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0811.410.6072
E-Mail Pribadi : wajoboys@yahoo.com
Nama Organisasi : WSLIC2 – Bone
Jabatan : Konsultan Kesehatan & Pemberdayaan
Alamat Organisasi : Kantor Dinkes Bone, Jl Ahmad Yani 13, Watampone
No.Telp/Fax. Kantor : 0481 -23485

Nama : M Afrianto Kurniawan


Tempat Tanggal Lahir : Tobelo, 4 April 1981
Alamat Rumah : Jl Nusantara Lingk. Bada, Dompu, NTB – TCI E8,
Cibaduyut, Bandung
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 022-542.4455 - 0812.2111.537
E-Mail Pribadi : afriali@gmail.com
Nama Organisasi : Plan International Indonesia – Dompu
Jabatan : WES Facilitator
Alamat Organisasi : Jl Udang 6, Kel Bali I, Dompu, NTB
No.Telp/Fax. Kantor : 0373-321963 - 22512
E-Mail – Website : Dompu.pu@plan-international.org

Nama : Abdul Sikin


Tempat Tanggal Lahir : Dompu, 13 Maret 1070
Alamat Rumah : Rasabou, Kec Huu, Dompu
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0819.1754.5900
Nama Organisasi : Kantor Camat Huu
Jabatan : Staf Seksi PMD
Alamat Organisasi : Kantor Camat Huu

Nama : Feny Raharyanti, SKM


Tempat Tanggal Lahir : Bogor, 14 Oktober 1974
Alamat Rumah : Graha Serdang Metropolis C12B, Harjatani,
Kramatwatu, Serang
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254-395.247 - 0812.8375.131
E-Mail Pribadi : fenyraharyanti@yahoo.com
Nama Organisasi : Stikes Falatehan Serang
Alamat Organisasi : Jl Raya Cilegon Km6, Kramatwatu, Serang
No.Telp/Fax. Kantor : 0254-230.054

Nama : Bambang Hermawan


Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 1-9-1959
Alamat Rumah : Perum Bintang Alam, Kab Karawang
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0267-644.972 - 0812.814.1053
Nama Organisasi : WSLIC2 – Dit PL, Ditjen PP-PL Depkes
Jabatan : Staf Monev WSLIC2 Pusat
Alamat Organisasi : Jalan Percetakan Negara 29, Jakarta Pusat
No.Telp/Fax. Kantor : 021-4287.6816 - 4287.6866

Nama : Edy Priyono


Tempat Tanggal Lahir : Jepara, 14 Februari 1967
Alamat Rumah : Perum Permata Kemang C2/4, Rawalumbu, Bekasi
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0816.185.2430
E-Mail Pribadi : edymbe@yahoo.com
Nama Organisasi : Akademika
Jabatan : Direktur
Alamat Organisasi : Perum Permata Kemang A2/13, Rawalumbu, Bekasi
No.Telp/Fax. Kantor : 021-8241.3334
E-Mail – Website : akademika@dnet.net.id - www.akademika.or.id

77
Nama : Asep Saefulhak
Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 24-8-1981
Alamat Rumah : Kacapi Manis RT02/06,Tegalwangi,Menes, Pandeglang
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.1083.0031
E-Mail Pribadi : Asep_hak@yahoo.co.id
Nama Organisasi : LAZ Harfa Pandeglang
Jabatan : Field Koordinator ESP
Alamat Organisasi : Jl Raya Labuan, Ciekek Lor, Kel Karaton, Majasari,
Pandeglang

Nama : Christiana Dewi


Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta
Alamat Rumah : Jl Destarata Raya 8 Bogor
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0251-833.1180 - 0812-1069.189
E-Mail Pribadi : Christiana.dewi@yahoo.com
Nama Organisasi : AusAID
Jabatan : Program Manager
Alamat Organisasi : Menara Kebon Sirih Lt 26, Kebon Sirih 17-19, Jakarta
No.Telp/Fax. Kantor : 021-392.4322 ext 541 – 392.7274
E-Mail – Website : Christiana.dewi@ausaid.gov.au

Nama : Dyota Condrorini


Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 7 Juli 1985
Alamat Rumah : Prima Lingkar Asri B4 No 1 Jatibening, Bekasi
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 081213970687
E-Mail Pribadi : dyota.condrorini@gmail.com
Nama Organisasi : Sekretariat Pokja AMPL
Alamat Organisasi : Jl Cianjur No 4 Menteng, Jakarta Pusat, Tlp-31904113
E-Mail – Website : www.ampl.or.id

Nama : Joice Irmawati


Tempat Tanggal Lahir : Manokwari, 28 April 1974
Alamat Rumah : Kp Cisaat, Ds Tegal, Cikeudal, Pandeglang
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0812.802.3936
E-Mail Pribadi : Joe_irma@hotmail.com
Nama Organisasi : Bappeda Kab Pandeglang
Jabatan : Kasubid Pengembangan Kawasan & LH
Alamat Organisasi : Jalan Ahmad Yani 1 Pandeglang
No.Telp/Fax. Kantor : 0253 – 210.449

Nama : Dian Mardiani


Tempat Tanggal Lahir : Bandung, 21-11-1966
Alamat Rumah : Jl Tb Bakri 95, Serang
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0254 – 201.261 - 0812.123.2111
Nama Organisasi : Bappeda Kab Serang
Jabatan : Kasubid Renbang Sosbud
Alamat Organisasi : Jalan Veteran 1 Serang
No.Telp/Fax. Kantor : 0254 – 203.135

Nama : Yunisa TP
Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta, 25 Juni 1979
Alamat Rumah : Kp Ciwalet RT 01/10, Sukaratu, Pandeglang
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0253 – 520.7758
E-Mail Pribadi : Yunisa-geo@yahoo.co.id
Nama Organisasi : Bappeda Kab Pandeglang
Jabatan : Pelaksana
Alamat Organisasi : Jl Jend Ahmad Yani 1 Pandeglang
No.Telp/Fax. Kantor : 0253 – 201.449

Nama : Dedi Suhaedi


Tempat Tanggal Lahir : Pandeglang, 10 Oktober 1983
Alamat Rumah : Beunying Masjid RT 02/01, Kel Cilaja, Mayasari,
Pandeglang
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.8536.5999
E-Mail Pribadi : ddsuhaedi@yahoo.com
Nama Organisasi : Harfa Pandeglang
Jabatan : Admin Staf
Alamat Organisasi : Jl Raya Labuan, Ciekek Lor, Majasari, Karaton,
Pandeglang

78
Nama : Petrus Noni Fallo
Tempat Tanggal Lahir : 19-10-1967
Alamat Rumah : Jl Salak 4, Kel Nonohonis, Kota Soe, TTS, NTT
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 081.338.402.412
Nama Organisasi : ProAir
Jabatan : Comdev Advisor
Alamat Organisasi : Radumata, Belakang Keuskupan Waitabula, Sumba
Barat Daya, NTT
Tlp/Fax kantor : 0387 – 24126
Website : www.proair.or.id

Nama : Agus Waluyo


Tempat Tanggal Lahir : Magelang, 29-8-1968
Alamat Rumah : Jl Dr Ak Gani 95, Muara Enim, Sumsel
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0734 – 432.012 - 0813.6876.3640
Nama Organisasi : Dinkes Muara Enim
Jabatan : Kabid Pengendalian Masalah Kesehatan
Alamat Organisasi : Jl Dr Ak Gani 70-90, Muara Enim
Tlp/Fax kantor : 0734 – 421.053 - 421.192
Email : dinkesmuaraenim@depkes.go.id

Nama : Didik Supriyono


Tempat Tanggal Lahir : Madiun, 26-4-1964
Alamat Rumah : Perumahan Bumi Ciluar Indah, Blok B-2 No.4, Bogor
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0251 – 8651.504 - 0816.163.2441
Nama Organisasi : Dinkes Kab Bogor
Jabatan : Kasie Penyehatan Lingkungan
Alamat Organisasi : Jl Raya Kedunghalang Talang 150, Bogor
Tlp/Fax kantor : 0251 – 866.3177 - 866.3175

Nama : Catur Adi Nugroho


Tempat Tanggal Lahir : Pati, 2 Maret
Alamat Rumah : Perum Sewon Indah C-10, Sewon, Bantul, Yogya
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0813.2508.3980
Nama Organisasi : Plan International Grobogan
Jabatan : WES Fasilitator
Alamat Organisasi : Jl Yudistira I/2 Purwodadi
Tlp/Fax kantor : 0292-421.652 - 425.018

Nama : Rewang Budiayana


Tempat Tanggal Lahir :
Alamat Rumah : Purwakarta
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0852.8626.2752
Nama Organisasi : Ditjen PMD, Kemendagri
Jabatan : Kasubdit
Alamat Organisasi : Jl Raya Pasar Minggu Km 19
Tlp/Fax kantor : 021-7919.7109

Nama : Helda Nusi


Tempat Tanggal Lahir :
Alamat Rumah : Bekasi
No.Telp/Fax. Rumah/Hp : 0811.824.373
Nama Organisasi : Ditjen Bina Bangda, Kemen Dalam Negeri
Jabatan : Staf Subdit
Alamat Organisasi : Jl. TMP.Kalibata, No.20. Jakarta Selatan
Tlp/Fax kantor : 021- 7983785 – 794.7746

79
WASPOLA Facility

NAMA : GARY D. SWISHER


UTUSAN : WASPOLA
INSTANSI : WASPOLA
NO.TELP.RUMAH/HP : 021 – 3142046 (gswisher@worldbank.org)
NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713
:
ALAMAT KANTOR Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA : SOFYAN ISKANDAR


UTUSAN : WASPOLA
INSTANSI : WASPOLA
NO.TELP.RUMAH/HP : 0817.228189 (siskandar@worldbank.org)
:
NO.TELP./FAX KANTOR 021 - 31924713
:
ALAMAT KANTOR Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA : NUR APRIATMAN


UTUSAN : WASPOLA
INSTANSI : WASPOLA
NO.TELP.RUMAH/HP : 0812.111.0867 (ranura58@yahoo.com)
NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713
ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA : PURNOMO
UTUSAN : WASPOLA
INSTANSI : WASPOLA
NO.TELP.RUMAH/HP : 0817.305.945 (purnomo@wboj.or.id)
NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713
ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA : NUGROHO TOMO


UTUSAN : WASPOLA
INSTANSI : WASPOLA
NO.TELP.RUMAH/HP : 0812.960.5217 (bodonk@cbn.net.id)
NO.TELP./FAX KANTOR : 021 - 31924713
ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

NAMA : ALMA ARIEF


UTUSAN : WASPOLA
INSTANSI : WASPOLA
NO.TELP.RUMAH/HP : 0852.3936.9131 (arief_alma@yahoo.co.uk)
:
NO.TELP./FAX KANTOR 021 - 31924713
ALAMAT KANTOR : Jalan Sawo 37, Menteng, Jakarta Pusat 10350

80
81
STOP
BUANG AIR BESAR
SEMBARANGAN
COMMUNITY-LED TOTAL SANITATION
Pembelajaran Dari Para Penggiat CLTS

PROGRAM KERJASAMA:

BAPPENAS

Sekretariat : Jl. Sawo No. 37, Menteng


Jakarta 10350 Indonesia
Telp/Fax : (0210 319 24713
E-mail : waspola1@cbn.net.id
Website : www.waspola.org, www.ampl.or.id

Anda mungkin juga menyukai