Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikumWarahmatullahiWabarakatuh

Segala puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Atas rahmat dan
karunia-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas penulisan makalah mata pelajaran sejarah
kebudayaan islam tepat waktu. Tidak lupa shalawat serta salam tercurah kepada Rasulullah SAW
yang syafa’atnya kita nantikan kelak.

Penulisan makalah berjudul “Peristiwa Terjadinya Fathu Makkah” dapat diselesaikan


karena bantuan banyak pihak. Kami berharap makalah tentang analisis peristiwa terjadinya fathu
makkah dapat menjadi referensi bagi pihak yang tertarik pada sejarah penaklukan kota makkah.
Selain itu, kami juga berharap agar pembaca mendapatkan sudut pandang baru setelah membaca
makalah ini.

Penulis menyadari makalah bertema sejarah islam ini masih memerlukan


penyempurnaan, terutama pada bagian isi. Kami menerima segala bentuk kritik dan saran
pembaca demi penyempurnaan makalah. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini,
kami memohon maaf.

Demikian yang dapat kami sampaikan. Akhir kata, semoga makalah Sejarah Kebudayaan
Islam ini dapat bermanfaat.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Banyuwangi, 23 Juli 2022

Kelompok 7

1
DAFTAR ISI HALAMAN

KATA PENGANTAR…………………………………………………….. 1

DAFTAR ISI……………………………………………………………….. 2

BAB I PENDAHULUAN…

A. Latar Belakang ……………………………………………….… 3

B. Rumusan Masalah…………………………………………….… 3

C. Maksud dan tujuan ………………………………...… 4

BAB II LANDASAN TEORI

1. Dakwah Rasulullah di Makkah………………………………………… 5

2. Perjanjian Hudaibiyah……………………………………….. 10

4. alasan yang melatar belakangi fathu makkah……………………………………… 16

BAB III PENUTUP

1. Kesimpulan……………………………………………… 18

2. Saran…………………………………….…… 18

2
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar belakang masalah

Menurut Amrullah Achmad dalam buku Dakwah Islam dan Perubahan Sosial, dakwah
adalah agen perubahan, perbaikan dan pembaharuan manusia yang mutlak dilakukan. Sebagai
agen, dakwah merupakan investasi pada diri manusia. Disebut investasi karena hasilnya tidak
seketika dipetik, tetapi diperlukan waktu yang cukup panjang dan lama untuk memetik buahnya.
Dakwah juga bermakna mengadakan perubahan yang dipancarkan dalam refleksi pikiran,
mental, fisik dan tingkah laku sehari-hari. Perubahan ini adalah inti dari kemajuan manusia
sepanjang zaman yang mampu menerapkan dan mengembangkan kreasi dalam rangka
menegakkan agama Allah di muka bumi ini. Dakwah Islam yang mulai dilakukan Rasulullah
SAW di Makkah mendapat pertentangan keras dari orang-orang Makkah. Tiga belas tahun
Rasulullah SAW mengajak penduduk Makkah untuk beriman kepada Allah dan rasul-Nya,
namun tanggapan penduduk Makkah tidak seperti yang diharapkan Rasulullah. Bahkan
segelongan pembesar-pembesar Quraysh Makkah seperti Abu Sufyan, Abu Jahal, Uqbah bin Abi
alMu’ith, al-Nadhr bin al-Harith dan al-Walid bin al-Mughirah semakin menjadi-jadi
kebenciannya kepada Rasulullah SAW dan para pengikutnya.

B. Perumusan masalah

1. Apa sebab terjadinya peristiwa fathu makkah?

2. Apa hikmah dari perjanjian hudaibiyah

3. Dengan apa dakwah dapat dilakukan?

4. Bagaimana reaksi masyarakat pada dakwah nabi Muhammad?

C. Maksud dan tujuan

Maksud dari pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan Bagaimana peristiwa
Fathu Makkah. Menjabarkan materi dan menjelaskan perjanjian hudaibiyah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Dakwah Rasulullah di Makkah

Selama di Makkah Rasulullah SAW dalam dakwahnya mengajak kaum Quraysh Makkah
hanya menekankan pada sisi kepercayaan, yaitu: 1. Kepercayaan tentang ke-Esaan Allah dengan
menghindari segala macam kemusyrikan dan penyembahan berhala. 2. Kepercayaan tentang
kebangkitan manusia setelah kematiannya guna memperoleh balasan dan ganjaran atas amal
perbuatannya selama hidup. Dua hal inilah yang menjadi fokus dakwah Rasulullah SAW dalam
mengajak kaum Quraysh Makkah untuk memeluk Islam, ditambah dengan ajakan berbudi
pekerti luhur, antara lain dalam bentuk membantu kaum yang lemah. Meskipun begitu kaum
Quraysh Makkah masih banyak yang enggan menyambut ajaran luhur itu. Berbagai dalih dan
alasan mereka kemukakan yang semuanya dijelaskan kerapuhannya oleh Rasulullah SAW
melalui bimbingan ayat-ayat al-Qur’an.1 Rata-rata yang menerima baik ajakan Rasulullah SAW
untuk beriman adalah mereka golongan yang lemah, baik itu dari kalangan budak dan orang-
orang miskin. Meskipun begitu, Allah SWT tetap menguatkan kaum mukminin pada saat itu
dengan masuk islamnya dua tokoh besar yang cukup disegani dan ditakuti karena keberaniannya,
yaitu Hamzah bin ‘Abdul Muṭalib dan ‘Umar bin Khaṭṭab. Masuk Islamnya kedua tokoh yang
disegani di kalangan Quraysh Makkah itu yakni Hamzah bin ‘Abdul Muṭalib dan ‘Umar bin
Khaṭṭab 1 Quraish Shihab, Membaca Sirah Nabi Muhammad SAW, (Jakarta: Lentera Hari,
2011), hal. 480. 3 membuat kaum mushrikin Makkah benar-benar kehilangan akal untuk
membendung ajaran Rasulullah SAW. Setelah lama berpikir, akhirnya para pemimpin kaum
Quraysh Makkah sepakat untuk mengambil langkah yang mereka nilai bisa menghentikan
dakwah Rasulullah SAW, yaitu dengan melakukan pemboikotan ekonomi dan sosial terhadap
Bani Hashim dan ‘Abdul Muṭalib, dengan harapan bisa mendatangkan salah satu dari dua akibat;
Muhammad menghentikan dakwahnya atau Muhammad SAW dan orang-orang kerabatnya dari
Bani Hashim atau Bani ‘Abdul Muṭalib yang membela dan melindunginya akan mati kelaparan
dan kehausan. Dalam pikiran kaum Quraysh, membinasakan Rasulullah SAW dengan cara
demikian tidak akan menimbulkan tindakan pembalasan dari kaum kerabat dan pengikutnya.
Kesepatakan yang dibuat oleh para pembesar Quraysh Makkah itu kemudian dituangkan dalam

4
bentuk sebuah piagam berisikan janji bersama bahwa mereka tidak akan melakukan muamalat
atau hubungan-hubungan sosial ekonomi apapun juga dengan orang Bani Hashim. Mereka saling
berjanji akan memutuskan segala bentuk hubungan pergaulan dan hubungan perkawinan dengan
orang-orang Bani Hashim. Sebagai bukti akan kesetiaan mereka kepada janjinya masing-masing,
mereka sepakat menggantungkan piagam pemboikotan tersebut ke dalam Ka’bah setelah
ditandatangani bersama oleh 40 pembesar masyarakat Quraysh Makkah. Mereka sepakat tidak
akan menghentikan pemboikotan sebelum Rasulullah SAW menyerah atau binasa bersama
kaumnya. 4 Selama pemboikotan yang berlangsung hampir tiga tahun, Rasulullah bersama sanak
keluarga dan para pengikutnya benar-benar mengalami hari-hari yang berat. Kaum Quraysh
Makkah akan mencegah dan menganiaya siapapun yang berani membantu Rasulullah SAW.
Pemboikotan ini berakhir saat beberapa tokoh Quraysh di antaranya Zuhair bin Umayyah,
Hisham bin Amr bin al-Harith, Muṭ’im bin Adiy Zam’ah bin al-Aswad dan Abu al-Bukhtari bin
Hisham melakukan protes karena tidak tega membiarkan kaum kerabatnya dari Bani Hashim
terus menderita kesengsaraan yang luar biasa. Bahkan Zuhair bin Umayyah2 dengan gamblang
berani berkata kepada kaum Quraysh yang sedang berkumpul di Ka’bah, “Hai orang-orang
Makkah, patutkah kita kenyang dan berpakaian bagus serta bersenang-senang sedangkan orang-
orang Bani Hashim dan Bani ‘Abdul Muṭalib binasa karena menderita kesengsaraan dan
kelaparan. Demi Allah aku tidak akan tinggal diam selama piagam perjanjian yang celaka itu
belum terkoyak dan hancur.” Apa yang dikatakan oleh Zuhair bin Umayyah didukung oleh
teman-temannya. Di sisi lain sebelum peristiwa di atas Rasulullah telah menyampaikaan kepada
pamannya Abu Ṭalib bahwa beliau menerima berita dari langit, jika piagam pemboikotan itu
telah dimakan oleh rayap, kecuali kalimatnya yang menunjuk kepada Allah (bismika
allahumma). Setelah mendapatkan penegasan dari Rasulullah SAW Abu Ṭalib tampil di 2 Ibu
Zuhair adalah Atikah putri dari Abdul Muthalib, kakek Rasulullah SAW. 5 hadapan kaum
Quraysh Makkah menyampaikan informasi dari Rasulullah itu sambil berkata, “Periksalah
piagam itu, kalau tidak benar apa yang saya katakan, aku bersedia menyerahkan Muhammad
kepada kalian.” 3 Ketika beberapa orang Quraysh memeriksanya, ternyata apa yang disampaikan
itu benar adanya. Dan saat itu juga, berakhirlah pemboikotan yang tidak berprikemanusiaan
tersebut. Sampai ketetapan Allah SWT memerintahkan nabi dan rasul-Nya bersama orang-orang
yang beriman agar melakukan hijrah ke kota Yastrib yang kelak berubah menjadi Madinah.
Sebelumnya beberapa orang Madinah telah menerima ajakan Rasulullah SAW untuk beriman.

5
Hal ini berawal saat musim haji tiba, sebagaimana yang dilakukan Rasulullah saat musim haji,
yakni mendatangi kabilah-kabilah Arab untuk mengajak mereka beriman kepada Allah dan
memeluk agama-Nya. Saat Rasulullah SAW tiba di suatu tempat yang bernama Aqabah beliau
bertemu dengan sejumlah orang dari kabilah Khazraj.4 Ketika Rasulullah SAW menanyakan
siapa mereka itu, mereka menjawab bahwa mereka dari kabilah Khazraj. Untuk mendapatkan
kejelasan lebih jauh Rasulullah bertanya lagi, apakah mereka termasuk orang-orang yang
bersahabat dengan kaum Yahudi? Mereka menjawab, “Ya, benar.” Rasulullah pun kemudian
mengajak mereka berbincang-bincang dan ajakan itu disambut dengan baik. Pada kesempatan ini
Rasulullah 3 Ibnu Ishaq, al-Sirah al-Nabawiyah, (Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2004), hal.
208. 4 H.M.H al-Hamid al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad SAW,
(Bandung: Pustaka Hidayah, 2005), hal. 419. 6 SAW mengajak mereka beriman keapda Allah
SWT, menjelaskan ajaranajaran islam dan membacakan beberapa ayat al-Qur’an. Mereka yang
hidup berdampingan dengan kaum Yahudi di Madinah, sering mendengar mengenai kasak-kusuk
orang-orang Yahudi tentang kemunculan Nabi baru. Mereka pun akhirnya menerima dengan
baik ajakan Rasulullah SAW. Mereka pun pulang dengan iman dan islam. Mereka terdiri dari
enam orang yaitu, ‘As’ad bin Zararah dan ‘Auf bin al-Harith yang keduaduanya berasal dari
Bani an-Najar, Rafi’ bin Malik dan Zuraiq bin Amir dari Bani Zuraiq, Sa’ad bin Ali bin Jasyim
dari Bani Salimah, Quthbah bin Amir bin Hudaidah dari Bani Sa’ad. Mereka semua ini dari
kabilah Khazraj. Dari sinilah awal bai’atul Aqabah pertama, di mana dalam pertemuan dengan
Rasulullah tersebut orang-orang Madinah dari Kabilah Khazraj itu mengikat janji setia kepada
Rasulullah yang isinya tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-
anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka5 , dan
tidak akan mendurhakai Rasulullah dalam urusan kebaikan. Bai’at pertama ini juga dinamai
dengan Bai’at al-Nisa’. Bai’at pertama ini kemudian disusul dengan bai’at kedua, yang juga bisa
dikatakan sebagai awal berseminya hidayah bagi kabilah Khazraj dan Aws yang kemudian
menjadi pembela-pembela Rasulullah. Di 5 Berbeda-beda pendapat ulama mengenai makna butir
ini. Ada yang memahaminya sebagai tidak menisbahkan anak yang dikandung kepada seseorang
yang bukan ayahnya. Ada juga yang memahaminya dalam arti tidak menikmati perempuan yang
bukan istri walau bukan berhubungan badan, seperti menciumnya. 7 Madinah Rasulullah SAW
mulai membangun masyarakat Islam Madinah dengan langkah pertama adalah membangun
masjid, membangun dasar ekonomi, mempersaudarakan kaum Muhajirin dan Anșar,

6
mempersatukan berbagai komunitas masyarakat yang ada di Madinah dalam suatu ikatan
perjanjian mengikat yang kemudian disebut dengan Piagam Madinah. Perlahan saat mulai
membangun masyarakat islam di Madinah, dakwah Islam mulai berkembang lebih baik dari pada
saat di Makkah. Kaum muslimin semakin kuat. Ini terbukti dalam beberapa peperangan selain
perang Uhud, kaum muslimin di bawah pimpinan Rasulullah mendapat kemenangan, yang
menjadikan kaum muslimin Madinah semakin kuat eksistensinya. Sampai suatu hari saat
Rasulullah SAW menyampaikan kepada para sahabat mengenai mimpi beliau yang masuk kota
Makkah dan bertawaf mengitari Baitullah tanpa kejelasan mengenai waktu, bulan dan tahunnya.
Para sahabat menyambut gembira apa yang disampaikan Rasulullah itu. Utamanya kaum
muhajirin.6 Akhirnya pada bulan Dhulqa’dah tahun ke-6 Hijriah (628 M) Rasulullah bersama
rombongan sebanyak 1400 orang berangkat ke Makkah dengan maksud untuk berumrah, bukan
untuk berperang. Dalam perjalanan menuju Makkah Rasulullah berusaha menampakkan dengan
gamblang niat beliau menghormati Ka’bah dan kerena itu Rasulullah membawa 70 ekor unta
yang gemuk-gemuk dan beberapa domba. Ketika rombongan Rasulullah SAW mendekat ke
Hudaibiyah unta beliau 6 Al-Hamid al-Husaini, Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad
SAW, 616. 8 berhenti. Para sahabat yang melihat kejadian itu berkata, “Al-Quswa telah berhenti
untuk menetap di sini.” Rasulullah SAW menjawab, “Tidak! Dia tidak berhenti untuk menetap,
tetapi yang menghalanginya adalah yang menghalangi gajah.” Kemudian Rasulullah
melanjutkan, ‫ت هَّللا ِ ِإالَّ َأ ْعطَ ْي تـُهُ ْم ِإيَّاهَ ا‬
ِ ‫س ى بِيَ ِد ِه الَ يَسْ َألُونِى ُخطَّةً يـ ُ َعظِّ ُم ونَ فِيهَ ا ُح ُر َم ا‬
ِ ‫“ والَّ ِذى نـ َ ْف‬Demi Allah
yang jiwaku berada dalam genggaman-Nya, mereka tidak meminta kepadaku sesuatu jalan yang
mengandung pengagungan sesuatu yang terhormat di sisi Allah kecuali aku perkenanankan buat
mereka.” 7 Rasulullah SAW dan rombongan kaum muslimin kemudian mengambil jalur yang
tidak langsung menuju Makkah, tetapi jalan menuju ke arah Hudaibiyah. Di tempat inilah
Rasulullah bermarkas dan membuat tenda-tenda, namun ternyata sumber air di tempat ini sangat
sedikit dan tidak menyukupi untuk diminum rombongan. Anggota rombongan banyak yang
mengeluh kehausan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Rasulullah mengambil anak
panah dan memerintahkan untuk menusuk ke dalam sumur, setelah itu airnya memancar dengan
derasnya dan semua rombongan bisa minum sepuas-puasnya. Di tempat inilah perjanjian
bersejarah, yang kemudian dinamakan perjanjian Hudaibiyah muncul. Perjanjian antara kaum
muslimin di satu pihak dan kaum Quraysh Makkah di pihak yang lain. Penulis sengaja 7 HR.
Bukhari dan Baihaqi dalam Sunannya pada bab al-Muhadanah ala al-Naẓari lil Muslimin juz IX

7
halaman 218 hadis nomor 19280. 9 mengambil tema ini karena boleh dibilang perjanjian
Hudaibiyah adalah salah satu peristiwa monumental bagi perkembangan dakwah islam yang
dibawa oleh Rasulullah. Dengan perjanjian Hudaibiyah, dakwah Rasulullah yang sebelumnya
terhalang oleh berbagai upaya yang dilakukan oleh pihak kaum kafir Quraysh, maka dengan
adanya perjanjian Hudaibiyah dakwah yang sebelumnya terkekang itu bisa mendapatkan angin
segar. Eksistensi kaum muslimin saat itu, yang sebelumnya tidak diakui, dengan adanya
perjanjian Hudaibiyah keberadaan kaum musliminmukmin mulai diperhitungkan oleh pihak-
pihak lain, khususnya kaum Quraysh Makkah. Benarlah setelah perjanjian Hudaibiyah yang
sebelumnya sempat mendapat ‘protes’ dari para sahabat Rasulullah kerena dinilai oleh para
sahabat berat sebelah, merugikan kaum musliminmukmin, dan Rasulullah berhasil meyakinkan
mereka bahwa perjanjian Hudaibiyah akan membawa pada kemenagan yang besar, perlahan tapi
pasti orang-orang mulai berduyun-duyun masuk islam. Rasulullah pun dan para sahabat lebih
leluasa dalam mendakwahkan islam, selama tidak melanggar butir-butir yang ada dalam
perjanjian Hudaibiyah. Jika jumlah orang yang masuk islam sebagaimana dikatakan oleh Imam
Ibnu Shihab az-Zuhri (wafat 124 H) masih sedikit sebelum perjanjian Hudaibiyah, maka setelah
perjanjian ini, orang banyak yang berbondong-bondong untuk masuk Islam. 10 Untuk
membuktikan kebenaran pernyataan ini, Ibnu Hisham dalam sirahnya menunjukkan kenyataan
bahwa, ketika Rasulullah berangkat ke Hudaibiyah jumlah kaum muslimin yang menyertai
beliau tidak lebih dari 1500 orang, namun dua tahun setelah dua tahun, ketika beliau berangkat
ke Makkah untuk merebut kota itu dengan damai jumlah kaum muslimin yang menyertai beliau
mencapai 10.000 orang.8 Perjanjian genjatan senjata ini juga menjadi kesempatan bagi kaum
lemah di Makkah untuk beramai-ramai memeluk islam, pun dengan beberapa orang terpandang
di Makkah, termasuk Khalid bin Walid dan Amr bin Ash.

8
2. Pejanjian Hudaibiyah

Kronologi Terjadinya Perjanjian Hudaibiyah Pada bulan Dzulqaidah akhir tahun enam
Hijriyah Nabi Muhammad saw beserta pengikut-pengikutnya hendak mengunjungi Makkah
untuk melakukan umrah1 , dengan tujuan Nabi ingin memperlihatkan hakikat rasa hormat
mereka pada Ka’bah dan rasa hormat mereka terhadap rumah Allah tersebut. Selain itu, Nabi
juga ingin membatalkan anggapan orang-orang kafir Quraisy yang mengklaim bahwa Ka’bah
adalah monopoli mereka, seolah-olah kaum muslim tidak mengakui kemuliaan Ka’bah. 2 Alasan
lainnya yang menjadi dorong melakukan kunjungan ke Ka’bah adalah adanya kerinduaan kaum
muslimin golongan Muhajirin pada tanah airnya, Makkah, dan kerinduan pada keluarga-keluarga
mereka yang telah lama ditinggalkan.3 Untuk mendapat kepercayaan kaum kafir Quraisy bahwa
kedatangan Rasulullah dan kaum Muslimin bukan untuk berperang, melainkan adalah murni
untuk melakukan ibadah umrah maka Rasulullah memerintahkan beberapa hal, pertama agar
perjalanan dilakukan melalui rute yang tidak menimbulkan kecurigaan kaum kafir Quraisy,
kedua Rasulullah memerintahkan agar hewan hadyu untuk pelaksanaan ibadah umrah ditandai
agar tidak disangka sebagai kendaraan perang dan Ketiga kaum Muslimin diperintahkan untuk
melakukan perjalanan dengan pedang disarungkan untuk memperlihatkan bahwa perjalanan
dilakukan bukan bermaksud untuk melakukan penyerangan. Nabi Muhammad juga membawa
binatang qurban yang terdiri dari 70 ekor unta, juga mengenakan pakaian ihram. Selama
berpuluh-puluh tahun, mengunjungi tempat suci telah menjadi hak yang sah bagi setiap suku di
semenanjung Arab, tapi untuk orang Islam, orang Quraisy menghadapi dilema yang sulit
dipecahkan, pasalnya mereka tidak melihat alasan tepat yang dapat membenarkan mereka untuk
menghalang-halangi orang Islam berzirah dan bagaimana mereka dapat memaksa orang Islam
menuruti mereka di bulan Dzulqaidah yang suci ini atau, di sisi lain untuk mengijinkan musuh
mereka memasuki kota Makkah, yang tentunya akan memberikan orang-orang Islam sebuah
prestise yang tidak mereka terima.4 Setelah berita tentang keberangkatan rombongan Nabi ini
terdengar oleh orang-orang Musyrik Makkah. Mereka pun menyiapkan satu pasukan tentara
dengan pasukan berkuda sebanyak 200 orang. Pasukan ini di bawah pimpinan Khalid bin Walid
dan Ikrimah bin Abi Jahal. Pasukan disiapkan tak lain sebagai upaya untuk membendung
kedatangan rombongan Nabi Muhammad, dan mereka berkemah di Dzu Thuwa. 1 Ibnu Hisyam,
Sirah Nabawiyah: Sejarah Lengkap Kehidupan Rasulullah saw, Jakarta: Akbar Media, 2017, h.

9
582. 2 Akram Dhiya’ Al-Umuri, Seleksi Sirah Nabawiyah: Studi Kritis Muhaddistsin Terhadap
Riwayat Dhaif, Jakarta: Darul Falah, 2004, h. 475. 3 K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan
Tarikh Nabi Muammad saw., Jilid 2, Jakarta: Gema Insani, 2001, h. 345. 4 Tariq Ramadan,
Biografi Intelektual Muhammad: Pelajaran Hidup Dari Perjalanan Hidup Rasulullah, Jakarta:
Serambi Ilmu Semesta, 2015, h. 260. Dari Dzul Hulaifah rombongan Nabi bergerak terus menuju
Makkah. Tetapi sesampainya di ‘Usfan, rombongan ini bertemu dengan Bisyr bin Sufyan Al-
Ka'bi. Bisyr pun langsung menginformasikan berita kedatangan pasukan Quraisy. Bisyr bin
Sufyan berkata kepada Rasulullah: Wahai Rasulullah, orang-orang Quraisy telah mengetahui
keberangkatanmu, karenanya mereka keluar bersama para isteri dan anak-anak mereka dengan
mengenakan kulit-kulit dari harimau dan berkumpul di Dzu Thawa. Mereka bersumpah dengan
nama Allah bahwa engkau tidak boleh masuk ke daerah mereka untuk selama-lamanya.
Kemudian Khalid bin Walid dengan pasukan berkudanya telah mereka kerahkan ke Kuraul
Ghamim.5 Mendengar informasi ini, rasul bermusyawarah dengan para sahabat yang hasilnya
adalah melanjutkan perjalanan karena memang niat semula adalah melaksanakan umrah. Boleh
jadi juga tekad para sahabat itu karena mereka pernah mendapat informasi tentang mimpi Nabi
yang menggambarkan bahwa Nabi saw bersama mereka masuk ke dalam kota Makkah dengan
aman.6 Selain iu juga Nabi mempertimbangkan, bila mereka terus melakukan perjalanan dan
bertemu dengan pasukan Quraisy tersebut, tentulah akan terjadi pertumpahan darah. Padahal
sejak awal Nabi sudah memutuskan bahwa tidak akan ada darah yang tetumpah. Mereka
bermaksud memasuki Makkah dengan damai, aman dan tenteram. Dalam suasana seperti itu,
dari kejauhan sayup-sayup terlihat kepulan debu dari pasukan Musyrik Makkah tersebut. Nabi
kemudian berseru kepada anggota rombongannya, siapa diantara mereka yang mengetahui jalan
lain untuk mencapai Makkah. Mendengar itu seseorang maju ke depan yang mengetahui jalan
lain menuju Makkah tersebut.7 Namun jalannya berliku-liku dan sangat sulit dilalui. Nabi
menyetujui hal itu, lalu memerintahkan rombongan untuk menempuh jalan tersebut. Akhirnya
mereka sampai ke satu tempat bernama Thaniat al-Murar, jalur menuju ke Hudaibiyah yang
terdapat di sebelah bawah kota Makkah.8 Ternyata kawasan tersebut sangat kerontang, tidak ada
satupun sumber mata air. Mendengar itu Rasulullah mengeluarkan sebuah anak panah dari
tabungnya lalu diberikan kepada seseorang anggota rombongan kemudian dibawa ke salah satu
sumur yang terdapat di kawasan itu. Selanjutnya anak panah itu ditancapkan ke dalam pasir pada
salah satu sumur, maka tak lama kemudian air pun memancar. B. Upaya Diplomasi 5 Ibnu

10
Hisyam, Sirah Nabawiyah…, h. 582-583. 6 M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah Nabi
Muhammad saw Dalam Sorotan Al-Qur’an Dan Hadis-Hadis Shahih, Ciputat: Lentera Hati,
2018, h. 754. 7 Imam Ath-Thabari, Shahih Tarikh Ath-Thabari, jilid 2, Jakarta: Pustaka Azzam,
2011, h. 338. Memberi keterangan bahwa seseorang ini adalah laki-laki yang berasal dari kabilah
Aslam. 8 Imam Ath-Thabari, Shaih Tarikh… , h. 339. Ketika hampir sampai di kota Makah
mereka melihat kaum Quraisy bersiapsiap untuk mencegah mereka dengan senjata. Buda’il
kepala suku Khuza’ah, meskipun bukan seorang muslim, bersikap baik terhadap Islam. Dia
membawa kabar ini kepada Nabi dan selanjutnya mengirimkannya kembali untuk melaporkan
kepada kaum Quraisy bahwa umat Islam datang untuk melaksanakan ibadah haji bukan untuk
berperang.9 Kepada kaum Quraisy juga diiusulkan agar menerima perdamaian dengan mereka
selama masa tertentu. Karena telah mengirim pesan kepada kaum Quraisy, umat Islam berhenti
di Hudaibiyah. Selanjutnya Budail menyampaikan laporan ke tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy,
namun beberapa orang mencurigainya karena ia dari suku Khuza’ah yang selama ini memiliki
hubungan baik dengan keluarga Rasulullah dari Bani Hashim. Tidak puas dengan laporan
Budail, Musyrikin Quraisy pun akhirnya mengutus delegasi lagi dari suku Thaqif yakni Urwah
bin Mas’ud. Rasulullah kemudian menjelaskan kepada Urwah sebagaimana Nabi menjelaskan
kepada Budail bin Warqa’. Sempat terjadi keteganan antara Urwah dan salah seorang sahabat
Rasulullah, namun hal itu dapat diredam oleh Nabi Muhammad saw bahkan ketika kembali ke
Makkah Urwah mempunyai kesan yang mendalam dengan kepribadian Muhammad saw dan
sikap sahabat10 yang disampaikan kepada tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy. Diskusi yang
berlangsung antara Rasulullah dan Urwah belum mencapai konklusi (kata sepakat) dan masih
membutuhkan proses lanjutan. Namun Urwah yang pergi ke Makkah untuk bermusyawarah
dengan kaumnya dan tak pernah kembali lagi. C. Peristiwa Bai’atur-Ridhwan Rasulullah
mengirimkan utusan bernama Khirasy bin Umaiyyah Al-Khuzai kepada orang-orang Quraisy
yang telah membunuh untanya tatkala Nabi dalam perjalanan menuju mereka, dan unta itu
adalah milik Rasulullah sendiri. Ketika Rasulullah mengutus utusan itu, timbul kekhawatiran
karena ada indikasi terjadinya sebuah peristiwa tragis yang akan menimpa utusan itu
sebagaimana yang menimpa unta tadi.11 Satu perlakuan yang sangat kasar diterima kaum
Muslimin hingga mereka mengalami luka-luka, yaitu tatkala orang-orang Quraisy mengerahkan
kekuatannya 50 orang untuk menyerang orang-orang Islam, namun mereka dapat ditangkap
hingga 9 Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah…, h. 584. 10 kekaguman Urwah adalah melihat orang-

11
orang yang memiliki kesetiaan dan perlakuan yang sangat hebat terhadap pimpinannya seperti
apa yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Muhammad, tak sebanding dengan kaisar Persia, kaisar
Romawi dan Najasyi yang pernah ia lihat sendiri. (Afzal Iqbal, Diplomasi Islam, Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2000, h. 32.) 11 Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah… , h. 587. hampir saja sebuah
pertempuran meletus.12 Alih-alih melakukan balasan akan tindakan musuh-musuhnya,
Rasulullah tetap saja dengan prinsip awalnya, yaitu menegakkan perdamaian jika tidak terjadi
hal-hal yang sangat keterlaluan dari pihak yang lain. Orang-orang Arab Makkah secara terus
terang mengaku bersalah dengan penyerangan yang mereka lakukan, lebih-lebih penyerangan
tersebut dilakukan secara agresif di saat negosiasi masih dalam proses antara dua kelompok, hal
ini memberi arti bahwa mereka secara transparan telah melakukan penolakan terhadap tawaran
damai yang disodorkan Rasulullah.13 Namun Rasulullah tetap dengan ketenangan sebagaimana
yang biasa Nabi lakukan dalam menghadapi provokasi apa pun. Alihalih Nabi melakukan
tindakan balas dendam sebagaimana yang dilakukan oleh orangorang Arab, Nabi justru
melepaskan orang-orang yang ditangkap oleh kaum Muslimin dan terus berusaha melanjutkan
proyek besarnya, yakni perdamaian. Kaum Quraisy, walaupun begitu tetap menyiagakan
pasukannya untuk menahan Rasulullah dan para sahabat agar tidak masuk kota Makkah. Pada
waktu itu, bangsa Arab bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang berkembang.
Selanjutnya Nabi Muhammad kembali mencoba mengirim utusan. Pertama sekali maksud
tersebut dibebankan kepada Umar bin Khattab. Namun Umar ragu-ragu, karena ia sadar bahwa
tak ada satu pun klannya yang cukup kuat untuk melindunginya. Maka Umar mengusulkan
supaya Usman bin Affan saja yang pergi. Alasan penunjukan Usman menurut Karen Armstrong,
karena Usman memiliki banyak hubungan aristokrat dengan kafir Quraisy.14 Usman pun
dipanggil oleh Nabi untuk melaksanakan tugas sebagai utusan kepada pihak Quraisy. Pertama
sekali ia diperintahkan untuk bertemu dengan Abu Sufyan. Dan ketika Usman sudah bertemu
dengan mereka, ia diperintahkan untuk menghentikan keinginan untuk masuk Makkah. Kalau ia
sendiri mau thawaf silakan thawaf. Tetapi Usman menampik bujukan tersebut. Dia baru mau
thawaf kalau Nabi juga dan beserta rombongan dapat pula thawaf bersama-sama. Perundingan
antara Usman bin Affan dan para pemimpin Quraisy memakan waktu agak lama, sehingga tersiar
kabar di kalangan kaum Muslim bahwa Usman telah dibunuh. Tiada pilihan lain bagi mereka
kecuali menuntut balas, sambil berdiri di sebatang pohon Nabi mengumpulkan semua
sahabatnya, dan orang-orang yang hadir diminta untuk membulatkan tekad dan bersiap-siap

12
menghadapi kaum musyrikin Quraisy. 12 Ibnu Hisyam, Sirah Nabawiyah… , h. 587. 13 Afzal
Iqbal, Diplomasi… , h. 33. 14Karen Armstrong, Muhammad Sang Nabi; Sebuah Biografi Kritis,
Surabaya: Risalah Gusti, 2003, h. 315. Mereka mengikrarkan sumpah setia akan tetap membela
Allah dan RasulNya dalam keadaan bagaimanapun juga. Peristiwa tersebut dalam sejarah Islam
terkenal dengan nama “Bai’atur-Ridhwan”7 , yaitu : Pernyataan janji setia yang diridhai Allah,
yang kemudian diabadikan dalam Al-Qur’an. Peristiwa bai’at, yang berlangsung di bawah pohon
Samrah,15 dan ini sekaligus menjadi asbab nuzulnya firman Allah QS. Al-Fath ayat 18. D.
Upaya Diplomasi Kembali Belum puas juga dengan laporan Urwah, tokoh-tokoh Musyrikin
Quraisy mengutus delegasi Hulais bin al-Qamah. Ketika melihatnya datang, Rasulullah
menyampaikan kepada para sahabatnya bahwa Hulais adalah orang dari kaum yang memiliki
rasa keagamaan yang baik, Nabi memerintahkan para sahabat untuk menggiring unta-unta yang
akan dipersembahkan agar Hulais melihatnya. Apa yang dikatakan oleh Rasulullah terbukti,
hanya dengan melihat unta-unta yang digiring untuk qurban, Hulais merasa tidak perlu menemui
Rasulullah atau menyelidiki lebih dalam maksud dan tujuan Nabi Muhammad saw dan
pengikutnya berkunjung ke Makkah. Ia kembali kepada tokoh-tokoh Musyrikin Quraisy dan
memberitahukan kepada mereka bahwa Rasulullah tidak datang kecuali untuk beribadah dan
mengagungkan Ka’bah. Beberapa tokoh Musyrikin Quraisy tidak puas dengan laporan Hulais
bahkan mengejek Hulais sebagai orang gunung yang bodoh dan mudah dikelabuhi.16 Musyrikin
Quraisy mengutus delegasi berikutnya yaitu pimpinan Mukriz bin Hafs yang pada akhirnya juga
memberikan laporan seperti tiga delegasi sebelumnya. Sampai akhirnya Musyrikin Quraisy
mengutus Suhail bin Amr dengan mandat penuh. Tetapi dengan syarat yang tidak boleh
diabaikan oleh Suhail bahwa untuk tahun ini Muhammad dan rombongan tidak diperbolehkan
masuk kota Makkah, apa pun alasannya.17 Ketika Rasulullah melihat kedatangan Suhail bin
Amr Nabi optimis akan mendapatkan jalan keluar yang terbaik. Optimisme ini muncul dari
“nama” utusan Musyrikin Quraisy itu. Namanya Suhail yang seakar dengan kata sahl yang
berarti mudah. Rasulullah saw. bersabda, “Telah dipermudah untuk kalian urusan kalian.” (Hr.
Ahmad).18 E. Isi Perjanjian Hudaibiyah 15 Al-hafizh Ibnu Katsir, Sirah Nabi Muhammad s.a.w.,
Jakarta: Pustaka Imam Asy-Syafi’i, 2010, h. 185. 16 M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah … , h.
760. 17 M. Qurasih Shihab, Membaca Sirah… , h. 761. 18 M. Qurasih Shihab, Membaca
Sirah… , h. 761. Adapun isi perjanjian antara kaum muslimin dengan kafir Quraisy berbunyi:
Dengan nama Allah. Ini adalah syarat-syarat perdamaian antara Muhammad bin Abdullah dan

13
Suhail bin Amir, utusan Makkah. (1) Tidak akan ada perang selama sepuluh tahun. (2) Siapa pun
yang berminat menggabungkan diri kepada Muhammad dan mengadakan suatu persetujuan
dengan dia, bebas berbuat demikian. Siapa pun yang ingin bergabung dengan kaum Quraisy dan
mengadakan suatu persetujuan dengan mereka, bebas untuk berbuat demikian. (3) Seorang belia,
atau seseorang yang ayahnya masih hidup, jika ia pergi kepada Muhammad tanpa izin ayahnya
atau walinya, akan dikembalikan kepada ayahnya atau walinya. Tetapi, seseorang yang pergi
kepada kaum Quraisy, ia tidak akan dikembalikan. (4) Pada tahun ini Muhammad akan kembali
tanpa masuk ke Makkah. Tetapi pada tahun yang akan datang ia dan para pengikutnya dapat
masuk ke Makkah, tinggal selama tiga hari dan melakukan thawaf. (5) Selama tiga hari itu kaum
Quraisy akan mengundurkan diri ke bukit-bukit di sekitarnya. Jika Muhammad dan para
pengikutnya masuk ke Makkah, mereka tidak akan bersenjata kecuali pedang bersarung yang
para musafir di Arabia senantiasa membawa serta.19 F. Respon Para Sahabat Nabi Terhadap Isi
Perjanjian Hudaibiyah Banyak hal dalam perjanjian Hudaibiyah yang tidak berkenan di hati
sahabatsahabat Nabi saw. Ali bin Abi Thalib misalnya, enggan menghapus basmalah, atau
menggantinya sehingga rasul sendiri yang harus menghapusnya dan menulis apa yang diusulkan
oleh ketua delegasi kafir Quraisy. Demikian juga dengan penghapusan kata “Rasulullah”.20
Selanjutnya Umar Bin Khatab yang sangat kecewa dengan hasil perjanjian Hudaibiyah, terutama
poin nomor 3 di atas. Bahkan Umar sempat memprotes Nabi: “Umar bin Khattab Berkata kepada
Rasulullah saw,” Ya Rasulullah, bukankan Anda utusan Allah?” “Benar,” jawab Rasul.
“Bukankah kita berada pada kebenaran?” tanya Umar pula. “Benar,” jawab Nabi. “Bukankan
musuh kita itu berada pada kebatilan? “Ya,” jawab Rasul. “Tapi, mengapakah kita memberi
kehinaan dalam agama kita ?” tanya Umar. 19 HM. Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat
Hidup Rasulullah saw, Bogor: Yayasan Wisma Damai, 1992, h. 135. 20 Maulana Muhammad
Ali, Biografi Muhammad Rasulullah, Jakarta: Turos, 2015, h. 196- 197. Rasulullah
menegaskan,”Sesungguhnya aku adalah Rasul Allah. Aku takkan mendurhakai-Nya. Dia pun
takkan menyia-nyiakan aku.”21 Umar yang merasa tidak puas atas jawaban Nabi selanjutnya
datang menemui Abu Bakar dan mengutarakan isi hatinya. Tetapi Abu Bakar menasihatinya
supaya yakin dan jangan meragukan atas apa yang sudah dikatakan Rasulullah saw. Umumnya
yang paling banyak dipermasalahkan dalam perjanjian tersebut adalah pada poin 4, mayoritas
orang Islam pada saat itu sungguh sangat kecewa. Mereka harus rela kembali ke Madinah.
Padahal Nabi telah menyampaikan bahwa mereka akan melaksanakan umrah. Kondisi ini

14
diperparah dengan persetujuan Nabi mengembalikan Abu Jandal, Putra Suhail,22 karena terikat
dengan perjanjian terutama pada poin 3 yang harus disepakati oleh kedua belah pihak. Meskipun
Umar sempat berusaha mencegahnya, namun pada akhirnya tak bisa berbuat apa-apa dan hanya
menelan kekecewaan atas isi perjanjian tersebut.

3. Alasan Yang Melatarbelakangi Fathu Makkah

Alasan Yang Melatarbelakangi Fathu Makkah Dikalangan kaum Quraisy di Mekah,


pertempuran di Mu'tah itu dipandang bukan saja merupakan kekalahan besar angkatan perang
kaum muslimin, melainkan merupakan pukulan keras yang sungguh-sungguh melumpuhkan dan
menghancurkan kaum muslimin seluruhnya. Menurut persangkaan mereka, saat itu kaum
muslimin tidak akan mungkin dapat bangkit kembali. Selanjutnya, anggapan dan persangkaan itu
menimbulkan keberanian mereka untuk mencemari kehormatan janji perdamaian antara mereka
dan kaum muslimin di Hudaibiyah. Dengan demikian, kaum Quraisy di Mekah ketika itu
berpendapat dan bersikap untuk harus dengan segera menggerakkan perlawanan di mana-mana
agar kelemahan dan kelumpuhan kaum muslimin dapat menjalar lebih luas.39 B. Musyrik
Quraisy Melanggar Perjanjian Hudaibiyah Anggapan situasi kekalahan kaum muslim pada
perang Mu’tah, ternyata telah dimanfaatkan dengan baik oleh sekutu Quraisy, Bani Bakar yang
bermaksud melampiaskan dendamnya terhadap musuh lama mereka, yaitu kabilah Bani
Khuza'ah yang merupakan sekutu Nabi. Pembesar-pembesar Bani Bakar mulai dihasut oleh
sebagian pembesar kaum Quraisy yang masih memusuhi Islam dan 38 M. Qurasih Shihab,
Membaca Sirah… , h. 848. 39K.H. Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh… , h. 508-509. kaum
muslimin. Di antaranya ialah Ikrimah bin Abu Jahal dan kawan-kawannya40 . Mereka ini
bersedia memberikan bantuan persenjataan yang cukup asalkan mereka (kabilah Bani Bakar)
mau menyerang kabilah Bani Khuza'ah. Kaum Quraisy mengira sikap dan perbuatan yang
demikian itu tidak akan diketahui oleh golongan lain. Mereka juga menyangka kaum muslimin
tidak akan dapat memberikan bantuan kepada kaum Bani Khuza'ah apabila diserang oleh kaum
Bani Bakar karena kaum muslimin sendiri sedang dalam keadaan lumpuh akibat perang Mu’tah.
Akibatnya terjadi insiden penyerangan yang dilakukan kabilah Bani Bakar, menyebabakan dua
orang dari Bani Ka’b klan dari Bani Khuza'ah tewas. Bani Ka’b segera mengirim utusan untuk
memberitahu Nabi tentang kejadian tersebut. Kejadian ini jelas merupakan pelanggaran
perjanjian Hudaibiyah, Nabi Muhammad memutuskan bahwa pelakunya harus dihukum. Orang-

15
orang Quraisy tahu betapa gawat situasinya. Maka mereka memutuskan untuk mengirim orang
mereka yang paling berpengaruh untuk membujuk Muhammad agar tidak menanggapi kejadian
sporadis itu. Namun, sejak perjanjian itu ditandatangani, orang Quraisy selalu melanggar butir
kesepakatan dan batas perjajian, dan mereka tidak pernah ragu untuk mengasut klan lain untuk
menyerang komunitas Islam. Namun kali ini, tindakan mereka sudah keterlaluan, dan itullah
mengapa Abu Sufyan sendiri yang datang ke Madinah untuk berbicara dengan Nabi. Nabi diam
saja dan tidak banyak berkata-kata. Selanjutnya Abu Sufyan berusaha mencari dukungan,
pertama-tama dari putrinya, Ummu Habibah, isteri Nabi, kemudian dari Ali, tapi ia tidak
menemukan dukungan untuk bernegosasi. Nabi tetap diam, demikian juga para sahabat,41 dan
Abu Sufyan tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan situasi seperti itu, yang jelas-jelas
sangat membahayakan bagi kepentingan kafir Quraisy.

16
BAB III
PENUTUP
1. KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa dakwah yang dapat dilakukan
dengan pendekatan structural, sebagaimana dakwah yang dilakukan Nabi. Dakwah structural
disini merupakan. Dakwah dengan memanfaatkan susunan, jabatan, kepangkatan
Terdapat hikmah dari Perjanjian Hudaibiyah diantaranya, berkembangnya syiar Islam,
kehidupan masyarakat menjadi lebih aman dan damai, membuka jalan kepada pembebasan
Mekah dari musyrikin Quraysyi, dan orang Islam dapat membuat perhubungan dengan kabilah
Arab yang lain. Dengan demikian lalam akan mudah tersebar ke beberapa penjuni dunia. Tetapi
walaupun reaksi bermacam-macam diterima Nabi, hasil akhir menunjukkan bahwa dakwah Nabi
semakin terbuka dan diterima oleh masyarakat luan

2. SARAN
Rasulullah SAW memerintahkan agar melindungi wanita dan anak-anak dalam
penyerangan terhadap makkah dan tidak membunuh lawan yang sudah tidak
berdaya. Hal ini menunjukkan bahwa beliau adalah seorang pemimpin perang yang
lembut dan penuh kasih sayang.

17

Anda mungkin juga menyukai