Anda di halaman 1dari 32

AKADEMI PERAWATAN BUNTET PESANTREN

CIREBON
CIREBON

2009

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Sehat sangat dibutuhkan oleh semua orang karena pada zaman modern ini sehat
sangat sulit sekali. Banyak sekali makanan tidak sehat yang dapat menyebabkan
penyakit.

Menurut Zaidin Ali (1999:61-63), sehat adalah suatu keseimbangan yang


dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh yang dapat mengadakan penyesuaian
sehingga tubuh dapat mengatasi gangguan dari luar. Sedangkan sakit adalah reaksi
personal, interpersonal, cultural, atau perasaan kurang nyaman akibat dari adanya
penyakit. Diantara banyaknya penyakit ada salah satu jenis penyakit tumor yaitu Soft
Tissue Tumor.

Menurut (http://darryltanod.blogspot.com/2008/11/rhabdomyosarcoma-
rms.html), Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi
dalam artian khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara
klinis, tumor dibedakan atas golongan neoplasma dan nonneoplasma misalnya kista,
akibat reaksi radang atau hipertrofi. Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami
transformasi dan tumbuh secara autonom lepas dari

kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam
bentuk dan strukturnya. Berikut adalah salah satu contoh tumor jaringan lunak.

Menurut data di rumah sakit Gunung Jati Cirebon, jumlah penderita yang
mengidap Soft Tissue Tumor (STT) periode Januari sampai dengan Juli 2009 adalah
20 orang dengan presentasi berdasarkan jenis kelamin : laki-laki 45% dan perempuan
55%.
Menurut (http://astaqauliyah.com/tag/gangguan-psikologis/), penyakit tumor
tidak menyebabkan kematian, tidak menular, tetapi karena timbulnya dapat terjadi
pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menyebabkan gangguan kosmetik,
menurunkan kualitas hidup, gangguan psikologis (mental), sosial, dan finansial.

Menurut Suliswati (2005:3) gangguan psikologis adalah gangguan perasaan


sejahtera secara subjektif, suatu penilaian diri tentang perasaan seseorang,
mencangkup area seperti konsep diri tentang seseorang, yang salah satu bagian
konsep diri adalah peran.

Menurut (http://docs.google.com/duniapsikologi.com), peran adalah sikap dan


perilaku nilai serta tujuan yang diharapkan dari seseorang berdasarkan posisinya di
masyarakat. Peran yang ditetapkan adalah peran dimana seseorang tidak punya
pilihan, sedangkan peran yang diterima adalah peran yang terpilih atau dipilih oleh
individu. Posisi dibutuhkan oleh individu sebagai aktualisasi diri.

Pada klien penderita yang mengalami perawatan di ruang VII tepatnya pada
Ny. S penulis menemukan permasalahan tentang perasaan klien yang bosan, tidak
dapat bekerja lagi, dan jenuh karena keadaannya yang sedang sakit. Klien selama
dirawat di rumah sakit mendapatkan asuhan keperawatan dalam bentuk tindakan fisik
saja.

Oleh karena itu, penulis membuat Karya Tulis Ilmiah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. S DENGAN GANGGUAN
PSIKOSOSIAL : FUNGSI PERAN AKIBAT SOFT TISSUE TUMOR (STT) DI
RUANG VII RSUD GUNUNG JATI CIREBON”.

2. Tujuan
1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan


psiko-sosial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor (STT) secara langsung dan
komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosio-spiritual dengan pendekatan proses
keperawatan.

2. Tujuan Khusus
1. Mampu melakukan pengkajian pada Ny. S dengan gangguan
psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII
RSUD Gunung Jati Cirebon
2. Mampu membuat diagnosa keperawatan untuk Ny. S dengan
gangguan psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di
ruang VII RSUD Gunung Jati Cirebon
3. Mampu membuat rencana asuhan keperawatan untuk Ny. S dengan
gangguan psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di
ruang VII RSUD Gunung Jati Cirebon
4. Mampu melaksanakan implementasi pada Ny. S dengan gangguan
psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII
RSUD Gunung Jati Cirebon
5. Mampu melakukan evaluasi pada Ny. S dengan gangguan
psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue Tumor di ruang VII
RSUD Gunung Jati Cirebon
6. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan untuk Ny. S
dengan gangguan psikososial : fungsi peran akibat Soft Tissue
Tumor di ruang VII RSUD Gunung Jati Cirebon.

3. Metode Penulisan

Menurut La Ode Jumadi Gaffar (1999:59), dalam penyusunan laporan Karya


Tulis Ilmiah ini menggunakan metode deskriptif yang berbentuk studi kasus
sedangkan tehnik pengambilan data yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Observasi

Yaitu cara pengumpulan data melalui hasil (melihat, meraba, atau mendengarkan)
tentang kondisi klien dalam kerangka asuhan keperawatan

2. Wawancara

Yaitu cara pengumpulan data melalui tanya jawab kepada klien atau keluarganya,
dapat dilakukan setiap saat selama pemberian asuhan keperawatan dengan
memperhatikan kondisi klien agar komunikasi efektif.

3. Pemeriksaan Fisik

Yaitu cara pengumpulan data melalui inspeksi, palpasi, perkusi, auskultasi, dan
pemeriksaan fisik lainnya seperti CRT (mengukur sirkulasi darah kapiler).

4. Studi Dokumentasi

Yaitu studi berkaitan catatan-catatan kesehatan yang diperoleh dari data subjektif
dan objektif serta medical record dari rumah sakit.

5. Studi Literatur
Yaitu memperoleh data dasar klien dengan literatur yang berhubungan dengan
masalah klien.

4. Sistematika Penulisan

BAB I PENDAHULUAN, terdiri dari latar belakang masalah, tujuan, metode


penulisan dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORITIS, terdiri dari konsep dasar penyakit yang meliputi
definisi, anatomi fisiologi, etiologi, tanda dan gejala, patofisiologi,
komplikasi, penatalaksanaan. Dan konsep dasar psikiatri yang meliputi
definisi fungsi peran, faktor predisposisi, faktor presipitasi, rentang konsep
diri. Konsep asuhan keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN, terdiri dari tinjauan kasus dan
pembahasan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, implementasi dan evaluasi.

BAB IV PENUTUP, terdiri dari kesimpulan dan saran

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

1. Konsep Dasar Penyakit


1. Konsep Dasar Soft Tissue Tumor (STT)

1. Definisi

Soft Tissue Tumor (STT) adalah benjolan atau pembengkakan abnormal


yang disebabkan oleh neoplasma dan nonneoplasma.
(http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap).

Soft Tissue Tumor (STT) adalah pertumbuhan sel baru, abnormal,


progresif, dimana sel-selnya tidak tumbuh seperti kanker.
(http://www.dinkes.kalbar.go.id/).
Jadi kesimpulannya, Soft Tissue Tumor (STT) adalah suatu benjolan
atau pembengkakan abnormal yang disebabkan pertumbuhan sel baru.

2. Etiologi

Menurut (http://emedicine.medscape.com), etiologi Soft Tissue Tumor :

1. -Kondisi genetik

Ada bukti tertentu pembentukan gen dan mutasi gen adalah faktor
predisposisi untuk beberapa tumor jaringan lunak, dalam daftar laporan
gen yang abnormal, bahwa gen memiliki peran penting dalam diagnosis.

2. -Radiasi
Mekanisme yang patogenic adalah munculnya mutasi gen radiasi-induksi yang
mendorong transformasi neoplastic.
3. -Lingkungan carcinogens

Sebuah asosiasi antara eksposur ke berbagai carcinogens dan setelah itu


dilaporkan meningkatnya insiden tumor jaringan lunak.

4. -Infeksi
Infeksi virus Epstein-Barr dalam orang yang kekebalannya lemah juga akan
meningkatkan kemungkinan tumor pembangunan jaringan lunak.
5. -Trauma
Hubungan antara trauma dan Soft Tissue Tumors nampaknya kebetulan. Trauma
mungkin menarik perhatian medis ke pra-luka yang ada.

3. Anatomi fisiologi

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), jaringan lunak


adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ
tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot,
tendon, jaringan ikat, dan jaringan lemak.

Menurut Evelyn C. Pearce (2008:15), anatomi fisiologi jaringan lunak


adalah sebagai berikut :

1. -Otot

Otot ialah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu


berkontraksi bergerak. Otot terdiri atas serabut silindris yang mempunyai
sifat yang sama dengan jaringan yang lain, semua ini diikat menjadi
berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis jaringan ikat yang mengandung
unsur kontraktil
2. -Tendon

Tendon adalah pengikat otot pada tulang, tendon ini berupa serabut-
serabut simpai yang berwarna putih, berkilap, dan tidak elastis.

3. -Jaringan ikat

Jaringan ikat melengkapi kerangka badan, dan terdiri dari jaringan areolar
dan serabut elastic.

4. Tanda dan Gejala

Menurut (http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), tanda dan


gejala tumor jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi dimana
tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah
kulit yang tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit,
yang biasanya terjadi akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa
juga karena adanya penekanan pada saraf-saraf tepi.

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), dalam tahap


awal, jaringan lunak tumors biasanya tidak menimbulkan gejala karena
jaringan lunak yang relatif elastis, tumors dapat tumbuh lebih besar,
mendorong samping jaringan normal, sebelum mereka merasa atau
menyebabkan masalah. kadang gejala pertama biasanya gumpalan rasa sakit
atau bengkak. dan dapat menimbulkan gejala lainnya, seperti sakit atau rasa
nyeri, karena dekat dengan menekan saraf dan otot. Jika di daerah perut dapat
menyebabkan rasa sakit abdominal umumnya menyebabkan sembelit.

5. Patofisiologi

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), pada umumnya


tumor-tumor jaringan lunak Soft Tissue Tumors (STT) adalah proliferasi
masenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh. Dapat
timbul di tempat di mana saja, meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas
bawah, terutama daerah paha, 20% di ekstermitas atas, 10% di kepala dan
leher, dan 30% di badan.

Menurut (http://emedicine.medscape.com/article/1253816-overview),
tumors jaringan lunak tumbuh centripetally, meskipun beberapa tumor jinak,
seperti serabut luka. Setelah tumor mencapai batas anatomis dari tempatnya,
maka tumor membesar melewati batas sampai ke struktur neurovascular.
Tumor jaringan lunak timbul di lokasi seperti lekukan.

Menurut (http://darryltanod.blogspot.com/2008/11), proses alami dari


kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu :
1. -Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.
2. -Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. -Invasi lokal.
4. -Metastasis jauh.

6. Diagnosis

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), satu-satunya


cara yang handal untuk menentukan apakah suatu jaringan lunak itu jinak atau
ganas adalah melalui biopsi. Karena itu, semua jaringan lunak yang bertambah
besar harus biopsi. Biopsi dapat diperoleh melalui biopsi jarum atau biopsi
dengan bedah. Selama prosedur ini, tenaga kesehatan membuat sebuah
pengirisan atau menggunakan jarum khusus untuk mengambil sampel jaringan
tumor dan diteliti lewat mikroskop. Setelah pemeriksaan tersebut dapat
ditemukan jinak atau ganasnya sebuah tumor dan dapat menentukan
tingkatannya.

Menurut (http://blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), metode


diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis adalah pemeriksaan
biopsi, bisa dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi dari
jaringan tumor langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil
jaringan tumor sebagian sebagai contoh bila ukuran tumornya besar. Bila
ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi dengan pengangkatan seluruh
tumor. Jaringan hasil biopsi diperiksa oleh ahli patologi anatomi dan dapat
diketahui apakah tumor jaringan lunak itu jinak atau ganas. Bila jinak maka
cukup hanya benjolannya saja yang diangkat, tetapi bila ganas setalah
dilakukan pengangkatan benjolan dilanjutkan dengan penggunaan radioterapi
dan kemoterapi.

7. Penatalaksanaan

Menurut (http://en.wikipedia.org/wiki/Soft_tissue_tumor), secara


umum, pengobatan untuk jaringan lunak tumors tergantung pada tahap dari
tumor. Tahap tumor yang didasarkan pada ukuran dan tingkatan dari tumor.
Pengobatan pilihan untuk jaringan lunak tumors termasuk operasi, terapi
radiasi, dan kemoterapi.

1. -Bedah adalah yang paling umum untuk perawatan jaringan lunak tumors.
Jika memungkinkan, dokter akan menghapus kanker dan margin yang
aman dari jaringan sehat di sekitarnya. Penting untuk mendapatkan margin
bebas tumor untuk mengurangi kemungkinan kambuh lokal dan
memberikan yang terbaik bagi pembasmian dari tumor. Tergantung pada
ukuran dan lokasi dari tumor, mungkin, jarang sekali, diperlukan untuk
menghapus semua atau bagian dari lengan atau kaki.
2. -Terapi radiasi dapat digunakan untuk operasi baik sebelum atau setelah
shrink Tumors operasi apapun untuk membunuh sel kanker yang mungkin
tertinggal. Dalam beberapa kasus, dapat digunakan untuk merawat tumor
yang tidak dapat dilakukan pembedahan. Dalam beberapa studi, terapi
radiasi telah ditemukan untuk memperbaiki tingkat lokal, tetapi belum ada
yang berpengaruh pada keseluruhan hidup.
3. -Kemoterapi dapat digunakan dengan terapi radiasi, baik sebelum atau
sesudah operasi untuk mencoba bersembunyi di setiap tumor atau
membunuh sel kanker yang tersisa. Penggunaan kemoterapi untuk
mencegah penyebaran jaringan lunak tumors belum membuktikan untuk
lebih efektif. Jika kanker telah menyebar ke area lain dari tubuh,
kemoterapi dapat digunakan untuk Shrink Tumors dan mengurangi rasa
sakit dan menyebabkan kegelisahan mereka, tetapi tidak mungkin untuk
membasmi penyakit.

Menurut (blog.asuhankeperawatan.com/materilengkap), penanganan


pada Soft Tissue Tumor (STT) adalah sebagai berikut :

1. -Terapi Medis

Terapi medis termasuk eksisi endoskopik tumor di traktus gastrointestinal


bagian atas misalnya: esophagus, perut (stomach), dan duodenum atau
colon.

2. -Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)

Pembedahan (complete surgical excision) dengan kapsul sangatlah penting


untuk mencegah kekambuhan setempat (local recurrence). Terapi
tergantung lokasi tumor. Pada lokasi yang tidak biasanya, pemindahan
lipoma menyesuaikan tempatnya..

2. Konsep Dasar Secara Psikologis Fungsi Peran


1. Definisi

Konsep diri adalah semua ide, pikiran, perasaan kepercayaan dan


pendirian yang diketahui oleh individu dalam hubungannya dengan orang lain.
(Suliswati 2005:89).

Peran adalah serangkaian pola sikap perilaku, nilai dan tujuan yang
diharapkan oleh masyarakat dihubungkan dengan fungsi individu di dalam
kelompok sosialnya. (Suliswati 2005:93).

2. Etiologi

Menurut (http://www.usu.com), faktor-faktor yang menyebabkan


terganggunya fungsi peran adalah sebagai berikut :
1. -Konflik peran interpersonal
2. -Individu dan lingkungan tidak mempunyai harapan peran yang selaras
3. -Contoh peran yang tidak adekuat
4. -Kehilangan hubungan yang penting
5. -Perubahan peran seksual
6. -Keragu-raguan peran
7. -Perubahan kemampuan fisik untuk menampilkan peran sehubungan dengan
proses menua
8. -Kurangnya kejelasan peran atau pengertian tentang peran
9. -Ketergantungan obat
10. -Kurang keterampilan sosial
11. -Perbedaan budaya
12. -Harga diri rendah
13. -Konflik antar peran yang sekaligus diperankan
3. Tanda dan Gejala

Menurut (http://www.usu.com), gangguan-gangguan peran yang terjadi


tersebut dapat ditandai dengan tanda dan gejala, seperti :

1. -Mengungkapkan ketidakpuasan perannya atau kemampuan menampilkan peran


2. -Mengingkari atau menghindari peran
3. -Kegagalan transisi peran
4. -Ketegangan peran
5. -Kemunduran pola tanggung jawab yang biasa dalam peran
6. -Proses berkabung yang tidak berfungsi
7. -Kejenuhan pekerjaan

3. Predisposisi

Menurut Suliswati (2005:96), faktor predisposisi gangguan peran


adalah sebagai berikut :

1. -Transisi peran yang sering terjadi pada proses perkembangan,


perubahan situasi dan keadaan sehat sakit.
2. -Ketegangan peran, ketika individu menghadapi dua harapan yang
bertentangan secara terus menerus yang tidak terpenuhi
3. -Keraguan peran, ketika individu kurang pengetahuannya tentang
harapan peran yang spesifik dan bingung tentang tingkah laku
peran yang sesuai
4. -Peran yang terlalu banyak.

Menurut (http://www.usu.com), faktor-faktor yang mempengaruhi


dalam menyesuaikan diri dengan peran yang harus dilakukan :

1. -Kejelasan perilaku dengan penghargaan yang sesuai dengan peran


2. -Konsisten respon orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan
3. -Kesesuaian dan keseimbangan antara peran yang di embank
4. -Keselarasan budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran
5. -Pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian perilaku peran

3. Presipitasi

Menurut Suliswati (2005:96), faktor presipitasi dari gangguan peran


adalah sebagai berikut :

1. -Trauma

Masalah spesifik sehubungan dengan konsep diri adalah situasi yang


membuat individu sulit menyesuaikan diri atau tidak dapat menerima
khususnya trauma emosi

2. -Ketegangan peran

Ketegangan peran adalah perasaan frustasi ketika individu merasa adekuat


melakukan peran atau melakukan peran yang bertantangan dengan hatinya
atau merasa tidak cocok dalam melakukan perannya.

3. Rentang Respon

Menurut Suliswati (2005:91), penilaian tentang konsep diri dapat


dilihat berdasarkan rentang respon konsep diri yaitu :

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Aktualisasi Konsep Harga diri Kekacauan Depersonalisasi


diri identitas
Diri Rendah
Positif
2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

1. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

Menurut La Ode Jumadi Gaffar (1999 : 57-65), konsep dasar asuhan


keperawatan adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama atau langka awal dari proses


keperawatan secara keseluruhan. Pada tahap ini semua data/ informasi tentang
klien yang dibutuhkan dikumpulkan dan dianalisa untuk menentukan diagnosa
keperawatan. Tujuan pengkajian keperawatan adalah mengumpulkan data,
mengelompokkan data dan menganalisa data sehingga ditemukan diagnosa
keperawatan.

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau


masalah kesehatan aktual atau potensial. Tujuannya adalah mengidentifikasi :
pertama, adanya masalah aktual berdasarkan respon klien terhadap masalah
atau penyakit; kedua, faktor-faktor yang berkontribusi atau penyebab adanya
masalah; ketiga, kemampuan klien mencegah atau menghilangkan masalah.

Diagnosa yang kemungkanan muncul pada Soft Tissue Tumor :

1. Gangguan perfusi jaringan sehubungan dengan luka post operasi


2. Gangguan rasa nyaman nyeri sehubungan dengan terputusnya kontinuitas jaringan
akibat post operasi
3. Gangguan pola aktifitas sehubungan dengan luka post operasi
4. Gangguan rasa aman cemas sehubungan dengan kurang pengetahuan tentang
penyakit
5. Resiko tinggi infeksi sehubungan dengan
3. Perencanaan

Setelah merumuskan diagnosa keperawatan maka perlu dibuat


perencanaan intervensi keperawatan dan aktifitas keperawatan. Tujuan
perencanaan adalah untuk mengurangi, menghilangkan dan mencegah
masalah keperawatan klien.

4. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh


perawat dan klien. Hal-hal yang harus diperhatikan ketika melakukan
implementasi adalah intervensi dilaksanakan sesuai dengan rencana.
4. Evaluasi

Fase akhir dari proses keperawatan adalah evaluasi terhadap


keperawatan yang diberikan. Hal-hal yang dievaluasi adalah keakuratan,
kelengkapan dan kualitas data, teratasi atau tidaknya klien serta pencapaian
tujuan dan ketepatan intervensi keperawatan.

2. Konsep Asuhan Keperawatan Konsep Diri : Fungsi Peran

Menurut Budi Anna Keliat, dkk (1999 : 3-15), konsep asuhan keperawatan
konsep diri : fungsi peran adalah sebagai berikut :

1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses


keperawatan. Data yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual. Isi dari pengkajian meliputi :

1. Identitas klien
2. Keluhan utama/alasan masuk
3. Faktor predisposisi
4. Aspek fisik/biologis
5. Aspek psikososial
6. Status mental
2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinis tentang respon aktual atau


potensial dari individu, keluarga atau masyarakat terhadap masalah
kesehatan/proses kehidupan. Dalam keperawatan jiwa ditemukan diagnosa
beruntun, diman jika etilogi sudah diberikan tindakan dan permasalahan
belum selesai maka problem dijadikan etiologi pada diagnosa yang baru,
demikian seterusnya.

Diagnosa yang muncul pada gangguan fungsi peran adalah

1. Gangguan penampilan peran berhubungan dengan ketidakmampuan


menerima peran dan pekerjaan yang baru
2. Gangguan fungsi peran berhubungan dengan proses penyakit yang diderita
3. Gangguan penampilan peran berhubungan dengan ketidaksesuaian budaya
dan harapan peran diri

3. Rencana Tindakan Keperawatan

Rencana tindakan keperawatan terdiri dari 3 aspek tujuan, intervensi,


rasional. Rencana tindakan disesuaikan dengan standar asuhan keperawatan
jiwa Indonesia atau standar keperawatan Amerika yang membagi karakteristik
tindakan berupa : tindakan konseling, pendidikan kesehatan, perawatan
mandiri, terapi modalitas, perawatan berkelanjutan (continuity care).

4. Implementasi

Implementasi tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana


tindakan keperawatan. Pada situasi nyata sering implementasi jauh berbeda
dengan rencana. Hal ini terjadi karena perawat belum terbiasa menggunakan
rencana tertulis dalam melaksanakan tindakan keperawatan. Yang biasa
adalah rencana tidak tertulis yaitu apa yang dipikirkan, dirasakan, itu yang
dilaksanakan . hal ini sangat membahayakan klien dan perawat jika berakibat
fatal dan juga tidak memenuhi aspek legal.

5. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari


tindakan keperawatan pada klien. Evaluasi dilakukan terus menerus pada
respons klien terhadap tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan.
Evaluasi dapat dibagi dua, yaitu evaluasi proses atau formatif dilakukan setiap
selesai melaksanakan tindakan.
TINJAUAN PUSTAKA

RHABDOMIOSARKOMA
Rhabdomiosarkoma (RMS) kata ini berasal dari bahasa Yunani, (rhabdo yang artinya
bentuk lurik, dan myo yang artinya otot). Rabdomiosarkoma merupakan suatu tumor
ganas yang aslinya berasal dari jaringan lunak ( soft tissue) tubuh, termasuk disini adalah
jaringan otot, tendon dan connective tissue. Rabdomiosarkoma merupakan keganasan
yang sering didapatkan pada anak-anak. Respon pengobatan dan prognosis dari penyakit
ini sangat bergantung dari lokasi dan gambaran histologi dari tumor ini sendiri.
Insidensi tertinggi pada umur rata-rata 6 tahun dan dapat ditemukan sejak masa bayi baru
lahir sampai dewasa muda. Biasanya tampak sebagai masa tumor, paling sering di daerah
kepala dan leher yang meliputi orbita, nasofaring, sinus, telinga tengah dan kulit kepala,
dan dapat dijumpai pula pada saluran urogenital. Lesi pada otak frekuensinya rendah;
selain penyebaran hematogen dapat juga perluasan langsung dari kepala dan leher.
Penyakit ini sangat ganas, sehingga pada saat diagnosis ditegakkan biasanya telah terjadi
metastasis luas.
Walaupun tumor ini dipercaya berasal dari sel otot primitif dari tubuh, tumor ini dapat
muncul dimana saja dalam tubuh, terkecuali jaringan tulang. Tumor ini dapat timbul di
berbagai bagian tubuh seperti di kepala dan leher (38%), traktus genitourinarius (21%),
ekstremitas (18%), tulang belakang (17%) dan retroperitoneum (7%), ( Misser dan
kawan-kawan 1985, Raney dan kawan-kawan 1986 ).
PATOLOGI TUMOR
Prose salami dari kebanyakan tumor ganas dapat dibagi atas 4 fase yaitu:
1. Perubahan ganas pada sel-sel target, disebut sebagai transformasi.
2. Pertumbuhan dari sel-sel transformasi.
3. Invasi Lokal.
4. Metastasis Jauh.
Pertumbuhan tumor berhubungan dengan diferensiasi dan anaplasia, laju pertumbuhan,
invasi local, dan metastasis. Pada umumnya perbedaan utama antara tumor ganas dan
jinak terletak padaperubahan morfologi tumor itu sendiri. Namun diagnosa morfologik
tidak dapat meramalkan perilaku biologik atau perjalanan klinik dari neoplasma. Kadang-
kadang ramalan ini dapat dikacaukan dengan gambaran morfologik tumor dan
perilakunya.
Diferensiasi dan Anaplasia
Istilah diferensiasi dan anaplasia dipakai untuk sel-sel parenkim neoplasma. Diferensiasi
menunjukkan seberapa banyak kemiripan sel parenkim dibandingkan dengan sel-sel
normal baik secara morfologi maupun fungsional. Tumor yang diferensiasinya jelek atau
tidak berdiferensiasi mempunyai gambaran sel-sel yang tidak spesifik.
Dalam hal ini tumor ganas berdiferensiasi dari diferensiasi baik sampai tidak
berdiferensiasi. Neoplasma ganas terdiri dari sel-sel yang tidak berdiferensiasi disebut
sebagai anaplastik. Diferensiasi yang berkurang atau anaplasia, merupakan tanda
transformasi keganasan. Anaplasia berarti "keadaan yang terbelakang", yang secara tidak
langsung menunjukkan suatu perkembangan diferensiasi dari derajat tinggi ke rendah.
Tumor ganas yang berdiferensiasi buruk atau tidak berdiferensiasi berasal dari proliferasi
tanpa maturasi lengkap dari sel-sel yang mengalami transformasi. Anaplasia ditandai oleh
sejumlah perubahan morfologi :
• Pleomorfisme, Sel dan inti keduanya secara karakteristik menunjukkan pleomorfisme,
yaitu ukuran dan bentuk bervariasi. Pada tumor anaplastik dari otot bercorak
(Rabdomiosarkoma) terdapat tanda-tanda pleomorfisme seluler dan inti, inti
hiperkromatik, serta terdapat sel datia tumor. Sel dapat beberapa kali lebih besar dari sel-
sel yang lain, ada juga sel yang lain secara eksrim tampak kecil dan pimitif.
• Morfologi inti abnormal. Secara karakteristik inti mengandung banyak DNA dan
berwarna lebih gelap (hiperkromatik). Inti secara proporsional besar untuk suatu sel, dan
perbandingan inti/sitoplasma dapat mencapai 1:1 ( n-nukleus, dan c-sitoplasma, N/C =
1:1 ). Normal rasio inti/sitoplasma, N/C = 1:4 atau 1:6. Bentuk inti sangat bervariasi dan
kromatin kasar, mengelompok, bergumpal, dan tersebar sepanjang membran inti, kadang-
kadang dengan anak inti ( nukleoli ) yang besar.
• Mitosis. Tumor ganas diferensiasi jelek atau tidak berdiferensiasi biasanya mempunyai
banyak sel mitosis yang mencerminkan aktivitas ploriferasi sel-sel parenkim lebih tinggi.
Namun perlu diingat bahwa adanya mitosis, tidak selalu menunjukkan suatu tumor itu
ganas atau jaringan itu adalah neoplastik. Lebih penting gambaran morfologik pada
neoplasma ganas adalah gambaran mitosis atipik, aneh, beberapa menghasilkan sel
spindle tripolar, quadripolar, atau multipolar.
• Hilangnya polaritas. Sebagai tambahan pada sel abnormal , orientasi sel-sel anaplastik
terganggu ( susunan sel atau polaritas sel hilang ). Lembaran atau massa dari sejumlah
sel-sel tumor bertumbuh anarkis, tampak tidak terorganisasi.
• Perubahan-perubahan lain. Gambaran lain pada sel anaplasia adalah pembentukan sel-
sel raksasa tumor dengan hanya satu inti polimorfik yang besar dan yang lain dengandua
atau lebih inti.
Laju Pertumbuhan
Kebanyakan tumor ganas bertumbuh cepat, dan kadang-kadang sampai pada suatu massa
yang tidak tentu yang akhirnya meluas dan membuat penderita ketakutan.
Namun suatu konsep yang ekstrim penting mengenai pertumbuhan tumor adalah :
bahwa dalam waktu cepat suatu tumor padat secara klinik dideteksi, hal ini berarti bahwa
tumor tersebut sudah mempunyai sebagian besar dari siklus hidup sel lengkap. Ini
merupakan rintangan besar dalam pengobatan kanker, dan perlu memperkembangkan
petanda-petanda diagnostik untuk mendeteksi kanker secara dini.
Laju pertumbuhan tumor ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu :
1. Kelipatan waktu sel-sel tumor.
2. Fraksi sel-sel tumor yang berada dalam pul replikatif.
3. Laju pertumbuhan pada sel-sel yang terlepas dan hilang dalam lesi pertumbuhan.
Sebab tumor bertumbuh terus, sel-sel meninggalkan pul proliferasi pada keadaan-keadaan
: Jumlah sel bertambah untuk terlepas, kurang nutrisi, atau apoptosis; oleh diferensiasi;
dan oleh pengendalian ke fase G0. Sebagian sel kanker tetap berada dalam fase-fase G0
atau G1. Jadi bersamaan dengan waktu, suatu tumor yang dideteksi secara klinik,
sebagian besar sel tidak berada dalam pul replikatif. Pada beberapa tumor dengan
pertumbuhan cepat; fraksi pertumbuhan hanya 20% atau lebih kurang.
Invasi Lokal
Pertumbuhan kanker disertai oleh infiltrasi progressif, invasi dan kerusakan jaringan
sekitarnya. Pada umumnya tumor ganas (kanker) tidak berbatas jelas dengan jaringan
normal disekitarnya. Kadang-kadang tumor ganas penyebarannya lambat namun
mempunyai perkembangan yang jelas bersama kapsul fibrous dan mendesak jaringan
normal sekitarnya.
Kebanyakan tumor ganas jelas melakukan invasi dan dapat menembus dinding organ
seperti dinding kolon atau uterus, atau menonjol pada permukaan kulit. Sifat invasive
tumor menyebabkan sukar dilakukan operasi, jika tumor mempunyai batas yang baik
maka dilakukan operasi yang sedapat mungkin jelas tampak jaringan normal yang dilenal
denngan operasi radikal.

Metastasis
Metastase adalah implantasi tumor yang terpisah dengan tumor primernya. Tanpa
diragukan metastase merupakan tanda suatu tumor ganas sebab neoplasma jinak tidak
bermetastase. Sifat invasive kanker ini menyebabkan sel-sel kanker berpenetrasi ke
dalam pembuluh darah, pembuluh limfe, dan rongga tubuh, yang member kesempatan sel
kanker tersebut menyebar (metastase).
HISTOLOGI RABDOMIOSARKOMA
Secara histologik tumor ini memiliki 5 kategori utama, yaitu :
1. Embrional : Jenis ini merupakan jenis yang tersering didapati pada anak-anak didapati
>60% kasus. Tumor bisa tumbuh dimana saja, tetapitempat yang paling sering terkena
adalah pada bagian genitourinaria atau pada bagian kepala dan leher.
2. Alveolar : Tumor jenis ini kurang lebih 31% dari semua kasus Rabdomiosarkoma.
Tumor ini banyak didapati pada orang dewasa dan tumbuh pada bagian ekstremitas,
perianal dan atau perirektal.
3. Botryoid embrional : Terdapat 6% dari seluuruh kasus dari Rabdomiosarkoma.Tipe ini
khas muncul di atas permukaan mukosa mulut, dengan bentuk tumor seperti polipoid dan
seperti buah anggur.
4. Sel Spindel Rabdomiosarkoma : Tumor ini terdapat kurang lebih 3% dari semua kasus
Rabdomiosarkoma, dan memiliki pola pertumbuhan yang fasikuler, spindle, dan
leimimatous. Jenis ini jarang muncul didaerah kepala dan leher, dan sering muncul
didaerah paratestikuler.
5. Anaplastik Rabdomiosarkoma : Dulunya jenis ini dikenal dengan nama Pleomorfik
Rabdomiosarkoma, tumor ini adalah tumor yang paling jarang terjadi, paling sering
diderita oleh pasien berusia 30-50 tahun dan jarang ditemukan pada anak-anak.
MORTALITAS
Pada pasien dengan RMS yang terlokalisasi, dapat mencapai angka harapan hidup 5
tahun >80% dengan kombinasi dari operasi, terapi radiasi, dan kemoterapi. Pada pasien
dengan tumor yang telah bermetastase, telah terjadi peningkatan serta perkembangan
yang baik dalam hal angka harapan hidup 5 tahun, dimana telah mencapai <30% dalam
satu dekade terakhir ini.
ETIOLOGI
Penyebab dari Rabdomiosarkoma sendiri sampai saat ini belum jelas. Beberapa sindroma
genetik dan faktor lingkungan dikatakan berkaitan dengan peningkatan prevalensi dari
RMS.
• Beberapa sindroma genetik yang berhubungan dengan angka kejadian RMS :
o Neurofibromatosis (4-5% risk of any of a number of malignancies)
o Li-Fraumeni syndrome (germline mutation of the tumor suppressor gene TP53)
o Rubinstein-Taybi syndrome
o Gorlin basal cell nevus syndrome
o Beckwith-Wiedemann syndrome
o Costello syndrome
• Beberapa faktor lingkungan yang diduga berperan dengan prevalensi RMS :
o Parental use of marijuana and cocaine
o Intrauterine exposure to X-rays
o Previous exposure to alkylating agents
MANIFESASI KLINIK
Terdapat berbagai macam manifestasi klinik pada RMS, perlu disadari bahwa penderita
RMS terutama anak-anak mungkin mendapat gejala-gejala yang berbeda satu dengan
yang lain tergantung dari lokasi tumor itu sendiri. Gejala sering kali tidak muncul
sebelum tumor mencapai ukuran yang besar, teristimewa jika tumor terletak pada
jaringan otot yang dalam pada perut. Ini adalah manifestasi klinik yang paling sering
terjadi pada RMS.
• Massa dari RMS yang dapat dilihat dan dirasakan, bisa dirasakan nyeri maupun tidak.
• Perdarahan pada hidung, vagina, rectum, atau mulut dapat terjadi jika tumor terletak
pada area ini.
• Rasa geli, nyeri serta pergerakan dapat terjadi jika tumor menekan saraf pada area yang
terkena.
• Penonjolan serta kelopak mata yang layu, dapat mengindikasikan suatu tumor
dibelakang area ini.

DIAGNOSA
Diagnosa dari RMS selain dari gejala-gejala klinik yang Nampak jelas, diperlukan
pemeriksaan penunjang berupa :
• Biopsi tumor.
• Pemeriksaan darah dan urine.
• Pemeriksaan Radiologis : CT-Scan, MRI, USG, Bone Scans.
• Lumbal punksi.
• Aspirasi sumsum tulang.
Diagnosis juga sudah harus menyangkut staging dan klasifikasi dari tumor, yang sangat
berguna dalam penentuan terapi pada penderita. Staging adalah proses untuk menentukan
sampai dimana kanker telah menyebar, dan jika sudah menyebar, sampai dimana
penyebaran telah terjadi. Terdapat berbagai macam jenis pada sistem staging yang
digunakan pada Rabdomiosarkoma. Salah satu metode yang digunakan dalam penentuan
staging yaitu metode TNM, yaitu sistem yang menggunakan tumor (T), nodes (N), and
meastase (M) untuk membedakan penyakit ini menurut tingkatannya (staging). Sistem ini
digunakan untuk evaluasi sebelum dilakukan operasi. Terdapat 4 tingkatan pada sistem
ini, yaitu :
• stage I - tumors involving the area near the eye, the head, neck, and genitourinary tract
(except the prostate and bladder). The tumor is localized, meaning the tumor has not
spread to other areas of the body.
• stage II - small, localized tumors less than 5 cm in any site not in stage I. There are no
tumor cells in the surrounding lymph nodes.
• stage III - localized tumor at any site not included in stage I that is larger than 5 cm
and/or has spread to surrounding lymph nodes.
• stage IV - disease that has spread to other areas of the body at the time of diagnosis.
Beberapa sistem yang juga digunakan dalam penentuan staging dari Rabdomiosarkoma
adalah :
• Surgicopathologic (clinical) group (Groups I-III are for localized disease.)
o Group I - Tumor completely removed
o Group II - Microscopic residual tumor, involved regional nodes, or both
o Group III - Gross residual tumor
o Group IV - Distant metastatic disease
• RMS staging system
o Stage 1 - Orbit, head, and/or neck (not parameningeal) involvement, and
involvement of the GU tract (not bladder or prostate)
o Stage 2 - Other locations, N0 or NX
o Stage 3 - Other locations, N1 if the tumor is <5 cm or N0 or NX if the tumor > 5 cm
o Stage 4 - Any site with distant metastases
• Low-risk patients are those with the following embryonal histology:
o Stages 1-3 in groups I-II (or III for only orbital involvement)
o Stage 1 in group III
• Intermediate-risk patients are those with the following embryonal histology:
o Stages 2-3 in clinical group III (nonorbital involvement)
o Stage 4 in clinical group IV if patient is younger than 14 years

DIFERENSIAL DIAGNOSIS
• Acute Lymphoblastic Leukemia
• Acute Myelocytic Leukemia
• Ewing Sarcoma
• Gorlin Syndrome
• Li-Fraumeni Syndrome
• Liposarcoma
• Lymphadenopathy
• Neuroblastoma
• Osteosarcoma
• Wilms Tumor

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
• Pada pemeriksaan darah : Dapat dijumpai anemia, hal ini dapat diakibatkan adanya
suatu proses inflamasi, atau pansitopenia dapat terlihat pada bone marrow.
• Tes fungsi hati, termasuk pemeriksaan LDH, AST, ALT, alkalin fosfatase, dan level
bilirubin. Suatu proses metastase pada hati dapat membuat perubahan pada jumlah dari
protein-protein tersebut. Tes fungsi hati juga perlu dilakukan sebelum memulai
kemoterapi.
• Tes fungsi ginjal, termasuk pemeriksaan pada BUN dan kreatinin : Fungsi ginjal juga
harus diperiksa sebelum dilakukan kemoterapi.
• Urinalisis (UA) : Terdapatnya hematuria dapat mengindikasikan terlibatnya GU tract
dalam proses metastase tumor.
• Elektrolit dan kimia darah : perlu dilakukan pengecekan terhadap sodium, potassium,
klorida, karbon dioksida, kalsium, fosfor, dan albumin.

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
• Pada foto polos : foto pada dada sangat membantu untuk mengetahui adanya kalsifikasi
dan keterlibatan tulang dalam pada tumor primer dan untuk mengetahui apakah terdapat
metastase pada paru-paru.
• CT-Scan : CT-Scan pada dada perlu dilakukan sebagai evaluasi apakah terdapat
metastase pada paru-paru. CT-Scan dada baik dilakukan sebelum dilakukan operasi untuk
menghindari kesalaham dimana atelektasis dapat disangka sebagai proses meastase. CT
juga dapat membantu dalam mengevaluasi tulang, apakah terdapat erosi tulang dan untuk
follow up terhadap respon dari terapi. CT pada hati dengan tumor primer pada bagian
abdomen atau pelvis sangat membantu untuk mengetahui jika adanya metastase.
• MRI : MRI meningkatkan kejelasan jika terdapat invasi tumor pada organ-organ tubuh.
Terutama pada orbita, paraspinal, bagian parameningeal.
• Bone scanning : Untuk mencari jika terdapat metastase pada tulang.
• USG : Untuk memperoleh gambaran sonogram dari hati pada pasien dengan tumor
primer pada abdomen dan pelvis.
• Ekokardiografi : Unruk mengetahui jika tedapat gangguan jantung sebelum kemoterapi.

TERAPI
Terapi pada penderita RMS melibatkan kombinasi dari operasi, kemoterapi, dan terapi
radiasi. Karena pengobatan yang akan dijalani kompleks dan lama, terlebih khusus pada
anak-anak banyak hal yang perlu diperhatikan, maka pasien yang akan menjalani
pengobatan, perlu dirujuk ke pusat-pusat kanker yang lengkap terlebih khusus buat anak-
anak. Rabdomiosarkoma yang terdapat pada lengan atau kaki dipertimbangkan untuk
diamputasi. Setelah terapi dilaksanakan seorang penderita tetap harus dipantau untuk
melihat apakah tumor tersebut telah hilang atau tetap ada, dalam hal ini digunaka
pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan, bone-scans, x-rays.
Terapi Operatif
Terapi operatif pada penderita RMS bervariasi, bergantung dari lokasi dari tumor itu. Jika
memungkinkan dilakukan operasi pengangkatan tumor tanpa menyebabkan kegagalan
fungsi dari tempat lokasi tumor. Walaupun terdapat metastase dari RMS, pengangkatan
tumor primer haruslah dilakukan, jika hal itu memungkinkan.
Terapi Medikamentosa
Terapi ini dimaksudkan untuk membunuh sel-sel tumor melalui obat-obatan. Kemoterapi
kanker adalah berdasarkan dari pemahaman terhadap bagaimana sel tumor
berreplikasi/bertumbuh, dan bagaimana obat-obatan ini mempengaruhinya. Setelah sel
membelah, sel memasuki periode pertumbuhan (G1), diikuti oleh sintesis DNA (fase S).
Fase berikutnya adalah fase premiosis (G2) dan akhirnya tiba pada fase miosis sel (fase
M).
Obat-obat anti neoplasma bekerja dengan menghambat proses ini. Beberapa obat spesifik
pada tahap pembelahan sel ada juga beberapa yang tidak.
PROGNOSIS
Prognosis dari penyakit RMS bergantung pada :
• Staging dari penyakit
• Lokasi serta besar dari tumor.
• Ada atau tidaknya metastase.
• Respon tumor terhadap terapi.
• Umur serta kondisi kesehatan dari penderita.
• Toleransi penderita terhadap pengobatan, prosedur terapi.
• Penemuan pengobatan yang terbaru.

Pengobatan yang tepat dan terarah dapat membantu pasien dalam mencapai angka
harapan hidup yang maksimal. Sehingga dibutuhkan kerjasama yang baik antara terapis
serta keluasrga, dan terutama semangat pederita untuk mendapat kesembuhan.

KONSEP KEPERAWATAN

B. KONSEP KEPERAWATAN
Kanker/tumor adalah istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan gangguan
pertumbuhan selular dan merupakan kelompok penyakit dan bukan penyakit tunggal.
Saat ini ada lebih dari 120 perbedaan tipe pengetahuan tentang kanker/tumor.
Karena kanker/tumor adalah penyakit seluler, ini dapat timbul dari jaringan mana saja.
Dengan manifestasi yang mengakibatkan kegagalan untuk mengontrol proliferasi dan
maturasi sel.
Selama bertahun-tahun observasi dan dokumentasi, telah ditemukan bahwa perilaku
metastatik dari kanker bervariasi sesuai dengan sisi primer diagnosis. Pola perilaku ini
diketahui sebagai “riwayat alamiah”. Pengetahuan tentang etiologi dan riwayat alamiah
dari tipe kanker adalah penting pada perencanaan keperawatan pasien dan pada evaluasi
kemajuan, prognosis, dan keluhan fisik pasien.

A. DATA DASAR PENGKAJIAN KLIEN


1. Aktivitas/Istirahat
Gejala: Kelemahan dan/atau keletihan
Perubahan pada pola istirahat dan jam kebiasaan tidur pada malam hari; adanya faktor-
faktor yang mempengaruhi tidur, misalnya nyeri, ansietas, berkeringat malam.
Keterbatasan partisipasi dalam hobby, latihan.
Pekerjaan atau profesi dengan pemajanan karsinogen lingkungan, tingkat stress tinggi.
2. Sirkulasi
Gejala: Palpitasi, nyeri dada pada pengerahan kerja.
Kebiasaan: Perubahan pada tekanan darah.
3. Integritas Ego
Gejala: Faktor stress (keuangan, pekerjaan, perubahan peran) dan cara mengatasi stress
(misalnya merokok, minum alkohol, menunda mencari pengobatan, keyakinan
religius/spiritual).
Masalah tentang perubahan dalam penampilan, misalnya alopesia, lesi cacat,
pembedahan.
Menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, putus asa, tidak mampu, tidak bermakna,
rasa bersalah, kehilangan control, depresi.
Tanda: Menyangkal, menarik diri, marah.
4. Eliminasi
Gejala: Perubahan pada pola defekasi, misalnya darah pada feses, nyeri pada defekasi.
Perubahan eliminasi urinarius, misalnya nyeri atau rasa terbakar pada saat berkemih,
hematuri, sering berkemih.
Tanda: Perubahan pada bising usus, distensi abdomen.
5. Makanan/Cairan
Gejala: Kebiasaan diet buruk (misalnya rendah serat, tinggi lemak, adiktif, bahan
pengawet).
Anoreksia, mual/muntah.
Intoleransi makanan.
Perubahan pada berat badan; penurunan berat badan, kakeksia, berkurangnya massa otot.
Tanda: Perubahan pada kelembaban/turgor kulit; edema.
6. Neurosensori
Gejala: Pusing; sinkope.
7. Nyeri/Kenyamanan
Gejala: Tidak ada nyeri, atau derajat bervariasi, misalnya ketidaknyamanan ringan
sampai nyeri berat (dihubungkan dengan proses penyakit).
8. Pernapasan
Gejala: Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok)
Pemajanan asbes.
9. Keamanan
Gajala: Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen.
Pemajanan matahari lama/berlebihan.
Tanda: Demam. Ruam kulit, ulserasi.
10. Seksualitas
Gejala: Masalah seksualitas, misalnya dampak pada hubungan, perubahan pada tingkat
kepuasan.
Nuligravida lebih besar dari usia 30 tahun.
Multigravida, pasangan seks multiple, aktivitas seksual dini. Herpes genital.
11. Interaksi Sosial
Gejala: Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung.
Riwayat perkawinan (berkenaan dengan kepuasan di rumah, dukungan, atau bantuan).
Masalah rentang fungsi/tanggung jawab peran.
12. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala: Riwayat kanker pada keluarga, misalnya ibu atau bibi dengan kanker payudara.
Sisi primer: penyakit primer dalam rumah tangga ditemukan/didiagnosis.
Penyakit metastatik: sisi tambahan yang terlibat; bila tidak ada, riwayat alamiah dari
primer akan memberikan informasi penting untuk mencari metastatik.

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Tes, seleksi tergantung riwayat, manifestasi klinis, dan indeks kecurigaan untuk kanker
tertentu.
2. Scan (misalnya MRI, CT, gallium) dan ultrasound: dilakukan untuk tujuan diagnostic,
identifikasi metastatik, dan evaluasi respon pada pengobatan.
3. Biopsy (aspirasi, eksisi, jarum, melubangi): dilakukan untuk diagnostik banding dan
menggambarkan pengobatan dan dapat dilakukan melalui sumsum tulang, kulit, organ,
dan sebagainya.
4. Penanda tumor (zat yang dihasilkan dan disekresi oleh sel tumor dan ditemukan dalam
serum, misalnya CEA, antigen spesifik prostat, α-fetoprotein, HCG, asam fosfat prostat,
kalsitonin, antigen onkofetal pancreas, CA 15-3, CA 19-9, CA 125 dan sebagainya):
dapat membantu dalam mendiagnosis kanker tetapi lebih bermanfaat sebagai prognostic
dan/atau monitor terapeutik.
5. Tes kimia skrining, misalnya elektrolit (natrium, kalium, kalsium); tes ginjal
(BUN/Cr); tes hepar (bilirubin, AST/SGOT alkalin fosfat, LDH); tes tulang (alkalin
fosfat, kalsium)
6. JDL dengan diferensial dan trombosit: dapat menunjukan anemia, perubahan SDM dan
SDP; trombosit berkurang atau meningkat.
7. Sinar x dada: menyelidiki penyakit paru metastatik atau primer.

C. PRIORITAS KEPERAWATAN
1. Dukungan adaptasi dan kemandirian.
2. Meningkatkan kenyamanan.
3. Mempertahankan fungsi fisiologis optimal.
4. Mencegah komplikasi.
5. Memberikan informasi tentang proses/kondisi penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan.

D. TUJUAN PEMULANGAN
1. Pasien menerima situasi dengan realistis.
2. Nyeri hilang/terkontrol.
3. Homeostatis dicapai.
4. Komplikasi dicegah/dikurangi.
5. Proses/kondisi penyakit, prognosis, pilihan terapeutik dan aturan dipahami.
E. DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1. Cemas/takut berhubungan dengan situasi krisis (kanker), perubahan kesehatan, sosio
ekonomi, peran dan fungsi, bentuk interaksi, persiapan kematian, pemisahan dengan
keluarga.
a. Tujuan:
1) Klien dapat mengurangi rasa cemasnya.
2) Rileks dan dapat melihat dirinya secara obyektif.
3) Menunjukkan koping yang efektif serta mampu berpartisipasi dalam pengobatan.
b. Intervensi:
1) Tentukan pengalaman klien sebelumnya terhadap penyakit yang dideritanya.
2) Berikan informasi tentang prognosis secara akurat.
3) Beri kesempatan pada klien untuk mengekspresikan rasa marah, takut, konfrontasi.
Beri informasi dengan emosi wajar dan ekspresi yang sesuai.
4) Jelaskan pengobatan, tujuan dan efek samping. Bantu klien mempersiapkan diri dalam
pengobatan.
5) Catat koping yang tidak efektif seperti kurang interaksi sosial, ketidak berdayaa.
6) Anjurkan untuk mengembangkan interaksi dengan support system.
7) Berikan lingkungan yang tenang dan nyaman.
8) Pertahankan kontak dengan klien, bicara dan sentuhlah dengan wajar.
c. Rasional:
1) Data-data mengenai pengalaman klien sebelumnya akan memberikan dasar untuk
penyuluhan dan menghindari adanya duplikasi.
2) Pemberian informasi dapat membantu klien dalam memahami proses penyakitnya.
3) Dapat menurunkan kecemasan klien.
4) Membantu klien dalam memahami kebutuhan pengobatan dan efek samping.
5) Mengetahui dan menggali pola koping klien serta mengatasinya/memberikan solusi
dalam upaya meningkatkan kekuatan dalam mengatasi kecemasan.
6) Agar klien memperoleh dukungan dari orang yang terdekat/keluarga.
7) Memberikan kesempatan pada klien untuk berpikir/merenung/istirahat.
8) Klien mendapatkan kepercayaan diri dan keyakinan bahwa dia benar-benar di tolong.

2. Nyeri (akut) berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/ kerusakan jaringan


syaraf, infiltrasi sistem suplay syaraf, obstruksi jalur syaraf, inflamasi), efek samping
terapi kanker.
a. Tujuan:
1) Klien mampu mengontrol rasa nyeri melalui aktivitas
2) Melaporkan nyeri yang dialaminya
3) Mengikuti program pengobatan
4) Mendemontrasikan tehnik relaksasi dan pengalihan rasa nyeri melalui aktivitas yang
mungkin
b. intervensi:
1) Tentukan riwayat nyeri, lokasi, durasi dan intensitas
2) Evaluasi therapi: pembedahan, radiasi, khemotherapi, biotherapi, ajarkan klien dan
keluarga tentang cara menghadapinya
3) Berikan pengalihan seperti reposisi dan aktivitas menyenangkan seperti mendengarkan
musik atau nonton TV
4) Menganjurkan tehnik penanganan stress (tehnik relaksasi, visualisasi, bimbingan),
gembira, dan berikan sentuhan therapeutik.
5) Evaluasi nyeri, berikan pengobatan bila perlu.
c. Kolaboratif:
6) Diskusikan penanganan nyeri dengan dokter dan juga dengan klien.
7) Berikan analgetik sesuai indikasi seperti morfin, methadone, narkotik dll.
d. Rasional:
1) Memberikan informasi yang diperlukan untuk merencanakan asuhan.
2) Untuk mengetahui terapi yang dilakukan sesuai atau tidak, atau malah menyebabkan
komplikasi.
3) Untuk meningkatkan kenyamanan dengan mengalihkan perhatian klien dari rasa nyeri.
4) Meningkatkan kontrol diri atas efek samping dengan menurunkan stress dan ansietas.
5) Untuk mengetahui efektifitas penanganan nyeri, tingkat nyeri dan sampai sejauhmana
klien mampu menahannya serta untuk mengetahui kebutuhan klien akan obat-obatan anti
nyeri.
6) Agar terapi yang diberikan tepat sasaran.
7) Untuk mengatasi nyeri.

3. Gangguan nutrisi (kurang dari kebutuhan tubuh) berhubungan dengan hipermetabolik


yang berhubungan dengan kanker, konsekuensi kemotherapi, radiasi, pembedahan
(anoreksia, iritasi lambung, kurangnya rasa kecap, nausea), emotional distress, fatigue,
ketidakmampuan mengontrol nyeri.
a. Tujuan:
1) Klien menunjukkan berat badan yang stabil, hasil lab normal dan tidak ada tanda
malnutrisi
2) Menyatakan pengertiannya terhadap perlunya intake yang adekuat
3) Berpartisipasi dalam penatalaksanaan diet yang berhubungan dengan penyakitnya
b. Intervensi:
1) Monitor intake makanan setiap hari, apakah klien makan sesuai dengan kebutuhannya.
2) Timbang berat badan, ukuran triceps dan amati penurunan berat badan.
3) Kaji pucat, penyembuhan luka yang lambat dan pembesaran kelenjar parotis.
4) Anjurkan klien untuk mengkonsumsi makanan tinggi kalori dengan intake cairan yang
adekuat. Anjurkan pula makanan kecil untuk klien.
5) Kontrol faktor lingkungan seperti bau busuk atau bising. Hindarkan makanan yang
terlalu manis, berlemak dan pedas.
6) Ciptakan suasana makan yang menyenangkan misalnya makan bersama teman atau
keluarga.
7) Anjurkan tehnik relaksasi, visualisasi, latihan moderate sebelum makan.
8) Anjurkan komunikasi terbuka tentang problem anoreksia yang dialami klien.
c. Kolaboratif:
9) Amati laboraturium seperti total limposit, serum transferin, albumin.
10) Berikan pengobatan sesuai indikasi.
Phenotiazine, antidopaminergik, corticosteroids, vitamin khususnya A, D, E dan B6,
antacid.
11) Pasang pipa nasogastrik untuk memberikan makanan secara enteral, imbangi dengan
infus.
d. Rasional:
1) Memberikan informasi tentang status gizi klien.
2) Memberikan informasi tentang penambahan dan penurunan berat badan klien.
3) Menunjukkan keadaan gizi klien sangat buruk.
4) Kalori merupakan sumber energi.
5) Mencegah mual muntah, distensi berlebihan, dispepsia yang menyebabkan penurunan
nafsu makan serta mengurangi stimulus berbahaya yang dapat meningkatkan ansietas.
6) Agar klien merasa seperti berada dirumah sendiri.
7) Untuk menimbulkan perasaan ingin makan/membangkitkan selera.
8) Agar dapat diatasi secara bersama-sama (ahli gizi, perawat dan klien).
9) Untuk mengetahui/menegakkan terjadinya gangguan nutrisi sebagai akibat perjalanan
penyakit, pengobatan dan perawatan terhadap klien.
10) Membantu menghilangkan gejala penyakit, efek samping, meningkatkan status
kesehatan klien.
11) Mempermudah intake makanan/minuman dengan hasil yang maksimal dan sesuai
kebutuhan.

4. Kurangnya pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan


dengan kurangnya informasi, misinterpretasi, keterbatasan kognitif.
a. Tujuan:
1) Klien dapat mengatakan secara akurat tentang diagnosis dan pengobatan pada
tingkatan siap.
2) Mengikuti prosedur dengan baik dan menjelaskan tentang alasan mengikuti prosedur
tersebut.
3) Mempunyai inisiatif dalam perubahan gaya hidup dan berpartisipasi dalam
pengobatan.
4) Bekerjasama dengan pemberi informasi.
b. Intervensi:
1) Review pengertian klien dan keluarga tentang diagnosa, pengobatan dan akibatnya.
2) Tentukan persepsi klien tentang kanker dan pengobatannya, ceritakan pada klien
tentang pengalaman klien lain yang menderita kanker.
3) Beri informasi yang akurat dan faktual. Jawab pertanyaan secara spesifik, hindarkan
informasi yang tidak diperlukan.
4) Berikan bimbingan kepada klien/keluarga sebelum mengikuti prosedur pengobatan,
therapy yang lama, komplikasi. Jujurlah pada klien.
5) Anjurkan klien untuk memberikan umpan balik verbal dan mengkoreksi miskonsepsi
tentang penyakitnya.
6) Review klien /keluarga tentang pentingnya status nutrisi yang optimal.
7) Anjurkan klien untuk mengkaji membran mukosa mulutnya secara rutin, perhatikan
adanya eritema, ulcerasi.
8) Anjurkan klien memelihara kebersihan kulit dan rambut.
c. Rasional:
1) Menghindari adanya duplikasi dan pengulangan terhadap pengetahuan klien.
2) Memungkinkan dilakukan pembenaran terhadap kesalahan persepsi dan konsepsi serta
kesalahan pengertian.
3) Membantu klien dalam memahami proses penyakit.
4) Membantu klien dan keluarga dalam membuat keputusan pengobatan.
5) Mengetahui sampai sejauhmana pemahaman klien dan keluarga mengenai penyakit
klien.
6) Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga mengenai nutrisi yang adekuat.
7) Mengkaji perkembangan proses-proses penyembuhan dan tanda-tanda infeksi serta
masalah dengan kesehatan mulut yang dapat mempengaruhi intake makanan dan
minuman.
8) Meningkatkan integritas kulit dan kepala.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya pertahanan tubuh sekunder dan
sistem imun (efek kemotherapi/radiasi), malnutrisi, prosedur invasif.
a. Tujuan:
1) Klien mampu mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam tindakan pencegahan infeksi.
2) Tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi dan penyembuhan luka berlangsung normal.
b. Intervensi:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan. Batasi pengunjung.
2) Jaga personal hygine klien dengan baik.
3) Monitor temperatur.
4) Kaji semua sistem untuk melihat tanda-tanda infeksi.
5) Hindarkan/batasi prosedur invasif dan jaga aseptik prosedur.
c. Kolaboratif:
6) Monitor CBC, WBC, granulosit, platelets.
7) Berikan antibiotik bila diindikasikan.
d. Rasional:
1) Mencegah terjadinya infeksi silang.
2) Menurunkan/mengurangi adanya organisme hidup.
3) Peningkatan suhu merupakan tanda terjadinya infeksi.
4) Mencegah/mengurangi terjadinya resiko infeksi.
5) Mencegah terjadinya infeksi.
6) Segera dapat diketahui apabila terjadi infeksi.
7) Adanya indikasi yang jelas sehingga antibiotik yang diberikan dapat mengatasi
organisme penyebab infeksi.

6. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan efek radiasi dan kemotherapi,
defisit imunologik, penurunan intake nutrisi dan anemia.
a. Tujuan:
1) Klien dapat mengidentifikasi intervensi yang berhubungan dengan kondisi spesifik
2) Berpartisipasi dalam pencegahan komplikasi dan percepatan penyembuhan
b. Intervensi:
1) Kaji integritas kulit untuk melihat adanya efek samping therapi kanker, amati
penyembuhan luka.
2) Anjurkan klien untuk tidak menggaruk bagian yang gatal.
3) Ubah posisi klien secara teratur.
4) Berikan advise pada klien untuk menghindari pemakaian cream kulit, minyak, bedak
tanpa rekomendasi dokter.
Rasional:
a. Memberikan informasi untuk perencanaan asuhan dan mengembangkan identifikasi
awal terhadap perubahan integritas kulit.
b. Menghindari perlukaan yang dapat menimbulkan infeksi.
c. Menghindari penekanan yang terus menerus pada suatu daerah tertentu.
d. Mencegah trauma berlanjut pada kulit dan produk yang kontra indikatif.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta, 2001.
Danielle Gale & Jane Charette, Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 2000.
Doenges E. Marilynn, Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk Perencanaan dan
Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3, Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta,
1999.
http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/ Jurus Ampuh Mengenali Lipoma
Oleh: Dito Anurogo, S.ked, 14 Februari 2008. Generated 22 maret 2008.
http://www.pontianak-post.com/Tumor dan Kanker Jaringan Lunak, Bagaimana
Penanganannya? Oleh: Dr.Yusuf Heriady SpB, SpBOnk, 27 Februari 2005. Generated 22
maret 2008.
R. sjamsuhidajat, Wim De Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta, 2004.
Robbins Stanley L, Buku Saku Dasar Patologi Penyakit, Edisi 5, Penerbit Buku
Kedokteran EGC: Jakarta, 1996.

s, 30 April 2009
SOFT TISSUE TUMOR

A. PENDAHULUAN
Tumor adalah benjolan atau pembengkakan abnormal dalam tubuh, tetapi dalam artian
khusus tumor adalah benjolan yang disebabkan oleh neoplasma. Secara klinis, tumor
dibedakan atas golongan neoplasma dan nonneoplasma misalnya kista, akibat reaksi
radang atau hipertrofi.
Neoplasma dapat bersifat ganas atau jinak. Neoplasma ganas atau kanker terjadi karena
timbul dan berkembang biaknya sel secara tidak terkendali sehingga sel-sel ini tumbuh
terus merusak bentuk dan fungsi organ tempat tumbuhnya. Kanker, karsinoma, atau
sarkoma tumbuh menyusup (infiltrative) ke jaringan sekitarnya sambil merusaknya
(destruktif), dapat menyebar ke bagian lain tubuh, dan umumnya fatal jika dibiarkan.
Neoplasma jinak tumbuh dengan batas tegas
dan tidak menyusup, tidak merusak, tetapi membesar dan menekan jaringan sekitarnya
(ekspansif), dan umumnya tidak bermetastasis, misalnya lipoma.
Klasifikasi patologik tumor dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan mikroskopik pada
jaringan dan sel tumor. Dari pemeriksaan mikroskopik ini tampak gambaran keganasan
yang sangat bervariasi, mulai dari yang relatif jinak sampai ke yang paling ganas. Pada
satu organ dapat timbul satu atau lebih neoplasma yang sifatnya berlainan.
Sel tumor ialah sel tubuh yang mengalami transformasi dan tumbuh secara autonom lepas
dari kendali pertumbuhan sel normal sehingga sel ini berbeda dari sel normal dalam
bentuk dan strukturnya. Perbedaan sifat sel tumor bergantung pada besarnya
penyimpangan dalam pertumbuhan, dan kemampuannya mengadakan infiltrasi
danmenyebabkan metastasis.

B. TUMOR DAN KANKER JARINGAN LUNAK


Bila kulit diatas benjolan masih baik dan tidak ada luka berupa borok, kemungkinan
benjolan tersebut berasal dari bawah kulit yaitu dari jaringan lunak yang ada dibawah
kulit atau bisa juga dari tulang iga, namun kemungkinan paling besar adalah dari jaringan
lunak bila pembesarannya relatif cepat dalam waktu yang singkat.
Jaringan lunak adalah bagian dari tubuh yang terletak antara kulit dan tulang serta organ
tubuh bagian dalam. Yang tergolong jaringan lunak antara lain adalah otot, tendon,
jaringan ikat, lemak dan jaringan synovial (jaringan di sekitar persendian)
Tumor jaringan lunak dapat terjadi diseluruh bagian tubuh mulai dari ujung kepala
sampai ujung kaki. Tumor jaringan lunak ini ada yang jinak dan ada yang ganas. Tumor
ganas atau kanker pada jaringan lunak dikenal sebagai sarcoma jaringan lunak atau Soft
Tissue Sarcoma (STS) .
Kanker jaringan lunak termasuk kanker yang jarang ditemukan, insidensnya hanya
sekitar 1% dari seluruh keganasan yang ditemukan pada orang dewasa dan 7-15 % dari
seluruh keganasan pada anak. Bisa ditemukan pada semua kelompok umur. Pada anak-
anak paling sering pada umur sekitar 4 tahun dan pada orang dewasa paling banyak pada
umur 45-50 tahun.
Lokasi yang paling sering ditemukan adalah pada anggota gerak bawah yaitu sebesar
46% dimana 75%-nya ada di atas lutut terutama di daerah paha.
Di anggota gerak atas mulai dari lengan atas, lengan bawah hingga telapak tangan sekitar
13%. 30% di tubuh bagian di bagian luar maupun dalam, seperti pada dinding perut, dan
juga pada jaringan lunak di dalam perut maupun dekat ginjal atau yang disebut daerah
retroperitoneum. Pada daerah kepala dan leher sekitar 9% dan 1% di tempat lainnya,
antara lain di dada.
Penyebaran atau metastasis kanker ini paling sering melalui pembuluh darah ke paru-paru
(paling sering), ke liver, tulang. Jarang menyebar melalui kelenjar getah bening.
Gejala dan tanda kanker jaringan lunak tidak spesifik, tergantung pada lokasi dimana
tumor berada, umumnya gejalanya berupa adanya suatu benjolan dibawah kulit yang
tidak terasa sakit. Hanya sedikit penderita yang mengeluh sakit, yang biasanya terjadi
akibat perdarahan atau nekrosis dalam tumor, dan bisa juga karena adanya penekanan
pada saraf-saraf tepi.
Tumor jinak jaringan lunak biasanya tumbuh lambat, tidak cepat membesar, bila diraba
terasa lunak dan bila tumor digerakan relatif masih mudah digerakan dari jaringan
disekitarnya dan tidak pernah menyebar ke tempat jauh.
Kanker jaringan lunak umumnya pertumbuhannya relatif cepat membesar, berkembang
menjadi benjolan yang keras, bila digerakkan agak sukar bergerak dan dapat menyebar ke
tempat jauh ke paru-paru, liver maupun tulang.
Kalau ukuran kanker sudah begitu besar, dapat menyebabkan borok dan perdarahan pada
kulit diatasnya.
Metode diagnosis yang paling umum selain pemeriksaan klinis, adalah dengan
pemeriksaan biopsi, bisa dapat dengan biopsi aspirasi jarum halus (FNAB) atau biopsi
dari jaringan tumor langsung berupa biopsi insisi yaitu biopsi dengan mengambil jaringan
tumor sebagian sebagai contoh bila ukuran tumornya besar.
Bila ukuran tumor kecil, dapat dilakukan biopsi dengan pengangkatan seluruh tumor.
Jaringan hasil biopsi diperiksa oleh dokter patologi anatomi, dan dapat diketahui apakah
tumor jaringan lunak yang jinak atau ganas. Bila ganas, dapat juga dilihat dan ditentukan
jenis subtipe histologis tumor tersebut, yang sangat berguna untuk menentukan tindakan
selanjutnya.
Bila diagnosis sudah ditegakkan, maka penanganannya tergantung pada jenis tumor
jaringan lunak itu sendiri. Bila jinak, maka cukup hanya benjolannnya saja yang diangkat
dan tidak ada tindakan tambahan lainnya.
Bila tumor jaringan lunak hasilnya ganas atau kanker, maka pengobatannya bukan hanya
tumornya saja yang diangkat, namun juga dengan jaringan sekitarnya sampai bebas tumor
menurut kaidah yang telah ditentukan, tergantung dimana letak kanker ini. Tindakan
pengobatannya adalah berupa operasi eksisi luas.
Penggunaan radioterapi dan kemoterapi hanyalah sebagai pelengkap, namun responsnya
kurang begitu baik, kecuali untuk jenis kanker jaringan lunak yang berasal dari otot yang
disebut embrional rhabdomyosarcoma.
Untuk kanker yang ukurannya besar, setelah operasi, ditambah dengan radioterapi. Pada
kanker jaringan lunak yang sudah lanjut, dengan ukuran yang besar, resiko kekambuhan
setelah dilakukan tindakan operasi masih dapat terjadi. Oleh karena itu setelah operasi
biasanya penderita harus sering kontrol untuk memonitor ada tidaknya kekambuhan pada
daerah operasi ataupun kekambuhan ditempat jauh berupa metastasis di paru, liver atau
tulang.
Berikut adalah salah satu contoh tumor jaringan lunak (Soft Tissue Tumor).

C. LIPOMA
1. Definisi
Lipoma merupakan tumor mesenkim jinak (benign mesenchymal tumors) yang berasal
dari jaringan lemak (adipocytes).

2. Variant Lipoma
a. Adenolipoma, variasi lipoma di payudara. Seringkali memiliki komponen marked
fibrotic. Biasanya dianggap sebagai hamartoma.
b. Angiolipoma mengandung banyak pembuluh darah kecil.
c. Lipoma jantung (cardiac lipomas) dapat mengapur mengikuti nekrosis lemak.

3. Patofisiologi
Pada umumnya tumor-tumor jaringan lunak (soft tissue tumors [STTs]) adalah proliferasi
masenkimal yang terjadi di jaringan nonepitelial ekstraskeletal tubuh, tidak termasuk
visera, selaput otak, dan sistem limforetikuler. Dapat timbul di tempat di mana saja,
meskipun kira-kira 40% terjadi di ekstermitas bawah, terutama daerah paha, 20% di
ekstermitas atas, 10% di kepala dan leher, dan 30% di badan dan retroperitoneum.
Parameter-parameter yang penting untuk menentukan penatalaksanaan klinisnya adalah:
a. Ukuran makin besar massa tumor, makin buruk hasil akhirnya.
b. Klasifikasi histologi dan penentuan stadium (grading) yang akurat (terutama di
dasarkan pada derajat diferensiasinya), dan perkiraan laju pertumbuhan yang didasarkan
pada mitosis dan perluasaan nekrosis.
c. Staging.
d. Lokasi tumor. Makin superfisial, prognosis makin baik.

4. Manifestasi Klinis
Lipoma seringkali tidak memberikan gejala (asymptomatic). Gejala yang muncul
tergantung dari lokasi, misalnya:
a. Pasien dengan lipoma kerongkongan (esophageal lipoma) dapat disertai obstruction,
nyeri saat menelan (dysphagia), regurgitation, muntah (vomiting), dan reflux. Esophageal
lipomas dapat berhubungan dengan aspiration dan infeksi saluran pernapasan yang
berturutan (consecutive respiratory infections).
b. Lipoma di saluran napas utama (major airways) dapat menyebabkan gagal napas
(respiratory distress) yang berhubungan dengan gangguan bronkus (bronchial
obstruction). Pasien datang dengan lesi parenkim (parenchymal lesions) atau
endobronchial.
c. Lipoma juga sering terjadi pada payudara, namun tak sesering yang diharapkan
mengingat luasnya jaringan lemak.
d. Lipoma di usus (intestines), misalnya: duodenum, jejunum, colon dapat menyebabkan
nyeri perut (abdominal pain) dari obstruksi atau intussusception, atau dapat menjadi jelas
melalui perdarahan (hemorrhage).
e. Lipoma jantung (cardiac lipomas) terutama berlokasi di subendocardial, jarang
intramural, dan normalnya tidak berkapsul (unencapsulated). Terlihat sebagai suatu
massa kuning di kamar/bilik jantung (cardiac chamber).
f. Lipoma juga dapat muncul di jaringan subkutan vulva. Biasanya pedunculated dan
dependent.

5. Indikasi
Lipoma dihilangkan dengan alasan sebagai berikut:
a. kosmetika (jenis subcutaneous lipomas).
b. untuk evaluasi jaringan (histology).
c. bila disertai gejala.
d. saat tumbuh, membesar, lebih dari 5 cm.

6. Terapi Medis
Terapi medis termasuk eksisi endoskopik tumor di traktus gastrointestinal bagian atas
(misalnya: esophagus, perut (stomach), dan duodenum) atau colon.

7. Terapi Pembedahan (Surgical Therapy)


Pembedahan (complete surgical excision) dengan kapsul sangatlah penting untuk
mencegah kekambuhan setempat (local recurrence). Terapi tergantung lokasi tumor. Pada
lokasi yang tidak biasanya, pemindahan lipoma menyesuaikan tempatnya.
a. Pemindahan setempat diindikasikan pada lipoma di dekat saluran nafas utama (major
airways). Lipoma paru-paru memerlukan resection parenkim paru-paru atau saluran
pernafasan yang terlibat (the involved airway).
b. Pemindahan setempat (Local removal) diindikasikan pada lipoma usus (intestinal
lipomas) yang menyebabkan obstruction.
c. Jika lipoma esophagus tidak dapat dipindahkan dengan endoskopi, maka diperlukan
pembedahan (surgical excision).
d. Lipoma pada payudara (breast lipomas) dihilangkan jika pada dasarnya meragukan.
e. Lipoma usus, khususnya duodenum, sebaiknya dihilangkan baik secara endoskopi
maupun pembedahan karena dapat menyebabkan obstruction, jaundice, atau perdarahan
(hemorrhage).
f. Lipoma pada vulva dapat dihilangkan di tempat (locally excised).

8. Catatan
a. Lipoma terjadi pada 1% populasi.
b. Lipoma merupakan tumor jaringan lunak (soft tissue tumor) yang paling umum
dijumpai.
c. Liposuction dapat dikerjakan pada lipoma kecil di wajah (small facial lipomas) karena
alasan estetika.
d. Liposuction diindikasikan untuk perawatan lipoma sedang atau medium (misalnya, 4-
10 cm) dan besar (large) (misalnya, >10 cm). Pada lipoma yang kecil, tidak ada
keuntungan yang dilaporkan karena tumor dapat diekstraksi (extracted) melalui irisan
kecil (small incisions).

http://www.blogcatalog.com/blog/materi-asuhan-keperawatan-lengkap-download-
sepuasnya/708730d0088b04bc03066149557b03d7

Anda mungkin juga menyukai