pertama
3
F. Sullivan, Salvation outside the Church ,19.
4
F.Sullivan, Salvation outside the Church , 21.
extra ecclesiam nulla salus ditujukan bagi umat kristiani yang mengikuti
kaum Skismatik, Gnostik, dan Heretik. Mereka dianggap telah memisahkan
diri dari Gereja secara sengaja. Mereka dipersalahkan karena telah
mengetahui bahwa di dalam Gerejalah keselamatan itu diperoleh, namun
mereka menolaknya. Bagi mereka itu tidak ada keselamatan. Kalau
demikian, maka ungkapan "di luar Gereja tidak ada keselamatan"
lengkapnya berbunyi "Di luar Gereja tidak ada keselamatan bagi mereka
yang pernah menjadi anggota Gereja, kemudian dengan tahu dan mau
menyatakan diri keluar." Menurut Sullivan, para Bapa Gereja pada abad
pertama, secara konsisten mengenakan semboyan extra ecclesiam nulla
salus sebagai peringatan bagi orang-orang kristiani supaya tidak
memisahkan diri dari Gereja. Sebab bagi mereka yang sudah dibaptis tidak
ada keselamatan kalau berani keluar dari Gereja. Tentu saja sikap ini
adalah sah dan wajar, bahkan menjadi sikap setiap agama apapun untuk
melarang anggota umatnya murtad. Tidak satu pun agama yang
mengizinkn anggotanya murtad.
Teologi keselamatan di luar gereja pada abad ke-IV
Berbeda dari suasana sebelum abad ke-IV di mana agama kristen baru
merupakan kawanan kecil dan hidup sembunyi-sembunyi di tengah
penganiayaan yang selalu mengancam, maka pada permulaan abad ke-IV
agama kristen telah menjadi agama negara. Pada tahun 313 Kaisar
Constantinus telah menetapkan agama kristen menjadi agama kekaisaran
romawi melalui dekrit Milano. Kalau pada tiga abad pertama, orang menjadi
kristen harus menghadapi resiko penganiayaan dan kemartiran, maka
setelah abad keempat, orang yang menjadi kristen mendapatkan banyak
keistimewaan. Dalam suasana di mana agama kristen menjadi mayoritas
dibandingkan minoritas kafir, maka penggunaan semboyan “di luar Gereja
tidak ada keselamatan” pun berubah. Pada masa itu semboyan tersebut
ditujukan kepada orang-orang yang belum-kristen. Mereka dianggap
sebagai orang yang berada di luar Gereja dan di luar keselamatan. Mereka
dianggap bersalah karena mereka tidak sampai mengenal Injil. Kesalahan
mereka didasarkan pada pengandaian bahwa Injil telah diwartakan kepada
mereka semua, dan mereka tidak mau percaya kepada pewartaan yang
telah mereka dengar itu.
Beberapa Bapa Gereja dari zaman ini yang ajarannya tentang tema ini
bisa dikutip antara lain, St. Ambrosius (340 – 397), Uskup Milano. Ia
berpendapat tentang orang-orang yang menolak untuk percaya kepada
Kristus.
"Jika seseorang tidak percaya kepada Kristus ia merugikan dirinya
sendiri dari anugerah universal ini, sama seperti seseorang yang
menghindari sinar matahari dengan menutup jendela. Sebab belas kasih
Allah telah disebarkan oleh Gereja kepada segala bangsa; dan iman telah
ditaburkan bagi sekalian orang."5
Pendapat yang sama dikemukakan oleh Bapa Gereja Timur St.
Yohanes Chrysostomus. Ia melawan pendapat bahwa orang kafir tidak bisa
disalahkan karena mereka tidak tahu kalau ada berita Injil. Ia menyatakan,
"Orang tidak boleh berfikir bahwa ketidaktahuan memaafkan orang-orang
kafir. Apabila kamu tidak mengetahui sesuatu hal yang dengan mudah dapat
kamu ketahui kamu akan dihukum. Oleh karena sekarang nama Allah telah
dinyatakan kepada segala bangsa, dan apa yang dinubuatkan oleh para
nabi telah menjadi kenyataan, sehingga agama orang kafir telah terbukti
sesat..., maka tidaklah mungkin orang yang dengan rajin mencari kebenaran
akan diabaikan oleh Tuhan.6
Menurut Sullivan ajaran Ambrosius dari Gereja Barat yang berbahasa
Latin dan Yohanes Chrysostomus dari Gereja Timur yang berbahasa Yunani
bisa mewakili pendapat tentang semboyan "di luar Gereja tidak ada
keselamatan" dalam artinya yang sudah diperluas, yaitu bukan lagi hanya
untuk anggota Gereja yang murtad, melainkan untuk semua orang yang
tidak menjadi anggota Gereja. Alasannya karena Injil sudah diwartakan ke
seluruh dunia dan mereka tidak mau percaya. Menurut mereka orang-
orang kafir dari segala bangsa itu tidak mendapat bagian dalam
keselamatan karena mereka tidak mau percaya kepada Injil.
5
F.Sullivan, Salvation outside the Church, 25
6
F.Sullivan, Salvation outside the Church ,27
3. Ajaran St. Agustinus (354 – 430)
Agustinus dibaptis oleh St. Ambrosius, sehingga suasana kekristenan
dalam kekaisaran Romawi yang dihadapi oleh Agustinus sama dengan yang
dihadapi oleh St. Ambrosius. Secara umum dapat dikatakan bahwa St.
Agustinus juga menganut pandangan bahwa keselamatan hanya ada di
dalam Gereja. Rahmat Allah telah dinyatakan kepada semua orang di dalam
Yesus Kristus melalui Gereja. Keselamatan hanya dapat diperoleh di dalam
Gereja itu; sehingga di luar Gereja tidak ada keselamatan. Gereja pada
masa Agustinus telah menyebar di seluruh dunia yang dikenal pada waktu
itu, yaitu daerah-daerah di sekitar laut tengah yang meliputi wilayah
kekuasaan kekaisaran romawi. Ia berasal dari Afrika Utara dan kemudian
menjadi Uskup di Hippo, yang sekarang termasuk wilayah Aljasair.
Menurut Agustinus, orang-orang heretik dan skismatik, orang-orang
Yahudi, Yunani, Romawi dan kafir, dan orang-orang yang tidak pernah
mendengar berita Injil, tidak akan memperoleh keselamatan. Alasannya
ialah bahwa mereka semua adalah orang-orang yang tidak percaya kepada
berita Injil dan dengan demikian berada di luar Gereja. Sedangkan
keselamatan hanya diperoleh di dalam Gereja. Agustinus sudah meninggal
(tahun 430) pada saat Nabi Muhammad belum lahir (sebelum tahun 600-
san)7. Sehingga Agustinus tidak menghadapi pertanyaan apakah
keselamatan ada di dalam agama Islam. Yang menarik untuk disimak ialah
bahwa orang-orang yang tidak pernah mendengar berita Injil pun tidak
akan mendapatkan keselamatan. Dan Agustinus bukanlah seorang teolog
sembarangan. Ia pun bertanya balik, “Mengapa ada manusia yang selama
hidupnya di dunia ini tidak pernah mendengar Injil dan dibaptis?” Mengapa
orang itu begitu sial sehingga lahir di tempat tertentu, pada waktu tertentu,
yang tidak memungkinkannya mendengarkan berita tentang Kristus dan
percaya kepada-Nya sehingga beroleh selamat? Pertanyaan Agustinus ini
melebar ke segala arah sejarah sampai mundur ke belakang hingga zaman
Kain dan Abil. Abil adalah orang benar yang dibunuh karena perkara iman
7 Tidak diketahui secara pasti kapan persisnya tanggal dan tahun Nabi
Muhammad lahir. Tahun-tahun yang biasa disebut ialah antara 567 sampai 573.
Umumnya diterima bahwa Nabi Muhammad SAW dilahirkan tahun 571. Lih. Maxime
Rodinson, Muhammad, New Edition, Penguin Books, 1971, 38.
oleh kakaknya sendiri Kain, sehingga Agustinus bicara tentang Ecclesia ab
Abel, Gereja mulai dari Abel.8 Tetapi juga mengarah ke depan, ke samping
kiri dan kanan kita juga. Sebab kenyataannya banyak orang yang selama
hidupnya tidak pernah mengenal Kristus dan tidak dibaptis, baik karena
belum pernah mendengar tentang Dia sama sekali atau karena sudah
memiliki agamanya sendiri. Sebelum kita membahas tema ini, kita lihat
dulu apa kata Agustinus tentang kaum heretik dan skismatik, yang artinya
adalah orang yang murtad dari kebenaran iman yang telah pernah
dipeluknya:
"Siapa saja yang memisahkan diri dari Gereja Katolik ini, hanya dengan
satu dosa ini saja yang adalah pelanggaran berat terhadap kesatuan dengan
Kristus, tidak peduli betapa baik pun tingkah laku moral orang itu, ia tidak
akan mendapat bagian dalam hidup dan murka Allah akan berlaku atas
orang itu."9
Sikap Agustinus yang keras terhadap kaum heretik dan skismatik
berdasarkan pada pandangannya tentang Gereja sebagai kesatuan atau
persekutuan cinta kasih. Dari situ ia menyimpulkan bahwa siapa saja yang
berani memisahkan diri dari persekutuan Gereja, ia melalukan dosa berat
melawan cinta kasih.
Agustinus masih menambahkan lagi dengan menyatakan bahwa orang
heretik dan skismatik, yaitu orang yang tadinya sudah menjadi anggota
Gereja kemudian murtad, apabila mereka menjadi martir sekali pun maka
hal itu tidak akan menyelamatkan jiwa mereka.
Di luar Gereja mereka dapat memperoleh segalanya, kecuali
keselamatan. Mereka dapat memperoleh kehormatan, sakramen-sakramen;
menyanyikan halleluia, dapat menjawab "amin", dapat membaca Alkitab,
mereka dapat berkhotbah demi nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus:
namun mereka tidak akan dapat menemukan keselamatan, kecuali dalam
Gereja katolik. Bahkan seandainya mereka mati sebagai martir dengan
mengakui Kristus, namun kenyataan bahwa mereka mati di luar Gereja
10
F.Sullivan, Salvation outside the Church , 32
11 F. Sullivan, Salvation outside the Church, 28.
yang benar tidak pernah akan ditolak oleh orang yang layak untuk itu; dan
kalau ada orang yang menolaknya berarti orang itu memang tidak layak
menerimanya. Sejak permulaan sejarah manusia sampai pada hari kiamat
nanti, agama yang benar ini dinyatakan untuk memberikan ganjaran kepada
yang layak dan hukuman kepada yang tidak layak. Itulah sebabnya maka
tidak semua orang mendapat kesempatan mengenal Kristus. Karena Allah
dalam kemahabijaksanaan-Nya sudah dapat mengetahui sebelumnya siapa
yang akan percaya dan siapa yang akan tidak percaya. Dan kepada mereka
yang tidak percaya diberitahukannya juga sebagai peringatan bagi yang
mau percaya.12
Menurut saya penjelasan Agustinus tentang orang-orang yang tidak
sempat dibaptis dalam hidupnya di dunia ini adalah sangat menarik,
walaupun bukan tanpa kelemahan. Menariknya adalah bahwa Ia
mengandaikan adanya “predestinasi” atau “takdir” atau Allah yang maha
mengetahui segalanya sudah menentukan sebelumnya. Menurut Agustinus,
kalau ada orang yang begitu “sial” di dunia ini sampai selama hidupnya
tidak pernah mengenal Kristus dan dibaptis, maka itu disebabkan karena
Allah sudah tahu bahwa seandainya ia diberi kesempatan untuk mengenal
Kristus pun ia tidak akan mau percaya kepada-Nya dan tidak akan mau
dibaptis. Maka untuk orang itu, kenyataan bahwa ia tidak pernah mengenal
Kristus dan tidak pernah dibaptis selama hidupnya di dunia ini sampai
matinya menunjukkan “takdir”nya itu. Saya kutip lagi penggalan kalimat
Agustinus di atas, “Karena Allah dalam kemahabijaksanaan-Nya sudah
dapat mengetahui sebelumnya siapa yang akan percaya dan siapa yang
akan tidak percaya”.
Kelemahan pendapat Agustinus ialah bahwa ia tidak memberikan
tempat kepada kebebasan manusia secara cukup karena menekankan
predestinasi dari Tuhan. Dalam teologi Agustinus itu seolah-olah sudah
bisa diperkirakan sebelumnya dengan kepastian bahwa orang-orang
tertentu akan percaya kepada Kristus dan yang lainnya tidak. Padahal
misteri kebebasan manusia itu sendiri juga sama misteriusnya dengan
predestinasi, karena Tuhan juga menghormati kebebasan manusia,