Anda di halaman 1dari 37

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN PENYALAHGUNAAN NAPZA YANG MENGALAMI


KOMPLIKASI PSIKIATRIK (DUAL DIAGNOSIS)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Keluarga
Dosen Pengampu: Dra. Yunani Sri Astuti, M.Kes

Disusun Oleh:
Kelompok 10

Yustia Halisa P17320318018


Ai Lestri Ispriyanti P17320318028
Ade Karmila P17320318041
Nita Risna Agustin P17320318044

Tingkat 3A

PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN BOGOR


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG
KOTA BOGOR

i
2020

ii
KATA PENGANTAR

Makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Penyalahgunaan NAPZA


yang mengalami komplikasi Psikiatrik” yang mempunyai tujuan untuk mengetahui segala hal
tentang Dual diagnosis , selain itu untuk memenuhi tugas Keperawatan NAPZA dibawah
asuhan Ibu Yunani.

Pada saat pembuatan makalah ini penulis mendapat sedikit hambatan yaitu tidak
adanya waktu untuk mengerjakan makalah ini. Tetapi dengan adanya hambatan tersebut
penulis dituntut untuk terus bekerja keras sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini
dan dapat dikumpulkan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Puji syukur kehadirat
Allah SWT. Karena atas karunianya makalah dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien
Penyalahgunaan NAPZA yang mengalami komplikasi Psikiatrik” dapat diselesaikan.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT. Dan kesalahan itu sudah melekat pada diri
kita sebagai manusia. Begitu juga dalam penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat diperlukan untuk memperbaiki tulisan
makalah berikutnya. Sebuah harapan semoga ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bogor , 22 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3
2.1 Definisi..........................................................................................................................3
2.2 Etiologi..........................................................................................................................3
2.3 Manifestasi Klinis..........................................................................................................4
2.4 Prinsip Mendiagnosa Pasien Dual Diagnosa.................................................................4
2.5 Terapi.............................................................................................................................5
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN............................................................................8
BAB IV PENUTUP............................................................................................................31
3.1 Kesimpulan....................................................................................................................32
3.2 Saran..............................................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA

ii
i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Angka pengguna zat adiktif meningkat setiap tahunnya. Masalah penyalahgunaan
NAPZA mulai menyerang beberapa kelompok usia. Menurut World Drug Reports yang
diterbitkan United Nations Office on Drugs and Crime, menyebutkan sebanyak 275 juta
penduduk di dunia atau 5,6% dari penduduk dunia (usia 15-64 tahun) pernah
mengonsumsi narkoba. Sementara di Indonesia menurut BNN, angka penyalahgunaan
narkoba tahun 2017 sebanyak 3.376.115 orang pada rrentang usia 10 – 59 tahun. Dan
angka ini tentunya akan terus bertambah jika penyalahgunaan ini tidak segera diputus
mata rantainya.
Dalam sebuah penelitian di Amerika perkirakan 17,5 juta orang Amerika diatas usia
18 tahun (8% dari populasi orang dewasa) mengalami gangguan kesehatan mental yang
cukup serius. Dan dari jumlah tersebut sekitar 4 juta orang juga mengalami
ketergantungan obat atau alkohol dalam waktu yang bersamaan, hal ini disebut juag
kondisi dual diagnosis dimana satu sama lainnya saling mempengaruhi. Sekitar 10,6%
berurusan dengan masalah penggunaan zat, daan 10,2% lainnya berjuang dengan
masalah psikologis yang serius dan 2,4% didiagnosis dengan masalah kesehatan mental
dan penyalangunaan narkoba. (NAMI, 2018)
Sementara di Indonesia, menurut data Rekam Medis Balai Besar BNN LIDO pada 3
tahun terakhir (tahun 2017-2019) diperoleh data dari total individu yang dirawat inap
maupun rawat jalan, dari 2211 teridentifikasi 3 kasus teratas individu yang di rehabilitasi
karena penggunaan NAPZA yang berakibat pada gangguan mental dan prilaku, sekitar
38,2% mengalami gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan stimulan lain, 21,5 %
dengan gangguan mental dan perilaku akibat penggunaan banyak obat dan penggunaan zat
psikoaktif lainnya dan 14% gangguan mood afektif yang persisten. Sedangkan sekitar 1,8 %
mengalami gangguan mental dan perilaku karena penggunaan cannabis (BNN, 2020).
Seseorang dengan diagnosis ganda memiliki gangguan mental dan masalah alkohol
atau narkoba. Kondisi ini sering terjadi bersamaan. Sekitar setengah dari orang yang
memiliki gangguan mental juga akan mengalami gangguan penggunaan zat di beberapa
titik dalam hidup mereka dan sebaliknya. Interaksi kedua kondisi tersebut dapat
memperburuk keduanya.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari Dual Diagnosis?
2. Apa Etiologi dari Dual Diagnosis?
1
3. Bagaimana Tanda dan Gejala dari Dual Diagnosis?
4. Bagaimana Asuhan Keperaatan pada klien dengan Dual Diagnosis?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui Definisi dari Dual Diagnosis
2. Mengetahui Etiologi dari Dual Diagnosis
3. Mengetahui Tanda dan Gejala dari Dual Diagnosis
4. Mengetahui Asuhan Keperaatan pada klien dengan Dual Diagnosis

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi
Dual diagnosis atau biasanya dikenal juga dengan istilah dual disorder  atau dual
trouble atau co-occuring merupakan bahasa yang dipakai secara luas dalam dunia
kedokteran dalam mendiagnosis berbagai gangguan yang mendiagnosis berbagai
gangguan yang ada secara bers ada secara bersamaan pada seorang amaan pada seorang
pasien.  pasien. Hal ini mempunyai mempunyai pengertian pengertian yang sama dengan
komorbiditas komorbiditas (Ishabel (Ishabel 2012).
Dalam mendiagnosis berbagai gangguan yang mendiagnosis berbagai gangguan yang
ada secara bers ada secara bersamaan pada seorang amaan pada seorang  pasien.  pasien.
Hal ini mempunyai mempunyai pengertian pengertian yang sama dengan komorbiditas
komorbiditas (Ishabel (Ishabel 2012).
Sementara menurut National Alliance on Mental Illness atau NAMI tahun 2017, dual
diagnosis adalah suatu kondisi ketika individu mengalami gangguan jiwa dan gangguan
penyalahgunaan NAPZA secara bersamaan, memungkinkan individu dengan riwayat
penyalahgunaan NAPZA terlebih dahulu ataupun sebaliknya gangguan jiwa yang
berkembang lebih dulu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa Dual diagnosis atau dual disorders adalah istilah yang
dipergunakan untuk menggambarkan individu yang mengalami penyakit mental berat dan
gangguan penggunaan zat. Penyakit-penyakit ini biasanya meliputi gejala psikotik seperti
halusinasi atau waham. Termasuk yang paling sering adalah skizofrenia, gangguan
skizoafektif, gangguan bipolar dan depresi mayor dengan gejala psikotik, gejala lain yang
juga bisa berat seperti gangguan cemas (seperti post traumatic traumatic stress disoder 
stress disoder ) dan gangguan kepribadian (seperti gangguan gangguan kepribadian
ambang). Penyalahgunaan zat berhubungan dengan akibat negatif yang luas termasuk
relaps dan rehospitalisasi, kekerasan, bunuh diri,  problem interpersonal dan biaya rata-
rata yang tinggi.
2.2 Etiologi/ Penyebab
Gangguan kesehatan mental dan penyalahgunaan zat terjadi sebagai akibat dari faktor
biologis dan faktor lingkungan. Keduanya berkombinasi dan sangat dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti kerentanan genetic, lingkungan, dan juga pengaruh obat-obatan.
Penelitian mengungkapkan adanya faktor yang beresiko terjadinya gangguan co-
occuring yaitu : kesalahan pengasuhan anak, kemiskinan,  sekolah berkualitas rendah, 

3
disfungsi keluarga, diskriminasi dan saksi kekerasan.  Sedangkan faktor pencegahnya
adalah : kualitas tinggi pada sekolah, perumahan, perawatan kesehatan, pengaruh sosial
dan pola asuh keluarga. Pengaruh lingkungan dapat memberikan ketahanan dan
memutuskan efek pengaruh genetik, oleh karena itu intervensi psikososial  dan
penerapannya adalah penting dalam menentukan hasil akhirnya.
2.3 Tanda dan Gejala
Gejala penderita gangguan co-occuring berkaitan dengan gejala penggunaan zat dan
kondisi kesehatan mental  seseorang. Gejala co-occuring kadang sulit untuk didiagnosis
karena gejala gangguan zat dapat menutupi gejala gangguan mental dan juga sebaliknya.
Gejala penyalahgunaan zat meliputi : penarikan diri dari teman & keluarga, perubahan
perilaku, pemakaian zat dalam kondisi bahaya, kehilangan kendali atas penggunaan zat,
pemakaian zat yang terus bertambah, adanya gejala putus zat, dll.
Gejala gangguan mental antara lain : perubahan suasana hati yang ekstrem, pikiran
yang bingung atau sulit berkonsentrasi, menghindari teman dan kegiatan sosial, berpikir
untuk bunuh diri, dll
2.4 Prinsip Mendiagnosis Pasien dengan Dual Diagnosa
1. Stabilitas gejala psikiatrik akut dan atau gejala ketergantungan zat akut.
2. Perlu dilakukan observasi pada pasien ketergantungan zat untuk bebas dari zat
selama 3-6 minggu sebelum membuat diagnosa psikiatrik dan merencanakan terapi
jangka panjang.
3. Obati kedua penyakit dengan efektif, karena bila tidak maka tidak akan membawa
perbaikan yang bermakna. Terapi harus bersifat suportif dan tidak menghakimi.
4. Konseling adiksi dan atau Alcohol/Narcotic Anonimous sendiri merupakan terapi
yang tidak efektif untuk pasien dual disorder bila dikerjakan sendiri.
5. Sikap konfrontasi dan kaku pada pasien dengan dual disorder hendaknya dihindari
untuk membuat pasien berhenti menggunakan obat/zat pada awal terapi.
6. Frekuensi terapi sebaiknya dilakukan 2-3 kali seminggu sampai fase stabilisasi untuk
kedua penyakit tercapai.
7. Berikan terapi dengan satu klinisi atau dengan satu program, karena bila diobati
dengan dua terapis yang berbeda, akan dibutuhkan diskusi antar terapis dan pasien
dapat memanipulasi terapis.
8. Relaps lebih mudah terjadi pada pasien dual disorder, tetapi bukan berarti terapi
yang sebelumnya gagal.
9. Hati-hati akan adanya reaksi transferens dan countransferens. Pasien biasanya
menginginkan kesembuhan atau terapi yang diberikan akhirnya gagal.
10. Berikan dorongan penuh pada pasien.
4
Setelah dilakukan penentuan diagnosis, seorang klinisi perlu memikirkan hubungan
etiologi timbulnya gejala psikiatrik dan ketergantungan zat. Terdapat tiga hipotesis :

1. Adanya suatu gangguan jiwa menyebabkan timbulnya gangguan ketergantungan zat.


2. Adanya gangguan ketergantungan zat yang menyebabkan timbulnya gangguan jiwa.
Gejala psikiatri dan ketergantungan zat muncul bersamaan.
Terapi yang terintegrasi sangat penting di dalam pengobata dalam pengobatan pasien dengan
dual  diagnosis. Terapi ini terdiri dari dua pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan serial.
Pada terapi dengan pendekatan serial, pasien dengan dual disorder tidak memenuhi
syarat untuk mendapatkan terapi sebelum penyakit yang satu terselesaikan atau stabil.
Sebagai contoh seorang dengan skizofrenia dengan ketergantungan alkohol alkohol
dikatakan tidak dapat diterapi sampai gejala psikotiknya stabil atau pasien tidak dapat
mendapatkan terapi antipsikotik dan mengikuti program terapi untuk alkohol secara
bersamaan. Hal penting yang perlu diingat pada pendekatan sebab akibat
mengabaikan interaksi dari kedua penyakit. Seperti pada pasien yang sedang dalam
kondisi manik akan mengkonsumsi alkohol semakin banyak, sehingga perlu diberikan
mood stabilizer untuk mengkontrol pemakaian alkoholnya.
2. Pendekatan Paralel
Pada terapi dengan pendekatan paralel, gangguan jiwa dan penyalahgunaan zat
diobati secara bersamaan oleh para pakar yang berbeda-beda. Secara teori,  para pakar
yang  para memberikan layanan secara terpisah ini seharusnya berusaha untuk
mengkoordinasikan pelayannya dengan cara membuat pertemuan rutin dan membuat
konsensus tentang elemen-elemen yang penting dari rencana  pengobatan.

Selain dari kedua bentuk diatas, pengobatan terintegrasi juga dapat berarti:
1. Mengintegrasikan intervensi obat dan psikososial untuk ketergantungan zat dan
gangguan jiwa
2. Mengintegrasikan terapi individu, kelompok, pasangan dan keluarga
3. Menangani masalah merokok dalam seting pengobatan.
4. Mengintegrasikan teknik-teknik komplamenter dengan teknik-teknik tradisional
yang mempunyai pembuktian medis.
5. Mengintegrasikan model pemulihan medis dan rehabilitasi dari perawatan.
6. Mengintegrasikan pencegahan gangguan sekunder ke dalam pengobatan.
7. Mengintegrasikan pencegahan dan tatalaksana dari penyakit medis umum
kedalam pengobatan.

5
2.5 Terapi
1. Medikasi
Ada beberapa manfaat farmakoterapi pada pasien dual diagnosis:
a. Medikasi untuk menghadapi intoksikasi dan sindrom putus zat.
b. Medikasi untuk mengurangi efek memperkuat dari zat yang disalahgunakan.
c. Medikasi untuk mengendalkan gejala-gejala klinis seperti :
1) Anti agresi (haloperidol, fluphenazine, chlopromazine)
2) Anti anxietas (diazepam, lorazepam)
3) Anti halusinasi (trifluoperazine, thioridazine)
4) Anti insomnisa (estazolam, triazolam)
5) Terapi terhadap overdosis : seperti pemberian nalokson untuk pasien overdosis
opioida pada pengguna IDU.
6) Anti biotika : infeksi akibat komplikasi TB, Hepatitis dan infeksi sekunder
HIV/AIDS
7) Terapi untuk gangguan ekstrapiramidal
2. Terapi non medis
Terapi kelompok dilakukan oleh para pasien dengan dualdiagnosis disebut dengan
double trouble meeting. Pertemuan tersebut antara lain bersifat edukasi guna
memahami manfaat obat yang digunakan untuk menyembuhkan gangguan
psikiatrinya seperti:
a. Residental treatment
Adalah bentuk terapi pasien ketergantungan NAPZA yang ditempatkan dalam
satu institusi tertutup. Ada bermacam-macam modifikasi residental treatment
antara lain :
1) Hospital based program
Program dengan struktur ketat dibuat oleh pimpinan RS bersama stafnya.
Umumnya skedul baku dibuat setiap minggu, termasuk satu pertemuan dengan
pemimpin RS.
Elemen terapi : psikoterapi individual, konseling kelompok dan The 12-step
Recovery Program. Lamanya tinggal di RS 1-3 bulan.
2) Psychiatric hospital
Program sangat erat kaitannya dengan skedul konvensional fasilitas psikiatri.
Umunya elemen terapi : psikofarmakam\, psikoterapi berorientasi dinamik
analitik. Sangat bermanfaat untuk pasien ketergantungan NAPZA yang
menunjukan gangguan jiwa berat.
b. Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
6
CBT merupakan terapi yang umum digunakan. CBT terhadap pasien dengan
ketergantunngan NAPZA pasca detoksifikasi dilakukan sevbanyak 12-20 sesi
seminggu sekali. CBT bisa dilakukan kelompok atau perorangan. CBT untuk
penyalahguna NAPZA merupakan kombinasi dari beberapa bentuk terapi lain
seperti prinsip dari RPT dan CE Theray, dan kemudian berbagi tugas rumah di
luar sesi. CBT terdiri dari 12 sesi per 2 jam.
c. Drug Abuse Conselling (DAC)
DAC adalah bentuk pelayanan terapi yang difokuskan untuk mengidentifikasi
keutuhan spesifik sesaat. Umumnya bersifat eksternal dan bukan proses intra
psikis. DAC umumya dilakukan oleh ex-addict yang telah clean and sober dan
mendapat pendidikan khusus sebagai konselor adiksi sekurang-kurangnya
setahun.
d. Relaps Prevention Training
RPT adalah suatu program psiko-edukasi yang menggabungkan prosedur
latihan keterampilan perilaku dan teknik intervensi kognitif. Prinsip utamanya
adalah social learning therapy. RPT merupakan program kendali diri yang
didesain untuk mengedukasi danmengubah perilakunya. Prinsip utamanya adalah
social learning. Pasien dibimbing untuk mengenali high risk situation yang dapat
menjadi ancaman terhadap kendali diri pasiendan meningkatkan risiko relaps.
e. Cue-Exposure Therapy
Pada pasien ketergantungan opioida dipaparkan sejumlah alat-alat atau situasi
yang mendatangkan timbulnya craving. Dalam proses terapi selam 20 jam (dibagi
dalam beberapa sesi) pada pasien diperagakan alat-alat atau situasi tersebut, untuk
menurunkan gejala-gejala craving.
f. Co-Dependency Therapy
Co Dependency Therapy dipandu oleh seorang pemandu ahli psikologi,
psikiater, atau seorang konselor adiksi. Filosofi yang paling sering digunakan 12
Steps Recovery Program. CD Therapy dapat dilakukan dalam berbagai bentuk
seperti:
1) Terapi kelompok atau terbatas. Beberapa anggota keluarga berkumpul
bersama dengan anggota keluarga lainnya atau hanya terdiri dari anggota
keluarga dengan satu pasien saja.
2) Pasien rawat inap atau rawat jalan (Ishabel, 2012)

8.

7
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Ruang Rawat: Halmahera House Tanggal dirawat: 11-10-2012


I. IDENTITAS KLIEN
Inisial : Tn A Tanggal Pengkajian : 13-5-2013
Umur : 32 Tahun No. RM :
Informan : Klien, status medis, perawat TTL : 18 Mei 1981
Jenis Kelamin : Laki-laki Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat Tetap : Jl Subur Rt05/01 Keluruhan Munjul Kecamatan Ciapayung, Jakarta


Timur
Pendidikan terakhir : Belum menikah
Agama : Islam
Status perkawinan : Belum menikah
Berapa kali menikah : Tidak ada

Umur saat menikah pertama kali : Tidak ada


Status tempat tinggal saat ini :Tinggal bersama orang tua di daerah
Cipayung
Pekerjaan dalam 1 bulan terakhir : Menjaga playstation di rumah

II. ALASAN MASUK


Klien diantar oleh keluarga ingin masuk di detoksifikasi RSKO Jakarta. 2 Minggu
sebelum masuk klien memakai ganja 1 paket. Klien memiliki riwayat pemakaian alkohol
sejak SMP sampai 2012. Klien juga memiliki riwayat pemakain Nipam sejak SMP sampai
2000. Klien juga memiliki riwayat pemakaian putaw dan sabu sejak tahun 2000.
A. Informasi Pengobatan

1. Tanggal berobat : Tanggal 11- 10-2012

2. Status pasien saat ini : Pasien lama

3. Riwayat pengobatan sebelum ini : belum maksimal

4. Jika sudah pernah berobat, kapan pengobatan terakhir? Pada tahun 2012

5. Berapa kali pengobatan secara keseluruhan: 2X

6. Jika ya, dimana pengobatan dilakukan: RSKO

7. Pengobatan sesuai program/selesai:Belum maksimal


8
8. Jika ya, berapa kali:

9. Rujukan saat ini berasal dari : Tidak ada


B. Riwayat Pengguna NAPZA

1. Usia pertama kali menggunakan Napza : 13 Tahun

2. Zat yang digunakan pertama kali : Alkohol

3. Alasan menggunakan Napza pertama kali : Pergaulan dengan teman-teman


serta untuk mencari jati diri

4. Jumlah uang yang dihabiskan untuk membeli napza dalam satu bulan terakhir:
Klien mengatakan menghabiskan Rp 200.00 untuk membeli minuman ssetiap
minggu. Tapi setelah menjadi bandar pasien tidak tentu mengeluarkan uang untuk
beli napza.
5. Perkembangan penggunaan jenis Napza : Alkohol kemudian Pil BK,
ganja dan terakhir putaw

6. Dimana seringkali menggunakan Napza : Bersama teman-teman di jalan


wilayah Cipayung

C. Masalah Penggunaan NAPZA


Pola Nama Cara Frekuensi Usia saat Lama
Penggunaan Zat penggunaan dlm sebulan menggunakan penggunaan yang
teratur
Zat utama Alkohol diminum 13 Tahun
Zat pilihan Ganja dihisap 16 Tahun
kedua
Zat pilihan Putaw IV 20 Tahun
ketiga

D. Penggunaan Cara Suntik yang Berisiko


1. Pernah menggunakan dengan cara suntik : Pernah

2. Jika pernah menyuntik, usia saat pertama kali menyuntik : 20 Tahun

3. Jika pernah menyuntik, dengan zat apa dan pernah bertukar jarum suntik:
Putaw
4. Penggunaan jarum suntik dalam 1 bulan : Tidak tentu karena
disesuaikan dengan keuangan

9
5. Jika pernah menyuntik, apa alasan tidak menyuntik lagi : Takut mengalami
sakit yang berbahaya akibat penggunaan jarum suntik
6. Alasan berganti cara dengan menggunakan jarum suntik : Ingin berfantasi cara
lain
E. Perilaku Kriminal Terkait NAPZA
1. Apakah pernah tertangkap sebagai penjual Napza : Pernah
2. Pernah menghadiri atau mendengarkan persidangan :Tidak pernah
3. Pernah dipenjara terkait dengan penjualan atau Bandar Napza : 2X
4. Kota tempat di penjara : Jakarta
F. Kondisi Kesehatan
1. Pernah menderita penyakit:Pernah, Sekarang residen menderita HIV dan
Hepatitis C
2. Pernah menderita penyakit berat dalam 12 bulan terakhir: Pernah
3. Jika mengalami sakit, seringkali berkonsultasi kepada: Dokter dan Perawat
4. Pernah dirawat akibat penyakit lain selain masalah gangguan penggunaan Napza:
Pernah
5. Apakah mempunyai masalah dengan gangguan fisik? Tidak ada

G. Perilaku seksual
1. Apakah pernah melakukan hubungan seksual : Pernah
2. Jika pernah, dengan siapa : Sesama pengguna dan wanita
tuna susila
H. Pengetahuan tentang Virus yang ditularkan melalui Darah
1. Apakah bertukar jarum suntik dapat menularkan penyakit : Iya
2. Mengetahui tentang masalah HIV : Iya
3. Pengetahuan tentang pencegahan : Tahu
4. Sumber informasi HIV didapatkan dari : Perawat dan dokter
resiko
5. Apakah mengetahui tentang Hepatitis C : Iya
6. Pengetahuan tentang pencegahan : Iya
7. Sumber informasi Hepatitis C didapatkan dari : Perawat dan dokter
RSKO

10
III. FAKTOR PREDISPOSISI
1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu? Tidak pernah
2. Pengobatan sebelumnya?Tidak pernah
3. Adakah anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa? Tidak ada Pengalaman
masa lalu yang tidak menyenangkan

IV. FISIK
1. Tanda vital: TD: 110/80 mmHg N: 80x/menit
RR: 22x/menit S : 36,5 C
2. TB dan BB: 165 cm dan 60 kg

3. Keluhan fisik: Klien sering mengeluhkan pusing kepala sebelah kiri dan sulit
berbicara dan berfikir.
V. PSIKOSOSIAL
1. Genogram

Keterangan :

: Laki-laki : Klien

: Perempuan : Tinggal serumah

2. Konsep Diri
a. Gambaran diri
Klien mengatakan malu dengan kondisi saat ini dan mengakibatkan takut untuk
melaksanakan pernikahan dan bergaul dengan teman sebaya yang lain diluar
RSKO
b. Identitas

11
Sebelum dirawat di RSKO klien bekerja dirumah menjaga rental palystation milik
keluarga. Klien mengatakan sudah malas bekerja karena sudah tidak bisa fokus
lagi.
c. Peran
Klien memiliki peran sebagai kakak dan adik sehingga kadang posisi ditengah
yang buat sulit mengungkapkan perasaan. Klien mengatakan hubungan
keluarga kurang harmonis. Klien juga lebih senang bergaul dengan teman-
teman sebaya sehingga timbul masalah napza
d. Ideal Diri
Klien mengatakan pengen berkeluarga seperti kakak dan adiknya. sehingga
dapat menghindari penyalahgunaan napza
e. Harga Diri
Klien mengatakan malas berinteraksi dengan keluarga lebih senang dengan
teman-teman sesama. Klien mengatakan bergaul dengan teman-teman semangat
dan harga diri naik.

3. Hubungan Sosial

a. Orang yang Berarti : Residen mengatakan keluarga adalah segalanya walau


kadang kurang cocok tetapi keluarga masih memperhatikan dengan
memasukkan ke RSKO.

b. Peran serta dalam kegiatan kelompok/ masyarakat : Residen mengatakan malas


bersosialisasi dengan masyarakat sekitar dan kegiatan kelompok.

c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: Residen mengatakan malas


berhubungan dengan orang lain selain pengguna NAPZA karena tidak sesuai
dengan yang diharapkan residen.
4. Spiritual

a. Nilai dan Keyakinan: Residen mengatakan percaya dengan agama Islam yang
sekarang dianut tetapi malas untuk sholat.
b. Kegiatan ibadah: Residen jarang menjalankan sholat 5 waktu kalaupun sholat
setahun 2 kali sholat Idul Fitri dan Idul adha.

VI. STATUS MENTAL

1. Penampilan :

Penampilan klien rapi karena klien sudah menjabat ketua kelas sehingga semua

12
standar rehabilitasi dari RSKO sudah terlewati.
2. Pembicaraan :
Klien berbicara sulit sehingga mahasiswa harus menanyakan beberapa kali agar
jawaban bisa didapat dengan baik.
3. Aktivitas Motorik :
Klien mengatakan lemah dan lemes serta kurang berespon saat interaksi dengan
klien.
4. Alam Perasaan :
Klien mengatakan senang RSKO karena lebih terarah.
5. Afek :
kadang-kadang tinggi serta sesekali datar.
6. Interaksi selama Wawancara :
Kontak mata ada selama wawancara
7. Persepsi :
Tidak ada
8. Proses Pikir :
Klien mengatakan sulit untuk berkonsentrasi serta menjawab pertanyaan
mahasiswa
9. Isi Pikir :
Klien mengatakan sering mendengar suara suara tidak jelas wujudnya.
10. Tingkat Kesadaran :
Tenang
11. Memori :
Daya ingat kurang
12. Tingkat Konsentrasi dan Berhitung :
Klien sulit berkonsentrasi
13. Kemampuan Evaluasi :
Klien dapat menjalankan program dengan baik di RSKO hal ini dibuktikan klien
sudah boleh jajan diluar dan menjabat ketua kelas.
14. Daya Tilik Diri :
Klien mengatakan sudah bosan dan pengen berhenti menggunakan NAPZA
sehingga hidup dan masa depanya hancur
VII. KEBUTUHAN PERSIAPAN PULANG

1. Makan: Klien mengatakan makan 3x sehari serta diselingi snak sehingga


merasa cukup untuk kebutuhan makan

13
2. BAB/BAK : BAB 1x sehari dan BAK 6 sampai 7x sehari

3. Mandi : Klien tampak bersih dan mengatakan 2 kali sehari madi dan keramas 2 hari
sekali.
4. Berpakaian : Klien tampak berpakai sesuai dan rapi

5. Istirahat dan Tidur : Klien tidur dan bangun sesuai program dari RSKO. Tidur
siang 13.00 – 15.00 dan malam 21.00.
6. Penggunaan Obat: Klien sering minta obat ponstal

7. Pemeliharaan Kesehatan : Selam dirumah kalau sakit langsung ke klinik


terdekat.
8. Kegiatan di dalam rumah : Menunggu rentalplaystation milik orang tua
9. Kegiatan di luar rumah : Bersama teman –teman pengguna napza dijalan

14
VIII. MEKANISME KOPING

A. Adaptif

 Teknik relaksasi napas dalam

 Pukul bantal

 Menyampai secara asertif

 Sholat

 Minum obat secara teratur

B. Maladaptif

 Penggunaan NAPZA

 Perilaku kekerasan

IX. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN

 Masalah dengan lingkungan : Teman mengajak menggunakan napza


 Masalah keluarga : Klien mengatakan hubungan dengan keluarga harmonis

X. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Klien mengatakan kurang mengetahui akibat memakai napza waktu pertama kali
mencoba. Klien juga kurang memahami sakit HIV dan hepatitis C yang diderita saat ini

XI. ASPEK MEDIK


Diagnosa Medik : Skizoprenia Paranoid
Terapi Medik : Nevipros

Antiprestin Luften

Neviral dan duviral

B.compleks

XII. DAFTAR MASALAH KEPERAWATAN


1. Koping individu tidak efektif
Data subjektif:
a. Klien mengatakan menggunakan narkoba karena pergaulan dengan teman
15
b. Klien mengatakan tidurnya berkurang selama mengkonsumsi narkoba

c. Klien mengatakan menggunakan narkoba agar diterima komunitas dan


dianggap jantan

d. Klien mengatakan ingin berhenti menggunakan narkoba tetapi lingkungan


sering menawari untuk kembali

e. Klien mengatakan sering teringat saat nyaman menggunakan narkoba

f. Klien mengatakan cemas bila tidak diterima komunitas

Data objektif:
a. Klien tampak lesu, kadang tampak kurang bersemangat dalam beraktifitas

b. Klien tampak murung, melamun dan terdiam.

c. Klien tampak malas berkomunikasi dengan klien yang lain

2. Halusinasi
dengar Data
subjektif:
a. Klien nmengatakan 1 tahun terakhir sering mendengar suara seperti angin
atau orang berbicara
b. Klien mengatakan suara itu timbul apabila lagi sendirian tapi biasanya habis
magrib
c. Klien mengatakan suara yang muncul sangat menganggu dirinya dan
konsetrasi akal sehatnya
d. Klien mengatakan selama di RSKO pernah diajarkan konselor untuk melawan
suara tidak nyata tersebut
Data objektif:
a. Klien tampak marah-marah tanpa sebab
b. Klien tampak murung, melamun dan terdiam.

3. Resiko perilaku kekerasan


Data subjektif:

a. Klien mengatakan sebelum direhabilitasi sering berkelahi dan meminta


barang secara paksa kepada orang lain
b. Klien mengatakan dirumah sering marah-marah pada keluarga

16
c. Klien mengatakan selama di rehabilitasi sudah memukul teman sebanyak
3 kali
Data objektif:
a. Klien tampak muka merah dan tegang
b. Klien tampak pandangan tajam
c. Klien tampak tidak mau mengikuti kegiatan rehabilitasi
d. Klien tampak banyak tidur dikamar

Pohon Masalah
Resiko perilaku kekerasan

Halusinasi dengar

Koping individu tidak efektif

XIII. DAFTAR DIAGNOSIS KEPERAWATAN

1) Koping individu tidak efektif

2) Gangguan Sensori Persepsi: Halusinasi Pendengaran

3) Resiko perilaku kekerasan

17
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA EVALUASI INTERVENSI


NO

1. Koping individu tidak efektif Tujuan Umum: Klien mampu: 1. Identifikasi jenis zat, lama,
Klien mampu menerapkan 1. Menjelaskan masalah frekuensi, waktu dan dosis terakhir
koping efektif dalam penggunaan zat klien menggunakan zat
menyelesaikan masalah 2. Identifikasi tanda/ gejala
penggunaan zat intoksikasi, putus zat, keinginan
menggunakan zat
Tujuan khusus: 3. Identifikasi penyebab penggunaan
1. Mengenal masalah zat
penggunaan zat 4. Identifikasi dampak penggunaan
zat terhadap kesehatan dan
psikososial klien

2. Meningkatkan 2. Menunjukkan motivasi 1. Diskusikan keinginan untuk


motivasi untuk yang kuat untuk berhenti berhenti menggunakan zat
berhenti 2. Latihan cara cara meningkatkan
motivasi seperti berpikir positif,
teknik afirmasi/ penguatan
motivasi

3. Menggunakan cara 3. Menunjukkan sikap dan 1. Diskusikan cara cara yang sudah

18
cara mengatasi perilaku positif terhadap digunakan untuk berhenti
keinginan masalah penggunaan zat menggunakan zat
menggunakan zat 2. Latihan cara cara mengendalikan
keinginan seperti menolak,
mengalihkan dan menghindari
penggunaan zat

4. Menggunakan strategi 4. Menerapkan koping efektif 1. Diskusikan cara cara mengatasi


koping yang efektif terhadap masalah masalah kesehatan dan psikososial
penggunaan zat klien
2. Latihan cara cara mengatasi
masalah dengan sikap dan perilaku
positif

2. Gangguan Sensori Persepsi: Tujuan Umum: Setelah dilakukan satu kali 1. Bina hubungan saling percaya
Halusinasi Pendengaran Klien tidak mencederai interaksi klien mampu dengan menggunakan prinsip
diri, orang lain, atau membina hubungan saling komunikasi terapeutik
lingkungan percaya dengan perawat, 2. Beri kesempatan klien
TujuanKhusus: dengan k riteria hasil: mengungkapkan perasaannya
1. Klien dapat membina - Membalas sapaan perawat 3. Dengarkan ungkapan klien dengan
hubungan saling - Ekspresi wajah bersahabat empati
percaya dan senang
- Ada kontak mata
- Mau berjabat tangan

19
- Mau menyebutkan nama
- Klien mau duduk
- berdampingan dengan
perawat
- Klien mau mengutarakan
masalah yang dihadapi
2. Klien dapat mengenal Klien mampu mengenal 1. Adakan kontak sering dan singkat
halusinasinya halusinasinya dengan criteria secara bertahap
hasil: 2. Tanyakan apa yang didengar dari
-          Klien dapat menyebutkan halusinasinya
waktu timbul halusinasi 3. Tanyakan kapan halusinasinya
-          Klien dapat dating
mengidentifikasi kapan 4. Tanyakan isi halusinasinya
frekwensi, situasi saat 5. Bantu klien mengenal halusinasi
terjadi halusinasi 6. Diskusikan dengan klien:
-          Klien dapat - Situasi yang menimbulkan/
mengungkapkan perasaan tidak menimbulkan halusinasi
saat muncul halusinasi. - Waktu, frekwensi terjadinya
halusinasi (pagi, sore, siang dan
malam/ atau jika sendiri, jengkel
atau sedih)
7. Diskusikan dengan klien apa yang
dirasakan jika terjadi halusinasi
(marah, takut, sedih, senang, beri

20
ksempatan pasien mengungkapkan
perasaannya)

3. Klien dapat - Klien dapat 1. Identifikasi bersama pasien


mengontrol mengidentifikasi tindakan tindakan yang bias dilakukan bila
halusinasinya yang dilakukan untuk terjadi halusinasi
mengendalikan halusinasi 2. Diskusikan manfaat dan cara yang
- Klien dapat menunjukkan digunakan klien, jika bermanfaat
cara baru untuk mengontrol beri pujian
halusinasinya 3. Diskusikan cara baik memutus atau
mengontrol halusinasi
- Tutup mata, telinga, katakana “
Saya tidak mau dengar, kamu
suara palsu”
- Temui orang lain atau perawat
untuk bercakap-cakap atau
mengatakan halusinasi yang
didengar
- Membuat jadwal kegiatan
sehari-hari
- Meminta teman, keluarga atau
perawat menyapa klien jika
tampak bicara sendiri atau
melamun

21
4. Bantu klien memilih dan melatih
cara mengontrol halusinasi secara
bertahap
5. Beri kesempatan untuk melakukan
cara yang dilatih, evaluasi hasilnya
jika benar beri pujian
6. Anjurkan klien mengikuti TAK
jenis orientasi realita atau stimulasi
persepsi:

4. Klien dapat dukungan - Klien dapat memilih cara 1. Anjurkan klien memberitahu
dari keluarga dalam mengatasi halusinasi keluarga jika mengalami halusinasi
mengontrol - Klien melaksanakan cara 2. Diskusikan dengan keluarga (Pada
halusinasinya yang telah dipilih memutus saat keluarga berkunjung atau
halusinasinya kunjungan rumah)
- Gejala halusinasi yang dialami
pasien
- Cara klien dan keluarga yang
dapat memutus halusinasi
- Cara merawat anggota
keluarga yang mengalami
halusinasi dirumah
- Beri kegiatan, jangan biarkan
sendiri

22
- Beri informasi waktu follow up
atau kapan perlu mendapat
bantuan halusinasi tidak
terkontrol dan risiko
mencederai orang lain
3.      Diskusikan dengan klien dan
keluarga tentang jenis, dosis,
frekwensi dan manfaat obat
4.      Pastikan klien minum obat sesuai
dengan program dokter

5. Klien dapat - Keluarga dapat membina 1. Anjurkan klien bicara dengan


menggunakan obat hubungan saling percaya dokter tentang manfaat dan efek
dengan benar untuk dengan perawat samping obat yang dirasakan
mengendalikan - Keluarga dapat menyebut 2. Diskusikan akibat berhenti obat
halusinasi pengertian, tanda dan tanpa konsultasi
tindakan untuk 3. Bantu klien menggunakan obat
mengalihkan halusinasi dengan prinsip 5 benar
- Klien dan keluarga dapat
menyebutkan manfaat,
dosis dan efek samping
obat
- Klien minum obat teratur
- Klien dapat informasi

23
tentang manfaat dan efek
samping obat
- Klien dapet memahami
akibat berhenti minum obat
tanpa konsultasi
- Klien dapat menyebutkan
prinsip 5 benar penggunaan
obat
3. Resiko perilaku kekerasan TUM: klien dapat Setelah 3x intervensi: 1. Bina hubungan saling percaya
mengontrol atau 1. Klien menunjukkan tanda- dengan:
mengendalikan perilaku tanda percaya kepada - Beri salam setiap berinteraksi.
kekerasan perawat: - Perkenalkan nama, nama
- Wajah cerah, panggilan perawat dan tujuan
TUK: tersenyum perawat berkenalan
1. Klien dapat - Mau berkenalan - Tanyakan dan panggil nama
membina - Ada kontak mata kesukaan klien
hubungan saling - Bersedia - Tunjukkan sikap empati, jujur
percaya menceritakan dan menepati janji setiap kali
perasaan berinteraksi
- Tanyakan perasaan klien dan
masalah yang dihadapi klien
- Buat kontrak interaksi yang
jelas
- Dengarkan dengan penuh

24
perhatian ungkapan perasaan
klien
2. Klien dapat Setelah 3x intervensi 2. Bantu klien mengungkapkan
mengidentifikasi 2. Klien menceritakan perasaan marahnya:
penyebab perilaku penyebab perilaku kekerasan - Motivasi klien untuk
kekerasan yang yang dilakukannya: menceritakan penyebab rasa
dilakukannya - Menceritakan penyebab kesal atau jengkelnya
perasaan jengkel/kesal - Dengarkan tanpa menyela atau
baik dari diri sendiri memberi penilaian setiap
maupun lingkungannya ungkapan perasaan klien

3. Klien dapat Setelah 3x intervensi 3. Bantu klien mengungkapkan tanda-


mengidentifikasi tanda- 3. Klien menceritakan keadaan tanda perilaku kekerasan yang
tanda perilaku - Fisik : mata merah, dialaminya:
kekerasan tangan mengepal, - Motivasi klien menceritakan
ekspresi tegang, dan lain- kondisi fisik saat perilaku
lain. kekerasan terjadi
- Emosional : perasaan - Motivasi klien menceritakan
marah, jengkel, bicara kondisi emosinya saat terjadi
kasar. perilaku kekerasan
- Sosial : bermusuhan - Motivasi klien menceritakan
- yang dialami saat terjadi kondisi psikologis saat terjadi
perilaku kekerasan. perilaku kekerasan
- Motivasi klien menceritakan

25
kondisi hubungan dengan
orang lainh saat terjadi perilaku
kekerasan
4. Klien dapat Setelah 3x intervensi 4. Diskusikan dengan klien perilaku
mengidentifikasi jenis 4. Klien menjelaskan: kekerasan yang dilakukannya
perilaku kekerasan - Jenis-jenis ekspresi selama ini:
yang pernah kemarahan yang - Motivasi klien menceritakan
dilakukannya selama ini telah jenis-jenis tindak kekerasan
dilakukannya yang selama ini permah
- Perasaannya saat dilakukannya.
melakukan kekerasan - Motivasi klien menceritakan
- Efektivitas cara yang perasaan klien setelah tindak
dipakai dalam kekerasan tersebut terjadi
menyelesaikan masalah - Diskusikan apakah dengan
tindak kekerasan yang
dilakukannya masalah yang
dialami teratasi.
5. Klien dapat Setelah 3x intervensi 5. Diskusikan dengan klien akibat
mengidentifikasi akibat 5. Klien menjelaskan akibat negatif (kerugian) cara yang
perilaku kekerasan tindak kekerasan yang dilakukan pada:
dilakukannya - Diri sendiri
- Diri sendiri : luka, - Orang lain/keluarga
dijauhi teman, dll - Lingkungan
- Orang lain/keluarga :

26
luka, tersinggung,
ketakutan, dll
- Lingkungan : barang
atau benda rusak dll
6. Klien dapat Setelah 3x intervensi 6. Diskusikan dengan klien:
mengidentifikasi cara 6. Klien : - Apakah klien mau mempelajari
konstruktif dalam - Menjelaskan cara-cara cara baru mengungkapkan
mengungkapkan sehat mengungkapkan marah yang sehat
kemarahan marah - Jelaskan berbagai alternatif
pilihan untuk mengungkapkan
marah selain perilaku
kekerasan yang diketahui klien.
- Jelaskan cara-cara sehat untuk
mengungkapkan marah:
 Cara fisik: nafas dalam,
pukul bantal atau kasur, olah
raga.
 Verbal: mengungkapkan
bahwa dirinya sedang kesal
kepada orang lain.
 Sosial: latihan asertif
dengan orang lain.
 Spiritual: sembahyang/doa,
zikir, meditasi, dsb sesuai

27
keyakinan agamanya
masing-masing
7. Klien dapat Setelah 3x intervensi 7. 1. Diskusikan cara yang mungkin
mendemonstrasikan 7. Klien memperagakan cara dipilih dan anjurkan klien
cara mengontrol mengontrol perilaku memilih cara yang mungkin untuk
perilaku kekerasan kekerasan: mengungkapkan kemarahan.
- Fisik: tarik nafas dalam, 7.2. Latih klien memperagakan cara
memukul bantal/kasur yang dipilih:
- Verbal: - Peragakan cara melaksanakan
mengungkapkan cara yang dipilih.
perasaan kesal/jengkel - Jelaskan manfaat cara tersebut
pada orang lain tanpa - Anjurkan klien menirukan
menyakiti peragaan yang sudah
- Spiritual: zikir/doa, dilakukan.
meditasi sesuai - Beri penguatan pada klien,
agamanya perbaiki cara yang masih
belum sempurna
7.3. Anjurkan klien menggunakan cara
yang sudah dilatih saat
marah/jengkel
8. Klien mendapat Setelah 3x intervensi 8.1. Diskusikan pentingnya peran serta
dukungan keluarga 8. Keluarga: keluarga sebagai pendukung klien
untuk mengontrol - Menjelaskan cara untuk mengatasi perilaku
perilaku kekerasan merawat klien dengan kekerasan.

28
perilaku kekerasan 8.2. Diskusikan potensi keluarga untuk
- Mengungkapkan rasa membantu klien mengatasi
puas dalam merawat perilaku kekerasan
klien 8.3. Jelaskan pengertian, penyebab,
akibat dan cara merawat klien
perilaku kekerasan yang dapat
dilaksanakan oleh keluarga.
8.4. Peragakan cara merawat klien
(menangani PK )
8.5.Beri kesempatan keluarga untuk
memperagakan ulang
8.6. Beri pujian kepada keluarga
setelah peragaan
8.7. Tanyakan perasaan keluarga
setelah mencoba cara yang
dilatihkan
9. Klien menggunakan Setelah 3x intervensi 9.1. Jelaskan manfaat menggunakan
obat sesuai program 9. Klien menjelaskan: obat secara teratur dan kerugian
yang telah ditetapkan - Manfaat minum obat jika tidak menggunakan obat
- Kerugian tidak minum 9.2. Jelaskan kepada klien:
obat - Jenis obat (nama, wanrna dan
- Nama obat bentuk obat)
- Bentuk dan warna obat - Dosis yang tepat untuk klien
- Dosis yang diberikan - Waktu pemakaian

29
kepadanya - Cara pemakaian
- Waktu pemakaian - Efek yang akan dirasakan klien
- Cara pemakaian 9.3. Anjurkan klien:
- Efek yang dirasakan - Minta dan menggunakan obat
10. Klien menggunakan obat tepat waktu
sesuai program - Lapor ke perawat/dokter jika
mengalami efek yang tidak
biasa
- Beri pujian terhadap
kedisplinan klien
menggunakan obat.

30
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gangguan kesehatan mental dan penyalahgunaan zat terjadi sebagai akibat dari faktor
biologis dan faktor lingkungan. Keduanya berkombinasi dan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti kerentanan genetic, lingkungan, dan juga pengaruh obat-obatan.

Penelitian mengungkapkan adanya faktor yang beresiko terjadinya gangguan co-occuring


yaitu : kesalahan pengasuhan anak, kemiskinan,  sekolah berkualitas rendah,  disfungsi keluarga,
diskriminasi dan saksi kekerasan.

4.2 Saran

Untuk mengurangi penyalahgunaan NAPZA yang dapat memberi dampak yang buruk maka
harus lebih ditingkatkan edukasi. Untuk menambah pengetahuan masyarakat khususnya remaja.

31
Daftar Pustaka

Raya, Mardha., Susanti, Herni., & Yulia Wardhani, Ice. 2020: MODEL KEPERAWATAN PADA
PELAYANAN KESEHATAN INDIVIDU DENGAN DUAL DIAGNOSIS. Jurnal Ilmu
Keperawatan Jiwa. 3 (03) 301-312.

https://medlineplus.gov/dualdiagnosis.html (diakses pada tanggal 15 September 2020)

https://bnn.go.id/pengguna-narkotika -kalangan-remaja-meningkat/

(diakses pada tanggal 15 September 2020)

32

Anda mungkin juga menyukai