Anda di halaman 1dari 14

Gerak Refleks

Gerak refleks adalah gerakan yang dilakukan tanpa sadar dan merupakan respon
segera setelah adanya rangsang. Pada manusia gerak refleks terjadi melalui (reflex arc),
namun refleks-refleks ini sangat penting artinya di dalam mendiagnosis dan
melokalisasi lesi neurologi. Sebagai bukti adanya penghantaran impuls oleh saraf adalah
timbulnya gerak pada anggota tubuh. Gerakan tersebut terjadi karena proses yang
disadari yang disebut juga gerak sadar atau gerakan biasa, sedangkan gerak yang tidak
disadari disebut gerak refleks. Jenis gerak refleks ini terjadi karena terdapat terjadi
karaena rangsangan yang diterima reseptor dihantarkan melalui suatu lengkunganrefleks
sehingga terjadi gerakan. Gerak refleks tidak dipelajari dan tidak dikendalikan oleh
kehendak (involunter). Gerak refleks terjadi secara otomatis terhadap rangsangan tanpa
kontrol dari otak sehingga dapat berlangsung dengan cepat. Gerak refleks terjadi tidak
disadari terlebih dahulu atau tanpa dipengaruhi kehendak. Contoh gerak refleks seperti
mengangkat tangan ketika terkena api, mengangkat kaki ketika tertusuk duri,
berkedip ketika ada benda asing yang masuk ke mata, bersin serta batuk.
Gerak refleks dibagi menjadi dua yaitu condition refleks dan uncondition refleks.
Condittion refleks yaitu : gerakan tangkas yang dapat dilatih sedangkan uncondition
reflex adalah gerakan involunter yang tidak bisa dilatih. Gerak refleks terjadi bila :
a. Rangsangan tersebut sesuai dengan reseptornya
Misalnya refleks tendon di sini rangsangannya harus berupa ketokan.
Refleks tendon ini tidak akan terjadi bila rangsangan berupa geseran.
b. Besarnya rangsangan harus melebihi atau sama dengan nilai ambang
reseptor tersebut.

Mekanisme gerak refleks dalam tubuh


Mekanisme gerak refleks merupakan suatu gerakan yang terjadi secara tiba-tiba
diluar kesadaran kita. Refleks fleksor, penarikan kembali tangan secara refleks dari
rangsangan yang berbahaya, merupakan suatu reaksi perlindungan. Refleks ekstersor
(polisinaps), rangsangan dari reseptor perifer yang mulai dari fleksi pada anggota badan
dan juga berkaitan dengan ekstensi anggota badan. Gerak refleks merupakan bagian dari
mekanisme pertahanan pada tubuh dan terjadi jauh lebih cepat dari gerak sadar.
Misalnya, menutup mata pada saat terkena debu.
Untuk terjadinya gerak refleks maka dibutuhkan struktur sebagai berikut :
organ sensorik yang menerima inspuls misalnya kulit. Serabut saraf sensorik yang
menghantarkan inpuls tersebut menuju sel-sel ganglion radiks posterior dan
selanjutnya serabut sel-sel akan meneruskan impuls-impuls menuju subtansi pada kornu
posterior medula spinalis. Sumsum tulang belakang menghubungkan antara impuls
menuju kornu medula spinalis. Sel saraf motorik menerima impuls dan menghantar
impuls-impuls ini melalui serabut motorik. Organ motorik melaksanakan gerakan karena
dirangsang oleh impuls saraf motorik.
Kegiatan sistem saraf pusat ditampilkan dalam bentuk kegiatan refleks. Dengan
kegiatan refleks dimungkinkan terjadinya hubungan kerja yang baik dan tepat antara
berbagai organ yang terdapat dalam tubuh manusia dan hubungan dengan keadaan
sekelilingnya. Refleks adalah respons yang tidak berubah terhadap perangsangan
yang terjadi diluar
kehendak. Rangsangan ini merupakan reaksi organisme terhadap
perubahan lingkungan baik di dalam maupun di luar organisme yang melibatkan sistem
saraf pusat dalam memberikan jembatan (respons) terhadap rangsangan. Refleks
dapat berupa peningkatan maupun penurunan kegiatan, misalnya kontraksi atau
relaksasi otot, kontraksi atau dilatasi pembuluh darah. Dengan adanya kegiatan refleks,
tubuh mampu mengadakan reaksi yang cepat terhadap berbagai perubahan diluar
maupun didalam tubuh disertai adaptasi terhadap perubahan tersebut. Dengan demikian
seberapa besar peran sistem saraf pusat dapat mengatur kehidupan organisme.
Gerak adalah proses perpindahan dari satu tempat ke tempat lain

Untuk mencapai tujuan. Menurut Bergson, gerak memerlukan waktu yang


dinamis. Karena itu, gerak tidak terlepas dari tujuan yang hendak dicapai. Gerak tidak
bersifat materiil tetapi merupakan suatu bagan atau skema yang dapat dimengerti oleh
akal budi kita. Gerak manusia adalah suatu proses yang melibatkan sebagian atau seluruh
bagian tubuh dalam satu kesatuan yang menghasilkan suatu gerak statis ditempat
dan dinamis berpindah tempat. Ada dua macam gerak manusia, yaitu gerak yang disadari
dan gerakan yang tidak disadari atau gerak refleks. Gerak yang disadari prosesnya
melalui otak. Sedangkan gerak yang tidak disadari prosesnya tidak melalui otak
melainkan melalui sumsum tulang belakang. Dimulai adanya stimulus, diterima oleh
reseptor, diteruskan ke sumsum tulang belakang, menuju ke reseptor terjadilah gerakan
yang tidak disadari (gerak refleks).
Adapun prinsip gerak pada manusia adalah: dimulai dari bagian proksimal ke
bagian distal dan dimulai dari sikap fleksi menuju sikap ekstensi.

Telinga
Anatomi Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari aurikula dan kanalis auditorius eksternus dan dipisahkan
dari telinga tengah oleh membrana timpani. Aurikula berfungsi untuk membantu
pengumpulan gelombang suara. Gelombang suara tersebut akan dihantarkan ke telinga
bagian tengah melalui kanalis auditorius eksternus. Tepat di depan meatus auditorius
eksternus terdapat sendi temporal mandibular (Kumar, 2005).
Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral
mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat tempat kulit melekat. Dua pertiga
medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus
berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus,
glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen.
Serumen mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit (Kumar,
2005).

Anatomi Telinga Tengah


Bagian atas membrana timpani disebut pars flaksida, sedangkan bagian bawah
pars tensa. Pars flaksida mempunyai dua lapisan, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel
kulit liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa
saluran napas. Pars tensa mempunyai satu lapisan lagi di tengah, yaitu lapisan yang
terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang berjalan secara radier di bagian
luar dan sirkuler di bagian dalam (Sherwood, 2002).
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yang tersusun dari
luar ke dalam, yaitu maleus, inkus, dan stapes. Tulang pendengaran di dalam telinga
tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus melekat pada membrana timpani,
maleus melekat pada inkus, dan inkus melekat pada stapes. Stapes terletak pada tingkap
oval yang berhubungan dengan koklea. Hubungan antara tulang-tulang pendengaran
merupakan persendian. Tuba eustachius termasuk dalam telinga tengah menghubungkan
daerah nasofaring dengan telinga tengah (Hall, 1987).

Anatomi Telinga Dalam


Koklea bagian tulang dibagi menjadi dua lapisan oleh suatu sekat. Bagian dalam
sekat ini adalah lamina spiralis ossea dan bagian luarnya adalah lamina spiralis
membranasea. Ruang yang mengandung perilimfe terbagi dua, yaitu skala vestibuli
dan skala timpani. Kedua skala ini bertemu pada ujung koklea yang disebut helikotrema
(Rambe, 2003).
Skala vestibuli berawal pada foramen ovale dan skala timpani berakhir pada
foramen rotundum. Pertemuan antara lamina spiralis ossea dan membranasea kearah
perifer membentuk suatu membrana yang tipis yang disebut membrana Reissner yang
memisahkan skala vestibuli dengan skala media (duktus koklearis). Duktus koklearis
berbentuk segitiga, dihubungkan dengan labirin tulang oleh jaringan ikat
penyambung periosteal dan mengandung end organ dari nervus koklearis dan organ
Corti. Duktus koklearis berhubungan dengan sakkulus dengan perantaraan duktus
Reuniens (Rambe, 2003).
Organ Corti terletak di atas membrana basilaris yang mengandung organel-
organel yang penting untuk mekenisma saraf perifer pendengaran. Organ Corti terdiri
dari satu baris sel rambut dalam yang berisi kira-kira 3000 sel dan tiga baris sel rambut
luar yang berisi kira- kira 12.000 sel. Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang
lengan horisontal dari suatu jungkat-jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung
saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel
rambut terdapat strereosilia yang melekat pada suatu selubung yang cenderung datar yang
dikenal sebagai membrana tektoria. Membrana tektoria disekresi dan disokong oleh
limbus (Liston, 1997).

Fisiologi Pendengaran Normal


Getaran suara ditangkap oleh daun telinga yang diteruskan ke liang telinga dan
mengenai membrana timpani sehingga membrana timpani bergetar. Getaran ini
diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang berhubungan satu sama lain. Selanjutnya,
stapes menggerakkan foramen ovale yang juga menggerakkan perilimfe dalam skala
vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana Reissner yang mendorong endolimfe dan
membrana basalis ke arah bawah. Perilimfe dalam skala timpani akan bergerak sehingga
foramen rotundum terdorong ke arah luar (Tortora, 2009).
Pada waktu istirahat, ujung sel rambut Corti berkelok dan dengan terdorongnya
membrana basal, ujung sel rambut itu menjadi lurus. Rangsangan fisik ini berubah
menjadi
rangsangan listrik akibat adanya perbedaan ion Natrium dan Kalium yang
diteruskan ke cabang-cabang nervus vestibulokoklearis. Kemudian meneruskan
rangsangan itu ke pusat sensorik pendengaran di otak melalui saraf pusat yang ada di
lobus temporalis (Tortora,
2009).

Definisi Gangguan Pendengaran


Gangguan pendengaran menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu
atau kedua telinga. Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan,
sedang, sedang berat, berat, dan sangat berat (Khabori, 2004)
Gangguan Pendengaran Jenis Konduktif
Pada gangguan pendengaran jenis ini, transmisi gelombang suara tidak dapat
mencapai telinga dalam secara efektif. Ini disebabkan karena beberapa gangguan atau lesi pada
kanal telinga luar, rantai tulang pendengaran, ruang telinga tengah, fenestra ovalis, fenestra
rotunda, dan tuba auditiva. Pada bentuk yang murni (tanpa komplikasi) biasanya tidak ada
kerusakan pada telinga dalam, maupun jalur persyarafan pendengaran nervus vestibulokoklearis
(N.VIII) (Lalwani, 2008).
Gejala yang ditemui pada gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Ada riwayat keluarnya carian dari telinga atau riwayat infeksi telinga sebelumnya.
2. Perasaan seperti ada cairan dalam telinga dan seolah-olah bergerak dengan perubahan
posisi kepala.
3. Dapat disertai tinitus (biasanya suara nada rendah atau mendengung).
4. Bila kedua telinga terkena, biasanya penderita berbicara dengan suara lembut (soft
voice) khususnya pada penderita otosklerosis.
5. Kadang-kadang penderita mendengar lebih jelas pada suasana ramai (Lalwani,
2008).

Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, dijumpai ada sekret dalam kanal telinga luar,
perforasi gendang telinga, ataupun keluarnya cairan dari telinga tengah. Kanal telinga luar atau
selaput gendang telinga tampak normal pada otosklerosis. Pada otosklerosis terdapat gangguan
pada rantai tulang pendengaran (Lalwani, 2008).
Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat
mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang mengandung
nada rendah. Melalui tes garputala dijumpai Rinne negatif. Dengan menggunakan garputala 250
Hz dijumpai hantaran tulang lebih baik dari hantaran udara dan tes Weber didapati lateralisasi
ke arah yang sakit. Dengan menggunakan garputala 512 Hz, tes Scwabach didapati Schwabach
memanjang (Soepardi, 2001).

Gangguan Pendengaran Jenis Sensorineural

Gangguan pendengaran jenis ini umumnya irreversibel. Gejala yang ditemui pada
gangguan pendengaran jenis ini adalah seperti berikut:
1. Bila gangguan pendengaran bilateral dan sudah diderita lama, suara percakapan
penderita biasanya lebih keras dan memberi kesan seperti suasana yang tegang dibanding orang
normal. Perbedaan ini lebih jelas bila dibandingkan dengan suara yang lembut dari penderita
gangguan pendengaran jenis hantaran, khususnya otosklerosis.
2. Penderita lebih sukar mengartikan atau mendengar suara atau percakapan
dalam suasana gaduh dibanding suasana sunyi.
3. Terdapat riwayat trauma kepala, trauma akustik, riwayat pemakaian obat-obat
ototoksik, ataupun penyakit sistemik sebelumnya (Soetirto, 2001).
Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi, kanal telinga luar maupun selaput gendang telinga
tampak normal. Pada tes fungsi pendengaran, yaitu tes bisik, dijumpai penderita tidak dapat
mendengar percakapan bisik pada jarak lima meter dan sukar mendengar kata-kata yang
mengundang nada tinggi (huruf konsonan) (Soetirto, 2001).
Pada tes garputala Rinne positif, hantaran udara lebih baik dari pada hantaran tulang.
Tes Weber ada lateralisasi ke arah telinga sehat. Tes Schwabach ada pemendekan hantaran
tulang (Soetirto, 2001).
Gangguan Pendengaran Jenis Campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran jenis konduktif
dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula gangguan pendengaran jenis ini
adalah jenis hantaran (misalnya otosklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi
gangguan sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran jenis
sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran (misalnya presbikusis),
kemudian terkena infeksi otitis media. Kedua gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama.
Misalnya trauma kepala yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam
(Liston, 1997).
Gejala yang timbul juga merupakan kombinasi dari kedua komponen gejala gangguan
pendengaran jenis hantaran dan sensorineural. Pada pemeriksaan fisik atau otoskopi tanda-
tanda yang dijumpai sama seperti pada gangguan pendengaran jenis sensorineural. Pada tes
bisik dijumpai penderita tidak dapat mendengar suara bisik pada jarak lima meter dan sukar
mendengar kata-kata baik yang mengandung nada rendah maupun nada tinggi. Tes garputala
Rinne negatif. Weber lateralisasi ke arah yang sehat Schwabach memendek (Bhargava,
2002).

Pemeriksaan dan Diagnosis Gangguan Pendengaran

Diagnosis meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik atau otoskopi telinga, hidung dan
tenggorok, tes pendengarn, yaitu tes bisik, tes garputala dan tes audiometri dan pemeriksaan
penunjang. Tes bisik merupakan suatu tes pendengaran dengan memberikan suara bisik
berupa kata-kata kepada telinga penderita dengan jarak tertentu. Hasil tes berupa jarak
pendengaran, yaitu jarak antara pemeriksa dan penderita di mana suara bisik masih dapat
didengar enam meter. Pada nilai normal tes berbisik ialah 5/6 – 6/6 (Guyton, 2007).
Tes garputala merupakan tes kualitatif. Garputala 512 Hz tidak terlalu dipengaruhi suara
bising disekitarnya. Cara melakukan tes Rinne adalah penala digetarkan, tangkainya diletakkan
di prosesus mastoideus. Setelah tidak terdengar penala dipegang di depan teling kira-kira 2 ½
cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif. Bila tidak terdengar disebut Rinne negatif
(Guyton, 2007).
Cara melakukan tes Weber adalah penala digetarkan dan tangkai garputala diletakkan di
garis tengah kepala (di vertex, dahi, pangkal hidung, dan di dagu). Apabila bunyi garputala
terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila
tidak dapat dibedakan ke arah teling mana bunyi terdengar lebih keras disebut Weber tidak ada
lateralisasi (Liston, 1997).
Cara melakukan tes Schwabach adalah garputala digetarkan, tangkai garputala
diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai garputala
segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal.
Bila pemeriksa masih dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak
dapat mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya, yaitu garputala diletakkan pada
prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila penderita masih dapat mendengar bunyi disebut
Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya
disebut Schwabach sama dengan pemeriksa (Liston, 1997).
Tes audiometri merupakan tes pendengaran dengan alat elektroakustik. Tes ini
meliputi audiometri nada murni dan audometri nada tutur. Audiometri nada murni dapat
mengukur nilai ambang hantaran udara dan hantaran tulang penderita dengan alat
elektroakustik. Alat tersebut dapat menghasilkan nada-nada tunggal dengan frekuensi dan
intensitasnya yang dapat diukur. Untuk mengukur nilai ambang hantaran udara penderita
menerima suara dari sumber suara lewat heaphone, sedangkan untuk mengukur hantaran
tulangnya penderita menerima suara dari sumber suara lewat vibrator (Liston, 1997).
Manfaat dari tes ini adalah dapat mengetahui keadaan fungsi pendengaran masing-
masing telinga secara kualitatif (pendengaran normal, gangguan pendengaran jenis hantaran,
gangguan pendengaran jenis sensorineural, dan gangguan pendengaran jenis campuran).
Dapat mengetahui derajat kekurangan pendengaran secara kuantitatif (normal, ringan,
sedang, sedang berat, dan berat) (Bhargava, 2002).

Penyakit yang Menyebabkan Gangguan Pendengaran

Penyakit telinga dapat menyebabkan tuli konduktif atau tuli sensorineural. Tuli
konduktif, disebabkan kelainan terdapat di telinga luar atau telinga tengah. Telinga luar yang
menyebabkan tuli konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna
sirkumskripta dan osteoma liang telinga. Kelainan di telinga tengah yang menyebabkan tuli
konduktif adalah sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, timpanosklerosis,
hemotimpanum dan dislokasi tulang pendengaran (Maqbool, 2000).
Tuli sensorineural dibagi dalam tuli sensorineural koklea dan retrokoklea. Tuli
sensorineural koklea disebabkan oleh aplasia (kongenital), labirintitis (oleh bakteri atau virus)
dan intoksikasi obat (streptomisin, kanamisin, garamisin, neomisin, kina, asetosal, atau alcohol).
Selain itu, dapat juga disebabkan oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma
akustik dan pajanan bising (Maqbool, 2000).
Tuli sensorineural retrokoklea disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons
serebelum, myeloma multiple, cedera otak, perdarahan otak, dan kelainan otak lainnya.
Kerusakan telinga oleh obat, pengaruh suara keras, dan usia lanjut akan menyebabkan
kerusakan pada penerimaan nada tinggi di bagian basal koklea. Presbikusis ialah penurunan
kemampuan mendengar pada usia lanjut. Pada trauma kepala dapat terjadi kerusakan di otak
karena hematoma, sehingga terjadi gangguan pendengaran (Maqbool, 2000).

MATA
Fisiologi Mata
Mata adalah organ fotosensitif yang sangat berkembang dan rumit, yang
memungkinkan analisis cermat dari bentuk, intensitas cahaya, dan warna yang dipantulkan
objek. Mata terletak dalam struktur bertulang yang protektif di tengkorak, yaitu rongga
orbita. Setiap mata terdiri atas sebuah bola mata fibrosa yang kuat untuk mempertahankan
bentuknya, suatu sistem lensa untuk memfokuskan bayangan, selapis sel fotosensitif, dan
suatu sistem sel dan saraf yang berfungsi mengumpulkan, memproses, dan meneruskan
informasi visual ke otak (Sherwood, 2001).
Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka cahaya karena
adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur seperti cincin di dalam
aqueous humour. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke bagian
dalam mata adalah pupil. Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, satu sirkuler
dan yang lain radial. Karena serat-serat otot memendek jika berkontraksi, pupil mengecil
apabila otot sirkuler berkontraksi yang terjadi pada cahaya terang untuk mengurangi jumlah
cahaya yang masuk ke mata. Apabila otot radialis memendek, ukuran pupil meningkat yang
terjadi pada cahaya temaram untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk (Sherwood,
2001).
Untuk membawa sumber cahaya jauh dan dekat terfokus di retina, harus dipergunakan
lensa yang lebih kuat untuk sumber dekat. Kemampuan menyesuaikan kekuatan lensa
sehingga baik sumber cahaya dekat maupun jauh dapat difokuskan di retina dikenal sebagai
akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang diatur oleh otot siliaris. Otot
siliaris adalah bagian dari korpus siliaris, suatu spesialisasi lapisan koroid di sebelah anterior.
Pada mata normal, otot siliaris melemas dan lensa mendatar untuk penglihatan jauh, tetapi
otot tersebut berkontraksi untuk memungkinkan lensa menjadi lebih cembung dan lebih kuat
untuk penglihatan dekat. Serat-serat saraf simpatis menginduksi relaksasi otot siliaris untuk
penglihatan jauh, sementara sistem saraf parasimpatis menyebabkan kontraksi otot untuk
penglihatan dekat (Sherwood, 2001).

Definisi Buta Warna


Buta warna adalah penglihatan warna-warna yang tidak sempurna. Buta warna juga
dapat diartikan sebagai suatu kelainan penglihatan yang disebabkan ketidakmampuan sel-sel
kerucut (cone cell) pada retina mata untuk menangkap suatu spektrum warna tertentu
sehingga objek yang terlihat bukan warna yang sesungguhnya (Guyton, 1997).

Anatomi Mata
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan multilapis yang
melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola mata, mengandung reseptor yang
menerima rangsangan cahaya (Ilyas, 2008).
Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung sel-sel
kerucut yang berfungsi untuk penglihatan warna dan sel-sel batang yang terutama berfungsi
untuk penglihatan dalam gelap (Guyton, 1997).
Retina terdiri atas pars pigmentosa disebelah luar dan pars nervosa di sebelah dalam.
Permukaan luar retina sensorik bertumpuk dengan lapisan epitel berpigmen retina sehingga
juga bertumpuk dengan membrana Bruch, khoroid, dan sclera, dan permukaan dalam
berhubungan dengan corpus vitreum (Guyton, 1997).

Lapisan-lapisan retina, mulai dari sisi dalamnya, adalah sebagai berikut:


1. Membrana limitans interna

2. Lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion yang berjalan
menuju ke nervus optikus

3. Lapisan sel ganglion


4. Lapisan pleksiformis dalam, yang mengandung sambungan-sambungan sel ganglion
dengan sel amakrin dan sel bipolar
5. Lapisan inti dalam badan sel bipolar, amakrin dan sel horizontal

6. Lapisan pleksiformis luar, yang mengandung sambungan-sambungan sel bipolar dan


sel horizontal dengan fotoreseptor

7. Lapisan inti luar sel fotoreseptor


8. Mambrana limitans eksterna
9. Lapisan fotoreseptor segmen dalam dan luar sel kerucut

10. Epithelium pigmen retina. Lapisan dalam membrane Bruch sebenarnya adalah
membrane basalis epithelium pigmen retina (Vaughan, 2000).
Retina mempunyai tebal 0,1 mm pada ora serrata dan 0,23 mm pada kutub posterior.
Tiga per empat posterior retina merupakan organ reseptor. Pinggir anteriornya membentuk
cincing berombak, disebut ora serrata, yang merupakan ujung akhir pars nervosa. Bagian
anterior retina bersifat tidak peka dan hanya terdiri atas sel-sel berpigmen dengan lapisan
silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi prosessus siliaris dan belakang iris
(Vaughan, 2000).
Pada pertengahan bagian posterior retina terdapat daerah lonjong kekuningan, disebut
macula lutea, yang merupakan area retina dengan daya lihat paling jelas. Secara klinis,
makula adalah daerah yang dibatasi oleh arkade-arkade pembuluh darah retina temporal. Di
tengah makula, sekitar 3,5 mm di sebelah lateral diskus optikus, terdapat lekukan, disebut
fovea centralis. Secara histologis, fovea ditandai dengan menipisnya lapisan inti luar dan
tidak adanya lapisan-lapisan parenkim karena akson-akson sel fotoreseptor (lapisan serat
Henle) berjalan oblik dan pengeseran secara sentrifugal lapisan retina yang lebih dekat ke
permukaan dalam retina. Foveola adalah bagian paling tengah pada fovea, di sini
fotoreseptornya adalah sel kerucut, dan bagian retina paling tipis (Vaughan, 2000).
Retina menerima darah dari dua sumber: khoriokapilaria yang berada tepat di luar
membrana Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk lapisan pleksiformis luar
dan lapisan inti luar, foto reseptor, dan lapisan epitel pigmen retina; serta cabang-cabang dari
arteri sentralis retina, yang mendarahi dua per tiga sebelah dalam (Vaughan, 2000).

Fisiologi Mata (Retina)


Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor retina oleh cahaya. Benda-benda
tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan bola lampu, memancarkan cahaya.
Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang tertentu
cahaya yang datang dari sumber-sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap
dipantulkan dari permukaan benda. Berkas-berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang
memungkinkan kita melihat benda tersebut. Suatu benda yang tampak biru menyerap panjang
gelombang cahaya merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan panjang gelombang
biru yang lebih pendek, yang dapat diserap oleh fotopigmen di sel-sel kerucut biru mata,
sehingga terjadi pengaktifan sel-sel tersebut (Sherwood, 2001).
Penglihatan warna diperankan oleh sel kerucut yang mempunyai pigmen terutama cis
aldehida A2. Penglihatan warna merupakan kemampuan membedakan gelombang sinar yang
berbeda. Warna ini terlihat akibat gelombang elektromagnetnya mempunyai panjang
gelombang yang terletak antara 440-700 (Ilyas, 2008).
Warna primer yaitu warna dasar yang dapat memberikan jenis warna yang terlihat
dengan campuran ukuran tertentu. Pada sel kerucut terdapat 3 macam pigmen yang dapat
membedakan warna dasar merah, hijau dan biru.
1. Sel kerucut yang menyerap long-wavelength light (red)
2. Sel kerucut yang menyerap middle- wavelength light (green)
3. Sel kerucut yang menyerap short-wavelength light (blue) (Ilyas, 2008).
Ketiga macam pigmen tersebut membuat kita dapat membedakan warna mulai dari
ungu sampai merah. Untuk dapat melihat normal, ketiga pigmen sel kerucut harus bekerja
dengan baik. Jika salah satu pigmen mengalami kelainan atau tidak ada, maka terjadi buta
warna (Ilyas, 2008).
Warna komplemen ialah warna yang bila dicampur dengan warna primer akan
berwarna putih. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sedangkan hitam
tidak ada cahaya (Ilyas, 2008).
Gelombang elektromagnit yang diterima pigmen akan diteruskan rangsangannya pada
korteks pusat penglihatan warna di otak. Bila panjang gelombang terletak di antara kedua
pigmen maka akan terjadi penggabungan warna (Ilyas, 2008).
Seseorang yang mampu membedakan ketiga macam warna, disebut sebagai trikromat.
Dikromat adalah orang yang dapat membedakan 2 komponen warna dan mengalami
kerusakan pada 1 jenis pigmen kerucut. Kerusakan pada 2 pigmen sel kerucut akan
menyebabkan orang hanya mampu melihat satu komponen yang disebut monokromat. Pada
keadaan tertentu dapat terjadi seluruh komponen pigmen warna kerucut tidak normal
sehingga pasien tidak dapat mengenal warna sama sekali yang disebut sebagai akromatopsia
(Ilyas, 2008).

Etiologi
Buta warna karena herediter dibagi menjadi tiga: monokromasi (buta warna total),
dikromasi (hanya dua sel kerucut yang berfungsi), dan anomalus trikromasi (tiga sel kerucut
berfungsi, salah satunya kurang baik). Dari semua jenis buta warna, kasus yang paling umum
adalah anomalus trikromasi, khususnya deutranomali, yang mencapai angka 5% dari pria.
Sebenarnya, penyebab buta warna tidak hanya karena ada kelainan pada kromosom X, namun
dapat mempunyai kaitan dengan 19 kromosom dan gen-gen lain yang berbeda. Beberapa
penyakit yang diturunkan seperti distrofi sel kerucut dan akromatopsia juga dapat
menyebabkan seseorang menjadi buta warna (Ilyas, 2008).
Gen buta warna terkait dengan dengan kromosom X (X-linked genes). Jadi
kemungkinan seorang pria yang memiliki genotif XY untuk terkena buta warna secara
turunan lebih besar dibandingkan wanita yang bergenotif XX untuk terkena buta warna. Jika
hanya terkait pada salah satu kromosom X nya saja, wanita disebut carrier atau pembawa,
yang bisa menurunkan gen buta warna pada anak-anaknya. Menurut salah satu riset 5-8%
pria dan 0,5% wanita dilahirkan buta warna. Dan 99% penderita buta warna termasuk
dikromasi, protanopia, dan deuteranopia (Ilyas, 2008).
Dua gen yang berhubungan dengan munculnya buta warna adalah OPN1LW (Opsin 1
Long Wave), yang menyandi pigmen merah dan OPN1MW (Opsin 1 Middle Wave), yang
menyandi pigmen hijau (Ilyas, 2008).
Buta warna dapat juga ditemukan pada penyakit makula, saraf optik, sedang pada
kelainan retina ditemukan cacat relative penglihatan warna biru dan kuning sedang kelainan
saraf optik memberikan kelainan melihat warna merah dan hijau (Ilyas, 2008).

Klasifikasi Buta Warna


Buta warna dikenal berdasarkan istilah Yunani protos (pertama), deutros (kedua), dan
tritos (ketiga) yang pada warna 1. Merah, 2. Hijau, 3. Biru.
1. Anomalous trichromacy
Anomalous trichromacy adalah gangguan penglihatan warna yang dapat
disebabkan oleh faktor keturunan atau kerusakan pada mata setelah dewasa. Penderita
anomalous trichromacy memiliki tiga sel kerucut yang lengkap, namun terjadi
kerusakan mekanisme sensitivitas terhadap salah satu dari tiga sel reseptor warna
tersebut.
Pasien buta warna dapat melihat berbagai warna akan tetapi dengan
interpretasi berbeda daripada normal yang paling sering ditemukan adalah:
a. Trikromat anomali, kelainan terdapat pada short-wavelenght pigment (blue). Pigmen
biru ini bergeser ke area hijau dari spectrum merah. pasien mempunyai ketiga pigmen
kerucut akan tetapi satu tidak normal, kemungkinan gangguan dapat terletak hanya
pada satu atau lebih pigmen kerucut. Pada anomali ini perbandingan merah hijau yang
dipilih pada anomaloskop berbeda dibanding dengan orang normal.
b. Deutronomali, disebabkan oleh kelainan bentuk pigmen middle-wavelenght (green).
Dengan cacat pada hijau sehingga diperlukan lebih banyak hijau, karena terjadi
gangguan lebih banyak daripada warna hijau.

c. Protanomali adalah tipe anomalous trichromacy dimana terjadi kelainan terhadap


long-wavelenght (red) pigmen, sehingga menyebabkan rendahnya sensitifitas warna
merah. Artinya penderita protanomali tidak akan mempu membedakan warna dan
melihat campuran warna yang dilihat oleh mata normal. Penderita juga akan
mengalami penglihatan yang buram terhadap warna spektrum merah. Hal ini
mengakibatkan mereka dapat salah membedakan warna merah dan hitam.

2. Dichromacy
Dichromacy adalah jenis buta warna di mana salah satu dari tiga sel kerucut
tidak ada atau tidak berfungsi. Akibat dari disfungsi salah satu sel pigmen pada
kerucut, seseorang yang menderita dikromatis akan mengalami gangguan penglihatan
terhadap warna-warna tertentu.
Dichromacy dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan pigmen yang rusak:
a. Protanopia adalah salah satu tipe dichromacy yang disebabkan oleh tidak adanya
photoreceptor retina merah. Pada penderita protonopia, penglihatan terhadap warna
merah tidak ada. Dichromacy tipe ini terjadi pada 1 % dari seluruh pria. Keadaan
yang paling sering ditemukan dengan cacat pada warna merah hijau sehingga sering
dikenal dengan buta warna merah - hijau.
b. Deutranopia adalah gangguan penglihatan terhadap warna yang disebabkan tidak
adanya photoreceptor retina hijau. Hal ini menimbulkan kesulitan dalam
membedakan hue pada warna merah dan hijau (red-green hue discrimination).

c. Tritanopia adalah keadaan dimana seseorang tidak memiliki short-wavelength cone.


Seseorang yang menderita tritanopia akan kesulitan dalam membedakan warna biru
dan kuning dari spektrum cahaya tanpak. Tritanopia disebut juga buta warna biru-
kuning dan merupakan tipe dichromacy yang sangat jarang dijumpai.

3. Monochromacy
Monochromacy atau akromatopsia adalah keadaan dimana seseorang hanya
memiliki sebuah pigmen cones atau tidak berfungsinya semua sel cones. Pasien hanya
mempunyai satu pigmen kerucut (monokromat rod atau batang). Pada monokromat
kerucut hanya dapat membedakan warna dalam arti intensitasnya saja dan biasanya
6/30. Pada orang dengan buta warna total atau akromatopsia akan terdapat
keluhan silau dan nistagmus dan bersifat autosomal resesif
Bentuk buta warna dikenal juga :
a. Monokromatisme rod (batang) atau disebut juga suatu akromatopsia di mana
terdapat kelainan pada kedua mata bersama dengan keadaan lain seperti tajam
penglihatan kurang dari 6/60, nistagmus, fotofobia, skotoma sentral, dan mungkin
terjadi akibat kelainan sentral hingga terdapat gangguan penglihatan warna total,
hemeralopia (buta silang) tidak terdapat buta senja, dengan kelainan refraksi tinggi.
Pada pemeriksaan dapat dilihat adanya makula dengan pigmen abnormal.

b. Monokromatisme cone (kerucut), di mana terdapat hanya sedikit cacat, hal


yang jarang, tajam penglihatan normal, tidak nistagmus (Ilyas, 2008).

Anda mungkin juga menyukai