Anda di halaman 1dari 67

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY J DENGAN POST ORIF

NEGLECTED FRAKTUR SHAFT FEMUR DEXTRA DI BANGSAL


YUDHISTIRA RSUD NYI AGENG SERANG KULON PROGO

Disusun oleh :

Sofia Lestari

(P07120521105)

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN
YOGYAKARTA
2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Asuhan Keperawatan Pada Pasien NY.J Dengan Post


ORIF Neglected Fracture Shaft Femur dextra di Bangsal Yudhistira
RSUD Nyi Ageng Seran. Laporan ini disusun untuk memenuhi Tugas
Individu Praktik Klinik Keperawatan Medikal Bedah. Laporan asuhan
keperawatan ini disetujui pada :

Hari :
Tanggal : April 2022
Tempat : Bangsal Yudhistira

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Dr. Catur Budi Susilo, S. Pd.,S. Kp., M.Kep Rinto Cahyono, S.Kep.,Ners.

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas berkat,
rahmat, dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan asuhan
keperawatan ini dengan baik. Laporan asuhan keperawatan ini penulis susun
untuk memenuhi tugas Praktik Klinik Pendidikan Profesi Ners Mata Kuliah
Keperawatan Medikal Bedah.
Dalam penyusunan laporan asuhan keperawatan ini penulis
mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, dan saran serta dukungan dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan kali ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
a. Direktur Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta,
Bapak Joko Susilo, SKM., M. Kes.
b. Ketua Jurusan Keperawatan Politeknik Kesehatan Kementerian
Kesehatan Yogyakarta, Bapak Bondan Palestin, SKM., M. Kep., Sp.
Kom.
c. Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Ners Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Yogyakarta, Ibu Harmilah, S. Pd., S. Kep., Ns.,
M. Kep., Sp. MB.
d. Dosen P e m b i m b i n g Praktik Keperawatan M e d i k a l B e d a h ,
Bapak Dr. Catur Budi Susilo,S.Pd., S. Kep, M.Kep.
e. Pembimbing klinik RSUD Nyi Ageng Serang Rinto Cahyono, S.Kep.,Ners.
f. Teman-teman Kelas Pendidikan Profesi Ners

Penulis berharap semoga laporan asuhan keperawatan dengan judul


“Asuhan Keperawatan Ny J dengan Post Orif Neglected Fracture Shaft
Femur Sinistra di Bangsal Yudhistira RSUD Nyi Ageng Serang Kulon
Progo” dapat memberikan informasi dan menjadi acuan, petunjuk, dan
pedoman kepada para pembaca.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini terdapat banyak


kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun untuk kesempurnaan laporan asuhan keperawatan ini
sehingga kedepannya menjadi lebih baik.

Yogyakarta, April 2022

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur merupakan terputus atau rusaknya kontinuitas jaringan tulang yang
disebabkan oleh tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap oleh tulang. Fraktur dapat disebabkan oleh hantaman langsung, kekuatan
yang meremukkan, gerakkan memuntir yang mendadak atau bahkan karena
kontraksi otot yang ekstrem (Brunner & Suddart, 2016). Fraktur merupakan
diskontinuitas dari jaringan tulang yang disebabkan adanya kekerasan yang
timbul secara mndadak atau fraktur dapat terjadi akibat trauma langsung maupun
trauma tidak langsung (Krisanty,dkk, 2014).
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pada tahun 2012
terdapat 5,6 juta orang meninggal dunia dan 1,3 juta orang menderita
Fraktur akibat kecelakaan lalulintas. Sedangkan pada tahun 2018 angka
kematian fraktur akibat cedera lalulintas terjadi paling tinggi di Venezuela
(45.1%), Indonesia pada urutan ke 8 di Asia dengan angka sebanyak (15.3%)
setelah itu Timur Leste dan India masing-masing (16,6%).
Berdasarkan hasil RISKESDAS oleh badan Penelitian dan Pengembangan
KEMENKES RI tahun 2013 kasus cedera yang mengalami patah tulang (fraktur)
dengan angka prevalensi sebesar 5,8%, sedangkan berdasarkan hasil
RISKESDAS tahun 2018 kejadian cidera disebabkan kecelakaan Lalu Lintas di
Indonesia dengan angka prevalensi sebesar 2,2%. Dengan tingginya angka
tersebut pemerintah membuat program yang didalamnya melibatkan beberapa
kementerian terkait., yang disebut program Rencana Umum Nasional
Keselamatan (RUNK).
Masalah Keperawatan yang sering muncul pada pasien fraktur adalah nyeri
akut, perfusi perifer tidak efektif, gangguan integritas kulit, gangguan mobilitas
fisik,, deficit perawatan diri, resiko infeksi dan resiko syok (SDKI,2017).
Tindakan Keperawatan yang dapat dilakukan oleh perawat adalah sesuai
diagnose yaitu nyeri akut dapat dilakukan dengan manajemen nyeri, perfusi
perifer tidak efektif dapat dilakukan dengan monitoring tanda-tanda vital,
gangguan integritas kulit dapat dilakukan monitor kulit akan adanya kemerahan,
gangguan mobilitas fisik dapat dilakukan dengan tindakan mengajarkan pasien
dan keluarga tentang Teknik ambulasi, deficit perawatan diri dapat dilakukan
tindakan keperawatan membantu pasien melakukan perawatan diri, resiko
infeksi dengan kolaborasi pemberian obat, resiko syok dapat dilakukan tindakan
monitoring status sirkulasi, warna kulit, suhu kulit, denyut jantung, ritme dan
nadi perifer.

B. Rumusan Masalah
“Bagaimana asuhan keperawatan pada Ny J dengan Post Orif Neglected
Fracture Shaft Femur Dextra di bangsal Yudhistira RSUD Nyi Ageng Serang?”

C. Tujuan
1. Tujuan Umum : Mengetahui asuhan keperawatan pada Ny J dengan Post Orif
Neglected Fracture Shaft Femur Dextra.
2. Tujuan Khusus : mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada Ny J dengan
Post Orif Neglected Fracture Shaft Femur Dextra

D. Metode

Laporan asuhan keperawatan ini menggunakan studi kasus yang


ditemui di Rumah Sakit. Data didapatkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik,
dan studi dokumen mengenai pasien.

Pengumpulan data-data yang dipergunakan dalam penulisan laporan


asuhan keperawatan ini juga berasal dari berbagai literatur kepustakaan yang
berkaitan dengan permasalahan yang dibahas. Beberapa jenis referensi yang
digunakan bersumber dari beberapa buku dan jurnal dari internet.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Fraktur
1. Pengertian Fraktur
Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur tulang. Patahan
tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan, biasanya patahan
lengkap dan fragmen ulang bergeser. Kalau kulit diatasnya masih utuh,
keadaan ini disebut fraktur tertutup, kalau kulit atau salah satu dari rongga
tubuh tertembus kadaan ini disebut fraktur terbuka yang cenderung untuk
mengalami kontaminasi dan infeksi (Wijaya, 2013). Fraktur adalah
terputusnya kontinuitas tulang yang disebabkan oleh ruda paksa (Wahid,
2013).

Fraktur femur atau patah tulang paha adalah rusaknya kontinuitas


tulang pangkal paha yang dapat disebabkan oleh trauma langsung, kelelahan
otot, dan kondisi tertentu, seperi degenarasi tulang atau osteoporosis
(Muttaqin, 2008).

2. Patofisiologi

Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk,


gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem dan juga
kondisi patologis layaknya osteoporosis. Fragmen tulang yang
bergeser/rusak akibat fraktur dapat menimbulkan nyeri (akut). Hal ini juga
mengakibatkan tekanan sum-sum tulang lebih tinggi di kapiler lalu
melepaskan katekolamin yang mengakibatkan metabolisme asam lemak yang
pada akhirnya dapat menyebabkan emboli dan penyumbatan pembuluh
darah. Spasme otot juga menyebabkan protein plasma hilang karena
dilepasnya histamine akibat peningkatkan tekanan kapiler yang pada
akhirnya menyebabkan edema. Fragmen tulang yang rusak bergeser juga
mengakibatkan gangguan fungsi eksermitas. Laserasi kulit atau luka terbuka
dapat menimbulkan infeksi, karena hilang bagian pelindung tubuh paling
luar (kulit).

3. Pathway
4. Etiologi

Fraktur femur dapat terjadi mulai dari proksimal sampai distal.


Untuk mematahkan batang femur pada orang dewasa, diperlukan gaya
yang besar. Kebanyakan fraktur ini terjadi pada pra muda yang
mengalami kecelakaan bermotor atau jatuh dari ketinggian. Biasanya,
klien ini mengalami trauma multipel. Pada fraktur femur ini klien
mengalami syok hipovolemik karena kehilanagan banyak darah maupun
syok neurogenik karena nyeri yang sangat hebat (Muttaqin, 2008).
Penyebab fraktur femur menurut (Wahid, 2013) antara lain :
a Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis
patah melintang atau miring.
b Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang
jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah
bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
c Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat
berupa pemuntiran, penekukan dan penekanan, kombinasi dari
ketiganya, dan penarikan.

5. Klasifikasi

Fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang praktis,


dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu :
a. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
1) Fraktur Tertutup (closed), bila tidak terdapat hubungan antara
fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga fraktur bersih
(karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2) Fraktur Terbuka (open/compound), bila terdapat hubungan antara
hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya
permukaan kulit.
b. Berdasarkan komplit atau ketidakkomplitan fraktur.
1) Fraktur komplit, bila garis patah melalui seluruh penampang
tulang atau melalui kedua korteks tulang.
2) Fraktur inkomplit, bila garis patah tidak melalui seluruh
penampang tulang
c. Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan mekanisme
trauma.
1) Berda Fraktur Transversal : fraktur yang arahnya
melintang pada tulang dan merupakan akibat trauma
angulasi atau langsung.
2) F raktur O blik : fraktur yang arah garis
patahanya membentuk s udut terhadap s umbu
tulang dan merupakan akibat trauma angulas i
juga
3) F raktur Spiral : fraktur yang arah garis
patahnya berbentuk s piral yang dis ebabkan
trauma rotas i.
4) F raktur Kompres i : fraktur yang terjadi karena
trauma aks ial fleks yang mendorong tulang kea
rah permukaan lain.
5) F raktur Avulas i : fraktur yang diakibatkan
karena trauma tarikan atau traks i otot pada
ins ers inya pada tulang.
d. Berdasarkan jumlah garis patah.
1) Fraktur komunitif : fraktur dimana garis patah lebih
dari satu dan saling berhubungan.
2) Fraktur Segmental : fraktur dimana garis patah lebih
dari satu tapi tidak berhubungan.
3) Fraktur Multiple : fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak pada tulang yang sama.
e. Berdasarkan pergeseran fragmen tulang.
1) Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah lengkap
tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan periosteum masih
utuh.
2) Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran fragmen
tulang yang juga Berdasarkan posisi fraktur
f. Berdasarkan Posisi fraktur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
1) 1/3 proksimal
2) 1/3 medial
3) 1/3 distal
g. Fraktur kelelahan : fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang
h. Fraktur patologis : fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
Pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan
jaringan lunak sekitar trauma, yaitu tingkat 0 ; fraktur biasa dengan sedikit
atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya, tingkat 1 ; fraktur dengan abrasi
dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan, tingkat 2 ; fraktur yang
lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan, dan tingkat 3 ; cedera berat dengan kerusakan jaringan
lunak yang nyata dan ancaman sindroma kompartement. (Wahid, 2013)
6. Tanda Dan Gejala

a. Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen
tulang diimmobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
menimimalkan gerakan antar fragmen tulang.
b. Deformitas
c. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid
seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fragmen lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias
diketahui dengan membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas
tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot. Pemendekan
Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan bawah tempat fraktur.
Fragmen sering saling melengkapi satu sama lain sampai 2,5 sampai 5
cm (1 sampai 2 inci)
d. Krepitus
Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu
dengan lainnya. (Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan
lunak yang lebih berat.)
e. Pembengkakan
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai
akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa
baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.
7. Penatalaksanaan

a. Fraktur Terbuka
Merupakan kasus emergensi karena dapat terjadi kontaminasi oleh
bakteri dan disertai perdarahan yang hebat dalam waktu 6-8 jam (golden
periode). Hal yang perlu dilakukan adalah:
1) Pembersihan luka
2) Eksisi jaringan mati/debridement
3) Hecting situasi
4) Antibiotic
b. Seluruh fraktur
1) Rekognisis/pengenalan
Riwayat kejadian harus jelas untuk menentukan diagnosa dan tindakan
selanjutnya.
2) Reduksi/Manipulasi/Reposisi
Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti
semula secara optimum. Dapat juga diartikan Reduksi fraktur (setting
tulang) adalah mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasfanatomis (Brunner, 2001).
Reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka dapat dilakukan untuk
mereduksi fraktur. Metode tertentu yang dipilih bergantung sifat fraktur,
namun prinsip yang mendasarinya tetap, sama. Biasanya dokter
melakukan reduksi fraktur sesegera mungkin untuk mencegah jaringan
lunak kehilangan elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan
perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi fraktur semakin sulit bila
cedera sudah mulai mengalami penyembuhan.
Sebelum reduksi dan imobilisasi fraktur, pasien harus dipersiapkan untuk
menjalaini prosedur, harus diperoleh izin untuk melakukan prosedur, dan
analgetika diberikan sesuai ketentuan. Mungkin perlu dilakukan
anastesia. Ekstremitas yang akan dimanipulasi harus ditangani dengan
lembut untuk mencegah kerusakan lebih lanjut.
Reduksi tertutup. Pada kebanyakan kasus, reduksi tertutup dilakukan
dengan mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya
saling berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Ekstremitas
dipertahankan dalam posisi yang diinginkan, sementara gips, bidai dan
alat lain dipasang oleh dokter. Alat imobilisasi akan menjaga reduksi dan
mensetabilkan ekstremitas untuk penyembuhan tulang. Sinar-X harus
dilakukan untuk mengetahui apakah fragmen tulang telah dalam
kesejajaran yang benar.
Traksi dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
Reduksi Terbuka. Pada fraktur tertentu memerlukan reduksi terbuka.
Dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat fiksasi interna
dalam bentuk pin,kawat sekrup,plat paku, atau batang logam digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi. Alat ini dapat diletakkan disisi
tulang atau langsung ke rongga sumsum tulang, alat tersebut menjaga
aprosimasi dan fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
3) Retensi/immobilisasi
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimum. Imobilisasi fraktur. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam
posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips , atau
fiksator eksterna. Implant logam dapat digunakan untuk fiksasi interna
yang berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
4) Rehabilitasi
Menghindari atropi dan kontraktur dengan fisioterapi. Segala
upaya diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak.
Reduksi dan imobilisasi harus dipertahankan sesuai kebutuhan.
Status neurovaskuler (misalnya pengkajian peredaran darah,
nyeri, perabaan, gerakan) dipantau, dan ahli bedah ortopedi
diberitahu segera bila ada tanda gangguan neurovaskuler.
Kegelisahan ansietas dan ketidaknyamanan dikontrol dengan
berbagai pendekatan (misalnya meyakinkan, perubahan posisi,
strategi pereda nyeri, termasuk analgetik). Latihan isometric dan
setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi disuse dan
meningkatkan peredaran darah. Partisipasi dalam aktivitas hidup
sehari-hari diusahakan untuk memperbaiki kemandirian fungsi
dan harga diri. Pengembalian bertahap pada aktivitas semula
diusahakan sesuai batasan teraupetik. Biasanya, fiksasi interna
memungkinkan mobilisasi lebih awal. Ahli bedah yang
memperkirakan stabilitas fiksasi fraktur, menentukan luasnya
gerakan dan stress pada ekstermitas yang diperbolehkan, dan
menentukan tingkat akivitas dan beban berat badan Tahap –
tahap proses penyembuhan :
Tahap 1: Peradangan (inflammation) Tulang patah baik
terbuka atau tertutup akan menimbulkan perdarahan sekecil
apapun itu dan membuat jaringan di sekitarnya meradang
yang ditandai dengan bengkak, memerah dan teraba hangat serta
tentunya terasa sakit. Tahap ini dimulai pada hari ketika patah
tulang terjadi dan berlangsung sekitar 24 jam hingga 1minggu.
Tahap 2: Pembentukan kalus halus (soft callus) Antara 2
sampai 3 minggu setelah cedera, rasa sakit dan pembengkakan
akan mulai hilang. Pada tahap penyembuhan patah tulang ini,
terbentuk kalus yang halus di kedua ujung tulang yang patah
sebagai cikal bakal yang menjembatani penyambungan tulang
namun kalus ini belum dapat terlihat melalui rongsen. Tahap ini
biasanya berlangsung hingga 4 sampai 8 minggu setelah cedera.
Tahap 3 : Pembentukan kalus keras (Hard Callus) antara 4
sampai 8 minggu. Tulang baru mulai menjembatani kalus (soft
callus menjadi hard callus) dan dapat dilihat dari Xray.
Tahap 4 : Remodelling Tulang dimulai 8 sampai 12 minggu
setelah cedera, sisi fraktur mengalami remodelling
(memperbaiki atau merombak diri) memperbaiki setiap cacat
yang mungkin tetap sebagai akibat dari cedera. Ini tahap akhir
penyembuhan patah tulang yang dapat bertahan hingga beberapa
tahun.

Masalah penyembuhan pada patah tulang


Sindrom kompartemen Pembengkakan parah akibat patah
tulang dapat menimbulkan tekanan pada pembuluh darah
sehingga menghambat suplai darah, akibatnya aliran darah tidak
cukup sampai ke jaringan sekitar fraktur Penurunan suplai darah
dapat menyebabkan jaringan sekitar fraktur menjadi mati, yang
dapat menyebabkan cacat jangka panjang. Sindrom
kompartemen biasanya terjadi hanya setelah cedera yang parah.
Sindroma kompartemen juga dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang berisiko dilakukan amputasi Pada bagian yang
mengalami sindrom kompartemen, komplikasi beresiko tinggi
yang sering muncul ialah fraktur siku, lengan atas, dan tibia
proksimal. Sindroma kompartemen ini ditandai dengan 5P :
a. Pain (rasa nyeri)
b. Paresthesia (mati rasa)
c. Pallor (pucat)
d. Paralisis (kelumpuhan)
e. Pulselessness (ketiadaan denyut nadi)

8. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Rontgen : menetukan lokasi/luasnya fraktu/ luasnya trauma,
skan tulang, temogram, scan CI : memperlihatkan fraktur juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2. Hitung darah lengkap : HB mungkin meningkat/menurun.
3. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
4. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,
transfusi multi
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan,


untuk itu diperlukan kecermatan dan ketelitian tentang masalah-masalah
pasien sehingga dapat memberikan arah terhadap tindakan keperawatan.
Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada tahap ini. Tahap
ini terbagi atas :
a Pengumpulan Data
1) Identitas pasien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang
dipakai, status perkawinan, Pendidikan, pekerjaan, asuransi,
golongan darah, no register, tanggal MRS, diagnose medis
2) Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa
nyeri. Nyeri tersebut bias akut atau kronik tergantung dari
lamanya serangan. Untuk memeperoleh pengkajian yang lengkap
tentang rasa nyeri pasien digunakan :
a) Provoking incident: apakah ada pristiwa yang menjadi factor
presipitasi nyeri.
b) Quality of pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau
digambarkan pasien. Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau
menusuk.
c) Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah
rasa sakit menjalar atau menyebar, dan dimana rasa sakit
terjadi.
d) Severity (scale) of pain: seberapa jauh rasa nyeri yang
dirasakan pasien, bisa berdasarkan skala nyeri atau pasien
menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi
kemampuan fungsinya.
e) Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah
bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
3) Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menetukan sebab dari
fraktur, yang nantinya membantu rencana tindakan terhadap
pasien. Ini bisa berupa kronologi terjadinya penyakit tersebut
sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan
bagian tubuh mana yang terkena (Ignatavicius, Dona D, 2006).
4) Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur
dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan
menyambung. Penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang
dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang
sering sulit untuk menyambung.
5) Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang
merupakan salah satu factor predisposisi terjadinya fraktur, seperti
diabetes, osteoporosis, yang sering terjadi pada beberapa
keturunan, dan kanker tulang yang cendrung diturunkan secara
genetik.
6) Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi pasien terhadap penyakit yang
dideritanya dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat serta
respon atau pengaruhnya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam
keluarga ataupun masyaakat.
7) Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a) Pola Persepsi dan Tata Laksana Hidup Sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketidakuatan akan terjadinya
kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan
kesehatan untuk membantu penyembuhan tulangnya. Selain
itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup pasien seperti
penggunaan obat steroid yang dapat mengganggu
metabolisme kalsium, dan apakah pasien berolahraga atau
tidak.
b) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Pada pasien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi
kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein,
vit. C dan lainnya untuk membantu proses penyembuhan.
c) Pola Aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua
bentuk kegiatan pasien menjadi berkurang dan kebutuhan
pasien perlu banyak dibantu oleh orang lain. Hal lain yang
perlu dikaji adalah bentuk aktivitas pasien terutama pekerjaan
pasien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan beresiko untuk
terjadinya fraktur.
d) Pola Hubungan dan Peran
Pasien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam
masyarakat. Karena pasien harus menjalani rawat inap.
e) Pola Persepsi dan Konsep Diri
Dampak yang timbul pada pasien fraktur yaitu timbul
ketidakuatan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas,
rasa ketidakmampuan atau melakukan aktivitas secara
optimal dan pandangan terhadap dirinya salah.
f) Pola Sensori dan kognitif
Pada pasien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada
bagian distal fraktur, sedang pada indra yang lain tidak timbul
gangguan.begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami
gangguan.
g) Pola Tata Nilai dan Keyakinan
Untuk pasien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan
beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi.
Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbataan gerak
pasien.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut ( D.0077)
Nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset
mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang
berlangsung kurang dari 3 bulan.
2) Perfusi perifer tidak efektif (D.0009)
Perfusi perifer tidak efektif adalah penurunan sirkulasi darah pada
level kapiler yang dapat mengganggu metabolisme tubuh.
3) Gangguan integritas kulit/jaringan (D.0129)
Gangguan integritas kulit/jaringan adalah kerusakan kulit (dermis dan
atau epidermis) atau jaringan (membrane mukosa, kornea, fasia, otot,
tendon, tulang, kartilago, kapsul sendi dan/atau ligamen).
4) Gangguan mobilitas fisik (D.0054)
Gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan dalam gerakan fisik dari
satu atau lebih ekstremitas secara mandiri.
5) Defisit perawatan diri (D.0109)
Defisit perawatan diri adalah tidak mampu melakukan atau
menyelesaikan aktivitas perawatan diri.
6) Resiko infeksi (D.142)
Resiko infeksi yaitu beresiko mengalami penigkatan terserang
organisme patogenik.
7) Resiko syok (D.0039)
Resiko syok adalah beresiko mengalami ketidakcukupan aliran darah
ke jaringan tubuh, yang dapat mengakibatkan disfungsi seluler yang
mengancam jiwa.
C. Perencanaan

Hari/ Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


tanggal keperawatan
Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi factor
(D.0077) keperawatan selama 3x8 jam pencetus dan
diharapkan nyeri berkurang pereda nyeri
atau hilang dengan kriteria 2. Monitor kualitas
hasil: nyeri
1. melaporkan bahwa nyeri 3. Monitor lokasi
berkurang dan penyebaran
2. menyatakan rasa nyaman Nyeri
setelah nyeri berkurang 4. Monitor intensitas
nyeri dengan
menggunakan skala
5. Monitor durasi dan
frekuensi nyeri
6. Ajarkan Teknik
nonfarmakologis
untuk mengurangi
rasa nyeri
7. Kolaborasi
pemberian obat
analgetik
Perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda-
perifer tidak keperawatan selama 3x8 jam tanda vital
efektif diharapakan perfusi perifer 2. Monitor status
tidak efektif dapat teratasi hidrasi
dengan kriteria hasil : 3. Monitor status
1. Tekanan systole dan pernafasan
diastole dalam rentang 4. Monitor hb pasien
yang diharapkan
5. Kolaborasi
2. Tidak ada ortostatik
pemberian
hiprtensi
transfusi darah
bila diperlukan

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor


integritas keperawatan selama 3x8 jam
karakteristik luka
Kulit diharapkan gangguan
2. Lepaskan balutan
integritas kulit dapat teratasi dan plaster secara
dengan kriteria hasil: perlahan
1. Integritas kulit yang baik 3. Pasang balutan
bias dipertahankan sesuai jenis luka
2. Perfusi jaringan baik 4. Pertahankan
teknik steril saat
3. Menunjukan pemahaman
melakukan
dalam proses
perawatan luka
perbaikankulit dan
5. Jelaskan tanda
mencegahterjadinya
gejala infeksi
cedera berulang
6. Anjurkan
4. Mampu melindungi kulit
mengkonsumsi
dan mempertahankan
makanan tinggi
kelembapan kulit dan
kalori dan protein
perawatan alami
7. Kolaborasi
pemberian
antibiotik

Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi


mobilitas keperawatan selama 3x8 jam kemampuan
fisik diharapkan gangguan mobilitas pasien
fisik dapat teratasi dengan beraktivitas
kriteria hasil: 2. Monitor kondisi
1. Pasien meningkat dalam umum selama
aktivitas fisik melakukan
2. Mengerti tujuan dari mobilisasi
peningkatan mobilitas 3. Fasilitasi aktivitas
3. Memverbalisasikan
mobilisasi dengan
Defisit Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
perawatan diri : keperawatan selama 3x8 jam kebiasaan
mandi diharapkan pasien mampu aktivitas
merawat diri dengan kriteria perawatan diri
hasil : sesuai usia
1. Pasien tampak bersih 2. Monitor tingkat
dan segar kemandirian
2. Pasien mampu 3. Identifikasi
melakukan perawatan diri kebutuhan alat
secara mandiri atau dengan bantu kebersihan
bantuan diri,berpakaian,
dan berhias.
4.Sediakan
lingkungan yang
teraupetik(mis.
Privasi pasien)
5.Dampingi dalam
melakukan
perawatandiri
sampai mandiri.
6.Bantu jika tidak
mampu melakukan
perawatan diri
7.Jadwalkan rutinitas
perawatan diri
8.Anjurkan melakukan
perawatan diri
secarakonsisten
sesuai kemampuan.
Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Inspeksi kulit dan
tindakan keperawatan selama membrane
3x8 jam diharapkan tidak terjadi mukosaterhadap
infeksi dengan kriteria hasil : kemerahan, panas
1. Pasien bebas dari tanda 2.Inspeksi kondisi
gejala infeksi luka
2. Menunjukkan 3.Dorong masukan
kemampuan untuk mencegah nutrisi yang cukup
timbulnya infeksi 4.Dorong masukan
3. Menunjukan perilaku cairan
hidup sehat 5.Dorong istirahat
6.Instruksikan
pasienuntuk minum
antibiotik
sesuai resep

Resiko syok 1. Monitor status


Setelah dilakukan tindakan
sirkulasi BP, warna
keperawatan selama 3x8 jam
kulit, suhu kulit,
diharapkan tidak terjadi syok
denyut jantung, HR,
dengan kriteria hasil :
daan ritme, nadi
1. Nadi dalam batas yang
perifer, dan kapiler
diharapkan
refill.
2. Irama jantung dalam batas
yang diharapkan 2. Monitor tanda
3. Frekuensi nafas dalam adekuat oksigenasi
batas yang diharapkan jaringan
3. Monitor suhu
dan
pernafasan
4. Monitor input
dan output
5. Pantau nilai
labor
: HB,HT,AGD
dan elektrolit
6. Monitor tanda
dan gejala asites
7. Monitor tanda
awal syok
Resiko jatuh Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi
factor resiko jatuh
keperawatan 3x8 jam
2. Identifikasi
dihrapkan tidak ada jatuh factor lingkungan
yang meningkatkan
pada pasien dengan kriteria
factor resiko
hasil : jatuh
3. Hitung resiko
1. Kemampuan
jatuh dengan
mengidentifikasi factor menggunakan
skala morse
resiko meningkat
4. Orientasikan
2. Kemampuan melakukan ruangan pada
pasien dan
strategi control resiko
keluarga
meningkat 5. Pastikan
roda
Kemampuan menghindari
tempat tidur dan
factor resiko meningkat kursi roda dalam

kondisi terkunci
6. Pasang
handralltempat
tidur
7. Anjurkan
memanggil
perawat
jika
membutuhkan
bantuan untuk
berpindah.
BAB III
TINJAUAN KASUS

Hari/Tanggal : Rabu , 6 April 2022


Jam : 11.00 WIB
Tempat : Bangsal Yudhistira RSUD Nyi Ageng Serang
Oleh : Sofia Lestari
Sumber data : Pasien, Keluarga Pasien, Rekam Medis
Metode : Wawancara, Studi dokumen

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien : Ny. J
2) Tanggal Lahir : 08 September 1955
3) Umur : 66 Tahun 6 Bulan
4) Jenis Kelamin : Perempuan
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SD
7) Pekerjaan : Petani
8) Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
9) Alamat : Penjalin Donomulyo Nanggulan
10) Diagnosa Medis : Neglected Fractur Shaft Femur Dextra
11) No. RM : 001772
12) Tanggal Masuk RS : 5 April 2022
b. Penanggung Jawab / Keluarga
1) Nama : Ny. S
2) Umur : 38 Tahun
3) Pendidikan : SMA
4) Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
5) Alamat : Penjalin Donomulyo Nanggulan
6) Hubungan dengan pasien : Anak Kandung

2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Pasien mengatakan nyeri di kaki kanan post orif.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang


a) Alasan masuk RS
Sebulan sebelum masuk Rumah Sakit pasien terpeleset di sawah
saat menanam padi. Pasien terjatuh dengan posisi terduduk dan
kaki kanan menumpu tubuh. Pasien langsung merasakan nyeri pada
paha dan lutut kanan segera setelah terjatuh. Pasien sempat
diperiksa ke klinik terdekat dikatakan tidak apa-apa.. Namun, nyeri
dan bengkak semakin parah. Pasien dibawa ke RS Nyi Ageng
Serang oleh keluarga untuk diperiksa dan mendapatkan
penanganan lanjutan.

b) Riwayat Kesehatan Pasien :


Pasien tidak ada riwayat penyakit menular maupun tidak menular.
Pasien mengatakan tidak ada riwayat alergi obat ataupun makanan.

3) Riwayat Kesehatan Dahulu


Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit, tidak ada
keluarga yang menderita penyakit menular, menurun ataupun
menahun.

b. Riwayat Kesehatan Keluarga


1) Genogram

eterangan :

Laki-laki Tinggal serumah

Pasien Perempuan Meninggal

2) Riwayat Kesehatan keluarga


Pasien mengatakan tidak ada riwayat kesehatan keluarga.

3. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)


1) Nutrisi-metabolik
Pasien mengatakan selama di rumah makan 2x sehari dengan porsi
sedang. Pasien mengatakan bahwa ia sering makan buah-buahan selama
di RS. Pasien makan 3x sehari tetapi hanya menghabiskan ½ - ¼ porsi
makan. Pasien juga mengatakan selama di RS nafsu makannya menurun.

2) Eliminasi
Pasien mengatakan saat sebelum masuk RS, pasien BAB 2x sehari, BAK
1-5x perhari. Saat di RS pasien belum BAB karena pasien tidak bias
berjalan. Selama di RS pasien BAK menggunakan kateter.

3) Aktivitas / latihan
a. Keadaan aktivitas sehari – hari
Selama di rumah pasien melakukan aktivitas sehari-hari sebagai ibu
rumah tangga. Setelah mengalami jatuh, pasien tidak bisa melakukan
aktivitas seperti biasanya. Saat di rumah sakit pasien hanya berbaring
di tempat tidur. Pasien mengatakan tidak bisa menggerakkan kaki
kirinya.

b. Keadaan pernafasan
Frekuensi pernafasan Ny. J yaitu 20 kali/menit dan tidak ada suara
tambahan pada pernafasan Ny. J

c. Keadaan Kardiovaskuler
Tekanan darah Ny. J yaitu 110/70 mmHg dan nadi teraba kuat dengan
nilai 78 kali/menit.

Skala Ketergantungan

KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing √
Toileting √
Eating √
Moving √
Ambulasi √
Walking √

Keterangan :
0 = Mandiri / tidak tergantung apapun
1 = Dibantu dengan alat
2 = Dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total

4) Istirahat – tidur
Pasien mengatakan sebelum masuk RS tidur pada malam hari kurang
lebih 7 jam. Pasien mengatakan sering tidur siang kurang lebih 1-2 jam.
Saat masuk RS pasien mengatakan tidak bisa tidur karena menahan nyeri
post orif di kaki kirinya.
5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Ny. J mengetahui penyakitnya setelah diberitahu oleh dokter. Saat ini Ny.
J berusaha meningkatkan kesehatannya dengan mematuhi perintah dari
dokter.
6) Pola Toleransi terhadap stress-koping
Adaptif : Pengambilan keputusan diambil oleh anak kandungnya. Yang
ingin dirubah dari kehidupan Ny. J yaitu bisa mengatur pola hidup sehat,
yang dilakukan Ny. J ketika stres yaitu sholat dan berdoa kepada Allah
SWT.
Maladaptif : Ny. J belum bisa menjalani pola hidup sehat
7) Pola hubungan peran
Suami Ny. J mengatakan bahwa selama pasien sakit, beliau selalu
menunggui, mendampingi, dan selalu memberikan dukungan untuk
kesembuhan istrinya.
8) Persepsi diri-Konsep diri
a) Gambaran Diri
Ny. J selalu merasa percaya diri dengan citra tubuhnya sekarang.
Pasien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang tidak disukai.
b) Harga Diri
Ny. J mempunyai harga diri tinggi. Hubungan pasien dengan orang
lain sangat baik.
c) Peran Diri
Pasien adalah seorang istri dan ibu rumah tangga.
d) Ideal Diri
Ny. J mempunyai sikap yang baik karena ada tujuan dan cita-cita
yang ingin dicapai. Hal yang dipikirkan Ny. J saat ini yaitu ingin
pulang dan sembuh sehingga bisa beraktivitas kembali seperti
biasanya. Harapan setelah menjalani perawatan yaitu Ny. J tidak mau
dirawat lagi dirumah sakit serta tidak ada lagi tambahan penyakit lain.
d) Identitas Diri
Pasien mengatakan dirinya adalah anak ke 4 dari 5 bersaudara. Ny. PJ
mengatakan bahwa ia mempunyai anak 4 dan sudah menikah semua.
Ada 1 anak yang tinggal serumah yaitu anak laki-laki dan istrinya.
9) Kesehatan Organ Reproduksi
Pasien mengatakan sudah menopause.
10) Keyakinan dan Nilai
Sumber kekuatan Ny. J yaitu Allah SWT dan keluarganya. Kegiatan
agama yang dilakukan Ny. J yaitu sholat lima waktu dan kadang-kadang
mengikuti pengajian.

5) Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : Compos mentis
2) Status Gizi :TB = 158 cm
BB = 56 Kg
IMT = 22,4
(Gizi baik)
3) Tanda Vital : TD = 110/70 mmHg Nadi = 78 x/mnt
Suhu = 36,4 °C RR = 20x/mnt
4) Skala Nyeri

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

P : Post Operasi ORIF


Q : Senut-senut
R : kaki kiri
S:6
T : terus menerus
b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)
1) Kulit
Kulit berwarna sawo matang, teraba kering, akral teraba hangat
2) Kepala
a) Kepala
Kepala tidak mesochepal, muka simetris
b) Mata
Mata simetris kiri dan kanan, pasien tidak menggunakan kaca
mata
c) Telinga
Telinga simetris, tidak mengalami gangguan pendengaran
d) Hidung
Hidung simetris
Tidak terdapat lendir/ingus
Tidak mengalami gangguan penciuman
e) Mulut
Tidak perot
Tidak mengalami gangguan bicara
f) Gigi
Gigi pasien mengalami karies
Tidak memakai gigi palsu
g) Bibir
Bibir terlihat kering
3) Leher
Tidak mengalami keterbatasan gerak
Tidak terjadi pembengkakan kelenjar
Tenggorokan tidak mengalami nyeri tekan
4) Dada
a) Inspeksi
Gerakan dada simetris, frekuensi nafas normal, pola nafas
teratur
b) Auskultasi
Irama teratur, tidak ada suara tambahan yang ditemukan
c) Perkusi
Bunyi nafas vesikuler
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan pada dada
5) Abdomen
a) Inspeksi
Perut datar dan simetris
b) Auskultasi
Bising usus ada 5-7 kali/menit
c) Perkusi
Perkusi abdomen timpani
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan
6) Genetalia
Pasien terpasang Dc dengan volume urin 500 cc berwarna kuning
jernih.
7) Ekstremitas
a) Atas
Tangan kiri terpasang infus Nacl 20 tpm, tangan kiri terpasang
syring pump fentanyl.
b) Bawah
Kaki kanan terpasang balutan luka post operasi ORIF dan
terpasang drain, tidak ada rembesan. Kaki kanan pasien dapat
digerakkan
Kekuatan otot :
Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual
flebitis pada luka tusukan infus :

Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan


Tempat suntikan tampak 0 Tidak ada tanda flebitis
sehat
- Observasi kanula
Salah satu dari berikut 1 Mungkin tanda dini
jelas: flebitis
 Nyeri tempat suntikan - Observasi kanula
 Eritema tempat
suntikan
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis
 Nyeri sepanjang - Ganti tempat kanula
kanula
 Eritema
 Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat
flebitis
 Nyeri sepanjang
kanula  Ganti kanula
 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau
awal tromboflebitis
 Nyeri sepanjang
kanula  Ganti kanula
 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
 Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut
tromboflebitis
 Nyeri sepanjang
kanula  Ganti kanula
 Eritema  Lakukan terapi
 Indurasi
 Venous cord teraba
 Demam

*)Lingkari pada skor yang sesuai tanda yang muncul


Pengkajian risiko jatuh
Skoring 1 Skoring 2 Skoring 3
No Risiko Skala
6/04/2022 7/04/2022 8/04/2022
1. Riwayat jatuh, yang baru atau Tidak 0
dalam 3 bulan terakhir
Ya 25 25 25 25
2. Diagnosa medis sekunder >1 Tidak 0 0 0 0

Ya 15
3. Alat bantu jalan: 0 0 0
0
Bed rest/diabntu perwat
Penopang/tongkat/walker 15
Furniture 30
4. Menggunakan infus Tidak 0
Ya 25 25 25 25
5. Cara berjalan/berpindah:
0
Normal/bed rest/imobilisasi
Lemah 15
Terganggu 30 30 30 30
6. Status mental:
Orientasi sesuai kemampuan 0 0 0 0
diri
Lupa keterbatasan 15
Jumlah skor 80 80 80 80
Tingkat Resiko Jatuh Risiko tinggi
Paraf & Nama Perawat

Tingkat Risiko :
Tidak berisiko bila skor 0-24 → lakukan perawatan yang baik
Risiko rendah bila skor 25-50 → lakukan intervensi jatuh standar (lanjutkan
formulir pencegahan)
Risiko Tinggi bila skor ≥ 51 lakukan intervensi jatuh resiko tinggi (lanjutkan
dengan pencegahan jatuh pasien dewasa).

11) Pemeriksaan Penunjang

a) Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil (Satuan) Normal
Pemeriksaan
06/04/2022 Hemoglobin 12,5 g/dL (L) 12-15
Leukosit 10,7 10^3/uL 4,50-11,50
Hematokrit 38,6% 35-49%
Eritrosit 4,17 x 10^6 4-5,4
MCV 92,6 fl 80-94
MCH 30,8 pg 26-32
Trombosit 150-450
232 10^3 uL
Gol Darah
O
Gol Darah Rhesus
Positif 9,4-12,5
PPT
9,9 Detik 0,90-1,10
INR
0,90
Kontrol PPT
11,00 Detik 25,1-36,5
APTT
30,8 Detik
HBsAg
Albumin Non Reaktif 3,97-4,94
SGOT 4,22 g/dl <=32
SGPT 27 U/L <=33
BUN 12 U/L 6-20
Creatinin 10,2 mg/dl 0,51-0,95
Natrium 0,780 mg/dl 136-145
Kalium 137,2 mmol/L 3,5-5,1
Klorida 3,66 mmol/L 98-107
101,7 mmol/L

b) Pemeriksaan Radiologi
TANGGAL HASIL

06/04/2022 Kesimpulan :
- Fraktur femur dextra 1/3 medial dalam
fiksasi inerna berupa plate dan screw
aposisi dan allignment baik
- Terpasang satu buah drain dengan
ujung distal pada aspek lateral os
femur dextra
12) Terapi
Pemberian Terapi Ny. J di Bangsal Yudhistira RSUD Nyi Ageng Serang
Kulon Progo

Tanggal Nama obat Dosis Rute


6 April 2022 Cepraz 1 gr/12 jam IV
Asam Tranexamat 500 mg/12 jam IV
Ketorolac 30 mg/8 jam IV
Ranitidin 50 mg/12 jam IV
Ondansentron 4 mg/12 jam IV

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)


B. ANALISA DATA

Ny. J di Bangsal Yudhistira RSUD Nyi Ageng Serang Kulon Progo

DATA PENYEBAB MASALAH


DS : Agen pencedera fisik : Nyeri akut
1. Pasien mengatakan post operasi ORIF
nyeri di luka post SDKI D.0077 hal 172
operasi dengan skala 6
2. Pasien mengatakan
nyeri terasa terus-
menerus
3. Pasien mengatakan
merasa kesakitan saat
luka tersenggol dengan
tangan
DO :
1. Pasien tampak meringis
menahan nyeri
2. Pengkajian nyeri
P : Post operasi ORIF
Q : Senut-senut
R : Kaki kiri
S : Skala nyeri 6
T : Terus menerus

DS : - Efek prosedur invasive Risiko infeksi


DO :
1. Terdapat balutan luka SDKI D.0142 hal 304
post operasi ORIF di
kaki kanan
2. Tidak ada luka yang
merembes pada verban
DS : Program pembatasan Gangguan mobilitas fisik
1. Ny. P mengatakan kaki gerak
kanan susah untuk SDKI D.0054 hal 124
digerakkan
2. Ny. P mengatakan
setelah operasi hanya
berbaring di tempat tidur
3. Ny. P mengatakan jika
mandi dan makan harus
dibantu orang lain
DO :
1. Ny. P terlihat berbaring
di tempat tidur
2. Ny. P terpasang kateter
500 cc
3. Kekuatan otot : 5 5
4 5

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASAR PRIORITAS


1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik : post operasi ORIF
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan gerak
3. Risiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif
HARI/TGL/JAM DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN
Rabu, 7 April Neri Akut Setelah dilakukan Tindakan Manajemen Nyeri
2022 berhubungan Keperawatan selama 3x24 jam Observasi
12.00 WIB dengan agen tingkat nyeri menurun dengan - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
pencedera fisik kriteria : kualitas nyeri, intensitas nyeri.
- Frekuensi nadi membaik - Identifikasi skala nyari
- Pola nafas membaik - Identifikasi respon nyeri non verbal
- Keluhan nyeri menurun - Identifikasi factor yang memperberat dan meperingan
- Meringis menurun nyeri
- Gelisah menurun - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri
- Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas hidup
- Monitor efek samping penggunaan analgetic
Terapeutik
- Berikan Teknik non farmakologis untuk mengurangi
nyeri
- kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri
- Fasilitasi istirahat dan tidur
- Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
- Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
- Jelaskan strategi meredakan nyeri
- Ajarkan Teknik nonfarmakologis untuk mengurangi
nyeri
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgetik jika perlu

D. PERENCANAAN KEPERAWATAN
HARI/TGL/ DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN
JAM
Rabu, 7 April Gangguan Setelah dilakukan Tindakan Dukungan Mobilisasi
2022 Mobilitas Fisik Keperawatan selama 3x24 jam Observasi
12.00 WIB Berhubungan diharapkan mobilitas fisik meningkat - Identifikasi adanya nyeri dan keluhan fisik lainnya
dengan program dengan kriteria : - Identifikasi toleransi fisik melakukan pergerakan
pembatasan gerak - Pergerakan ekstremitas - Monitor frekuensi jantung dan tekanan darah
meningkat sebelum memulai mobilisasi
- Kekuatan otot meningkat - Monitor kondisi umum selama melakukan
- nyeri menurun mobilisasi
- kekakuan sendi menurun Terapeutik
- Gerakan terbatas menurun - Fasilitasi aktivitas mobilisasi dengan alat bantu
- Kelemahan Fisik menurun - Fasilitasi melakukan pergerakan jika perlu
- Libatkan keluarga untuk membantu pasien dalam
meningkatkan pergerakan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur mobilisasi
- Anjurkan untuk melakukan mobilisasi dini
- Ajarkan mobilisasi sederhana yang harus
dilakukan, missal duduk di tempat tidur
HARI/TGL/ DIAGNOSA TUJUAN RENCANA TINDAKAN
JAM
Rabu, 7 April Resiko Infeksi Setelah dilakukan Tindakan Pencegahan infeksi
2022 berhubungan Keperawatan selama 3x24 jam Observasi
12.00 WIB dengan prosedur diharapkan derajat infeksi menurun - Monitor tanda gejala infeksi lokal maupun
invasive dengan kriteria : sistemik
- Demam menurun Terapeutik
- Kemerahan menurun - Batasi jumlah pengunjung
- nyeri menurun - Berikan perawatan kulit pada daerah edema
- Bengkak membaik - Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
- Kadar Sel darah putih pasien dan lingkungan pasien
membaik - Pertahankan Teknik aseptic pada pasien beresiko
tinggi
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara memeriksa luka
- Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian antibiotik
E. IMPLEMENTASI & EVALUASI

HARI/TGL DIAGNOSA PELAKSANAAN EVALUASI


Rabu, 7 Nyeri akut - mengidentifikasi lokasi, Pukul 13.00
April 2022 karakteristik, durasi, S:
13.00 frekuensi, kualitas nyeri, - pasien mengatakan masih
WIB intensitas nyeri nyeri post operasi
- mengidentifikasi skala - skala nyeri 5
nyeri - nyeri terasa tajam
- mengidentifikasi respon - nyeri terus menerus
nyeri non verbal O:
- mengidentifikasi factor - ekspresi wajah meringis
yang memperberat dan menahan sakit
meperingan nyeri - pergerakan pasien terbatas
- menjelaskan penyebab, - pasien memahami sumber
periode dan pemicu nyeri nyeri
- menjelaskan strategi - pasien memahami tehnik
meredakan nyeri nafas dalam
- mengajarkan Teknik - tanda vital :
nonfarmakologis untuk T : 110/70
mengurangi nyeri N : 78x
- Memberikan injeksi - Tangan kiri terpasang infus
ketorolac 30 mg intra RL 20 tpm
vena A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi

Sofia
Rabu, 7 Gangguan - mengidentifikasi adanya S :
April 2022 mobilitas nyeri dan keluhan fisik - pasien mengatakan kaki
12.00 fisik lainnya masih susah digerakkan
WIB - mengidentifikasi toleransi dan terasa sakit
fisik melakukan - pasien mengatakan belum
pergerakan bisa melakukan aktivitas
- memonitor keadaan seperti biasa
umum pasien O:
- membantu pasien untuk - Pasien terbaring di tempat
merubah posisi tidur
- mendekatkan bel pasien - Terpasang infus RL 20
- memotivasi keluarga tts/mnt
untuk berada di dekat - Terpasang Dower
pasien dan ada saat Catheter
dibutuhkan - Gerakan terbatas
- Terdapat luka post
operasi di kaki kanan
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Sofia
Rabu, 7 Resiko - Mencuci tangan Pukul 13.00
April 2022 Infeksi sebelum dan sesudah S :
12.00 merawat pasien - Pasien mengatakan
WIB - Menjaga teknis masih nyeri post op
septik dan aseptik O :
saat merawat pasien - Terpasang verban, pada
luka operasi,
- Memonitor tanda
dan gejala infeksi - -Luka tampak bersih,
rembes (-), produksi
- Memeriksa balutan drain 100 cc
dan luka pasien - Antibiotik cepraz1
- Memberikan gram sudah diberikan
suntikan antibiotik - Tanda Vital dalam
cepraz 1 gram IV batas normal
- Memonitor tanda - Suhu : 36,8
vital pasien - Nadi : 78x/mnt
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi

Sofia
F. CATATAN PERKEMBANGAN
Hari/Tgl Diagnosa Jam Pelaksanaan Evaluasi
Kamis Nyeri 13.00 - Membina hubungan Pukul 13.15
7/4/2022 Akut saling percaya S:
terhadap klien - Pasien mengatakan masih
- Melakukan observasi nyeri namun sudah
Nyeri pasien berkurang dibanding hari
- Mengukur skala nyeri pertama operasi
- Mengukur Vital sign O:
- Menganjurkan untuk - Pasien masih tampak
melakukan relaksasi sesekali menahan nyeri
nyeri - Skala nyeri 4
- Mengelola program - Gerakan terbatas
therapi medikasi - Pasien lebih rileks
analgetik - Tanda Vital dalam batas
normal
- Tensi 115/70
- Nadi 78x/mnt
- Pasien mendapatkan
ketorolac 30 mg intravena
- Pasien tampak melakukan
relaksasi nyeri menarik
nafas dalam
A : Masalah teratasi Sebagian
P : Pertahankan Intervensi

Sofia
Jam 13.15
S:
- Pasien mengatakan sudah
Jumat Nyeri 13.00 - Melakukan mampu mengontrol nyeri
8/4/2022 Akut pemeriksaan vital sign - Pasien mengatakan nyeri
- Melakukan evaluasi masih ada namun sudah
control nyeri klien berkurang
- Memberikan - Skala nyeri 3 nyeri ringan
reinforcement saat digerakkan
- Mengingatkan klien O:
untuk selalu - Ekspresi wajah rileks
menggunakan teknik - Pasien sudah bisa duduk dan
relaksasi nafas dalam menggerakkan jari kaki pada
dan modifikasi kaki kiri post op
lingkungan saat nyeri - Tanda vital normal
timbul - Tensi 112/68 N : 80x/mnt
- Memberikan medikasi A : Masalah teratasi Sebagian
intra vena ketorolac 30 P : Pertahankan Intervensi
mg

Sofia
Hari/Tgl Diagnos Jam Pelaksanaan Evaluasi
a
Kamis Gangguan 10.00 - Mengobservasi Pukul10.15
7/4/2022 Mobilitas kemampuan klien S:
Fisik dalam berlatih - Pasien mengatakan masih nyeri
berdiri dan berjalan namun sudah berkurang
- Mengobservasi nyeri dibanding hari pertama operasi
post op pasien - Pasien mengatakan kebutuhan
- Mengobservasi terpenuhi karena ada yang
keadaan umum membantu
pasien O:
- Melatih pasien - Pasien masih tampak sesekali
melakukan menahan nyeri
mobilisasi sederhana - Skala nyeri 4
- Menjelaskan - Gerakan terbatas
penyebab nyeri pada - Pasien sudah bisa duduk di atas
pasien yang tempat tidur
mengganggu - Pasien lebih rileks
pergerakan - Tanda Vital dalam batas normal
- Menjelaskan - Tensi 115/70
prosedur pembatasan - Nadi 78x/mnt
gerak - Pasien memahami program
pembatasan gerak yang
dilaksanakan
A : Masalah teratasi Sebagian
P : Pertahankan Intervensi

Sofia
Jumat Gangguan 10.00 - mengidentifikasi S:
8/4/2022 Mobilitas adanya nyeri dan - Pasien mengatakan sudah mampu
Fisik keluhan fisik mengontrol nyeri
lainnya - Pasien mengatakan nyeri masih ada
- mengidentifikasi namun sudah berkurang
toleransi fisik - Skala nyeri 3 nyeri ringan saat
melakukan digerakkan
pergerakan O:
- memonitor keadaan - Ekspresi wajah rileks
umum pasien - Pasien sudah bisa duduk dan
- membantu pasien menggerakkan jari kaki pada kaki
untuk merubah kiri post op
posisi - Tanda vital normal
- mendekatkan bel - Tensi 112/68 N : 80x/mnt
pasien - Keluarga selalu disamping pasien
- memotivasi - Pasien mampu melakukan aktivitas
keluarga untuk perawatan diri seperti menyisir
berada di dekat rambut, makan minum
pasien dan ada saat A : Masalah teratasi Sebagian
dibutuhkan P : Pertahankan Intervensi
Sofia
Hari/Tgl Diagnos Jam Pelaksanaan Evaluasi
a
Kamis Resiko 10.00 - Mengobservasi tanda Pukul16.15
7/4/2022 Infeksi dan gejala infeksi S:
- Mengobservasi nyeri - Pasien mengatakan masih nyeri
post op pasien namun sudah berkurang
- Mengobservasi dibanding hari pertama operasi
keadaan umum - Pasien mengatakan kebutuhan
pasien terpenuhi karena ada yang
- Mengukur vital sign membantu
- Melakukan Teknik O:
septik dan aseptic - Pasien masih tampak sesekali
saat merawat dan menahan nyeri
melakukan Tindakan - Skala nyeri 4
untuk pasien - Telah diberikan injeksi cepraz 1
- Memonitor gr/12 jam
kebersihan balutan - Luka post operasi tertutup verban,
dan luka post operasi rembes (-), terpasang drain
- Memberikan produksi 90 cc
medikasi intra vena - Tanda Vital dalam batas normal
cepraz 1 gram - Tensi 115/70
- Nadi 78x/mnt
- Suhu 36,5
A : Masalah teratasi Sebagian
P : Pertahankan Intervensi

Sofia

Jumat Resiko S:
8/4/2022 Infeksi 16.00 - mengidentifikasi - Pasien mengatakan sudah mampu
tanda dan gejala mengontrol nyeri
infeksi - Pasien mengatakan nyeri masih ada
- melakukan Teknik namun sudah berkurang
septic dan aseptik - Skala nyeri 3 nyeri ringan saat
- memonitor keadaan digerakkan
umum pasien O:
- memonitor suhu - Ekspresi wajah rileks
tubuh dan tanda - Pasien sudah bisa duduk dan
vital lain menggerakkan jari kaki pada kaki
- memotivasi pasien kiri post op
untuk mematuhi - Tanda vital normal
program pengobatan - Tensi 112/68 N : 80x/mnt, Suhu
agar luka lekas 36.8
membaik - Tidak terdapat tanda infeksi di
- memotivasi pasien sekitar luka
untuk menjaga - Balutan bersih, tidak rembes, tidak
kebersihan balutan bau, drain produksi 80cc
dan luka post op A : Masalah teratasi Sebagian
- memberikan injeksi P : Pertahankan Intervensi
cepraz 1 gram IV
untuk mencegah
infeksi
Sofia
BAB IV
ANALISIS JURNAL
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
HEALTH SCIENCES JOURNAL
http://studentjournal.umpo.ac.id/index.php/HSJ

STUDI KASUS : UPAYA PENURUNAN NYERI PADA PASIEN


POST OPERASI FRAKTUR FEMUR

Rudi Hermanto*, Laily Isro’in, Saiful Nurhidayat

Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Ponorogo


E-mail Korespondensi : rudihermanto0109@gmail.com

Sejarah Artikel

Diterima : Februari 2020 Disetujui : Maret 2020 Dipublikasikan: April 2020

Abstract

Fracture is continuity or cracking of tissue due to trauma that is determined by the extent and type of trauma So it has decreased
physical function which is one of the potential threats to integrity. One of the fracture treatments is done by surgery. After surgery,
a person will feel pain in the surgical scar. The purpose of this paper is to be able to understand nursing care in postoperative
femoral fracture patients in Mrs. T with acute pain problems by carrying out pharmacological and nonpharmacological measures.
The method used is descriptive method. Descriptive technique is a technique of writing in the form of presenting information
described by researchers conducted on certain objects clearly and systematically. The research site was conducted at RSUD Dr.
Harjono Ponorogo Hospital on July 25 - July 29, 2019. Patients taken by researchers were postoperative femur fracture patients
named Ny. T with 74 years old who is a farmer. Actions taken on Ny.T are actions that are in accordance with the nursing plan.
There are fifteen nursing plan actions that are used to deal with the pain that Ny.T feels that everything is done. In conducting
research there are obstacles that decrease hearing on the client. Thus blocking communication between nurses and patients in
communicating. The results of the treatment for five days the patient said that the pain appeared with scale 2. Pain with scale is
included in the category of mild pain.
Keywords: Nursing Care, Femur Fracture, Acute Pain

Abstrak

Fraktur merupakan terputusnya kontinuitas atau retaknya jaringan yang disebabkan trauma yang ditentukan oleh luas dan jenis
trauma. Sehingga mengalami penurunan fungsi fisik yang merupakan salah satu ancaman potensial pada integritas. Salah satu
penganan fraktur dilakukan dengan melakukan operasi. Setelah dilakukanya operasi maka seseorang akan merasakan nyeri pada
bekas luka operasi. Tujuan dari penulisan ini adalah dapat memahami asuhan keperawatan pada pasien post operasi fraktur femur
pada Ny.T dengan masalah nyeri akut dengan melakukakan tindakan farmakologi dan nonfarmakologi. Metode yang digunakan
adalah metode deskriptif. Teknik deskriptif adalah teknik penulisan dengan bentuk penyajian informasi yang digambarkan oleh para
peneliti yang dilakukan pada objek tertentu secara jelas serta sistematis. Tempat penelitian di lakukan di RSUD Dr Harjono
Ponorogo pada tanggal 25 Juli – 29 Juli 2019. Pasien yang diambil oleh peneliti merupakan pasien post operasi fraktur femur yang
bernama Ny. T dengan usia 74 tahun yang merupakan seorang petani. Tindakan yang dilakukan pada Ny.T merupakan tindakan
yang sesuai dengan rencana keperawatan. Terdapat lima belas tindakan rencana keperawatan yang di gunakan untuk mengatasi
nyeri yang di rasakan Ny.T yang semua di lakukan. Dalam melakukan penelitian terdapat hambatan yaitu menurunya pendengaran
pada klien. Sehingga mengahambat komunikasi antara perawat dan pasien dalam berkomunikasi. Hasil dari dilakukanya perawatan
selama lima hari pasien mengatakan bahwa nyeri muncul dengan sekala 2. Nyeri dengan sekala tersebut masuk dalam katagori nyeri
ringan.
Kata Kunci: Asuhan Keperawatan, Fraktur Femur, Nyeri akut

How to Cite: Rudi Hermanto, Laily Isro’in, Saiful Nurhidayat (2020). Studi Kasus : Upaya Penurunan Nyeri Pada Pasien
Post Operasi Fraktur Femur. Penerbitan Artikel llmiah Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Vol 4 (No 1).

© 2020 Universitas Muhammadiyah Ponorogo. All rights reserved


ISSN 2598-1188 (Print)
ISSN 2598-1196 (Online)
Health Sciences Journal Vol 4 (No 1)(2020): 9 0 - 1 1 1 | 91

PENDAHULUAN
Fraktur merupakan terputusnya femur memiliki urutan paling terbanyak
kontinuitas atau retak jaringan yang nomor satu dengan jumlah 19.629.
disebabkan trauma yang ditentukan oleh Di Jawa Timur angka kejadian fraktur
luas dan jenis trauma. Sehingga mengalami pada tahun 2016 mulai dari Bulan Januari
penurunan fungsi fisik yang merupakan sampai Bulan Oktober sebanyak
salah satu ancaman potensial pada 1.422 kasus (Rois, 2016). Dengan jumlah
integritas. Rusaknya integritas tulang persentase kasus fraktur pada ekstremitas
menyebabkan nyeri, trauma, kaku sendi, bawah dan ekstremitas atas di rumah sakit
dan gangguan muskuloskeletal (Nanda Dr. Soetomo Surabaya sebesar 68,14%
International, 2015). Salah satu penyebab (Rekam Medis RSUD. Dr. Sutomo
fraktur adalah ruda peksa pada suatu Surabaya, 2015). Pada tahun 2012 jumlah
jaringan yang menyebabkan kontinuitas pasien fraktur di RSUD Dr. Harjono
jaringan menjadi terputus (Sjamsuhidajat, Ponorogo sejumlah 794 pasien, pada tahun
2010). 2013 jumlah kejadian fraktur sejumlah 632
Kejadian fraktur di dunia meningkat pasien (Rekam Medis RSUD Dr.Harjono
setiap tahunya terbukti oleh badan Ponorogo, 2014). Pada tahun 2017 – 2018
keselamatan (WHO) tercatat 13 juta orang kejadian fraktur femur di RSUD Dr.
mengalami kecelakaan pada tahun 2012. Harjono Ponorogo sejumlah 756 kasus
Dengan 2,7% terjadi fraktur. Pada tahun (Rekam Medis RSUD Dr. Harjono
2013 dengan presentase 4,2%. Pada tahun Ponorogo, 2018).
2014 kejadian fraktur meningkat menjadi Fraktur disebabkan oleh trauma
21 juta sehingga menjadi 7,5%.). tunggal yang diberikan dengan kekuatan
Sedangkan pada tahun 2016 terdapat 8 juta yang berlebihan dan secara tiba tiba seperti
orang meninggal akibat mengalami fraktur benturan, plintiran, dan penarikan. Selain
femur. Menurut (DepKes RI), bahwa itu trauma tunggal juga menyebabkan
hampir delapan juta orang mengalami jaringan lunak menjadi rusak (Zairi dkk,
fraktur yang berbeda. Pada tahun 2011 2012). Untuk mengembalikan gerakan,
fraktur dengan prevalensi yang paling pencegahan disabilitas dan pengurangan
tinggi adalah fraktur ekstremitas bawah nyeri karena adanya rusaknya kontinuitas
46,2%. Kasus fraktur pada ekstremitas jaringan maka dilakukan penanganan pada
bawah dengan jumlah 45.987 yang daerah fraktur. Ada tiga cara dalam
diakibatkan oleh kecelakaan. Kasus fraktur melakukan penanganan fraktur yaitu
reduksi, imobilisasi, dan rehabilitasi. Seseorang merasa nyeri maka akan
Imobilisasi merupakan salah satu upaya berpengaruh terhadap nafsu makan,
dalam menangani fraktur dengan menahan aktivitas sehari-hari, hubungan dengan
kontinuitas yang terjadi patahan atau orang lain serta status emosional. Nyeri
retakan. Pembedahan merupakan hal yang merupakan pengalaman personal dan
terakhir jika pada penangan sebelumnya subjektivitas seseorang salah satunya
belum bisa mengembalikan posisi tulang adalah kerusakan jaringan yang berkaitan
dengan membuka pada bagian yang dengan tanda peringatan (Alimul, 2012).
ditangani (Djamal, 2015). Intervensi keperawatan untuk mengatasi
Luka insisi pembedahan dapat masalah nyeri maka dilakukan dengan
mengakibatkan pengeluaran impuls nyeri manajemen nyeri. Manajemen nyeri me-
oleh ujung saraf bebas yang di perantara miliki dua tindakan yaitu non-farmakologi
oleh sistem sensorik. Ada beberapa tahap dan farmakologi. Dalam dunia keperawat-
proses dalam nyeri: adanya reseptor yang an manajemen nyeri berguna menghilang-
menghantarkan persepsi nyeri yang berupa kan nyeri sedikit demi sedikit (Pratintya,
stimulasi, adanya pendeteksi stimulus, 2014).
penguat, dan penghantar menuju saraf Seseorang merasa nyeri maka akan
pusat. Terdapat empat proses dalam nyeri berpengaruh terhadap nafsu makan,
yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan aktivitas sehari-hari, hubungan dengan
persepsi. Transduksi merupakan proses orang lain serta status emosional. Nyeri
perubahan stimulus nyeri menjadi aliran merupakan pengalaman personal dan
listrik yang melalui ujung saraf. Transmisi subjektivitas seseorang salah satunya
merupakan proses penerusan oleh adalah kerusakan jaringan yang berkaitan
nociceptor yang berada pada saraf perifer dengan tanda peringatan (Alimul, 2012).
menuju korteks serebri yang melewati Intervensi keperawatan untuk mengatasi
cornu dorsalis dan corda spinalis. masalah nyeri maka dilakukan dengan
Modulasi merupakan proses pengurangan manajemen nyeri. Manajemen nyeri
atau peningkatan impuls nyeri oleh memiliki dua tindakan yaitu non
pengendali internal oleh sistem saraf pusat. farmakologi dan farmakologi. Dalam dunia
Persepsi adalah hasil penerimaan susunan keperawatan manajemen nyeri berguna
saraf pusat tentang impuls nyeri yang menghilangkan nyeri sedikit demi sedikit
dihantarkan oleh saraf dan berakhir pada (Pratintya, 2014). Pengurangan nyeri
susunan saraf pusat (Andarmoyo, 2013). dengan farmakologi dengan adanya
pemberian analgesik dengan dosis tertentu. sangat menguntungkan apabila jumlah

Pada terapi non farmakologi terdapat terapi responden sedikit maka akan didapatkan

distraksi relaksasi. Distraksi merupakan gambaran yang jelas (Nursalam, 2015).

menenangkan diri dengan mengalihkan Penelitian ini menggunakan teknik

perhatian. Relaksasi merupakan penulisan dengan menggambarkan gaya

melemaskan otot otot pada tubuh sehingga penyaji informasi dalam karya tulis ilmiah.

reseptor nyeri menjari lentur dan Teknik penggambaran ini disebut teknik

berkurang. Teknik distraksi dan sentuhan deskriptif. Teknik deskriptif adalah teknik

bisa dilakukan dengan pengalihan rasa penulisan dengan bentuk penyajian

sakit pada pasien dengan melihat televisi, informasi yang digambarkan oleh para

mendengarkan musik atau berkhayal peneliti yang dilakukan pada objek tertentu

(Muttaqin, 2011). secara jelas serta sistematis (Hermanus Mz,

Berdasarkan Latar belakang tersebut 2015). Dalam rancangan ini terdapat

maka penulis menyusun Karya Tulis Ilmiah identifikasi peristiwa, identifikasi variabel,

dengan judul “Asuhan Keperawatan Post dan mengembangkan definisi pada

Op Fraktur dengan Prioritas Masalah operasional oleh variabel (Nursalam,

Keperawatan Nyeri Akut Di Ruang 2015).

Flamboyan Rumah Sakit Umum Dr. Tempat penelitian yang studi kasus

Harjono Ponorogo”. ini dilaksanakan di Ruang Flamboyan


RSUD Dr. Harjono Ponorogo yang

METODE PENELITIAN beralamat di Jln. Ponorogo – Pacitan, Kab.

Studi kasus adalah penelitian yang Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.

dirancang dengan mencangkup pengkajian Pengambilan data pada studi kasus ini di

yang intensif pada satu klien, keluarga, lakukan pada Ny. T yang merupakan pasien

kelompok, komunitas maupun institusi. post operasi fraktur femur. Data yang di

Studi kasus memiliki cara dengan cara gunakan untuk menyusun asuhan

mengeksplorasi suatu masalah pada keperawatan di dapatkan dari metode

pengambilan data yang mendalam dan wawancara, observasi atau pemeriksaan,

memiliki batasan yang terperinci disertai implementasi, dan melakukan evaluasi

dengan berbagai sumber informasi yang hasil tindakan. Wawancara dilakukan

digunakan (Saryono dan Anggraeni, 2010). dengan memberikan pertanyaan yang

Sebelumnya adanya pengkajian secara rinci merupakan jenis pertanyaan terbuka

pada riwayat dan pola perilaku. Pengkajian maupun tertutup yang bertujuan mendapat

dengan rancangan ini data subjektif. Observasi atau pemeriksaan


yang memiliki tujuan untuk mendapat data 5, durasi nyeri 10 – 20 menit. Riwayat

objekif yang terdapat pada klien yang penyakit di dapatkan data berupa pasien

dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi pernah mengalami penyakit jantung dan di

serta auskultasi. Implementasi dilakukan rawat selama 3 hari. Pada riwayat

sesuai dengan yang dikeluhkan oleh pasien psikososial di dapatkan data pasien tinggal

yang secara subjektif maupun objektif. dengan anak laki – lakinya.

Evaluasi dilakukan dengan mengamati Pada pola kesehatan sehari hari

respon dari klien yang berupa fisik, didapatkan data berupa nutrisi selama di

psikologis, rasa aman dan nyaman klien. rumah sakit klien makan 3 kali sehari, habis

Pada penyelesaian studi kasusu ini penulis 1 porsi dalam sekali makan, minum

juga mengumpulkan data dari jurnal, buku, sebanyak 2 liter sehari. Jenis minuman

artikel, web dan sumber lainya sebagai adalah air putih. Eliminasi: buang air kecil

acuan. menggunakan kateter dengan volume


sehari bisa 2500 cc, berwarna kuning pekat,

HASIL bau khas urin. Buang air besar 1 kali

1. Pengkajian selama di rumah sakit. Istirahat: pasien

Pengkajian dilakukan pada tanggal beristirahat pada jam 19.00 – 22.00 dan

25 Juli 2019 pada jam 14.00 WIB. malam pada jam 23.00 – 04.00. Jadi pasien

Didapatkan data berupa biodata klien yaitu beristirahat selama 8 jam. Pasien sering

nama: Ny.T; umur: 74 tahun; agama: Islam; terbangun dari tidur karena rasa sakit yang

alamat: Prajegan; pendidikan terakhir: SD; muncul. Personal Hygiene : pasien disibin

pekerjaan: petani; tanggal masuk rumah sehari 2 kali, ganti pakaian sehari sekali.

sakit : 17 Juli 2019. Keluhan utama klien Aktivitas: pada saat pasien di rumah sakit

saat masuk rumah sakit adalah kaki kanan kegiatan pasien dibantu sebagian oleh

sakit saat berjalan dan keluhan utama pada orang lain.

saat pengkajian adalah nyeri pada kaki 2. Pemeriksaan Fisik

kanan. Riwayat penyakit sekarang di Didapatkan data keadaan umum

dapatkan data pada saat pengkajian pasien lemah, nadi: 88x/menit, suhu: 360C, TD:
mengeluhkan nyeri pada saat kaki kanan di 110/80 mmHg, RR: 20x/menit.
gerakan dan hilang ketika kaki kanan tidak Pemeriksaan muka: inspeksi wajah

digerakan, nyeri terasa seperti di tarik tarik, simetris, pucat, sedikit kaku menahan nyeri.

nyeri pada luka operasi di paha kaki kanan, Palpasi pada muka tidak ada benjolan

dengan skala abnormal, tidak ada nyeri tekan.


Pemeriksaan anggota gerak ( ekstremitas) dengan skala 5, durasi nyeri 10 – 20 menit.

Terdapat fraktur pada paha kanan yang Untuk data obketif Ny. T adalah keadaan

telah di operasi dengan luka operasi yang di umum lemah, nadi: 88 x/menit, suhu: 360C,
tutupi kassa steril dengan panjang 25 cm, TD: 110/80 mmHg, RR: 20 x/menit.
keadaan kassa bersih tidak kotor. Terpasang Pemeriksaan muka: inspeksi wajah

drain dengan volume 150 ml/ simetris, pucat, sedikit kaku menahan nyeri.

24 jam dengan warna merah, pasien Palpasi pada muka tidak ada benjolan

membatasi gerakan pada kaki yang di abnormal, tidak ada nyeri tekan.

operasi. Pada saat luka di sentuh oleh Pemeriksaan anggota gerak ( ekstremitas)

perawata, pasien menjauhkan tangan Terdapat fraktur pada paha kanan yang

perawat dari luka. telah di operasi dengan luka operasi yang di

Kekuatan otot tutupi kassa steril dengan panjang 25 cm,

4 4 keadaan kassa bersih tidak kotor. Terpasang


drain dengan volume 150 ml/
1 4
24 jam dengan warna merah, pasien
Didukung dengan pemeriksaan membatasi gerakan pada kaki yang di
penunjang berupa rotgen yang menunjukan operasi. Pada saat luka di sentuh oleh
close fraktur collum femur. perawata, pasien menjauhkan tangan
1. Diagnosa keperawatan perawat dari luka. tangan perawat dari luka.
Diagnosa keperawatan adalah suatu Kekuatan otot
proses pernyataan yang menjelaskan 4 4
tentang respon manusia. Setelah 1 4
dilakukannya pengkajian dan pemeriksaan Fraktur
fisik maka akan di dapatkan dua data yang - -
berupa data objektif dan data subjektif yang
+ -
di gunakan untuk mengangkat suatu
diagnosa yang di masukan dalam analisa Pemeriksaan penunjang berupa

data (Caranito, 2000 dalam Nursalam, rotgen yang menunjukan close fraktur

2011). Data subjektif pada pasien Ny. T collum femur. Bedasarkan dari data tersebut

adalah pengkajian pasien mengeluhkan yang merupakan masuk dalam batasan

nyeri pada saat kaki kanan di gerakan dan karakateristik nyeri. Sehingga dapat

hilang ketika kaki kanan tidak digerakan, ditegakkan diagnosa nyeri akut

nyeri terasa seperti di tarik tarik, nyeri pada berhubungan dengan agen cedera fisik

luka operasi di paha kaki kanan,


prosdur pembedahan, trauma) (NANDA, untuk mencari dan menemukan dukungan,

2015). kontrol lingkungan yang dapat

1. Intervensi mempengaruhi nyeri, pilih penanganan

Intervensi dari masalah diatas adalah nyeri (farmakologi dan non farmakologi),

proses keperawatan yang digunakan kaji tipe dan sumber nyeri untuk

sebagai kelanjutan rencana tindakan menentukan intervensi, ajarkan teknik non

keperawatan yang berfungsi untuk farmakologi, evaluasi keefektifan kontrol

mengurangi, menghilangkan dan mencegah nyeri, tingkatkan istirahat, kolaborasi

masalah – masalah pasien. Maka intervensi dengan dokter untuk pemberian analgesik

ini memiliki tujuan yaitu skala nyeri turun, untuk mengurangi nyeri dan monitor

nyeri dapat di kontrol. Dengan kriteria hasil penerimaan pasien tentang manajemen

pasien mampu mengontrol nyeri yang nyeri. Berdasarkan intervensi yang

timbul (mengetahui penyebab nyeri, disebutkan dapat dilakukan semua.

mampu menggunakan teknik non Sehingga dapat mencapai tujuan yang ada.

farmakologi untuk mengurangi nyeri, 2. Implementasi

mencari bantuan), pasien melaporkan Implementasi keperawatan di mulai

bahwa nyeri berkurang dengan dari tanggal 25 Juli 2019 – 29 Juli 2019.

menggunakan manajemen nyeri, nyeri Implementasi yang dilakukan pertama pada

dapat dikenali (skala, intensitas, frekuensi, hari kamis tanggal 25 Juli 2019 jam

dan tanda nyeri). 14.30 WIB yaitu melakukan pengkajian

Rencana tindakan yang akan nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

dilakukan kepada klien yaitu lakukan karakteristik, frekuensi, kualitas dan faktor

pengkajian nyeri secara komprehensif presipitasi, mengobservasi reaksi verbal

termasuk lokasi, karakteristik, frekuensi, dan non verbal dan ketidaknyamanan,

kualitas dan faktor presipitasi, observasi menggunakan

reaksi verbal dan non verbal dan komunikasi terapeutik untuk mengetahui

ketidaknyamanan, gunakan komunikasi pengalaman nyeri, mengkaji kultur yang

terapeutik untuk mengetahui pengalaman mempengaruhi pengalaman nyeri pasien,

nyeri, kaji kultur yang mempengaruhi mengevaluasi pengalaman nyeri masa

pengalaman nyeri pasien, evaluasi lampau, mengevaluasi bersama pasien dan

pengalaman nyeri masa lampau, evaluasi tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan

bersama pasien dan tim kesehatan lain kontrol nyeri masa lampau, membantu

tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa pasien dan keluarga untuk mencari dan

lampau, bantu pasien dan keluarga menemukan dukungan, mengontrol


lingkungan yang dapat mempengaruhi Implentasi yang selanjutnya

nyeri, memilih penanganan nyeri (farma- dilakukan di hari jumat pada 26 Juli 2019

kologi dan non farmakologi), mengkaji tipe pada jam 07. 30 WIB. Implentasi yang

dan sumber nyeri untuk menentukan dilakukan adalah melakukan pengkajian

intervensi, mengajarkan teknik non farma- nyeri secara komprehensif termasuk lokasi,

kologi, mengevaluasi keefektifan kontrol karakteristik, frekuensi, kualitas dan faktor

nyeri, meningkatkan istirahat, ber- presipitasi, mengorbservasi reaksi verbal

kolaborasi dengan dokter untuk pemberian dan non verbal dan ketidak nyamanan,

analgesik untuk mengurangi nyeri, mengontrol lingkungan yang dapat

memonitor penerimaan pasien tentang mempengaruhi nyeri, mengajarkan teknik

manajemen nyeri. Implentasi tersebut non farmakologi, mengkaji tipe dan sumber

merupakan tindakan yang berguna untuk nyeri untuk menentukan intervensi,

mengurangi rasa nyeri pada klien. mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri,

Pada saat perawat memberikan meningkatkan istirahat, berkolaborasi

penyuluhan teknik nafas dalam. Klien dengan dokter untuk pemberian analgesik

mendengarkan dengan seksama. Klien untuk mengurangi nyeri.

mengerti tentang teknik nafas dalam yang Implentasi pada tanggal 27 Juli – 29

akan dilakukan. Klien melakukan nafas Juli 2019. Implementasi yang dilakukan

dalam keadaan tidur dengan merilekskan adalah melakukan pengkajian nyeri secara

badan. Klien menarik napas dari hidung komprehensif termasuk lokasi,

dan di tahan selama 3-5 detik. Lalu di karakteristik, frekuensi, kualitas dan faktor

keluarkan secara perlahan lewat hidung. presipitasi, mengobservasi reaksi verbal

Napas dalam dilakukan sebanyak 5-15 kali dan non verbal dan ketidaknyamanan,

ketika merasakan nyeri. Selain itu mengontrol lingkungan yang dapat

perawatan juga menganjurkan kepada klien mempengaruhi nyeri, Mengajarkan teknik

agar meningkatkan istirahat yang berguna non farmakologi, mengkaji tipe dan sumber

untuk menurunkan nyeri. Istirahat klien nyeri untuk menentukan intervensi,

dianjurkan dalam posisi yang rileks dan mengevaluasi keefektifan kontrol nyeri,

dalam posisi yang nyaman sehingga tidak meningkatkan istirahat, berkolaborasi

menimbulkan nyeri pada bekas luka dengan dokter untuk pemberian analgesik

operasi. Implementasi ini sebagai peng- untuk mengurangi nyeri.

ganti waktu istirahat yang kurang karena


rasa nyeri yang timbul sewaktu waktu.
1. Evaluasi yang dialami pasien. Serta di dapatkan data

Evaluasi keperawatan merupakan objektif berupa keadan umum lemah, wajah

kegiatan dimana perawat membandingkan sedikit pucat, sedikit kaku menahan nyeri,

hasil setelah dilakukan tindakan nyeri yang muncul adalah nyeri akut yang

keparawatan. Hasil ini di ukur untuk di sebabkan oleh luka post operasi pada

mengetahui seberapa besar penyelesaian kaki kanan dengan di tutupi kassa steril

masalah pada klien. Selain itu merupakan dengan panjang 25 cm dengan keadaan

acuan perawat ketika masalah belum bisa kassa bersih tidak kotor. Terpasang drain

teratasi. Sehingga perawat akan me- dengan volume 150 ml/

modifikasi atau mengganti implementasi 24 jam dengan warna merah, pasien

yang diberikan kepada klien (Diagnosa membatasi gerakan pada kaki yang di

keperawatan, 2015). Tujuan dari evaluasi operasi. Pada saat luka di sentuh perawat,

ini di gunkan untuk memandingkan apakah pasien menjauhkan tangan perawat dari

sesuai dengan kriteria hasil yang di tulis. luka. Pasien bisa melakukan teknik nafas.

Hasil evaluasi pada tanggal 25 Juli Pemberian obat deketoprofen dengan dosis

2019 pada jam 20.00 perawat melakukan 50 mg. Masalah yang timbul adalah nyeri

pengambilan data evaluasi sehingga di akut. Rencana selanjutkan adalah

peroleh data subjektif berupa pasien melanjutkan intervensi yang di rencanakan.

mengeluhkan nyeri, muncul saat kaki kanan Pada tanggal 26 Juli evaluasi dilakukan pada jam
14.00 WIB. Di dapatkan data subjektif berupa
di gerakan, seperti di tarik tarik, nyeri pada pasien mengeluhkan nyeri, muncul saat kaki kanan
di gerakan, seperti di tarik tarik, nyeri pada luka
luka operasi di paha kanan, dengan skala 5, operasi di paha kanan, nyeri memiliki skala 4
durasi nyeri 10 – 20 menit. Pasien muncul selama 10 – 15 menit.. Pasien merasa
nyaman dengan ditutupnya lingkungan dengan
mengatakan memiliki pengalaman nyeri sketsel sehingga mengurangi stress. Pasien bisa
melakukan teknik napas. Pasien mengatakan waktu
karena penyakit jantung. Nyeri akan hilang istirahat selama 9 jam. Dengan data objektif
ketika pasien istirahat. Pasien menggatakan keadaan umum lemah. Wajah sedikit pucat, sedikit
kaku menahan nyeri. Nyeri yang muncul adalah
bahwa pasien tidak memiliki riwayat nyeri
karena operasi. Pasien merasa nyaman
dengan ditutupnya lingkungan dengan
sketsel sehingga mengurangi stress. Pasien
mengatakan waktu istirahat selama 2 jam
dengan. Pasien dapat tidur dengan tenang.
Keluarga mampu memberikan dukungan
kepada pasien untuk mengatasi keluhan
nyeri akut yang di sebabkan oleh luka post volume 150 ml/ 24 jam dengan warna

operasi pada kaki kanan dengan panjang merah, pasien membatasi gerakan pada

luka 25 cm dengan keadaan luka bersih kaki yang di operasi, pemberian obat

tidak kotor atau pus, jahitan jelujur. dekoprofen dengan dosis 50 mg. Dapat di

Terpasang drain dengan volume 150 ml/24 simpulkan bahwa masalah nyeri akut belum

jam dengan warna merah, pasien teratasi. Perencanaan melanjutkan

membatasi gerakan pada kaki yang di intervensi yang telah direncanakan.

operasi. Pemberian obat deketoprofen Pada tanggal 28 Juli evaluasi

dengan dosis 50 mg. Pasien melakukan dilaksanakan pada jam 14.00 WIB. Pada

teknik napas dalam. Dapat di simpulkan evaluasi di dapatkan data subjektif yaitu

bahwa masalah nyeri akut teratasi sebagian. pasien mengeluhkan nyeri, muncul saat

Perencanaan melanjutkan intervensi yang kaki kanan di gerakan, seperti di tarik tarik,

telah direncanakan. nyeri pada luka operasi di paha kanan,

Pada tanggal 27 Juli evaluasi dengan skala 4, durasi nyeri 5 – 10 menit.

dilakukan di jam 14.00. Dapatkan hasil data Pasien mengatakan belum ada penurunan

subjektif pasien mengeluhkan nyeri skala nyeri. Nyeri memiliki skala 4 muncul

,muncul saat kaki kanan di gerakan, seperti selama 5 – 10 menit. Pasien mengatakan

di tarik tarik, nyeri pada luka operasi di waktu istirahat selama

paha kanan, dengan skala 4, durasi nyeri 10 jam. Pasien merasa nyaman dengan

10 – 15 menit. Pasien merasa nyaman adanya aliran udara yang tidak terlalu

dengan posisi tidur terlentang dengan dingin atau panas melalui jendela sehingga

bagian kaki yang di operasi didukung rasa nyeri berkurang. Pasien melakukan

dengan bantal. Pasien melakukan teknik teknik nafas dalam. Di dukungan dengan

napas dalam. Pasien mengatakan belum ada data objektif yaitu keadaan umum lemah.

penurunan skala nyeri. Pasien mengatakan Inspeksi wajah pucat, tenang. Luka post

waktu istirahat selama 10 jam. Di dukungan operasi pada kaki kanan dengan panjang

dengan data objektif berupa keadan umum luka 25 cm dengan keadaan luka bersih

pasien lemah, wajah sedikit pucat, tenang, tidak kotor atau pus, jahitan delujur.

pasien melakukan teknik napas dalam, luka Terpasang drain dengan volume 100 ml/

post operasi pada kaki kanan dengan 24 jam dengan warna merah, pasien membatasi
gerakan pada kaki yang di operasi. Pemberian obat
panjang luka 25 cm dengan keadaan luka deketoprofen dengan dosis 50 mg. Dapat di
simpulkan
bersih tidak kotor atau pus, jahitan delujur,
terpasang drain dengan
karakteristik, skala, frekuensi, kualitas dan yang difokuskan dalam masalah

faktor presipitasi. 2) Observasi reaksi keperawatan yang muncul. Data fokus yang

verbal dan non verbal dan muncul ketika pemeriksaan yang ada adalah

ketidaknyamanan. 8) Kontrol lingkungan keadaan umum lemah, jumlah denyutan

yang dapat mempengaruhi nyeritipe dan nadi 88 kali per

sumber nyeri untuk menentukan intervensi. menit, suhu 360C, tekanan darah 110/80
11) Ajarkan teknik non farmakologi. 12) mmHg, jumlah pernapasan 20 kali per
Evaluasi keefektifan kontrol nyeri. 13) menit. Inspeksi keadan muka

Tingkatkan istirahat. 14) Kolaborasi pucat , sedikit kaku menahan nyeri.

dengan dokter untuk pemberian analgesik Pemeriksaan anggota gerak (Ekstremitas)

untuk mengurangi nyeri. Kekuatan otot :

Hasil evaluasi pada tanggal 29 Juli 4 4

2019. Pasien mengatakan nyeri ,muncul 1 4

saat kaki kanan digerakan ,seperti di tarik


tarik, nyeri pada luka operasi di paha kanan, Fraktur:

dengan skala 2, durasi nyeri 5 - 10 menit. - -


Disertai dengan data objektif berupa + -
keadaan umum yang lemah, wajah sedikit
pucat, ekspresi wajah tenang. Pasien bisa Kaki Kanan: Terdapat fraktur pada

melakukan teknik nafas dalam. Pemberian paha kanan yang telah di operasi dengan

obat deketoprofen dengan dosis 50 mg. luka operasi yang di tutupi kassa steril

Sehingga di dapatkan assessment dengan panjang 25 cm, keadaan kassa

dihentikan disebabkan nyeri yang dirasakan bersih tidak kotor. Terpasang drain dengan

memiliki skala 2 dalam kriteria nyeri volume 150 ml/ 24 jam dengan warna

ringan. merah, pasien membatasi gerakan pada


kaki yang di operasi. Pada saat luka di
sentuh oleh perawata, pasien menjauhkan
KESIMPULAN
tangan perawat dari luka. Di dukungan
1. Pengkajian dalam penelitian ini
menggunkan teknik head to toe yang dengan pemeriksaan penunjang rontgen

merupakan teknik memeriksa seluruh yang menunjukan close fraktur collum

bagian tubuh pasien. Tetapi data yang femur.

disajikan oleh penulis merupakan data


Di dukungan dengan data ketidakefektifan kontrol nyeri masa

subjektif dari pasien yaitu saat lampau. 7) Bantu pasien dan keluarga

pengkajian pasien mengeluhkan nyeri untuk mencari dan menemukan

pada saat kaki kanan di gerakan dan dukungan. 8) Kontrol lingkungan yang

hilang ketika kaki kanan tidak dapat mempengaruhi nyeri. 9) Pilih

digerakan, nyeri terasa seperti di tarik penanganan nyeri ( farmakologi dan

tarik, nyeri pada luka operasi di paha non farmakologi). 10) Kaji tipe dan

kaki kanan, dengan skala 5, durasi sumber nyeri untuk menentukan

nyeri 10 – 20 menit. Maka peneliti intervensi. 11) Ajarkan teknik non

menyimpulkan bahwa pasien farmakologi. 12) Evaluasi keefektifan

mengalami nyeri dengan skala 5 yang kontrol nyeri. 13) Tingkatkan istirahat.

di ukur menggunkan skala numerik dan 14) Kolaborasi dengan dokter untuk

skala analog visual (Andarmoyo, pemberian analgesik untuk

2013). mengurangi nyeri. 15) Monitor

1. Diagnosa yang muncul pada saat penerimaan pasien tentang manajemen

melakukan proses keperawatan adalah nyeri.

nyeri akut berubungan dengan agen 3. Tindakan keperawatan yang dilakukan

cedera fisik (prosedur pembedahan, peneleneliti dalam mengatasi masala

tarauma). klien adalah 1) Manajemen nyeri yang

2. Setelah di temukan diagnosa berisi pengkajian nyeri secara

keperaawatan maka akan dilakukan komprehensif termasuk lokasi,

rencena keperawatan yaitu 1) karakteristik,skala, frekuensi, kualitas

Manajemen nyeri yang berisi dan faktor presipitasi. 2) Observasi

pengkajian nyeri secara komprehensif reaksi verbal dan non verbal dan

termasuk lokasi, karakteristik,skala, ketidaknyamanan. 3) Gunakan

frekuensi, kualitas dan faktor komunikasi terapeutik untuk

presipitasi. 2) Observasi reaksi verbal mengetahui pengalaman nyeri. 4) Kaji

dan non verbal dan ketidaknyamanan. kultur yang mempengaruhi nyeri. 5)

3) Gunakan komunikasi terapeutik Evaluasi pengalaman nyeri masa

untuk mengetahui pengalaman nyeri. lampau. 6) Evaluasi bersama pasien

4) Kaji kultur yang mempengaruhi dan tim kesehatan lain tentang

nyeri. 5) Evaluasi pengalaman nyeri ketidakefektifan kontrol nyeri masa

masa lampau. 6) Evaluasi bersama lampau. 7) Bantu pasien dan keluarga

pasien dan tim kesehatan lain tentang untuk mencari dan menemukan
dukungan. 8) Kontrol lingkungan yang Andarmoyo. 2013. Konsep dan

dapat mempengaruhi nyeri. 9) Pilih Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Ar

penanganan nyeri ( farmakologi dan – Ruzz Media.

non farmakologi). 10) Kaji tipe dan Helmi, Z., N. 2012. Buku Gangguan

sumber nyeri untuk menentukan Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba

intervensi. 11) Ajarkan teknik non Medika.

farmakologi. 12) Evaluasi keefektifan Herdman, T.H & Kamitsuru, S. 2014.

kontrol nyeri. 13) Tingkatkan istirahat. International Nursing Diagnoses :

14) Kolaborasi dengan dokter untuk Definitions & Classification. Oxford

pemberian analgesik untuk : Wiley Blackwell.

mengurangi nyeri. 15) Monitor Hermanus Mz. 2015. Riset Kesehatan.

penerimaan pasien tentang manajemen Yogyakarta : Ombak.

nyeri. Terdapat kesenjangan antara Muttaqin, A. 2011. Asuhan Keperawatan

kasus dan teori, pasien merupakan Gangguan Sistem Integumen. Jakarta

pasien dengan umur 74 tahun yang : Salemba Medika.

dimana merupakan dalam kriteria usia NANDA NIC NOC. 2015. Aplikasi

lansia sehingga menurunya Asuhan keperawatan berdasarkan

pendengaran pasien sehingga perlu ada diagnosa medis dan nanda.

dukungan keluarga yang baik untuk Jogjakarta : Mediaction.

bekerja sama mengatasi masalah yang Nursalam. 2011. Konsep Dan Penerapan

terjadi pada pasien sehingga skala Metodologi Penelitian Ilmu

nyeri turun. Sehingga proses Keperawatan. Jakarta : Medika

kesembuhan pasien dapat lebih cepat. Salemba.

1. Pada hasil akhir evaluasi keperawatan, Nursalam. 2015. Metodologi Penelitian

peneliti mendapatkan hasil nyeri yang Ilmu Keperawatan Pendekatan

dirasakan memiliki skala 2 dalam Praktis Edisi 4. Jakarta : Salemba

kriteria nyeri ringan. Medika.


Potter, P. A., & Perry, A. G. (2009)

DAFTAR PUSTAKA Fundamental of Nursing:

Alimul dan Uliya. 2012. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Buku 1.

Kebutuhan Dasar Manusia. Surabaya Edisi 7. Jakarta:

: Health Books. Pranacintya, Dwi, A, Harmilah, Subroto.


2014. Kompres Hangat Menurunkan
Nyeri Persendian Osteoartritis pada
lanjut usia. Jurnal Kebidanan dan Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu

Keperawatan, 10(1). Bedah, Edisi II. Jakarta : Egc.

Prasetyo,S.N. 2010. .Konsep dan Proses Smeltzer, S.C., & Bare, B. (2012). Buku

Keperawatan (Musliha dan Ajar Keperawatan Medikal Bedah

Fatmawati 2010). Brunner & Suddarth, Volume 1 Edisi

Ropyanto, Candra. 2011. Analisis faktor – 12. Jakarta: EGC.

faktor yang berhubungan dengan Tamsuri. 2012. Konsep dan

status fungsional pasien pasca open Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta :

reduction internal fixation (ORIF) EGC.

Fraktur Ekstremitas bawah. Di rs. Zairi. 2012 Buku Ajar Gangguan

Ortopedi PROF Soeharso Surakarta. Muskuloskeletall. Jakarta : Salemba

Jurnal Ilmiah Kesehatan.


Saryono & Anggraeni. 2010. Metodologi
Penelitian Kualitatif dalam Bidang
Kesehatan. Yogyakarta : Nuha
Medika.
BAB V
KESIMPULAN

Dalam Asuhan Keperawatan pada Ny J dengan Post Oprasi Neglected


Fraktur Shaft femur dextra ini didapatkan 3 diagnosa prioritas yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Gangguann mobilitas fisik berhubungan dengan program pembatasan
gerak
3) Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif
Ketiga diagnosa tersebut sesuai dengan teori yang ada dan terdapat
kesesuaian dengan jurnal yang diangkat. Namun dalam asuhan keperawatan ini
ada beberapa diagnosa yang tidak muncul pada klien NY J, hal tersebut
dikarenakan pada setiap pasien terdapat kondisi yang berbeda dan hal tersebut
dikarenakan tidak terdapatnya data dukung untuk ditegakkan diagnosa sesuai
teori. Ketiga diagnosa pada akhir pemberian asuhan keperawatan belum dapat
diatasi seluruhnya dikarenakan pasien masih dalam rentang waktu pemulihan,
namun diagnosa tersebut telah teratasi sebagian.
Dalam jurnal disebutkan beberapa teknik meredakan nyeri pada pasien
post operasi fraktur femur, yaitu dengan teknik nonfarmakologi dan teknik
farmakologi, yang sudah dilakukan dalam asuhan keperawatan pada pasien NY J
ini, artinya pengurangan nyeri dengan teknik tersebut memang terbukti efektif
dan telah sesuai dengan eviden base yang ada.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Zaidin (2009) Dasar-dasar Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Brunner. Suddarth (2013) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.

Jakarta : EGC.

Asikin, Nasir (2013) Keperawatan Medikal Bedah: Sistem muskuloskletal.


Jakarta: Erlangga
dan Praktik. Edisi 4. Volume 1. Jakarta: EGC.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2013) Profil Kesehatan
Indonesia 2013 Jakarta : Depertemen Kesehatan Repoblik Indonesia
diakses dari www.depkes.go.id,
Fauzi, A. (2018). Analisis Data Dalam Penelitian. Unpublished Tesis
for Politeknik Kesehatan Kementrian Kesehatan Kalimantan
Timur.
Kozier. Erb, Berman. Snyder (2010) Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 7. Volume 1. Jakarta: EGC.
Lukman, Ningsih Nurna (2012) Asuhan Keperawatan Pada Pasien
Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba
Medika.
Nur arif, Amin Huda (2015) Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan NANDA NIC-NOC. Yogkarta: Mediaction.
Nursalam (2013) Metodologi Penelitian: Pendekatann Praktis (edisi 3).
Jakarta : Salemba Medika.
Potter, P.A, Perry, A.G. (2005) Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,
Proses
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Tindakan Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator
Diagnostik Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.
Reeves CJ, Roux G and Lockhart R (2001) Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta : Salemba Medika.
Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS). (2018) Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan ,
Republik Indonesia.
McCloskey, J. C. & Bulechek, G. M. (2004) Nursing Intervention
Classification 4 Ed.St. Louis: Mosby- Year Book.
Wahid, A. (2002) Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskletal. Jakarta: Sagung seto

Anda mungkin juga menyukai