Anda di halaman 1dari 16

UJIAN AKHIR SEMESTER

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

KELOMPOK 02

I KADEK WIDHIADNYANA (1881611006 / 06)


I MADE ADITYA PRAMARTHA (1881611009 / 09)
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA (1881611015 / 15)

PROGRAM MAGISTER AKUNTANSI


PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
2019
Etika dalam praktik bisnis

1. Pendahuluan
Bagian ini menjelaskan terkait dengan pokok bahasan teori etika dan prinsip etis
dalam bisnis. Etika merupakan suatu aturan yang berkaitan dengan penilaian benar atau
salah dan baik atau buruk. Etika merupakan suatu keyakinan moral yang dimiliki oleh
setiap individu yang digunakan sebagai acuan dalam pengambilan keputusan. Oleh
karena itu, etika memiliki keterkaitan dengan tindakan manusia. Tindakan manusia yang
diatur oleh etika adalah tindakan manusia yang sifatnya disengaja yang dapat
memberikan manfaat atau kerugian pada diri sendiri atau orang lain secara serius. Selain
tindakan manusia, etika juga mengatur terkait dengan praktik sosial yang terjadi dalam
masyarakat.
Pemahaman terhadap etika merupakan suatu hal yang penting karena studi etika
dapat membuat kita sadar akan prinsip-prinsip yang digunakan dalam menentukan apa
yang harus kita lakukan dalam menghadapi situasi tertentu. Permasalahan yang sering
terjadi dalam proses implementasi etika dalam kehidupan adalah terjadinya dilema etika
Dalam sebuah bisnis, etika diperlukan dalam mengatur sikap egoisme dari masing-
masing individu yang cenderung mementingkan diri sendiri. Sikap egoisme yang
dimiliki manusia pada umumnya dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu:
egoisme psikologis dan egoisme etis. Dasar teori etis menjelaskan bahwa jika tindakan
tertentu menguntungkan seseorang atau baik untuk orang itu, maka adalah alasan yang
baik untuk melakukannya. Namun, jika suatu tindakan merugikan individu, maka
adalah alasan baik untuk tidak melakukannya.

2. Perilaku Etis dalam Akuntansi


2.1 Apa itu Etika?
Etika merupakan suatu aturan yang berkaitan dengan penilaian benar atau salah
dan baik atau buruk. Kamus Collegiate Webster memberikan empat makna dasar dari
kata "etika" (Duska et al., 2011:34), yaitu:
a. Disiplin yang berkaitan dengan apa yang baik dan buruk dan dengan tugas serta
kewajiban moral.
b. Seperangkat prinsip atau nilai moral.
c. Teori atau sistem nilai-nilai moral.
d. Prinsip-prinsip perilaku yang mengatur individu atau kelompok.

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
1
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

2.2 Etika: Perusahaan Intelektual


Setiap orang memiliki seperangkat keyakinan atau prinsip etika. Sebagai contoh,
kebanyakan orang memiliki keyakinan dalam dirinya bahwa tindakan korupsi
merupakan perilaku yang salah. Keyakinan seperti ini merupakan suatu bentuk
keyakinan moral yang dimiliki oleh masing-masing individu. Setiap keyakinan moral
yang dimiliki individu mengandung dua elemen, yaitu: subjek dan predikat. Subjek
adalah tentang apa keyakinan itu, sedangkan predikat adalah apa yang dikatakan tentang
subjek. Apabila dikaitkan dengan pernyataan “korupsi merupakan perilaku yang salah”,
maka yang menjadi subjek dalam pernyataan tersebut adalah korupsi dan predikatnya

adalah salah.
Sumber: google.com

2.3 Tindakan
Tindakan manusia adalah subjek utama dari penilaian etis. Tindakan manusia
yang berkaitan dengan penilaian etis adalah perilaku atau aktivitas yang disengaja -
yaitu, tindakan yang dipilih dan dilakukan secara bebas oleh seseorang untuk dilakukan.
Namun, tidak semua tindakan manusia yang disengaja memiliki penilaian etis. Sebagai
contoh, kita dapat dengan sengaja memutuskan untuk memakai dasi merah daripada
dasi biru. Namun, tindakan tersebut bukan tindakan dengan dampak etis. Ini hanyalah
sebuah pilihan mengenai jenis dasi apa yang cocok dengan pakaian kita. Tindakan yang
disengaja yang berkaitan dengan penilaian "etis" atau "tidak etis" biasanya merupakan
tindakan yang bermanfaat atau merugikan orang lain atau diri kita sendiri dengan cara
yang serius.

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
2
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

2.4 Praktek Sosial, Institusi, dan Sistem


Tindakan manusia bukan satu-satunya masalah etika. Selain tindakan, etika
memeriksa dan mengevaluasi praktik sosial. Sedangkan tindakan adalah kegiatan
individu, praktik sosial adalah kelas tindakan individu. Ketika kita berkata, "korupsi itu
salah", kita mengevaluasi praktik sosial dan bukan tindakan tertentu. Etika juga
mengevaluasi organisasi, institusi, dan bahkan sistem sosial, politik, dan ekonomi.
Misalnya, kita dapat mengevaluasi praktik organisasi seperti American Institute of
Certified Public Accountants (AICPA), perusahaan seperti kantor akuntan Big Four
(Ernst and Young), seluruh profesi akuntansi, atau bahkan sistem ekonomi perusahaan.

2.5 Mengapa Belajar Etika?


Terdapat beberapa alasan untuk mempelajari etika, yaitu:
a. Beberapa keyakinan moral yang dipegang individu mungkin tidak cukup karena
keyakinan yang dimiliki adalah keyakinan sederhana tentang masalah yang
kompleks. Studi etika dapat membantu individu memilah-milah masalah kompleks
ini dengan melihat prinsip-prinsip apa yang berlaku dalam kasus-kasus itu.
b. Dalam beberapa situasi terkadang terdapat prinsip etika yang bertentangan. Hal ini
menyebabkan sulit untuk menentukan apa yang harus dilakukan. Dalam kasus-kasus
ini, penalaran etis dapat memberikan wawasan tentang bagaimana menilai antara
prinsip-prinsip yang bertentangan dan dapat menunjukkan mengapa tindakan
tertentu lebih diinginkan daripada yang lain. Studi etika dapat membantu
mengembangkan keterampilan penalaran etis.
c. Individu mungkin memiliki keyakinan yang tidak memadai atau berpegang teguh
pada nilai-nilai yang tidak memadai. Menundukkan kepercayaan atau nilai-nilai
tersebut pada analisis etika kritis dapat menunjukkan ketidakmampuan mereka.
Sebagai contoh, beberapa waktu yang lalu kita mungkin berpikir hal-hal tertentu
salah, namun saat ini hal-hal tersebut menurut kita baik-baik saja, dan begitu juga
sebaliknya. Singkatnya, kita dapat berubah pikiran tentang beberapa keyakinan etis
kita.

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
3
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

d. Alasan keempat dan yang sangat penting untuk mempelajari etika adalah untuk
memahami apakah dan mengapa pendapat kita pantas dipegang. Socrates berfilsafat
bahwa kehidupan yang tidak diuji tidak layak untuk dijalani.
e. Alasan terakhir untuk mempelajari etika adalah untuk mengidentifikasi prinsip-
prinsip etika dasar yang dapat diterapkan pada tindakan. Prinsip-prinsip ini harus
memungkinkan kita untuk menentukan apa yang harus dilakukan dan memahami
alasannya. Ketika kita dihadapkan dengan keputusan tentang apa yang harus
dilakukan dalam situasi yang sulit, akan sangat membantu untuk memiliki daftar
pertanyaan atau pertimbangan dasar yang dapat kita terapkan untuk membantu
menentukan apa hasil yang seharusnya.
Studi etika dapat membuat kita sadar akan prinsip-prinsip yang digunakan
dalam menentukan apa yang harus kita lakukan dalam situasi yang melibatkan masalah
etika. Beberapa orang dapat bertindak secara etis tanpa mengetahui prinsip-prinsip
etika, atau tanpa mengetahui mengapa suatu tindakan secara etis “benar”. Seseorang
yang bermaksud baik sering disesatkan oleh intuisi mereka tanpa memahami konsep-
konsep yang membenarkan intuisi tersebut, atau tanpa menghargai kompleksitas situasi.
Jika seseorang merasa tanggung jawabnya sebagai pebisnis adalah hanya untuk
mendapatkan untung, maka pandangan tersebut akan menyebabkan orang itu
mengabaikan tanggung jawab lainnya yang dia miliki kepada karyawan, klien, dan
orang lain dalam komunitas tempatnya melakukan bisnis.

2.6 Menjadi Etis: Cara Menentukan Apa yang Harus Dilakukan


Akuntan memiliki sejumlah
tanggung jawab etis untuk diri mereka
sendiri, keluarga mereka, profesi
mereka, dan klien serta perusahaan
tempat mereka bekerja. Tapi apa
tanggung jawab dasar akuntan?.
Tanggung jawab dasar akuntan adalah
Sumber: google.com
melakukan pekerjaan mereka.
Melakukan pekerjaan mencakup berbagai tanggung jawab khusus. Tanggung jawab ini
dijabarkan dalam uraian tugas, buku pegangan karyawan, buku pedoman manajerial,

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
4
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

kode etik perusahaan, dan kode etik atau etika profesi. Kode etik AICPA dengan jelas
mengamanatkan jenis perilaku tertentu dalam tujuh prinsipnya, antara lain:
a. Dalam menjalankan tanggung jawab mereka sebagai profesional, anggota harus
melakukan penilaian profesional dan moral yang sensitif dalam semua kegiatan
mereka.
b. Anggota harus menerima kewajiban untuk bertindak dengan cara yang akan
melayani kepentingan publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan
komitmen terhadap profesionalisme.
c. Untuk menjaga dan memperluas kepercayaan publik, anggota harus melakukan
semua tanggung jawab profesional dengan rasa integritas tertinggi.
d. Seorang anggota harus menjaga obyektivitas dan bebas dari konflik kepentingan
dalam melaksanakan tanggung jawab profesional.
e. Seorang anggota dalam praktik harus bertindak independen ketika memberikan jasa
audit dan pengesahan lainnya.
f. Seorang anggota harus mematuhi standar teknis dan etika profesi dan berusaha
terus-menerus dalam meningkatkan kompetensi serta kualitas layanan.
g. Seorang anggota dalam praktik publik harus mematuhi Prinsip-prinsip Kode
Perilaku Profesional dalam menentukan ruang lingkup dan sifat layanan yang akan
diberikan.

2.7 Pertanyaan untuk Ditanyakan untuk Membenarkan Suatu Tindakan: Dasar


Teori Etis
Jika tindakan
tertentu menguntungkan
seseorang atau baik untuk
orang itu, itu adalah alasan
yang baik untuk
melakukannya. Di sisi lain,
jika suatu tindakan
Sumber: google.com
merugikan individu, itu
adalah alasan bagus untuk tidak melakukannya. Orang sering menyamakan perilaku etis
dengan tindakan yang merugikan mereka dan ragu untuk membela tindakan yang

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
5
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

bermanfaat, namun hal itu salah karena kepentingan diri yang sehat adalah hal yang
baik. Ketika kita berpikir secara etis, kita biasanya tidak berhenti pada
mempertimbangkan manfaat dari tindakan itu untuk diri kita sendiri, tetapi kita
melangkah lebih jauh dan mempertimbangkan manfaatnya untuk semua orang yang
terkena dampak. Jika alasan yang baik untuk melakukan suatu tindakan adalah bahwa
itu menguntungkan saya, maka itu berlaku untuk semua orang, jadi semakin banyak
orang mendapat manfaat semakin baik.

2.8 Menggunakan Alasan


Kita tidak boleh bingung dengan apa yang menguntungkan kita dan apa yang
kita inginkan atau sukai. Namun demikian, kadang-kadang mendapatkan apa yang kita
inginkan dapat bermanfaat. Kadang-kadang, kita juga perlu menunda kesenangan atau
menderita sakit untuk beberapa manfaat jangka panjang. Ada juga saat-saat ketika kita
perlu mengejar kesenangan dalam hidup. Memiliki tindakan yang diusulkan dengan
tidak memiliki alasan yang baik untuk mendukungnya tentu sesuatu yang tidak
seharusnya kita lakukan.

2.9 Dilema Etis


Dilema etika adalah masalah yang muncul ketika suatu alasan untuk bertindak
dengan cara tertentu diimbangi oleh alasan untuk tidak bertindak seperti itu. Ketika
dihadapkan dengan konflik, ahli etika
yang memberikan prioritas pada hak
atau keadilan atas kerugian jatuh ke
dalam satu kubu, dan mereka yang
memberi prioritas pada manfaat hak
atau keadilan jatuh ke kubu yang
berlawanan. Dengan demikian, dilema
etika terjadi ketika ada konflik alasan,
Sumber: google.com
dan teori etika muncul untuk menyelesaikan dilema.

3 Perilaku Etis dalam Akuntansi: Teori Etis

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
6
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

Teori etika kontemporer memberikan prinsip utama yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan dilema. Bagi para utilitarian, alasan utama pembenaran atas suatu
tindakan adalah bahwa tindakan itu membawa lebih banyak kebaikan bagi lebih banyak
orang daripada yang merugikan. Bagi para deontolog, tujuan tidak membenarkan cara.
Jika kita hanya mempertimbangkan apa yang baik untuk diri kita sendiri dan
mengutamakan kepentingan diri sendiri daripada apa yang baik untuk orang lain dan
apa yang adil, kita mengadopsi posisi ahli teori yang disebut egois.

3.1 Egoisme
Terdapat dua jenis konsep yang berhubungan dengan egoisme, yaitu :
a. Egoisme Psikologis
Teori yang menjelaskan bahwa semua tindakan manusia dilandasi oleh
kepentingan berkutat diri dan mereka yakin tindakan dan keputusan mereka
adalah luhur, namun pada kenyataannya mereka hanya memikirkan diri sendiri.
Jadi menurut teori ini, tidak ada tindakan sesungguhnya yang bersifat altruisme
(tindakan yang peduli pada orang lain).
b. Egosime Etis
Tindakan yang dilandasi oleh kepentingan diri sendiri, apa yang dilakukan untuk
mewujudkan dirinya sendiri, dan yang dilakukannya tidak merugikan orang lain,
sebab yang dilakukan sesuai dengan moral hukum dan etika. Tindakan berkutat
diri ditandai dengan ciri mengabaikan atau merugikan kepentingan orang lain,
sedangkan tindakan mementingkan diri tidak selalu merugikan kepentingan
orang lain.

3.2 Utilitarianism
Utilitarianisme berasal dari kata Latin utilis, kemudian menjadi kata Inggris
Utility yang berarti bermanfaat. Menurut teori ini suatu tindakan dapat dikatakan baik
jika membawa manfaat bagi sebanyak mungkin anggota masyarakat. Perbedaan antara
paham utilitarianisme dengan egoisme etis terletak pada siapa yang memperoleh
manfaat. Egoisme etis melihat dari sudut pandang individu sedangkan utilitarianisme
melihat dari sudut kepentingan orang banyak. Paham utilitarianisme dapat diringkas
sebagai berikut:

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
7
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

a. Tindakan harus dinilai benar atau salah hanya dari konsekuensinya (akibat, tujuan
atau hasilnya)
b. Dalam mengukur akibat dari suatu tindakan, satu-satunya parameter yang penting
adalah jumlah kebahagiaan atau jumlah ketidakbahagiaan.
c. Kesejahteraan setiap orang sama pentingnya.

Dalam kerangka etika utilitarianisme kita dapat merumuskan tiga kriteria


objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu
kebijakan atau tindakan. Kriteria pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijakan atau
tindakan itu mendatangkan manfaat atau kegunaan tertentu. Kriteria kedua adalah
manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijakan atau tindakan itu mendatangkan manfaat
terbesar dibandingkan dengan kebijakan atau tindakan alternatif lainnya. Kriteria ketiga
menyangkut pertanyaan mengenai manfaat terbesar untuk siapa (dalam hal ini manfaat
terbesar bagi sebanyak mungkin orang).
Nilai positif utilitarianisme:
a. Utilitarianisme memberikan kriteria yang objektif dan rasional mengapa suatu
tindakan dianggap baik.
b. Utilitarianisme sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral.
c. Etika utilitarianisme mengutamakan manfaat atau akibat baik dari suatu tindakan
bagi banyak orang.
Selain memiliki nilai positif, utilitarianisme juga memiliki kelemahan, yaitu:
a. Manfaat merupakan konsep yang sangat luas sehingga dalam kenyataan praktis
menimbulkan kesulitan yang tidak sedikit, dikarenakan persepsi dari manfaat itu
sendiri berbeda-beda bagi setiap orang.
b. Tidak mempertimbangkan nilai dari suatu tindakan dan hanya memperhatikan
akibat dari tindakan itu sendiri, dengan kata lain tidak mempertimbangkan motivasi
seseorang melakukan suatu tindakan.
c. Kesulitan untuk menetukan prioritas dari kriteria etika itu sendiri, apakah lebih
mementingkan perolehan manfaat terbanyak bagi sejumlah orang atau jumlah
terbanyak dari orang-orang yang memperoleh manfaat itu meskipun manfaatnya
lebih kecil.

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
8
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

d. Utilitarianisme hanya menguntungkan pihak mayoritas, membenarkan hak


kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan mayoritas.
Utilitarianisme secara signifikan berbeda dari egoisme karena konsekuensi yang
digunakan untuk menilai nilai tindakan tidak hanya konsekuensi bagi agen tetapi juga
termasuk konsekuensi bagi semua orang yang peduli atau terpengaruh oleh tindakan,
termasuk agen. Utilitarianisme lebih selaras dengan kepekaan moral kita daripada
egoisme, dan itu mencerminkan apa yang kita lakukan ketika kita menemukan alasan
untuk membenarkan tindakan atau praktik.

3.3 Kant dan Deontologi


Deontologist
berasal dari kata
Yunani "deontos,"
yang berarti "apa yang
harus dilakukan”.
Terkadang
diterjemahkan sebagai
"kewajiban" atau
"tugas." Kant Sumber: google.com

mendahului utilitarianis Bentham dan Mill, sehingga ia tidak langsung menghadapi teori
mereka. Meskipun demikian, jika kita menerapkan asas-asasnya untuk utilitarianisme,
itu akan memperlihatkan sebagai teori yang salah arah karena gagal mempertimbangkan
salah satu karakteristik dari tindakan moral suatu motif moral. Menurut Kant manusia
juga memiliki kecenderungan untuk mengejar apa yang kita inginkan. Kami memiliki
kecenderungan psikologis dan kecenderungan untuk mengejar tujuan. Tapi kita
memiliki dua kemampuan hewan lain tidak memiliki: (1) kemampuan untuk memilih
antara cara alternatif atau cara untuk mencapai tujuan yang kita cenderung; dan (2)
kebebasan untuk menyisihkan tujuan atau kecenderungan itu dan bertindak keluar dari
motif yang lebih tinggi.

3.4 Deontologi Etika

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
9
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

Pertanyaan "apa yang harus saya lakukan?" dapat mengambil dua bentuk. Jika
kita tertarik untuk memenuhi kecenderungan kita, pertanyaannya memenuhi syarat:
"apa yang harus saya lakukan jika saya ingin memenuhi kecenderungan saya?" Namun
terkadang, pertanyaannya bukanlah apa yang harus dilakukan untuk memenuhi
kecenderungan kita tetapi apa yang harus dilakukan untuk memenuhi kewajiban atau
tugas kita. Jawabannya keluar sebagai aturan. Kant menyebut aturan ini "imperatif."
Untuk Kant, semua penilaian praktis yaitu, penilaian tentang apa yang harus kita
lakukan adalah imperatif. Jika kita mengatakan bahwa kita harus etis dalam bisnis
karena menyelesaikan apa yang kita inginkan, maka kita katakan itu bijaksana untuk
bersikap etis. Tapi itu memberi kita hanya sebuah keharusan hipotetis, yang untuk Kant
bukanlah keharusan etis. Jadi, untuk Kant, jika kita bersikap etis karena bisnis yang
baik, kita tidak memiliki keprihatinan etis yang tepat. Menurut Kant, jika kita kembali
melakukan sesuatu yang hanya untuk memenuhi keinginan, kita tidak bertindak keluar
dari motif moral. Ini mengikuti, kemudian, bahwa jika kita melakukan hal yang benar
dalam bisnis hanya karena akan meningkatkan bisnis, kita mungkin tidak melakukan
sesuatu yang salah, tapi kita pasti tidak bertindak dari motif etika.

3.5 Virtue Ethics


Setelah memeriksa utilitarian dan perspektif deontologi, kita sekarang harus
mengalihkan perhatian kita untuk satu pendekatan lagi etika. Pendekatan ini baru-baru
ini disebut etika kebajikan atau karakter. Ini membahas pertanyaan tentang apa yang
harus seseorang atau menjadi, daripada pertanyaan tentang apa yang harus dilakukan
seseorang. Kata kebajikan berasal dari bahasa Latin
Virtus, yang berarti kekuatan atau kapasitas, dan
Virtus digunakan untuk menerjemahkan kata Yunani
Arête, yang berarti sangat baik. Untuk filsuf Yunani
kuno, terutama Aristotle, kehidupan yang baik
(kehidupan kesejahteraan) adalah sebuah kehidupan di
mana seseorang melakukan sesuatu sesuai dengan
kapasitas yang sangat baik- "kegiatan sesuai dengan
kebajikan". Kapasitas yang sangat baik menyebabkan
Sumber: google.com
kesejahteraan.

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
10
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

4 Penelitian yang Relevan


4.1 “Personal and Moral Intensity Determinants of Ethical Decision-Making” –
Oleh: Collins Sankay Oboh
Pemaparan materi sebelumnya menjelaskan bahwa setiap individu memiliki
seperangkat keyakinan atau prinsip etika dalam menilai baik atau buruknya suatu
perbuatan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa prinsip etika memiliki keterkaitan
dengan intensitas personal dan moral dari masing-masing individu. Penelitian yang
dilakukan oleh Oboh (2019) meneliti terkait dengan penentu intensitas personal dan
moral pengambilan keputusan etis. Obyek dari penelitian ini adalah profesi akuntansi di
Nigeria. Penelitian ini mengangkat permasalahan terkait dengan masih maraknya
praktik akuntansi yang tidak etis yang dilakukan oleh para profesional akuntansi.
Nigeria merupakan salah satu negara dengan tingkat korupsi yang tinggi di dunia
(Ajibolade dan Oboh, 2017; Ajibolade et al., 2016; Fagboro, 2015). Transparency
International (TI) dalam laporan terbaru yang dirilis pada tahun 2017, menyatakan
bahwa Nigeria sebagai negara ke-40 paling korup di antara 176 negara. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh variabel intensitas personal dan moral
pada proses tertentu, yaitu: pengakuan etis, penilaian etis dan niat etis, yang terlibat
dalam pengambilan keputusan etis profesional akuntansi. Penelitian ini dijelaskan
dengan menggunakan teori penalaran dan pengembangan moral (CMD) dan model teori
Ethical Decision Making (EDM). Secara khusus, penelitian ini meneliti efek jenis
kelamin, usia, pengasuhan, status ekonomi, filsafat moral pribadi (idealisme dan
relativisme) dan intensitas moral pada proses EDM profesional akuntansi. Berdasarkan
proses analisis regresi linier berganda yang dilakukan, maka diperoleh hasil penelitian
bahwa usia, status ekonomi, pengasuhan, idealisme moral dan relativisme, besarnya
konsekuensi dan konsensus sosial adalah penentu yang signifikan dari proses EDM
profesional akuntansi.

4.2 “An Applied Code of Ethics Model for Decision-Making in the Accounting
Profession” – Oleh: Dinah M. Payne, Christy Corey, Cecily Raiborn, dan
Matthew Zingoni

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
11
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

Kode etik untuk pengambilan keputusan dalam profesi akuntansi juga diteliti
oleh Payne et al. (2019). Penelitian ini meneliti terkait dengan model kode etik terapan
untuk pengambilan keputusan dalam profesi akuntansi. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk menyediakan kode etik yang dapat dengan mudah digunakan oleh pekerja
profesional dalam pengambilan keputusan sehari-hari. Profesi akuntansi memainkan
peran penting dalam fungsi masyarakat modern. Namun, dalam menjalankan kerjanya,
profesi akuntansi yang terdiri dari auditor internal dan eksternal, penasihat pajak dan
akuntan dalam praktik dan konsultan bisnis dan eksternal telah ditekan untuk melanggar
mandat pribadi, profesional atau hukum (Karmanska et al., 2017). Klien, pemilik bisnis,
direktur dan anggota dewan, manajer lini dan kolega lain telah menekan akuntan untuk
bertindak bertentangan dengan penilaian profesional mereka. Oleh karena itu, adalah
penting bahwa anggota profesi ini etis dan berdiri teguh melawan tekanan internal dan
eksternal yang mungkin mendorong para profesional ini untuk terlibat dalam kegiatan
penipuan. Akuntan menempati posisi unik untuk memberikan kontribusi positif untuk
mencegah akar penyebab skandal keuangan, sehingga meningkatkan tidak hanya
"merek" akuntansi yang telah diperlakukan dengan sangat baik dalam beberapa tahun
terakhir oleh berbagai pemangku kepentingan, tetapi juga secara komprehensif
meningkatkan pelaksanaan praktik akuntansi yang etis. Kode etik memberikan artikulasi
yang koheren tentang cita-cita, tanggung jawab dan batasan-batasan etika kolektif dari
anggota suatu profesi dan dapat membantu dalam membimbing perilaku etis.
Penelitian ini membangun sebuah model yang diberi nama JUCI. Model ini
terdiri dari empat komponen, yaitu: keadilan, utilitas, kompetensi, dan integritas.
Keadilan adalah nilai kritis. Para profesional diharapkan untuk melakukan hal yang
benar atau tampil dengan cara yang adil dan bermoral. Utilitas mengacu pada kegunaan
informasi yang diberikan oleh akuntan kepada para pemangku kepentingan. Terlepas
dari jenis organisasi di mana akuntan bekerja, informasi yang diberikannya diandalkan
oleh pihak internal dan eksternal. Tanpa fokus yang berkelanjutan pada kebutuhan
umum dari informasi apa yang akan berguna bagi para pemangku kepentingan, akuntan
dapat menghasilkan informasi yang dapat menjatuhkan perusahaan dan memicu
kekacauan ekonomi. Akuntan juga harus memperhatikan pemeliharaan kompetensi
yang memungkinkan masuk ke profesi. Integritas mencerminkan pengabdian suatu
profesi kepada publik. Publik tidak dapat menaruh kepercayaan pada informasi yang

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
12
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

dihasilkan oleh akuntan tanpa integritas. Integritas mencerminkan konsistensi tindakan


yang mencerminkan kejujuran, itikad baik, kehormatan, dan ketulusan dalam hubungan
profesional dan interpersonal. Hasil analisis menunjukkan bahwa kode model JUCI
dapat dipahami tidak hanya untuk akuntan yang telah dikembangkan tetapi juga untuk
pemangku kepentingan yang kepadanya akuntan memberikan layanan mereka dan
menghasilkan informasi mereka. Model JUCI memberikan panduan yang jelas dan
preskriptif untuk profesi yang melayani masyarakat dan bertugas melindungi
kepentingan publik. Seperti semua kode etik profesional, model ini mengidentifikasi
sifat-sifat positif yang jika ditindaklanjuti secara konsisten, membentuk fondasi karakter
profesional.

4.3 “Professionalism in Accounting: A Five-Factor Model of Ethical Decision-


Making” – Oleh: Paul Dunn dan Barbara Sainty
Perilaku yang etis merupakan perilaku yang tidak hanya memberikan
keuntungan pada diri sendiri, tetapi juga harus memberikan keuntungan bagi orang lain
yang ada disekitar kita. Dalam melakukan suatu pekerjaan, setiap individu seharusnya
mampu bersikap profesional dengan mengutamakan kepentingan kelompok daripada
kepentingan pribadi. Penelitian yang dilakukan oleh Dunn dan Sainty (2019) meneliti
terkait dengan profesionalisme dalam akuntansi dengan mempertimbangkan lima faktor
yang dapat mempengaruhi pengambilan keputusan etis. Lima faktor yang diteliti dalam
penelitian ini adalah (1) kode etik profesional, (2) orientasi filosofis, (3) orientasi
keagamaan, (4) nilai-nilai yang diturunkan secara budaya, dan (5) kematangan moral.
Penelitian ini secara khusus mengusulkan model pengambilan keputusan etis yang
berlaku untuk akuntan profesional yang disertifikasi secara eksternal. Penelitian ini
mencoba untuk mengidentifikasi faktor-faktor kritis yang mempengaruhi pengambilan
keputusan etis akuntan profesional ketika dihadapkan dengan dilema etika. Secara
teoritis, ketika dihadapkan dengan dilema etika, akuntan profesional diharuskan untuk
menempatkan kepentingan masyarakat di atas kepentingan pribadi akuntan atau
kepentingan klien. Penelitian ini menemukan bahwa model yang dibangun secara
eksplisit memetakan proses pengambilan keputusan etis dan mempertimbangkan
beberapa faktor yang mempengaruhi akuntan profesional. Oleh karena itu, hasil
penelitian mampu memberikan sintesis untuk menganalisis dampak pengambilan

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
13
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

keputusan etis dan menggabungkan berbagai elemen umum di lingkungan bisnis dan
yang khusus untuk akuntan profesional.

4.4 “Determinants of Ehical Work Behaviour of Malaysian Public Sector Auditors” –


Oleh: Suhaiza Ismail dan Nursia Yuhanis
Penelitian-penelitian yang meneliti terkait dengan etika dalam akuntansi
cenderung menggunakan akuntan sebagai objek penelitiannya. Penelitian yang
dilakukan oleh Ismail dan Yuhanis (2018) meneliti terkait faktor penentu perilaku etis
auditor sektor publik di Malaysia. Motivasi dari peneliti untuk melakukan penelitian ini
karena auditor sektor publik memainkan peran penting dalam memastikan kredibilitas
kinerja keuangan dan nonkeuangan entitas pemerintah. Namun, masih tingginya skandal
penipuan dan korupsi di sektor publik menunjukkan bahwa auditor internal pemerintah
tidak dapat mendeteksi penipuan dan korupsi yang terjadi. Asosiasi Auditor Internal
Pemerintah Indonesia (AAIPI) menunjukkan bahwa 94% auditor internal pemerintah
tidak dapat mendeteksi penipuan dan korupsi. Lolosnya kasus korupsi dari deteksi
auditor dapat menyebabkan mengikisnya kepercayaan publik pada perilaku kerja etis
yang dimiliki oleh auditor sektor publik.
Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku kerja etis di antara auditor sektor publik Malaysia. Faktor-faktor yang diteliti
dalam penelitian ini adalah iklim etika, komitmen profesional, nilai etika perusahaan,
dan ideologi etis. Teori yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teori etika Hunt
dan Vitell (1986). Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
dikumpulkan dengan menggunakan instrumen kuesioner dengan responden auditor
sektor publik dari Departemen Audit Nasional di Malaysia. Sampel yang dipergunakan
dalam penelitian ini adalah 382 auditor sektor publik. Berdasarkan proses analisis
regresi linier berganda yang dilakukan, maka diperoleh hasil penelitian bahwa perilaku
kerja etis di antara auditor sektor publik di Malaysia dipengaruhi oleh hukum dan iklim
etika kemandirian, komitmen profesional, nilai-nilai etika perusahaan, serta idealisme
dan ideologi etika relativisme.

DAFTAR PUSTAKA

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
14
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA
Etika dalam praktik bisnis

Dunn, P. dan Sainty, B. 2019. Professionalism in Accounting: A Five-Factor Model of


Ethical Decision-Making. Social Responsibility Journal.

Duska, R., Duska, B. S., dan Ragatz, J.A. 2011. Accounting Ethics. United Kingdom:
Wiley-Blackwell.

Ismail, S. dan Yuhanis, N. 2018. Determinants of Ethical Work Behaviour of Malaysian


Public Sector. Asia-Pacific Journal of Business Administration, 10(1), 21-34.

Oboh, C.S. 2019. Personal and Moral Intensity Determinants of Ethical Decision-
Making. Journal of Accounting in Emerging Economies, 9(1), 148-180.

Payne, D. M., Corey, C., Raiborn, C., dan Zingoni, M. 2019. An Applied Code of
Ethics Model for Decision-Making in the Accounting Profession. Management
Research Review.

I KADEK WIDHIADNYANA
I MADE ADITYA PRAMARTHA
15
I GUSTI AGUNG SRI MUSTIKA PUTRA

Anda mungkin juga menyukai