Anda di halaman 1dari 120

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK PADA PERSALINAN DAN


BAYI BARU LAHIR DI PUSKESMAS KUWARASAN
KABUPATEN KEBUMEN

Disusun untuk Memenuhi Tugas Praktik Stase Asuhan Kebidanan Fisiologis Holistik
pada Persalinan dan Bayi Baru Lahir (BD7004)

Oleh:

TRI WINARSIH

P07124521219

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN JURUSAN KEBIDANAN


POLTEKKES KEMENKES YOGYAKARTA

2022

1
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan

ASUHAN KEBIDANAN FISIOLOGI HOLISTIK PADA PERSALINAN


DAN BAYI BARU LAHIR DI PUSKESMAS KUWARASAN
KABUPATEN KEBUMEN

Oleh:

TRI WINARSIH

P07124521219

Mengetahui,

Ketua Program Studi Pendidikan Profesi Bidan

Hesty Widyasih, SST., M.Keb


NIP. 197910072005012004
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, karena atas
rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang berjudul
Asuhan Kebidanan Holistik pada persalinan dan bayi baru lahir di Puskesmas
Kuwarasan.
Penulisan laporan pendahuluan ini dilakukan dalam rangka untuk
memenuhi salah satu tugas Praktik Asuhan Kebidanan Holistik pada Persalinan
dan bayi baru Lahir di Program Studi Pendidikan Profesi Jurusan Kebidanan
Poltekkes Kemenkes Yogyakarta. Laporan pendahuluan ini terwujud atas
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari berbagai pihak yang tidak bisa penyusun
sebutkan satu persatu dan pada kesempatan ini penyusun menyampaikan ucapan
terima kasih kepada:
1. Joko Susilo, S.KM., M.Kes. selaku Direktur Poltekkes Kemenkes Yogyakarta;
2. Dr. Yuni Kusmiyati, SST., MPH selaku Ketua Jurusan Kebidanan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta;
3. Hesty Widyasih, SST., M.Keb., selaku Ketua Prodi Profesi Bidan Poltekkes
Kemenkes Yogyakarta;
4. Ibu Annisa Bekti Tarisma,S.Tr.Keb,Bdn selaku dosen pembimbing akademik
dari Poltekes Kemenkes Yogyakarta
5. Ibu Delima Nawangsari , S.Tr.Keb selaku pembimbing lahan di Puskesmas
Kuwarasan
6. Teman – teman mahasiswa profesi kebidana Angkatan 5 Poltekes Kemenkes
Yogyakarta

Akhir kata, penyusun berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan pendahuluan ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.
Yogyakarta, April 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

LAPORAN PENDAHULUAN................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN..................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii

DAFTAR ISI..........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

TINJAUAN TEORI.................................................................................................1

A. Tinjauan Teori Medis Persalinan..................................................................1

1. Pengertian..................................................................................................1

2. Tanda dan Gejala.......................................................................................3

3. Tahapan Persalinan....................................................................................5

4. Perubahan Fisiologis Persalinan................................................................9

5. Perubahan Psikologi Persalinan..............................................................25

6. Penatalaksanaan.......................................................................................36

B. Perdarahan post partum...............................................................................60

1. Definisi....................................................................................................60

2. Etiologi....................................................................................................61

3. Penatalaksanaan.......................................................................................61

C. Bayi Baru Lahir...........................................................................................62

D. Peran dan Kewenangan Bidan....................................................................67

BAB II....................................................................................................................69

TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN.....................................................69

A. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan.............................................................69

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................113

iii
iv
BAB I
TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori Medis Persalinan


1. Pengertian
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (Manuaba,
1998 dalam buku (1)).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks, dari
janin turun kedalam jalan lahir. Kelahiran adalah proses dimana janin dan
ketuban didorong keluar melalui jalan lahir (Sarwono, 2001 dalam buku
(1) ).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan uri)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup diluar kandungan melalui jalan
lahir atau melalui jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan (Mochtar,
2002 dalam buku (2) ).
Persalinan adalah proses membuka dan menipisnya serviks dan
janin turun ke dalam jalan lahir( Bobak; dkk, 2004 dalam buku (2) ).
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban
keluar dari rahim ibu. Persalinan dianggap normal jika proses nya terjadi
pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37 minggu ) tanpa disertai
dengan penyulit (APN, 2008 dalam buku (2) ).
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada
kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi
belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi baik
ibu maupun janin (Syaifudin, 2002 dalam buku (2) ).
Persalinan adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang
dapat hidup diluar uterus melalui vagina ke dunia luar. Persalinan normal
atau persalinan spontan adalah adalah bila bayi lahir dengan letak belakang
kepala tanpa melalui alat-alat atau petolongan istimewa serta tidak melukai
ibu dan bayi, dan umumnya berlangsung dalam waktu kurang dari 24 jam
(Wiknjosastro, 2002 dalam buku (2) ).
Definisi persalinan normal menurut Helen Farrer (2001) adalah
persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau
postmatur), mempunyai onset yang spontan (tidak diinduksi), selesai
setelah 4 jam dan sebelum 24 jam sejak saat awitannya (bukanpartus
presipitatus atau partus lama) mempunyai janin (tunggal) dengan
presentasi (puncak kepala) dan oksiput pada bagian anterior pelvis,
terlaksana tanpa bantuan artificial (seperti forceps), tidak mencakup
komplikasi (seperti perdarahan hebat), dan mencakup pelahiran plasenta
yang normal. Jadi, persalinan merupakan proses membuka dan
menipisnya serviks dan janin turun kedalam jalan lahir kemudian berakhir
dengan pengeluaran bayi yang cukup bulan atau hampir cukup bulan atau
dapat hidup diluar kandungan disusul dengan pengeluaran plasenta dan
selaput janin dari tubuh ibu melalui jalan lahir atau jalan lahir dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Persalinan dianggap normal
jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu) sejak
uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada serviks (membuka
dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya plasenta secara lengkap. Ibu
belum inpartu jika kontraksi uterus tidak mengakibatkan perubahan serviks
(1).
Menurut Sarwono (2016), persalinan adalah proses pengeluaran hasil
konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar.
Berdasarkan caranya, partus terbagi menjadi 2 yaitu persalinan (partus)
normal dan partus abnormal:
1. Partus normal atau partus spontan adalah proses kelahiran bayi yang
terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (lebih dari 37 minggu) tanpa
adanya penyulit yaitu dengan tenaga ibu sendiri tanpa bantuan alat-
alat serta tidak melukai bayi dan ibu. Partus spontan umumnya
berlangsung 24 jam.

2
2. Partus abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-
alat melalui dinding perut dengan operasi caesarea (3) .

2. Tanda dan Gejala


Tanda-tanda bahwa persalinan sudah dekat :
a. Terjadi Lightening
Menjelang minggu ke-36, tanda primigravida terjadi penurunan
fundus uteri karena kepala bayi sudah masuk pintu atas panggul
yang disebabkan kontraksi Braxton Hiks, ketegangan dinding
perut, ketegangan Ligamentum Rotundum, dan gaya berat janin
dimana kepala ke arah bawah. Masuknya bayi ke pintu atas
panggul menyebabkan ibu merasakan :
a. Ringan dibagian atas, dan rasa sesaknya berkurang
b. Bagian bawah perut ibu terasa penuh dan mengganjal
c. Terjadinya kesulitan saat berjalan
d. Sering kencing (follaksuria)
b. Terjadinya His Permulaan
Mula tua kehamilan, pengeluaran estrogen dan progesteron makin
berkurang sehingga produksi oksitosin meningkat dengan demikian
dapat menimbulkan kontraksi yang lebih sering, his permulaan ini
lebih sering diitilahkan sebagai his palsu. Sifat his palsu, antara lain
:
a. Rasa nyeri ringan dibagian bawah
b. Datangnya tidak teratur
c. Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda
kemajuan persalinan
d. Durasinya pendek
e. Tidak bertambah bila beraktivitas
Tanda-tanda Timbulnya Persalinan (Inpartu)
a. Terjadinya His Persalinan
His adalah kontraksi rahim yang dapat diraba menimbulkan rasa
nyeri diperut serta dapat menimbulkan pembukaan serviks

3
kontraksi rahim dimulai pada 2 face maker yang letaknya didekat
cornu uteri. His yang menimbulkan pembukaan serviks dengan
kecepatan tertentu disebut his efektif. His efektif mempunyai
sifat : adanya dominan kontraksi uterus pada fundus uteri (fundal
dominance), kondisi berlangsung secara syncrom dan harmonis,
adanya intensitas kontraksi yang maksimal diantara dua kontraksi,
irama teratur dan frekuensi yang kian sering, lama his berkisar 45-
60 detik. Pengaruh his dapat menimbulkan: terhadap desakan
daerah uterus (meningkat) terhadap janin (penurunan) terhadap
korpus uteri (dinding menjadi tebal) terhadap itsmus uterus
(teregang dan menipis) terhadap kanalis servikalis (effacement dan
pembukaan). His persalinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
a) Pinggangnya terasa sakit dan menjalar ke depan
b) Sifat his teratur, interval semakin pendek, dan kekuatan
semakin besar
c) Terjadi perubahan pada serviks
d) Jika pasien menambah aktivitasnya, misalnya dengan berjalan
maka kekuatan hisnya akan bertambah

(1)

b. Keluarnya Lendir bercampur Darah


Lendir berasal dari pembukaan yang menyebabkan lepasnya lendir
berasal dari kanalis servikalis. Sedangkan pengeluaran darah
disebabkan robeknya pembuluh darah waktu serviks membuka (1).
c. Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya
Sebagian ibu hamil mengeluarkan ketuban akibat pecahnya
selaput ketuban. Jika ketuban sudah pecah, maka
ditargetkanpersalinan dapat berlangsung dalam 24 jam. Namun
apabila tidak tercapai, maka persalinan harus diakhiri dengan
tindakan tertentu, misalnya ekstraksi vakum atau sectio caesaria
(1).

4
d. Dilatasi dan effacement
Dilatasi adalah terbukanya kanalis servikalis secara
berangsur-angsur akibat pengaruh his. Effacement
adalahperdarahan atau pemendekan kanalis servikalis yang
semula panjang 1-2 cm menjadi hilang sama sekali, sehingga
tinggal hanya ostium yang tipis seperti kertas (1).

3. Tahapan Persalinan
Tahapan persalinan dibagi menjadi 4 fase atau kala yaitu :
1. Kala I
Kala I disebut dengan kala pembukaan yang berlangsung antara
pembukaan nol sampai pembukaan 10 cm. Pada permulaan his,
kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien
masih dapat berjalan-jalan (Manuaba, 1988 dalam (1)). Proses
pembukaan serviks sebagai akibat his dibagi menjadi 2 fase, yaitu:
a. Fase Laten
Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai ukuran diameter 3 cm
b. Fase Aktif, dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu:
1) Fase akselearsi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi
menjadi 4 cm
2) Fase Dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4 cm menjadi 9 cm
3) Fase Deselerasi, pembukaan menjadi lambat sekali. Dalam
waktu 2 jam pembukaan 9cm menjadi lengkap.
Dalam fase aktif ini frekuensi lama kontraksi uterus akan
meningkat secara bertahap, biasanya terjadi tiga kali atau
lebih dalam waktu 10 menit, dan berlangsung selama 40
detik atau lebih. Biasanya dari pembukaan 4 cm, hingga
mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi
kecepatan rata-rata yaiu 1 cm perjam untuk primigravida

5
dan 2 cm untuk multigravida (APN, 2008). Fase- fase
tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida
pun terjadi demikian, tetapi fase laten, fase aktif, dan fase
deselerasi terjadi lebih pendek. Mekanisme pembukaan
serviks berbeda antara primi dan multigravida. Pada
primigravida ostium uteri internum akan membuka lebih
dulu, sehingga serviks akan mendatar dn menipis, baru
kemudian ostium uteri ekternum membuka. Pada
primigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka.
Ostium uteri intrenum dan eksternum serta penipisan dan
pendataran serviks terjadi pada saat yang sama. Kala I
selesai apabila pembukaan serviks telah lengkap. Pada
primigravida kala I berlangsung kira-kira 12 jam,
sedangkan pada multigravida kira-kira 7 jam (Sarwono,
2014). Dalam bebeapa buku, proses membukanya serviks
disebut dengan istilah: melembek (softening), menipis
(thinned out), oblitrasi (oblitrated) mendatar dan tertarik
keatas (effaced and taken up) dan membuka (dilatation).
Faktor yang mempengaruhi membukanya serviks:
1. Otot-otot serviks menarik pada pinggir ostium dan
membesarkannya
2. Waktu kontraksi, segmen bawah rahim dan serviks
diregang oleh isi rahim terutama oleh air ketuban dan
ini menyebabkan terikan pada serviks
3. Waktu kontraksi, bagian dari selaput yang terdapat
diatas kanalis servikalis adalah yang disebut ketuban,
menonjol ke dalam kanalis servikalis dan membukanya
(1).
Tabel 2.1
Perbedaan fase yang dilalui antara primigravida dan
multigravida

6
Primigravida Multigravida

Serviks mendatar Serviks mendatar dan


(effacement) dulu baru membuka bisa bersamaan
dilatasi

Berlangsung 13-14 jam Berlangsung 6-7 jam

2. Kala II
Kala II disebut juga dengan kala pengeluaran, Kala ini dimulai dari
pembukaan lengkap (10 cm) sampai bayi lahir. Proses ini
berlangsung 2 jam pada primigravida dan 1 jam pada multigravida
(4) gejala utama dari kala II adalah :
a. His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit dengan
durasi 50 sampai 100 100 detik
b. Menjelang akhir kala I ketuban pecah yang ditandai dengan
pengeluaran cairan secara mendadak
c. Ketuban pecah pada pembukaan mendeteksi lengkap diikuuti
keinginan mengejan, karena tertekannya fleksus frankenhauser
d. Kedua kekuatan, his dan mengejan lebih mendorong kepala
bayi sehingga terjadi: kepala membuka pintu, subocciput
bertindak sebagai hipomoglion berturut-turut lahir ubun-ubun
besar, dahi, hidung, dan muka serta kepala seluruhnya
e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung
f. Setelah putar paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi
ditolong dengan jalan :
1) Kepala dipegang pada osocciput dan dibawah dagu, ditarik
cunam ke bawah untuk melahirkan bahu belakang
2) Setelah kedua bahu lahir, ketiak dikait untuk melahirkan
sisa badan bayi

7
3) Bayi lahir diikuti oleh air ketuban
4) Pada primigravida kala II berlangsung rata-rata 1,5 jam dan
pada multipara rata-rata 0,5 jam (Manuaba, 1998 dalam
buku (1)).
3. Kala III
Setelah kala II, kontraksi uterus berhenti sekitar 5 smapai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah mulai pelepasan plasenta pada lapisan
Nitabusch, karena sifat retraksi otot rahim (5)Dimulai segera
setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak
lebih dari 30 menit. Jika lebih dari 30 menit, maka harus diberi
penanganan yang lebih atau dirujuk (6). Lepasnya plasenta sudah
dapat diperkirakan dengan memperhatikan tanda-tanda
a. Uterus menjadi budar
b. Uterus terdorong keatas karena plasenta dilepas ke segmen
bawah rahim
c. Tali pusat bertambah panjang
d. Terjadi perdarahan
Melahirkan plasenta dilakukan dengan dorongan ringan secara
crede pada fundus uteri. Biasanya plasenta lepas dalam 6
sampai 15 menit setelah bayi lahir (Manuaba, 2010). Lepasnya
plasenta secara Schultze yang biasanya tidak ada perdarahan
sebelum plasenta lahir dan banyak mengeluarakan darah
setelah plasenta lahir. Sedangkan pengeluaran plasenta cara
Dincan yaitu plasenta lepas dari pinggir, biasanya darah
mengalir keluar antara selaput ketuban (Mochtar, 1994 dalam
(1).
4. Kala IV
Kala IV dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan postpartum paling sering terjadi 2 jam pertama.
Observasi yang dilakukan adalah:
a. Tingkat kesadaran penderita

8
b. Pemeriksaan tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, dan
pernafasan
c. Kontraksi uterus
d. Terjadi perdarahan (Manuaba, 1998 dalam buku (1) ).

4. Perubahan Fisiologis Persalinan


Perubahan Fisiologis Persalinan Kala I
1) Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah meningkat selama kontraksi uterus dengan
kenaikan sistolik rata-rata sebesar 10-20 mmHg dan kenaikan
diastolik rata-rata 5-10 mmHg. Diantara kontraksi uterus, tekanan
darah akan turun seperti sebelum masuk persalinan dan akan naik
lagi bila terjadi kontraksi. Jika seorang ibu dalam keadaan sangat
takut, cemas atau khawatir pertimbangkan kemungkinan rasa
takut, cemas atau khawatirnyalah yang menyebabkan kenaikan
tekanan darah. Dalam hal ini perlu dilakukan pemeriksaan lainnya
untuk me ngesampingkan preeklampsia. Oleh karena itu
diperlukan asuhan yang dapat menyebabkan ibu rileks. Arti
penting dan kejadian ini adalah untuk memastikan tekanan darah
sesungguhnya, sehingga diperlukan pengukuran diantara kontraksi
atau diluar kontraksi (Varney, 2008 dalam buku (1)). Selain
karena faktor kontraksi dan faktor psikis, posisi tidur terlentang
selama bersalin akan menyebabkan uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban, plasenta, dan lain-lain) menekan vena cava inferior hal
ini menyebabkan turunnya aliran darah dari sirkulasi ibu ke
plasenta. Kondisi seperti ini, akan menyebabkan hipoksia janin.
Posisi terlentang juga akan menghambat kemajuan persalinan.
Oleh karena itu posisi tidur selama persalinan yang baik adalah
menghindari posisi tidur terlentang (1).
Menurut Yessie Aprillia, posisi berjalan pada saat
kala I merupakan cara yang hebat untuk persalinan agar
berjalan lancar dan nyaman. Cara ini juga acara yang baik

9
untuk menghabiskan waktu pada saat proses awal persalinan.
Perubahan posisi pada saat proses persalinan dapat membantu
meningkatkan rasa nyaman, menurunkan rasa nyeri,
meningkatkan kepuasan dan kebebasan untuk bergerak dan juga
penting untuk posisi bayi dalam kemajuan persalinan (7).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Syafindawati,dkk yang berjudul pengaruh upright position
terhadap lama kala I, di lakukan kepada 38 ibu bersalin yang
dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 19 orang dengan kelompok
berbaring dan 19 orang dengan kelompok berbaring di dapatkan
hasil nilai rata-rata kelompok upright lebih kecil yaitu 161,05
sedangkan pada berbaring yaitu 263,68. Hal ini dapat di
simpulkan bahwa kelompok upright dapat mempercepat lama
persalinan kala I.
2) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan baik metabolisme karbohidrat aerob maupun
anaerob akan naik secara perlahan. Kenaikan ini sebagian
disebabkan oleh karena kecemasan serta kegiatan otot kerangka
tubuh. Kegiatan metabolisme yang meningkat tercermin dengan
kenaikan suhu badan, denyut nadi, pernapasan, kardiak output dan
kehilangan cairan. Hal ini bermakna bahwa peningkatan curah
jantung dan cairan yang hilang mempengaruhi fungsi ginjal dan
perlu mendapatkan perhatian serta ditindaklanjuti guna mencegah
terjadinya dehidrasi. Anjurkan ibu untuk mendapat asupan
(makanan ringan dan minum air) selama persalinan dan klahiran
bayi, sebagian ibu masih ingin makan selama fase laten, tetapi
setelah memasuki fase aktif, biasanya mereka hanya
menginginkan cairan saja. Anjurkan anggota keluarga
menawarkan ibu minum sesering mungkin dan makanan ringan
selama persalinan (Puskdiknakes, 2004 dalam buku (1) ). Hal ini
dikarenakan makanan dan cairan yang cukup selama persalinan

10
akan memberikan lebih banyak energi dan mencegah dehidrasi,
perlu diingat bahwa dehidrasi bisa memperlambat kontraksi atau
membuat kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif
(Puskdiknakes, 2004 dalam buku (1)).
3) Perubahan Suhu Badan
Suhu badan akan sedikit meningkat selama persalinan, suhu
mencapai tertinggi selama perslainan dan segera setelah kelahiran.
Kenaikan ini dianggap normal asal tidak melebihi 0,5-1 0C, karena
hal ini mencerminkan terjadinya peningkatan metabolisme. Suhu
badan yang naik sedikit merupakan keadaan yang wajar, namun
bila keadaan ini berlangsung lama, merupakan indikasi adanya
dehidrasi. Pemantauan parameter lainnya harus dilakukan antara
lain selaput ketuban sudah pecah atau belum, karena suhu
meningkat yang disertai ketuban pecah merupakan indikasi infeksi
(1) .
4) Denyut Jantung
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai
peningkatan selama fase peningkatan, penurunan selama titik
pucak sampai frekuensi diantara kontraksi, dan peningkatan
selama fase penurunan hingga mencapai frekuensi lazim diantara
kontraksi. Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi
uterus tidak terjadi jika wanita berada pada posisi miring bukan
terlentang. Pada setiap kontraksi, 400 ml darah dikeluarkan dari
uterus dan masuk dalam sistem vaskuler ibu. Hal ini akan
meningkatkan curah jantung sekitar 10% sampai 15% pada tahap
pertama persalinan dan sekitar 30% sampai 50% pada tahap kedua
persalinan.
Ibu harus diberitahu bahwa ia tidak boleh melakukan manuver
valsava (menahan napas dan menegakkan otot abdomen) untuk
mendorong selama tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan
tekanan intratoraks, mengurangi aliran balik vena dan

11
meningkatkan tekanan vena. Curah jantung dan tekanan darah
meningkat, sedangkan nadi melambat untuk sementara. Selama
ibu melakukan manuver valsava, janin dapat mengalami hipoksia.
Proses ini pulih kembali saat wanita menarik napas.
Frekuensi denyut jantung nadi diantara kontraksi sdikit lebih
tinggi dibandingkan selama periode menjelang persalinan. Hal ini
bermakna bahwa sedikit peningkatan frekuensi nadi dianggap
normal. Hal ini mencerminkan kenaikan dalam metabolisme yang
terjadi selama persalinan. Denyut jantung yang sedikit naik
merupakan keadaan yang normal, meskipun normal perlu
dikontrol secara periode untuk mengidentifikasi adanya infeksi (1)
.
5) Pernapasan
Pada respirasi atau pernapasan terjadi kenaikan sedikit
dibandingkan sebelum persalinan., hal ini disebabkan adanya rasa
nyeri, kekhawatiran serta penggunaan teknik pernapasan yang
tidak benar (8). Untuk itu diperlukan tindakan untuk
mengendalikan pernapasan (menghindari hiperventilasi) yang
ditandai oleh adanya perasaan pusing. Hiperventilasi dapat
menyebabkan alkalosis respiratorik (Ph meningkat) hipoksia dan
hipokapnea (karbondioksida menurun), pada tahap kedua
persalinan. Jika ibu tidak diberi obat-obatan maka ia akan
mengkonsumsi oksigen hampir dua kali lipat (1) .
6) Perubahan Renal
Polyuri sering terjadi selama persalinan, yang dikarenakan
oleh kardiak output yang meningkat serta disebabkan oleh
glomerulus serta aliran plasma ke renal. Polyuri tidak begitu
kelihatan dalam posisi terlentang yang mengurangi aliran urine
selama kehamilan. Kandung kencing harus sering dikontrol setiap
2 jam yang bertujuan tidak menghambat bagian terendah janin dan
trauma pada kandung kemih serta menghindari retensi urine

12
setelah melahirkan (8) . Protein dalam urine (+1) selama
persalinan merupakan hal yang wajar, umum ditemukan pada
sepertiga sampai setengah jumlah wanita bersalin. Tetapi
proteinurine (+2) merupakan hal yang tidak wajar, keadaan ini
lebih sering pada ibu primipara anemia, persalinan lama, atau pada
kasus preeclamsia (Varney, 2008 dalam (1) .
Dalam hal ini, anjurkan ibu untuk mengosongkan kandung
kemih secara rutin selama persalinan. Ibu harus berkemih, paling
sedikit selama 2 jam atau lebih sering jika terasa ingin berkemih
atau mengetahui apakah kandung kemih penuh. Anjurkan dan
antarkan ibu untuk berkemih dikamar mandi. Jika ibu tidak dapat
berjalan ke kamar mandi berikan wadah penampung urine. Hal ini
dikarenakan kandung kemih yang penuh akan : Memperlambat
turunnya bagian terbawah janin dan mungkin menyebabkan resiko
perdarahan pasca persalinan yang disebabkan atonia uteri,
mengganggu pentalaksanaan distosia bahu dan meningkatkan
resiko infeksi kandung kemih pasca persalinan (1) .
7) Perubahan Gastrointestinal
Motilitas lambung dan absorpsi makan padat secara substansial
berkurang banyak sekali selama persalina. Selain, pengeluaran
getah lambung berkurang, menyebabkan aktivitas pencernaan
hampir berhenti, dan pengosongan lambung menjadi sangat
lamban. Cairan tidak berpengaruh dan meninggalkan perut dalam
tempo yang biasa. Mual atau muntah biasa terjadi sampai ibu
mencapai kala I. perubahan motilitas lambung ini juga disebabkan
oleh peningkatan hormon progesteron selama persalinan sehingga
gerak peristaltik usus berkurang (3).
8) Perubahan Hematologis
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama
persalinan dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari
pertama pasca partum jika tidak ada kehilangan darah yang

13
abnormal. Waktu koagulasi darah berkurang dan terdapat
peningkatan fibrinogen plasma lebih lanjut selama persalinan.
Hitung sel darah putih selama progresif meningkat selama kala I
persalinan sebesar kurang lebih 5.000 hingga peningkatan lebih
lanjut setelah ini. Gula darah menurun selama kemungkinan besar
akibat peningkatan aktifitas otot dan rangka.
Hal ini bermakna bahwa jangan terburu-buru yakin bahwa
seorang wanita tidak anemia jika tes darah menunjukkan kadar
darah berada diatas normal, yang membuat terkecoh sehingga
mengakibatkan resiko yang meningkat pada wanita anemia selama
periode intrapartum. Perubahan ini menurunkan resiko perdarahan
pasca partum pada wanita normal. Peningkatan sel darah putih
tidak selalu mengidentifikasi infeksi ketika jumlah ini dicapai.
Apabila jumlahnya jauh diatas nilai ini, cek parameter lain untuk
mengetahui adanya infeksi. Penggunaan uji laboratorium untuk
menapis seorang wanita terhadap kemungkinan diabetes selama
periode intrapartum akan menghasilkan data yang tidak akurat dan
tidak dapat dipercaya (1).
9) Perubahan pada Uterus dan Jalan Lahir dalam Persalinan
Kontraksi Uterus
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian
yang berbeda. Segmen atas yang berkontraksi secara aktif menjadi
lebih tebal ketika persalinan berlangsung. Bagian bawah relatif
pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang
menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen
bawah uterus analog dengan ismus uterus yang melebar dan
menipis pada perempuan yang tidak hamil. Segmen bawah secara
bertahap terbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan kemudian
menipis sekali pada saat persalinan. Dengan palpasi abdomen
kedua segmen dapat dibedakan ketika terjadi kontraksi, sekali pun
selaput ketuban belum pecah. Segmen atas uterus cukup kencang

14
atau keras, sedangkan konsistenai segmen bawah uterus jauh
kurang kencang. Segmen atas uterus merupakan bagian uterus
yang berkontraksi secara aktif, segmen bawah adalah bagian yang
diregangkan, normalnya jauh lebih pasif.
Seandainya seluruh dinding otot uterus termasuk segmen
bawah uterus dan serviks berkontraksi secara bersamaan dan
dengan intensitas yang sama, maka gaya dorong persalinan akan
jelas menurun. Disinilah letak pentingnya pembagian uterus
menjadi segmen atas yang aktif berkontraksi dan segmen bawah
yang lebih pasif yang berbeda bukan hanya secara anatomik
melainkan juga secara fisiologik. Segmen atas berkontraksi,
mengalami retraksi dan mendorong janin keluar, sebagai respon
terhadap gaya dorong kontraksi segmen atas, sedangkan segmen
bawah uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi dan
dengan cara demikian membentuk suatu saluran muskular dan
fibromuskular yang menipis sehingga janin dapat menonjol keluar.
Miometrium pada segmen atas uterus tidak berelaksasi sampai
kembali ke panjang aslinya setelah kontraksi, tetapi menjadi relatif
menetap pada panjang yang lebih pendek. Namun tegangannya
tetap sama seperti sebelum kontraksi. Bagian atas uterus atau
segmen aktif berkontraksi ke bawah meski pada saat isinya
berkurang, sehingga tegangan miometrium tetap konstan. Efek
akhirnya adalah mengencangkan yang kendur, dengan
mempertahankan otot uterus tetap menempel erat pada isi uterus.
Sebagai konsekuensi retraksi setiap kontraksi yang berikutnya
mulai di tempat yang ditinggalkan oleh kontraksi sebelumnya,
sehingga bagian atas rongga uterus menjadi sedikit lebih kecil
pada setiap kontraksi berikutnya. Karena pemendekan serat otot
yang terus menerus pada setiap kontraksi, segmen atas uterus yang
aktif menjadi semakin menebal disepanjang kala pertama dan

15
kedua persalinan dan menjadi tebal sekali tepat setelah pelahiran
janin.
Fenomena retraksi segmen atas uterus bergantung pada
berkurangnya volume isi uterus terutama pada awal persalinan
ketika seluruh uterus benar-benar merupakan sebuah kantong
tertutup dengan hanya sebuah lubang kecil pada ostium serviks.
Ini memungkinkan semakin banyak isi intrauterin mengisi segmen
bawah dan segmen atas hanya beretraksi sejauh mengembangnya
segmen bawah dan dilatasi serviks
Relaksasi segmen bawah uterus bukan merupakan relaksasi
sempurna tetapi lebih merupakan lawan retraksi. Serabut-serabut
segmen bawah menjadi teregang pada setiap kontraksi segmen
atas dan sesudahnya tidak kembali ke panjang sebelumnya tetapi
relatif tetap mempertahankan panjangnya yang lebih panjang,
namun tegangan pada dasarnya tetap sama seperti sebelumnya.
Otot-otot masih menunjukkan tonus, masih menahan regangan,
dan masih berkontraksi sedikit pada saat ada rangsangan. Ketika
persalinan maju, pemanjangan berturut-turut serabut otot di
segmen bawah uterus diikuti dengan pemendekan, normalnya
hanya beberapa milimeter pada bagian yang paling tipis. Sebagai
akibat menipisnya segmen bawah uterus bersamaan dengan
menebalnya segmen atas, batas antara keduanya ditandai oleh
suatu lingkaran pada permukaan dalam uterus, yang disebut
sebagai cincin retraksi fisiologik. Jika pemendekan segmen bawah
uterus terlalu tipis, seperti pada partus macet, cincin ini sangat
menonjol, sehingga membentuk cincin retraksi patologik. Ini
merupakan kondisi abnormal yang juga disebut sebagai Cincin
Bandl. Adanya suatu gradien aktivitas fisiologik yang semakin
mengecil dari fundus sampai serviks dapat diketahui dari
pengukuran bagian atas dan bawah uterus pada persalinan normal.

16
Kontraksi uterus dimulai pada fundus uteri menjalar ke bawah.
Fundus uteri bekerja kuat dan lama untuk mendorong janin ke
bawah, sedangkan uterus bagian bawah pasif hanya mengikuti
tarikan dan segmen atas rahim, akhirnya menyebabkan servik
menjadi lembek dan membuka. Kerja sama antara uterus bagian
atas dan uterus bagian bawah disebut polaritas (1).
10) Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
Jalan lahir disokong dan secara fungsional ditutup oleh
sejumlah lapisan jaringan yang bersama-sama membentuk dasar
panggul. Struktur yang paling penting adalah levator ani dan fasia
yang membungkus permukaan atas dan bawahnya, yang demi
praktisnya dapat dianggap sebagai sebuah diafragma sehingga
memperlihatkan permukaan atas yang cekung dan bagian bawah
cembung. Disisi lain m.levator ani terdiri atas bagian
pubokoksogeus dan iliokoksigeus. Bagian posterior dan lateral
dasar panggul, yang tidak diisi oleh m.levator ani diisi oleh
m.piriformis dan m.koksigeus pada sisi lain.
Ketebalan m.levator ani bervariasi 3 sampai 5 mm meskipun
tepi-tepinya yang melingkari rektum dan vagina agak tebal.
Selama kehamilan, m.levator ini biasanya mengalami hipertrofi.
Pada pemeriksaan pervaginam tepi dalam otot ini dapat diraba
sebagai tali tebal yang membentang ke belakang dari pubis dan
melingkari vagina sekitar 2 cm di atas himen. Sewaktu kontraksi
m.levator ani menarik rektum dan vagina ke atas sesuai arah
simfisis pubis sehingga bekerja menutup vagina. Otot-otot
perenium yang lebih supervisial terlalu halus untuk berfungsi lebih
dari sekedar sebagai penyokong.
Pada kala I persalinan selaput ketuban dan bagian terbawah
janin memainkan peran penting untuk membuka bagian atas
vagina. Namun setelah ketuban pecah, perubahan-perubahan dasar
panggul seluruhnya dihasilkan oleh tekanan yang diberikan oleh

17
bagian terbawah janin. Perubahan yang paling nyata terdiri atas
peregangan serabut-serabut m.levatores ani dan penapisan bagian
tengah perineum yang berubah bentuk dari masa jaringan
berbentuk baji setebal 5 cm menjadi (kalau tidak dilakukan
episiotomi) struktur membran tipis yang hampir transparan dengan
tebal kurang dari 1 cm. Ketika perineum teregang maksimal, anus
menjadi jelas membuka dan terlihat sebagai lubang berdiameter 2
sampai 3 cm dan di sini dinding anterior rektum menonjol. Jumlah
dan besar pembuluh darah yang luar biasa yang memelihara
vagina dan dasar panggul menyebabkan kehilangan darah yang
amat besar kalau jaingan ini robek (Marmi, 2016).
11) Perubahan Ligamentum Rotundum
Ligamentum rotundum mengandung otot-otot polos dan kalau
uterus berkontraksi, otot-otot ligamentum rotundum ikut
berkontraksi hingga ligamnetum rotundum menjadi pendek. Faal
ligamentum rotundum dalam persalinan :
a) Fundus uteri pada saat kehamilan bersandar pada tulang
belakang, ketika persalinan berlangsung berpindah kedepan
mendesak dinding perut bagian depan pada setiap kontraksi.
Perubahan ini menjadikan sumbu rahim searah dengan sumbu
jalan lahir.
b) Fundus uteri terlambat karena adanya kontraksi ligamentum
rotundum pada saat kontraksi uterus, hal ini menyebabkan
fundus tidak dapat naik keatas. Bila pada waktu kontraksi
fundus naik ke atas maka kontraksi itu tidak dapat mendorong
anak ke bawah (1) .
Perubahan Fisiologi Persalinan Kala II
1) Kontraksi Uterus
Dimana kontraksi uterus ini bersifat nyeri yang disebabkan oleh
anoxia dari sel-sel otot tekanan pada ganglia dalam serviks dan
Segmen Bawah Rahim (SBR), regangan dari serviks, regangan

18
dan tarikan pada peritoneum, itu semua terjadi pada saat kontraksi.
Adapun kontraksi yang bersifat berkala dan yang harus
diperhatikan adalah lamanya kontraksi berlangsung 60-90 detik,
kekuatan kontraksi, kekuatan kontraksi secara klinis ditentukan
dengan mencoba apakah jari kita dapat menekan dinding rahim
kedalam, interval antara kedua kontraksi pada kala pengeluaran
sekali dalam 2 menit (1).
2) Perubahan-perubahan uterus
Keadaan Segmen Atas Rahim (SAR) dan Segmen Bawah
Rahim(SBR). Dalam persalinan perbedaan SAR dan SBR akan
tampak lebih jelas. Dimana SAR dibentuk oleh korpus uteri dan
bersifat memegang peranan aktif (berkontraksi) dan dindingnya
bertambah tebal dengan majunya persalinan, dengan kata lain
SAR mengadakan suatu kontraksi menjadi tebal dan mendorong
anak keluar. sedangkan SBR dibentuk oleh isthimus uteri yang
sifatnya memegang peranan pasif dan makin tipis dengan majunya
persalinan (disebabkan karena regangan), dengan kata lain SBR
dan serviks mengadakan relaksasi dan dilatasi (1).
3) Perubahan pada Serviks
Perubahan pada serviks pada kala II ditandai dengan pembukaan
lengkap, pada pemeriksaan dalam tidak teraba lagi bibir portio,
Segmen Bawah Rahim (SBR) dan serviks (1).
4) Perubahan pada Vagina dan Dasar Panggul
Setelah pembukaan lengkap dan ketuban telah pecah terjadi
perubahan –perubahan terutama pada dasar panggul yang
diregangkan oleh bagian depan janin sehingga menjadi saluran
yang dinding-dindingnya tipis karena suatu regangan dan kepala
sampai vulva, lubang vulva menghadap ke depan atas dan anus
menjadi terbuka, perineum menonjol dan tidak lama kemudian
kepala janin tampak pada vulva (1) .
5) Perubahan sistem Reproduksi

19
Kontraksi uterus pada persalinan bersifat unik mengingat
kontraksi ini merupakan kontraksi otot fisiologis yang
menimbulkan nyeri pada tubuh. Selama kehamilan terjadi
keseimbangan antara kadar progesteron dan estrogen didalam
darah, tetapi pada akhir kehamilan kadar estrogen progesteron
menurun kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai sehingga
menimbulkan kontraksi uterus. Kontraksi uterus mula-mula jarang
dan tidak teratur dengan intensitasnya ringan kemudian menjadi
lebih sering, lebih lama dan intensitasnya semakin kuat seiiring
kemajuan persalinan (1).
6) Perubahan Tekanan Darah
Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi disertai
peningkatan sistolik rata-rata 10-20 mmHg. Pada waktu-waktu
diantara kontraksi tekanan darah kembali ke tingkat sebelum
persalinan. Dengan mengubah posisi tubuh dari telentang ke posisi
miring, perubahan tekanan darah selama kontraksi dapat dihindari.
Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan
tekanan darah (1).
7) Perubahan Metabolisme
Selama persalinan metabolisme karbohidrat meningkat dengan
kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama disebabkan oleh
aktivitas otot. Peningkatan aktivitas metabolik terlihat dari
peningkatan suhu tubuh, denyut nadi, pernapasan, denut jantung
dan cairan yang hilang (1).
8) Perubahan suhu
Perubahan suhu sedikit meningkat selama persalinan dan tertinggi
selama dan segera setelah melahirkan. Perubahan suhu dianggap
normal bila peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1 0C yang
mencerminkan peningkatan metabolisme selama persalinan (1),
9) Perubahan Denyut Nadi

20
Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan
selama fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai
frekuensi yang lebih rendah dari pada frekuensi diantara kontraksi
dan peningkatan selama fase penurunan hingga mencapai
frekuensi lazim diantara kontraksi. Penurunan yang mencolok
selama kontraksi uterus tidak terjadi jika wanita berada pada posisi
miring bukan telentang. Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi
sedikit lebih meningkat dibanding selama periode menjelang
perslainan. Hal ini mencerminkan peningkatan metabolisme yang
terjadi selama persalinan (1).
10) Perubahan pernapasan
Peningkatan frekuensi pernapaan normal selama persalinan dan
mencerminkan peningkatan metabolisme yang terjadi.
Hiperventilasi yang menunjang adalah temuan abnormal dan dapat
menyebabkan alkalosis (rasa kesemutan pada ektremitas dan
perasaan pusing) (1).
11) Perubahan pada Ginjal
Poliuria sering terjadi selama persalinan. Kondisi ini dapat
diakibatkan peningkatan lebih lanjut curah jantung selama
persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi glomerulus
dan aliran plasma ginal. Poliuria mejadi kurang jelas pada posisi
terlentang karena posisi ini membuat aliran urine berkurang
selama persalinan (1).
12) Perubahan pada Saluran Cerna
Absorpsi lambung terhadap makanan padat lebih berkurang.
Abaikan kondisi ini diperburuk oleh penurunan lebih lanjut sekresi
asam lambung selama perslainan, maka saluran cerna bekerja
dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi
lebih lama. Cairan tidak dipengaruhi dan wkatu dibutuhkan untuk
pencernaan di lambung tetap seperi biasa. Lambung yang penuh
dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan penderitaan umum

21
selama masa transisi. Oleh karena itu wanita harus dianjurkan
untuk tidak makan dalam porsi besar atau minum berlebihan.
Tetapi makan dan minum ketika keinginan timbul guna
mempertahankan energi dan hidrasi. Mual dan muntah umum
terjadi selama fase transisi yang menandai akhir fase pertama
persalinan (1) . Perubahan Hematologi
Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 gr/100 ml selama persalinan
dan kembali ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pasca
partum jika tidak ada lagi kehilangan darah yang abnormal. Waktu
koagulasi darah berkurang dan terdapat peningkatan fibrinogen
plasma lebih lanjut selama persalinan (Varney,2008 dalam buku
(1) ).
13) Perubahan Psikologis pada Ibu Bersalin
Perubahan psikologis keseluruhan seorang wanita yang
sedang mengalami persalinan sangat bervariasi, tergantung pada
persiapan dan bimbingan antisipasi yang ia terima selama
persiapan mengahadapi persalinan, dukungan yang diterima
wanita dari pasangannya, orang terdekat lain, keluarga dan
pemberi perawatan, lingkungan tempat wanita tersebut berada dan
apakah bayi yang dikandungnya merupakan bayi yang diinginkan
atau tidak.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang
wanita di lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka
yang mendampinginya, sangat mempengaruhi aspek psikologis
pada saat kondisinya sangat rentan setiap kali kontraksi timbul
juga pada saat nyerinya timbul secara berkelanjutan (1).
Perubahan Fisiologis Kala III
Penyebabnya plasenta terpisah dari dinding uterus adalah
kontraksi uterus(spontan atau dengan stimulus) setelah kala II
selesai. Tempat perlekatan plasenta menentukan kecepatan
pemisahan dan metode ekspulsi plasenta. Selama kala III, kavum

22
uteri secara progresif semakin mengecil sehingga memungkinkan
proses retraksi semakin meningkat. Dengan demikian sisi plasenta
akan jauh lebih kecil. Plasenta menjadi tertekan dan darah yang ada
pada vili-vili plasenta akan mengalir kedalam lapisan spongiosum
dari desidua. Terjadinya retraksi dari otot-otot uterus yang
menyilang menekan pembuluh-pembuluh darah sehingga darah tidak
masuk kembali kedalam system maternal. Pembuluh darah
selanjutnya menjadi tegang dan padat.
Pada kala III otot uterus (miometrium) berkontraksi mengikuti
penyusunan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi. Penyusutan
ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta. Karena tempat perlekatan plasenta menjadi semakin kecil,
sedangkan ukuran plasenta tidak berubah, plasenta terlipat, menebal,
kemudian terlepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan
turun kebagian bawah uterus atau ke dalam vagina (Depkes, 2008
dalam buku (8)).
Perubahan Fisiologis Kala IV
1) Uterus
Setelah kelahiran plasenta, uterus dapat ditemukan ditengah-
tengah abdomen kurang lebih dua pertiga sampai tiga perempat
antara simpisis pubis dan umbilikus. Jika uterus ditemukan
ditengah, di atas simpisis maka hal ini menandakan adanya darah
di kavum uteri dan butuh untuk ditekan dan dikeluarkan. Uterus
yang berada di atas umbilikus dan bergeser paling umum ke kanan
menandakan adanya kandung kemih penuh. Kandung kemih
penuh menyebabkan uterus sedikit bergeser ke kanan,
mengganggu kontraksi uterus dan memungkinkan peningkatan
perdarahan. Jika pada saat ini ibu tidak dapat berkemih secara
spontan, maka sebaiknya dilakukan kateterisasi untuk mencegah
terjadinya perdarahan.

23
Uterus yang berkontraksi normal harus terasa keras ketika
disentuh atau diraba. Jika segmen atas uterus terasa keras saat
disentuh, tetapi terjadi perdarahan maka pengkajian segmen bawah
uterus perlu dilakukan. Uterus yang teraba lunak, longgar tidak
berkontraksi dengan baik, hipotonik, atonia uteri adalah penyebab
utama perdarahan postpartum segera. Hemostasis uterus yang
efektif dipengaruhi oleh kontraksi jalinan serat-serat otot
miometrium. Serat-serat ini bertindak mengikat pembuluh darah
yang terbuka pada sisi plasenta. Pada umumnya trombus terbentuk
pembuluh darah distal pada desidua, bukan dalam pembuluh
miometrium. Mekanisme ini yaitu ligasi terjadi dalam miometrium
dan trombosis dalam desidua penting karena dapat mencegah
pengeluaran trombus ke sirkulasi sistemik (1).
2) Serviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah kelahiran serviks bersifat patolous, terkulai dan
tebal. Tapi anterior selama persalinan, atau setiap bagian serviks
yang terperangkap akibat penurunan kepala janin selama periode
yang memanjang, tercermin pada peningkatan edema dan memar
pada area tersebut. Perineum yang menjadi kendur dan tonus
vagina juga tampil jaringan tersebut, dipengaruhi oleh peregangan
yang terjadi selama kala II persalinan. Segera setelah bayi lahir
tangan bisa masuk, tetapi setelah dua jam introitus vagina hanya
bisa dimasuki dua atau tiga jari. Edema atau memar pada introitus
atau pada aera perineum sebaiknya dicatat (1).
3) Tanda Vital
Tekanan darah, nadi, dan pernafasan harus kembali stabil pada
level pra-persalinan selama jam pertama pascapartum.
Pemantauan tekanan darah dan nadi yang rutin selama interval ini
adalah satu sarana mendeteksi syok akibat kehilangan darah
berlebihan. Sedangkan suhu tubuh ibu berlanjut meningkat, tetapi

24
biasanya dibawah 380C. Namun jika intake cairan baik, suhu tubuh
dapat kembali normal dalam 2 jam pascapartus (1).
4) Gemetar
Umum bagi seorang wanita mengalami tremor atau gemetar
selama kala empet persalinan, gemetar seperti itu dianggap normal
selama tidak disertai dengan demam lebih dari 380C, atau tanda-
tanda infeksi lainnya. Respon ini dapat diakibatkan karena
hilangnya ketegangan dan sejumlah energi melahirkan, respon
fisiologi terhadap penurunan volume intra-abdomen dan
pergeseran hematologik juga memainkan peranan (1).
5) Sistem Gastrointestinal
Mual dan muntah, jika ada selama masa persalinan harus ditandai.
Haus umumnya banyak dialami, dan ibu melaporkan rasa lapar
setelah melahirkan (1).
6) Sistem Renal
Kandung kemih yang hipotonik, disertai dengan retensi urine
bermakna dan pembesaran umum terjadi. Tekanan dan kompresi
pada kandung kemih selama persalinan dan pelahiran adalah
penyebabnya. Mempertahankan kandung kemih wanita agar tetap
kosong selama persalinan dapat menurunkan trauma. Setelah
melahirkan kandung kemih harus tetap kosong guna mencegah
uterus berubah posisi dan atonia. Uterus yang berkontraksi dengan
buruk dan meningkatkan resiko perdarahan dan keparahan nyeri
(1).

5. Perubahan Psikologi Persalinan

1. Perubahan Psikologi Persalinan Kala I


Perubahan psikologis dan perilaku ibu, terutama yang terjadi
selama fase laten, aktif dan transisi pada kala I persalinan,
berbagai perubahan ini dapat digunakan untuk mengevaluasi
kemajuan persalinan pada wanita dan bagaimana ia mengatasi

25
tuntutan terhadap dirinya yang muncul dari persalinan dan
lingkungan. Selain perubahan yang spesifik, kondisi psikologi dan
keselurahan seorang wanita yang sedang menjalani persalinan
sangat bervariasi, tergantung pada persiapan dan bimbingan
antisipai yang ia terima selama persiapan menghadapi persalinan.
Dukungan yang diterima dari pasangannya, orang terdekat lain,
keluarga dan pemberi perawatan lingkungan tempat wanita
tersebut berada. Dan apakah bayi yang dikandungnya merupakan
bayi yang diinginksn. Banyak bayi tidak direncanaka, tetapi
sebagian besar bayi pada akhirnya diinginkan menjelang akhir
kehamilan.
Aspek psikologi ibu akan mempengaruhi perjalanan
persalinan. Persiapan dan bimbingan antisipasi sangat beragam,
beberapa pendidikan tentang kelahiran menyusun rencana
kelahiran dirumah bersalin atau dirumah. Masing-masing tipe
pendidikan tentang kelahiran sangat mempengaruhi kejiwaan
wanita: gambaran diri, ekspektasi, dan percaya diri yang dimiliki
wanita. Perubahan psikologi dan perilaku ibu, terutama yang
terjadi pada fase laten dan transisi pada kala satu persalinan dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1) Fase Laten
Pada fase ini wanita mengalami emosi yang bercampur aduk,
wanita merasa gembira, bahagia dan bebas karena kehamilan
dan penantian yang panjang akan segera berakhir, tetapi ia
mempersiapkan diri sekaligus memiliki kekhawatiran tentang
apa yang akan terjadi. Secara umum, dia tidak terlalu merasa
tidak nyaman dan mampu menghadapi situasi tersebut dengan
baik. Namun untuk wanita yang tidak pernah mempersiapkan
diri terhadap apa yang akan terjadi, fase laten persalinan akan
menjadi waktu ketika ia banyak berteriak dalam ketakutan
bahkan pada kontraksi yang paling ringan sekalipun dan

26
tampak tidak mampu mengatasinya sampai sering frekuensi
dan intensitas kontraksi meningkat, semakin jelas baginya
bahwa ia akan segera bersalin. Bagi wanita yang telah banyak
menderita menjelang akhir kehamilan dan pada persalinan
palsu, respons emosionalnya terhadap fase laten persalinan
kadang-kadang dramatis, perasaan lega, relaksasi dan
peningkatan kemampuan koping tanpa memperhatikan lokasi
persalinan. Walaupun rasa letih, wanita itu tahu bahwa pada
akhirnya ia benar-benar bersalin dan apa yang ia alami saat ini
produktif (1).
2) Fase Aktif
Pada fase ini kontraksi uterus akan meningkat secara bertahap
dan ketakutan wnaita pun meningkat. Pada saat kontraksi
semakin kuat, lebih lama, dan terjadi lebih sering, semakin
jelas baginya bahwa semua itu berada di luar kendalinya.
Dengan kenyataan ini ia menjadi lebih serius. Wanita ingin
seseorang mendampinginya karena ia takut ditinggal sendiri
dan tidak mampu mengatasi kontraksi yang diatasi. Ia
mengalami sejumlah kemampuan dan ketakutan yang tidak
dapat dijelaskan. Ia dapat mengatakan kepada anda bahwa ia
merasa takut, tetapi tidak menjelaskan dengan pasti apa yang
ditakutinya (1). Hal ini sesuai dengan penelitian Wulan, dkk
(2020) yang menyatakan bahwa berdasarkan uji chi-square
diperoleh nilai (p = 0,024 ≤ 0,05) yang artinya ada hubungan
pendamping persalinan dengan kecemasan ibu bersalin di
Klinik Kasih Ibu Kecamatan Galang Kabupaten Deli Serdang.
Kehadiran pendamping persalinan dapat memberikan
dorongan bagi ibu untuk mengurangi kecemasan khususnya
pendampingan dari seorang suami. Dalam penelitian ini
ditemukan bahwa kehadiran pendamping persalinan dapat
memberi ketenangan dan menjauhkan istri dari rasa cemas

27
yang akhirnya dapat mempersulit proses persalinan, kehadiran
suami berpengaruh positif secara psikologis, dan berdampak
positif juga pada kesiapan ibu secara fisik pada saat bersalin.
Sari, dkk (2019) dalam penelitiannya menambahkan bahwa
ada hubungan pendampingan suami dalam persalinan dengan
kemajuan persalinan kala I Fase Aktif. Ibu yang tidak
didampingi suami beresiko 3.569 kali mengalami persalinan
yang lambat dibandingkan ibu bersalin yang didampingi
suami.
Yulianah&Yuliani (2020) melakukan penelitian yang sejalan
dengan penelitian sebelumnya tentang Pendampingan Suami
terhadap lama kala II bahwa terdapat hubungan bermakna
antara dukungan suami dengan lamanya persalinan kala II
dengan p-value 0,003 (α <0,05).Hubungan dukungan suami
dengan lama persalinan kala II dapat diasumsikan dengan
kelahiran merupakan proses fisiologis yang dipengaruhi
komponen psikologis. Dengan menghindarkan atau
mengurangi stres psikologis ibu dan meningkatkan rasa
sejahtera bagi ibu, dapat mendorong proses fisiologis
persalinan sehingga terjadi kemajuan persalinan. Perasaan
positif dan partisipasi aktif ibu bersalin membuat kondisi
kejiwaan ibu lebih tenang yang sangat mendukung kelancaran
persalinan dan tidak menyebabkan stres pada bayi. Hal ini
dapat difasilitasi dengan adanya dukungan dari suami saat
proses persalinan. Semakin besar dukungan yang diberikan
oleh suami kepada ibu pada persalinan kala II, maka dapat
menyebabkan perasaan ibu menjadi lebih positif, ibu menjadi
lebih tenang, dan semakin bersemangat dalam menjalani
proses persalinan. Hal ini dapat memfasilitasi terjadinya
kemajuan proses persalinan. Sebaliknya, semakin kurang
intensifnya dukungan suami, mengakibatkan ibu menjadi

28
pesimis menghadapi persalinan, perasaan ibu menjadi tegang,
ibu semakin merasakan rasa sakit dan nyeri persalinan, hal ini
dapat mengganggu kemajuan proses persalinan.
Beberapa teknik relaksasi yang dapat dan sering digunakan
pada ibu yang mengalami nyeri bersalin yaitu teknik relaksasi
napas dalam.(9) dalam penelitiannya mengenai teknik relaksasi
napas dalam mengurangi nyeri persalinan mendapatkan hasil
bahwa ada pengaruh terapi relaksasi (napas dalam) dalam
mengurangi nyeri persalinan (p-value <0.001). Nyeri berkala
akibat kontraksi uterus juga dapat menstimulasi system
pernapasan dan menyebabkan periode hiperventilasi. Dengan
tidak adanya pemberian oksigen yang adekuat, periode
hipoventilasi kompensasi antara kontraksi dapat menyebabkan
hipoksemia ibu dan janin. Nyeri persalinan yang tidak
tertangani akan menyebabkan dekompensasi pada ibu dan
janin. Nyeri persalinan yang berat dan tidak teratasi dapat
memiliki konsekuensi secara psikologis, termasuk terjadinya
depresi dan fikiran negative mengenai peningkatan
permintaan. Kondisi psikologis dan fikiran yang baik akan
memberi respon yang baik bagi tubuh sehingga tubuh bekerja
secara maksimal untuk memproduksi hormone oksitosin dan
endorphin.
Selama kala 1 persalinanan untuk mengurangi rasa nyeri
bisa di lakukan pijatan Counter-Pressure. Counter-Pressure
merupakan tekanan yang menetap yang diberikan oleh
seseorang dengan menekankan kepalan atau bagian bawah
telapak tangan ke daerah sakral. Teknik ini terutama
membantu ketika nyeri punggung disebabkan oleh tekanan
oksipital terhadap saraf tulang belakang ketika kepala bayi
berada di posisi posterior (Lowdemilk, Perry, & Cashion,
2013).

29
(10) dalam penelitiannya menyatakan bahwa ada
pengaruh reaksi nyeri bersalin kala I fase aktif pada saat awal
dilakukan Massase Effleurage dan setelah dilakukan Massase
Effleurage. Rerata rasa sakit saat awal dilakukan Massase
Effleurage yaitu 5,58 dengan simpangan baku 0,809.
Sedangkan rasa sakit sesudah Massase Effleurage terlihat nilai
rerata sebanyak 3,46 dengan standar deviasi 0,647. Hasil
akhirnya diperoleh bahwa nilai P (value) = 0,000. Berdasarkan
Hasil uji statistik pada alpha 0,05 didapatkan p value 0,000
(p<0,05) yang berarti ada pengaruh signifikan antara nyeri
sebelum massase dengan setelah massase, dengan kata lain jika
dilakukan Massase Effleurage dapat menurunkan nyeri.
Sehingga dari hasil analisis ini dapat ditarik kesimpulannya
ada pengaruh teknik Massase Effleurage terhadap nyeri kala I
fase laten. Pada penelitian menuturkan bahwa ibu yang dipijit
selama 20 menit setiap jam sewaktu tahapan bersalin bakal
lebih bebas dari rasa sakit, sebab pijat memicu tubuh
membebaskan senyawa endorphin yang merupakan pereda
sakit alami dan membuat perasaan tenang.
3) Fase Transisi
Pada fase ini biasanya ibu merasakan perasaan gelisah
yang mencolok, rasa nyaman menyeluruh, bingung, frustasi,
emosi meledak-ledak akibat keparahan kontraksi, kesadaran
terhadap martabat diri menurun drastis, mudah marah,
menolak hal-hal yang ditawaran kepadanya, rasa takut cukup
besar. Berbeda dari proses fisiologi yang umum terjadi pada
kala I persalinan, tetapi seperti perubahan fisik, seperti
kontraksi dan perubahan serviks, perubahan psikologis dan
perilaku ini cukup spesifik seiring kemajuan persalinan.
Berbagai perubahan ini dapat digunakan sebagai evaluasi
kemajuan persalinan pada wanita dan bagaimana mengatasi

30
tuntutan terhadap dirinya yang muncul dari persalinan dan
lingkungan tempat ia bersalin.
Selain perubahan yang spesifik, kondisi psikologi
keseluruhan seorang wanita yang sedang menjalani persalinan
sangat bervariasi, tergantung persiapan dan bimbingan
antisipasi yang ia terima selama persiapan mengahadapi
persalinan, dukungan yang diterima wanita dari pasangannya,
orang dekat lain, keluarga dan pemberi perawatan lingkungan
tempat wanita tersebut berada dan apakah bayi yang dikandung
merupakan bayi yang diinginkan. Dan apakah bayi yang
dikandungnya merupakan bayi yang diinginksn. Banyak bayi
tidak direncanaka, tetapi sebagian besar bayi pada akhirnya
diinginkan menjelang akhir kehamilan. Apabila kehamilan
bayi tidak diinginkan bagaimanapun aspek psikologis ibu akan
mempengaruhi perjalanan persalinan. Beberapa keadaan dapat
terjadi pada ibu dalam persalinan,terutama pada ibu yang
pertama kali bersalin:
a) Perasaan tidak enak dan kecemasan
Biasanya perasaan cemas pada ibu saat akan bersalin
berkaitan dengan keadaan yang mungkin terjadi saat
persalinan, disertai rasa gugup
b) Takut dan ragu-ragu akan persalinan yang dihadapi
Ibu merasa ragu apakah dapat melalui proses persalinan
secara normal dan lancar
c) Menganggap perslainan sebagai cobaan
Apakah penolong persalinan dapat sabar dan bijaksana
dalam menolongnya. Kadang kala ibu berfikir apakah
tenaga kesehatan akan bersabar apabila persalinan yang
dijalani berjalan lama dan apakah tindakan yang akan
dilakukan tenaga kesehatan jika tiba-tiba terjadi sesuatu
yang tidak diinginkan, misalnya tali pusat melilit bayi

31
d) Apakah bayi normal apa tidak
Biasanya ibu akan merasa cemas dan ingin segera
mengetahui keadaan bayinya apakah terlahir dengan
sempurna atau tidak, setelah mengetahui bahwa bayinya
sempurna ibu biasanya akan merasa lebih lega
e) Apakah ia sanggup merawat bayinya
Sebagai ibu atau ibu muda biasanya ada fikiran yang
melintas apakah ia mampu merawat dan bisa menjadi
seorang ibu yang baik untuk anaknya (1) .
2. Perubahan Psikologi Persalinan Kala II
Perubahan psikologi secara keseluruhan seorang wanita yang
sedang mengalami persalinan sangat bervariasi, tergantung pada
persiapan dan bimbingan antisipasi yang ia terima selama
persiapan menghadapi persalinan, dukungan yang diterima wanita
dari pasangannya, orang terdekat lain, keluarga dan pemberi
perawatan, lingkungan tempat wanita tersebut berada dan apakah
bayi yang dikandungnya merupakan bayi yang diinginkan atau
tidak.
Dukungan yang diterima atau tidak diterima oleh seorang
wanita di lingkungan tempatnya melahirkan, termasuk dari mereka
yang mendampinginya, sangat mempengaruhi aspek psikologis
pada saat kondisinya sangat rentan setiap kali kontraksi timbul
juga pada saat nyerinya timbul secara berekelanjutan (Varney,
1997 dalam buku (1)).
Kontraksi uterus dipengaruhi oleh pengeluaran oksitosin.
Menurut Widyastuti (2001) yang dikutip Sari (2016) stimulasi
puting susu secara alamiah dapat membantu proses pengeluaran
oksitosin. Nipple stimulation atau rangsangan puting susu adalah
suatu tindakan atau perlakuan yang diberikan pada puting susu,
sehingga dapat menimbulkan respon tertentu. Rangsangan yang
diberikan dapat berupa rangsangan pada puting susu berupa

32
rangsangan halus pada daerah puting susu dengan bagian palmar
jari-jari tangan yang dilakukan secara bergantian, serta dengan
isapan bayi.
(11) dalam penelitiannya mendapatkan hasil bahwa Rata –
rata waktu untuk kelahiran plasenta pada kala III dengan adanya
rangsangan puting susu yaitu 5,23 Menit, sedangkan rata – rata
waktu kelahiran plasenta kala III yang tidak diberi rangsangan
puting susu 7,02 menit. Hasil uji statistik menggunakan uji
independent t–test didapatkan nilai p value = 0,002 < 0,005 yang
artinya ada Pengaruh yang signifikan antara rangsangan puting
susu terhadap waktu kelahiran plasenta pada ibu bersalin kala III.
Rangsangan putting susu dapat mepercepat proses pengeluaran
plasenta pada ibu bersalin kala III, hal ini dipertegas dengan teori
Guyton dan Hall, dalam Lestari (2015), Nipple stimulation atau
stimulasi/rangsangan puting susu merupakan teknik yang
dilakukan untuk memicu terjadinya kontraksi awal yaitu dengan
melakukan gerakan secara melingkar, melakukan tindakan
gosokan atau pijatan yang lembut di daerah sekitar putting susu.
Menstimulasi puting memicu pelepasan hormon oksitosin dari
hipofisis posterior yang menyebabkan kontraksi uterus menjadi
terorganisir. Stimulasi pada puting susu akan meningkatkan
intensitas kontraksi uterus karena stimulasi reseptor regang ini
akan merangsang terlepasnnya oksitosin dari hipofisis posterior.
Stimulasi puting susu akan menyebabkan ereksi dan ujung saraf
peraba yang terdapat pada puting susu akan terangsang.
Rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke hipotalamus
di dasar otak, lalu memicu hipofise posterior menghasil hormon
oksitosin. Stimulasi oksitosin membuat sel-sel mioepitel di sekitar
alveoli di dalam kelenjar mammae berkontraksi.
Sejalan dengan penelitian sebelumnya, (12) dalam
penelitiannya mendapatkan hasil dari 12 responden anggota

33
kelompok kontrol yang tidak dilakukan stimulasi putting susu,
terdapat 4 responden mengalami pembukaan serviks sesuai teori
atau relatif cepat, sedangkan pada kelompok intervensi yang
dilakukan rangsangan puting susu dari 12 responden terdapat 8 ibu
bersalin mengalami kemajuan pembukaan serviks sesuai teori,
artinya dari perlakuan rangsangan puting susu memang
berpengaruh terhadap pembukaan serviks sehingga mempercepat
proses bersalin. Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan
bahwa rangsangan dengan memberikan sentuhan dan pilinan pada
puting susu mampu memberikan stimulasi pada pituitari di otak
bagian belakang untuk memproduksi hormon oksitosin yang
berfungsi sebagai induksi alami pada ibu hamil sebagai proses
mempercepat kemajuan pembukaan serviks.
3. Perubahan Psikologi Persalinan Kala III
Ibu merasa lega, bahagia, namun sangat lelah karena sudah
melewati peristiwa yang sangat berkesan. Sebagian besar wanita
akan segera ingin melihat dan memeluk bayinya. Namun kembali
memikirkan keadaan dirinya yaitu pengeluaran plasenta dan
keadaan vagina, apakah perlu dijahit atau tidak (3) . Pemberian
rangsangan puting susu dengan pemilinan dapat mempengaruhi
hipotalamus agar mengeluarkan hormon oksitosin yang akan
mempercepat kontraksi uterus sehingga mengurangi perdarahan
post partum.
Hasil penelitian (13) didapatkan bahwa lamanya kala III yang
diberikan rangsangan puting susu berlangsung lebih cepat yaitu
rata-rata selama 5,25 menit sedangkan lamanya kala III yang tidak
diberikan rangsangan puting susu berlangsung rata-rata 7,5 menit.
Hasil uji Mann-Whitney yang telah dilakukan oleh peneliti tentang
pengaruh pemberian rangsangan puting susu terhadap lama waktu
kala III pada ibu bersalin didapatkan hasil ρ value 0,007. Maka
dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh lamanya kala III

34
antara ibu yang diberikan rangsangan puting susu dan ibu yang
tidak diberikan rangsangan puting susu pada ibu bersalin.
Kontraksi uterus sangat penting untuk mengontrol perdarahan
setelah kelahiran. Bentuk lain stimulasi pada puting susu yang
dapat membantu uterus berkontraksi, yaitu dengan melakukan
stimulasi dengan jari (WHO, 2012). Pemberian rangsangan
putting susu efektif dalam membantu mempercepat proses kala III
dalam persalinan. Didalam manajemen aktif kala III terdapat satu
langkah yaitu pemberian uterotonika, oksitosin sebagai salah satu
uterotonika dapat diberikan secara injeksi intramuscular ataupun
dapat dihasilkan secara alami oleh kelenjar hipofisis. Pemberian
rangsangan puting susu dapat memberikan sinyal pada kelenjar
hipofisis untuk menghasilkan hormon oksitosin yang membuat
kontraksi uterus menjadi lebih kuat sehingga lama kala III
berlangsung menjadi lebih cepat dan mengurangi kejadian
perdarahan pasca persalinan (hemorrhage post partum) sehingga
dapat menurunkan angka kematian ibu (AKI).
Widiastutik (2020) dalam penelitiannya dengan judul Hubungan
Manajemen Aktif Kala III Dengan Kejadian Perdarahan Post
Partum Primer Di PBM Umi Surabaya didapatkan hasil bahwa
pelaksanaan manajemen aktif kala III dilakukan dengan sempurna
26 ibu(80,6%) tidak mengalami haemoragik post partum primer.
Dalam uji hipotesis mencari hubungan manajemen aktif kala III
dengan HPP Primer menggunakan uji chi square hasil x2 hitung
(21,237) > x2 tabel (3,84) bahwa α = 0,05 didapatkan hasil p <α
sehingga dapat disimpulkan bahwa Ho ditolak, ini berarti ada
hubungan antara Manajemen Aktif Kala III dengan perdarahan
post partumprimer. Jika manajemen aktif kala III dilakukan
dengan benar dan sempurna maka perdarahan semakin sedikit.
Penegangan tali pusat terkendali (PTT) untuk menghasilkan
kontraksi uterus yang lebih efektif dan mengeluarkan plasenta

35
dengan segera serta mencegah hilangnya darah secara berlebihan
dan mengurangi kejadian retensio plaseta. Untuk itu setiap ibu
bersalin harus mendapatkan intervensi pengelolaan aktif kala III
secara tepat dan benar yang akan mencegah perdarahan post
partum primer serta menghindari terjadinya atonia uteri.
4. Perubahan Psikologi Persalinan Kala IV
Setelah yakin dirinya aman, maka kala IV ini perhatian wanita
tercurah pada bayinya. Wanita ingin selalu berada dekat dengan
bayinya terkadang sambil memeriksa apakah keadaan tubuh
bayinya normal. Sehingga bonding attachment sangat diperlukan
saat ini. Sehingga dihindarkan pemberian susu formula (Eniyati &
Putri, 2012). Selama 1 jam pertama setelah lahir bayi diletakkan
pada dada ibu, bayi akan mengikuti pola yang sama dengan
gerakan tangan untuk menemukan dan merangsang payudara
ibuya sehingga akan lebih banyak oksitosin yang dikeluarkan.
Oksitosin sangat penting karena menyebabkan rahim berkontraksi
dengan baik sehingga membantu mengeluarkan plasenta dan
mengurangi perdarahan.
Berdasarkan penelitian (14) didapatkan hasil nilai rata-rata
involusi uterus pada ibu postpartum dengan analisis uji Wilcoxon
dengan nilai a= 0,05 yaitu di dapat kan nilai signifikan 0.003
(pvalue < 0,05). Kurangnya proses kembalinya tinggi fundus uteri
ini dipengaruhi oleh kurangnya produksi hormone oksitosin,
sehingga kontraksi yang terjadi pada otot polos juga tidak optimal.
Sedangkan pada hasil penelitian yang dilakukan pada kelompok
intervensi atau kelompok yang mendapatkan perlakuan Inisiasi
Menyusu Dini (IMD), didapatkan hasil rerata tinggi fundus uteri
sebesar 9,30 cm dengan standar deviasi 0,48. Ada pengaruh
Inisiasi Menyusu Dini terhadap involusi uterus pada ibu
postpartum, terjadi penurunan involusi uterus karena pemberian
Inisiasi Menyusu Dini terhadap ibu postpartum yang secara

36
otomatis akan merangsang keluarnya hormone oksitosin yang
akan merangsang uterus untuk berkontraksi, sehingga terjadi lah
penurunan uterus.

6. Penatalaksanaan

1. Asuhan Kala I
Penggunaan Partograf
Merupakan alat untuk mencatat informasi berdasarkan observasi
atau riwayat dan pemeriksaan fisik pada ibu dalam persalinan dan
alat penting khususnya untuk membuat keputusan klinis selama
kala I (1).
Kegunaan Partograf
a. Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan
dengan memeriksa dilatasi serviks selama pemeriksaan dalam
b. Menentukan persalinan berjalan normal dan mendeteksi dini
persalinan sehingga bidan dapat membuat deteksi dini
mengenai kemungkinan persalinan lama
Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf
akan membantu penolong untuk :
a. Pemantauan kemajuan persalinan, kesejahteraan ibu dan
janin
b. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan
kelahiran
c. Mengidentifikasi secara dini adanya penyulit
d. Membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu
Partograf harus digunakan : Untuk semua ibu dalam fase
aktif kala I, tanpa menghiraukan apakah persalinan tersebut
normal atau dengan komplikasi di semua tempat, secara
rutin oleh semua penolong persalinan (1).
Penggunaan Partograf

37
a. Untuk semua ibu dalam fase aktif kala I persalinan sebagai
elemen penting asuhan peralinan. Partograf harus digunakan
baik tanpa atau pun adanya penyulit. Partograf akan membantu
penolong persalinan dalam memantau, mengevaluasi, dan
membuat keputusan klinik baik persalinan normal maupun
yang disertai dengan penyulit
b. Selama persalinan dan kelahiran disemua tempat
c. Secara oleh semua penolong persalinan yang memberikan
asuhan kepada ibu selama persalinan dan kelahiran
d. Penggunaan partograf secara rutin akan memastikan para ibu
dan bayinya mendapatkan asuhan yang aman dan tepat waktu.
Selain itu, juga mencegah terjadinya penyulit yang dapat
mengancam keselamatan jiwa mereka (1).
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat secara
seksama yaitu:
a. Denyut jantung janin setiap ½ jam
b. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus setiap ½ jam
c. Nadi : setiap ½ jam
d. Pembukaan serviks setiap 4 jam
e. Penurunan : setiap 4 jam
f. Tekanan darah dan temperatur tubuh setiap 4 jam
g. Produksi urin, aseton dan protein setiap 2 sampai 4 jam
Pencatatan selama fase aktif persalinan
Halaman depan partograf mencantumkan bahwa observasi dimulai
pada fase aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk
mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan,
termasuk :
1. Informasi tentang ibu
a. Nama, umur
b. Gravida, para, abortus
c. Nomor catatan medis atau nomor puskesmas

38
d. Tanggal dan waktu mulai dirawat
e. Waktu pecahnya selaput ketuban
2. Kondisi janin
a. DJJ
b. Warna dan adanya air ketuban
c. Penyusupan (molase) kepala janin
3. Kemajuan persalinan
a. Pembukaan serviks
b. Penurunan bagian terbawah janin atau presentasi janin
c. Garis waspada dan garis bertindak
4. Jam dan waktu
a. Waktu mulainya fase aktif persalinan
b. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian
5. Kontraksi uterus
a. Frekuensi dan lamanya
6. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
a. Oksitosin
b. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan
7. Kondisi ibu
a. Nadi, tekanan darah dan temperatur tubuh
b. Urin (volume, aseton atau protein)
8. Asuhan, pengamatan, dan keputusan klinik lainnya (dicatat
dalam kolom yang tersedia di sisi partograf atau di catatan
kemajuan persalinan) (1) .
Mencatat Temuan Partograf
a. Informasi tentang ibu
Melengkapi bagian awal (atas) partograf secara teliti pada saat
memulai asuhan persalinan. Waktu kedatangan (tertulis sebagai
jam pada partograf) dan perhatikan kemungkinan pencatatan
dalam fase laten persalinan. Catat waktu terjadinya pecah
ketuban.

39
b. Kondisi janin
Bagian atas grafik pada partograf adalah untuk pencatatan
denyut jantung janin (DJJ), air ketuban dan penyusupan (kepala
janin).
1) Denyut jantung janin
Nilai dan catat DJJ setiap 30 menit (lebih sering jika ada
tanda-tanda gawat janin). Skala angka dibagian atas
partograf menunjukkan DJJ. Catat DJJ dengan memberi
tanda titik pada garis yang sesuai dengan angka yang
menunjukkan DJJ. Kemudia hubungkan titik yang satu
dengan titik lain menggunakan garis tegas dan bersambung.
Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis
tebal pada angka 180 dan 100. Sebaiknya penolong harus
waspada bila DJJ mengarah hingga dibawah 120 atau diatas
160. Untuk tindakan segera yang harus dilakukan jika DJJ
melampaui kisaran normal ini, catat tindakan-tindakan yang
dilakukan pada ruang yang tersedia disalah satu dari kedua
sisi partograf.
2) Warna dan adanya air ketuban
Nilai air ketuban setiap kali melakukan periks adalam dan
nilai warna ketuban jika selaput ketuban pecah. Catat
temuan-temuan dalam kotak yang sesuai dibawah lajur DJJ.
Gunakan lambang-lambang berikut ini:
U: Ketuban Utuh
J: Ketuban sudah pecah dan air ketuban Jernih
M: Ketuban sudah pecah dan bercampur mekoneum
D: Ketuban sudah pecah dan bercampur darah
K: Ketuban sudah pecah dan tidak ada air ketuban (Kering)
Mekoneum dalam cairan ketuban tidak selalu menunjukkan
adanya gawat janin. Jika terdapat mekoneum, pantau DJJ
secara seksama untuk mengenali tanda-tanda gawat janin

40
selama proses persalinan. Jika ada tanda-tanda gawat
janin(denyut jantung janin <100 atau >180 kali/menit) ibu
harus segera dirujuk. Warna buram dapat mengidentifikasi
korioamnionitis. Warna kehijauan dapet
mengidentifikasikan bercampur mekoneum.
Korioamnionitis, atau perdarahan kronis. Warna merah
kecoklatan dapat mengidentifikasi abrupsio yang sudah
lama terjadi. Selaput ketuban berwarna merah muda agak
gelap mengidentifikasikan hemolisis dapat terlihat setelah
kematian janin.
3) Penyusupan (molase tulang kepala janin)
Penyusupan adalah indikator penting tentang seberapa jauh
kepala bayi dapat menyesuaikan diri terhadap bagian keras
(tulang) panggul ibu. Semakin besar derajat penyusupan
atau tumpang tindih antar tulang kepala, semakin
menunjukkan resiko disproporsi kepala panggul (CPD).
Ketidakmampuan untuk berakomodasi atau disproporsi
ditunjukkan melalui derajat penyusupan atau tumpang
tindih (molage) yang berat sehingga tulang kepala yang
saling menyusup, sulit untuk dipisahkan. Apabila ada
dugaan disproposi kepala panggul, penting untuk memantau
kondisi janin serta kemajuan persalinan. Lakukan tindakan
pertolongan awal yang sesuai dan rujuk ibu dengan dugaan
CPD ke fasilitas kesehatan rujukan. Setiap kali melakukan
pemeriksaan dalam, nilai penyusupan antar tulang (molage)
kepala janin. Catat semua temuan yang ada di kotak sesuai
di bawah lajur air ketuban. Gunakan lambang-lambang
berikut ini:
0: tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura dengan mudah
dapat dipalpasi
1: tulang-tulang kepala janin hanya slaing bersentuhan

41
2: tulang-tulang kepala janin saling tumpang tindih tetapi
dapat dipisahakan
3: tulang-tulang kepala janinsaling tumpang tindih dan
dapat dipisahkan
c. Kemajuan persalinan
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan
dan kemajuan persalinan. Angka 0-10 yang tertera dikolom
paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Nilai setiap angka
sesuai besarnya dilatasi serviks dalam satuan senti meter dan
menempati lajur dalam kotak tersendiri. Perubahan nilai atau
perpindahan lajur satu ke lajur yang lain menunjukkan
penambahan dilatasi serviks sebesar 1 cm. Pada lajur dan kotak
yang mencatat penurunan bagian terbawah janin tercantum
angka 1 sampai 5 yang sesuai dengan metode perlimaan, seperti
yang telah dijelaskan sebelumnya. Setiap kotak segi empat atau
kubus menunjukkan waktu 30 menit. Untuk pencatatan waktu
pemeriksaan, DJJ, kontraksi uterus dan frekuensi nadi ibu,
berikut caranya:
1) Pembukaan Serviks
Nilai dan catat pembukaan setiap 4 jam (lebih sering
dilakukan jika ada tanda-tanda penyulit). Saat ibu berada
pada fase aktif persalinan, catat pada partograf setiap
temuan dari setiap pemeriksaan. Tanda X harus
dicantumkan digaris waktu yang sesuai dengan lajur
besarnya pembukaan serviks. Perhatikan :
a) Pilih angka pada tepi kiri luar kolom pembukaan serviks
yang sesuai dengan besarnya pembukaan serviks pada
fase aktif persalinan, yang diperoleh dari hasil periksa
dalam.
b) Untuk pemeriksaan pertama pada fase aktif persalinan,
temuan (pembukaan serviks) dari hasil periksa dalam

42
harus dicantumkan pada garis waspada. Pilih angka
yang sesuai dengan pembukaan serviks dan cantumkan
tanda X pada ordinat atau titik silang garis dilatasi
serviks dan garis waspada.
c) Hubungan tanda X dari setiap pemeriksaan dengan garis
utuh. Contoh : Jam 20.00 WIB pembukaan 5 cm
2) Penurunan bagian Terbawah Janin
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam setiap 4jam atau
lebih sering (lebih sering dilakukan jika ada tanda-tanda
penyulit) cantumkan hasil pemeriksaan penurunan kepala
(Perlimaan) yang menunjukkan seberapa jauh bagian
terbawah janin telah memasuki rongga panggul, pada
persalinan normal kemajuan pembukaan serviks selalu
diikuti dengan turunnya bagian terbawah janin baru terjadi
setelah pembukaan serviks selalu diikuti dengan turunnya
bagian terbawah janin. Tapi adakalanya turunnya kepala
janin baru terjadi setelah pembukaan serviks mencapai 7
cm. Berikan tanda o yang ditulis pada garis waktu yang
sesuai. Sebagai contoh, jika hasil pemeriksaan palpasi
kepala diatas simfisis pubis adalah 4/5 tuliskan tanda o
digaris angka 4. Hubungkan tanda o dari setiap pemeriksaan
dengan garis tidak terputus. Contoh :
Jam 20.00 WIB penurunan kepala 3./5
Jam 24.00 WIB penurunan kepala 1/5.
Pencatatan selama fase aktif persalinan harus dimulai pada
garis waspada. Jika pembukaan serviks mengarah sebelah
kanan garis waspada (pembukaan kurang dari 1 cm per jam)
harus dipertimbangkan adanya penyulit (misalnya: fase
aktif memanjang, serviks kaku, atau inersia uteri hipotonik,
dll). Pertimbangkan perlunya melakukan intervensi
bermanfaat yang diperlukan mislanya persiapan rujukan ke

43
fasilitas kesehatan rujukan yang memiliki kemampuan
untuk menatalaksanakan penyulit atau gawat darurat
ostetrik. Garis bertindak tertera sejajar dan disebelah kanan
(berjarak 4 jam) garis waspada. Jika pembukaan serviks
telah melampaui dan berada disebelah kanan garis bertindak
ini menujukkan bahwa perlu dilakukan tindakan untuk
menyelesaikan persalinan. Sebaiknya ibu harus sudah
berada ditempat rujukan sebelum garis bertindak
terlampaui.
d. Jam dan Waktu
1) Mulainya fase Aktif Persalinan
Dibagian bawah partograf (pembukaan serviks dan
penurunan kepala) tertera kotak-kotak yang diberi angka 1-
12 setiap kotak menyatakn 1 jam sejak dimulainya fase
aktif persalinan.
2) Waktu Aktual saat Pemeriksaan atau Penilaian
Dibawah lajur kotak untuk waktu mulainya fase aktif,
tertera kotak-kotak untuk mencatat waktu aktual saat
pemeriksaan dilakukan. Setiap kotak menyatakan 1 jam
penuh dan berkaitan dengan 2 kotak waktu 30 menit yang
berhubungan dengan lajur untuk pencatatan pembukaan
serviks, DJJ dibagian atas dan lajur kontraksi serta nadi ibu
dibagian bawah. Saat ibu masuk dalam faseaktif persalinan,
cantumkan pembukaan serviks digaris waspada. Kemudian
catatkan waktu aktual pemeriksaan di kotak waktu yang
sesuai. Contoh jika hasil periksa dalam menunjukkan
pembukaan serviks 6 cm pada pukul 15.00 WIB cantumkan
tanda X gigaris waspada yang sesuai dengan lajur angka 6
yang tertera disisi luar kolom paling kiri dan catat waktu
aktual dikotak pada lajur waktu dibawah lajur pembukaan
(kotak ke 3 dari kiri).

44
e. Kontraksi Uterus
Dibawah lajur waktu partograf, terdapat 5 kotak dengan tulisan
kontraksi/ 10 menit disebelah luar kolom paling kiri. Setiap
kotak menyatakan 1 kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat
jumlah kontraksi dalam 10 mneit dan lamanya kontraksi dalam
satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi dalam
waktu 10 menit dengan cara mengisi kotak kontraksi yang
tersedia dan disesuaikan dnegan angka yang mencerminkan
temuan dari hasil pemeriksaan kontraksi.
f. Obat-obatan dan cairan yang diberikan
Dibawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur
kotak untuk mencatat oksitosin, obat-obatan lainnya dan cairan
IV. Obat ini dapat juga digunakan untuk mencatat jumlah
asupan yang diberikan
g. Kondisi ibu
Pada bagian terbawah lajur dan kolom pada halaman depan
partograf terdapat kotak atau ruang untuk mencatat kondisi
kesehatan dan kenyamanan ibu bersalin.
1) Nadi, tekanan darah dan suhu
a. Nilai dan catat nadi ibu dalam 30 menit fase aktif
persalinan, beri tanda titik (.) pada titik yang sesuai
b. Nilai dan catat tekanan darah ibu setiap 4 jam selama
fase aktif persalinan. Beri tanda panah dalam partograf
pada kotak yang sesuai
c. Nilai dan catat temperatur tubuh ibu setiap 2 jam dan
catat temperatur tubuh pada kotak yang sesuai.
2) Volume urin, protein, da aseton
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan
klinik diisi luar kolom partograf atau buat catatan terpisah
tentang kemajuan persalinan. Cantumkan juga tanggal dan

45
waktu saat membuat catatan persalinan. Beberapa catatan
yang perlu dicantumkan misalnya:
a. Jumlah cairan peroral yang diberikan
b. Keluhan sakit kepala atau penglihatan
c. Konsultasi dengan penolong persalinan lainnya
d. Persiapan sebelum melakukan rujukan
e. Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan
Catatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk
mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan
kelahiran bayi, serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak
kala I hingga kal IV dan bayi baru lahir. Itulah sebabnya bagian
ini disebut sebagai catatan persalinan. Nilai dan catatkan asuhan
yang diberikan kepada ibu selama masa nifas(terutama pada
kala IV persalinan) untuk memungkinkan penlong persalinan
mencegah terjadinya penyulit dan membuat keputusan klinik
yang sesuai. Dokumentasi ini sangat penting terutama untuk
menilai atau memantau sejauhmana pelaksanaan asuhan
persalinan yang aman dan bersih telah dilakukan. Catatan
persalinan terdiri dari unsur-unsur berikut :
1. Data atau informasi umum
2. Kala I
3. Kala II
4. Kala III
5. Bayi baru lahir
6. Kala IV
Cara pengisian:
Berebda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir
setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf ini diisi setelah
seluruh proses persalinan selesai. Adapun cara pengisian catatan

46
persalinan pada lembar belakang partograf secara lebih
terperinci diuraikan menurut unsurnya sebagai berikut :
a. Data dasar
Data dasar terdiri dari tanggal, nama bidan, tempat
persalinan, alamat tempat persalinan, catatan, alasan
merujuk, tempat rujukan dan pendamping saat merujuk. Isi
data pada masing-masing tempat yang telah disediakan, atau
dengan cara meberi tanda pada kotak di samping jawaban
yang sesuai
b. Kala I
Kala I terdiri dari pertanyaan-pertanyaan tentang partograf
saat melewati garis waspada, masalah-masalah yang
dihadapi, penatalaksanaannya dan hasil penatalaksanaannya
tersebut
c. Kala II
Kala II terdiri dari episiotomi, pendamping persalinan, gawat
janin, distosia bahu, masalah penyerta, penatalaksanaan dan
hasilnya.
d. Kala III
Kala III terdiri dari pemberian oksitosin, penegangan tali
pusat terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap,
plasenta tidak lahir >30 menit, laserasi, atonia uteri, jumlah
perdarahan, masalah penyerta, penatalaksanaan dan
hasilnya, isi jawaban pada tempat yang disediakan dan beri
tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai.
e. Bayi baru lahir
Informasi tentang bayi baru lahir terdiri dai berat badab dan
panjang badan, jenis kelamin, penilaian kondisi bayi baru
lahir, pemberian ASI, masalah penyerta, penatalaksanaan
terpilih dan ahsilnya. Isi jawaban pada tempat yang

47
disediakan serta beri tanda ada kotak disamping jawaban
yang sesuai
f. Kala IV
Kala IV berisis data tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi
fundus uteri, kandung kemih dan perdarahan. Pemantauan
pada kala IV ini sangat penting terutama untuk menilai
apakah terdapat resiko atau terjadi perdarahan
pascaperslainan. Pengisian pemantauan kala IV dilakukan
setiap 15 menit pada satu jam pertama setelah melahirkan,
dan setlah 30 menit pada satu jam berikutnya. Isi setiap
kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan jawab
pertanyaan mengenai masalah kala IV pada tempat yang
telah disediakan (8).
2. Asuhan Persalinan Kala II
Untuk melakukan asuhan persalinan normal (APN) dirumuskan 60
langkah asuhan persalinan normal sebagai berikut:
1) Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan kala dua.
2) Memastikan kelengkapan bahan dan obat-obatan esensial
siap digunakan termasuk mematahkan ampul oksitosin 10
unit & menempatkan tabung suntik steril sekali pakai
didalam partus set.
3) Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih
4) Melepaskan semua perhiasan yang dipakai dibawah siku,
mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir
dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/
pribadi yang bersih.
5) Menggunakan sarung tangan DTT pada tangan kanan yang
akan digunakan untuk pemeriksaan dalam.
6) Mengambil alat suntik dengan tangan yang bersarung
tangan, isi dengan oksitosin 10 unit dan letakan kembali
kedalam wadah partus set.

48
7) Membersihkan vulva dan perineum dengan kapas basah
yang telah dibasahi oleh air matang (DTT), dengan gerakan
vulva ke perineum.
8) Dengan menggunakan teknik aseptik melakukan
pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan
serviks sudah lengkap. Bila selaput ketuban belum pecah
sedangkan pembukaan sudah lengkap lakukan amniotomi
9) Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan kotor kedalam
larutan klorin 0.5% dan kemudian melepaskannya dalam
keadaan terbalik serta merendamnya ke dalam larutan
klorin 0,5% selama 10 menit.
10) Memeriksa DJJ seetelah kontraksi berakhir untuk
memastikan DJJ dalam batas normal (120-60 x/menit)
11) Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan
janin baik. Membantu ibu dalam keadaan yang nyaman
sesuai dengan keinginannya.
12) Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu
untuk meneran (pada saat ada his, bantu ibu dalam posisi
setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman.
13) Melakukan pimpinan meneran saat ibu mempunyai
dorongan yang kuat untuk meneran. Menganjurkan ibu
untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi nyaman,
jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam
60 menit
14) Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6
cm
15) Meletakkan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di
perut ibu, Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian
bawah bokong ibu.

49
16) Membuka tutup partus set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan.
17) Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan.
18) Saat kepala janin terlihat pada vulva dengan diameter 5-6
cm, memasang handuk bersih pada perut ibu untuk
mengeringkan bayi jika telah lahir dan kain kering dan
bersih yang dilipat 1/3 bagian dibawah bokong ibu. Setelah
itu kita melakukan perasat stenan (perasat untuk melindungi
perineum dengan satu tangan, dibawah kain bersih dan
kering, ibu jari pada salah satu sisi perineum dan 4 jari
tangan pada sisi yang lain pada belakang kepala bayi. Tahan
belakang kepala bayi agar posisi kepala tetap fleksi pada
saat keluarga secara bertahap melewati introitus dan
perineum).
19) Setelah kepala keluar menyeka mulut dan hidung bayi
dengan kasa steril
20) Kemudian memeriksa adanya lilitan tali pusat pada leher
janin.
21) Menunggu hingga kepala janin selesai melakukan putaran
paksi luar secara spontan.
22) Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara
biparietal. Menganjurkan kepada ibu untuk meneran saat
kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala kearah bawah dan
distal hingga bahu depan muncul dibawah arkus pubis dan
kemudian gerakan arah atas dan distal untuk melahirkan
bahu belakang.
23) Setelah bahu lahir, geser tangan bawah kearah perineum ibu
untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah.
Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang
tangan dan siku sebelah atas.

50
24) Setelah badan dan lengan lahir, tangan kiri menyusuri
punggung kearah bokong dan tungkai bawah janin untuk
memegang tungkai bawah (selipkan jari telunjuk tangan kiri
diantara kedua lutut janin)
25) Melakukan penilaian selintas (dalam 30 detik): apakah bayi
menangis kuat dan atau bernapas tanpa kesulitan? apakah
bayi bergerak aktif?
26) Segera membungkus kepala dan bayi dengan handuk dan
biarkan kontak kulit ibu ke bayi. Lakukan penyuntikan
oksitosin IM
27) Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari
pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari
klem kearah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem
pertama kearah ibu
28) Dengan satu tangan. Pegang tali pusat yang telah dijepit
(lindungi perut bayi), dan lakukan pengguntingan tali pusat
diantara 2 klem tersebut.
29) Mengeringkan bayi, mengganti handuk yang basah dan
menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan
kering menutupi bagian kepala membiarkan tali pusat
terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernafas, ambil
tindakan yang sesuai
30) Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu
untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika
ibu menghendakinya
31) Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan
Palpasi untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi
kedua.
32) Memberitahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik
33) Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi berikan
suntikan oksitosin 10 unit IM di gluteus atau 1/3 atas paha

51
kanan ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih
dahulu.
34) Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 - 10
cm dari vulva.
35) Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, di tepi
atas simfisis, untuk mendeteksi
36) Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat dengan
tangan kanan, sementara tangan kiri menekan uterus dengan
hati-hati kearah dorso-kranial. Jika plasenta tidak lahir
setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan
menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan
mengulangi prosedur.
37) Melakukan penegangan dan dorongan dorsalkranial hingga
plasenta terlepas, minta ibu untuk meneran sambil penolong
menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian
kearah atas, mengikuti proses jalan lahir (tetap lakukan
tekanan dorso-kranial).
38) Setelah plasenta tampak pada vulva, teruskan melahirkan
plasenta dengan hati-hati. Bila perlu (terasa ada tahanan),
pegang plasenta dengan kedua tangan dan lakukan putar
searah untuk membantu pengeluaran plasenta dan
mencegah robekan robeknya selaput ketuban.
39) Segera setelah plasenta lahir, melakukan masase pada
fundus uteri dengan menggosok fundus uteri secara sirkuler
menggunakan bagian palmar 4 jari tangan kiri hingga
kontraksi uterus baik (fundus teraba keras).
40) Periksa bagian maternal dan bagian fetal plasenta dengan
tangan kanan untuk memastikan bahwa seluruh kotiledon
dan selaput ketuban sudah lahir lengkap, dan masukkan
kedalam kantong plastik yang tersedia.

52
41) Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Melakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan
perdarahan.
42) Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
terjadi perdarahan pervaginam.\
43) Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke
dalam larutan klorin 0,5%; membilas kedua tangan yang
masih bersarung tangan tersebut dengan air desinfeksi
tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang
bersih dan kering
44) Menempatkan klem tali pusat desinfeksi tingkat tinggi atau
steril atau mengikat tali DTT dengan simpul mati sekeliling
tali pusat sekitar 1cm dari pusat
45) Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang
berseberangan dengan simpul mati yang pertama
46) Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam
larutan klorin 0,5%
47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya
memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering
48) Menganjurkan ibu untuk pemberian ASI
49) Melanjutkan pemantaun kontraksi dan mencegah
perdarahan pervaginam.
50) Mengajarkan ibu /keluarga cara melakukan masase uterus
dan menilai kontraksi.
51) Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
52) Memeriksakan nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap
15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap
30 menit selama jam ke 2 pasca persalinan.
53) Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan
klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit) cuci dan bilas
peralatan setelah dekontaminasi.

53
54) Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ketempat
sampah yang sesuai.
55) Membersihkan ibu dengan menggunakan air DTT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. bantu
ibu memakai pakaian bersih dan kering.
56) Memastikan ibu merasa nyaman dan beritahu keluarga
untuk membantu apabila ibu ingin minum.
57) Mendekontaminasi daerah tempat persalinan dengan larutan
klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih.
58) Mencelupkan sarung tangan didalam larutan klorin 0,5%
melepas sarung tangan dalam keadaan terbalik dan
merendamnya dalam larutan klorin 0,5%.
59) Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
60) Melengkapi patograf (Prawirohardjo, 2016).

3. Asuhan Persalinan Kala III


Kala III dimulai setelah bayi lahir sampai lahirnya plasenta
yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit, setelah bayi lahir
uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa
menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit -
15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan
fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai dengan pengeluaran
darah. Komplikasi yang dapt timbul pada kala II adalah
perdarahan akibat atonia uteri, retensio plasenta, perlukaan jalan
lahir.
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
pelekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semakin
kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berubah maka plasenta

54
akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari dinding uterus.
Setelah lepas, plasenta akan turun kebagian bawah uterus atau
kedalm vagina. Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi
yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat
implantasi plasenta. Akibtanya plasenta akan lepas dari tempat
implantasinya (15).
Manajemen aktif kala III mengupayakan kontraksi yang
adekuat dari uterus dan mempersingkat waktu kala III,
mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan angka kejadian
retensio plasenta. Tiga langkah utama menejemen aktif kala III
adlah pemberian oksitosin/uterotonika segera mungkin, melakukan
peregangan tali pusat terkendali dan ransangan taktil pada dinding
uterus atau fundus uteri (15)
Melakukan menejemen aktif kala III meliputi:
a. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5 – 10 cm
dari vulva.
b. Meletakkan satu tangan diatas kain pada perut ibu, ditepi atas
simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain menegakkan tali
pusat.
c. Setelah uterus berkontraksi, tegakkan tali pusat kearah bawah
sambil tangan yang lain mendrong uterus kearah belakang
atas (dorso – kranial) secara hati – hati (untuk mencegah
impersio uteri) jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik,
hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul
kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
d. Kemudian mengeluarkan plasenta melakukan penegangan
dan dorongan dorso – kranial hingga plasenta terlepas, minta
ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan arah
sejajar lantai dan kemudian kearah atas, mengikuti poros
jalan lahir (tetap lakukan tekanan dorso – kranial).jika tali
pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak

55
sekitar 5 – 10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta. Saat
plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan
kedua tangan. Pegang dan putar plasenta hingga selaput
ketuban terpilin kemudian melahirkan dan tempatkan
plasenta pada wadah yang telah disediakan.
e. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan
masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan
lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut
sehingga uterus berkontraksi (fundus teraba keras).
f. Pemeriksaan plasenta
Selaput ketuban utuh atau tidak, ukuran plasenta yaitu bagian
maternal: jumlah kotiledon, keutuhan pinggir kotiledon,
bagian petal diperiksa utuh atau tidak. Pada pemeriksaan tali
pusat, jumlah arteri atau vena yang terputus untuk mendeteksi
plasenta suksenturia. Insersi tali pusat apakah sentral,
marginal serta panjang tali pusat.
g. Menilai perdarahan.
Memeriksa kedua sisi plasenta bayi bagian ibu maupun bayi
dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukkan
plasenta kedalam kantong plastik atau tempat khusus.
Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum.
Lakukan penjahitan bila laserasi menyebabkan perdarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan perdarahan aktif, segera
lakukan penjahitan (15)
4. Asuhan Persalinan Kala IV
Satu jam setelah kelahiran observasi yang cermat pada
pasien. Tekanan darah, kecepatan denyut nadi, dan kehilangan
darah harus dipantau dengan cermat, selama waktu inilah
biasanya terjadi perdarahan masa nifas, biasanya karena relaksasi
rahim, tertahannya fragmen plasenta, atau laserasi yang tidak
terdiagnosa. Perdarahan yang sama (misalnya pembentukan

56
hematoma vagina) dapat muncul sebagai nyeri pelvic. Oleh
karena itu bidan tidak boleh meninggalkan pasien apda masa ini.
Persalinan kala IV dimulai dengan kelahiran plasenta dan
berakhir 2 jam kemudian. Periode ini merupakan saat paling
praktis untuk mencegah kematian ibu terutama kematian
disebabkan karena perdarahan. Selama kala IV, Bidan harus
memantau ibu setiap 15 menit pada jam pertama dan 30 menit
pada jam ke 2 setelah persalinan. Jika kondisi ibu tidak stabil,
maka ibu harus dipantau lebih sering (4)
Evaluasi Dan Pemantauan
a. Tinggi Fundus Uteri
Setelah pengeluaran plasenta, uterus biasannya berada pada
garis tengah ari abdomen kira – kira 2/3 antara simfisis pubis
dan umbilikus atau berada tepat di umbilicus. Uterus yang
berada di umbilicus atau berada tepat di umbilicus. Uterus
yang berada di atas umbilicus merupakan indikator adanya
penggumpalan darah didalam uterus. Uterus yang dijumpai
berada diats umbilicus dan agak menymping, biasanya
tekanan, menunjukkan bahwa kandung kemih sedang penuh
harus dikosongan. Kandung kemih yang penuh mendorong
uterus tergeser dari posisinya dan menghalanginya
berkontraksi sebgain mana mestinya, dengan demikian
memungkinkan terjadinya perdarahan yang lebih banyak.
Uterus seharusnya tersa keras bila di raba. Uterus yang
lembek, berayun menunjukkan bahwa uterus dalam keadaan
tidak berkontraksi dengan baik, dengan kata lain mengalami
atoni auteri. Atonia uterus merupakan penyebab utama dari
perdarahan segera setelah persalinan.
b. Pemeriksaan Cerviks, Vagina, dan Perineum
Segera setelah Bidan merasa yakin bahwa uterus telah
berkontraksi dengan baik, ia harus memeriksa perineum,

57
vagina bagian bawah, laserasi dan luka berdarah, serta
mengevaluasi kondisi dari episiotomi jika memang ada.
Laserasi diklasifikasikan berdasarkan luasnya robekan.
Derajat satu, luasnya robekan mengenai mukosa vagina,
foruchette posterior, dan kulit perineum. Derajat dua, seperti
derajat satu dan juga mengenai otot perineum. Derajat tiga ini
seperti derajat dua ditambah dengan otot sepinterani
eksternal. Derajat empat adalah sama seperti derajat tiga
ditambah dengan dinding rectum anterior. Apabila pada saat
pemeriksaan jalan lahir nampak perdarahan sebagai tetesan
yang terus menerus atau memancar, perlu dicurigai adanya
laserasi vagina atau serviks atau adanya pembuluh darah
yang tidak diikat.
c. Pemantauan dan Evaluasi Lanjut
1. Tanda –tanda Vital
Pantau tanda –tanda vital ibu antara lain tekanan darah,
denyut jantung, dan pernapasan dilakukan selama kala IV
persalinan dimulai setelah kelahiran plasenta. Seterusnya
kemudian dievaluasi lagi setiap 15 menit sekali hingga
keadaannya stabil. Suhu ibu diukur sedikitnya sekali
dalam kala IV dan dehidrasinya juga harus dievaluasi.
Denhyut nadi biasanya berkisar 60 – 70 x/menit. Apabila
denyut nadi lebih dari 90 x/menit perlu dilakukakn
pemeriksaan dan pemantauan yang terus menerus. Jika ibu
menggigil tetapi tidak ada infeksi (ingat bahwa
peningkatan suhu dalam batas 20 F adalah normal) hal
tersebut akan berlalu jika bidan mengikuti beberapa
langkah dasar. Berilah kehangatan pada ibu, berilah rasa
kepastian mengapa ia menggigil dan berilah pujian tentang
kinerjanya dalam persalinan, ajari ibu untuk
mengendalikan pernafsan. Kadang – kadang suhu apat

58
lebih tinggi dari 37,20C akibat dehidrasi dan partus yang
lama.
2. Kontraksi Uterus
Pemantauan kontraksi uterus harus dilakukan secara
simultan.jika uterus lembek, maka wanita itu bisa
mengalami perdarahan. Untuk mempertahankan kontraksi
uterus dapat dilakukan rangsangan taktil (pijatan) bila
terus mulai melembek atau dengan cara menyusukan bayi
kepada ibunya, tetapi sibayi biasanya tidak berada di
dalam dekapan ibu berjam-jam lamanya dan uterus mulai
melembek lagi.
3. Lochea
Jika uterus berkontraksi kuat, lochea kemungkinan tidak
lebih dari menstruasi. Dengan habisnya efek oksitosik
setelah melahirkan, jumlah lochea akan bertambah karena
miometrium sedikit banyak berelaksasi.
4. Kandung kemih
Kandung kemih harus dievaluasi untuk memastikan
kandung kemih tidak penuh. Kandung kemih yang penuh
mendorong uterus ke atas dan menghalangi uterus
berkontraksi sepenuhnya. Jika kandung kemih penuh,
bantu ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya dan
anjurkan untuk mengosongkan kandung kemihnya setiap
kali diperlukan. Ingatkan ibu bahwa keinginan untuk
berkemih mungkin berbeda-beda setelah ia melahirkan
bayinya. Jika ibu tidak dapat berkemih, bantu ibu dengan
cara menyiramkan air bersih dan hangat kedalama
perineumnya. Atau masukkan jari-jari ibu kedalam air
hangat untuk merangsanga keinginan berkemih secara
spontan. Jika setelah tindakan-tindakan ini ibu tetap tidak
dapat berkemih secara spontan, mungkin diperlukan

59
kateterisasi jika kandung kemih penuh atau dapat
dipalpasi, gunakan teknik aseptik pada saat memasukkan
khateter nelaton desinfesi tingkat tinggi atau steril untuk
mengosongkan kandung kemih. Setelah mengosongkan
kandung kemih, lakukan ransangan taktil (pemijatan)
untuk merangsang uterus berkontraksi lebih baik.
5. Perineum
Perineum dievaluasi untuk melihat adanya edema atau
hematoma. Bungkusan keping es yang dikenakan
perineum mempunyai efek ganda untuk mengurangi
ketidaknyaman dan edema bila telah mengalami
episiotomi atau laserasi.
d. Pemantauan kala IV
Pantau tanda vital setiap 15 menit pada jam pertama dan
setiap 30 menit pada jam kedua, nilai kontraksi uterus dan
jumlah perdarahan, ajarkan ibu dan keluarganya untuk
melakukan ransangan taktil, menilai kontraksi uterus dan
estimasi perdarahan, rawat gabung ibu dan bayi dan
pemberian ASI, berikan asuhan esensial bayi baru lahir.
e. Memperkirakan Kehilangan Darah
Sangat sulit untuk memperkirakan kehilangan darah secara
tepat karena darah sering kali bercampur dengan cairan
ketuban atau urin dan mungkin terserap handuk, kain, atau
sarung. Tak mungkin menilai kehilangan darah secara
akurat melalui perhitungan jumlah sarung karena ukuran
sarung bermacam-macam dan mungkin telah diganti jika
terkena sedikit darah atau basah oleh darah. Letakkan
wadah atau pispot dibawah bokong ibu untuk
mengumpulkan darah bukanlah cara yang efektif untuk
mengukur kehilangan darah dan cerminan asuhan sayang
ibu karena berbaring diatas wadah atau pispot sangat tidak

60
nyaman dan menyulitkan ibu untuk memegang dan
menyusui bayinya. Satu cara untuk menilai kehingan
darah adalah dengan cara melihat volume darah yang
terkumpul dan memperkirakan berapa banyak botol 500
ml dapat menampung semua darah tersebut. Jika darah
bisa mengisi 2 botol, ibu telah kehingan 1 liter darah. Jika
darah bisa mengisi setengah botol, ibu kehilangan 250 ml
darah. Memperkirakan kehilangan darah hanyalah salah
satu cara untuk menilai kondisi ibu.
f. Laserasi Atau Episiotomi Perineum
Tujuan menjahit laserasi atau luka episiotomi adalah
untuk menyatukan kembali jaringan tubuh (mendekatkan)
dan mencegah kehilangan darah yang tidak perlu
(memastikan hemostatis). Pada saat menjahit laserasi
gunakan benang yang cukup panjang dan gunakan
sesedikit mungkin jahitan untuk mencapai tujuan
pendekatan dan hemostatis serta untuk memperkecil
kemungkinan terkena infeksi (16)
B. Perdarahan post partum
1. Definisi
Perdarahan pasca persalinan adalah kehilangan darah lebih dari 500 ml
melalui jalan lahir yang terjadi selama atau setelah persalinan kala III.
Perdarahan pasca persalinan primer terjadi dalam 24 jam pertama. Ada
beberapa kemungkinan penyebab yaitu:

a. Atonia uteri
b. Perlukaan jalan lahir
c. Retensio plasenta
d. Tertinggalnya sebagian plasenta di dalam uterus
e. Kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia
f. Penatalaksanaan kala III yang salah

61
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum
dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan
histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi
karena kegagalan mekanisme ini. Atonia uteri adalah keadaan lemahnya
tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak mampu menutup
perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta setelah bayi dan
plasenta lahir. (Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir )

2. Etiologi
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang), seperti:

a. Regangan rahim berlebihan, seperti: gemeli makrosomia,


polihidramnion atau paritas tinggi.
b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c. Multipara dengan jarak kelahiran yang pendek.
d. Partus lama/partus terlantar
e. Malnutrisi
f. Penanganan yang salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya:
plasenta belum terlepas dari dinding uterus.
g. Adanya mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.

3. Penatalaksanaan
a. Masase fundus uteri segera setelah lahirnya plasenta (maksimal
15 detik)
b. Pastikan bahwa kantung kemih kosong
c. Lakukan kompresi bimanual interna selama 5 menit. Kompresi
uterus ini akan memberikan tekanan langsung pada pembuluh
terbuka di dinding dalam uterus dan merangsang miometrium
untuk berkontraksi.

62
d. Anjurkan keluarga untuk melakukan kompresi bimanual
eksterna.
e. Keluarkan tangan perlahan – lahan.
f. Berikan ergometrin 0,2 mg IM (jangan diberikan bila hipertensi).
Ergometrin akan bekerja selama 5-7 menit dan menyebabkan
kontraksi uterus.
g. Pasang infuse menggunakan jarum ukuran 16 atau 18 dan berikan
500 cc ringer laktat +20 unit oksitosin i.
h. Ulangi kompresi bimanual interna (KBI) yang digunakan bersama
ergometrin dan oksitosin akan membantu uterus berkontraksi.
i. Dampingi ibu ketempat rujukan. Teruskan melakukan KBI.
Kompresi uterus ini memberikan tekanan langsung pada
pembuluh terbuka dinding uterus dan merangsang miometrium
untuk berkontraksi.
j. Lanjutkan infuse ringer laktat +20 unit oksitosin dalam 500 ml
larutan dengan laju 500 ml/jam hingga tiba ditempat rujukan.
Ringer laktat kan membantu memulihkan volume cairan yang
hilang selama perdarahan.

C. Bayi Baru Lahir


1. Pengertian
Bayi baru lahir adalah bayi yang baru lahir selama satu jam pertama
kelahiran (17). Bayi baru lahir adalah bayi dari lahir sampai usia 4 minggu.
Lahirrnya biasanya dengan usia gestasi 38 – 42 minggu. Bayi baru lahir
normal adalah bayi yang lahir dengan umur kehamilan 37 minggu sampai
42 minggu dan berat lahir 2500 gram sampai 4000 gram . Bayi baru lahir
normal adalah berat lahir antara 2500 – 4000 gram, cukup bulan, lahir
langsung menangis, dan tidak ada kelainan congenital (cacat bawaan) (18).
2. Ciri-ciri Bayi Baru Lahir
a) Berat badan 2500 - 4000 gram.
b) Panjang badan 48 - 52 cm.

63
c) Lingkar dada 30 - 38 cm.
d) Lingkar kepala 33 - 35 cm.
e) Frekuensi jantung 120 - 160 kali/menit.
f) Pernafasan ± 40 - 60 kali/menit.
g) Kulit kemerah - merahan dan licin karena jaringan sub kutan cukup.
h) Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna.
i) Kuku agak panjang dan lemas.
j) Genetalia pada perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
sedangkan pada laki - laki testis sudah turun, skrotum sudah ada.
k) Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l) Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik.
m)Reflek graps atau menggenggam sudah baik.
n) Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan.
3. Penanganan Bayi Baru Lahir
Asuhan segera pada bayi baru lahir adalah asuhan yang diberikan pada
bayi tersebut selama jam pertama setelah kelahiran. Aspek-aspek penting
dari asuhan segera bayi baru lahir:
a) Jagalah agar bayi tetap kering dan hangat
b) Usahakan adanya kontak antara kulit bayi dan kulit ibunya sesegera
mungkin
c) Segera setelah melahirkan badan bayi lakukan penilaian sepintas:
1) Sambil secara cepat menilai pernapasannya (apakah bayi cukup
bulan, apakah air ketuban jernih atau bercampur meconium ,apakah
menangis kuat atau megap megap, apakah tonus otot kuat/ bergerak
aktif ) letakkan bayi dengan handuk diatas perut ibu
2) Dengan kain bersih dan kering atau kasa lap darah/lendir dari
wajah bayi untuk mencegah jalan udaranya terhalang. Periksa
ulang pernapasan bayi (sebagian besar bayi akan menangis atau
bernapas spontan dalam waktu 30 detik setelah lahir).

64
3) Dan nilai APGAR SKORnya, jika bayi bernafas megap-megap atau
lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru lahir.
Tabel 1.Penilaian Apgar Score
Nilai
Tanda 0 1 2
Denyut Tidak
Lambat < 100 >100
jantung(pulse) ada
Usaha
Tidak Lambat, tidak Menangis
nafas(respisration
ada teratur dengan keras
)
Tonus Fleksi pada
Lemah Gerakan aktif
otot(activity) ekstremitas
Kepekaan Tidak
Merintih Menangis kuat
reflek(gremace) ada
Tubuh merah
Biru muda, Seluruhnya
Warna(apperence)
pucat ekstremitas merah muda
biru

Klasifikasi :
Asfiksia ringan (apgar skor 7-10)
Asfiksia sedang (apgar skor 4-6)
Asfiksia berat (apgar skor 0-3)
d) Klem dan potong tali pusat
1) Klem tali pusat dengan 2 buah klem pada klem pertama kira-kira dua
sampai tiga cm dari pangkal pusat bayi
2) Potonglah tali pusat diantara kedua klem sambil melindungi bayi
dari gunting dengan tangan kiri
3) Pertahankan kebersihan pada saat memotong tali pusat. Potong tali
pusat dengan gunting yang perawatan alat steril atau desinfeksi
tingkat tinggi

65
4) Periksa tali pusat setiap 15 menit, apabila masih terjadi perdarahan
pengikatan ulang yang lebih ketat.perawatan tali pusat , jangan
membungkus punting tali pusat atau perut bayi atau mengoleskan
cairan atau bahan apapun ke punting tali pusat (19) .
e) Jagalah kehangatan bayi
Pada waktu bayi baru lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu
badannya, dan membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya
tetap hangat. Dengan cara :
1) Pastikan bayi tersebut tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit
bayi dengan kulit ibu
2) Ganti handuk atau kain yang basah dan bungkus bayi dengan selimut
dan memastikan bahwa kepala terlindungi dengan baik untuk
mencegah keluarnya panas tubuh
3) Pastikan bayi tetap hangat dengan memeriksa telapak bayi setiap 15
menit yaitu : Apabila telapak bayi terasa dingin, periksa suhu aksila
bayi, Apabila suhu bayi kurang dari 36,5°C, segera hangatkan bayi
4) Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
5) Jangan segera menimbang bayi atau memandikan bayi baru lahir
(memandikan bayi setelah 6 jam)
a) Identifikasi bayi
Apabila bayi dilahirkan ditempat bersalin yang persalinannya yang
mungkin lebih dari satu persalinan maka alat pengenal harus diberikan
kepada setiap bayi baru lahir : memberikan identitas bayi yang meliputi:
nama bayi /Nama ibu, tanggal lahir dan jam, nomor bayi, jenis kelamin,
nama ibu lengkap,
b) Pemberian ASI dini, memberikan ASI dini (dalam 1 jam pertama
setelah bayi baru lahir) akan memberikan keuntungan yaitu:
1) Merangsang produksi ASI
2) Rangsangan isapan bayi pada puting susu ibu akan diteruskan oleh
serabut syaraf ke hipofise anterior untuk mengeluarkan hormon

66
prolaktin (hormon ini yang memacu payudara untuk menghasilkan
ASI.
3) Memperkuat reflek menghisap, reflek rooting (reflek mencari
putting susu), reflek suckling (reflek menghisap), reflek swallowing
(reflek menelan)
4) Mempercepat hubungan batin ibu dan bayi (membina ikatan
emosional dan kehangatan ibu-bayi)
5) Memberikan kekebalan pasif yang segera kepada bayi melalui
kolostrum.
6) Merangsang kontraksi uterus dan mencegah terjadi perdarahan pada
ibu.
c) Perawatan mata
Memberikan eritromisin 0,5% atau tetrasiklin 1% untuk mencegah
penyakit mata karena klamidia (penyakit menular seksual). Obat mata
diberikan pada 1 jam pertama setelah persalinan.
d) Pemberian vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin
K pada bayi baru bahwa semua bayi baru lahir normal dan cukup bulan
perlu diberi vitamin K peroral 1mg/hari, bayi resiko tinggi diberi
vitamin K parenteral dengan dosis 0,5-1 mg IM dipaha kiri.
e) Pemberian Imunisasi Hepatitis B
Pemberian imunisasi Hepatitis B ini untuk mencegah infeksi
Hepatitis B di berikan pada usia 0 (segera setelah lahir menggunakan
uniject) di suntik, IM dipaha kanan dan selanjutnya di berikan ulangan
sesuai imunisasi dasar lengkap.
f) Pemantauan lanjutan
Tujuan pemantauan bayi baru lahir yaitu untuk mengetahui aktifitas
bayi normal atau tidak dan identifikasi masalah kesehatan bayi baru lahir
yang memerlukan perhatian dan tindak lanjut dari petugas kesehatan.
Dua jam pertama sesudah lahir

67
Hal-hal yang di nilai waktu pemantauan bayi pada jam pertama sesudah
kelahiran yaitu:
1) Kemampuan menghisap kuat atau lemah
2) Bayi tampak aktif atau lunglai
3) Bayi tampak kemerahan atau biru
Masa transisi adalah waktu ketika bayi melakukan stabilitasi dan
penyusaian terhadap kehidupan diluar uterus. Ada 3 priode transisi, yaitu:
1) Tahap pertama /periode reaktif adalah dimulai segera setelah lahir
dan berakhir setelah 30 menit.
2) Tahap kedua/ periode interval adalah berlangsung mulai menit 30
sampai 2 jam setelah lahir (biasanya pada priode ini banyak tidur).
3) Tahap ketiga /periode reaktif kedua adalah yang berlanjut dari dua jam
sampai enam jam.
D. Peran dan Kewenangan Bidan
1. Peran Bidan
Peran bidan dalam asuhan pada ibu diatur dalam undang undang
kebidanan nomor 4 tahun 2019 pasal 47 sebagai pemberi pelayanan
kebidanan, pengelola, penyuluh dan konselor, pendidik, pembimbing,
dan fasilitator klinik, penggerak peran serta masyarakat dan peneliti.
Pendidik , sesuai dengan tugas nya bidan melakukan penyuluhan kepada
individu keluarga dan kelompok masyarakat lingkup tanggung jawabnya.
Selain itu bidan diwajibkan dalam memberikan pendidikan/ bimbingan
kepada mahasiswa, kader kesehatan dalam bidang kebidanan
2. Kewenangan Bidan
Dalam memberikan pelayanan kebidanan kewenangan bidan diatur
dalam undang undang kebidanan nomor 4 tahun 2019 pasal 46
diantaranya di sebutkan bahwa bidan dalam menyelenggarakan praktik
kebidanan, bidan bertugas memberikan pelayanan kesehatan anak
diberikan kewenangan Pasal 50 yaitu:
a. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa sebelum hamil;
b. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa kehamilan normal;

68
c. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa persalinan dan menolong
persalinan normal;
d. memberikan Asuhan Kebidanan pada masa nifas;
e. melakukan pertolongan pertama kegawatdaruratan ibu hamil, bersalin,
nifas, dan rujukan; dan
f. melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa
kehamilan, masa persalinan, pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan
pascakeguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.
g. Dalam menjalankan tugas memberikan pelayanan kesehatan anak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) huruf b, Bidan
berwenang:
h. memberikan Asuhan Kebidanan pada bayi baru lahir, bayi, balita, dan
anak prasekolah;
i. memberikan imunisasi sesuai program Pemerintah Pusat;
j. melakukan pemantauan tumbuh kembang pada bayi, balita, dan anak
prasekolah serta deteksi dini kasus penyulit, gangguan tumbuh
kembang, dan rujukan; dan
k. memberikan pertolongan pertama kegawatdaruratan pada bayi baru
lahir dilanjutkan dengan rujukan.

69
BAB II
TINJAUAN TEORI ASUHAN KEBIDANAN

A. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan


Tujuan dokumentasi Asuhan kebidanan adalah sebagai sarana komunikasi
antara bidan dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien, sebagai sarana
tanggungjawab dan tanggung gugat sebagai sarana informasi statistic sebagai
sarana pendidikan. Sebagai sumber data penelitian, sebagai jaminan kualitas
pelayanan kesehatan, dan sebagai sumber data perencanaan asuhan kebidanan
berkelanjutan (1) . Pendokumentasian Manajemen Kebidanan pada ibu
bersalin :
1. Langkah I : Pengkajian data
Data subjektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari
anamnesis, antara lain:
a. Biodata, data demografi
b. Riwayat kesehatan, termasuk faktor herediter dan kecelakaan
c. Riwayat menstruasi
d. Riwayat obstetric dan ginekologi termasuk nifas dan laktasi
e. Biopsikospiritual
f. Pengetahuan klien
Data objektif pasien ibu bersalin atau data yang diperoleh dari hasil
observasi dan pemeriksaan, antara lain:
a. Pemeriksaan fisik, sesuai kebutuhan dan tanda-tanda vital
b. Pemeriksaan khusus: Inspeksi, palpasi, auskultasi, perkusi
c. Pemeriksaan penunjang: Laboratorium, diagnosis lain: USG,
ragiologi serta catatan terbaru dan sebelumnya
Data yang terkumpul ini sebagai data dasar untuk interpretasi kondisi
klien dan untuk menentukan langkah berikutnya.
2. Langkah 2. Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap, masalah atau diagnosa
berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah

70
dikumpulkan. Diagnosa kebidanan adalah ditegakkan bidan dalam
lingkup praktek kebidanan dan memenuhi standar nomenklatur (tat
nama) diagnosa kebidanan dirumuskan secara spesifik. Masalah
psikologi berkaitan dengan hal-hal yang sedang dialami wanita tersebut.
Contoh :
a. Diagnosa : G2P1A0, hamil 37 minggu, janin tunggal, hidup
b. Masalah : wanita tersebut tidak menginginkan kehamilan ini dan
takut menghadapi proses persalinan
c. Kebutuhan : konseling, atau rujukan konseling
3. Langkah 3. Mengidentifikasi Diagnosis Atau Masalah Potensial
Pada langkah ini bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis masalah
yang sudah teridentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
mungkin dilakukan pencegahan. Bidan diharapkan waspada dan bersiap-
siap menghadapinya bila diagnosis ata masalah potensial ini benar-benar
terjadi.
4. Langkah 4. Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan Yang
Memerlukan Penanganan Segera
Pada kasus ibu bersalin dengan pemuaian uterus berlebiha, bidan harus
mengidentifikasi dan menetapkan kebutuhan penanganan segera untuk
mengantisipasi dan bersiap-siap terhadap kemungkinan terjadi
perdarahan postpartum karena atonia uteri karena pemuaian uterus yang
berlebih, dan mencegahnya dengan infus pitosin atau uterotonika atau
adaya premature atau BBLR.
5. Langkah 5. Merencanakan Asuhan Yang Menyeluruh
Langkah ini direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan oleh
hasil kajian pada langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen terhadap diagnosis atau masalah yang telah
teridentifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi atau data
yang kurang lengkap dapat dilengkapi.
a. Rencana Asuhan Persalinan Kala I
1) Mengevaluasi kesejahteraan ibu, termasuk diantaranya:

71
a) Mengukur tekanan darah, suhu, pernafasan, setiap 2-4 jam
apabila masih utuh setiap 1-2 jam apabila ketuban pecah
b) Mengevaluasi kandung kemih minimal setiap 2 jam
c) Apabila diperlukan melakukan pemeriksaan urine terhadap
protein, keton
d) Mengevaluasi hidrasi dan turgor kulit
e) Mengevaluasi kondisi umum
2) Mengevaluasi kesejahteraan janin, termasuk diantaranya:
a) Letak janin, presentasi, gerak dan posisi
b) Adaptasi janin terhadap panggul, apakah ada DKP?
c) Mengukur DJJ dan bagaimana polanya, dapat dievaluasi
setiap 30 menit pada fase laten
3) Mengevaluasi kemajuan persalinan, termasuk melakukan
observasi penipisan, pembukaan, turunnya bagian terendah,
pola kontraksi, perubahan perilaku ibu, tanda dan gejala dari
masa transisi dan mulailah persalinan kala II, serta posisi dari
puctum maximum
4) Melakukan perawatan fisik ibu: menjaga kebersihan dan
kenyamanan, perawatan mulut
5) Memberikan dukungan pada ibu dan keluarga
A. Bantulah ibu dalam perslainan jika ia tampak felisah,
keakutan dan kesakitan
a) Berilah dukungan dan yakinlah dirinya
b) Berilah informarsi mengenai proses dan kemajuan
persalinan
c) Dengarkan keluhannya dan cobalah lebih sensitif
terhadap perasaannya
B. Jika ibu tampak kesakitan dukungan atau masalah yang
dapat diberikan
a) Lakukan perubahan posisi sesuai dengan keinginan ibu
b) Sarankan ibu untuk berjalan

72
c) Ajaklah orang yang menemaninya untuk memijat atau
menggosok punggung atau membasuh muka di antara
kontraksi
d) Ajarkanlah sebentar kemudian dilepaskan dengan cara
meniup udara keluar sewaktu terasa kontraksi
C. Penolong tetap menjaga hak privasi dalam persalinan
D. Menjelaskan kemajuan persalinan dan perubahan yang
terjadi serta prosedur yang akan dilaksanakan dan hasil-
hasil pemeriksaan
6) Melakukan skrining untuk mengatisipasi komplikasi pada ibu
dan janin
7) Menentukan apakah ibu memerlukan 13 manajemen dasar
yaitu:
a. Apakah ibu perlu diklisma
b. Apakah ibu perlu dicukur, kalau iya variasi cukurnya
bagaimana
c. Apakah ibu perlu dipasang jalur intravena
d. Apakah ibuperlu diberi posisi tertentu atau pembatasan
gerak apabila ya sampai dimana batasannya
e. Apakah ibu perlu diberi makan, atau minum melalui oral,
apabila iya, makanan atau minuman apa saja yang
diperbolehkan
f. Apakah ibu perlu diberi obat, apabila ya obat apa, berapa
banyak, dan kapan pemberiannya
g. Frekuensi dari pemeriksaan DJJ dan dengan alat apa
pemeriksaan dilakukan
h. Frekuensi dari pemeriksaan dalam
i. Identifikasi siapa yang akan mendmpingi ibu dan perannya
apa bagi ibu
j. Apakah ketuban perlu dipecahan, kapan?

73
k. Menentukan kapan perlu untuk konsultasi pada dokter
spesialis
l. Kapan persalinan perlu disiapkan.
b. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala II
Manajemen pada perslainan kala II termasuk bertanggung jawab
terhadap:
1) Persiapan untuk persalinan
2) Menejmen persalainan
3) Membuat manajemen keputusan untuk persalinan kala II
termasuk hal-hal berikut:
a) Frekuensi untuk memeriksa tanda-tanda vital
b) Frekuensi dari memeriksa denyut jantung janin
c) Kapan ibu dipimpin meneran
d) Kapan melakukan persiapan persalinan
e) Posisi ibu bersalin
f) Kapan ibu perlu kateter
g) Kapan menyokong perenium
h) Kapan perlu dilakukan episiotomi, tipe dari episiotomi
i) Kapan melahirkan kepala bayi, saat kontraksi atau diantara
kontraksi
j) Kapan mengeklem dan memotong tali pusat
k) Apakah perlu dikonsultasikan atau kolaborasi dengan dokter
ahli
c. Rencana Asuhan Persalinan Kala III
1) Melanjutkan evaluasi setiap tanda-tanda yang ditemukan
2) Melanjutkan evaluasi kemajuan dari persalinan
3) Melanjutkan evaluasi ibu termasuk mengukur tekanan darah,
nadi, suhu, pernafasan, dan aktivitas gastrointestinal
4) Memperhatikan tanda dan gejala perdarahan
d. Rencana Asuhan Pada Persalinan Kala IV
1) Melakukan evaluasi terhadap uterus

74
2) Inseksi dan evaluasi serviks, vagina, dan perineum
3) Inspeksi dan evaluasi terhadap plasenta, selaput plasenta dan
tali pusat
4) Menjahit luka jalan lahir akibat episiotomi atau laserasi
6. Langkah 6. Melaksanakan Perencanaan
Melaksanakan asuhan menyeluruh yang telah direncanakan secara
efektif dan aman. Bila perlu berkolaborasi dengan dokter misalnya
karena adanya komplikasi.
7. Langkah 7. Evaluasi
Pada langkah ini dievaluasi keefektifan asuhan yang telah diberikan.
Apakah telah memenuhi kebutuhan asuhan yang telah teridentifikasi
dalam diagnosis maupun masalah. Manajemen kebidanan yang terdiri
dari tujuh langkah ini merupakan proses berfikir dalam pengambilan
keputusan klinis dalam memberikan asuhan kebidanan yang dapat
diaplikasikan atau diterapkan dalam setiap situasi (1)
1. Asuhan Kebidanan Kala I Persalinan
a. Pengkajian
1) Nama
Menurut (1) nama pasien dan suaminya ditanyakan untuk
memanggil, untuk mencegah kekeliruan dengan pasien lain.
Nama yang jelas dan lengkap, bila perlu ditanyakan nama
panggilan sehari-hari.
2) Umur
Umur dalam kategori reproduksi sehat yaitu antara 20
hingga 35 tahun. Kehamilan usia muda berkaitan dengan risiko
preeklamsia. Pada umur di atas 35 tahun fungsi system
reproduksi umumnya sudah tidak optimal untuk pertumbuhan
janin, jalan lahir juga tidak lentur lagi sehingga berisiko
mengalami persalinan lama pada nullipara, seksio sesaria,
perlahiran preterm, IUGR. Semakin tua juga semakin sering
terpapar penyakit dan meningkatkan insiden DM tipe II dan

75
hipertensi kronis yang mungkin dapat membahayakan
kehamilan. Selain itu juga meningkatkan risiko anomaly
kromosom dan kematian janin (20)
3) Agama
Dikaji untuk mengetahui dengan perawatan pasien yang
berhubungan dengan keagamaan. Agama juga ditanyakan untuk
mengetahui kemungkinan pengaruhnya terhadap kebiasaan
pasien atau klien (1)
4) Pendidikan
Dikaji untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat
pendidikan mempengaruhi sikap perilaku seseorang. Dan untuk
mengetahui tingkat pengetahuan ibu atau taraf kemampuan
berfikir ibu, sehingga bidan bisa menyampaikan atau
memberikan penyuluhan atau KIE pada pasien dengan lebih
mudah. (1)
5) Pekerjaan
Dikaji pekerjaan ibu dan suami untuk mengetahui taraf
hidup dan sosial ekonomi pasien agar nasehat yang diberikan
sesuai. Serta mengetahui apakah pekerjaan ibu akan meng
anggu kehamilan atau tidak (1)
Wanita karier yang hamil mendapat hak cuti hamil selama
tida bulan yang dapat diambil sebelum menjelang kelahiran dan
dua bulan setelah persalinan, jika ada keluhan dengan
kehamilannya sebaiknya segera memeriksakan diri ke tenaga
kesehatan (Manuaba, 1998 (1)).
6) Suku Bangsa
Dengan mengetahui suku atau bangsa, petugas dapat
mendukung dan memelihara keyakinan yang meningkatkan
adaptasi fisik dan emosinya terhadap kehamilan atau persalinan
(1).
7) Alamat

76
Alamat ditanyakan untuk: a) mengetahui dimana ibu
menetap, b) mencegah kekeliruan, bila ada nama yang sama, c)
memudahkan menghubungi keluarga, dan d) dijadikan petunjuk
pada waktu kunjungan rumah (1).

b. Data Subyektif
1) Keluhan utama
Keluhan utama ditanyakan untuk mengetahui alasan
pasien dating ke fasilitas kesehatan. Pada kasus persalinan,
informasi yang harus didapat dari pasien adalah kapan mulai
terasa ada kenceng-kenceng di perut, bagaimana intensitas dan
frekuensinya. Apakah ada pengeluaran cariran dari vagina
yang berbeda dari air kemih, apakah sudah ada pengeluaran
lender yang disertai darah, serta pergerakan janin untuk
memastikan kesejahteraannya (21). Keluhan utama dapat
berupa ketuban pecah dengan atau tanpa kontraksi (1).
Ibu diminta menjelaskan hal-hal berikut:
a) Frekuensi dan lama kontraksi
b) Lokasi dan karakteristik rasa tidak nyaman akibat
kontraksi
c) Menetapkan kontraksi meskipun perubahan posisi saat ibu
berjalan atau berkurang
d) Keberadaan dan karakter rabas atau show dari vagina
e) Status membrane amnion, misalnya semburan atau
rembesan cairan apabila diduga cairan amnion telah
keluar, tanyakan juga warna cairan.
Pada umumnya pasien mengeluh nyeri pada daerah
pinggang menjalar ke perut, adanya his yang makin sering,
teratur, keluarnya lender dan darah, perasaan selalu ingin buan
air kemih, bila buang air kemih hanya sedikit-sedikit
(Christina’a Ibrahim, 1993 dalam (1))

77
2) Tanda-tanda persalinan
a) Kontraksi
His dikatakan efektif apabila adanya koordinasi dan
gelombang kontraksi, kontraksi simetris dengan
dominasi di fundus uteri, dan amplitude sekitar 40-60
mmHg selama 60-90 detik. (Marmi, 2016:55) Kenceng-
kenceng teratur disebabkan oleh perubahan hormonal
progresif yang menyebabkan peningkatan ekstabilitas
otot-otot uterus. Penurunan hormon progesterone sebagai
tanda awal dimulainya persalinan dimana progesterone
ini berfungsi untuk penenang otot polos, relaksasi otot-
otot uterus, jika kadarnya menurun maka akan terjadi
kontraksi yang teratur, kontraksi uterus yang sangat
nyeri, yang memberi pengaruh signifikan terhadap
serviks (1).
b) Frekuensi
Informasi ini sangat penting untuk menetapkan awal
persalinan, biasanya dimulai sejak kontraksi menjadi
teratur, dan untuk membedakan antar kontraksi
persalinan palsu dan sejati. Pada persalinan palsu,
frekuensi, durasi dan intensitas kontraksi tidak
meningkat, tidak teratur dan durasinya singkat, tetapi
kemudian menjadi teratur disertai peningkatan frekuensi,
durasi, dan intensitas kontraksi. Frekuensi his permulaan
kala pertama makin sering sekitar 3x/10 menit (21)
c) Lokasi Ketidaknyamanan
Kontraksi persalinan palsu biasanya dirasakan pada
abdomen bagian bawah dan lipat paha. Kontraksi
persalinan sejati biasanya di rasa sebagai nyeri yang
menyebar dari fundus ke punggung (22)
d) Perdarahan pervaginam

78
Bloddy show merupakan tanda persalinan biasanya
dalam 24 hingga 48 jam, apabila bloody show meningkat
berarti wanita akan segera memasuki kala II persalinan
Bloody show paling sering terlihat sebagai rabas lendir
bercampur darah dan lengket. Pengeluaran darah
disebabkan robeknya pembuluh darah waktu serviks
membuka (1)
3) Riwayat Kesehatan
Data dari riwayat kesehatan ini dapat digunakan sebagai
“penanda” (warning) akan adanya penyulit masa hamil. Adanya
perubahan fisik dan fisiologis pada masa hamil yang melibatkan
seluruh sistem dalam tubuh akan mempengaruhi organ yang
mengalami gangguan (23). Riwayat kesehatan yang lalu dan
sekarang membantu bidan mengindentifikasi kondisi kesehatan
yang dapat mempengaruhi kehamilan dan bayi baru lahir (4) .
Informasi tentang keluarga pasien penting untuk
mengidentifikasikan wanita yang beresiko menderita penyakit
genetik yang mempengaruhi hasil akhir kehamilan atau
memiliki bayi yang menderita penyakit genetik. Informasi ini
juga mengidentifikasi ras atau etnik untuk melakukan
pendekatan berdasarkan pertimbangan budaya untuk mengetahui
penyakit yang memiliki komplement herrediter. (24)

4) Riwayat Obstetri
a. Riwayat Kehamilan Sekarang
Riwayat kehamilan sekarang meliputi: riwayat ANC,
gerakan janin, tanda-tanda bahaya atau penyulit, keluhan
utama, obat yang dikonsumsi, termasuk jamu, kekhawatiran
ibu. (4)
(1) Status Gravida, Para dan Abortus (GPA)

79
(a) Gravida menunjukkan berapa kali seorang wanita
pernah hamil. Bila saat ini wanita itu hamil maka
kehamilannya masuk hitungan
(b) Paritas adalah riwayat reproduksi seorang wanita yang
berkaitan dengan kehamilannya (jumlah kehamilan).
Dibedakan dengan primigravida (hamil yang pertama
kali) dan multigravida (hamil yang kedua atau lebih)
(21)
(c) Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup diluar kandungan biasanya terjadi
pada usia kehamilan <20 minggu atau berat janin
kurang dari 500 gram(25)
(2) Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT)
HPHT dapat dijabarkan untuk memperhitungkan
tanggal tafsiran persalinan. Bila siklus haid + 28 hari,
rumus yang dipakai adalah rumus Neagel yaitu hari +7,
bulan -3, tahun +1 (Prawirohardjo, 1999 dalam Marmi,
2012; 123). Perkiraan partus pada siklus haid 35 hari
adalah hari +14, bulan -3, tahun +1 (Sastrawinata, 1998
dalam (1))
(3) Gerakan Janin.
Perlu dikaji untuk mengetahui keadaan janin, apakah
normal, ada-tidaknya hipoksia, gerakan aktif atau tidak.
Jika janin tidak bergerak, ajukan diagnosa banding bayi
tidur atau hipoksia. Biasanya gerakan janin dalam rahim
dapat dirasakanpada usia kehamila 18-20 minggu
(walaupun tiap individu berbeda-beda. Wanita yang sudah
memiliki pengalaman hamil sebelumnya bisa merasa
gerakan janin sedini usia kehamilan 15 minggu. ((1).
Gerakan janin minimal 10 kali selama 12 jam. (20)
(4) Riwayat imunisasi Tetanus Toxoid

80
Pemberian imunisasi tetanus toxoid pada kehamilan
umumnya diberikan 2 kali saja, imunisasi pertama
diberikan pada usia kehamilan 16 minggu untuk yang
kedua diberikan 4 minggu kemudian. Akan tetapi untuk
memaksimalkan perlindungan maka dibentuk program
jadwal pemberian imunisasi pada ibu hamil. (21)
(5) Riwayat Antenatal Care (ANC)
Sesuai dengan kebijakan Departemen Kesehatan,
Kunjungan minimal selama hamil adalah 4 kali, yaitu 1
kali pada trimester I, 1 kali pada trimester II, dan 2 kali
pada trimester III.
Idealnya penjadwalan ulang bagi wanita yang
mengalami perkembangan normal selama hamil adalah:
a) Hingga usia 28 minggu, kunjungan dilakukan setiap 4
minggu.
b) Antara minggu ke-28 hingga 36, setiap 2 minggu.
c) Setiap minggu ke-36 hingga persalinan, dilakukan setiap
minggu.
d) Bila ibu mengalami masalah, tanda bahaya, atau jika
merasa khawatir, dapat sewaktu-waktu melakukan
kunjungan(24)
5) Riwayat Pernikahan
Riwayat pernikahan perlu untuk dikaji Karena dari data
ini kita akan mendapatkan gambaran mengenai suasana
rumah tangga pasangan. Beberapa pertanyaan yang diajukan
adalah: usia ibu saat pertama menikah, status pernikahan
(sah/tidak sah), lama pernikahan, dan pernikahan ke berapa.
(Sulistyawati, 2011; 169)
a) Menikah
Menurut (26) data tentang pernikahan klien
perlu ditanyakan apakah klien sekarang sudah menikah

81
atau belum. Untuk mengetahui apakah status kehamilan
tersebut dari hasil pernikahan yang resmi atau yang
tidak diinginkan
b) Usia saat menikah
Menurut (26) usia pernikahan klien perlu dikaji
karena apabila klien mengatakan bahwa ia menikah di
usia muda sedangkan klien pada saat kunjungan awal
ke tempat bidan tersebut sudah tak lagi muda dan
kehamilannya adalah yang pertama, ada kemungkinan
kehamilannya saat ini adalah kehamilan yang sangat
diharapkan. Hal ini akan sangat berpengaruh
bagaimana asuhan kehamilannya.
c) Lama pernikahan
Menurut (26) saat memberikan asuhan
kehamilan lama pernikahan klien dengan suami perlu
dikaji, sebab apabila mereka tergolong pasangan muda,
maka dapat dipastikan dukungan suami akan sangat
besar terhadap kehamilannya.
6) Riwayat Keluarga Berencana
Riwayat kontrasepsi diperlukan karena kontrasepsi
hormonal dapat mempengaruhi EDD, dan karena penggunaan
metode lain dapat membantu “menanggali” kehamilan. (24)
7) Pola Pemenuhan Kebutuhan Sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Data ini penting untuk diketahui agar bias mendapatkan
gambaran bagaimana pasien mencukupi asupan gizinya
selama hamil sampai dengan masa awal persalinan. Selain
makanan, data mengenai intake cairan sangat penting
karena akan menentukan kecenderungan terjadinya
dehidrasi. (21). Aspek ini komponen penting dalam riwayat
prenatal. Status nutrisi seorang wanita memiliki efek

82
samping langsung pada pertumbuhan dan perkembangan
janin dan wanita memiliki motivasi tinggi untuk
mempelajari gizi yang baik. Pengkajian diet dapat
mengungkapkan data praktik khusus, alergi makanan dan
perilaku makan, serta factor-faktor lain yang terkait dengan
status nutrisi. Jumlah tambahan kalori ibu hamil adalah 300
kalori perhari dengan komposisi menu seimbang (cukup,
mengandung karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral,
dan air) adanya his berpengaruh pada keinginan atau selera
makan yang menurun (Sharon J. Reeder et all, a1987 dalam
(1)) Asupan nutrisi penting sebagai gambaran bagaimana
pasien mencukupi gizinya sampai awal persalinan.
Makanan ringan dan asupan cairan yang cukup selama
persalinan akan memberi banyak energi dan mencegah (21)
Dehidrasi dapat memperlambat kontraksi atau membuat
kontraksi menjadi tidak teratur dan kurang efektif. (JNPK-
KR, 2014; 50).
b) Pola istirahat
Menurut (21) menyatakan istirahat sangat penting
untuk mempersiapkan energi menghadapi proses persalinan
yang panjang. Perlu ditanyakan kapan terakhir tidur dan
berapa lama.
c) Pola aktivitas dan olahraga (terakhir)
Menurut (21) pengkajian dilakukan untuk memberikan
gambaran kita tentang seberapa berat aktivitas yang biasa
dilakukan pasien di rumah. Jika di akhir kehamilannya
pasien melakukan aktivitas yang terlalu berat dikhawatirkan
pasien akan merasa kelelahan sampai akhirnya dapat
menimbulkan penyulit pada masa bersalin.
d) Pola eliminasi

83
Menganjurkan ibu untuk mengosongkan kandung
kemihnya secara rutin karena kalau tidak akan menghambat
penurunan kepala janin. Memberikan respon positif pada
ibu untuk BAB, karena apabila tidak ibu akan merasa
rendah diri dan tidak percaya kepada orang lain serta akan
memengaruhi semangatnya untuk menyelesaikan proses
persalinannya. (21) Kandung kemih yang penuh dapat
memperlambat turunnya janin, mengganggu kemajuan
persalinan, menyebabkan ibu tidak nyaman, meningkatkan
risiko perdarahan pasca persalinan dan meningkatkan risiko
infeksi saluran kemih pasca persalinan (JNPK-KR, 2014;
50-51).
e) Personal hygiene
Beberapa upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga
kebersihan tubuh ibu selama persalinan:
(1) Saat tidak ada his, bidan atau perawat dapat membantu
mengganti baju terutama jika sudah basah dengan
keringat. Sarankan pasien untuk menggunakan baju
dengan bahan tipis dan menyerap keringat dan
berkancing depan.
(2) Seka keringat yang membasahi dahi dan wajah pasien
menggunakan handuk kecil
(3) Ganti kain pengalas bokong jika sudah basah oleh
darah atau air ketuban (21)
f) Aktivitas Seksual
Menurut (21), Data yang diperlukan berkaitan dengan
aktivitas seksual adalah keluhan, frekuensi,dan kapan
terakhir melakukan hubungan seksual.
g) Tingkat Pengetahuan
Data ini diperoleh dari beberapa pertanyaan yang kita
ajukan kepada pasien mengenai apa yang ia ketahui tentang

84
proses persalinan. Pengalaman atau riwayat persalinannya
yang lalu dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan
dalam menyimpulkan sejauh mana pasien mengetahui
tentang persalinan. (21)
h) Data Psikososial, Spiritual
Adanya respon positif dari keluarga terhadap persalinan
akan mempercepat proses adaptasi pasien menerima peran
dan kondisinya, selanjutnya menanyakan mengenai
bagaimana perasaan pasien terhadap kehamilan dan
kelahirannya, data mengenai respon suami pasien juga
sangat penting karena dapat kita jadikan salah satu acuan
mengenai pola kita dalam memberikan asuhan kepada
pasien, dan pada adat istiadat dikaji adakah beberapa
kebiasaan yang pasien lakukan dan selama tidak
membahayakan pasien, sebaiknya tetap difasilitasi karena
ada efek psikologis yang positif untuk pasien dan
keluarganya (21)
a. Data Obyektif
1) Pemeriksaan umum
a) Keadaan umum
Menurut (21) keadaan pasien dikatakan baik apabila
memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan
dan orang lain, serta secara fisik pasien tidak mengalami
ketergantungan dalam berjalan.
b) Kesadaran
Untuk mendapatkan gambaran tentang kesadaran pasien,
kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien
dari keadaan komposmentis (Kesadaran maksimal) sampai
dengan koma (pasien tidak dalam keadaan sadar). (21)
c) Tanda vital
(1) Tekanan darah

85
Tekanan darah dapat meningkat lagi 15-25 mmHg
selama kala II persalinan. Upaya meneran juga akan
memengaruhi tekanan darah, dapat meningkat dan
kemudian menurun dan akhirnya kembali lagi sedikit
diatas normal. Rata-rata normal peningkatan tekanan
darah selama kala II adalah 10 mmHg. (21)
(2) Denyut Nadi
Frekuensi denyut nadi bervariasi tiap kali pasien
meneran. Secara keseluruhan frekuensi nadi
meningkat selama kala II disertai takikardi yang nyata
ketika mencapai puncak menjelang kelahiran bayi.
(21)
(3) Suhu
Peningkatan suhu tertinggi terjadi pada saat proses
persalinan dan segera setelahnya, peningkatan suhu
normal adalah 0,5-1 °C. (1) Pernafasan
Sedikit peningkatan frekuensi pernapasan masih
normal selama persalinan, hal tersebut mencerminkan
peningkatan metabolisme. (1)
2) Status Present
Kepala : Mesocephal, rambut warna hitam, bersih, tidk
mudah rontok
Muka : simetris tidak pucat, tidak oedema
Mata : konjungtiva merah muda, sklera putih, bersih,
tidak ditemukan kelainan, tidak ada gangguan
penglihatan
Hidung : bersih, tidak ditemukan polip, tidak ditemukan
alergi debu.

86
Mulut : bibir merah muda, bibir lembab, warna lidah
kemerahan, lidah bersih, tidak sariawan, tidak
ditemukan caries, tidak bau mulut

Telinga : bersih, tidak ditemukan secret, tidak ada


gangguan pendengaran
Leher : tidak ditemukan pembesaran kelenjar limfe
maupun limfe
Dada : simetris, tidak ditemukan retraksi dinding dada
Perut : bentuk simetris, tidak ditemukan luka bekas
operasi.

Genetalia : bersih, tidak ditemukan tanda-tanda infeksi


Ekstremitas : atas (tidak ditemukan kelainan, bentuk
simetris)
Bawah (bentuk simetris, tidak ditemukan
odema dan varises)
Anus : tidak ditemukan hemoroid, bersih
(21)
3) Status Obstetri
a) Inspeksi/Periksa Pandang
Muka : Tidak ada oedema, tidak cyanosis
Mammae : Bentuk simetris, konsistensi tegang,
putting susu menonjol, hiperpigmentasi
pada areola mamae, kolostrum sudah
keluar
Abdomen : Ada striae gravidarum dan tidak ada linea
nigra
(21)

Vulva : Pada pemeriksaan genetalia perlu


diperhatikan apakah ada luka atau massa

87
termasuk kondilomata, varises vulva atau
rektum, atau luka parut di perineum
(JNPK-KR, 2014; 43). Terdapat bloody
show, apabila bloody show meningkat
berarti wanita akan segera memasuki kala
dua persalinan. Pemeriksaan vulva dan
vagina untuk mengetahui bersih atau
tidak, oedema atau tidak, ada flour albus
atau tidak, ada pembesaran kelenjar skene
dan kelenjar bartholini atau tidak, ada
condilomatalata atau tidak, ada condiloma
acuminata atau tidak, kemerahan atau
tidak (Marmi, 2012:131). Selain itu dapat
ditemukan keluarnya lendir darah
pervaginam. Lendir berasal dari
pembukaan yang menyebabkan lepasnya
lendir berasal dari kanalis servikalis.
Sedangkan pengeluaran darah disebabkan
robeknya pembuluh darah sewaktu serviks
membuka (Marmi, 2016:10).
b) Palpasi
Bertujuan untuk menentukkan besarnya rahim dan
dengan ini menentukan tuanya kehamilan,
menentukkan letaknya anak dalam rahim, selain
daripada itu selalu juga harus diraba apakah ada tumor-
tumor lain dalam rongga perut, kista, myoma, limpa
yang membesar (Marmi, 2014:167). Palpasi leopold
menjadi lebih jelas setelah minggu ke-22 (Kusmiyati,
2011:93)
1) Leopold I:

88
Untuk menentukkan TFU dengan jari dimana
tingginya sesuai dengan usia kehamilan. Deskripsikan
bagian yang ada di fundus bila usia gestasi >28
minggu. Kepala dideskripsikan sebagai teraba 1
bagian besar, bulat, keras, melenting. Bokong
dideskripsikan sebagai teraba 1 bagian besar, lunak,
kurang bulat (Widatiningsih, dkk., 2017:183).
Tinggi fundus uteri berdasar usia kehamilan:

Kehamilan 16 : TFU pertengahan simfisis


minggu dengan pusat.

Kehamilan 20 TFU 3 jari dibawah pusat.


minggu

Kehamilan 24 TFU setinggi pusat


minggu

Kehamilan 28 TFU 3 jari diatas pusat.


minggu

Kehamilan 32 TFU pertengahan pusat


minggu dengan prosess
xyfoideus(PX)

Kehamilan 36 TFU 1 jari dibawah PX


minggu

Kehamilan 40 TFU 3 jari dibawah PX


minggu

(Kusmiyati, 2011:93-94)
a. Leopold II:
Untuk menentukkan bagian apa yang ada di sisi kanan
dan sisi kiri ibu. Punggung dideskripsikan sebagai teraba

89
bagian besar yang rata, memanjang dan terasa ada
tahanan. Sedangkan ekstremitas dideskripsikan sebagai
teraba bagian kecil-kecil yang menonjol
(Widatiningsih&Dewi, 2017:183).
b. Leopold III
Untuk menentukkan apakah bagian terbawah janin dan
apakah bagian tersebut sudah masuk panggul ibu atau
belum. Jika teraba 1 bagian besar yang lunak, kurang
melenting, maka itu adalah kepala. Mulai 36 minggu
tentukan apakah sudah masuk PAP yaitu jika teraba
kepala maka goyangkan, bila masih mudah digoyangkan
berarti belum masuk panggul namun jika tidak dapat
digoyangkan berarti kepala sudah masuk panggul.
(Widatiningsih&Dewi, 2017:183).
c. Leopold IV
Dilakukan bila leopold III ditemukan bagian terbawah
sudah masuk PAP dan usia gestasi >36 minggu. Tentukan
tingkat penurunan kepala apakah konvergen atau sejajar
atau divergenn. Pada primigravida usia 37 minggu kepala
harusnya sudah masuk panggul, pada multigravida
mungkin kepala baru masuk panggul saat inpartu
dikarenakan tonus otot abdomen yang sudah mengendur
tidak cukup bisa menekan kepala janin untuk memasuki
panggul.
(Widatiningsih&Dewi, 2017:183).
d. TFU dalam cm (jika usia gestasi >22 minggu).
Pemeriksaan abdomen meliputi pengkajian subjektif
ukuran uterus pada trimester pertama kehamilan.
Pemeriksaan TFU ini untuk mengkaji kesesuaian tinggi
fundus dengan usia kehamilan sebagai deteksi dini
penyulit kehamilan (Marmi, 2014:169).

90
TFU akan sesuai dengan usia kehamilannya dalam
minggu dengan rentang selisih ±2cm
(Widatiningsih&Dewi, 2017:183).
Pertumbuhan uterus akan terus terjadi dan dapat
diperkirakan sehingga TFU merupakan pedoman yang
baik untuk menentukkan usia kehamilan. (Farrer, 2001
dalam Rukiah, 2013:32)
e. Taksiran Berat Janin
Menaksir berat janin diperlukan untuk melihat
kesejahteraan janin di dalam uterus serta bisa menjadi
salah satu deteksi dini bila bayi mengalami makrosomi
untuk dilakukan rencana tindakan yang sesuai. Rumus
yang digunakan adalah (TFU dalam cm-N)155=..
N=13 jika kepala belum masuk PAP sama sekali.
N=12 jika kepala sudah masuk PAP namun masih di atas
spina ischiadika (ditunjukkan dengan penurunan kepala
4/5-3/5) diatas simfisis.
Taksiran berat janin hanya berlaku untuk janin presentasi
kepala. (Kusmiyati, 2011:27)
Taksiran Berat Janin mulai bisa dihitung sejak usia
kehamilan 24 minggu. (Widatiningsih&Dewi, 2017:190)
Menurut JNPK-KR (2014; 40-42) Pada persalinan,
palpasi abdomen dilakukan dengan Leopold I-IV seperti
saat periksa hamil dan ditambah dengan:
4) Memantau kontraksi uterus.
Frekuensi his, jumlah his dalam waktu tertentu
biasanya permenit atau persepuluh menit. Durasi atau lama
his, lamanya setiap his berlangsung diukur dengan detik.
(Marmi, 2016; 57).
His timbul disebabkan penurunan kadar hormon
estrogen dan progesteron yang terjadi kira-kira 1-2 minggu

91
sebelum partus dimulai. Progesterone bekerja sebagai
penenang bagi otot-otot uterus dan akan menyebabkan
kekejangan pembuluh darah sehingga timbul his bila kadar
progesterone turun (Sofian, 2011; 70). Pace maker
merupakan pusat koordinasi his yang berada pada uterus di
sudut tuba dimana gelombang his berasal. Dari sini
gelombang his bergerak ke dalam dan ke bawah dengan
kecepatan 2 cm tiap detik mencakup seluruh otot-otot
uterus. His dominan, oleh Karena serviks tidak mempunyai
otot-otot yang banyak, maka pada setiap his terjadi
perubahan serviks: tertarik dan mendatar (effacement) dan
membuka (dilatasi) (Marmi, 2016; 57)
5) Memantau denyut jantung janin.
Untuk memantau denyut jantung janin, digunakan
sebuah fetoskop Pinnards atau doppler guna memantau
denyut jantung janin dalam Rahim ibu, untuk menghitung
DJJ permenit gunakan jarum detik jam dinding/ jam tangan.
Tentukan titik tertentu dinding abdomen dimana DJJ
terdengar paling kuat. Nilai DJJ selama dini segera setelah
kontraksi uterus. Mulailah penilaian selama atau sebelum
puncak kontraksi. Dengarkan selama minimal 60 detik.
(Asrinah, et al, 2010; 43-44).
6) Menentukan penurunan bagian terbawah janin.
Nilai penurunan kepala janin dengan hitungan perlima
bagian kepala janin yang bisa dipalpasi di atas simfisis
pubis (dutentukan oleh jumlah jari yang bisa ditempatkan di
bagian kepala di atas simfisis pubis).
Tabel 2.8 Penurunan Kepala Janin Menurut Sistem Perlimaan

92
Pemeriksaan Pemeriksaan
Keterangan
Luar Dalam

Keseluruhan kepala janin


Teraba 5/5
- dapat diraba di atas
bagian
simfisis pubis
Teraba 4/5 1/5 Bagian terbawah janin
Hodge I-II
bagian sudah masuk PAP
2/5 Bagian terbawah janin
Teraba 3/5
Hodge II-III sudah masuk rongga
bagian
panggul
3/5 bagian telah turun
Teraba 2/5 melewati bidang tengah
Hodge III (+)
bagian rongga panggul (tidak dapat
digerakkan)
Teraba 1/5 4/5 bagian telah masuk ke
Hodge III-IV
bagian dalam rongga panggul
Kepala janin tidak teraba
Teraba 0/5
Hodge IV dari luar atau
bagian

Sumber : (Asrinah, et al, 2010; 44)


c) Auskultasi
Sulistyawati & Nugraheny (2013; 74) menyatakan bahwa
auskultasi denyut jantung janin pada persalinan normal
dilakukan setiap 1 jam pada fase laten dan setiap 30 menit
pada fase aktif, pemeriksaan DJJ harus dilakukan dalam 1
menit penuh saat uterus tidak berkontraksi.
2) Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam selama persalinan sangat bermanfaat untuk
mengonfirmasi temuan di abdomen sekaligus menegakkan
diagnosis yang pasti mencakup presentasi, posisi, dan variasi janin.

93
Yang dipantau saat pemeriksaan dalam yaitu :
1) Vulva/vagina
Pemeriksaan vagina (terutama dindingnya), apakah
ada bagian yang menyempit (Sulistyawati &
Nugraheny, 2010; 73). Selain itu dikaji luka atau
massa, kondilomata, varises vulva, atau luka parut di
perineum (JNPK-KR, 2014; 43).
2) Serviks
Menurut Sulistyawati & Nugraheny (2013; 64-66) yang
perlu dikaji:
a) Keadaan
Sebelum onset persalinan, serviks
mempersiapkan kelahiran dengan berubah menjadi
lembut kemudian menipis dan membuka saat
mendekati persalinan.
b) Penipisan/effacement
Kontraksi uterus yang bersifat fundal dominan
sehingga seolah-olah serviks tertarik ke atas dan
lama kelamaan menjadi tipis. Batas antara segmen
atas dan segmen bawah rahim (retraction ring)
mengikuti arah tarikan ke atas, sehingga seolah-
olah batas ini letaknya bergeser ke atas. Panjang
serviks berkurang secara teratur sampai menjadi
sangat pendek “menipis penuh”.
c) Pembukaan/ dilatasi
Proses dilatasi dibagi menjadi 2 yaitu fase
laten (berlangsung selama kurang lebih 8 jam,
pembukaan terjadi sangat lambat sampai diameter
3 cm) dan fase aktif (berlangsung selama 7 jam
pembukaan dari 3 cm sampai pembukaan 10 cm).
Untuk serviks primipara mendatar dan menipis

94
dahulu kemudian membuka, sedangkan pada
multipara penipisan dan pembukaan terjadi dalam
waktu yang bersamaan.

3) Kulit Ketuban
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika
pembukaan hampir atau sudah lengkap. Tidak jarang
ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan sudah
lengkap (Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 66).
Menurut Marmi (2012; 144) kondisi ketuban
dinilai : U (selaput ketuban Utuh), J (selaput ketuban
pecah, air ketuban Jernih), M (air ketuban bercampur
Mekonium), D (Air Ketuban bercampur Darah), K
(Tidak ada air ketuban “Kering”)
4) Presentasi dan Point of Direction (POD)
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 32-
33) presentasi digunakan untuk menunjukan bagian
janin yang terdapat di bagian terbawah jalan lahir
sedangkan posisi menunjukan hubungan bagian janin
tertentu dengan bagian kiri, kanan, depan lintang
(lateral) dan belakang dari jalan lahir.
5) Moulage
Menurut Marmi (2012; 145) menyatakan bahwa cara
menulisnya menggunakan lambang:

0 : tulang-tulang kepala janin terpisah, sutura


dengan mudah dapat dipalpasi
1 : tulang- tulang kepala janin hanya saling
bersentuhan
2 : tulang- tulang kepala janin saling tumpang
tindih tetapi masih dapat dipisahkan

95
3 : tulang- tulang kepala janin saling tumpang
tindih dan tidak dapat dipisahkan
6) Penurunan bagian terendah
Menurut Sarwono Prawirohardjo (2010; 195)
bidang-bidang hodge ini dipelajari untuk menentukan
sampai dimanakah bagian terendah janin turun dalam
panggul dalam persalinan.

(s) Hodge I : bidang datar yang melewati bagian


atas simfisis dan promotorium
(t) Hodge II : bidang sejajar dengan bidang
hodge I terletak setinggi bagian
simfisis
(u) Hodge III : bidang sejajar dengan bidang hodge
I dan II terletak setinggi spina
iskiadika kanan dan kiri
(v) Hodge IV : bidang yang sejajar dengan bidang
hodge I, II, dan III terletak setinggi
os cocsigys.
7) Bagian Lain
Menurut JNPK- KR (2014; 44) pastikan tali pusat
dan atau bagian kecil (tangan atau kaki) tidak teraba
pada saat pemeriksaan.
8) STLD (Sarung Tangan Lendir Darah)
Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 66)
menyatakan bahwa pengeluaran lendir dan darah
mengindikasikan telah dimulainya proses persalinan.
c.Analisa
a) Diagnosa Kebidanan
Dalam bagian ini yang disimpulkan oleh bidan adalah :
Paritas dibedakan menjadi primigravida (hamil pertama kali)

96
dan multigravida (hamil kedua atau lebih), usia kehamilan
(dalam minggu), kala dan fase persalinan, keadaan janin normal
atau tidak normal (Sulistyawati dan Nugraheny, 2013; 228-229)
Ny.X umur 20-35 tahun, G≤4P≤3A0 Umur kehamilan 36-
42 minggu, janin tunggal, hidup, intrauterin, puka/puki,
presentasi kepala, inpartu kala I fisiologis.
b) Masalah
Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 229) masalah
pada ibu bersalin kala 1 yaitu takut dengan gambaran rasa sakit
selama proses persalinan, bingung dengan apa yang harus
dilakukan selama proses persalinan.

b. Penatalaksanaan
Menurut Retno Heru Setyorini (2013; 37-46), pemberian
asuhan kala I terdiri dari:
a) Penggunaan partograph
Partograph merupakan alat untuk mencatat informasi
berdasrakan observasi dan pemeriksaan fisik pada ibu dalam
persalinan dan alat penting khusus untuk membuat keputusan
klinis selama kala I.
Partograpd digunakan dalam mengamati dan mencatat kemajuan
persalinan melalui peemriksaan dalam, menentukan persalinan
berjalan normal atau tidak, pemantauan kemajuan persalinan,
kesejahteraanibu dan janin, mencatta asuhan yang diberikan
serta mengidentifikasi secara dini penyulit.
b) Memberikan dukungan persalinan
Ada lima kebutuhan seorang wanita dalam persalinan, yaitu:
- Asuhan tubuh/fisik
- Kehadiran seorang pendamping secara terus-menerus.
Menurut penelitian yang dilaukan Puspitasari (2020)

97
semakin tinggi dukungan suami dan keluarga maka semakin
rendah intensitas nyeri yang dirasakan ibu bersalin.
- Keringanan dari rasa sakit
- Penerimaan sikap dan perilakunya
- Informasi dan kepastian tentang hasil yang aman
c) Mengurangi rasa sakit
Nyeri persalinan disebabkan kontraksi Rahim, dilatasi servik
dan distensi perineum. Rasa nyeri yang terjadi saat persalinan
dapat terjadi pada daerah-daerah tertentu saja terutama disekitar
perut
Menurut Varneys midwifery, pendekatan-pendekatan untuk
mengurangi rasa sakit persalinan ialah:
- Seseorang yang dapat mendukung persalinan
- Pengaturan posisi
- Relaksasi dan latihan nafas
- Istirahat dan privasi
- Penjelasan mengenai kemajuan
- Asuhan tubuh
- sentuhan
Cara mengurangi rasa sakit:
- mengurangi sakit di sumbernya
- memberi rangsangan alternative yang kuat
- mengurangi reaksi mental, emosional, dan fisik ibu terhadap
rasa sakit
Teknik mengurangi rasa sakit:
- kehadiran yang terus-menerus, sentuhan penghiburan dan
dorongan dari orang yang mendukung.
- Perubahan posisi dan pergerakan
- Agar ibu tetap tenang dan rileks sedapat mungkin bidan
tidak mengarahkan atau mengendalikan pemilihan posisi
yang diinginkan ibu dalam persalinan. Bidan harus

98
mendukung ibu dalam pemilihan posisi apapun yang dipilih
ibu sambal menyarankan alternative hanya bila tindakan ibu
tidak efektif atau merugikan dirinya maupun bayinya.
Penelitian yang dilakukan Anisa (2019) menyatakan bahwa
relaksasi pernapasan efektif secara signifikan terhadap
pengurangan intensitas nyeri yang dialami ibu bersalin.
- Posisi persalinan terlentang atau litotomi tidak dianjurkan.
Posisi-posisi untuk persalinan, yang dianjurkan yaitu:
(1) Duduk atau setengah duduk: lebih mudah bagi bidan
untuk membimbing kelahiran kepala bayi dan
mengamati/ mendukung persalinan
(2) Merangkak: baik untuk persalinan yang menyebabkan
punggung sakit, membantu bayi melakukan rotasi,
peregangan minimal pada perineum
(3) Berjongkok atau berdiri: membantu penurunan kepala
bayi, memperbesar diameter panggul dalam hal ruang
outlet, memperbesar dorongan meneran.
(4) Berbaring miring ke kiri: memberi rasa santai bagi ibu
yang letih, oksigenasi yang baik bagi bayi, membantu
pencegahan laserasi.

- Sentuhan dan massase


(1) Tekanan kontra untuk mengurangi tegangan pada
ligament sacroiliaca
(2) Pijatan ganda pada pinggul
(3) Penekanan pada dengkul
(4) Panas buatan dan dingin buatan (superfisial)
(5) Pencelupan di dalam air
(6) Pengeluaran suara
(7) Visualisasi dan pemusatan perhatian
(8) Music

99
d) Persiapan Persalinan
(1) Menyiapkan ruangan untuk persalinan dan kelahiran bayi.
Dimanapun tempat ibu akan melahirkan pastikan upaya
pencegahan infeksi dilaksanakan sesuai dengan standard yang
ditetapkan dan ketersediaan bahan-bahan dan sarana yang
memadai. Mempersiapkan perlengkapan, bahan-bahan dan obat-
obatan yang digunakan, partus set (di dalam wadah stenlis yang
berpenutup), terdiri dari 2 klem kocher, gunting tali pusat,
benang tali pusat/ klem plastic, kateter nelaton, gunting
episiotomy, ½ kocher, 2 pasang sarung tangan DTT, kasa/ kain
kecil, kapan DTT yang sudah dikasih air DTT, spuit 2 ½ atau 3
cc dengan jarum IM sekali pakai, penghisap de lee, 4 kain
pembersih dan 3 handuk/ kain untuk mengeringkan bayi. Bahan-
bahan, antara lain: partograph, KMS ibu hamil, formulir
rujukan, pena, thermometer, pita pengukur,
fetoskop/dopler/pinard, jam yang mempunyai jarum detik,
stetoskop, tensimeter, 5 pasang sarung tangan bersih, 5 pasang
sarung tangan DTT, 1 pasang sarung tangan rumah tangga,
klorin, perlengkapan perlindungan diri, sabun cuci tangan,
detergen, sikat kuku dan gunting kuku, lembar plastic untuk alas
tempat tidur ibu saat persalinan, kantong plastic, sumber air
bersih yang mengalir, wadah untuk larutan klorin, wadah untuk
air DTT.
Persiapan resusitasi: balon resusitasi dan sungkup no 0 dan 1,
lampu sorot 60 watt.
Obat-obatan dan perlengkapan untuk asuhan rutin dan
penatalaksanaan penyulit: 8 ampul oksitosin 1 ml 10 unit (atau 4
ampul oksitosin 2 ml 10 u/ml), 20 ml lidokain 1% tanpa
epinefrin atau 10 ml lidokain 2% tanpa epinefrin dan air steril
atau cairan garam fisiologik (NS) untuk pengenceran, 3 botol
RL 500 ml, selang infus, 2 kanul IV no 16-18 G, 2 ampul metal

100
ergometrin maleat, 2 vial larutan magnesium sulfat 40% (25 gr),
6 spuit 2 1/1-3 cc steril sekali pakai dengan jarum IM, 2 spuit 5
cc steril sekali pakai dengan jarum IM, 1 spuit 10 cc steril sekali
pakai dengan jarum IM ukuran 22 panjang 4 cm atau lebih, 10
kaplet amoksilin/ampisilin 500 mg atau amoksilin/ampisilin IV
2 gr.
Set jahit: 1 spuit 10 ml steril sekali pakai dengan jarum Im
ukuran 22 panjang 4 cm atau lebih, pinset, pegangan jarum, 2-3
jarum jahit ukuran 9-11, benang kromik 1x pemakaian ukuran
2.0 dan/3.0 1 dan 1 pasang sarung tangan DTT steril, 1 kain
bersih.
(2) menyiapkan rujukan
(3) memberikan asuhan saying ibu
e) Pemenuhan kebutuhan fisik dan psikologis ibu
- Membatu ibu dalam persalinan jika tampak gelisah,
ketakutan dan kesakitan
- Jika ibu tamak kesakitan dapat memberikan dukungan
dengan membantu perubahan posisi, tidur miring ke kiri,
memijat punggung atau membasuh muka diantara
kontraksi, mengajari Teknik relaksasi dengan menarik
nafas Panjang, menahan nafasnya sebentar kemudian
dilepaskan dengan cara meniup udara ke luar sewaktu
terasa kontraksi.
- Mejaga privasi ibu dalam persalinan
- Menjelaskan mengenai kemajuan persalinan dan
perubahan yang terjadi serta prosedur tindakan dan hasil
pemeriksaan
- Memperbolehkan ibu untuk mandi dan membasuh
kemaulan steelah BAB/BAK
- Jika ibu merasa kepansan bias diatasi dengan AC jika ada,
kipas angina atau menganjurkan ibu mandi

101
- Memenuhi kebutuhan energi dan mencegah dehidrasi
- Menyarankan untuk berkemih sesering mungkin.
f) Pemantauan tanda bahaya kala I
Parameter yang diukur adalah: tekanan darah, suhu, nadi, DJJ,
kontraksi, serviks, cairan amnion, dan urine.
g) Melakukan pendokumetasian kala I
Mencatat semua asuhan, hasil pengamatan dan keputusan
klinik yang diisi di luar kolom partograph atau buat catatan
terpisah tentang kemjuan persalinan. Mencantumkan tanggal
dan wantu saat membuat catatan persalinan.

Catatan Perkembangan
1. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala II
Tanggal ............. jam................
Tabel 2.9 Teori Kala II.
Subyektif Menurut Setyorini (2013; 48), gejala dan tanda kala II
persalinan adalah :
1. Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya
kontraksi
2. Ibu merasakan adanya peningkatan tekanan pada
rectum dan/atau vaginanya.
3. Pada kala II ibu mengatakan merasa mules, kenceng
semakin kuat dan teratur serta merasa telah
mengeluarkan cairan dari jalan lahirnya. Hal ini dapat
terjadi karena dibelakang serviks terletak ganglion
sevicalis (fleksus frankenhauser), bila ganglion ini
digeser dan ditekan (oleh kepala janin), maka akan
timbul kontrasi uterus dan rasa ingin meneran.
(Sulistyawati, 2013; 234 dan 5)
Obyektif Menurut Setyorini (2013; 48) data objektif kala II
yaitu :

102
1. Ekspresi wajah pasien serta bahasa tubuh (body
language) yang menggambarkan suasana fisik dan
psikologis paisen menghadapi kala II.
2. Vulva dan anus membuka, perineum menonjol.
3. Terlihat kepala bayi melalui introitus vagina
4. Hasil pemantauan kontraksi
(1)Sangat kuat dengan durasi 60-70 detik, 2-3 menit
sekali
(2)Sangat sakit dan akan berkurang bila meneran
(3)Kontraksi mendorong kepala ke ruang panggul yang
menimbulkan tekanan pada otot dasar panggul
sehingga timbul reflek dorongan meneran
5. Hasil pemeriksaan dalam menunjukan bahwa
pembukaan serviks sudah lengkap.

Analisa N,y.X umur 20-35 tahun G≤ 4, P≤ 3, A0 UK 36-40


minggu, janin tunggal, hidup, intrauteri, puka/puki,
presentasi belakang kepala, persalinan kala II fisiologis.
Pelaksanaan 1. Mengenali gejala dan tanda kala dua, seperti: ibu
merasakan dorongan kuat dan meneran, ibu merasakan
regangan yang semakin meningkat pada rectum dan
vagina, perineum tampak menonjol, dan vulva dan
sfinghter ani membuka.
2. Menyiapkan pertolongan persalinan:
Memastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-
obatan esensial untuk menolong persalinan dan
menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir.
Untuk persiapan asfiksia: tempat tidur datar dan keras,
2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60
watt dengan jarak 60 cm dari tubuh bayi.

103
3. Mengenakan celemek plastic
4. Melepaskan dan menyimpan perhiasan yang dipakai,
mencuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir
kemudian mengeringkan tangan dengan tissue atau
handuk bersih dan kering.
5. Memakai sarung tangan DTT untuk melakukan
pemeriksaan dalam
6. Memasukkan oksitosin ke dalam tabung suntik
(menggunakan tangan yang memakai sarung tangan
DTT dans teril). Memastikan tidak terkontaminasi pada
alat suntik
7. Membersihkan vulva dan perineum, menyeka dengan
hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan
kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
8. Melakukan periksa dalam untuk memastikan
pembukaan lengkap.
9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan mencelupkan
tangan yang masih memakai sarung tangan pada larutan
klorin 0,5% kemudian melepaskan dan merendam
dalam keadaan terbalik selama 10 menit. Mencuci
kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10. Memeriksa denyut jantung janin setelah kontraksi
atau saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ
dalam batas normal (120-160 x/menit).
11. Memberitahukan ibu bahwa pembukaan sudah
lengkap dan keadaan janin baik dan membantu ibu
menemukan posisi yang nymana dan sesuai keinginan.
12. Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi
meneran (bila ada rasa ingin meneran dan terjadi
kontraksi kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau
posisi lain yang diinginkan dan memastikan ibu

104
nyaman).
13. Melaksanakan bimbingan meneran pada saat ibu
merasakan ada dorongan kuat untuk meneran.
14. Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau
mengambil posiis yang nyaman, jika belum ada
dorongan meneran dalam 60 menit.
15. Meletakkan handuk bersih untuk mengeringkan bayi
di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva
dengan diameter 5-6 cm.
16. Meletakkan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian
dibawah bokong ibu.
17. Membuka tutup set dan memperhatikan kembali
kelengkapan alat dan bahan.
18. Memakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
Lahirnya kepala:
19. Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm
membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu
tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering.
Tangan lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi
defleksi dan membantu lahirnya kepala. Menganjurkan
ibu untuk meneran perlahan sambal bernapas cepat dan
dangkal.
20. Memeriksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan
mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan
segera melanjutkan proses kelahiran bayi.
21. Menunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar
secara spontan.
Lahirnya bahu:
22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang
secara biparietal. Meganjurkan ibu untuk meneran saat
ada kontraksi. Dengan lembur gerakan kepala kea rah

105
bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah
arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal
untuk melahirkan bahu belakang.
23. Setelah kedua bahu lahir, menggeser tangan bawah ke
atas perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan
dan siku sebelah bawah. Menggunakan tangan atas
untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku
sebelah atas.
24. Setelah tubuh dan lengan lahir, menelusuri tangan
atas lalu dilanjutkan ke punggung, bokong dan kaki.
Memegang kedua mata kaki (masukkan telunjuk
diantara kaki dan memegang masing-masing mata kaki
dengan ibu jari dan jari-jari lainnya.
25. Melalukan penilaian selintas: bayi menangis kuat
dan/atau bernapas tanpa kesulitan, bayi bergerak
dengan aktif. Jika bayi kesulitan bernafas segera
melakukan tindakan resusitasi.
26. Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan
bagian tubuh lainnya kecualai telapak tangan.
27. Memakaikan bayi topi.
(Setyorini, 2013; 71-77)
Evaluasi 1. Keadaan umum bayi: menangis kuat, gerak aktif, kulit
kemerahan.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 237)

2. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala III


Tanggal ............. Jam...............
Tabel 2.10 Teori Kala III

Subjektif Wanita merasa gembira, bangga pada dirinya, lega, dan


sangat lelah (Varney, 2008; 826). Menurut Sulistyawati dan

106
Nugraheny (2013; 237) data subjektif pada persalina kala III
meliputi:
1. Pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir melalui
vagina.
2. Pasien mengatakan bahwa ari-arinya belum lahir.
3. Pasien mengatakan bahwa perut bagian bawahnya terasa
mulas.
Objektif Menurut Varney (2008; 826) tanda lepasnya plasenta :
1. Tetesan atau pancaran darah yang mendadak.
2. Pemanjangan tali pusat yang terlihat pada introitus
vagina
3. Perubahan bentuk uterus dari diskoid ke bentuk globular
sewaktu uterus sekarang berkontraksi dengan sendirinya.
4. Perubahan posisi uterus : uterus meninggi di dalam
abdomen karena bagian terbesar plasenta dalam segmen
bawah uterus atau ruang vagina atas mendesak uterus ke
atas.
Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 237) mengatakan bahwa
data objektif pada kala III persalinan yaitu :
1. Bayi lahir secara spontan pervaginam pada tanggal …,
jam …, jenis kelamin laki – laki/perempuan, normal/ada
kelainan, menangis spontan kuat, kulit warna
kemerahan.
2. Plasenta belum lahir.
3. Tidak teraba janin kedua.
4. Teraba kontraksi uterus.
Assesment Ny.X umur 20-35 tahun G≤4P≤3A0 dalam persalinan
kala III fisiologis.
Pelaksanaan 1. Memeriksa kembali perut ibu untuk memastikan tidak ada
bayi lain di uterus (hamil tunggal).
2. Memberitahu ibu bahwa penolong akan menyuntikkan

107
oksitosin (agar uterus berkontraksi dengan baik).
3. Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikkan
oksitosin 10 unit (IM di 1/3 paha atas distal lateral)
dengan melakukan aspirasi sebelum menyuntikkan
oksitosin.
4. Dengan menggunakan klem, menjepit tali pusat (dua
menit setelah bayi lahir pada sekitar 3 cm dari pusar
(umbilicus) bayi. Dari sisi luar klem penjepit, dorong isi
tali pusat kea rah distal (ibu) dan melakukan penjepitan
kedua pada 2 cm distal dari klem pertama.
5. Memotong dan mengikat tali pusat. Lalu dengan satu
tangan, mengangkat tali pusat yang telah dijepit kemudian
melakukan pengguntingan tali pusat (lindungi perut bayi)
antara 2 klem tersebut. Mengikat tali pusat dengn benang
DTT/ steril pada satu sisi kemudian melingkarkan
kembali benang ke sisi berlawanan dan melakukan ikatan
kedua menggunakan benang dengan simpul kunci.
6. Menempatkan bayi untuk melakukan kontak kulit ibu ke
kulit bayi. Meletakkan bayi dengan posisi tengkurap di
dada ibu. Meluruskan bahu bayi sehingga bayi menempel
dengan baik di dinding dada-perut ibu. Mengusahakan
kepala bayi berada di antara oayudara ibu dengan posisi
lebih rendah dari putting payudara ibu.
7. Menyelimuti ibu dan bayi dengan kain hangat dan
memasang topi di kepal bayi.
8. Memindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10
cm dari vulva.
9. Meletakkan satu tangan di atas kain pada perut ibu, di tepi
atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain
menegangkan tali pusat.
10. Setelah uterus berkontraksi, menegangkan tali pusat kea

108
rah bawah sambal tangan yang lain mendorong uterus kea
rah belakang-atas (dorso kranial) secara hati-hati untuk
mencegah inversion uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah
30-40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan
menunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi
prosedur di atas. Jika uterus tidak berkontraksi, minta ibu
atau keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu.
Mengeluarkan plasenta
11. Melakukan penegangan dan dorongan dorso-kranial
hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambal
penolong menarik tali pusat dengan arah sejajar lantai dan
kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir (tetap
lakukan tekanan dorso-kranial).
Jika tali pusat bertambah panjang, memindahkan klem
hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan melahirkan
plasenta.
Jika plasenta tidak bertambha panjang setelah 15 menit
menengangkan tali pusat: memberikan dosis ulang
oksitosin 10 unit IM, melakukan kateterisasi (aseptic) jika
kandung kemih penuh, minta keluarga untuk menyiapkan
rujukan, mengulangi penegangan tali pusat 15 menit
berikutnya, segera merujuk jika plasenta tidak lahir dalam
30 menit setelah bayi lahir, dan bila terjadi perdarahan
maka melakukan plasenta manual.
12. Saat plasenta muncul di introitus vagina, melahirkan
plasenta dengan kedua tangan. Memegang dan memutar
plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian
melahirkan dan menempatkan plasenta pada wadah yang
telah disediakan.
Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan DTT
atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput

109
kemudian menggunakan jari-jari tangan atau klem DTT
atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang
tertinggal
Rangsangan taktil
13. Segera setalah plasenta dan selaput ketuban lahir,
melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di
fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar
secara lembut hingga uterus berkontraksi (fundus teraba
keras)
Melakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak
berkontraksi setelah 15 detik melakukan rangsangan
taktil/masase.
Menilai perdarahan
14. Memeriksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun
bagian janin dan memastikan selaput ketuban lengkap dan
utuh. Memasukkan plasenta ke dalam kantung plastic atau
tempat khusus.
15. Melakukan evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina
dan perineum.
Evaluasi Hasil Asuhan Persalinan Kala III :
Plasenta lahir spontan lengkap pada tanggal ..., jam ....
Kontraksi uterus : baik/tidak. TFU berapa jari di bawah pusat.
Perdarahan : sedikit/sedang/banyak. Laserasi jalan lahir :
ada/tidak. Kondisi umum pasien. Tanda vital pasien
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 239).

3. Asuhan Kebidanan Persalinan Kala IV


Tanggal : ............. Jam : ...............
Tabel 2.11 Teori Kala IV

Subyektif Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 239) data

110
subjektif persalinan kala IV meliputi :
1. Pasien mengatakan bahwa ari-arinya telah lahir.
2. Pasien mengatakan perutnya mulas.
3. Pasien mengatakan merasa lelah tapi bahagia.
Obyektif Menurut Sulistyawati dan Nugraheny (2013; 239) data
objektif persalinan kala IV yaitu :
1. Plasenta telah lahir spontan lengkap pada tanggal …,
jam …
2. TFU berapa jari diatas pusat.
3. Kontraksi uterus :baik/tidak.
Assesment Ny.X umur 20-35 tahun P≤4A0 dalam persalinan kala IV
fisiologis.
Pelaksanaan 1. Memastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak
terjadi perdarahan pervaginam.
2. Membersihkan perineum dengan kassa sebelum
dilakukan hecting.
3. Menyuntikkan lidokain pada laserasi.
4. Melakukan penjahitan perineum.
5. Membersihkan baadan ibu menggunkaan air DTT.
Membersihkan sisa cairan ketuban, lender dan darah.
Membantu memakai pakaian yang bersih dan kering.
6. Menempatkan semua peralatan bekas pakai dalam
larutan klorin 0,5 % untuk dekontaminasi selama 10
menit. Mencucui dan bilas peralatan setelah
didekontaminasi.
7. Membantu ibu dengan memakaikan pakaian bersih dan
kering serta pembalut maternity, mengatur ibu ke
posisi nyaman.
8. Melakukan penimbangan atau pengukuran bayi,
memberi tetes mata antibiotic profilaksis, dan vitamin
K1 1 mg IM di paha kiri anterolateral setelah 1 jam

111
kontak kulit ibu-bayi.
9. Melanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah
perdarahan per vaginam:
2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
Setiap 20-30 menit pada 1 jam kedua pasca persalinan
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan
asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri
10. Mengajarkan ibu atau keluarga cara melakukan masase
uterus dan menilai kontraksi
11. Mencuci alat dan membuang bahan-bahan yang
terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
Melakukan sterilisasi alat.
12. Memastikan ibu merasa nyaman, membantu ibu
memberikan ASI dan menganjurkan ibu tidak
memiliki pantangan terhadap makanan.
13. Mengevaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah
KALA I :....................cc
KALA II :....................cc
KALA III :....................cc
KALA IV :....................cc

Jumlah.................................cc
14. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir
kemudian mengeringkan dengan tissue atau handuk
yang kering dan bersih.
15. Melengkapi partograph depan belakang, memeriksa
tanda vital dan asuhan akla IV.
(Setyorini, 2013; 79-81)
Evaluasi Hasil akhir dari asuhan persalinan kala IV normal adalah
pasien dan bayi dalam keadaan baik, yang ditunjukan

112
dengan stabilitas fisik dan psikologis pasien. Kriteria dari
keberhasilan ini adalah sebagai berikut:
1. Tanda vital pasien normal
2. Perkiraan jumlah perdarahan total selama persalinan
tidak lebih dari 500 cc
3. Kontraksi uterus baik
4. IMD berhasil
5. Pasien dapat beradaptasi dengan peran barunya.
(Sulistyawati & Nugraheny, 2010; 241)
.

113
DAFTAR PUSTAKA
1. Marmi. Intranatal Care Asuhan Kebidanan Pada Persalinan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar; 2016.

2. Marmi. Asuhan Kebidanan Pada Masa Antenatal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar;


2017.

3. Eniyati & Melisa. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. . Yogyakarta.: Pustaka
Pelajar; 2012.

4. Rukiyah et al. Asuhan Kebidanan II Persalinan. Revisi. Jakarta: TIM; 2009.

5. Manuaba IAC, IB dan IG. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan KB untuk
Pendidikan Bidan. Edisi kedua. Jakarta: EGC; 2010.

6. Sumarah. Perawatan Ibu Bersalin : Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin.


Yogyakarta: Fitramaya; 2009.

7. Aprillia Y. Siapa Bilang Melahirkan Itu Sakit. Yogyakarta: ANDI; 2011.

8. Nurasiah A& RA. Asuhan Persalinan Normal Bagi Bidan. 2012;

9. Safitri J dkk. Terapi Relaksasi (Napas Dalam) dalam Mengurangi Nyeri


Persalinan. Jurnal Dunia Kesmas. 2020;9(3):365–70.

10. Bingan ECS. Pengaruh Teknik Massase Effleurage Terhadap Tingkat Nyeri Pada
Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif. Midwifery Care Journal. 2020;1(5):115–21.

11. Manalu AB dkk. Pengaruh Rangsangan Puting Susu Terhadap Waktu Kelahiran
Plasenta Pada Ibu Bersalin Kala Iii Di Klinik Menta Kecamatan Patumbak
Kabupaten Deli Serdang Tahun 2019. Jurnal Penelitian Kesmas. 2019;2(1):100–4.

12. Kristianingrum DY. Pengaruh Rangsangan Puting Susu Dengan Pembukaan


Serviks Pada Persalinan Kala 1 Fase Aktif (Studi Di Kamar Bersalin RSUD
Jombang). Jurnal Kebidanan. 2020;10(1):51–5.

13. Rahmadhayanti EDIK. Pengaruh Pemberian Rangsangan Puting Susu Terhadap


Lama Kala III Pada Ibu Bersalin. Jurnal Ilmiah Multiscience Kesehatan.
2018;9(2):288–197.

14. Ginting DY. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu
Postpartum. Jurnal Kebidanan Kestra. 2020;2(1):194–8.

15. Walyani ES P te. Asuhan Kebidanan Persalinan dan BBL. 2016.

114
16. Rukiyah AY dkk. Asuhan Kebidanan II Persalinan. Jakarta: CV. Trans ; 2012.

17. Dewi VNL. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta: Salemba Medika;
2011.

18. Kemenkes RI. Buku Saku Pelayanan Neonatal Esesensial. Jakarta: Kemenkes RI;
2010.

19. Prawiroharjo. . Ilmu Kandungan Prawirohardjo. Jakarta: Bina Pustaka; 2011.

20. Widatiningsih S, & DCHT. Praktik Terbaik Asuhan Kehamilan. Yogyakarta:


Trans Medika; 2017.

21. Sulistyawati A& EN. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin. Jakarta: Salemba
Medika; 2010.

22. Varney dkk. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007.

23. Sulistyawati A NE. Asuhan Kebidanan Pada Ibu Masa Kehamilan . Cetakan Ke-6.
Jakarta: Salemba Medika; 2014.

24. Romauli S. Buku Ajar Asuhan Kebidanan I Konsep Dasar Asuhan Kebidanan.
Yogyakarta: Nuha Medika; 2011.

25. Maryunani A. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Trans


Info Medika; 2013.

26. Astuti P. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Ibu I (Kehamilan). Yogyakarta: Rohima
press; 2012.

115

Anda mungkin juga menyukai