Anda di halaman 1dari 121

UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

STRATEGI PENGENDALIAN CACINGAN PADA BALITA


DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN STUNTING DI
KABUPATEN YALIMO PAPUA TAHUN 2020

TESIS

Oleh :
NAMA : DEVI HERLIANI
NPM : 186070047

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA 2020

1
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

STRATEGI PENGENDALIAN CACINGAN PADA BALITA


DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN STUNTING DI
KABUPATEN YALIMO PAPUA TAHUN 2020

Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh


Magister Kesehatan Masyarakat

Oleh :
NAMA : DEVI HERLIANI
NPM : 186070047

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA
JAKARTA 2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Proposal Tesis : STRATEGI PENGENDALIAN CACINGAN PADA


BALITA DALAM UPAYA PENCEGAHAN KEJADIAN
STUNTING DI YALIMO TAHUN 2020

Nama : Devi Herliani

NPM : 186070047

Proposal Tesis ini di ajukan dihadapan Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Pascasarjana Universitas Respati Indonesia.

Jakarta 29 Agustus 2020

Dr.Cicilia Windiyaningsih,SKM,M.Kes Dr.Ignatius A wirawan Nugrohadi,SE.Msi

Pembimbing I Pembimbing II

Penguji

Dwi Martanti,SKM.M.Kes

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Program Magister

Dr. Atik Kridawati, ST, M.Kes


PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Devi Herliani
NPM : 186070047
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tesis yang berjudul STRATEGI
PENGENDALIAN CACINGAN PADA BALITA DALAM UPAYA
PENCEGAHAN STUNTING DI KABUPATEN YALIMO TAHUN 2020 , kecuali
jika dalam pengutipan substansi disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan
pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggungjawab atas
keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan tesis ilmiah yang harus dijunjung
tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan
paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata
dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Jakarta, 29 Agustus 2020


Yang menyatakan,

materai
Devi Herliani
NPM: 186070047

iii
PERNYATAAN ORISINALITAS

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Strategi Pengendalian
Cacingan Pada Balita Dalam Upaya Pencegahan Kejadian Stunting Di
Kabupaten Yalimo Papua Tahun 2020 adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Universitas
Respati Indonesia

Jakarta 29 Agustus 2020

Devi Herliani
NPM: 186070047
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
(Hasil Karya Perorangan)

Sebagai civitas akademik Universitas Respati Indonesia, saya yang bertanda tangan
di bawah ini:
Nama : Devi Herliani
NPM : 186070047
Program Studi : Kesehatan Masyarakat Program Magister
Peminatan : Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Jenis Karya : Tesis
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada
Universitas Respati Indonesia hak bebas Royalti Non-Eksklusif (non-exclusive
royalty free right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Strategi Pengendalian
Cacingan Pada Balita Dalam Upaya Pencegahan Kejadian Stunting Di
Kabupaten Yalimo Papua Tahun 2020, beserta softcopy (CD) dan perangkat yang
ada (bila diperlukan).
Dengan hak bebas Royalti Non-Eksklusif ini Universitas Respati Indonesia berhak
menyimpan, mengalih media/formatkan, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data
dan menampilkannya (database), mendistribusikannya dan menampilkan/
mempublikasikan di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu
meminta ijin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/
pencipta dan sebagai pemilik hak cipta. Segala bentuk tuntutan hokum yang timbul
atas pelanggaran hak cipta dalam karya ilmiah ini menjadi tanggung jawab pribadi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Jakarta 29 Agustus 2020

Devi Herliani
NPM: 186070047

v
© Hak Cipta Milik Universitas Respati Indonesia, Tahun 2020
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh tesis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
Universitas Respati Indonesia.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh tesis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin Universitas Respati Indonesia.
RIWAYAT HIDUP

Nama : Devi Herliani


NPM : 186070047
Email : devimakaluas@gmail.com
Riwayat Pendidikan
Sarjana (S1) : Fakultas kedokteran UKRIDA

S2 : Magister Kesehatan Masyarakat URINDO


Pekerjaan : PNS Kabupaten Yalimo Papua
Pelatihan/Workshop/Training yang
pernah diikuti : 1. ATLS
2. Hiperkes Kemnaker

3. PONED

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah memberikan hikmat Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Tesis ini
dengan judul “Strategi Pengendalian Cacingan Pada Balita Dalam Upaya
Pencegahan Kejadian Stunting di Kabupaten Yalimo Tahun 2020”.

Dalam penyusunan Tesis ini penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, tetapi berkat bantuan, bimbingan dan
arahan dari berbagai pihak, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. drg. Tri Budi W. Rahardjo, MS selaku Rektor Universitas Respati
Indonesia (URINDO)
2. Dr. Ign. A. Wirawan Nugrohadi, SE, M.Si selaku Dekan Fakultas Pascasarjana
Universitas Respati Indonesia (URINDO) sekaligus Pembimbing II.
3. Dr. Atik Kridawati,ST,M.Kes selaku Ketua Program Kesehatan Masyarakat
Universitas Respati Indonesia (URINDO) yang telah memberikan bimbingan dan
arahan dalam penyelesaian Tesis ini.
4. Dr. Cicilia Windiyaningsih, SMIP, SKM, M.Kes selaku Pembimbing I yang
selalu mendukung dan memotivasi dengan luar biasa sehingga penelitian Tesis
ini dapat selesai.
5. Dwi Martanti, SKM, M.Kes selaku penguji dalam penyelesaian tesis ini.
6. Para Dosen Universitas Respati Indonesia khususnya Dosen Fakultas
Pascasarjana yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
7. Para staf Universitas Respati Indonesia khususnya staf Fakultas Pascasarjana
yang telah banyak membantu dalam penyelesaian tesis ini.
8. Kedua orangtuaku Mama, Bapa, adik tercinta, dan anak-anak serta keluargaku
yang telah memberikan doa, dorongan moril, materiil, dan spiritual.
9. Teman – teman Program Kesehatan Masyarakat yang telah memberikan
semangat dan dukungan moril dan spiritual.
10. Semua pihak yang telah membantu, peneliti ucapkan terimakasih atas kerjasama
dan dukungannya sehingga penyusunan Tesis ini dapat terselesaikan dengan
baik.

Akhirnya peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun


untuk perbaikan Pada Penelitian selanjutnya ini.

Jakarta, 29 Agustus 2020

Penulis
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM MAGISTER
FAKULTAS PASCASARJANA
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

Tesis, Agustus 2020

JUDUL

xv + 99 halaman + 28 tabel + 11 gambar + 6 lampiran

ABSTRAK

Latar belakang:Sumber daya manusia merupakan salah satu modal dasar Kesuksesan
sebuah negara. Stunting menjadi Issu yang mendesak untuk diselesaikan karena berdampak
pada kualitas sumber daya manusia Indonesia di masa depan. Penyakit Infeksi merupakan
salah satu penyebab langsung dari kejadian Stunting dan Kecacingan merupakan salah satu
penyakit infeksi yang sering diabaikan padahal dampak nya mempengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan Balita. Sehingga penanganan Cacingan perlu upaya yang komprehensif
untuk dapat mereduksi Cacingan. Dengan sudah di buatnya regulasi oleh Kementrian
Kesehatan dapat menjadi pedoman Strategi dalam Pengendalian Cacingan di Kabupaten
Yalimo Papua. Studi ini bertujuan untuk mengetahui upaya yang dilakukan Pemerintah
Daerah Kabupaten Yalimo dalam Pengendalian Cacingan sehingga didapatkan strategi
Pengendalian Cacingan sesuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan NO. 15 Tahun 2017 di
Kabupaten Yalimo,Papua. Metode Penelitian yang di gunakan adalah pendekatan kualitatif
deskriptif yang bersifat subjektif dari sudut pandang Informan, Pengumpulan data dilakukan
dengan Indepth Interview untuk mendapatkan data dasar upaya yang dilakukan Pemerintah
Daerah dan dianalisa dengan SWOT. Hasil Penelitian menunjukkan bawa berjalannya
Program Pengendalian Cacingan di Kabupaten Yalimo belum di landasi oleh Strategi
Kebijakan Kemetrian Kesehatan No.15 Tahun 2017 yang dikeluarkan Pemerintah Pusat
sehingga Program Cacingan ini belum secara maksimal sehingga di butuhkan penetapan
strategi pengendalian Cacingan pada Balita Dalam Upaya pencegahan Kejadian Stunting di
Kabupaten Yalimo, Papua.
Kata Kunci : Upaya, Pengendalian, Cacingan,strategi,

Daftar Pustaka : 23 (2002-2019)

ix
MASTER PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
POSTGRADUATE FACULTY
UNIVERSITAS RESPATI INDONESIA

Thesis, Agust, 2020

JUDUL

xv + 99 pages + 28 tabels + 11 picture + 6 appendix

ABSTRACT

Background: Human resources are one of the basic assets for the success of a country.
Stunting is an urgent issue to be resolved because it has an impact on the quality of
Indonesia's human resources in the future. Infectious diseases are one of the direct
causes of the incidence of stunting and worms are one of the most neglected infectious
diseases, even though their impact affects the growth and development of toddlers. So
that the handling of intestinal worms requires a comprehensive effort to reduce worms.
With the regulation made by the Ministry of Health it can be used as a strategy guide
for Worms Control in Yalimo Regency, Papua. This study aims to determine the efforts
made by the Regional Government of Yalimo Regency in controlling worms so that a
worm control strategy is obtained in accordance with the Minister of Health Regulation
NO. 15 of 2017 in Yalimo Regency, Papua. The research method used is a qualitative
descriptive approach which is subjective from the informant's point of view. Data
collection was carried out by in-depth interviews to obtain basic data on efforts made
by the local government and analyzed by SWOT. The results showed that the
implementation of the Worms Control Program in Yalimo Regency has not been based
on the Ministry of Health Policy Strategy No.15 of 2017 issued by the Central
Government so that the Worms Program has not been maximized so that it is necessary
to determine a worming control strategy in toddlers in an effort to prevent stunting in
Yalimo Regency, Papua.

Keywords: Effort, Control, Worms, strategy,

References : 23 (2002-2019)
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ................................................ iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ v
HAK CIPTA ................................................................................................... vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... viii
ABSTRAK ...................................................................................................... ix
ABSTRACT .................................................................................................... x
DAFTAR ISI.................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ........................................................................................... xiii
DAFTAR GAMBAR/SKEMA ....................................................................... xiv
DAFTAR SIMBOL/SINGKATAN ................................................................ xv
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... xvii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1


1.1 Latar Belakang Penelitian .................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 5
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 6
1.4.1.Manfaat Teoritis ......................................................................... 6
1.4.2 Manfaat Praktis .......................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup ................................................................................... 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................... 8


2.1 Definisi Stunting ................................................................................. 8
2.2 penyebab Stunting .............................................................................. 8
2.3 Diagnosis dan Kategori Stunting ........................................................ 9
2.4 Dampak Akibat Stunting .................................................................... 9
2.4.1 Periode Jangka Pendek .............................................................. 10
2.4.2 Periode Jangka Panjang ............................................................. 10
2.5 Pemeriksaan Antopometri .................................................................. 10
2.5.1 Umur .......................................................................................... 10
2.5.2 Tinggi Badan ............................................................................. 11
2.6 Pencegahan Stunting ........................................................................... 11
2.7 Definisi Infeksi Kecacingan ................................................................ 13
2.8 Jenis Cacing yang sering menginfeksi manusia ................................. 13
2.9 Dampak Infeksi Kecacingan Terhadap Kesehatan ............................. 18
2.10 Kebijakan Pengendalian Kecacingan ................................................ 19
2.11 Kebijakan Peraturan Pemerintah Daerah Yalimo ............................. 25
xi
2.12 Penelitian Terdahulu yan Relevan .................................................... 25

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 31


3.1 Desain Penelitian ................................................................................ 31
3.2 Fokus Penelitian .................................................................................. 31
3.3 Subjek Penelitian ................................................................................ 31
3.4 Pemilihan Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ....................... 32
3.5 Teknik Pengambilan Data dan Analisis Data ..................................... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................... 44


4.1 Profil Kabupaten Yalimo, Papua ........................................................ 46
4.2 Upaya Dinas Kesehatan ...................................................................... 50
4.3 Strategi Pengendalian Cacingan ......................................................... 51
4.4. Penetapan Isu Aktual ......................................................................... 53
4.5 Identifikasi Faktor Eksternal dan Internal .......................................... 57
4.6 Memilih dan Menetapkan Faktor Kunci Keberhasilan ....................... 65
4.7 Evaluasi Penilaian Faktor Internal dan Faktor Eksternal.................... 77
4.8 menetapkan Faktor Kunci Keberhasilan ............................................. 81
4.9 Matriks Formulasi Strategi SWOT ..................................................... 83
4.10 penetapan Strategi ............................................................................. 83
4.10.1 Kegiatan Pokok, dan Rincian Kegiatan Pengendalian
Cacingan Sesuai Peraturan Menteri Kesehatan No. 15
Tahun 2017 ............................................................................ 84

BAB V PEMBAHASAN ................................................................................ 92


5.1 Analisis Upaya Pemda Yalimo Menanggulangi Infeksi
Cacingan ........................................................................................... 97
5.2 Analisis Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan
Ancaman....................................................................... ..................... 97
5.3 Analisis Strategi dan Komitmen Kegiatan Pemerintah ...................... 100
5.4 Perbandingan Penelitian di Tempat Lain ............................................ 103

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 106


6.1 Kesimpulan ........................................................................................ 106
6.2 Saran....................................................................... ........................... 108

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Memilih Isu Prioritas ....................................................................... 33


Tabel 3.2 USG ................................................................................................. 33
Tabel 3.3 Matriks IFE ...................................................................................... 34
Tabel 3.4 Matriks EFE ..................................................................................... 35
Tabel 3.5 QSPM .............................................................................................. 39
Tabel 3.6 Sasaran Kegiatan pengendalian Kecacingan ................................... 40
Tabel 3.7 Analisis strategi Pengendalian Kecacingan ..................................... 41
Tabel 3.8 Rencana Kinerja tahun 2020, Upaya Pengendalian Kecacingan ..... 42
Tabel 3.9 Tujuan, Sasaran, Strategi ................................................................. 43
Tabel 3.10 Rencana Kinerja tahunan Tahun 2020 Upaya pengendalian
Kecacingan..................................................................................... 43
Tabel 4.1 Koding Sumber dan Hasil Wawancara ............................................ 44
Tabel 4.2 Penetapan Kriteria Isu/masalah ....................................................... 54
Tabel 4.3 Pemilihan Isu/masalah Aktual Prioritas ........................................... 56
Tabel 4.4 Identifikasi Faktor Internal Dinas Kesehatan Kabupaten Yalimo ... 60
Tabel 4.5 Identifikasi Faktor Internal Dinas Kesehatan kabupaten Yalimo .... 64
Tabel 4.6 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal Informan 1............... 66
Tabel 4.7 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal Informan 2............... 68
Tabel 4.8 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal Informan 3............... 69
Tabel 4.9 Hasil Penelitian Komparasi Urgensi Faktor Internal ....................... 70
Tabel 4.10 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal informan 1 .......... 72
Tabel 4.11 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal informan 2 .......... 73
Tabel 4.12 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal Informan 3 .......... 74
Tabel 4.13 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal ............................. 75
Tabel 4.14 Matriks Strategi Program Pengendalian Cacingan SWOT ............ 83
Tabel 4.15 Kegiatan Pokok Pengendalian Kecacingan ................................... 85
Tabel 4.16 Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kegiatan Tahun 2020 ..................... 86
Tabel 4.17 Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2020 Pengendalian Kecacingan
Kabupaten Yalimo Papua .............................................................. 87
Tabel 4.18 Rencana Tahunan Kegiatan Pengendalian Cacingan..................... 91

xiii
DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Masalah Gizi ....................................................... 9


Gambar 2.2 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang) ........................................ 14
Gambar 2.3 Siklus Penularan Ascaris Lumbricoides (Cacing Gelang) ........... 15
Gambar 2.4 Siklus Penularan Cacing Tambang .............................................. 17
Gambar 2.5 Cacing Cambuk (Trichuristrichiura) dewasa ..................................... 18
Gambar 2.6 Dampak Cacingan ..................................................................... 19
Gambar 2.7 Kebijakan Dalam Pengedalian Kecacingan ............................. 29
Gambar 2.8 Kerangka Konsep Pengendalian Kecacingan dalam
Upaya Pencegahan Stuinting .................................................... 30
Gambar 3.1 Diagram TOWS ......................................................................... 39
Gambar 4.1 Bagan Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kabupatem
Yalimo ........................................................................................ 49
Gambar 4.2 Peta Posisi Strategi Program ..................................................... 82
DAFTAR SIMBOL/SINGKATAN

1. SSGBI : Survei Status Gizi Balita Indonesia

2.WHO : World Health Organization

3. STH : Soil Transmited Heliminth

4. RisKesDas : Riset Kesehatan Dasar

5. PHBS : Prilaku Hidup Bersih dan Sehat

6. RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah

7. RenStra : Rencana Strategis

8. PerMenKes : Peraturan Mentri Kesehatan

9. POPM : Pemberian Obat Pencegahan Masal

10. BTKL : Balai Tehnik Kesehatan Lingkungan

11. BOK : Bantuan Oprasional Kesehatan

12. POSYANDU : Pos Pelayanan Terpadu

13. FGD : Focus Group Discussion

14. USG : Urgency, seriousness,Growth

15. SWOT : Strenght Weakness Opportunity Threats

16. BB : Berat Badan

17. TB : Tinggi Badan

18. U : Umur

19. HPK : Hari Pertama Kehidupan

20. ANC : Ante Natal Care

21. IMD : Inisiasi Menyusui Dini

22. ASI : Air Susu Ibu

23. Balita : Bawah Lima Tahun

xv
24. KIA : Kesehatan Ibu dan Anak

25. Promkes : Promosi Kesehatan

26. CTPS : Cuci Tangan Pakai Sabun

27. APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

28. APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

29. PMK : Peraturan Menteri Kesehatan

30. PHBS : Perilaku Hidup Bersih dan Sehat


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)

Lampiran 2. Inform Konsen Indepth Interview I-VII

Lampiran 3. Jawaban Indepth Interview I-VII

Lampiran 4. Analisis SWOT Faktor Internal

Lampiran 5. Analisis SWOT Faktor Eksternal

Lampiran 6. FOTO Saat indepth dan personil Dinkes Kabupaten Yalimo

xvii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi dalam jangka waktu yang
panjang yang di tandai dengan tinggi anak tidak sama dengan anak seusianya dan
menghambat pertumbuhan otak serta berpengaruh terhadap perkembangannya di
masa yang akan datang di sebabkan permasalahan multidimensi dimana akar
masalahnya berawal dari komitmen Pemerintah terhadap Pembangunan ekonomi,
politik sosial, dan budaya. Pada Penelitian yang di lakukan dubois el, 2012 bahwa
Faktor genetik pada saat lahir mempengaruhi sangat kecil tehadap pertumbuhan
tinggi badan anak (hanya sekitar 4,8%-7,9% pada wanita) sebaliknya pengaruh
faktor lingkungan pada saat lahir ternyata sangat besar (sekitar 74,2%-87,3% pada
wanita), hal ini membuktikan bahwa pertumbuhan dan perkembangan anak pada
awal kehidupan di pengaruhi oleh lingkungan yang mendukung(Wisnubrata, 2017).
Data menurut Global Nutrition Report tahun 2018 di temukan 22,2% setara
dengan 150,8 juta Populasi Balita di Dunia mengalami masalah gizi
Stunting(UNICEF/WHO/World Bank Group, 2018). Angka Stunting Nasional tahun
2019 menurut data Suvei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) yaitu
27,67(Kesehatan & Indonesia, 2019) penurunan angka stunting nasional merupakan
suatu prestasi yang signifikan bila di bandingkan dengan data riset kesehatan dasar
tahun 2018 dimana angka Balita yang mengalami stunting 30,8%, (Kemenkes RI,
2018) sedangkan angka Balita Stunting di Papua Tahun 2019 adalah 27.9% (Dinkes
Provinsi Papua). Pencapaian angka stunting tersebut merupakan hasil yang baik,
namun angka standar batas normal WHO untuk Balita yang mengalami stunting
adalah 20% atau seperlima dari jumlah total Balita.
Penyebab langsung stunting menurut para ahli adalah riwayat penyakit
infeksi salah satunya adalah infeksi kecacingan. Dimana infeksi kecacingan ini juga
menjadi permasalahan di dunia menurut data WHO sekitar 1,5 Milyar penduduk
terinfeksi cacingan. Infeksi cacing yang sering di temukan dalam tubuh manusia
adalah AscarisLubricoides, NecatorAmericanus, Ancylostomaduodenale, dan
1
Trichuristrichura , dimana sumber penularannya melalui kontak dengan telur
ataupun larva aktif yang berkembang di tanah sehingga dinamakan Soil Transmitted
Helmint (STH) (Lutfi Mairizal, 2017). Infeksi kecacingan sering di abaikan
(neglected tropical diseases) karena membutuhkan jangka waktu yang panjang dan
investasi yang besar untuk dapat menyebabkan kesakitan bahkan kematian, tanpa
disadari adanya infeksi kecacingan akan memberikan banyak kerugian diantaranya
kekurangan makro dan mikro nutrient pada penderita dan seringkali infeksi
kecacingan ini sulit terdiagnosa dan gejala klinis yang jelas atau tidak sama sekali.
Menurut penelitian Parasit ini di temukan pada pemeriksaan tinja rutin (Sutanto et
al., 2008). Prevalensi kecacingan pada anak di seluruh Indonesia pada usia 1-6 tahun
atau usia 7-12 tahun berada pada tingkat yang tinggi yakni 30% hingga 90%
(RISKESDAS, 2018). Sehingga data ini menguatkan bahwa infeksi kecacingan
termasuk dalam sepuluh besar penyakit anak di Indonesia. Stunting dan infeksi
kecacingan di sebabkan oleh multi faktor, salah satunya masalah lingkungan yang
merupakan penyebab utama dari kejadian stunting dan infeksi kecacingan. Sehingga
masalah stunting dan infeksi kecacingan banyak ditemukan di daerah dengan tingkat
ekonomi sosial yang rendah dengan sanitasi yang buruk dan lingungan yang tidak
sehat. Menurut Pedoman Kebijakan Penanggulangan Cacingan Kementeriaan
Kesehatan RI Tahun 2017 Prevalensi Cacingan bervariasi 2,5%-62%, pada umumnya
pada golongan ekonomi yang rendah dengan perilaku hidup sehat yang minim(Psa,
2017). Faktor-faktor risiko penyebab tingginya prevalensi penyakit cacingan sangat
bervariasi di setiap daerah namun Faktor PHBS dan ketersediaan sanitasi yang layak
mempunyai pengaruh yang besar (Umar, 2008). Perilaku tidak menjaga kebersihan
kuku, tidak mencuci tangan saat mau memasak, jajan sembarang, tidak mencuci
tangan saat mau makan dan setelah buang air besar, Kebiasaan Buang Air Besar
tidak pada jamban sehingga dapat mencemari tanah yang terkontaminasi dengan
telur cacing yang infektif dapat menjadi sumber penularan (Astuty et al., 2012).
Saat ini akan dilaksanakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJMN) tahun 2020-2024 dan juga Rencana Strategis (Renstra) Kementrian
kesehatan tahun 2020-2024. Tahun 2020 ini merupakan tahun pertama yang akan di
fokuskan pada lima masalah kesehatan dimana salah satu fokus utamanya adalah
masalah percepatan penurunan Stunting, dengan arah Kebijakan Pembangunan
3

Kesehatan pada upaya peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan dengan
pendekatan promotif dan preventif (bapenas.go.id, 2019). Sebagai salah satu upaya
Percepatan penurunan stunting yang dilakukan pemerintah adalah Penanganan
stunting terintegrasi salah satunya terkait dengan penurunan infeksi cacingan.
Pemerintah Pusat juga menerbitkan PERMENKES No.15 Tahun 2017 Tentang
pengendalian Cacingan, dimana pemerintah pusat juga mengharapkan pemerintah
daerah menjadikan program pengendalian cacingan dalam prioritas program.
Prevalensi cacingan dapat menjadi gambaran bagaimana tingkat kesehatan
lingkungan di suatu daerah, dimana Pemerintah Pusat menetapkan prevalensi
cacingan di kabupaten/kota dibawah 10%. Pengendalian faktor resiko penularan
infeksi kecacingan maka perlu adanya kordinasi di setiap sektor yang berkaitan
sehingga dalam kebijakan yang di buat pemerintah selalu menekankan kerja
sama di lintas sektoral dalam program pengendalian kecacingan yaitu
program promosi kesehatan, surveilens kecacingan, pengendalian faktor
resiko, penanganan penderita dan POPM cacingan.
Penelitiaan Infeksi Kecacingan ini pernah di lakukan di Kabupaten Kerom,
Provinsi Papua di dapat Jumlah kasus kecacingan yang di temukan di daerah ini pada
tahun 2011 sekitar 599 kasus. Sejalan dengan Penelitiaan Martila, Samuel Sandi dan
Nopita Paembonan (2015) menjukkan tingginya prevalensi cacingan di SDN
Abepura Jayapura,Papua yaitu 50% anak sekolah dasar terinfeksi cacing. Menurut
data BTKL Ambon Tahun 2018 dilakukan survey kecacingan di tiga Kabupaten Kota
di Papua dan di dapati masing-masing prevalensi nya adalah Kabupaten Supiori
(45,30%), Kabupaten Jayapura (24,30%), dan Kabupaten Bovendigul (32,90%).
Artinya di daerah Papua yang diperiksa prevalensi Kecacingan masih di atas rata-rata
10% yang di harapkan pemerintah pusat. Dari cakupan POPM Cacingan per Provinsi
Tahun 2018 dapat dilihat terdapat dua Provinsi dengan cakupan POPM cacingan
dibawah target yaitu Kalimantan Barat dan Papua.
Pada Tahun 2019 di lakukan pemeriksaan status gizi Balita di Kabupaten
Yalimo melalui program Biaya Oprasional Kesehatan (BOK), namun sampai saat ini
belum ada laporannya. Selain kegiatan tersebut diatas dilakukan juga Pemberiaan
Obat Pencegahan Cacingan juga dilakukan di POSYANDU pada Balita namun untuk
memastikan obat cacing tersebut di minum, tidak di lakukan pengecekan oleh
petugas Puskesmas . Evaluasi kesuksesan terhadap pemberian obat cacing pada
program POPM cacingan itu sendiri belum pernah dilakukan menurut penelitiaan
yang di lakukan oleh (Indriyati, 2010), Pemberian Obat cacing secara masal tidak
menjamin penurunan infeksi kecacingan di karenakan faktor resiko infeksi
kecacingan ini beragam pada setiap daerah.
Pengendalian cacingan di perlukan strategi kebijakan dari pemerintah
Daerah Kabupaten Yalimo yang dasar hukumnya nya sudah di buatkan
pedomannya dalam PERMENKES RI No.15 Tahun 2017 tentang
Penanggulangan Cacingan. Kabupaten Yalimo sendiri sudah memiliki Peraturan
Daerah No.3 Tahun 2015, tentang Pelayanan Kesehatan yang di keluarkan oleh
Bupati Yalimo. Dimana diatur yang berkaitan tentang pelayanan kesehatan termasuk
di dalam nya program penanganan gizi Balita dan penanggulangan infeksi
kecacingan. Penelitian Kebijakan pengendalian cacingan menititik beratkan pada
kerjasama lintas program dan lintas sekoral seta pendanaan yang mendukung
program tersebut (Juhairiyah & Annida, 2015).

I.2. Rumusan Masalah


Stunting menjadi prioritas penanganan masalah kesehatan Global karena
tingginya angka stunting pada Balita . Salah satu penyebab stunting adalah infeksi
kecacingan. Di Indonesia angka kecacingan masih relatif tinggi antara 2,5-62%. Di
Papua belum ada data prevalensi yang mewakili Provinsi namun sudah ada penelitian
yang di lakukan oleh BTKL Ambon tahun 2018 di kabupaten jayapura, supiori, dan
Bovendigul yang angka infeksi kecacingan nya antara 24%-45% artinya dari ke tiga
kabupaten tersebut termasuk dalam wilayah dengan tingkat infeksi kecacingan
dengan prevalensi sedang. Upaya pemerintah dalam penanggulangan kecacingan
telah menetapkan Kebijakan Program Promosi Kesehatan, surveilens kecacingan,
pengendalian faktor resiko, penangan Penderita, dan POPM cacingan namun belum
dilaksanakan secara optimal karena masih tingginya prevalensi kecacingan.
Berdasarkan telaah penelitian orang lain masih tingginya infeksi kecacingan
penyebabnya masih beragam, bahkan ada yang menyatakan bahwa pemberian obat
pencegahan masal tidak menjamin turunnya prevalensi infeksi kecacingan, dan
5

belum adanya kerjasama dalam lintas Program dan lintas sektoral, serta ketersedian
dana dalam melaksankan program pengendalian kecacingan oleh karena itu di
perlukan penelitian strategi pengendalian cacingan pada Balita dalam upaya
pencegahan kejadian stunting di Kabupaten Yalimo Tahun 2020.

1.3. Tujuan Penelitian


Tujuan Umum : Penelitian ini bertujuan menentukan strategi pengendalian
cacingan pada Balita dalam upaya pencegahan kejadian stunting di kabupaten
Yalimo,Papua tahun 2020.
Tujuan Khusus :
1. Mengetahui upaya yang sudah dilakukan Pemerintah Daerah Kabupaten
Yalimo, papua dalam pengendalian infeksi Kecacingan untuk pencegahan
kejadian stunting pada Balita di Kabupaten Yalimo Papua, sesuai
kebijakan kementerian Republik Indonesia seperti promosi kesehatan,
surveilens cacingan, pengendalian faktor resiko, penanganan penderita
dan POPM cacingan.
2. Menerangkan faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam kegiatan program promosi kesehatan, surveilens
cacingan, pengendalian faktor resiko, penanganan penderita dan POPM
cacingan.
3. Menentukan strategi dan komitmen kegiatan program pemerintah Daerah
Kabupaten Yalimo, papua dalam pengendalian infeksi Kecacingan untuk
pencegahan kejadian stunting pada Balita di Kabupaten Yalimo Papua.

1.4. Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini akan mendapatkan Informasi tentang Strategi Pengendalian
cacingan pada Balita dalam upaya pencegahan kejadian stunting di Kabupaten
Yalimo, Papua yang meliputi promosi kesehatan, surveilens cacingan, pengendalian
faktor resiko, penanganan penderita dan POPM cacingan.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Yali
Hasil penelitian ini akan menjadi strategi program pemerintah Kabupaten
Yalimo, Papua dalam mengambil menetapkan program yang prioritas
pengendalian cacingan pada Balita dalam upaya pencegahan kejadian
stunting di Kabupaten Yalimo, Papua. Melalui kegiatan promosi kesehatan,
surveilens cacingan, pengendalian faktor resiko, penanganan penderita dan
POPM cacingan.
2. Bagi Universitas Respati Indonesia
Menyumbangkan Ilmu Pengetahuan terkait strategi pengendalian cacingan
pada Balita dalam upaya pencegahan kejadian stunting di Kabupaten Yalimo,
Papua. Dimana kegiatan nya adalah promosi kesehatan, surveilens cacingan,
pengendalian faktor resiko, penanganan penderita dan POPM cacingan. .
3. Bagi Peneliti :

Ini merupakan pengalaman untuk peneliti dalam menambah ilmu,


pengalaman dan pengatuhan dalam mengkaji strategi pengendalian cacingan
pada Balita dalam upaya pencegahan kejadian stunting di Kabupaten Yalimo,
Papua, dengan kegiatan meliputi promosi kesehatan, surveilens cacingan,
pengendalian faktor resiko, penanganan penderita dan POPM cacingan. .

1.5. Ruang Lingkup


Penelitian ini menentukan strategi pengendalian infeksi kecacingan pada
Balita dalam upaya pencegahan stunting di Kabupaten Yalimo tahun 2020 .
Penelitian ini akan dilakukan di Kabupaten Yalimo, selama 1 bulan (Maret-April)
dan di harapkan akan melibatkan seluruh stakeholder yang berkepentingan dalam
menentukan strategi Pengendalian infeksi kecacingan pada Balita. Pengambilan
data dengan Focus Group Discussion (FGD), dengan analisis masalah
menggunakan Urgency, seriousness, Growth (USG) sehingga di dapatkan prioritas
masalah. Sehingga di tanyakan masalah Kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dalam analisis Sterght, weakness, Opportunity, Threats (SWOT)
7

selanjutnya menentukan strategi kebijakan Pemerintah Daerah yang diikuti


dibuatnya Rencana Kerja .
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Stunting


Stunting adalah kejadian kekurangan gizi dalam waktu yang panjang
sehingga menyebabkan tinggi badan anak tidak sesuai dengan anak seusianya yang
di ukur dari Z-SCORE WHO tinggi anak terhadap umur (TB/U) -2 Standar
Deviasi(Yadika et al., 2019). Terutama pada seribu hari kehidupan pertama.
Penyebab Kejadian Stunting dapat terjadi mulai dalam kandungan dan mulai tampak
saat anak berusia dua tahun. (Kemenkes RI,2018).

2.2 Penyebab Stunting


Stunting di pengaruhi oleh banyak faktor. Secara langsung Stunting
dipengaruhi oleh kurangnya asupan gizi masa lalu serta riwayat penyakit infeksi,
yang dapat berdampak pada gagal pertumbuhan dan perkembangan dimana,
penyebab langsung saling mempengaruhi satu sama lain. Ketahanan pangan
keluarga, pola asuh , pelayanan kesehatan, dan kesehatan lingkungan menyebabkan
secara langsung kejadian stunting. Akar masalah dari stunting adalah ekonomi,
politik, sosial dan budaya, Semua ini tertuang dalam kerangka pikir oleh Unicef
tahun 1990 (Yadika et al., 2019).

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Masalah Gizi

8
9

2.3. Diagnosis dan Kategori stunting


Status gizi pada anak dapat dinilai dengan cara mengukur tinggi badan, berat
badan dengan pengukuran anthropometri. Indeks anthropometri yang biasa di pakai
adalah berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan
berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) yang dikatagorikan dengan standar
deviasi z (Z-Score). Stunting biasa diketahui bila seorang anak sudah di timbang
berat badan nya dan di ukur panjang badan/tinggi badannya, serta diketahui umurnya
dikatagorikan dengan standar yang di tetapkan oleh WHO, hasilnya adalah dibwah
minus dua standar deviasi. Sehingga secara fisik anak akan kelihatan lebih pendek
jika di bandingkan dengan anak seumurannya. Katagori status gizi stunting
berdasarkan indikator tinggi badan menurut umur(TB/U) : sangat pendek (Z score < -
3SD), pendek (Z score<-2SD sampai dengan <-3SD), dan normal (Zscore -2SD)

2.4. Dampak akibat Stunting


Menurut WHO (2013) dampak dari stunting ini adalah 2 periode yaitu :

2.4.1 Periode Jangka Pendek


1) Dampak stunting jangka pendek pada kesehatan dapat menyebabkan
kesakitan dan bahkan kematian pada anak. Terganggunya pertumbuhan dan
perkembangan kognitif dan motorik anak.
2) Pada sektor ekonomi dampak stunting akan memberikan kerugian yang
sangat besar akibat pengeluaran biaya untuk mengatasi anak yang sakit
akibat masalah kekurangan gizi kronis sehingga mudah terkena penyakit
infeksi.

2.4.2 Periode Jangka panjang


1) Anak stunting akan lebih pendek dari anak seusianya secara fisik,
penurunan perkembangan prestasi dan kapasitas belajar, dalam jangka
panjang anak stunting akan berisiko obesitas dan penurunan reproduksi.
2) Di bidang ekonomi akan menurunkan produktivitas dan kualitas sumber
daya manusia.
2.5. Pemeriksaan Anthropometri
Pengukuran dengan anthropometrik dapat menilai status gizi anak.
Berdasarkan pengukuran standar deviasi yang telah di tetapkan WHO.
Anthropometri gizi di kaitkan dengan berbagai pengukuran dimensi tubuh dan
komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur dan status gizi. Pengukuran
anthropometri adalah pengetahuan yang dilakukan untuk mengetahui ukuran fisik
seseorang dengan menggunakan alat ukur tertentu. Seperti timbangan dan pita ukur.
Dimensi tubuh yang diukur adalah, umur, berat badan, tinggi badan, lingkar lengan
atas, lingkar kepala, lingkar dada, lipatan kulit (Supariasa.2002). Dimensi tubuh yang
diukur dalam penentuan katagori stunting adalah tinggi badan menurut umur(TB/U).

2.5.1 UMUR
Umur yaitu lamanya seorang manusia hidup dengan di hitung sejak tanggal
lahir yang di wakili oleh angka. Umur di hitung sebagai bulan penuh sejak hari
pertama kelahiran, apa bila kurang dari 30 hari maka di bulatkan kebawah.
Informasi terkait umur dapat diperloeh dengan wawancara.

2.5.2. TINGGI BADAN


Tinggi badan atau panjang badan manusia tergantung dari genetik dan
lingkungan seseorang di lahirkan dan bertumbuh. Menurut Almatsier dan Soetardjo
(2011) tinggi badan manusia menurut pengukuran anthropometri beragam.
Pertumbuhan rata-rata untuk setiap jenis kelamin berbeda secara bermakna dimana
laki-laki dewasa lebih tinggi daripada perempuan dewasa. Tinggi badan
merupakan gambaran pertumbuhan skeletal. Pada keadaan normal tinggi badan
akan bertumbuh sejalan dengan pertambahan umur seseorang. Pertumbuhan tinggi
badan berbeda dengan berat badan, yang relative kurang sensitive terhadap masalah
kekurangan gizi. dalam waktu yang singkat. Penilaian tinggi badan/panjang badan
di bandingkan umur (TB/U) anak di gunakan mengukur indeks status gizi anak.
(Supariasa, 2002).
Pengukuran tinggi badan/panjang badan, lazimnya dengan menggunakan alat
microtois, adapun cara-caranya adalah sebagai berikut:
11

1. Microtois di tempelkan dengan paku pada dinding yang lurus datar sampai
tepat dua meter.
2. Anak berdiri tegak dan pastikan tidak ada alas kaki yang menempel
termasuk alas kaki ataupun kaos kaki. Badan anak menghadap kedepan
dan tidak membungkuk ataupun menjinjitkan kaki.
3. Turunkan microtois pada kepala bagian atas, siku microtois harus lurus
menempel pada dinding.
4. Membaca microtois di gulungan tepat di lubang yang bergaris.

2.6 Pencegahan Stunting


Seribu hari pertama kehidupan merupakan periode emas seorang anak oleh
karena itu asupan gizi harus diperhatikan dan lingkungan yag sehat serta sanitasi
yang baik akan mendukung pertumbuhan dan perkembangan seorang anak.
Pencegahan stunting paling efektif dilakukan pada seribu HPK yang meliputi :
1. Ibu Hamil
Pemantauan gizi ibu hamil dan kesehatan ibu hamil dengan cara rutin
melakukan pemeriksaan di fasilitas pelayanan kesehatan yaitu Ante Natal
Care (ANC) adalah cara untuk mencegah kejadian stunting pada Balita.
Pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan.
Menjaga ibu dari kejadian sakit dengan cara menjaga asupan gizi yang baik
dan memperhatikan lingkungan yang sehat denga Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS).
2. Pada saat Bayi lahir
Sebaiknya seorang ibu melahirkan di fasilitas kesehatan yang dapat ditolong
oleh tenaga kesehatan yang berkompeten sehingga terhindar dari komplikasi
ataupun trauma pada saat bayi dilahirkan. Setelah bayi di lahirkan di
harapkan di berikan Asi sedini mungkin,yang lebih di kenal dengan Inisiasi
Menyusui Dini (IMD), selain itu juga di berikan imunisasi yang dapat di
berikan 0-7 hari setalah di lahirkan guna memproteksi bayi dari infeksi
penyakit. Diharapkan Bayi mendapatkan ASI ekslusif selama 6 bulan
dikarenakan ASI adalah asupan gizi terbaik bagi Bayi. Selalu memantau
berat badan, panjang badan, dan pemberian imunisasi di Pos Pelayanan
Terpadu (POSYANDU).
3. Bayi berusia 6 bulan sampai dengan 60 bulan
Mulai umur 6 Bulan maka bayi akan di perkenalkan makanan pendamping
Air susu Ibu (ASI), untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan
anak sehingga harus lebih diperhatikan jenis, kebersihan dan keragaman
Makanan Pendamping ASI(MP-ASI). Umur 6 bulan juga bayi mendapatkan
layanan pemberian vitamin A, dan pada umur 1 tahun di integrasikan
dengan pemberian obat cacing setiap satu tahun sekali.
4. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak di POSYANDU
POSYANDU adalah salah satu upaya pemerintah dalam memantau
kesehatan Balita dimana dalam buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) akan
terlihat pertumbuhan anak apakah normal atau ada kendala sehingga apabila
terjadi kondisi yang tidak seharusnya maka akan dapat segera diatasi.
Pemberian imunisasi dasar dan penyuluhan kesehatan dapat menambah
pengetahuan ibu baik itu tentang gizi, dan promosi kesehatan. Dengan
demikian ibu yang mempunyai Balita akan lebih waspada akan
pertumbuhan dan perkembangan Balitanya.
5. Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS)
Upaya yang wajib dilakukan guna meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat agar tercipta kesehatan yang optimal dimana lingkungan pada
saat lahir akan sangat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
seorang anak. Pada upaya penurunan infeksi kecacingan dan penurunan
kejadian stunting PHBS merupakan faktor yang dominan di kerjakan oleh
setiap individu, rumah tangga maupun kelompok masyarakat. Mendorong
Pemerintah Pusat dan daerah dalam penyediaan akses air bersih yang
merupakan faktor penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan dalam
usaha penurunan Balita stunting . PHBS juga dapat menurunkan kejadian
sakit infeksi kecacingan sehingga dampak buruk dari kecacingan itu sendiri
dapat di hindarkan.(infodatin,2016)
13

2.7. Definisi Infeksi kecacingan


Infeksi kecacingan menurut Badan Kesehatan Dunia adalah investasi satu atau
lebih cacing usus yang terdiri dari golongan Nematoda usus. Infeksi parasite usus ini
paling sering menyerang kelompok ekonomi lemah dengan sanitasi lingkungan
kesehatan yang kurang baik. dan di temukan pada berbagai kelompok usia.
(WHO,2011)

2.8. Jenis cacing yang sering menginfeksi manusia


Manusia merupakan perantara beberapa nematode usus yang dapat
mengakibatkan masalah kesehatan . Soil Transmited Helminth (STH) merupakan
infeksi kecacingan yang sering menginfeksi manusia karena sumber penularannya
melalui tanah diantaranya adalah cacing gelang (Ascaris Lumbricoides), Cacing
Tambang (Ancylostoma Duodenale dan Necator Americanus) dan cacing cambuk
(Trichuris trichura) (Sagala, 2006).
Jenis cacing tersebut banyak ditemukan di daerah tropis seperti Indonesia. Pada
umumnya telur cacing bertahan pada tanah yang lembab, dan tumbuh menjadi telur
yang infektif dan siap untuk masuk kedalam tubuh manusia sebaagai perantara
definitinya (Depkes RI, 2006).

2.8.1. Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)


Cacing jenis ini sering kali ditemukan di daerah tropis dengan
kelembaban tinggi, seperti Indonesia. Cacing dewasa panjangnya bisa
mencapai 10-30 cm. Biasanya hidup di usus halus. Bila dilihat secara
langsung, warnanya kuning kecoklatan dan bergaris-garis halus. Cacing ini
hidup hanya dalam tubuh manusia.

Gambar 2.2 Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)


2.8.1.1. PENULARAN CACING GELANG (Ascaris Lumbricoides)
Diawali dari tinja yang di keluarkan oleh anak yang menderita infeksi
cacing dimana terdapat telur cacing yang mengkontaminasi tanah disebabkan
prilaku BAB sembarangan. Ditanah telur akan tumbuh menjadi infekftif
selama 3 minggu akan menjadi larva yang siap menginfeksi manusia baik
secara termakan ataupun larva yang dapat menembus kulit.
Larva yang tertelan manusia akan pecah di usus, setelahitu masuk ke
pembuluh darah balik, (Vena) menuju jantung, sampai ke Paru-paru, larva
menuju tenggorokan lalu kelambung dan berakhir di usu halus. Di usus halus
larva ini akan berganti kulit, setelah dewasa dua bulan cacing betina akan
bertelur sekitar 20.000 butir perhari. Seperti dapat dilihat pada siklus
penularan cacing Ascaris Lumbricoides pada gambar 3.

Gambar 2.3 Siklus penularan Ascaris lumbricoides (Cacing Gelang)

2.8.1.2 DIAGNOSA INFEKSI CACING GELANG (Ascaris


Lumbricoides)
Di tandai dengan sedikit gejala atau tanpa gejala sama. Cacing yang
keluar bersama kotoran atau terkadang keluar dari mulut, hidung dan anus
sebagai tanda adanya infeksi kecacingan. Beberapa penderita menunjukan
pneumonitis, sindrom loffer yang di karenakan oleh migrasi larva. Biasanya di
tandai dengan bersin, batuk, demam, dan adanya infiltrate di paru-paru.
Komplikasi serius, kadang fatal seperti ileus obstruktivus yang disebabkan oleh
15

gumpalan cacing.
Adanya cacing pada usus dapat juga di ketahui dengan tehnik
pemeriksaan Radiologi atau sonografi. Terlihat gambaran infiltrate pada organ
yang di tempati oleh parasite cacing.

2.8.1.3. DISTRIBUSI PENYAKIT Cacing Gelang (Ascaris Lumbricoides)


Parasit ini tersebar di seluruh dunia, dimana angka prevalensinya kadang
kala mencapai lebih dari 50%. Infeksi ini paling tinggi menyerang anak antara 3-8
tahun. Umumnya di temukan pada Negara berkembang, dan lingkungan ekonomi
sosial dengan PHBS yang kurang baik.

2.8.1.4. KERENTANAN DAN DAYA TAHAN


Semua orang rentan terhadap infeksi parasit ini.

2.8.1.5. CARA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN


1. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk BAB di jamban dan
menggunakan air bersih pada saat mencuci tangan dengan sabun.
2. Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
3. Di daerah yang endemis makanan selalu di tutup menghindari dari debu,
kotoran bahkan telur cacing yang terbang bersama angin.

2.8.1.6. PENGAWASAN DAN TERAPI


1. Laporkan kepada instansi setempat apabila di temukan kasus
kecacingan.
2. Desinfeksi serentak bila di temukan kasus infeksi kecacingan
3. Terapi dengan Mebendazole dan Albendazole, perhatikan kedua obat
tersebut kontra indikasi dengan ibu hamil.

2.8.2. Ancylostoma Duodenale, Necator Amaericanus (Cacing Tambang)


Dua jenis cacing ini umumnya menginfeksi manusia, cacing betina
berukuran panjang 0,8 cm. Cacing jantan mempunyai bursa copulatrik. Bentuk
badan Necator Amaericanus menyerupai huruf S, mempunyai benda kitin,
umumnya bertelur 5.000-10.000 butir. dan Ancylostoma Duodenale menyerupai
huruf C, memiliki dua pasang gigi untuk menempel pada mukosa usus, umumnya
bertelur 10.000-25.000 butir.
Telur dikeluarkan bersama feses dan pada lingkungan yang sesuai sehingga
menetas dan mengeluarkan larva dalam waktu 1-2 hari. Larva filarifom dapat
bertahan 7-8 minggu di tanah dan dapat menembus kulit. Larva akan masuk ke vena ,
lalu dinding alveolus, dan naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus menuju ke
faring. Difaring larva akan menyebabkan batuk sehingga larva dapat masuk ke
esophagus menuju ke usus halus dan menjadi cacing dewasa. Gambar dibawah siklus
penularan cacing tambang.

Gambar 2.4. siklus penularan cacing Tambang

2.8.2.1. DIAGNOSA DAN GEJALA KLINIS


Ditemukan nya telur dan cacing dalam tinja. Adanya infeksi
cacing tambang dapat menyebabkan anemia akibat kehilangan darah
karena rusaknya mukosa dan sub mukosa usus halus. Cacing Tambang
umumnya tidak berbahaya sampai pada kematian namun menurunkankan
daya tahan tubuh dan prestasi kerja akibat dari kekurangan darah.

2.8.2.2. TERAPI
Pemberian Albendazole dosis tunggal 400 mg atau Mebendazole
2X100mg/hari . WHO merekomendasikan pemberian Abendazole yaitu
200mg untuk anak usia 12-24 bulan. Untuk meningkatkan haemoglobin
perlu di berikan asupan gizi dan suplemen zat gizi.
17

2.8.3. Cacing Cambuk (Trichuristrichiura)

Gambar 5. Cacing Cambuk (Trichuristrichiura) dewasa

Cacing betina dapat menghasilkan telur setiap hari sekitar 3.000-10.000


butir telur. Telur dikeluarkan melaui feses, menjadi invektif dalam 3 sampai 6
minggu dalam lingkungan yang sesuai yaitu di tanah yang lembab dan teduh.
Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk yang infektif.
Bila telur matang tertelan maka larva akan keluar melalui dinding telur dan
masuk kedalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing akan turun ke
bagian usus distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Cacing cambuk
tidak memiliki siklus paru, mulai dari tertelannya usus hingga menjadi cacing
dewasa kuran lebih 30-90 hari. Cacing ini bertelur 3.000-10.000 butir.

2.8.2.3. DIAGNOSIS DAN GEJALA KLINIS


Ditemukan nya telur cacing dan cacing pada feses penderita. Pada
umumnya tidak bergejala sama sekali. Pada infeksi yang berat pada anak
cacing tersebar di seluruh kolon sehingga dapat menimbulkan prolapsus rekti.

2.8.2.4. TERAPI
Albendazole 400mg selama 3 hari atau Mebendazole 100mg/hari
selama 3 hari berturut-turut.
2.9 Dampak Infeksi Kecacingan Terhadap Kesehatan
Infeksi kecacingan akan menimbulkan kekurangan gizi dan anemia. Dalam
jangka waktu yang lama ini selanjutnya dapat berakibat menurunnya daya tahan
tubuh penderita mudah jatuh sakit bila kondisi ini terjadi pada Balita dapat
menyebabkan kejadian stunting. Adanya parasite cacing dalam tubuh manusia
menandakan buruk nya kebersihan pada seseorang sehingga kemungkinan akan
terinfeksi penyakit pencernaan lainnya sangat besar. Pada gambar berikut akan
tampak dampak dari infeksi kecacingan

Gambar 2.6 Dampak Cacingan

2.10 KEBIJAKAN PENGENDALIAN KECACINGAN


Kebijakan merupakan hal mendasar dari Pengendalian cacingan yaitu
memutuskan mata rantai penularan cacingan, melalui program pengendalian yang di
tetapkan pemerintah pusat. Program pengendalian cacingan adalah bagian integral
dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Melalui dukungan
seluruh jajaran lintas sektoral dan peran serta masyarakat maka keberhasilan
pengendalian ini akan tercapai.
19

Penerapan Perilaku hidup bersih dan sehat oleh seluruh masyarakat, setiap
hari dan sepanjang hidup akan berdampak positif pada penurunan prevalensi
cacingan. Oleh sebab itu upaya pemerintah dalam usaha PROMOTIF dan
PREVENTIF adalah bagian dari integrasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat
(GERMAS).
2.10.1. Tujuan
Reduksi cacingan pada tahun 2019 agar dampak nya pada kesehatan akan
meningkat dan di harapkan penurunan angka stunting juga dapat di capai. Reduksi
cacingan di perlukan komitmen lintas program dan lintas sektoral.

2.10.2. Sasaran
1. Nakes yang melaksanakaan Penanggulangan Cacingan di Puskesmas
2. Nakes yang melaksanakan Penanggulangan Cacingan di kabupaten/kota
3. Nakes yang melaksanakan pengendalian cacingan di provinsi
4. Tim Pembina UKS dan Tim pelaksana UKS
Instansi lintas program dan lintas sektor terkait yang melakukan
perencanaan, pembinaan, dan pengendalian cacingan pada Balita, anak usia pra
sekolah dan anak usia sekolah.

2.10.3. Kegiatan Program penanggulangan Cacingan


Penyelenggaraan Pengendalian cacingan dilaksanakan ;
2.10.3.1. Promosi kesehatan
Pelaksanaan kegiatan Promkes dengan melakukan advokasi,
pemberdayaan masyarakat, dan kemitraan yang di tujukan, Peningkatan
pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala cacingan dan penularan serta
pencegahan nya, Peningkatan perilaku PHBS dengan cara :
1. Mencuci tangan pakai sabun
2. Penggunaan air bersih untuk keperluan Rumah Tangga
3. Menjaga kebersihan dan keamanan makanan
4. Penggunaan WC sesuai standar
5. Mengupayakan kondisi lingkungan yang sehat
Peningkatan kebiasaan mengkonsumsi obat cacing secara rutin terutama
bagi anak Balita dan anak Sekolah. Meningkatkan koordinasi dan institusi dan
lembaga serta sumber daya untuk terselenggaranya reduksi cacingan.

2.10.3.2. Surveilens Cacingan


Melakukan analisis terhadap data yang di kumpulkan melalui :
Penemuan Kasus Cacingan, secara aktif melakukan penjaringan
anak sekolah secara pendekatan keluarga, pengambilan specimen pada
sampel dengan tehnik KATOKATS.
Cara pengambilan specimen tinja sebanyak 50 mg, siakan alat dan
bahan, kaca objek,sarung tangan,tusuk gigi dan larutan kato setelah itu dapat di
lihat di bawah mikroskop.
Cara penghitungan prevalensi dengan membagi jumlah sampel feses
yang positif mengandung telur cacing dibagi dengan jumlah specimen feses yang
di periksa.
Secara Pasif melakukan laporan pasien yang berobat di fasilitas
pelayanan kesehataan.
a) survei faktor resiko dengan menggunakan kuisoner terstruktur pada saat
penjaringan anak sekolah.
b) survei prevalensi Cacingan dengan melaksanakan pemeriksaan tinja secara
terpilih (sampling) pada anak.

2.10.3.3. Pengendalian Faktor resiko


Dilakukan melalui Kegiatan menjaga Kebersihan perorangan dengan :
a. CTPS dengan benar menggunakan air bersih.
b. Mengkonsumsi air minum yang memenuhi syarat
c. Mencuci dan memasak bahan pangan sebelum dimakan
d. Memotong dan memberisihkan kuku
e. Memakai alas kaki bila berjalan.
f. Menutup makanan sehingga terhindar dari debu ataupun telur cacing
yang di terbangkan angina.
Menjaga Kebersihan Lingkungan dengan ;
21

a. Stop BAB sembarangan


b. Membuat saluran pembuangan air limbah
c. Membuang sampah pada tempatnya
d. Menjaga lingkungan sekolah,rumah dan lingkungan.

2.10.3.4. Penanganan Penderita


Dilaksanakan di fasilitas pelayanan kesehatan dan dilakukan melalui
Kegiatan, pengobatan Penderita, Penanganan Komplikasi Cacingan, dan
Konseling kepada penderita dan keluarga.

2.10.3.5. POPM Cacingan


Dengan pemberiaan pengobatan cacingan secara serentak pada anak
Balita, usia pra sekolah, anak usia sekolah di daerah kabupaten dengan prevalensi
tinggi dan sedang, daerah dengan prevalensi rendah di lakukan pengobatan secara
selektif dengan tujuan untuk menurunkan prevalensi cacingan di wilayah yang
berisiko cacingan pada daerah kabupaten/kota
Prevalensi Cacingan berdasarkan survey dibagi dalam :
1. Prevalensi tinggi apa bila prevalensi cacingan di atas 50%
2. Prevalensi sedang apa bila prevalensi cacingan 20%-50%
3. Prevalensi rendah apa bila prevalensi dibawah 20%

POPM Cacingan di lakukan dua kali setahun untuk daerah kabupaten/ kota
dengan prevalensi tinggi dan sekali dalam satu tahun dengan daerah
kabupaten/kota dengan prevalensi sedang. Pelaksanaan POPM wajib dilaksanakan
terus menerus sampai di dapatkan penurunan prevalensi di bawah 10%, dan
cakupan POPM 75%. Pemerintah pusat,provinsi dan daerah melakukan
pemantauan dan evaluasi pelaksanaan evaluasi cacingan. Pematauan dilakukan
setiap tahun dan evaluasi di lakukan setiap 5 tahun setelah berturut-turut di
lakukan POPM Cacingan.
Pada program penanggulangan cacingan di lakukan, Penyusunan strategi,
Intensifikasi kegiatan penanggulangan cacingan, kordinasi dan integrasi dengan
lintas program dan lintas sektor.
2.10.4. Strategi
Dalam mewujudkan target program penanggulangan program cacingan
meliputi,
a) Meningkatkan komitmen Pemerintah Pusat dan daerah menjadikan program
pengendalian cacingan sebagai prioritas program.
b) Meningkatkan kordinasi litas program dan lintas sektoral serta peran serta
masyarakat baik swasta maupun swadaya masyarakat.
c) Integrasi program penanggulangan cacingan dengan, penjaringan anak sekolah,
uks dan pemberian vitamin A di POSYANDU serta pendidikan anak usia dini
dengan menggunakan pendekatan keluarga.
d) Memicu program penanggulangan cacingan masuk dlam rencana perbaikan
kualitas air bersih berkoordinasi dengan kementrian terkait.
e) Melakukan sosialisasi air Bersih dan Sehat pada PAUD, SD, atau MADRASAH
IBTIDAIYAH
f) Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan penanggulangan
cacingan di dareah.

2.10.5. SUMBER DAYA


Dalam penanggulangan cacingan diperlukan dukungan, Sumber Daya
Manusia, tenaga kesehatan yang memiliki ke ahlian dan kompetensi sesuai dengan
peraturan perundangan, sediaan farmasi, alkes, dan bahan medis habis pakai ,
Pendanaan dapat bersumber dari APBN, APBD, masyarakat, dan atau sumber lain
sesuaai dengan peraturan perundangan.

2.10.6. PERAN SERTA MASYARAKAT


Masyarakat dapat berperan baik secara individu maupun terorganisir melalui,
a. Keikutsertaan sebagai kader
b. Pemberian bimbingan dan penyuluhan serta penyebaaran informasi
c. Pemberi Bantuan sarana dan finansial
23

2.10.7. PENCATATAN DAN PELAPORAN


Pencatatan dan pelaporan dilakukan oleh Nakes dan kader Termasuk di
dalam nya adalah Survei cacingan pada anak sekolah hasil pemberiaan obat cacing.

2.10.8. PEMANTAUAN DAN EVALUASI


Pemantuan dan evaluasi termasuk di dalam nya adalah, Pelaksanaan POPM
Cacingan, Survei Cakupan Pengobatan, dan Survei evaluasi prevalensi

2.10.9. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN


Pembinaan dan pengawasan di lakukan oleh Menteri, Kepala dinas
kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kabupaten/kota dengan melibatkan organisasi
profesi dan instansi terkait, diarahkan untuk ;
I. Meningkatkan capaian pelaksanaan POPM Cacingan
II. Meningkatkan kualitas penyelenggaraan sosialisasi pencegahan kepada
penduduk sasaran
III. Meningkatkan pelaksanaan penapisan penduduk sasaran terhadap POPM
Cacingan
IV. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi untuk kesinambungan program.
Pembinaan dan Pengawaasan dilakukan melalui:
1. Bimbingan Teknis
2. Pemantuan dan evaluasi
3. Pelatihan teknis dan manajemen

2.11. Kebijakan Peraturan Pemerintah Daerah Yalimo


Kabupaten Yalimo sendiri sudah mempunyai Peraturan Daerah No.3
Tahun 2015 yang mengatur tentang Pelayanan kesehatan dimana tercantum
penanganan gizi Balita dan juga pengendalian Infeksi kecacingan. Namun
tidak secara rinci di tuangakan program dan pembiayaan pelaksanaanya.
2.12 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Berdasarkan masalah Penelitian yang akan di teliti, maka dilakukan
telaah jurnal penelitian sebelumnya yang relevan dengan penelitian sehingga
dapat memperkaya pengetahuan peneliti dalam melaksanakan penelitian ini.
Kebijakan Pengendalian Cacingan
dan Pengetahuan Masyarakat
Judul Penelitian I
Terhadap Kecacingan di Kabupaten
Banjar Propinsi Kalimantan Selatan
Nama Penulis Juhairiyah,Annida
Tahun 2014
Desain Penelitian Desain cross sectional, dengan
pengumpulan data indepth interview
kualitatif. para pemegang kebijkan
program yang berhubungan dengan
pengendalian kecacingan, dan kuisoner
kuantitatif
Variabel Orang tua murid SD
Jumlah Sampel dan Informan 291 Responden dan 3 informan
Cara Pengambilan sampel Kuisoner dan indepth interview
Analisis Masih kurang nya kerjasama lintas
program dan sektoral dalam
pengendalian kecacingan dan belum
adanya dana untuk kegiatan
tersebut, tidak ada hubungan antara
pengetahuan orang tua terhadap
kecacingan, tetapi ada hubungan
pengetahuan anak terhadap
kecacingan.
Kesimpulan Kebijakan terbatas pada pengobatan
dan bukan termasuk penyakit
berbahaya
Judul Penelitiaan 2 UPAYA PEMERINTAH DAERAH
DALAM PENANGGULANGAN
STUNTING DI PROVINSI
25

KEPULAUAN BANGKA BELITUNG


Nama Penulis Saputri
Tahun 2019
Desain Penelitian kualitatif melalui wawancara mendalam
dan diskusi kelompok terfokus yang
melibatkan para pemangku kepentingan
hingga implementer program di tingkat
masyarakat (puskesmas) dan
desa/kelurahan.
Variabel kebijakan dan pengetahuan masyarakat,
kecacingan
Jumlah sampel Informan dari provinsi,kabupaten,dan
kecamatan
Cara Pengambilan Data purposive sampling, indepth interview,
wawancara, focus group discussion
(FGD)
Analisis program-program penanggulangan
stunting yang telah dilakukan
diantaranya adalah; Pemberian
Makanan Tambahan (PMT) pada Balita
dan Ibu Hamil, pemberian tablet Fe
pada WUS dan Bumil, cakupan
imunisasi dasar lengkap pada bayi dan
balita, vitamin A pada Balita, serta
pemberian zinc untuk kasus diare
terutama pada ibu hamil dan balita.
Judul Penelitian 3 IMPLEMENTASI GASING
(GERAKAN ANTI STUNTING)
MELALUI PHBS DAN
PEMERIKSAAN CACING
Nama Penulis Iman Surya Pratama, Siti Rahmatul
Aini, dan Fitria Maharani
Tahun 2019
Desain Penelitian pendekatan pendampingan dan
penyelesaian masalah
Variabel Umur, Jenis Kelamin, Pengetahuaan
PHBS Hasil Pemeriksaan Sebelum
Pengobatan, Hasil Pemeriksaan setelah
Pengobatan, Species Cacing STH(1),
Species Cacing STH (2)
Jumlah sampel 8(guru) informan 36 (siswa) Responden
Cara Pengambilan Sampel Pengukuran status gizi,pre test dan post
tes pengetahuan indikator PHBS sebagai
penyebab stunting
Analisis Adanya fenomena stunting pada siswa,
masih kurangnya pengetahuan soal
PHBS dan stunting
Judul Penelitiaan 4 Kajian Kebijakan dan
Penanggulangan Masalah Gizi
Stunting di Indonesia
Nama Penulis Aryastami and Tarigan

Tahun 2017
Desain Penelitian sistematik review, kuantitative riset,
semi kualitatif interview, analisis pohon
masalah
Variabel masalah gizi, pertumbuhan dan
outcomenya
Cara Pengambilan Data mengunduh dari situssitus dunia (WHO,
Unicef, dll) melalui teknologi internet.
Analisis Menurut hasil Riset Kesehatan Dasar
2013, kesenjangan antar provinsi
tampak cukup lebar, yakni proporsi
20% (Yogyakarta) hingga 48% (NTT).
Judul Penelitiaan 5 HUBUNGAN HYGINE
PERORANGAN DENGAN KEJADIAN
KECACINGAN PADA MURID SD
NEGRI ABE PANTAI JAYAPURA
27

Nama Penulis Martila, Sandy, dan Paembonan


Tahun 2015
Desain Penelitian Deskriptif analitik, dengan rancangan
potong lintang
Variabel Hygen perorangan dengan infeksi
kecacingan
Jumlah sampel 70 Responden
Cara Pengambilan Sampel Pemeriksaan tinja secara kualitatif
dengan metode langsung (direct)
menggunakan larutan lugol
Analisis Tidak ada hubungan higiene perorangan
dengan kejadian kecacingan pada murid
SD Negeri Abe Pantai Jayapura (P
Value = 0,47 dengan RP = 1,26, CI 95%
0,79-2,01).
Kesimpulan Hasil penelitian menunjukkan
prevalensi STH masih tinggi pada
kelompok usia sekolah dasar di SD
Negeri Abe Pantai Jayapura 50% dan
tingkat pengetahuan higiene perorangan
pada murid SD masih kurang. hasil uji
Chi Square tidak diperoleh hubungan
bermakna antara higiene perorangan
dengan infeksi kecacingan.
Gambar 2.7 Kebijakan Dalam Pengendalian Kecacingan

2.13. Kerangka Teori


Kerangka teori Pengendalian Kecacingan sesuai dengan
PERMENKES NO.15 Tahun 2017 adalah diselenggarakan nya kegiatan
program yaitu promosi kesehatan, surveilens kecacingan, pengendalian
faktor resiko, penanganan penderita serta Pemberiaan obat secara masal
dimana semua kegitan ini di butuhkan sumberdaya, peran serta masyarakat
dan adanya pencatatan dan pelaporan yang di lakukan oleh petugas kesehatan
di Fasyankes ataupun Kader di masyarakat akan adanya penemuan kasus
kecacingan tersebut. kegiatan ini di lakukan pengawasan dan pemantauan
ditujukan pada pengukuran prevalensi kecacingan dan cakupan POPM.
Pembinaan dan pengawasan sesuai dengan laporan dilakukan secara
berjenjang dari kabupaten/kota ke provinsi dan selanjutnya ke pusat.
29

KEGIATAN
PENGENDALIAN
KECACINGAN

1. Promosi
Kesehatan STRATEGI
KEBIJAKAN
2. Surveilens
PENGENDALIAN
cacingan CACINGAN
TERINTEGRASI
3. Pengendalian
PENURUNAN
faktor resiko
STUNTING
4. Penanganan
Penderita

5.POPM Cacingan

Gambar 2.8 Kerangka Konsep Pengendalian kecacingan dalam upaya pencegahan stunting

2.14. Kerangka Konsep


Kerangka konsep yang di gambarkan dimana angka prevalensi infeksi
kecacingan menurun maka di harapkan kejadian stunting dapat di cegah sebaliknya
tidak adanya kejadian stunting maka infeksi kecacingan pada Balita pun akan
menurun. Hal ini di sebabkan oleh teori dan penelitian terdahulu dimana penyakit
infeksi merupakan penyebab langsung terjadinya stunting. Pencapaian pengendalian
infeksi kecacingan dengan melakukan kegiatan yang sudah di tetapkan Kementrian
Kesehatan yaitu, Promosi Kesehatan, Surveilens Kecacingan, Pengendalian faktor
resiko, Penanganan Penderita dan POPM cacingan dengan megetahui upaya
Pemerintah Daerah dalam Pengendalian Cacingan maka di tetapkanlah strategi
pengendalian yang sesuai dengan Kabupaten Yalimo,Papua.
BAB III
Metode Penelitian

3.1 Desain Penelitian


Penulisan penelitian terapan, merupakan jenis penelitian yang bertujuan
memberikan solusi atas permasalahan secara praktis sesuai dalam kehidupan sehari-
hari.
Desain penelitian yang akan di gunakan adalah studi Kualitatif yaitu penelitian
yang bersifat subjektif dari sudut pandang informan secara deskriptif sehingga
hasilnya tidak dapat di generalisasikan sehingga riset ini lebih memberikan gambaran
secara jelas suatu permasalahan sesuai dengan fakta di lapangan. Terdapat lima
tahapan dalam melakukan penelitian ini yaitu:
1. Mengangkat permasalahan
2. Memunculkan pertanyaan riset
3. Mengumpulkan data yang relevan
4. Melakukan analisis data
5. Menjawab pertanyaan riset

3.2. Fokus Penelitian


Penelitian ini akan menentukan Kebijakan dalam Pengendalian infeksi
kecacingan pada Balita dalam upaya pencegahan kejadian stunting sesuai Program
yang sudah di tetapkan oleh pemerintah pusat yaitu program promosi kesehatan,
surveilens cacingan, pengendalian faktor risiko, penanganan penderita dan POPM
cacingan. di Kabupaten Yalimo. Dimana Yalimo merupakan salah satu focus lokasi
percepatan penurunan Stunting .

3.3. Subjek Penelitian


Pihak-pihak yang akan di jadikan informan dalam penelitian ini adalah
1. Sekretaris Daerah Kabupaten Yalimo
2. Kepala Dinas Kesehatan Yalimo
3. Kepala Bidang P2M
31

4. Kepala BPMK

3.4. Pemilihan waktu dan tempat pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian dilaksanakan selama 1 bulan (Maret-April 2020) di
ibukota Kabupaten Yalimo, Elelim.

3.5 Tehnik pengambilan data dan analisis data


3.5.1. Langkah pertama
Indept interview para pemangku Jabatan tersebut di atas tentang Isu aktual
atau masalah tentang Program pengendalian kecacingan seperti promosi
kesehatan, surveilens cacingan, pengendalian faktor resiko, penanganan penderita
dan POPM cacingan, sehingga di dapati gambaran secara umum kondisisi di
Kabupaten Yalimo.

3.5.2. Langkah kedua


Menetapkan kriteria isu aktual dalam kegiatan Fokus Discusion Group
(FGD) memilih Program Pengendalian cacingan yang telah di tetapkan
Kementrian Kesehatan yaitu, promosi kesehatan, surveilens cacingan,
pengendalian faktor resiko, penanganan penderita dan POPM cacingan. Dimana
isu yang di pilih mememiliki empat kriteia yaitu, Aktual, memiliki nilai

Kehalayakan, memiliki nilai problematika yang tinggi, memiliki kelayakan/logis


AYAKAN
AKTUAL

KEKHAL
PROBLE

LAYAK
MATIK

NO ISSU UMUM TERPILIH

1 Promosi Kesehatan + + + + Memenuhi


2. Surveilens Kecacingan + + - + Tidak
memenuhi
3. Pengendalian Faktor + + + + Memenuhi
Resiko
4. Penanganan penderita + + - + Tidak
Memenuhi
5. POPM + + + + Memenuhi
Tabel 3.1 Memilih Isu Prioritas

3.5.3. Langkah Ketiga Memilih Isu Prioritas


Penetapan kriteria issu, sebagai berikut,

1. Berdasarkan Urgency (Mendesak), isu perlu dibahas dikaitkan waktu yang


tersedia.
2. Seriousnesses (tingkat keseriusan), isu tersebut perlu dibahas berdasarkan
akibat yang timbul dari penundaan pemecahan masalah yang mengakibatkan isu
tersebut semakin berkembang
3. Growth (Kecenderungan Berkembang), isu menjadi berkembang makin
memburuk kalau dibiarkan. TOTAL

NO ISSU UMUM U S G RANGKING

1 Promosi Kesehatan
2. Surveilens Kecacingan
3. Pengendalian Faktor
Resiko
4. Penanganan penderita
5. POPM
Tabel 3.2 USG
Keterangan:
Nilai 5: Sangat Mendesak/Gawat/Berdampak
Nilai 4: Mendesak/Gawat/Berdampak
Nilai 3: Cukup Mendesak/Cukup Gawat/Cukup Berdampak
Nilai 2: Kurang Mendesak/Kurang Gawat/Kurang Berdampak
Nilai 1: Sangat Kurang Mendesak/Kurang Gawat/Kurang Berdampak
33

Setelah didapatkan prioritas masalah yang harus di selesaikan dengan indept


interview dengan matrik Urgensi, Serius, Grothw. kemudian dilanjutkan dengan
dilanjutkan analisis lingkungan kerja strategis dan rencana kerja. Mengidentifikasi
faktor internal dan eksternal (SWOT). Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal,
Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal.
3.5.4. MATRIKS IFE (Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal seperti
Kekuatan dan Kelemahan)

No. Faktor Internal A B C D E F NF BF%

15 1

Tabel. 3.3 Matriks IFE


3.5.5. MATRIKS EFE (Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal seperti
Peluang dan Ancaman) sesuai tabel IV
No. Faktor Eksternal 1 2 3 4 5 NF BF%
1
2
3
4

E
F

15 1

Tabel 3.4 Matriks EFE


Setelah mengevaluasi keterkaitan faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan
ancaman dijelaskan dengan matrik evaluasi IFI dan IFE . Cara memilih dan
menetapkan faktor kunci keberhasilan sebagai faktor – faktor strategis. Nilai yang
dipergunakan adalah skala yang dianjurkan oleh Rensis Likert yang disebut model
skala nilai yaitu nilai yang diberikan pada suatu faktor secara kualitatif dikonversi ke
dalam angka yaitu :
Sangat baik : 5. urgensi.
Baik : 4 tinggi nilai urgensi.
Cukup : 3 cukup nilai nilai urgensi
Kurang : 2. kurang urgensi
Buruk : 1. sangat kurang urgensi
Setelah mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perlu
dilanjutkan dengan memilih dan menetapkan faktor kunci keberhasilan sebagai
faktor – faktor strategis.

3.5.6. Nilai Urgensi (NU)


Nilai urgensi diperoleh dengan cara memberikan nilai bobot pada setiap faktor yang
berkisar antara 1-5

3.5.7. Bobot Faktor (BF):


Penetapan besaran BF, langkah pertama adalah memberikan Nilai Urgensi
(NU) yang berkisar antara 1-5 yakni nilai terendah = paling kurang urgen dan nilai
tertinggi = paling urgen.Selanjutnya BF dihitung berdasarkan rumus berikut

NU
BF = ---------------------- X 100 %
∑ NU

3.5.8.. Nilai Dukungan Faktor (ND)


Nilai dukungan diperoleh dengan cara memberikan nilai bobot pada setiap faktor
yang berkisar antara 1-5
35

3.5.9. NILAI BOBOT DUKUNGAN (NBD)


suatu nilai yang diperoleh dengan cara mengalikan antara bobot faktor (BF)
dengan nilai dukungan (ND) dengan demikian rumusan perhitungan NBD adalah
sebagai berikut ;
NBD = BF X ND
Nilai Keterkaitan (NK)
Menilai keterkaitan antara S1 dan S2, S1 dan W1, S1 dan T1 dan seterusnya. Nilai
keterkaitan berkisar 0-5
3.5.10. Nilai Rata-Rata Keterkaitan (NK)
NRK dapat diperoleh dengan cara rumus perhitungan sebagai berikut :
Rumusnya :

TNK ( Total Nilai Keterkaitan )


NRK = ∑ N (Jumlah faktor yang dinilai) - 1

Nilai Bobot Keterkaitan (NBK)

3.5.11. Rumus perhitungan NBK adalah sebagai berikut :


NBK = BF X NRK

3.5.12. Total Nilai Bobot (TNB)


Cara penetapan TNB adalah dengan menggunakan rumus perhitungan
sebagai berikut TNB = NBK + NBD.
Evaluasi Faktor Keterkaitan internal dan eksternal akan dijelaskan pada matriks
QSPM sebagai berikut
FAKT NILAI KETERKAITAN

RANKING
OR

NRK

NBK
NBD

TNB
NO

ND
BF
INT. &

10

11

12
EKST.

2
3
4
5
6
7
8
9
FAKT
OR
INTER
NAL
Kekuata
n (S)
Kelema
han (W)
FAKT
OR
KSTER
NAL
Peluang
(O)
Ancama
n (T)

Tabel.3.5 QSPM
37

3.6. Diagram TOWS


Dari TNB dibuatkan diagram TOWS untuk mengetahui posisi program
pengendalian kecacingan dalam menurunkan stunting sebagai berikut

Gambar 3.1 Diagram TOWS

Matriks TOWS adalah alat lanjutan yang di gunakan untuk mengembangkan empat
tipe pilihan strategis dimana kunci keberhasilan penggunaan Matriks TOWS adalah :
1. Strategi SO dengan kekuatan internal untuk mendapatkan keuntungan dari
kesempatan eksternal.
2. Strategi WO memperbaiki kelemahan internal serta menggunakan kesempatan
eksternal.
3. Strategi ST mengantisipasi ancaman eksternal melalui kekuatan internal yang ada.
4. Strategi WT bias saja di hadapi bila faktor-faktor kelemahan dan ancaman tidak
dapat di atasi dengan menggunakan kekuatan dan peluang yang ada.
Pelaksanaan analisisis ini akan dapat menentukan strategi yang terbaik dalam
pengendalian infeksi kecacingan pada Balita dalam upaya pencegahan stunting di
Kabupaten Yalimo, analisa SWOT maka akan di dapati Strategi yang cocok untuk
Pengendalian Cacingan sesuai dengan faktor Internal dan Eksternal

3.7. Matriks Analisis strategi Pengendalian Kecacingan


Untuk mencapai strategi utama dengan mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal,seperti tabel di bawah ini,
FAKTOR INTERNAL

KEKUATAN (S) KELEMAHAN (W)

FAKTOR EKSTERNAL

PELUANG (O) Ancaman ( T)

Tabel 3.7 Analisis strategi Pengendalian Kecacingan

3.8. Tujuan dan Sasaran


Tujuan dari penelitian ini adalah di buatnya strategi Pengendalian Cacingan yang
dapat mencapai indikator yang di tetapkan oleh pemerintah pusat yaitu prevalensi
cacingan di bawah 10% di tiap kabupaten/kota.
Sasaran nya adalah berjalannya kegiatan pengendalian kecacingan sesuai
PERMENKES NO.15 Tahun2017, sesuai tabel 3.6
39

Pengukuran Pencapaian sasaran Pengendalian Cacingan


Sasaran Indikator Rencana Realisasi % Keterangan
Promosi
kesehatan
Surveilens
cacingan
Pengendalian
faktor resiko
Penanganan
Penderita
POPM
Cacingan
Tabel 3.6 Sasaran kegiatan pengendalian kecacingan

Untuk menjamin strategi terlaksana dengan baik dalam mencapai sasaran yang
telah ditetapkan, Rencana Kerja seperti Tabel
Rencana Kinerja Tahun 2020 , Upaya Pengendalian Kecacingan
Sasaran Program Kegiatan
Uraian Indi Tar Rencan
kator get Indikator Satu a Tk.
Uraian
Kinerja an Capaia
n

Tabel 3.8 Rencana Kinerja Tahun 2020 , Upaya Pengendalian Kecacingan


Menyusun Rencana Kegiatan Tahunan Untuk mencapai sasaran yang diinginkan
pada tahun 2011, disusun rencana kegiatan tahun 2020 di mulai Bulan april 2020
seperti tampak pada tabel 4.7 berikut ini:

Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2020


Upaya Pengendalian Kecacingan

KEGIATAN RINCIAN PENANGGUNG WAKTU BIAYA TARGET


KEGIATAN JAWAB KINERJA

Tabel 3.10 Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2020 Upaya Pengendalian


Kecacingan
41

BAB IV
HASIL PENELITIAN

Penyajian hasil penelitian pada bab ini meliputi: Profil Kabupaten Yalimo,
Papua, matriks indepth Interview Informan, Upaya Dinas Kesehatan
menanggulangi Cacingan, Strategi Program Pengendalian Cacingan di Kabupaten
Yalimo, Penetapan Isu Aktual, Identifikasi Faktor Eksternal dan Internal, Memilih
dan menetapkan Faktor Kunci Keberhasilan, Matrik SWOT, Penetapan Strategi, dan
rencana Kerja.
Melalui penelitian ini berhasil mewawancarai secara daring tujuh informan.
Hasil wawancara mendalam berupa verbatim yang belum berkoding, dan hasil
wawancara yang sudah berkoding, disajikan pada lampiran Tesis akhir ini. Reduksi
hasil wawancara dibagi dalam sembilan kelompok sub-tema yakni ,
i. Subtema program pengendalian cacingan sesuai dengan Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan;
Kegiatan penanggulangan cacingan;
ii. Pemberian obat massal pencegahan (POM);
iii. Tanggung jawab dinas kesehatan;
iv. Dukungan;
v. Pencatatan dan pelaporan;
vi. Pendanaan;
vii. Pemantauan dan pengawasan,
Sehubungan dengan itu, agar memudahkan dalam merujuk dan menelusuri
bagian per bagian pada hasil wawancara tersebut, maka dibuat koding sebagaimana
disajikan pada Tabel 4.1 berikut ini.
Tabel 4.1 Koding Sumber dan Hasil Wawancara

Koding Makna Koding


Informan
Inf-1 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Yalimo
Inf-2 Kepala Bagian Yankes Kabupaten Yalimo
Inf-3 Sekda Kabupaten Yalimo
Inf-4 Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung
(DPMK) Kabupaten Yalimo
Inf-5 Pemegang Program Pengendalian dan
Pemberantasan Penyakit (P2P) Kab Yalimo

Inf-6 Bidan Puskesmas Elelim

Inf-7 Badan Keuangan Daerah Yalimo

Konten
PERMEN Peraturan Menteri Kesehatan
KPC-PK Kegiatan Pengendalian Cacingan- Promosi
Kesehatan
KPC-SC Kegiatan Pengendalian Cacingan-Surveilans
Cacingan
KPC-PFR Kegiatan Pengendalian Cacingan- Pengendalian
Faktor Risiko
KPC-PENAPEND Kegiatan Pengendalian Cacingan- Penderita
POPM Pemberian Obat Massal Pencegahan
TJDK Tanggung Jawab Dinas Kesehatan
DUK-SDM Dukungan Sumber Daya Manusia
DUK-PSM Dukungan-Peran Serta Masyarakat
PEND Pendanaan
PENC & PEL Pencatatan dan Pelaporan
43

PEM & EVAL-1 Pemantauan dan Evaluasi


PEM & PENG Pemantauan dan Pengawasan
PEM & PENG-KAIT Pemantauan dan Pengawasan Berkaitan dengan
Pengendalian Cacingan
Sumber: Diolah berdasarkan hasil penelitian (2020)

4.1. Profil Kabupaten Yalimo, Papua


Kabupaten Yalimo adalah salah satu kabupaten yang ada di Provinsi Papua,
Indonesia. Terletak pada kordinat 3.86037°S 138.47305°E. Kabupaten ini dibentuk
pada tanggal 4 Januari 2008 berdasarkan Undang-Undang No.4 Tahun 2008 tentang
Pembentukan Kabupaten Yalimo di Provinsi Papua bersama-sama dengan
pembentukan lima kabupaten lainnya di Papua. Kabupaten Yalimo dimekarkan dari
Kabupaten Jayawijaya. Kabupaten Yalimo berbatasan sebelah utara dengan Airu,
Kabupaten Jayapura, sebelah timur dengan Anggruk Kabupaten Yahukimo, dan
selatan berbatasan dengan Walelagama dan kurulu Kabupaten Jaya wijaya dan Barat
Kobakma, Kabupaten Mambramo tengah.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) UU No 4/ 2008, Kabupaten Yaimo berasal dari
sebagian wilayah Kabupaten Jayawijaya, yang meliputi wilayah Distrik Elelim,
Distrik Apalapsili, Distrik Abenarho, Distrik Benawa, dan Distrik Welarek.
Jumlah penduduk Kabupaten Yalimo berjumlah 118.829 jiwa (2017) dengan
kepadatan 16,62 jiwa/km2. Kabupaten Yalimo terdiri atas lima distrik dan 300
kampung, dengan luas wilayah 4.330,29 km2 . Ibukota Kabupaten Yalimo adalah
Elelim. Elelim berada di bagian utara-tengah Kabupaten dan merupakan distrik
terluas di Kabupaten Yalimo berada di hamparan pegunungan yang dikelilingi oleh
Puncak dan penggunungan yang terkenal puncak sahayu abadi nya. Vegetasi alam
hutan tropis basah di ketinggian memberi peluang pada hutan iklim sedang
berkembang cepat di daerah ini. ekosistem hutan pegunungan berkembang di daerah
ketinggian antara 2.000-2.500 m di atas permukaan laut.
Mata pencaharian utama masyarakat Yalimo adalah bertani, dengan sistem
pertanian tradisional. Makanan pokok masyarakat asli Yalimo adalah ubi jalar,
keladi, pisang, singkong, sagu, buah merah, dan masih banyak lagi beragam karena
tanah yang subur serta sungai yang menghasilkan ikan-ikan yang berprotein tinggi.
Kabupaten Yalimo mempunyai visi “Terwujud nya Yalimo Yang Mandiri,
Berdaya Saing dan Sejahtera”, dan Misi Untuk bidang Kesehatan adalah membangun
kesadaran Masyarakat tentang hidup Bersih dan Sehat, mulai dari kampung hingga
ke Kota.Salah satu Organisasi Perangkat Daerah (OPD) pada pemerintahan
Kabupaten Yalimo adalah Dinas Kesehatan Kabupaten Yalimo.
Kabupaten Yalimo memiliki tujuh puskesmas, dimana dua di antaranya adalah
puskesmas perawatan yang berada di distrik Elelim dan distrik Abenaho. Kabupaten
Yalimo sendiri memiliki tenaga dokter, perawat, bidan, dan analis serta tenaga medis
lainnya seperti konseling, gizi, dan farmasi. Masalah kesehatan Yalimo hampir sama
dengan masalah kesehatan di Papua pada umumnya seperti infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA), diare, malaria, tuberkulosis atau tubercle bacillus (TB), dan
human immunedeficiency virus (HIV). Sesuai dengan visi dan misi Dinas Kabupaten
Yalimo selalu berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menentukan strategi pengendalian
Cacingan Pada Balita dalam upaya pencegahan Kejadian Stunting di Kabupaten
Yalimo, Papua. Tujuan khusus dari Penelitian ini adalah mengetahui upaya yang
sudah dilakukan pemerintah daerah Kabupaten Yalimo dalam kegiatan Pengendalian
Infeksi Kecacingan yang sesuai dengan Peraturan Mentri Kesehatan No.15 Tahun
2017, menerangkan Faktor yang menjadi Kekuatan, Kelemahan, Peluang , dan
ancaman dalam kegiatan Program Pengendalian Cacingan, Menentukan Strategi dan
Komitmen program Pemerintah Daerah Kabupaten Yalimo dalam pengendalian
Cacingan yang sesuai dengan PERMENKES No.15 Tahun 2017.
Sasaran dari Kegiatan Program Pengendalian Cacingan ini di antaranya adalah
tenaga kesehatan yang melaksanakan pengendalian Cacingan di PUSKESMAS,
tenaga kesehatan yang melaksanakan penanggulangan cacingan di Kabupaten Kota,
dan instansi lintas program dan lintas sektor yang terkait dengan program
pengendalian Cacingan.
Berikut akan di sajikan Struktur organisasi Dinas Kesehatan Yalimo. Petikan
Jawaban Pertanyaan dan Matriks jawaban Pertanyaan dari tujuh Informan dimana
empat diantaranya adalah Pemangku Jabatan di Kabupaten Yalimo dan tiga informan
berikutnya adalah informan tambahan yang di ambil peneliti untuk menggali lebih
sumber informasi lebih tajam karena tiga Informan tersebut adalah pelaksana dalam
45

tugas dan fungsinya masing-masing yang berkaitan dengan Pengendalian Cacingan,


sesuai dengan koding Informan (Inf-1 samapai dengan Inf-7) akan di sajikan di
Lampiran
BAGAN STRUKTUR ORGANISASI
DINAS KESEHATAN KABUPATEN YALIMO
KEPALA DINAS KESEHATAN
YUNUS SAMBOM, AMK
NIP. 19630615 198703 1 025 SEKRETARIS
NAHORT HELAKOMBO, SKM
NIP.19690615 199403 1 008

KASUBBAG.
KASUBBAG. UMUM KASUBBAG KEUANGAN PENYUSUNAN
MARTINA KOMBO, SKM LERINA KEPNO, Amd. Kep PROGRAM
NIP. 19750217 200003 2 NIP. 19791102 200605 2 001 AGUSTINUS
003
SATTU, ST
NIP. 19830803
201104 1 001
KEPALA BIDANG KEPAL BIDANG KEPALA BIDANG PELAYANAN KEPALA BIDANG
PELAYANAN KESEHATAN PENCEGAHAN DAN KESEHATAN KELUARGA SUMBER DAYA
ANTON NEKWEK, AMK PEMBERANTASAN PENYAKIT YULIANTI S. PALINGGI, SKM KESEHATAN
NIP. 19680317 198902 1 002 - NIP. 19870602 201104 2 002 YERONES HISAGE,
Amd. Kep
NIP. 19860312 200909 1
001
KEPALA SEKSI PELAYANAN KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI
RUMAH SAKIT PENYAKIT TERTENTU KESEHATAN IBU DAN ANAK KEPALA SEKSI ALAT
SUSANA WANDIK, Amd. Keb LARIUS LOGO ELIUS SIEP KESEHATAN DAN
NIP. 19740904 200012 2 003 NIP. 19661231198703 1 129 NIP. 19720504 199703 1 008 PERBEKALAN
KESEHATAN RUMAH
TANGGA
NAHOR HOLOMANGGEN,
KEPALA SEKSI PUSKESMAS KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI GIZI Amd, Kep
ISAK FALUK, AMK PENCEGAHAN DAN IMUNISASI EVIE EDOAI NIP. 19790704 200312 1 006
NIP. 19730409 199503 1 005 ZEBULON HELAKOMBO, S.Kep, NIP. 19740904 20001 2 002
Ners KEPALA SEKSI
NIP. 19690304 199803 1 012 SUMBER DAYA MANUSIA
KEPALA SEKSI KEPALA SEKSI KESEHATAN
KEFARMASIAN PROMOSI KESEHATAN OBED NEGO DABI, SKM
SOSE LOHO, S.Kep, Ners KEPALA SEKSI drg. ARNIATI PANGALINAN
NIP. 19840207 200605 1 001

NIP. 19851011 201004 1 001 KESEHATAN LINGKUNGAN NIP. 19760208 2006052 002
YOSAFAT MABEL, SKM
NIP. 19830408 200501 1 003

UPTD
47

4.2. Upaya Dinas Kesehatan Menaggulangi Cacingan


Cacingan adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi cacing dalam tubuh
manusia yang ditularkan melalui tanah. Pengendalian cacingan adalah semua
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan prevalensi serendah mungkin dan
menurunkan risiko penularan cacingan di suatu wilayah.
Upaya penyelenggaraan pengendalian cacingan, berdasarkan Pasal 7
Permenkes No. 15 Tahun 2017, dilaksanakan melalui lima kegiatan, yakni:
promosi kesehatan, surveilans cacingan, pengendalian faktor risiko, penanganan
penderita, dan POM cacingan. Permenkes tersebut memberikan pengertian
mengenai kelima kegiatan pengendalian cacingan tersebut sebagai berikut:
1. Promosi kesehatan, dilaksanakan dengan strategi advokasi,
pemberdayaan masyarakat, dan kemitraan. Promosi kesehatan ditujukan
untuk (i) meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala
cacingan serta cara penularan dan pencergahannya; serta (ii)
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat guna memelihara
kesehatan, dengan cara: cuci tangan pakai sabun, menggunakan air bersih
untuk keperluan rumah tangga, menjaga kebersihan dan keamanan
makanan; menggunakan jamban sehat, dan mengupayakan kondisi
lingkungan yang sehat. (iii) meningkatkan perilaku mengkonsumsi obat
cacing secara rutin terutama bagi anak balita dan anak sekolah usia dini;
dan (iv) meningkatkan koordinasi institusi dan lembaga serta sumber
daya untuk terselenggaranya reduksi cacingan.
2. Surveilans cacingan, merupakan kegiatan pengamatan yang sistematis
dan terus menerus terhadap data dan informasi tentang kejadian cacingan
dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan
cacingan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
,mengarahkan tindakan pengendalian secara efektif dan efisien.
Surveilans cacingan dilaksanakan dengan melakukan anlaisis terhadap
data yang dikumpukan melalui penemuan kasus cacingan, survei faktor
risiko, dan survei prevalensi cacingan. Pemuan kasus bisa secara pasif
(atas laporan anggota masyarakat) dan aktif melalui pendekatan keluarga.
Survei prevalensi cacingan dilaksanakan melalui pemeriksaan tinja
secara terpilih (sampling).
3. Pengendalian faktor risiko, yang dilakukan melalui kegiatan: (i) menjaga
kebersihan perorangan, dan (ii) menjaga kebersihan lingkungan
4. Penanganan penderita, yang dilakukan melalui: (i) pengobatan penderita,
(ii) penanganan kompliksi cacingan, dan (iii) konseling kepada penderita
dan keluarga.
5. Pemberian obat pencegahan secara massal (selanjutnya disebut POPM
cacingan) merupakan pemberian obat yang dilakukan untuk mematikan
cacing secara serentak kepada semua penduduk sasaran di wilayah
berisiko cacingan sebagai bagian dari upaya pencegahan penularan
cacingan. POM cacingan dapat dilaksanakan secara integrasi dengan
kegiatan:
(i) bulan vitamin A,
(ii) pemberian makanan tambahan anak balita. POPM cacingan
dilaksnakan dua kali dalam satu tahun untuk daerah kabupaten/kota
dengan prevalensi tinggi (apabila prevalensi cacingan di atas 50%)
dan satu kali dalam satu tahun untuk daerah kabupaten/kota dengan
prevalensi sedang (apabila prevalensi cacingan antara 20%-50%).
POPM cacingan wajib dilakukan secara terus menerus sampai terjadi
penurunan prevalensi di bawah 10%.

4.2.1 Upaya yang sudah dilakukan pihak Dinkes Kabupaten Yalimo, antara
lain:
1. Mengintegrasikan kegiatan pengendalian cacingan dengan POPM
aktivitas lain seperti, imunisasi, aktivitas Posyandu, sebagaimana
dimaksudkan Pasal 4 ayat (c) Permenkes No. 15 Tahun 2017.
2. Melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di POSYANDU
sesuai dengan Permenkes No. 15 Tahun 2017. Sosialsisasi PHBS
dilakukan pihak Dinkes dan kader, juga kepada masyarakat secara
umum.
49

4.2.2. Adapun upaya yang belum dilakukan pihak Dinkes Kabupaten


Yalimo, antara lain:
1. Indikator pencapaian target program Pengendalian cacingan belum
diketahui. Belum tersedia data apakah di Kabupaten Yalimo sudah terjadi
atau belum penurunan prevalensi cacingan sampai di bawah 10%.
Permenkes No. 15 Tahun 2017 menetapkan bahwa indikator dalam
pencapaian target program penanggulangan cacingan adalah berupa
penurunan prevalensi cacingan sampai dengan di bawah 10 % di setiap
daerah kabupaten/ kota.
2. Komitmen Dinas Kesehatan Kabuapaten Yalimo dalam Pengendalian
cacingan masih terbatas. Hal ini tampak dari fakta bahwa Dinkes belum
menjadikan program pengendalian cacingan sebagai program prioritas,
sebagaimana disebutkan pada Pasal 4 ayat (a) Permenkes No. 15 Tahun
2017.
3. Koordanasi lintas program, lintas sektor, dan peran masyarakat,
sebagaimana disebutkan Pasal 4 ayat (b) peraturan Mentri Kesehatan No.
15 Tahun 2017 tentang pengendalian cacingan masih relatif lemah.
Masing-masing elemen pada pemerintahan Kabupaten Yalimo masih
terkesan bergerak sendiri-sendiri.
4. Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan pengendalian
cacingan di daerah, sebagaimana disebutkan Pasal 4 ayat (f) No. 15 Tahun
2017, masih dilakukan terbatas belum terarah dengan baik.
5. Mendorong program pengendalian cacingan masuk dalam rencana
perbaikan kualitras air serta berkoordinasi dengan kementerian yang
bertanggung jawab dalam penyediaan sarana air bersih, sebagaimana
disebutkan Pasal 4 ayat (d) No. 15 Tahun 2017, masih belum terealisasi.

4.3 Strategi Pengendalian Cacingan


Strategi dari Pengendalian Cacingan di Kabupaten Yalimo dengan
melakukan kegiatan Pemberian Obat Cacing di Posyandu berintegrasi dengan
Pemberian Vitamin A di Posyandu.
4.4 Penetapan Isu Aktual
Berdasarkan deskripsi mengenai apa upaya yang harus dilakukan,
kemudian deskripsi mengenai upaya yang telah dilakukan maupun upaya yang
belum dilakukan, maka diketahui terdapat lima isu aktual, sebagaimana tampak
pada Tabel 4.2. Selanjutnya kelima isu aktual yang muncul tersebut akan
ditetapkan apakah tetap diterima sebagai isu aktual, ataukah tidak bisa diterima
sebagai isu aktual.
Penetapan isu aktual itu dilakukan dengan menggunakan empat kriteria,
yakni kriteria bahwa isu tersebut aktual (A), problematik (P), kekhalayakan (K),
dan kelayakan (K). Pengertian dari masing-masing kriteria tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Aktual (A) yaitu isu yang sedang terjadi atau sedang dalam proses, sedang
hangat dibicarakan di kalangan masyarakat. Sedangkan isu yang akan
terjadi adalah isu yang diperkirakan akan terjadi dalam waktu dekat.
2. Problematik (P) yaitu isu yang menyimpang dari harapan, stándar,
ketentuan yang menimbulkan kegelisahan yang perlu segera dicari
penyebab dan pemecahannya.
3. Kekhalayakan (K) yaitu isu yang secara langsung menyangkut orang
banyak/pelanggan dan bukan hanya untuk kepentingan seseorang tertentu
saja
4. Kelayakan (K) yaitu isu yang logis, pantas, realistis, dan dapat dibahas
sesuai dengan tugas, hak,wewenang, dan tanggung jawab.
Berdasarkan evaluasi dengan menggunakan lima kriteria tersebut, maka
disimpulkan bahwa dari kelima isu yang terdapat pada Tabel 4.2 tersebut, tiga isu
memenuhi sebagai isu aktual terkait dengan penanggulangan cacingan di
Kabupaten Yalimo. Ketiga isu yang memenuhi kriteria sebagai isu aktual adalah
isu nomor 1. Penyakit cacingan (selain malaria, TB, HIV), telah menjadi musuh
masyarakat (DUK-SDM-1; TJDK-7), 2. Permenkes No. 15 Tahun 2017 belum
dilaksanakan (DUK-PSM-2),3. Terjadi kelengkaan air bersih di banyak lokasi
(KPC-PK-1), 4. Komunikasi dan koordnasi antara pemerintah kabupaten dengan
Pemerintah Provinsi relatif buruk sehingga bisa menjadi kendala pada
terlaksananya program kesehatan yang berasal dari Pemerintah Provinsi maupun
51

Pemerintah Pusat (PERMEN-5) dan 5. PHBS pada masyarakat masih belum


baik.
Tabel 4.2
Penetapan Kriteria Isu/masalah

Ke-
Isu/masalah kha Kelayak-
No. Aktual Problematik Terpilih
Umum Layak- an
an

1. Penyakit
cacingan + + + + Memenuhi
(selain
malaria, TB,
HIV), telah
menjadi
musuh
masyarakat
(DUK-SDM-
1; TJDK-7)
2. Permenkes
No. 15 Tahun + + + + Memenuhi
2017 belum
dilaksanakan
(DUK-PSM-
2)
3. Terjadi + - + + Tidak
kelengkaan air Memenuhi
bersih di
banyak lokasi
(KPC-PK-1)
4. Komunikasi
dan koordnasi + - + + Tidak
antara Memenuhi
pemerintah
Pemkab
dengan
Pemrov relatif
buruk
sehingga bisa
menjadi
kendala pada
terlaksananya
program
kesehatan
yang berasal
dari Pemprov
maupun
pemerintah
pusat
(PERMEN-5)
5. PHBS pada
masyarakat + + + + Memenuhi
masih belum
baik

Selanjutnya, dilakukan penetapan prioritas isu dengan tehnik analisis


USG, yakni urgency (U), seriousnesses (S), dan growth (G). Pengertian USG
adalah sebagai berikut: U=Urgency (Mendesak), isu perlu dibahas dikaitkan
waktu yang tersedia; S=Seriousnesses (tingkat keseriusan), isu tersebut perlu
dibahas berdasarkan akibat yang timbul dari penundaan pemecahan masalah
53

yang mengakibatkan isu tersebut semakin berkembang; dan Growth


(Kecenderungan Berkembang), isu menjadi berkembang makin memburuk kalau
dibiarkan. Pengisian menggunakan skala Rensis Linkert dengan model rating
scale dimana penilaian di lakukan secara kualitatif seperti sangat
mendesak,mendesak,cukup mendesak,kurang mendesak,sangat kurang mendesak
di konversi kedalam angka-angka.
Pengisian USG tersebut dengan ranking nilai:
Nilai 5: Sangat Mendesak/Gawat/Berdampak
Nilai 4: Mendesak/Gawat/Berdampak
Nilai 3: Cukup Mendesak/Cukup Gawat/Cukup Berdampak
Nilai 2: Kurang Mendesak/Kurang Gawat/Kurang Berdampak
Nilai 1: Sangat Kurang Mendesak/Kurang Gawat/Kurang Berdampak
Tabel 4. 3
Pemilihan Isu/masalah Aktual Prioritas

No. ISU/Masalah U S G TOTAL RANKING

1. Penyakit cacingan (selain 5 4 5 14 II


malaria, TB, HIV), telah
menjadi musuh masyarakat
(DUK-SDM-1; TJDK-7)
2. Permenkes No. 15 Tahun 5 5 5 15 I
2017 belum dilaksanakan
(DUK-PSM-2)
3. PHBS pada masyarakat masih 4 4 4 12 III
belum baik

4.5. Identifikasi Faktor Eksternal dan Internal


Identifikasi faktor internal dan eksternal ini dilakukan sebagai analisis
SWOT, faktor internal adalah kekuatan (strengths), dan kelemahan (weaknesses,
W) sedangkan di mana fraktor eksternal adalah peluang (opportunities, O),
ancaman (threats, T). Objek yang dianalisis dengan SWOT ini adalah Dinas
Kesehatan, Kabupaten Yalimo, sehingga perspektif intenal dan eksternal adalah
dari perspektif Dinas Kesehatan. Begitu pula perspektif kekuatan dan kelemahan
adalah dari perspektif Dinas Kesehatan, Kabupaten Yalimo dan eksternal adalah
di luar Dinas Kesehatan atau lingkungan yamg mempengaruhi.
Analisis SWOT itu disusun berdasarkan wawancara mendalam dengan
para informan pemangku jabatan di Kabupaten Yalimo, di antaranya adalah
Kepala Dinas Kesehatan Yalimo, Kepala Bidang Pelayanan Kesehatan, Kepala
Dinas Pemberdayaan Masyarakat Kampung dan Sekretaris Daerah Kabupaten
Yalimo. Maka didapati beberapa elemen yang dapat di ambil dalam analisis
SWOT, Inform consent dilakukan secara lisan dan akan di tandatangani
bersamaan dengan petikan hasil wawancara, dimana wawancara dilakukan dengan
cara Telepon selular langsung di Karenakan saat Penelitian di lakukan terjadi
Pandemi COVID 19 yang membatasi Peneliti untuk datang langsung ke
Kabupaten Yalimo, Papua dan adanya kejadian yang menyebabkan kondisi
Kabupaten Yalimo tidak Kondusif untuk di kunjungi. Sehingga pada penelitian ini
Wawancara di ambil oleh Para pemangku Jabatan di Kabupaten Yalimo secara
berulang kali, di karenakan sulitnya hubungan Komunikasi di Kabupaten Yalimo,
Elelim. Pada saat pengambilan Identifikasi SWOT faktor Internal dan Eksternal di
wakili oleh tiga SKPD (Satuan Kerja Perangkat Dinas), yang masing-masing
terkait dalam penanganan program kecacingan ini yang berada di Kabupaten
Wamena yang dapat menunjang Komunikasi dengan Peneliti yaitu :
1. Dinas Kesehatan Yalimo, di wakili oleh Linda Arung Tambing,SKM (Inf-5)
( Pengelola Program P2P Dinas Kesehatan Yalimo )
2. Puskesmas Elelim, di wakili oleh Rita Agnes S.Tr.Keb. Bid (Inf-6) ( Bidan
Koordinator dan Pengelola Dana BOK Puskesmas Elelim)
3. Dinas Keuangan Pemerintah Daerah Kabupaten Yalimo di wakili oleh Erwin
J. Ireeuw.SSTP. (Inf-7) ( Kepala Bidang Pendapatan Badan Keuangan
Kabupaten Yalimo)
Pengambilan analisis SWOT Identifikasi faktor Internal dilakukan melalui
berbagai macam cara dimana di awali dengan melakukan Indepth Interview
(wawancara mendalam) dengan mengisi Google Form yang di kirim lewat media
55

Whatsapp dan di kirim kembali setelah diisi melalui e-mail dan lewat media
telepon selular langsung. Sebelum Pengambilan Indentifikasi Faktor Internal dan
eksternal peneliti menjelaskan terlebih dahulu analisis SWOT berdasarkan
Indepth Interview (wawancara mendalam) yang di dapati dari empat informan
sebelumnya. Dari Indepth interview para pemangku jabatan dan SKPD yang akan
mewakili Identifikasi faktor internal dan eksternal tidak ada perbedaan yang
significan yang dapat di artikan bahwa antara Para Pemangku Jabatan dengan
perwakilan SKPD sejalan dalam penanganan kecacingan di Kabupaten Yalimo.
Adapun hasil analisis SWOT berdasarkan Indepth Interview ( wawancara
mendalam) Identifikasi Faktor Internal yang di dalam nya termasuk Strengths
(Kekuatan), dan weakness (Kelemahan).

4.5.1. Strengh ( Kekuatan) meliputi yaitu,


S.1 Pemberian Obat Cacing di POSYANDU relative berjalan teratur,
hal ini berdasarkan dari wawancara secara mendalam oleh empat informan dan di
kuatkan lagi oleh dua nara sumber lainnya, yaitu Pengelola program P2P, dan
Bidan Koordinator PUSKESMAS Elelim di dapatkan informasi bahwa kegiatan
pemberian obat cacing di lakukan di Posyandu bersamaan dengan pemberian
vitamin A di bulan Februari dan bulan Agustus. Kegiatan ini memberikan makna
bahwa kegiatan program kecacingan di Kabupaten Yalimo berjalan merupakan
salah satu upaya dalam pengendalian cacingan dalam POPM cacingan pada anak
umur satu tahun sampai dengan dua belas tahun.
S.2. Ketersediaan Obat Cacing relative cukup, Dinas Kesehatan
Kabupaten Yalimo selalu mencukupi ketersediaan Obat Cacing, dimana sejak
tahun 2018 obat cacing merupakan obat program sehingga ketersediaannya di
penuhi oleh Dinas Kesehatan Provinsi Papua, yang pada tahun sebelumnya
pengadaan obat cacing ini di ambil dari dana Dak Non Fisik.
S.3. Adanya Pengkaderan sebagai bentuk Partisipasi Masyarakat
dalam Pengendalian Cacingan, Dinas Kesehatan Kabupaten Yalimo merekrut
masyarakat yang bersedia membantu kegiatan kesehatan yang berbasis
masyarakat dimana mereka terlebih dahulu di latih oleh Puskesmas yang ada
Kabupaten Yalimo.
S.4. Adanya Promosi Kesehatan tentang pengendalian Cacingan di
POSYANDU dan FASYANKES, Kegiatan ini merupakan dalam upaya untuk
meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang tanda dan gejala cacingan serta
penularan dan pencegahan nya, dapat menjadi penopang kegiatan Pengendalian
Kecacingan .
S.5. Penyuluhan PHBS terus berjalan oleh Puskesmas, Kegiatan ini
dilakukan oleh PUSKESMAS baik promosi di FASYANKES ataupun di
POSYANDU bahkan di Gereja - gereja yang ada di wilayah Kabupaten Yalimo,
di harapkan dengan adanya Penyuluhan PHBS maka Masyarakat mau
menerapakan pola bersih dan sehat yang akan bedampak positif pada penurunan
kejadian Cacingan.

4.5.2. Weakness ( Kelemahan ) meliputi yaitu :


W.1. Dinas Kabupaten Yalimo belum mempunyai Indikator dalam
Program pengendalian cacingan sesuai dengan PMK. No.15 Tahun 2017,
pada saat penelitian ini di lakukan Dinas kesehatan Kabupaten Yalimo belum
menetapkan Indikator program pengendalian cacingan yang merupakan pedoman
dalam menentukan Strategi pengendalian program kecacingan.
W.2. Belum memahami tentang PMK. No.15 Tahun 2017, hal ini dapat
menjadi salah satu kendala tidak berjalannya program pengendaliaan
cacingan.Kebijakan yang di keluarkan oleh Pemerintah Pusat sudah di ikuti
dengan Pedoman yang dapat menjadi acuan bagi Dinas Kabupaten Yalimo
sehingga bila ada bagian dari kebijakan
W.3. Sosialisasi PMK.No.15 Tahun 2017 masih lemah, hal ini
mengakibatkan ketidak tahuan akan adanya PMK ini dapat dilihat dari hasil
wawancara bahwa semua informan belum mengetahui adanya PMK ini.
W.4. Belum adanya pemegang Program Kecacingan akibat
keterbatasan Tenaga, ketebatasan tenaga merupakan salah satu kendala yang
dapat di katakan menghambat berlangsungnya program pengendalian cacingan
sehingga Program ini tidak menjadi Program Prioritas seperti yang di harapakan
sesuai dengan PMK. N0.15 Tahun 2017.
57

W.5. Belum di jalankannya PMK.No.15 Tahun2017, dasar utama


pengendalian cacingan dalam PERMENKES .No.15 Tahun 2017 adalah untuk
memutuskan mata rantai penularan cacingan, di buatnya Kebijakan ini untuk
mengarahkan pemerintah daerah untuk menjadikan Program ini menjadi salah
satu program Prioritas, yang merupakan strategi dalam Pengendalian Cacingan.
Bila PERMENKES ini tidak di jalankan maka kegiatan pengendalian cacingan
akan menjadi kegiatan yang tanpa arah, di dalam pedoman di jelaskan upaya-
upaya kegiatan program pengendalian kecacingan seperti Promosi Kesehatan,
Surveilens Cacingan, Pengendalian Faktor resiko, POPM Cacingan dan
penanganan Penderita.

Tabel 4.4 Identifikasi Faktor Internal Dinas Kesehatan Kabupaten Yalimo

Faktor Internal

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weakness)


S.1. Pemberian obat cacing pada W.1. Belum mempunyai indikator
(1) Balita di Posyandu berjalan (6) dalam program pengendalian
relatif teratur cacingan sesuai PERMENKES
No.15 Tahun 2017
S.2. Ketersediaan obat cacing relatif W.2. DINKES belum memahami
(2) cukup di DINKES Yalimo (7) PERMENKES No. 15 Tahun
2017
S.3. Adanya pengkaderan sebagai W.3. Sosialisasi PERMENKES No.
(3) bentuk Partisipasi Masyarakat (8) 15 Tahun 2017 masih lemah
dalam Pengendalian Cacingan
S.4 Promosi Kesehatan tentang W4 Belum ada pemegang program
(4) Pengendalian Cacingan di (9) Pengendalian cacingan sesuai
POSYANDU dan PMK.No.15 Tahun 2017, karena
FASYANKES di Kabupaten keterbatasan tenaga.
Yalimo
S.5 Penyuluhan PHBS terus W5 PERMENKES No. 15 Tahun
(5) berjalan oleh Puskesmas (10) 2017 belum dilaksanakan

Adapun hasil analisis SWOT berdasarkan Indepth Interview ( wawancara


mendalam)

4.5.3. Opportunity (Peluang) meliputi yaitu:


O.1. Sebagian besar Masyarakat sudah mengetahui gejala kecacingan,
masyarakat sudah mengerti tentang gejala kecacingan seperti mengeluhkan cepat
lelah dan sering mengantuk bahkan adapula yang secara langsung melihat adanya
cacing yang keluar saat buang air besar ini merupakan salah satu upaya dalam
surveilens secara pasif dimana penemuan kasus di Puskesmas.
O.2. Sebagian besar Masyarakat dapat di arahkan oleh pemerintah
terkait pengendalian cacingan, kegiatan ini merupakan upaya pengendalian
faktor resiko dalam kecacingan diantaranya menjaga kebersihan perorangan dan
menjaga kebersihan lingkungan.
O.3. Sebagian Masyarakat sudah memiliki inisiatif melaporkan gejala
cacingan, Kesadaran masyarakat melaporkan kejadian cacingan dapat menjadi
peluang dimana upaya surveilens kasus cacingan secara pasif dalam pengendalian
cacingan .
O.4. Jalur MISIONARIS GEREJA Dapat membantu media Promosi
Kesehatan Pengendalian Cacingan, Penyuluhan Promosi Kesehatan melalui
jalur Misionaris dan Gereja sangatlah berpeluang membuka jalur Komunikasi
antara petugas Kesehatan dengan Masyarakat dimana Misionaris dan Gereja dapat
membantu tercapainya tujuan dari kegiatan Kesehatan untuk Masyarakat dimana
tingkat kepercayaan Masyarakat terhadap gereja masih sangat berpengaruh.
O.5. Adanya Kader di Masyarakat, Kader sangatlah membantu tugas
tenaga kesehatan Kabupaten Yalimo yang masih terbatas dalam menjangkau
masyarakat, dapat di gambarkan Geografis wilayah Papua khususnya Kabupaten
Yalimo harus melalui gunung dan lembah, masih banyak tempat tinggal
59

masyarakat dari segi jarak ke Fasyankes sangat jauh sehingga kehadiran kader di
tengah masyarakat sangat membantu sekali.

4.5.4. Ancaman (Threats)


T.I. Terjadi kelangkaan air bersih di banyak lokasi, Pengendalian
cacingan tidak terlepas dari ketersedian air bersih karena untuk kegiatan sehari-
hari di butuhkan air yang sesuai dengan standar kesehatan dan tidak tercemar. Hal
ini pun tercantum di dalam Pedoman PMK. No. 15 Tahun 2017 dimana di
harapkan adanya koordinasi lintas sektoral dengan bagian terkait penyedian air
bersih yang merupakan salah satu strategi pengendalian cacingan. Di Kabupaten
Yalimo sendiri masih terjadi kelangkaan air bersih di mana Masyarakat masih
memanfaatkan air hujan, pada saat musim kemarau maka akan terjadi kelangkaan
air di banyak lokasi.
T.2. Masih ada masyarakat yang membuang air besar di sembarang
tempat, Kabupaten Yalimo sebagian besar penduduknya masih berpindah-pindah
(Nomaden) dimana mereka bisa membuat tempat tinggal dekat dengan Kebun-
kebun sehingga tidak ada rumah yang layak bahkan untuk MCK untuk buang air
besar, sangat berbeda dengan situasi di ibu kota kabupaten karena sebagian besar
penduduknya adalah ASN dan sudah banyak rumah sehat yang sesuai standar,
namun ada saja Masyarakat yang sedang berkunjung di Ibukota Kabupaten Elelim
yang belum menyadari akan bahayanya membuang air besar di sembarang tempat.
T.3. Penyakit cacingan merupakan musuh Masyarakat, penyakit
cacingan merupakan penyakit masyarakat yang sejak lama sudah di perangi.
Namun masih saja penyakit ini belum dapat di kendalikan sesuai dengan
komitmen Pemerintah Pusat dalam pengendalian cacingan yang sudah dituangkan
dalam PMK.No.15 Tahun 2017 terlihat dari belum jalan nya Program
pengendalian cacingan ini yang sesuai dengan PMK.No.15 Tahun 2017 .
T.4. Masih banyak Masyarakat yang meminum air sungai tanpa di
masak, hal ini tentu sangat berbahaya di mana air yang tidak masak mungkin saja
mengandung telur cacing, masyarakat dengan segala keterbatasan yang ada di
daerah menyebabkan kejadian ini masih banyak terjadi .
T.5. Komunikasi dan Koordinasi program pengendalian cacingan lintas
sektor belum berjalan dengan baik, koordinasi lintas sektor merupakan salah
satu strategi Pemerintah pusat yang di tuangkan dalam pedoman PMK. No.15
Tahun 2017 tidak adanya koordinasi lintas sektor dan lintas program tertentu
akan menjadi ancaman yang harus diperbaiki

Berikut faktor eksternal di rangkaikan dalam tabel 4.5


Tabel 4.5 Identifikasi Faktor Internal Dinas Kesehatan Kabupaten Yalimo

Faktor Eksternal
Peluang (Opportunity) Ancaman ( Threats)
O.1 Sebagian besar Masyarakat T.1 Terjadi Kelangkaan air bersih di
(11) sudah mengetahui gejala (16) banyak lokasi
Cacingan

O.2 Sebagian besar Masyarakat T.2 Masih ada Masyarakat yang


(12) dapat di arahkan oleh (17) membuang air besar di
Pemerintah terkait Pengendalian sembarang tempat
Cacingan

O.3 Sebagaian Masyarakat sudah T.3 Penyakit Cacingan merupakan


(13) memiliki inisiatif melaporkan (18) musuh Masyarakat
terkena gejala Cacingan

O.4 Jalur Misionaris Gereja dapat T.4 Masih banyak Masyarakat yang
(14) membantu media Promosi (19) meminum air sungai tanpa di
Kesehatan Pengendalian masak
Cacingan
61

O.5 Adanya Kader di Masyarakat T.5 Komunikasi dan koordinasi


(15) (20) Program pengendalian Cacingan
lintas sektor belum berjalan
dengan baik.

4.6. Memilih dan menetetapkan Faktor Kunci Keberhasilan


Berdasarkan hasil wawanacara komparasi tersebut, maka ditentukan faktor-
faktor internal yang paling mendesak (urgen). Faktor-faktor tersebut merupakan
dasar dalam penetapan pencapaian tujuan, dilakukan penilaian terhadap urgensi
masing-masing faktor. sejauh mana pentingnya faktor yang teridentifikasi secara
internal dan eksternal, ditindak lanjuti dengan melakukan komparasi antar faktor
Aspek yang dinilai dari tiap faktor adalah : Urgensi faktor terhadap Kegiatan,
meliputi
• Nilai Faktor (NF) dan
• Bobot Faktor (BF).
Kriteria:
• Sangat baik : 5. sangat tinggi urgensi/dukungan/keterkaitan.
• Baik : 4. tinggi nilai urgensi/dukungan/keterkaitan.
• Cukup : 3. cukup tinggi nilai urgensi/dukungan/keterkaitan
• Kurang : 2. kurang nilai urgensi/dukungan/keterkaitan
• Buruk : 1. sangat kurang nilai urgensi/dukungan/keterkaitan

4.6.1. Nilai Urgensi (NU)


Nilai urgensi diperoleh dengan cara memberikan nilai bobot pada setiap
faktor yang berkisar antara 1-5

4.6.2. Bobot Faktor (BF):


Bobot faktor merupakan hasil sebagai kondisi faktor yang menjadi
kebutuhan.
Bobot suatu faktor dalam organisasi menurut Michael Arsmtrong dan Helen
Murlis dalam buku The Art HRD Reward Management, 2003 : 135 adalah
ukuran relatif pentingnya keberadaan suatu faktor dalam mencapai tujuan dan
sasaran.
Penetapan besaran BF, langkah pertama adalah memberikan Nilai Urgensi (NU)
yang berkisar antara 1-5 yakni nilai terendah = paling kurang urgen dan nilai
tertinggi = paling urgen.Selanjutnya BF dihitung berdasarkan rumus berikut
NU
BF = ---------------------- X 100 %
∑ NU (-1)
4.6.3. Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal
Dari hasil identifikasi faktor-faktor internal dan ekternal SWOT maka
akan di tanyakan kepada para informan yang mewakili dari tiga OPD yang ada di
Kabupaten Yalimo, berikut hasil dari identifikasi:

Tabel 4.6 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal informan 1.

Fakt S1 S2 S3 S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 NF BF

or 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Inter-
nal
S1 (1) 1 3 1 1 6 7 8 9 10 3 0.07

S2 (2) 1 3 2 2 6 7 8 9 10 2 0.04

S3 (3) 3 3 3 3 6 7 8 9 10 4 0.09

S4 (4) 1 2 3 4 6 7 8 9 10 1 0.02

S5 (5) 1 2 3 4 6 5 8 9 10 1 0.02

W1 (6) 6 6 6 6 6 6 6 9 10 7 0.16

W2 (7) 7 7 7 7 5 6 8 9 10 4 0.09

W3 (8) 8 8 8 8 8 6 8 9 10 6 0.13
63

W4 (9) 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 0.18

W5 10 10 10 10 10 10 10 10 10 9 0.2
(10)
45 1

Nama Informan : Linda Tambi ARUNG,SKM


Instansi Informan : Dinas Kesehatan Yalimo
Tanggal Penisian : 6agustus 2020
Metode Pengisian : ZOOM dan Telepon Seluler Langsung

Tabel. 4.7 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal Informan 2.

Faktor S1 S2 S3 S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 NF BF

Inter- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

nal
S1 (1) 1 3 4 1 6 1 1 9 10 4 0.09

S2 (2) 1 2 2 5 6 2 2 9 10 4 0.09

S3 (3) 3 2 3 3 6 3 3 9 10 5 0.11

S4 (4) 4 2 3 4 6 4 4 9 10 4 0.09

S5 (5) 1 5 3 4 6 5 5 9 10 3 0.07

W1 (6) 6 6 6 6 6 6 6 6 10 8 0.18

W2 (7) 1 2 3 4 5 6 8 7 10 1 0.02

W3 (8) 1 2 3 4 5 6 8 9 10 1 0.02

W4 (9) 9 9 9 9 9 6 7 9 10 6 0.13

W5 (10) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 9 0.2

45 1
Nama Informan : Rita Agnes,S.Tr.Bid
Instansi Informan : PUSKESMAS Elelim
Tanggal Penisian : 6 Agustus 2020
Metode Pengisian : Email , Whatsapp, dan Telepon seluler

Tabel. 4.8 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal Informan 3.

Faktor S1 S2 S3 S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 NF BF

Inter- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

nal
S1 (1) 1 3 1 1 6 7 8 9 10 3 0.07

S2 (2) 1 3 2 2 6 7 8 9 10 2 0.04

S3 (3) 3 3 3 3 6 7 8 9 10 4 0.09

S4 (4) 1 2 3 4 6 7 8 9 10 1 0.02

S5 (5) 1 2 3 4 6 5 8 9 10 1 0.02

W1 (6) 6 6 6 6 6 6 6 9 10 7 0.16

W2 (7) 7 7 7 7 5 6 8 9 10 4 0.09

W3 (8) 8 8 8 8 8 6 8 9 10 6 0.13

W4 (9) 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 0.18

W5 (10) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 9 0.2

45 1
65

Nama Informan : Erwin Johanis Ireeuw,SSTP


Instansi Informan : Badan Keuangan Daerah Kabupaten Yalimo
Tanggal Pengisian : 07 Agustus 2020
Metode Pengisian : E-mail dan Telepon Seluler
Dari ketiga informan saat dilakukan wawancara Indepth Interview dalam
melakukan komparasi setiap faktor internal di ambillah jawaban yang paling
banyak di pilih oleh ketiga informan dan di sajikan pada tabel 4.9
Tabel. 4.9 Hasil Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Internal.

Fakto S1 S2 S3 S4 S5 W1 W2 W3 W4 W5 NF BF

r 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Inter-
nal
S1 (1) 1 3 1 1 6 7 8 9 10 3 0,07

S2 (2) 1 2 2 5 6 7 8 9 10 2 0,04

S3 (3) 3 2 3 3 6 7 8 9 10 3 0,07

S4 (4) 1 2 3 4 6 7 8 9 10 1 0,02

S5 (5) 1 5 3 4 6 7 8 9 10 1 0,02

W1 6 6 6 6 6 6 6 9 10 7 0,16
(6)
W2 7 7 7 7 6 8 9 10 5 0,11
(7)
W3 8 8 8 8 8 6 8 9 10 6 0,13
(8)
W4 9 9 9 9 9 9 9 9 10 8 0,18
(9)
W5 (10) 10 10 10 10 10 10 10 10 10 9 0,2

45 1
Dari tabel diatas maka kita dapati dari faktor internal yang paling penting
adalah:
Kekuatan:
1. Pemberian obat cacing pada Balita di Posyandu berjalan relative teratur
2. Adanya pengkaderan sebagai bentuk partisipasi Masyarakat dalam
Pengendalian Cacingan
3. Ketersedian obat cacing yang relative cukup
Kelemahan:
1. Permenkes No.15 Tahun 2017 belum dilaksanakan
2. Belum ada pemegang program pengendalian cacingan sesuai dengan
Permenkes No.15 Tahun 2017
3. Belum Mempunyai Indikator dalam Program pengendalian Cacingan sesuai
dengan Permenkes No.15 Tahun 2017
Dari masing-masing kekuatan dan kelemahan yang menurut ketiga informan yang
paling penting maka nanti nya akan di evaluasi untuk mengetahui peta posisi
kekuatan dan strategi dari dinas Kabupaten Yalimo dalam Pengendalian Cacingan
Setelah dilakukan Penilaian komparasi Faktor Internal maka di lanjutkan
oleh pertanyaan Penilaian komparasi faktor eksternal , berikut di sajikan pada
tabel dibawah ini.

Tabel. 4.10 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal informan 1.


Faktor O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 NF BF
Inter-
nal 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
O.1 11 13 14 11 16 17 18 19 20 2 0.04
(11)
O.2 11 13 14 12 16 17 18 19 20 1 0.02
(12)
O.3 13 13 14 13 16 17 18 19 20 3 0.07
(13)
O.4 14 14 14 14 16 17 18 19 20 4 0.09
(14)
O.5 11 12 13 14 16 17 15 19 20 1 0.02
(15)
67

T.1 16 16 16 16 16 16 16 19 20 7 0.16
(16)
T.2 17 17 17 17 17 16 17 19 20 6 0.13
(17)
T.3 18 18 18 18 15 16 17 19 20 4 0.09
(18)
T.4 19 19 19 19 19 19 19 19 20 8 0.18
(19)
T.5 20 20 20 20 20 20 20 20 20 9 0.2
(20)
45 1

Nama Informan : Linda Tambi ARUNG,SKM


Instansi Informan : Dinas Kesehatan Yalimo
Tanggal Penisian : 6agustus 2020
Metode Pengisian : ZOOM dan Telepon Seluler Langsung

Tabel. 4.11 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal informan 2.


Faktor O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 NF BF
Inter-
nal 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

O.1 11 13 11 15 16 17 18 19 20 2 0.04
(11)
O.2 11 13 12 15 16 17 18 19 20 1 0.02
(12)
O.3 13 13 13 15 16 17 18 19 20 3 0.07
(13)
O.4 11 12 13 14 16 17 18 19 20 1 0.02
(14)
O.5 15 15 15 14 16 17 15 19 20 4 0.09
(15)
T.1 16 16 16 16 16 16 16 19 20 7 0.16
(16)
T.2 17 17 17 17 17 16 18 19 20 5 0.11
(17)
T.3 18 18 18 18 15 16 18 19 20 5 0.11
(18)
T.4 19 19 19 19 19 19 19 19 20 8 0.18
(19)
T.5 20 20 20 20 20 20 20 20 20 9 0.2
(20)
45 1

Nama Informan : Rita Agnes,S.Tr.Bid


Instansi Informan : PUSKESMAS Elelim
Tanggal Penisian : 6 Agustus 2020
Metode Pengisian : Email , Whatsapp, dan Telepon seluler
Tabel. 4. 12 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal informan 3.
Faktor O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 NF BF
Inter-
nal 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
O.1 11 13 14 11 16 17 18 19 20 2 0.04
(11)
O.2 11 13 14 12 16 17 18 19 20 1 0.02
(12)
O.3 13 13 14 13 16 17 18 19 20 3 0.07
(13)
O.4 14 14 14 14 16 17 18 19 20 4 0.09
(14)
O.5 11 12 13 14 16 17 15 19 20 1 0.02
(15)
T.1 16 16 16 16 16 16 16 19 20 7 0.16
(16)
T.2 17 17 17 17 17 16 17 19 20 6 0.13
(17)
T.3 18 18 18 18 15 16 17 19 20 4 0.09
(18)
69

T.4 19 19 19 19 19 19 19 19 20 8 0.18
(19)
T.5 20 20 20 20 20 20 20 20 20 9 0.2
(20)
45 1

Nama Informan : Erwin Johanis Ireeuw,SSTP


Instansi Informan : Badan Keuangan Daerah Kabupaten Yalimo
Tanggal Pengisian : 07 Agustus 2020
Metode Pengisian : E-mail dan Telepon Seluler

Dari Hasil Jawaban Pertanyaan Komparasi Faktor Eksternal Ketiga


informan tersebut maka di ambilah jawaban yang terbanyak sehingga di dapati
hasil seperti Tabel di bawah ini .Tabel 4.13 berikut ini merupakan hasil
rangkuman penilaian komparasi urgensi faktor eksternal dari ketiga Informan .
Tabel 4.13 Penilaian Komparasi Urgensi Faktor Eksternal.
Faktor O1 O2 O3 O4 O5 T1 T2 T3 T4 T5 NF BF
Inter-
nal 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
O.1 12 11 14 15 16 17 18 19 20 1 0,02
(11)
O.2 12 13 12 15 16 17 18 19 20 2 0,04
(12)
O.3 11 13 14 15 16 17 13 19 20 2 0,04
(13)
O.4 14 12 14 14 16 17 14 19 20 4 0,11
(14)
O.5 15 15 15 14 16 17 15 19 20 4 0,11
(15)
T.1 16 16 16 16 16 16 16 19 20 7 0,16
(16)
T.2 17 17 17 17 17 16 17 19 20 6 0,13
(17)
T.3 18 18 13 13 15 16 17 19 20 2 0,04
(18)
T.4 19 19 19 19 19 19 19 19 20 8 0,18
(19)
T.5 20 20 20 20 20 20 20 20 20 9 0,2
(20)
45 1

Dari hasil penilaian komparasi faktor eksternal maka di dapati yang


terbanyak adalah,
Peluang
1. Jalur Misionaris Gerja dapat membantu media Promosi kesehatan Pengendalian
cacingan
2. Adanya kader di masyarakat
3. Sebagian masyarakat sudah memiliki Inisiatif melaporkan terkena gejala
cacingan
Ancaman
1. Komunikasi dan koordinasi program pengendalian cacingan lintas sektor belum
berjalan
2. Masih banyak masyarakat yang minum air sungai tanpa dimasak
3. Terjadi kelangkaan air bersih dibanyak lokasi

4.7. Evaluasi Penilaian Faktor Internal dan Faktor Eksternal


Setelah mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perlu
dilanjutkan dengan memilih dan menetapkan faktor kunci keberhasilan sebagai
faktor – faktor strategis. Suatu faktor disebut strategis apabila memiliki nilai lebih
dari faktor yang lainnya. Faktor yang telah memberikan nilai dukungan
(kontribusi) tinggi dan keterkaitan tinggi terhadap berbagai keberhasilan yang
diraih organisasi selama ini dan untuk yang akan datang dianggap sebagai faktor
strategis dan selanjutnya disebut menjadi faktor kunci keberhasilan.
Aspek yang dinilai dari tiap faktor adalah : Urgensi faktor terhadap kegiatan
program, meliputi Dukungan faktor, meliputi Nilai Dukungan (ND) dan Nilai
Bobot Dukungan (NBD). Keterkaitan antar faktor terhadap kegiatan program
71

meliputi Nilai Keterkaitan (NK). Nilai Rata – rata Keterkaitan (NRK) dan Nilai
Bobot Keterkaitan (NBK). Nilai yang dipergunakan adalah skala yang dianjurkan
oleh Rensis Likert yang disebut model skala nilai yaitu nilai yang diberikan pada
suatu faktor secara kualitatif dikonversi ke dalam angka yaitu :
Sangat baik : 5, sangat tinggi urgensi/ dukungan/keterkaitan
Baik : 4, tinggi nilai urgensi/dukungan/keterkaitan
Cukup : 3, cukup tinggi nilai urgensi/ dukungan/ keterkaitan
Kurang : 2, kurang nilai urgensi/dukungan/keterkaitan
Buruk : 1, sangat kurang nilai urgensi/dukungan/keterkaitan
Teknis penilaian adalah berikut ini
Nilai Urgensi (NU), diperoleh dengan cara memberikan nilai bobot pada setiap
faktor yang berkisar antara 1-5.
Bobot Faktor (BF), dihitung melalui dua tahap. Pertama, memberikan Nilai
Urgensi (NU), yang terentang antara 1-5, yakni 1=nilai terendah=nilai paling
kurang urgen, hingga 5=nilai tertinggi=nilai paling urgen. Kedua, BF dihitung
berdasarkan rumus berikut:

Nilai Dukungan Faktor (ND), diperoleh dengan memberikan nilai bobot pada
setiap faktor, dengan rentang penilaian antara 1-5.
Nilai Bobot (NBD), diperoleh dengan mengalikan antara Bobot Faktor (BF)
dengan Nilai Dukungan (ND), dengan rumus:
NBD = BFR x ND
Nilai Keterkaitan (NK). Nilai keterkaitan berarti keterkaitan antara S1 dab S2, S1
dan W1, S1 dan T1 dan seterusnya. Nilai keterkaitan terentang antara 0-5
Nilai Rata-Rata Keterkaitan (NRK), diperoleh dengan rumus sebagai berikut:

Nilai Bobot Keterkaitan (NBK), dihitung dengan mengalikan BF dengan NRK,


dengan rumus sebagai berikut:
NBK= BF x NRK
Total Nilai Bobot (TNB), merupakan NBK ditambah dengan NBD, dengan rumus
sebagai berikut:
TNB = NBK + NBD
Berdasarkan rumus-rumus yang berhubungan dengan keterkaitan, maka diperoleh
perhitungan keterkaitan antar-faktor dalam SWOT, sebagaimana hasilnya
disajikan pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa nilai tertinggi untuk masing-masing kelompok
SWOT adalah sebagai berikut:
Nilai tertnggi untuk kelompok kekuatan (S) adalah butir nomor 4, yakni
“Sebagian besar Masyarakat sudah mengetahui gejala cacingan” dengan nilai
TNB = 3,39.
Nilai tertnggi untuk kelompok kelemahan (W) adalah butir nomor 10, yakni
“PMK.No.15 Tahun 2017 belum dilaksanakan” dengan nilai TNB = 1,47.
Nilai tertnggi untuk kelompok peluang (O) adalah butir nomor 12, yakni
“Sebagian besar Masyarakat dapat di arahkan oleh pemerintah terkait
Pengendalian Cacingan” dengan nilai TNB = 0,21.
Nilai tertnggi untuk ancaman (T) adalah butir nomor 20, yakni “Komunikasi dan
koordinasi Program pengendalian Cacingan Lintas sektor dan lintas program
belum berjalan dengan baik” dengan nilai TNB = 1,62.
Adapun nilai total NTB untuk masing-maisng kelompok S-W-O-T adalah sebagai
berikut Tabel 4.7: Pada lampian Taberl evaluasi keterkaitan
73

NILAI KETERKAITAN
NO FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL BF ND NBD NRK NBK TNB R
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
FAKTOR INTERNAL
Kekuatan (S)
Pemberian obat cacing pada Balita di
POSYANDU berjalan relatif teratur
1

0.07 5 0.35 5 4 5 3 3 2 2 3 2 4 3 4 5 5 1 2 4 1 3 3.2 0 0.6


Ketersedian obat cacing relatif cukup

0.04 3 0.12 5 1 4 3 2 2 2 2 1 5 3 5 3 5 1 1 5 1 1 2.7 0 0.2

Adanya Pengkaderan sebagai bentuk Partisipasi


3
masyarakat dalam pengendalian cacingan
0.09 5 0.45 4 1 5 3 1 1 1 5 3 5 5 5 5 5 1 3 4 5 5 3.5 0 0.8
Promosi kesehatan tentang pengendalian
cacingan di POSYANDU dan FASYANKES
4

0.02 5 0.1 5 4 5 4 3 1 1 3 3 5 5 5 5 5 1 5 5 5 5 3.9 0 0.2

Penyuluhan PHBS terus berjalan oleh


5
PUSKESMAS
0.02 3 0.06 3 3 3 4 1 1 1 1 1 5 5 5 5 5 5 5 1 5 5 3.4 0 0.1
1.8
Kelemahan (W) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

Belum mempunyai indikator dalam Program


pengendalian cacingan sesuai PMK.No.15
6 Tahun 2017 0.16 4 0.64 3 2 1 3 1 5 5 5 5 1 1 1 1 1 1 1 3 1 5 2.4 0 1.0

DINKES BELUM MEMAHAMI PMK.No.15


7 Tahun 2017 0.09 3 0.27 2 2 1 1 1 5 5 5 5 1 1 1 1 3 1 1 3 1 5 2.4 0 0.5
Sosialisasi PMK.No.15 Tahun 2017 masih
lemah
8 0.13 4 0.52 2 2 1 1 1 5 5 5 5 1 2 3 1 2 5 2 3 2 5 2.8 0 0.9

Belum ada pemegang Program Kecacingan


sesuai PMK.No.15 Tahun 2017 karena
9 keterbatasan Tenaga 0.18 5 0.9 3 2 5 3 1 5 5 5 5 1 1 1 1 2 1 1 1 3 5 2.7 0 1.4

PMK.No.15 Tahun 2017 belum dilaksanakan

10 0.20 5 1 2 1 3 3 1 5 5 5 5 1 1 2 3 3 1 2 3 1 5 2.7 1 1.5


5.3

NILAI KETERKAITAN
NO FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL BF ND NBD NRK NBK TNB R
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
FAKTOR Eksternal
PELUANG (O)
Sebagian besar Masyarakat sudah mengetahui
gejala cacingan
11

0.04 3 0.1 4 5 5 5 5 1 1 1 1 1 5 5 4 5 1 1 5 5 1 3.2 3 3.3


Sebagian besar Masyarakat dapat di arahkan
oleh pemerintah terkait Pengendalian Cacingan
12

0.02 5 0.1 3 3 5 5 5 1 1 2 1 2 4 4 5 4 1 1 5 1 5 3.1 0 0.2

Sebagian Masyarakat sudah memiliki Inisiatif


13 0.07 3 0.2
melaporkan terkena gejala cacingan
4 5 5 5 5 3 2 3 1 2 5 4 4 4 1 1 3 1 3 3.2 0 0.4
75

Jalur Misionaris Gereja dapat membantu media


Promosi Kesehatan Pengendalian Cacingan
14

0.09 3 0.3 5 3 5 5 5 1 1 1 1 3 4 5 4 4 1 2 3 3 5 3.2 0 0.6

15 Adanya Kader

0.02 5 0.1 5 5 5 5 5 1 3 2 2 3 5 4 4 4 1 3 5 5 5 3.8 0 0.2


4.7
Ancaman (T) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20

16 Terjadi kelangkaan air bersih di banyak Lokasi 0.16 4 0.64 1 1 1 1 5 1 1 5 1 2 1 1 1 1 1 5 5 5 5 2.3 0 1.01

Masih ada Masyarakat yang membuang air besar


17 di sembarang tempat 0.13 4 0.5 2 1 3 5 5 1 1 2 1 2 1 1 1 2 3 5 5 5 5 2.7 0 0.9

Penyakit Cacingan Merupakan musuh


Masyarakat
18 0.09 3 0.3 4 5 4 5 1 3 3 3 1 3 5 5 3 3 5 5 5 5 5 3.8 0 0.6

Masih ada Masyarakat yang meminum air


19 sungai tanpa di masak 0.18 4 0.7 1 1 5 5 5 1 1 2 3 1 5 1 1 3 5 5 5 5 3 3.1 1 1.3

Komunikasi dan koordinasi Program


pengendalian Cacingan Lintas sektor belum
berjalan dengan baik
20 0.20 5 1 3 1 5 5 5 5 5 5 5 5 1 5 3 5 5 5 5 5 3 4.3 1 1.9
5.6
4.8 Menetapkan Faktor Kunci Keberhasilan
Hasil evaluasi faktor internal dan eksternal keterkaitan (Tabel 4.7) dapat
dijadikan dasar untuk penetapan pemilihan Faktor Kunci Keberhasilan (FKK) dan
Peta Posisi Kekuatan Organisasi. FKK adalah faktor yang memiliki Total Nilai
Bobot (TNB) paling besar di antara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
sasaran yang akan dicapai. FKK juga merupakan faktor startegis atau kekuatan
kunci. Melalui perhitungan Total Nilai Bobot (TNB) masing-masing kelompok
faktor, yaitu kekuatan (S), kelemahan (W), peluang (O), dan ancaman (T), maka
nilai hasil nilai kekuatan dikurangi nilai kelemahan (S-W), dan peluang dikurangi
ancaman (O-T); diketahui
S = 1.8 W = 5.3
O = 4.7 T = 5.6

maka nilai S – W = dan O – T diperoleh peta strategi organisasi sebagai


berikut pada diagram 4.1 :
S-W = 1.8 – 5.3 0-T = 4.7 – 5.6
= - 3.5 = - 0.9
77

Maka diperoleh Peta Posisi strategi Dinas Kesehatan Kabupaten Yalimo


saat ini, sebagaimana disajikan pada gambar 4.2.

Peta Posisi Strategi Program


S 1.8

-3,5
T
O
5.6
4.7
-0.9
KUADRAN IV

(DIFENSIF)

W 5.3
Gambar 4.2 Peta Posisi Strategi Program

4.9. MATRIKS FORMULASI STRATEGI SWOT


Dari peta Strategi tersebut dapat diketahui bahwa strategi yang harus
digunakan ádalah arah strategi WT (kuadran IV) Defensif, yaitu mengatasi
kelemahan (W) dan memperbaiki Ancaman (T). Artinya Meminimalkan
Kelemahan dengan Melaksanaan PMK No.15 Tahun 2017 tentang Pengendalian
Cacingan sebagai Program Prioritas dan segera Memperbaiki ancaman
Komunikasi dan Koordinasi Program pengendalian cacingan lintas sektor yang
belum berjalan . Hal ini dapat dilihat pada tabel 4.14
Tabel 4.14 Matriks Strategi Program Pengendalian Cacingan SWOT
Internal Kekuatan (S) Kelemahan (W)
Adanya Pengkaderan sebagai
bentuk Partisipasi Masyarakat PMK.NO.15 Tahun 2017
dalam Pengendalian belum dilaksanakan
Eksternal Kecacingan

Peluang (O) STRATEGI SO STRATEGI WO


Mengoptimalkan Pengkaderan Meminimalkan Kelemahan

❖ Sebagian besar sebagai bentuk Partisipasi dengan Melaksanaan PMK

Masyarakat sudah Masyarakat dalam Program No.15 Tahun 2017 tentang

mengetahui gejala Pengendalian Cacingan Pengendalian Cacingan

Cacingan dengan memanfaatkan Peluang sebagai Program Prioritas


sebagian besar Masyarakat dengan memanfaatkan
sudah mengetahui Gejala sebagian besar Masyarakat
Cacingan yang sudah mengetahui gejala
cacingan
Ancaman (T) STRATEGI ST STRATEGI WT
Mengoptimalkan Pengkaderan Meminimalkan Kelemahan

❖ Komunikasi dan sebagai bentuk Partisipasi dengan Melaksanaan PMK

Koordinasi Program Masyarakat dalam Program No.15 Tahun 2017 tentang

Pengendalian Cacingan Pengendalian Cacingan Pengendalian Cacingan

Lintas sektor belum dengan cara Memperbaiki sebagai Program Prioritas dan

berjalan dengan baik ancaman Komunikasi dan segera Memperbaiki ancaman


Koordinasi Program Komunikasi dan Koordinasi
pengendalian cacingan lintas Program pengendalian
sektor yang belum berjalan cacingan lintas sektor yang
belum berjalan

4.10 Penetapan Strategi


Untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan, maka strategi utama yang
akan direkomendasikan Meminimalkan Kelemahan dengan Melaksanaan
PMK No.15 Tahun 2017 tentang Pengendalian Cacingan sebagai Program
Prioritas dan segera Memperbaiki ancaman Yang timbul dari Komunikasi
dan Koordinasi Program pengendalian cacingan lintas sektor yang belum
berjalan . Di harapkan Program Pengendalian Cacingan di Kabupaten Yalimo
dengan adanya Strategi Pengendalian Cacingan yang di dapat dari Indepth
Interview, Identifikasi Faktor Internal dan Eksternal, Komparasi Faktor Internal
dan Eksternal, dan Keterkaitan Faktor Internal dan Eksternal akan berjalan sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan No.15 Tahun 2017 dimana dalam Pedoman
Kebijakan PMK. tersebut sudah di uraikan kegiatan upaya Pengendalian
79

Cacingan , seperti Promosi Kesehatan, Surveilens Cacingan, Pengendalian Faktor


resiko,Penanganan Penderita, POPM Cacingan serta strategi Pengendalian
Cacingan ,evaluasi , serta sistem Pelaporan, Sehingga akan ada hasil yang
signifikan sesuai dengan Judul Penelitian Strategi Pengendalian Cacingan pada
Balita dalam Upaya Pencegahan Kejadian stunting di Kabupaten Yalimo, Papua
tahun 2020.

4.10.1 Kegiatan Pokok, dan Rincian Kegiatan Pengendalian Cacingan sesuai


Peraturan Menteri Kesehatan NO. 15 Tahun 2017
Kegiatan Pengendalian Kecacingan dalam upaya mereduksi Cacingan
sesuai dengan PMK No.15 Tahun 2017 dapat dilihat dari tabel 4.15 secara umum
dalam melaksanakan Program Kecacingan adalah dengan Penyuluhan dan
Pemberian Obat Cacing secara gratis dimana bersamaan dengan program
Pemberian Vitamin A di POSYANDU.
Tabel 4.15 Kegiatan Pokok Pengendalian Kecacingan
NO Kegiatan Pokok Rincian Kegiatan
1. Kegiatan Pengendalian Program Kecacingan 1.Promosi kesehatan
Yang di lakukan oleh
Nakes, Kader dan jalur
Misionaris
2.Surveilens
Kecacingan Yang di
lakukan secara aktif
dan Pasif
3. Pengendalian faktor
resiko baik kebersihan
Perorangan maupun
Kebersihan Lingkungan
4. Penanganan
Penderita
5. POPM Cacingan
2. Pencatatan dan Pelaporan Pencatatan dan
pelaporan dilakukan
oleh Puskesmas ke
Dinkes Kabupaten
Yalimo

Untuk menjamin strategi terlaksana dengan baik dalam mencapai sasaran


yang telah ditetapkan, maka perlu dijabarkan ke dalam kebijakan, program dan
kegiatan seperti tampak pada tabel 4.16

Tabel 4.16 Tujuan, Sasaran, Strategi dan Kegiatan Tahun 2020


TUJUAN SASARAN STRATEGI KEGIATAN
Terlaksananya Pelaksanaan Meminimalkan 1.Penunjukkan
Program Kelemahan dengan Penanggung jawab
PMK.NO.15
Pengendalian Melaksanaan PMK Program
Tahun 2017 dan
cacingan sesuai No.15 Tahun 2017
Pengendalian
dengan PMK.NO.15 segera tentang Pengendalian
Cacingan
Tahun 2017 dan memperbaiki Cacingan sebagai
2. Pemetaan Kasus
adanya Komunikasi Komunikasi dan Program Prioritas
Cacingan dan
dan Koordinasi dan segera
Koordinasi
Program Memperbaiki Prevalensi Cacingan
Program
Pengendalian ancaman Yang di Kabupatenm
Cacingan lintas Pengendalian timbul dari Yalimo
sektor yang berjalan Cacingan lintas Komunikasi dan 3.Penetapan
baik Sektor Koordinasi Program Indikator
pengendalian Pengendalian
cacingan lintas
Cacingan
sektor yang belum
4. Membuat Program
berjalan
Pengendalian
Cacingan dan
Cakupan yang akan
di capai
5. Melakukan
Evaluasi terhadap
Kegitan yang di
81

lakukan setiap
Tahun dan
Melaporkan secara
teratur kepada Dinas
Kesehatan Propinsi.

Tabel 4.17 Rencana Kinerja Tahunan Tahun 2020 Pengendalian Kecacingan


Kabupaten Yalimo Papua

Rencana Kegiatan Tahunan dan Perkiraan Dana Tahun 2020-2021Program Pengendalian Cacingan Dinas Kesehatan Yalimo Papua

No. Kegiatan Rincian Kegiatan Penanggung Jawab Waktu Biaya Target Kinerja

1 Sosialisasi Pengendalian
cacingan menurut Pemahaman Penting nya
PERMENKES No.15 Tahun Pengendalian Cacingan
2017 Presentasi Penelitian sesuai dengan
Strategi Pengendalian dr. Devi Nov-20 Nol PERMENKES NO.15
cacingan di Dinkes Yalimo Tahun 2017 dalam Upaya
pencegahan Kejadian
Stunting

Konsumsi(40 Komitmen Dinkes

Sekretaris Dinkes Orangx Kabupaten Yalimo dalam


Rapat Koordinasi lintas Kabupaten Yalimo Rp.50K) Program Pengendalian
Program DINKES Yalimo Rp.2000.K Cacingan dalam upaya
dalam Pengendalian pencegahan kejadian
cacingan Nov-20 Stunting
2 Penyusunan program
Pengendalian cacingan Menentukan dan Menyusun
target Prioritas kegiatan Kegiatan Pemetaan
terintegrasi Stunting di
pengen dalian cacingan Prevalensi Kecacingan di
Kabupaten Yalimo Nol
sesuai dengan Kabupaten Yalimo,

PERMENKES No.15 dr. Devi dan bagian P2P Desember Indikator Pengendalian

Tahun 2017 Dinkes Kabupaten 2020 - Cacingan, Target dan


Yalimo Papua Januari 2021 sasaran
3 1.Sosialisasi Lintas Sektor Kadis Kesehatan Yalimo
2. Komitmen Bersama

DIPA Penandatanganan
Sosialisasi Pengendalian
Dinkes Komitmen Bersama
cacingan menurut
Januari 2021 Kabupaten Kegiatan Pengendalian
PERMENKES No.15 Tahun
Yalimo (Rp. Cacingan dalam upaya
2017 Lintas Sektor
25.000.K) pencegahan Stunting

Program Pengendalian
Berjalannya Program
Cacingan oleh Dinkes P2P Dinkes Kabupaten Febuari 2021
Pengendalian sesuai dengan
Kabupaten dan sosialisasi 1. Menetapkan Program Yalimo dan Masing- dan Agustus Dana BOK
PERMENKES NO.15
dengan Puskesmas-Puskesmas Pengendalian sebagai masing Kepala Puskesmas 2021
Tahun 2017
di Kabupaten Yalimo Program Prioritas 2.
Pelaksanaan Program
POPM
5

Evaluasi di Tingkat
Cakupan POPM 75% di
Evaluasi dan Monitoring Kabupaten dengan di tandai P2P Dinkes Kabupaten
Oktober Kabupaten Yalimo Papua
Pelaksanaan Program adanya Data Prevalensi dan Yalimo dan Masing- Dana BOK
2021 dan reduksi Cacingan di
Pengendalian Cacingan data cakupan POPM masing Kepala Puskesmas
bawah 10%
Cacingan

Note: Perkiraan di atas akan di sesuaikan dengan Transport sesuai Kebijakan Pemerintah Daerah Kabupaten Yalimo mengingat geografis dan biaya
kemahalan di Papua
83

Menyusun Rencana Kegiatan Tahunan Untuk mencapai Reduksi Cacingan,


Kegiatan dilaksanakan pada tahun 2020 di mulai dari bulan Agustus sampai dengan
bulan Juli, dimana Kegiatan ini di awali dengan Komitmen dari Dinas Kesehatan
Untuk melaksanakan kegiatan Pengendalian Kecacingan sesuai dengan PMK NO. 15
Tahun 2020 yang berintegrasi dengan program lain yang ada di DINKES Kabupaten
Yalimo yaitu bulan Agustus sampai dengan September, di ikuti dengan sosialisasi dan
koordinasi Lintas sektor ini merupakan salah satu strategi untuk mempercepat Reduksi
cacingan di Kabupaten Yalimo, di bulan Oktober. Setelah di adakan sosialisasi di
lakukan sosialisasi kepada Nakes, Kader dan Jalur Misionaris (Gereja,Pendeta,dll)
yang merupakan Petugas di lapangan untuk dapat memahami dan mengerti alur ,
fungsi dan manfaat akan Kegiatan Pengendalian Kecacingan yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan No.15 Tahun 2017, di ikuti dengan pembuatan jadwal
pelaksanaan Kegitan Penyuluhan PROMKES dan POPM di bulan Oktober,
pelaksanaan penyuluhan oleh petugas Kesehatan di mulai sejak adanya sosialisasi dan
pembuatan jadwal di lakukan secara terus-menerus, sehingga pemahaman Masyarakat
akan lebih baik, Pelaksanaan POPM di bulan Februari bersamaan dengan pemberian
vitamin A dan di tambah bulan April bila cakupan masih belum memenuhi target
mengingat kondisi geografis di Kabupaten Yalimo, evaluasi kegiatan dan pelaporan di
buat setelah satu bulan Kegiatan di laksanakan dengan begitu akan di ketahui cakupan
POPM di Kabupaten Yalimo dan evaluasi kegiatan, tabel berikut akan
memperlihatkan rencana Tahunan Kegiatan Pengendalian Cacingan di Kabupaten
Yalimo.
Tabel 4.18 Rencana Tahunan Kegiatan Pengendalian Cacingan

TAHUN 2020-2021
NO KEGIATAN 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7
1
Pelaksanaan PMK NO.15 Tahun2017
dan Koordinasi Lintas Program

2
Sosialisasi dan Koordinasi Lintas Sektor

3 sosialisasi Kepada Nakes, Kader dan Jalur


Misionaris
4 Membuat jadwal Pelaksanaan Kegiatan
Penyuluhan PROMKES dan POPM
5
Pelaksanaan Penyuluhan Pengendalian
Kecacingan

6
Pelaksanaan POPM

7
Pelaporan dan Evaluasi
85

BAB V
PEMBAHASAN
Pembahasan hasil penelitian didasarkan pada rumusan masalah dan tujuan
penelitian. Tujuan umum penelitian adalah untuk menentukan startegi
pengendalian cacingan pada balita dalam upaya pencegahan stunting di
Kabupaten Yalimo, Papua tahun 2020. Tujuan khusus penelitian adalah untuk: (i)
Mengetahui upaya Pemda Yalimo dalam pengendalian infeksi kecacingan untuk
pencegahan kejadian stunting pada balita di Kabupaten Yalimo. (ii) Menganalisis
faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dalam kegiatan
program pengendalian pengendalian cacingan. (iii) Menentukan strategi dan
komitmen kegiatan program pemerintah daerah Kabupaten Yalimo, Papua.
Pembahasan dalam penelitian ini dalam upaya menjawab tiga permasalahan
penelitian, sehingga pembahasan akan tertdiri dari tiga sub-bab.

5.1 Analisis Upaya Pemda Yalimo Menanggulangi Infeksi Cacingan


Upaya apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh suatu pemerintahan
merupakan sebuah kebijakan. Dye dalam Subarsono (2015) mendefinisikan
kebijakan publik sebagai berbagai pilihan pemerintah dalam melakukan sesuatu,
atau tidak melakukan sesuatu. Hal ini berarti kebijakan publik mencakup bukan
hanya hal-hal yang pemerintah lakukan, namun juga mencakup hal-hal yang tidak
dilakukan pemerintah (Anderson, 1979, dalam Subarsono, 2015). Analisis
kebijakan dalam penelitian ini termasuk analisis kebijakan terintegrasi. Menurut
Dunn (2000), kebijakan terintegrasi adalah analisis kebijakan prospektif dan
retrospektif, di mana digunakan untuk menghasilkan, mensintesis, dan
mentransformasikan berbagai informasi sebelum dan sesudah kebijakan dimulai
dan diimplementasikan.
Bagaimana upaya Pemda Yalimo dalam menanggulangi cacingan?
Berdasarkan hasil wawancara dengan tujuh informan pada pemerintah daerah
Kabupaten Yalimo, maka diketahui program penanggulangan cacingan yang
sudah dilakukan dan belum dilakukan.
Program penanggulangan cacingan yang sudah dilakukan Pemkab Yalimo
adalah
1. Mengintegrasikan kegiatan pengendalian cacingan dengan POPM aktivitas lain
seperti, imunisasi, aktivitas Posyandu, sebagaimana dimaksudkan Pasal 4 ayat (c)
Permenkes No. 15 Tahun 2017.
2. Melakukan sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di Posyandu sesuai
dengan Permenkes No. 15 Tahun 2017. Sosialsisasi PHBS dilakukan pihak
Dinkes dan kader, juga kepada masyarakat secara umum.
Adapun upaya yang belum dilakukan pihak Dinkes Kabupaten Yalimo,
antara lain:
1. Indikator pencapaian target program Pengendalian cacingan belum diketahui.
Belum tersedia data apakah di Kabupaten Yalimo sudah terjadi atau belum
penurunan prevalensi cacingan sampai di bawah 10%. Permenkes No. 15 Tahun
2017 menetapkan bahwa indikator dalam pencapaian target program
penanggulangan cacingan adalah berupa penurunan prevalensi cacingan sampai
dengan di bawah 10 % di setiap daerah kabupaten/ kota.
2. Komitmen Dinas Kesehatan Kabuapaten Yalimo dalam Pengendalian cacingan
masih terbatas. Hal ini tampak dari fakta bahwa Dinkes belum menjadikan
program pengendalian cacingan sebagai program prioritas, sebagaimana
disebutkan pada Pasal 4 ayat (a) Permenkes No. 15 Tahun 2017.
3. Koordanasi lintas program, lintas sektor, dan peran masyarakat, sebagaimana
disebutkan Pasal 4 ayat (b) peraturan Menteri Kesehatan No. 15 Tahun 2017
tentang pengendalian cacingan masih relatif lemah. Masing-masing elemen pada
pemerintahan Kabupaten Yalimo masih terkesan bergerak sendiri-sendiri.
4. Melakukan pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan pengendalian cacingan
di daerah, sebagaimana disebutkan Pasal 4 ayat (f) No. 15 Tahun 2017, masih
dilakukan terbatas belum terarah dengan baik .
5. Mendorong program pengendalian cacingan masuk dalam rencana perbaikan
kualitras air serta berkoordinasi dengan kementerian yang bertanggung jawab
dalam penyediaan sarana air bersih, sebagaimana disebutkan Pasal 4 ayat (d) No.
15 Tahun 2017, masih belum terealisasi.
87

Mengapa Dinkes Yalimo belum bisa melaksanakan PMK No. 15 tahun 2017
tentang Pengendalian Cacingan, berdasarkan hasil wawancara dan observasi
peneliti diketahui sejumlah penyebab, antara lain:
1. Tidak adanya sosialisasi dari Pemerintah Provinsi Papua (c.q Kantor Wilayah
Kesehatan Provinsi Papua) terhadap Dinkes Yalimo mengenai PMK No. 15 tahun
2017 tentang Pengendalian Cacingan. Hal ini berakibat jajaran Pemda Yalimo
(c.q Dinkes Yalimo) tidak mengetahui mengenai keberdaaan PMK tersebut. Oleh
karena itu penanggulangan cacingan yang dilakukan hanya yang mereka ketahui
selama ini, yakni terbatas pada POPM, dan promosi kesehatan (terutanma
PHBS); sedangkan kelima aktivitas pada PMK tersebut tidak mereka ketahui.
Itulah sebabnya pihak Dinkes Yalimo tidak memiliki indikator penanggulangan
cacingan, tidak ada data dan pelaporan yang memadai, juga tidak ada surveilans
2. Lemahnya sistem kerja dan koordinasi antara Pemerintah Pusat, Pemerintah
Daerah Tingkat I (Provinsi) dan Pemerintah Daerah II, lebih-lebih dalam konteks
otonomi daerah, seakan-seakan diasumsikan bahwa pemerintah daerah dapat
mengurus dirinya sendiri. Pasal 10 ayat (2) dan (3) UU No 32 Tahun 2004 tentang
Otonomi Daerah menyatakan bahwa:
Ayat (2)
“Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemerintahan
daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya untuk mengatur dan sendiri
urusan pemerintahan daerah berdasarkan asaa otonomi dan tugas
pembantuan”
Ayat (3)
“Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. politik luar negeri
b. pertahanan
c. keamanan
d. yustisi
e. moneter dan fiskal nasional, dan
f. agama

Berdasarkan kedua ayat tersebut, seakan-akan urusan di luar enam bidang


tersebut adalah urusan pemerintah daerah, dalam hal ini termasuk masalah
kesehatan. Pemerintah daerah diberikan wewenang seluas-luasnya untuk
mengatur dan sendiri urusan pemerintahan daerah berdasarkan asaa otonomi dan
tugas pembantuan. Bagi pemerintah daerah lain yang sudah lebih maju yang dapat
sepenuhnya mengurus urusanm daerahnya, mungkin tidaklah terlalu masalah
ketika otonomi daerah, termasuk masalah kesehatan. Namun bagi pemerintahan
daerah yang belum mencapai kemajuan pada level tertentu seperti yang dialami
Kabupaten Yalimo, sepertinya belum sepenuhnya siap jika pemerintah pusat tidak
memberikan perlakuan dan bantuan khusus, termasuk dalam urusan kesehatan.
Selain lemahnya mekanisme komunikasi dan koordinasi antarra
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, juga tampak tidak ada evaluasi dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, khususnya terkait masalah
penanggulangan cacingan ini.
3. Lemahnya sistem kerja dan koordinasi antara instantsi pada pemerintahan
Kabupaten Yalimo sendiri. Setiap instansi pemnerintahan seakan-akan
bekerja sendiri-sendiri. Padah semestinya penaggulangan cacingan ini tidak
bisa hanya dilakukan sendiri oleh Dinkes, tapi juga bisa berkoordinasi dengan
Dinas Pendidikan (dalam hal penanggulangan cacingan melalui jalur
sekolah-sekolah), Dinas Pekerjaan Umum (dalam hal fasilitas dan sarana dan
infrtastruktur kesehatan seperti jamban umum).
4. Hingga penelitian ini dilakukan, Pemda Kabupaten Yalimo masih
memprioritaskan pengendalian pada penyakit lain yang juga maenjadi
permsalahan di Kabuopaten Yalimo khususnya, dan Provinsi Papua
umumnya, seperti penyakit malaria, TB, dan HIV.
5. Keterbatasan anggaran yang dimiliki Dineks Kabupaten Yalimo, sehingga
jangkauan pelaksanaan program relatif terbatas.
89

. 5.2 Analisis Faktor Kekuatan, Kelemahan, Peluang, dan Ancaman


Analisis faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman merupakan
bagian dari analisis lingkungan. Dalam melakukan identifikasi dapat mendukung
penyusunan rencana stratejik masing-masing instansi. Identifikasi faktor akan
menghasilkan informasi faktor lunci yang mempengaruhi keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang daoat digunakan sebagai dasar dalam
mengambil serangkaian keputusan stratejik (Lembaga Administrasi Negara,
2008).
Mengenai faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman pada
Dinkes Yalimo terkait penanggulangan cacingan adalah sebagai berikut:
a. Kekuatan Pemda Kabupaten Yalimo (c.q Dinas Kesehatan) dalam konteks
penanggulangan cacingan, meliputi: (i) Pemberian obat cacing pada Balita di
Posyandu berjalan relatif teratur; (ii) Ketersediaan obat cacing relatif cukup di
DINKES Yalimo; (iii) Adanya pengkaderan sebagai bentuk Partisipasi
Masyarakat dalam Pengendalian Cacingan; (iv) Promosi Kesehatan tentang
Pengendalian Cacingan di POSYANDU dan FASYANKES di Kabupaten
Yalimo; (v) Penyuluhan PHBS terus berjalan oleh Puskesmas.
b. Kelemahan Pemda Kabupaten Yalimo (c.q Dinas Kesehatan) dalam konteks
penanggulangan cacingan, meliputi: (i) Belum mempunyai indikator dalam
program pengendalian cacingan sesuai PERMENKES No.15 Tahun 2017; (ii)
DINKES belum memahami PERMENKES No. 15 Tahun 2017; (iii) Sosialisasi
PERMENKES No. 15 Tahun 2017 masih lemah; (iv) Belum ada pemegang
program Pengendalian cacingan sesuai PMK.No.15 Tahun 2017, karena
keterbatasan tenaga; (v) PERMENKES No. 15 Tahun 2017 belum dilaksanakan.
c. Peluang Pemda Kabupaten Yalimo (c.q Dinas Kesehatan) dalam konteks
penanggulangan cacingan, meliputi (i) Mayoritas anggota masyarakat mengetahyi
gejala cacingan; (ii) Mayoritas masyarakat dapat diarahkan oleh Pemerintah
terkait Pengendalian Cacingan; (iii) Sebagaian Masyarakat sudah memiliki
inisiatif melaporkan terkena gejala Cacingan; (iv) Jalur Misionaris Gereja dapat
membantu media Promosi Kesehatan Pengendalian Cacingan; (v) Adanya Kader
di Masyarakat.
d. Ancaman Pemda Kabupaten Yalimo (c.q Dinas Kesehatan) dalam konteks
penanggulangan cacingan, meliputi: (i) Terjadi Kelangkaan air bersih di banyak
lokasi; (ii) Masih ada Masyarakat yang membuang air besar di sembarang tempat;
(iii) Penyakit Cacingan merupakan musuh Masyarakat; (iv) Masih banyak
Masyarakat yang meminum air sungai tanpa di masak; (v) Komunikasi dan
koordinasi Program pengendalian Cacingan lintas sektor belum berjalan dengan
baik.
3. Mengenai strategi dan komitmen kegiatan pemerintah, dapat disimpulkan
bahwa : (i) strategi dan komitmen kegiatan pemerintah terhadap penanggulangan
cacaingan masih relatif rendah dan belum menjadikan program penanggulangan
cacingan sebagai prioritas. Prioritas mereka
Terkait dengan kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman sehubungan
dengan penanggulangan kecacingan, dapat dikemukakan hal-hal berikut:
1. Evaluasi mengenai kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman tersebut adalah
evaluasi yang dilakukan peneliti, dan bukan pihak Pemkab Yalimo. Pemkab
Yalimo belum tentu mengatahui mengenai hasil evaluasi ini, ataukah mereka
memiliki metode dan hasil evaluasi sendiri .
2. Level kecakapan SDM pada pemerintahan Kabupaten Yalimo tentu berbeda
dengan level kecapakan SDM pada pemerintahan di kabupaten-kabupaten lain di
Indonesia. Hal ini berimplikasi pada tidak mudah bagi pemerintahan Yalimo
untuk bagaimana menggunakan kekuatan untuk memperkuat kelemahan,
menghindari ancaman, dan memanfaatkan peluang.
3. Strategi SWOT beradasarkan hasil perhitungan peneliti pada Dinkes Yalimo
terkait penanggulangan cacingan adalah strategi W-T (kelemahan & ancaman),
yakni strategi defensif. Apakah psosisi Dinkes Yalimo kuadran W-T ini diketahui
dan disadari, sehingga menjadi sebuah persepsi dan sikap yang positif
pemerintahan, yakni bagaimana sedapat mungkin terus memperkuat kelemahan
yang ada, dan sedapat mungkin menghindari ancaman yang menghadang
(Rangkuti, 2013)..
91

5.3 Analisis Strategi dan Komitmen Kegiatan Pemerintah


Strategi adalah seni memadukan atau menginteraksikan antar faktor kunci
keberhasilan agarv terjadi strategi dalam mencapai tujuan (Lembaga Administrasi
Negara, 2008). Adapun strategi dan komitmen kegiatan pemerintah Kabupaten
Yalimo (c.q Dinas Kesehatan) terkait dengan penanggulangan cacingan adalah
melalui tahap-tahap berukut:
a. Penetapan isu aktual prioritas, yang akhirnya menghasilkan satu isu aktual
prioritas, yakni Permenkes No. 15 Tahun 2017 belum dilaksanakan (DUK-PSM-
2). Isu aktual kedua adalah Penyakit cacingan (selain malaria, TB, HIV), telah
menjadi musuh masyarakat (DUK-SDM-1; TJDK-7). Isu aktual ketiga adalah
PHBS pada masyarakat masih belum baik.
b. Identifikasi faktor eksternal dan internal, diperoleh identifikasi lima butir
kekuatan (S), lima butir kelemahan (W), lima butir peluang (O), dan lima butir
ancaman (T).
c. Memilih dan menetapkan faktor kunci keberhasilan. faktor internal yang paling
penting adalah:
Kekuatan: (i) Pemberian obat cacing pada Balita di Posyandu berjalan relative
teratur; (ii) Adanya pengkaderan sebagai bentuk partisipasi Masyarakat dalam
Pengendalian Cacingan; (iii) Ketersedian obat cacing yang relative cukup
Kelemahan: (i) Permenkes No.15 Tahun 2017 belum dilaksanakan, (ii) Belum ada
pemegang program pengendalian cacingan sesuai dengan Permenkes No.15
Tahun 2017; (iii) Belum Mempunyai Indikator dalam Program pengendalian
Cacingan sesuai dengan Permenkes No.15 Tahun 2017
Peluang: (i) Jalur Misionaris Gerja dapat membantu media Promosi kesehatan
Pengendalian cacingan; (ii) Adanya kader di masyarakat; (iii) Sebagian
masyarakat sudah memiliki Inisiatif melaporkan terkena gejala cacingan.
Ancaman: (i) Komunikasi dan koordinasi program pengendalian cacingan lintas
sektor belum berjalan; (ii) Masih banyak masyarakat yang minum air sungai
tanpa dimasak; (iii) Terjadi kelangkaan air bersih dibanyak lokasi
c. Evaluasi penilaian faktor internal dan faktor eksternal, yakni memilih faktor-
faktor strategis.
d. Penetapan faktor kunci keberhasilan (FKK). Diketahui, S-W= -3,5 dan O-T=-
0,9, sehingga diperoleh peta posisi strategi program adalah sumbu Y= -3,5 dan
sumbu X= -0,9, yakni berda pada kuadran IV, yakni strategi W-T (strategi
defensif). Strategi W-T adalah “Meminimalkan Kelemahan dengan Melaksanaan PMK
No.15 Tahun 2017 tentang Pengendalian Cacingan sebagai Program Prioritas dan segera
Memperbaiki ancaman Komunikasi dan Koordinasi Program pengendalian cacingan lintas sektor
yang belum berjalan”
e. Penyusunan kegiatan pokok, dan kegiatan pengendalian cacingan sesuai PMK
No. 15 tahun 2017. Kegiatan pokok terdiri atas: (i) Kegiatan pengendalian
program kecacingan, yakni: (*) promosi kesehatan yang di lakukan oleh nakes,
kader dan jalur misionaris; (*) .surveilens kecacingan yang di lakukan secara aktif
dan pasif; (*) pengendalian faktor resiko baik kebersihan perorangan maupun
kebersihan lingkungan; (*) penanganan penderita, dan (*) POPM cacingan. (ii)
Pencatatan dan pelaporan yang dilakukan oleh Puskesmas ke Dinkes Kabupaten
Yalimo.
Suatu hal yang menjadi catatan dan tantangan mengenai strategi dan komitmen
pemerintah daerah dalam menanggulangi masalah cacingan ini adalah sebagai
berikut:
1. Sejauh mana pihak Dineks dapat meyakinkan Bupati mengenai program
pengendalian cacingan yang telah disusunnya.
2. Sejauh mana pihak Dinkes mampu membuat rencana kerja yang dapat
dimasukkan ke dalam rencana anggaran daerah dalam APBD. Tentu merupakan
perjuangan terserndiri bagi Dinkes untuk memasukkan program kerja yang terkait
dengan penanggulangan cacingan, sedangkan selama ini anggaran untuk
penanggulangan cacingan masih terbatas, dan hanya kuat untuk penyediaan obat
cacing. Anggaran Dineks sejauh ini masih diarahkan dalam penanggulangan
penyakit klasik di Papua seperti malaria, TB dan HIV.
2. Sejauh mana pihak Dinkes dapat meyakinkan instansi lain di pemerintahan
Kabupaten Yalimo agar mau bekerja sama dalam penanggualangan cacingan,
mengingat selama ini masing-masing instansi lebih berkonsentrasi mengurus
urusan instansinya masing-masing.
93

Secara teoritis kebijakan kesehatan yang dilakukan Pemkab Yalimo, belum


termasuk sebagai kebijakan kesehatan yang baik. Hal ini dikarenakan kebijakan
ini belum menggunakan evidence-based data, dan penggunaan cara analisis yang
tidak tepat karena tidak berdimensi sistem serta mempertimbangkan konteks
kebijakan terbaru (Texas Politics, 2009; dalam Ayuningtyas, 2008). Bahwa
kebijakan kesehatan Pemkab Yalimo belum bisa disebut sebagai kebijakan yang
baik, karerna belum mengintregrasikan empat variabel yang dikemukakan
Edwards III (1980, dalam Subarsono, 2015). Keempat variabel tersebut
(komunbikasi, sumber daya, disposisi, dan struktur organisasi) belum mampu
diintegrasikan dengan baik pada kebijakan kesehatan penanggulangan cacingan di
Kabupaten Yalimo.

5.4. Faktor Kendala dan Faktor pendukung dalam Penelitian ini


5.4.1. Faktor Kendala
Penelitian ini di lakukan secara daring akibat dari Pandemi Covid 19 yang
melanda Indonesia sehingga di berlakukanlah Pembatasan bersekala besar baik itu
du Jakarta maupun di Papua. Papua sendiri melakukan lock down sehingga
Peneliti tidak bisa masuk ke Provinsi Papua. Kondisi jaringan internet sangat tidak
mendukung apalagi di daerah Kabupaten Yalimo. Telepon selular di lakukan
berulang-ulang kali akibat jaringan yang terputus-putus. Sampai saat penelitian ini
di tulis situasi Kabupaten Yalimo masih belum kondusif akibat Pandemi Covid 19
dan permasalahan Internal di kabupaten Yalimo yang menyebabkan, sulitnya
waktu dalam berkomunikasi dengan para Pemangku Jabatan. Solusi dari kesulitan
ini akhirnya peneliti menambah lagi tiga Informan untuk dapat menyelesaikan
penelitian ini sesuai dengan cara Tehnik Analisis Manajemen menurut Lembaga
Administrasi Negara.
5.4.2. Faktor Pendukung
Peneliti merupakan Dokter ASN di Puskesmas Elelim, sehingga Peneliti
sudah melakukan observasi Lingkungan, dan kegiatan sudah menjadi tugas
peneliti.
5.5 Perbandingan Penelitian dan strategi di Tempat Lain
Terdapat sejumlah penelitian sebidang dengan penelitian, yakni mengenai
penanggulangan penyakit kecacingan. Berikut ini adalah penelitian tersebut:
1. Penelitian Rahman & Susatia (2017) menyimpulkan bahwa perilaku
pencegahan cacingan pada siswa kelas 5 SDN Taman Harjo, Malang, Jatim,
cukup dengan rata-rata (69,7%).
2. Penelitian Anorital et al (2016) menemukan bahwa perlunya percepatan POPM
filariasis di kabupaten/kota yang endemis filarsis dan penyakit kecacingan yang
endemisitasnya di atas 30%.
3. Penelitian Subagiyono & Khristiani (n.a) menyimpulkan bahwa program
pengendalian cacingan secara terintegrasi pada anak usia sekolah di wilayah
kerja Puskesmas Berbah, Sleman, Yogyakarta, terbukti sangat efektif. Terjadi
penurunan prevalensi kejadian penyakit cacingan secara signifikan
4. Penelitian Trisnawati (n.a) menyimpulkan bahwa pengetahuan ibu tentang
infeksi cacingan pada balita di Desa Karangendep, Banyumas, sudah cukup baik,
meski ditemukan terdapat sebagian ibu yang belum memahami penyakit infeksi
cacingan.
5.Strategi Pengendalian di tempat lain seperti puskesmas Kelapa dua wetan
Jakarta Timur menurut bagian kesling adalah peningkatan cakupan POPM 75
persen .
Terkait sejumlah penelitian lain mengenai cacingan tersebut dapat
dikomparasikan dengan penelitian ini. Persamaan antara penelitian-penelitian
tersebut dengan penelitian ini adalah dalam hal tema cacingan. Adapun
perbedaannya, penelitian-penelitian tersebut tidak berfokus pada PMK No. 15
Tahun 2017 tentang Penanggulangan Cacingan, namun pada aspek-aspek lain dari
cacingan. Sementara itu penelitian ini lebuh berfokus pada PMK No. 15Tahun
2017 tersebut, terutama mengenai bagaimana implementasi PMK tersebut pada
level pemerintahan daerah. Perbedaan lain adalah lokasi penelitian. Tiga dari lima
penelitian tersebut dilaksnakan di dalam wilayah Pulau Jawa, hanya satu
penelitian yang cakupannya nasional (penelitian Anorital et al, 2016).
95

Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu dan strategi pengendalian di


tempat lain tersebut terlihat bahwa kapasitas pemerintah daerah kabupaten/ kota di
Indonesia dalam menanggulangi penyakit kecacingan berbeda-beda antar satu
daerah dengan daerah lainnya. Dalam hal ini pemerintah Kabupaten Yalimo
termasuk pemerintahan yang kapasitasnya relatif rendah dalam menanggulangi
kecacingan.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian, dan dihubungkan dengan rumusan masalah/
tujuan penelitian, maka dapat disimpulkan bahwa
1. Mengenai upaya Pemda Yalimo dalam menanggulangi infeksi cacingan,
tampak masih terbatas, dan belum mampu melaksanakan PMK No. 15 tahun
2017. Aktivitas yang sudah dilakukan dalam menanggulangi kecacingan baru
terbatas pada: (i) Mengintegrasikan kegiatan pengendalian cacingan dengan
POPM aktivitas lain seperti, imunisasi, aktivitas Posyandu; dan (ii) Melakukan
sosialisasi perilaku hidup bersih dan sehat di Posyandu. Sementara itu aktivitas
yang belum dilakukan oleh Pemda Kabupaten Yalimo antara lain: (i) Indikator
pencapaian target program Pengendalian cacingan belum diketahui; (ii)
Komitmen Dinas Kesehatan Kabuapaten Yalimo dalam Pengendalian cacingan
masih terbatas; (iii) Koordanasi lintas program, lintas sektor, dan peran
masyarakat, masih lemah; (iv) Pembinaan dan evaluasi dalam pelaksanaan
pengendalian cacingan di daerah masih dilakukan terbatas belum terarah dengan
baik; dan (v) Belum terealisasi pengendalian cacingan masuk dalam rencana
perbaikan kualitras air serta berkoordinasi dengan kementerian yang bertanggung
jawab dalam penyediaan sarana air bersih.
2. Mengenai faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman adalah
sebagai berikut:
a. Kekuatan, meliputi: (i) Pemberian obat cacing pada Balita di Posyandu
106 obat cacing relatif cukup di DINKES
berjalan relatif teratur; (ii) Ketersediaan
Yalimo; (iii) Adanya pengkaderan sebagai bentuk Partisipasi Masyarakat dalam
Pengendalian Cacingan; (iv) Promosi Kesehatan tentang Pengendalian Cacingan
di POSYANDU dan FASYANKES di Kabupaten Yalimo; (v) Penyuluhan
PHBS terus berjalan oleh Puskesmas.
b. Kelemahan, meliputi: (i) Belum mempunyai indikator dalam program
pengendalian cacingan sesuai PERMENKES No.15 Tahun 2017; (ii) DINKES
97

belum memahami PERMENKES No. 15 Tahun 2017; (iii) Sosialisasi


PERMENKES No. 15 Tahun 2017 masih lemah; (iv) Belum ada pemegang
program Pengendalian cacingan sesuai PMK.No.15 Tahun 2017, karena
keterbatasan tenaga; (v) PERMENKES No. 15 Tahun 2017 belum dilaksanakan.
c. Peluang, meliputi (i) Mayoritas anggota masyarakat mengetahyi gejala
cacingan; (ii) Mayoritas masyarakat dapat diarahkan oleh Pemerintah terkait
Pengendalian Cacingan; (iii) Sebagaian Masyarakat sudah memiliki inisiatif
melaporkan terkena gejala Cacingan; (iv) Jalur Misionaris Gereja dapat membantu
media Promosi Kesehatan Pengendalian Cacingan; (v) Adanya Kader di
Masyarakat.
d. Ancaman, meliputi: (i) Terjadi Kelangkaan air bersih di banyak lokasi; (ii)
Masih ada Masyarakat yang membuang air besar di sembarang tempat; (iii)
Penyakit Cacingan merupakan musuh Masyarakat; (iv) Masih banyak Masyarakat
yang meminum air sungai tanpa di masak; (v) Komunikasi dan koordinasi
Program pengendalian Cacingan lintas sektor belum berjalan dengan baik.
3. Mengenai strategi dan komitmen kegiatan pemerintah, dapat disimpulkan
bahwa : (i) strategi dan komitmen kegiatan pemerintah terhadap penanggulangan
cacaingan masih relatif rendah dan belum menjadikan program penanggulangan
cacingan sebagai prioritas. Prioritas mereka
4. Mengenai perbandingan dengan penelitian di tempat lain, seperti Rahman
& Susatia (2017), Anorital et al (2016), Subagiyono & Khristiani (n.a), Trisnawati
(n.a), dan Puskesmas Kelapa dua wetan dapat diambil pelajaran bahwa
penanggulangan cacingan secara terintegrasi adalah salah satu cara yang efektif.

6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat dikemukakan saran sebagai
berikut:
1. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar-instansi, secara horizontal
maupun vertikal. Komunikasi dan koordinasi tersebut dapat dilakukan Dinkes
atas izin/sepengetahuan Bupati. Komunikasi dan koordinasi secara horizontal
dengan sesama instansi pada level pemerintahan Kabupaten, misalnya dengan
Dinas Pendidikan (agar program penanggulangan cacingan dapat masuk ke
sekolah-sekolah), atau dengan Dinas Pekerjaan Umum (seperti membuat sarana
jamban umum, jalan yang diperkeras, dll). Komunikasi dan koordinasi verttikal
adalah dengan Dinas Provinsi Papua, sehingga semua strategi dan program
penanggulangan cacingan di Kabupaten Yalimo berada dalam satu visi dan misi
dengan Pemprov Papua.
2. Menyusun program penanggulangan cacingan yang komprehensif, termasuk
sumber anggarannya. Program yang komprerhensif berarti progream yang
cakupannya menyeluruh, yang disusun bersama antar-instansi; dan melibatkan
elemen masyarakat, serta jelas sumber anggarannya.
3. Meningkatkan partisipasi masyarakat, melalui kader, dan jaringan
kelembagaan (sekolah. Posyandu, gereja, LSM, media massa, dll). Partisipasi
masyarakat tersebut harus terarah, terukur baik mengenai volume kebutuhan,
jadwal pelaksanaan, dan koordinasinya, serta mendukung pelaksanaan program
yang telah disusun.
99

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S., & Soetardjo, S. S. M. (2011). Gizi Seimbangdalam Daur


Kehidupan. Grramedia Pustaka Utama.

Aryastami, N. K., & Tarigan, I. (2017). Kajian Kebijakan dan Penanggulangan


Masalah Gizi Stunting di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(4),
233–240.

Astuty, H., Mulyati, & Winita. (2012). Upaya Pemberantasan Kecacingan di


Sekolah Dasar. Makara: Jurnal Kesehatan, 16(2), 65–71.

bapenas.go.id. (2019). Narasi RPJMN IV 2020-2024.

Indriyati, L. (2010). Evaluasi Keberhasilan Program Pemberian Obat Cacing dan


Faktor-faktor yang Mempengaruhinya di SDN Pagatan 1 Kecamatan Kusan
Hilir Kabupaten Tanah Bumbu. Buletin Penelitian Kesehatan Dan Suplemen,
7–11.

Juhairiyah, J., & Annida, A. (2015). The Policy of Helminthiasis control and
Public knowledge Againts Helminthiasis in banjar regency South kalimantan
Province. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan, 17(2 Apr), 185–192.
https://doi.org/10.22435/bpsk.v17i2

Kemenkes RI.2018. (2018). Data Riskesdas 2018. Development.

Kesehatan, K., & Indonesia, R. (2019). Menkes lakukan soft launching hasil
survei status gizi balita indonesia 2019. c, 11–12.

Lembaga Administrasi Negara. (2008). Teknik-Teknik Analisis Manajemen:


Modul Diklatpim Tingkat III.

Lutfi Mairizal. (2017). Jangan Sepelekan Cacingan Resiko nya Dari Anemia
Sampai Kematian. Kompas.Com.
Martila, Sandy, S., & Paembonan, N. (2015). Hubungan Higiene Perorangan
dengan Kejadian Kecacingan pada Murid SD Negeri Abe Pantai Jayapura.
PLASMA, 1(5), 87–96.

Pratama, I. S., Aini, S. R., & Maharani, B. F. (2019). Implementasi Gsing


(Gerakan Anti Stunting) Melalui PHBS dan Pemeriksaan Cacing. Jurnal
Pendidikan Dan Pengabdian Masyarakat, 2(1), 80–83.

Psa, M. (2017). PMK_No.15_Tentang Penanggulangan Cacingan. April, 15–16.

RI, D. (2006). Perilaku hidup Bersih dan Sehat di Rumah Tangga.

RI, K. K. (2018). Laporan Nasional RISKESDAS 2018. In Badan Penelitian dan


Pengembangan Kesehatan Republik Indonesia.
http://labdata.litbang.kemkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2018/Lap
oran_Nasional_RKD2018_FINAL.pdf

Sagala, S. (2006). Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta.

Saputri, R. A. (2019). Upaya Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Stunting


di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jurnal Dinamika Pemerintahan,
2(2), 152–168.

Supariasa. (2002). Penilaian Status Gizi. EGC.

Sutanto, I., Ismid, I., Sjarifuddin, P. K., & Sungkar, S. (2008). Buku Ajar
Parasitologi Kedokteran. FKUI.

Umar, Z. (2008). Perilaku Cuci Tangan Sebelum Makan dan Kecacingan pada
Murid SD di Kabupaten Pesisir Selatan Sumatera Barat. Jurnal Kesehatan
Masyarakt Nasional, 2(6).

UNICEF/WHO/World Bank Group. (2018). Levels and trensds in child


malnutrition 2018. Joint Child Malnutrition Estimates 2018 Edition.
https://doi.org/10.1016/S0266-6138(96)90067-4

Wisnubrata. (2017). Seberapa Besar Faktor Keturunan Mempengaruhi Tinggi


101

Anak? COmpas.Com.

Yadika, A. D. N., Berawi, K. N., & Nasution, S. H. (2019). Pengaruh Stunting


terhadap Perkembangan Kognitif dan Prestasi Belajar. Jurnal Majority.

Anda mungkin juga menyukai