Anda di halaman 1dari 13

ANALISIS KASUS SENGKETA LINGKUNGAN

Disusun untuk memenuhi tugas

Mata Kuliah : HUKUM LINGKUNGAN

Dosen Pengampu : SYOFIARTI, SH., M.Hum.

OLEH :

Annisa Rahmi Wijaya : 2010112119

JURUSAN ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS ANDALAS PADANG

TAHUN 2020/2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga saya
dapat menyelesaikan tugas analisis sengketa lingkungan ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari analisis ini adalah untuk memenuhi tugas dosen pada mata
kuliah Hukum lingkungan. Selain itu, analisis ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang sengketa permasalahan lingkungan hidup bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada Ibu SYOFIARTI, SH., M.Hum selaku dosen mata
kuliah hukum lingkungan yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan sesuai dengan studi yang kami tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan analisis ini.

Saya menyadari, analisis yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.

Padang, 12 juni 2022

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................ Error! Bookmark not defined.


BAB I ......................................................................................... Error! Bookmark not defined.
PENDAHULUAN ......................................................................................................................4
Latar Belakang Masalah ..........................................................................................................4
Rumusan Masalah ...................................................................................................................5
Tujuan Makalah.......................................................................................................................5
BAB II ........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN .........................................................................................................................6
BAB 3 ....................................................................................................................................... 12
PENUTUP ................................................................................................................................ 12
Kesimpulan ........................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................... 13

3
BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Pengelolaan lingkungan memberikan manfaat ekonomi, sosial dan budaya dan perlu
dilakukan berdasarkan prinsip kehati-hatian, demokrasi lingkungan, desentralisasi, serta
pengakuan dan apresiasi terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan, sehingga Lingkungan
hidup Indonesia harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan prinsip tanggung jawab
negara, asas kelestarian, dan asas keadilan.

Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda,
daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain. Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup adalah
pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting
terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang
penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

Pemerintah Indonesia sudah memulai memperhatikan pengelolaan lingkungan hidup


sejak tahun 1972. Pada tahun tersebut Pemerintah Indonesia mengikuti Konferensi Lingkungan
Hidup Sedunia I yang diselenggarakan di Stockholm, Swedia pada bulan Juni1972, akan tetapi
pada saat itu Pemerintah Indonesia belum mengenal lembaga khusus yang menangani masalah
lingkungan hidup. Pada tahun 1982 pemerintah mulai membentuk suatu kelembagaan yang
berkaitan dengan permasalahn lingkungan. Kelembagaan yang telah diharapkan dapat lebih
efektif dan efisien dalam menangani permasalahan lingkungan di Indonesia. Kelembagaan dapat
dilihat dari instansi pemerintah, lembaga swadaya masyarakat (LSM), perangkat hukum dan
peraturan perundang-undangan, serta program-program yang dijalankan pemerintah dalam
rangka menjaga kelestarian lingkungan hidup dan melaksanakan pembangunan berkelanjutan.

Terkait dengan masalah lingkungan hidup, pihak-pihak yang dirugikan sebagai akibat
pencemaran lingkungan dapat mengajukan tuntutan hak. Penyelesaiannya sendiri dapat
dilakukan melalui jalur litigasi (melalui pengadilan) dan non litigasi (di luar pengadilan). Hal ini
telah di atur dalam Undang-undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Bagian Pertama Umum BAB VII Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup. Sengketa

4
Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan adanya atau
diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan.

Di wilayah hukum Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun telah terjadi tindak pidana
perusakan lingkungan hidup dalam hal ini dilakukan oleh seorang wiraswasta yang melakukan
penebangan kayu tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang. Maka dari
itu, penulis akan meganalisis kasus tersebut berdasarkan Putusan PN KAB MADIUN Nomor
36/PID.SUS/2015/PN.Mjy Tanggal 11 Maret 2015 — AGUS SUKARNO BIN SUTRISNO

Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang tersebut diatas, maka ada beberapa perumusan masalah
yaitu :

1. Apakah isi Putusan PN KAB MADIUN Nomor 36/PID.SUS/2015/PN.Mjy Tanggal 11


Maret 2015 — AGUS SUKARNO BIN SUTRISNO dalam tindak pidana perusakan
lingkungan hidup?
2. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negri Kabupaten Madiun yang menjatuhkan pidana
lingkungan kepada terdakwa Agus Sukarno bin Sutrisno?

Tujuan Makalah

Makalah ini disusun oleh penulis bertujuan untuk memberikan penjelasan


mengenai Analisis Kasus Sengketa Lingkungan berdasarkan Putusan PN KAB MADIUN
Nomor 36/PID.SUS/2015/PN.Mjy Tanggal 11 Maret 2015 — AGUS SUKARNO BIN
SUTRISNO.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Putusan Pengadilan Negeri Kab Madiun Nomor 36/PID.SUS/2015/PN.Mjy

Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan terhadap putusan Hakim Pengadilan


Negeri Kabupaten Madiun dalam hal memeriksa dan selanjutnya memutus perkara dalam tindak
pidana perusakan lingkungan hidup dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dalam menangani Tindak Pidana
Perusakan Lingkungan Hidup tertuang dalam Putusan Nomor 36/PID.SUS/2015/PN.Mjy.

Perkara tindak pidana perusakan lingkungan hidup Nomor 36/PID.SUS/2015/PN.Mjy secara


garis besar adalah sebagai berikut :

Dakwaan :

Bahwa terdakwa AGUS SUKARNO Bin SUTRISNO pada hari Jumat tanggal 26 Desember
2014 sekitar pukul 14.00 Wib atau pada waktu lain dalam bulan Desember tahun 2014
bertempat di hutan Petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara KPH Saradan Desa
Sugihwaras Kec. Saradan, Kabupaten Madiun atau di suatu tempat lain dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, dengan sengaja melakukan penebangan pohon dalam
kawasan hutan tanpa memiliki izin yang dikeluarkan oleh pejabat yang berwenang sebagaimana
dimaksud dalam pasal 12 huruf b, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan cara sebagai
berikut :

• Awalnya terdakwa pada hari Jumat tanggal 26 Desember 2014 sekitar pukul 11.30 Wib
berangkat dari rumahnya Dsn. Sidorejo Desa Sidorejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun
dengan berjalan kaki membawa alat 1 (satu) buah gergaji tangan dengan niat akan menebang
kayu jati di dalam hutan Desa Sugihwaras Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun.

• Setelah terdakwa masuk di kawasan hutan petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara
KPH Saradan Desa Sugihwaras Kec. Saradan kab. Madiun, terdakwa melihat 1 (satu) pohon jati
yang sudah rebah di Hutan, selanjutnya terdakwa tanpa seijin dan sepengetahuan pihak yang
berwenang memotong dengan menggunakan gergaji tangan yang dibawanya menjadi ukuran 90
cm dengan diameter 28 cm, kemudian hasil potongan kayu jati tersebut oleh terdakwa yang
berbentuk gelondongan tersebut disembunyikan disemaksemak dengan ditutupi rumput lalu
terdakwa kembali pulang kerumahnya.

6
• Selanjutnya pada malam harinya sekitar pukul 20.30 wib, terdakwa kembali berangkat dari
rumahnya menuju hutan petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara KPH Saradan Desa
Sugihwaras Kec. Saradan Kabupaten Madiun dengan tujuan mengambil kayu jati yang telah
disembunyikannya namun pada saat terdakwa mengangkat kayu jati, perbuatan terdakwa
diketahui oleh saksi Santoso, saksi Sutrino, dan saksi Mariadi, ketiganya adalah pegawai
Perhutani RPH Sebayi KPH Saradan yang sedang melakukan patroli keamanan hutan menuju
hutan petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara KPH Saradan Desa Sugiwaras Kecamatan
Saradan Kabupaten Madiun. Selanjutnya terdakwa berikut barang bukti diserahkan ke Polsek
Saradan untuk diproses lebih lanjut.

• Bahwa maksud terdakwa menebang 1 (satu) pohon jati di petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati
Ketok Utara KPH Saradan Desa Sugiwaras Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun adalah
untuk dijual dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terdakwa, sehingga akibat
perbuatan terdakwa pihak PT Perhutani KPH Saradan mengalami kerugian materiil senilai Rp.
3.557.000 (tiga juta lima ratus lima puluh tujuh ribu rupiah) dan belum termasuk biaya
kerusakan ekosistem tanah yang tidak dapat dinilai dengan uang.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 82 ayat 1 huruf b
UURI nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Atau

Bahwa terdakwa AGUS SUKARNO Bin SUTRISNO pada hari Jumat tanggal 26 Desember
2014 sekitar pukul 14.00 Wib atau pada waktu lain dalam bulan Desember tahun 2014
bertempat di hutan Petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara KPH Saradan Desa
Sugihwaras Kec. Saradan, Kabupaten Madiun atau di suatu tempat lain dalam daerah hukum
Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun, dengan sengaja memuat, membongkar, mengeluarkan,
mengangkut, menguasai, dan/ atau memiliki hasil penebangan dikawasan hutan tanpa izin
sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 huruf d, perbuatan tersebut dilakukan terdakwa dengan
cara sebagai berikut.

• Awalnya terdakwa pada hari Jumat tanggal 26 Desember 2014 sekitar pukul 11.30 Wib
berangkat dari rumahnya Dsn. Sidorejo Desa Sidorejo Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun
dengan berjalan kaki membawa alat 1 (satu) buah gergaji tangan dengan niat akan menebang
kayu jati di dalam hutan Desa Sugihwaras Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun.

• Setelah terdakwa masuk di kawasan hutan petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara
KPH Saradan Desa Sugihwaras Kec. Saradan kab. Madiun, terdakwa melihat 1 (satu) pohon jati
yang sudah rebah di Hutan, selanjutnya terdakwa tanpa seijin dan sepengetahuan pihak yang
berwenang memotong dengan menggunakan gergaji tangan yang dibawanya menjadi ukuran 90
cm dengan diameter 28 cm, kemudian hasil potongan kayu jati tersebut oleh terdakwa yang
berbentuk gelondongan tersebut disembunyikan disemaksemak dengan ditutupi rumput lalu
terdakwa kembali pulang kerumahnya.

7
• Selanjutnya pada malam harinya sekitar pukul 20.30 wib, terdakwa kembali berangkat dari
rumahnya menuju hutan petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara KPH Saradan Desa
Sugihwaras Kec. Saradan Kabupaten Madiun dengan tujuan mengambil kayu jati yang telah
disembunyikannya namun pada saat terdakwa mengangkat kayu jati, perbuatan terdakwa
diketahui oleh saksi Santoso, saksi Sutrino, dan saksi Mariadi, ketiganya adalah pegawai
Perhutani RPH Sebayi KPH Saradan yang sedang melakukan patroli keamanan hutan menuju
hutan petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati Ketok Utara KPH Saradan Desa Sugiwaras Kecamatan
Saradan Kabupaten Madiun. Selanjutnya terdakwa berikut barang bukti diserahkan ke Polsek
Saradan untuk diproses lebih lanjut.

• Bahwa maksud terdakwa menebang 1 (satu) pohon jati di petak 103 RPH Sebayi BKPH Jati
Ketok Utara KPH Saradan Desa Sugiwaras Kecamatan Saradan Kabupaten Madiun adalah
untuk dijual dan hasilnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terdakwa, sehingga akibat
perbuatan terdakwa pihak PT Perhutani KPH Saradan mengalami kerugian materiil senilai Rp.
3.557.000 (tiga juta lima ratus lima puluh tujuh ribu rupiah) dan belum termasuk biaya
kerusakan ekosistem tanah yang tidak dapat dinilai dengan uang.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam pasal 83 ayat 1 huruf a
UURI nomor 18 tahun 2013 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan

2. Putusan Hakim

1) Menyatakan Terdakwa AGUS SUKARNO BIN SUTRISNO telah terbukti secara


sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Dengan sengaja tanpa ijin
melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan “ ;
2) Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun
dan denda sebesar Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tidak dibayar maka diganti dengan kurungan selama 2 (dua) bulan;
3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dikurangkan
seluruhnya dari lamanya pidana yang dijatuhkan;
4) Memerintahkan terdakwa tetap ditahan;
5) Menetapkan agar barang bukti berupa : 1 (satu) batang kayu jati dengan ukuran 90
cm diameter 28 cm dengan volume 0,050 m3; Dirampas untuk Negara Cq.Perhutani
KPH Saradan Kabupaten Madiun 1 (satu) buah gergaji tangan; Dirampas untuk
dimusnahkan.
6) Membebankan Terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,- (Lima Ribu
Rupiah).

8
B. Analisis Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun Terhadap
Tindak Pidana Lingkungan.

Bahwa rujukan hakim memutuskan perkara pidana berdasarkan surat dakwaan penuntut
umum. Pasal yang diajukan penuntut umum adalah pasal 82 ayat 1 huruf b UURI Nomor
18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, atau kedua
melanggar ketentuan pasal 83 ayat 1 huruf a UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Dalam surat dakwaan ada pasal alternatif ,apabila ada dakwaan alternatif, maka hakim
bebas menentukan akan memutuskan berdasarkan pasal pilihan hakim yang menurutnya
lebih tepat.Hakim dapat menerobos ketentukan pidana minimum apabila hakim
mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion) menurut keyakinannya.

Dalam putusan ini Majelis Hakim memilih untuk mempertimbangkan dakwaan yang
bersesuaian dengan fakta dipersidangan dan selanjutnya memilih untuk
mempertimbangkan dakwaan kesatu yaitu melanggar ketentuan pasal 82 ayat 1 huruf b
UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Hakim mempertimbangkan keputusan 1 (satu) tahun dan denda sebesar Rp.


500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar maka
diganti dengan kurungan selama 2 (dua) bulan penjara telah memenuhi rasa keadilan
masyarakat dan terutama tersangka. Kemudian hakim juga akan mempertimbangkan hal-
hal yang meringankan terdakwa selama persidangan. Sebaiknya Hakim harus melihat
akibat dari perbuatan terdakwa. Majelis hakim dapat menjatuhkan putusannya lebih
rendah, sama, atau lebih tinggi dari tuntutan penuntut umum.

Pemidanaan kepada terdakwa yaitu terdakwa dijatuhi pidana sesuai dengan ancaman
yang ditentukan dalam pasal tindak pidana yang didakwakan kepada terdakwa. Dalam
perkara ini , majelis hakim dapat memutuskan melebihi tuntukan jaksa, karena ancaman
pidana penjara dalam pasal pasal 82 ayat 1 huruf b UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, atau kedua melanggar ketentuan pasal
83 ayat 1 huruf a UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima)
tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dan
paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Dasar pertimbangan hukum hakim Pengadilan Negeri Kabupaten Madiun dalam


menjatuhkan pidana harus mengandung tiga aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis
sehingga keadilan yang dicapai, diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan, putusan hakim

9
harus berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan moral (moral justice),
dan keadilan masyarakat (social justice).

Maka dari itu, Menimbang bahwa, karena terdakwa telah terbukti bersalah maka sesuai
dengan Pasal 193 ayat (1) KUHAP terdakwa harus dipidana sesuai dengan kesalahannya
dan bahwa sebelum menjatuhkan pidana Majelis Hakim terlebih dahulu akan
mempertimbangkan hal – hal berikut ini
Hal – hal yang memberatkan :
1. Perbuatan terdakwa merusak ekosistem hutan;

Hal – hal yang meringankan :

1. Terdakwa belum pernah dihukum ;

2. Terdakwa sopan selama persidangan dan mengakui terus terang perbuatannya ;

3. Terdakwa berjanji tidak akan mengulangi lagi

C. Analisis Penulis tentang Putusan Hakim Pengadilan Negeri Kabupaten


Madiun Terhadap Tindak Pidana Lingkungan.

Berdasarkan hal yang telah dikemukakan diatas, terdakwa Agus Sukarno telah terbukti
secara sah melakukan tindak pidana sebagaimana yang diatur oleh melanggar pasal 82
ayat 1 huruf b UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan
Perusakan Hutan, atau kedua melanggar ketentuan pasal 83 ayat 1 huruf a UURI Nomor
18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan melanggar
pasal 83 ayat 1 huruf b UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan, atau kedua melanggar ketentuan pasal 83 ayat 1 huruf a
UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan.

Dalam kasus ini, terdakwa melakukan penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa
seizin pejabat yang berwenang untuk mengeluarkan izin tersebut dan juga terdakwa
dengan sengaja memuat, membongkar, mengeluarkan, mengangkut, menguasai, dan/ atau
memiliki hasil penebangan dikawasan hutan tanpa izin pejabat yang berwenang.

Dengan adanya Undang-udang tersebut hal ini membuktikan bahwa itulah salah satu
upaya pemerintah untuk menjaga kelestarian hutan di Indonesia agar tidak di
salahgunakan dan dimanfaatkan dengan sewenang-wenang. Dengan begitu, oknum jahat
perusak lingkungan tersebut diharapkan jera serta para pihak yang ingin mengekploitasi
hutan agar berhati-hati dan memenuhi syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

10
Akan tetapi, menurut penulis tentang hasil putusan majelis hakim dinilai terlalu ringan
untuk terdakwa pasalnya, pada pasal 82 ayat 1 huruf b UURI Nomor 18 tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan, atau kedua melanggar
ketentuan pasal 83 ayat 1 huruf a UURI Nomor 18 tahun 2013 tentang Pencegahan dan
Pemberantasan Perusakan Hutan “ pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun serta pidana denda paling sedikit Rp500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah)”,
berarti dalam perkara ini hakim menjatuhkan sanksi minimum kepada tersangka yang
seharusnya hakim bisa menjatuhkan hukuman yang lebih lagi kepada tersangka.

Mengapa demikian? Karena kasus penebangan hutan secara ilegal ini sering terjadi
sehingga dapat merugikan masyarakat maupun negara secara material maupun
immaterial. Maka dari itu, untuk mencegah hal ini terulang kembali tersangka harus
dijatuhi hukuman yang mambuat ia tidak akan melakukan perbuatan itu kembali.

Jika diliat dari pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 116 ayat (1) huruf (b) Undang-Undang nomor
32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup .
“pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan
denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak
Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)”. Mengapa tidak dijatukan pasal ini?
Karena dalam kasus ini di terdakwa hanya melakukan perbuatan menebang pohon tanpa
seizin dari pejabat yang berwenang sedangkan dalam UU 32 tahun 2009 “dengan sengaja
melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien,baku
mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup”
sebagaimana diatur dalam pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 116 ayat (1) huruf (b) Undang-
Undang nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
.walaupun didalam kasus penebangan hutan secara ilegal termasuk perusakan lingkungan
hidup akan tetapi jika diliat dari pasal 98 ayat (1) jo. Pasal 116 ayat (1) huruf (b)
Undang-Undang nomor 32 tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup rasanya dinilai kurang tepat karena kurang sesuai dengan unsur-unsur
dalam pasal tersebut.

Lalu apakah penebangan pohon tanpa izin dibenarkan walapun tidak melampaui kriteria
baku kerusakan lingkungan? Tentu saja tidak karena jika tidak adanya aturan yang tegas
mengenai penebangan pohon tanpa izin ini pastinya kan mendorong oknum-oknum lain
untuk melakukan eksploitasi ilegal terhadap hutan-hutan di indonesia sehingga dapat
merugikan makhluk hidup, mayarakat dan negara.

11
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Sengketa Lingkungan Hidup adalah perselisihan antara dua pihak atau lebih yang
disebabkan oleh adanya atau dugaan terjadinya pencemaran dan atau perusakan lingkungan
hidup. Salah satu contoh kasus adalah berdasarkan Putusan Pengadilan Negeri MADIUN Nomor
36/PID.SUS/2015/PN.Mjy tentang terdakwa yang membuka hutan tanpa izin dari pejabat yang
berwenang di kawasan hutan dan dihukum karena penebangan. . Terdakwa melanggar pasal 82
ayat 1 huruf b UURI Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan
Hutan, atau kedua melanggar ketentuan pasal 83 ayat 1 huruf a UURI Nomor 18 Tahun 2013
tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Terdakwa divonis penjara selama 1
(satu) tahun dan terdakwa melanggar denda sebesar Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama 2 (dua)
bulan;
Dasar pertimbangan hakim Pengadilan Negeri Madiun dalam menjatuhkan pidana harus
mengandung tiga aspek yuridis, filosofis, dan sosiologis agar tercapai, tercapai, dan dimudahkan,
putusan harus berdasarkan keadilan hukum (legal justice), moral keadilan moral (moral justice),
dan keadilan masyarakat (social justice).

12
DAFTAR PUSTAKA

Rahmadi,Takdir.2011. Hukum Lingkungan Di Indonesia.edisi ketiga. PT. Raja Grafindo

Persada : Jakarta

Sawitri, Handri Wirastuti dan Rahadi Wasi Bintoro.2010. Sengketa lingkungan dan Penyelesaiannya.

Jurnal Dinamika Hukum Vol. 10 No. 2 Mei 2010. Jawa Tengah

UU Nomor 18 tahun 2013

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/putusan_36_pid.sus_2015_pn.mjy_20220612.pdf

file:///C:/Users/LENOVO/Downloads/Intan%20Prawestri%20Arum%20Sari.pdf

13

Anda mungkin juga menyukai