Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEPERAWATAN KEGAWATDARURATAN
AIRWAY BREATHING MANAGEMENT

DOSEN PEMBIMBING:
Ns. Didi Kurniawan, M.Kep

DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 3

Anita Astuti (2011166006) Rahmad Hidayat (2011166601)


Dien Fadillah (2011166204) Ratih Oktavia (2011166603)
Fenni Indrayati (2011166201) Sandra Morena (2011166015)
Fenny Arzimustika (2011166001) Sekar D.Pratiwi (2011165373)
Intan Ayuza (2011165993) Sonia P.Sihaloho (2011166737)
Nora Situmeang (2011166010) Winda GP Br. M (2011165996)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................3
1.1 Latar Belakang...............................................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................................3
1.3 Tujuan Penulisan...........................................................................................................3
1.4 Manfaat Penulisan.........................................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...............................................................................................5
2.1 Defenisi Airway Breathing Management..................................................................5
2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi.......................................................................5
2.3 Macam-Macam Gangguan Jalan Nafas.......................................................................9
2.4 Pengkajian jalan napas................................................................................................10
2.5 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA AIRWAY MANAGEMENT..15
2.6 Video Airway breating.................................................................................................16
BAB 3PENUTUP....................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan...................................................................................................................17
3.2 Saran..............................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................18

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Keberhasilan pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat tergantung dari
kecepatan dan ketepatan dalam memberikan pertolongan. Semakin cepat pasien
ditemukan maka semakin cepat pula pasien tersebut mendapat pertolongan sehingga
terhindar dari kecacatan atau kematian.
Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi
ini dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder
akibat dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat
jatuh dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan
segera. Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan
otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu
pengkajian pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif
dan efisien.
Tahapan kegiatan dalam penanggulangan penderita gawat darurat telah
mengantisipasi hal tersebut. Pertolongan kepada pasien gawat darurat dilakukan dengan
terlebih dahulu melakukan survei primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan survei sekunder.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi airway breathing?
2. Bagaimana anatomi system pernafasan?
3. Apa saja jenis-jenis gangguan jalan nafas?
4. Bagaimana teknik pengelolaan jalan nafas?
5. Bagaimana SOP Airway Breathing management?
6. Apa saja pengkajian jalan nafas?

3
1.3 Tujuan Penulisan
Agar mahasiswa/i dapat mengetahui dan memahami apa itu Airway Breathing

1.4 Manfaat Penulisan


1. Bagi mahasiswa/i
Mahasiswa/i dapat menjadikan makalah ini sebagai bahan bacaan dan pembelajaran
tentang Airway Breathing Management
2. Bagi institusi
Sebagai sarana pengembangan dan pemahaman ilmu pengetahuan untuk menunjang
proses pembelajaran.

4
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Defenisi Airway Breathing Management


Airway manajemen merupakan hal yang terpenting dalam resusitasi dan
membutuhkan keterampilan yang khusus dalam penatalaksanaan keadaan gawat darurat,
oleh karena itu hal yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran jalan nafas, yang
meliputi pemeriksaan jalan nafas yang dapat disebabkan oleh benda asing, fraktur tulang
wajah, fraktur mandibular atau maksila, fraktur laring atau trakea. Gangguan airway
dapat timbul secara mendadak dan total, perlahan-lahan dan sebagian, dan progresif
dan/atau berulang. Kegagalan respirasi meliputi berhentinya nafas normal.
Breathing manajemen adalah usaha memperbaiki fungsi ventilassi dengan cara
membersihkan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan oksigen dan pengeluaran
karbondioksida. Setelah memastikan jalan nafas paten (aman) langkah selanjutnya adalah
memastikan bahwa fungsi pernafasan (breathing) yang bertujuan untuk memperbaiki
fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan atau bantuan nafas untuk
menjamin kecukupan oksigen dan pengeluaran karbondioksida.

2.2 Anatomi dan Fisiologi Sistem Respirasi


Sistem respirasi adalah sistem yang memiliki fungsi utama untuk melakukan
respirasi dimana respirasi merupakan proses mengumpulkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida. Fungsi utama sistem respirasi adalah untuk memastikan bahwa tubuh
mengekstrak oksigen dalam jumlah yang cukup untuk metabolisme sel dan melepaskan
karbondioksida (Peate and Nair, 2011).

5
Gambar 2.1 Organ respirasi tampak depan (Tortora dan Derrickson, 2014)
Sistem respirasi terbagi menjadi sistem pernafasan atas dan sistem pernafasan
bawah. Sistem pernafasan atas terdiri dari hidung, faring dan laring. Sedangkan sistem
pernafasan bawah terdiri dari trakea, bronkus dan paru-paru (Peate and Nair, 2011).
a) Hidung
Masuknya udara bermula dari hidung. Hidung merupakan organ pertama dalam
sistem respirasi yang terdiri dari bagian eksternal (terlihat) dan bagian internal. Di
hidung bagian eksternal terdapat rangka penunjang berupa tulang dan hyaline
kartilago yang terbungkus oleh otot dan kulit. Struktur interior dari bagian
eksternal hidung memiliki tiga fungsi : (1) menghangatkan, melembabkan, dan
menyaring udara yang masuk; (2) mendeteksi stimulasi olfaktori (indra pembau);
dan (3) modifikasi getaran suara yang melalui bilik resonansi yang besar dan
bergema. Rongga hidung sebagai bagian internal digambarkan sebagai ruang yang
besar pada anterior tengkorak (inferior pada tulang hidung; superior pada rongga
mulut); rongga hidung dibatasi dengan otot dan membrane mukosa (Tortorra and
Derrickson, 2014).

b) Faring
Faring, atau tenggorokan, adalah saluran berbentuk corong dengan panjang 13
cm. Dinding faring disusun oleh otot rangka dan dibatasi oleh membrane mukosa.
Otot rangka yang terelaksasi membuat faring dalam posisi tetap sedangkan apabila

6
otot rangka kontraksi maka sedang terjadi proses menelan. Fungsi faring adalah
sebagai saluran untuk udara dan makanan, menyediakan ruang resonansi untuk
suara saat berbicara, dan tempat bagi tonsil (berperan pada reaksi imun terhadap
benda asing) (Tortorra and Derrickson, 2014).

c) Laring
Laring tersusun atas 9 bagian jaringan kartilago, 3 bagian tunggal dan 3 bagian
berpasangan. 3 bagian yang berpasangan adalah kartilago arytenoid, cuneiform, dan
corniculate. Arytenoid adalah bagian yang paling signifikan dimana jaringan ini
mempengaruhi pergerakan membrane mukosa (lipatan vokal sebenarnya) untuk
menghasilkan suara. 3 bagian lain yang merupakan bagian tunggal adalah tiroid,
epiglotis, dan cricoid. Tiroid dan cricoid keduanya berfungsi melindungi pita suara.
Epiglotis melindungi saluran udara dan mengalihkan makanan dan minuman agar
melewati esofagus (Peate and Nair, 2011).

d) Trakea
Trakea atau batang tenggorokan merupakan saluran tubuler yang dilewati
udara dari laring menuju paru-paru. Trakea juga dilapisi oleh epitel kolumnar
bersilia sehingga dapat menjebak zat selain udara yang masuk lalu akan
didorong keatas melewati esofagus untuk ditelan atau dikeluarkan lewat
dahak. Trakea dan bronkus juga memiliki reseptor iritan yang menstimulasi
batuk, memaksa partikel besar yang masuk kembali keatas (Peate and Nair,
2011).

7
e) Bronkus

Gambar 2.2 Struktur bronkus (Martini et al., 2012)

Setelah laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus kanan dan
kiri, yang mana cabang-cabang ini memasuki paru kanan dan kiri pula.
Didalam masing-masing paru, bronkus terus bercabang dan semakin sempit,
pendek, dan semakin banyak jumlah cabangnya, seperti percabangan pada
pohon. Cabang terkecil dikenal dengan sebutan bronchiole (Sherwood, 2010).
Pada pasien PPOK sekresi mukus berlebih ke dalam cabang bronkus sehinga
menyebabkan bronkitis kronis.

6
f) Paru
Paru-paru dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut lobus. Terdapat tiga
lobus di paru sebelah kanana dan dua lobus di paru sebelah kiri. Diantara
kedua paru terdapat ruang yang bernama cardiac notch yang merupakan
tempat bagi jantung. Masing-masing paru dibungkus oleh dua membran
pelindung tipis yang disebut parietal dan visceral pleura. Parietal pleura
membatasi dinding toraks sedangkan visceral pleura membatasi paru itu
sendiri. Diantara kedua pleura terdapat lapisan tipis cairan pelumas. Cairan ini
mengurangi gesekan antar kedua pleura sehingga kedua lapisan dapat
bersinggungan satu sama lain saat bernafas. Cairan ini juga membantu
pleura
visceral dan parietal melekat satu sama lain, seperti halnya dua kaca
yang melekat saat basah (Peate and Nair, 2011).

Gambar 2.3 Alveoli (Sherwood, 2010)

7
Cabang-cabang bronkus terus terbagi hingga bagian terkecil yaitu bronchiole.
Bronchiole pada akhirnya akan mengarah pada bronchiole terminal. Di bagian akhir
bronchiole terminal terdapat sekumpulan alveolus, kantung udara kecil tempat dimana
terjadi pertukaran gas (Sherwood, 2010). Dinding alveoli terdiri dari dua tipe sel epitel
alveolar. Sel tipe I merupakan sel epitel skuamosa biasa yang membentuk sebagian
besar dari lapisan dinding alveolar. Sel alveolar tipe II jumlahnya lebih sedikit dan
ditemukan berada diantara sel alveolar tipe I. sel alveolar tipe I adalah tempat utama
pertukaran gas. Sel alveolar tipe II mengelilingi sel epitel dengan permukaan bebas
yang mengandung mikrofili yang mensekresi cairan alveolar. Cairan alveolar ini
mengandung surfaktan sehingga dapat menjaga permukaan antar sel tetap lembab dan
menurunkan tekanan pada cairan alveolar. Surfaktan merupakan campuran kompleks
fosfolipid dan lipoprotein. Pertukaran oksigen dan karbondioksida antara ruang udara
dan darah terjadi secara difusi melewati dinding alveolar dan kapiler, dimana keduanya
membentuk membran respiratori (Tortora dan Derrickson, 2014).
Respirasi mencakup dua proses yang berbeda namun tetap berhubungan yaitu
respirasi seluler dan respirasi eksternal. Respirasi seluler mengacu pada proses
metabolism intraseluler yang terjadi di mitokondria. Respirasi eksternal adalah
serangkaian proses yang terjadi saat pertukaran oksigen dan karbondioksida antara
lingkungan eksternal dan sel-sel tubuh (Sherwood, 2014).

Terdapat empat proses utama dalam proses respirasi ini yaitu:


 Ventilasi pulmonar – bagaimana udara masuk dan keluar dari paru
 Respirasi eksternal – bagaimana oksigen berdifusi dari paru ke
sirkulasi darah dan karbondioksida berdifusi dari darah ke paru
 Transport gas – bagaimana oksigen dan karbondioksida dibawa dari
paru ke jaringan tubuh atau sebaliknya
 Respirasi internal – bagaimana oksigen dikirim ke sel tubuh dan
karbondioksida diambil dari sel tubuh

8
2.3 Macam-Macam Gangguan Jalan Nafas
1. Obstruksi jalan nafas dibagi menjadi 2 berdasarkan derajat sumbatan :
a. Obstruksi total
Keadaan dimana jalan nafas menuju paru-paru tersumbat total, sehingga tidak ada
udara yang masuk ke paru-paru. Terjadi perubahan yang akut berupa hipoksemia
yang menyebabkan terjadinya kegagalan pernafasan secara cepat. Sementara
kegagalan pernafasan sendiri menyebabkan terjadinya kegagalan fungsi
kardiovaskuler dan menyebabkan pula terjadinya kegagalan SSP dimana
penderita kehilangan kesadaran secara cepat diikuti dengan kelemahan motorik
bahkan mungkin pula terdapat renjatan (seizure)- Bila tidak dikoreksi dalam
waktu 5 — 10 menit dapat mengakibatkan asfiksia (kombinasi antara hipoksemia
dan hipercarbi), henti nafas dan henti jantung.
b. Obstruksi parsial
Sumbatan pada sebagian jalan nafas sehingga dalam keadaan ini udara masih
dapat masuk ke paru-paru walaupun dalam jumlah yang lebih sedikit- Bila tidak
dikoreksi dapat menyebabkan kerusakan Otak. Hal yang perlu diwaspadai pada
obstruksi parsial adalah Fenomena Check Valve yaitu udara dapat masuk, tetapi
tdk keluar.

2. Obstruksi jalan nafas berdasarkan penyebab:


Keadaan yang harus diwaspadai adalah
a. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh karena kecelakaan, gantung diri, atau kasus
percobaan pembunuhan. Lokasi obstruksi biasanya terjadi di tulang rawan
sekitar, misalnya aritenoid, pita suara dll.

b. Trauma maksilofasial
Trauma pada wajah membutuhkan mekanisme pengelolaan airway yang agresif.
Contoh mekanisme penyebab cedera ini adalah penumpang/pngemudi
kendaraan yang tidak menggunakan sabuk pengaman dan kemudian terlempar
mengenai kaca depan dan dashboard_ Trauma pada daerah tengah wajah dapat
menyebabkan fraktur-dislokasi dengan gangguan pada nasofaring dan orofaring.

9
c. Trauma leher
Cedera tumpul atau tajam pada Ieher dapat menyebabkan kerusakan pada laring
atau trakhea yang kemudian meyebabkan sumbatan airway atau perdarahan
hebat pada sistem trakheobronkłal sehingga sebegra memerlukan airway
definitif. Cedera leher dapat menyebabkan sumbatan airway parsial karena
kerusakan laring dan trakea atau penekanan pada airway akibat perdarahan ke
dalam jaringan lunak di leher.

d. Trauma laryngeal
Meskipun fraktur laring merupakan cedera yang jarang terjadi, tetapi hal ini daat
menyebabkan sumbatan airway akut.
Benda asing, dapat tersangkut pada:
1) Laring
Terjadinya obstruksi pada laring dapat diketahui melalui tanda-tanda
sebagai berikut, yakni secara progresif terjadi stridor, dispneu, apneu,
disfagia, hemopsitis, pernafasan dengan otot-otot nafas tambahan, atau
dapat pula terjadi sianosis.
2) Trakea
Benda asing di dalam trakea tidak dapat dikeluarkan, karena tersangkut di
dalam rima glotis dan akhirnya tersangkut dilaring dan menimbulkan gejala
obstruksi laring
3) Bronkus
Biasanya akan tersangkut pada bronkus kanan, Oleh karena diameternya
lebih besar dan formasinya dilapisi Oleh sekresi bronkhus.

2.4 Pengkajian jalan napas


Pengkajian primary survey sangat menentukan tingkat keberhasilan penanganan
pada pasien gawat darurat, sehingga diperlukan penilaian yang tepat khususnya pada
pasien trauma atau tidak sadarkan diri.
1. Airway/jalan napas
a) Pastikan kepatenan jalan napas dan kebersihannya segera. Benda asing seperti
darah, muntahan, permen, gigi palsu, atau tulang. Obstruksi juga dapat disebabkan
oleh lidah atau edema karena trauma jaringan.

10
b) Jika pasien tidak sadar, selalui curigai adanya fraktur spinal servikal dan jangan
melakukan hiperekstensi leher sampai spinal dipastikan tidak ada kerusakan.
c) Gunakan tindakan jaw thrust secara manual untuk membuka jalan napas.

2. Breathing/pernapasan
a) Kaji irama, kedalaman dan keteraturan pernfasan dan observasi untuk ekspansi
bilateral pada dada.
b) Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya krekels, wheezing, atau tidak adanya
bunyi nafas.
c) Jika pernafasan tidak adekuat atau tidak ada dukungan pernafasan pasien dengan
suatu alat oksigenasi yang sesuai

3. Circulation/Sirkulasi
a) Tentukan status sirkulasi dengan mengkaji nadi, mencatata irama dan ritmenya dan
mengkaji warna kulit.
b) Jika nadi karotis tidak teraba, lakukan kompenssasi dada tertutup.
c) Kaji tekanan darah
d) Jika pasien hipotensi, segera pasang jalur intravena dengan jarum besar (16-18).
Mulai pergantian volume per protokol. Cairan kristaloid seimbang (0.9% normal
salin atau RL) biasanya yang digunakan
e) Kaji adanya bukti perdasarahan dan kontrol perdarahan dengan penekanan
langsung.
f) Jika pasien tidak bernafasa periksa denyut nadi di leher (karotis)
g) Jika pasien bernafas, periksa denyut nadi pada karotis atau pada pergelangan
tangan (radial)
h) Jika nadi katoris pasien teraba, tapi nadi radialis tidak maka ini tanda dari syok.
i) Jika ditemuka darah berwarna cerah dan muncrat kemungkinan berasal dari arteri,
sebaliknya bila berwarna gelap dan mengalir biasanya berasal dari vena
j) Kaji juga warna kulit, suhu tubuh dan kelembaban. Jika ditemukan kulit pucat dan
dingin menjadi indikasi syok

11
3. Pengelolaan Jalan Napas (Airway Management) Tanpa Alat
1. Pengertian : tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan
tetap memperhatikan kontrol servikal
2. Tujuan : membebaskan jalan napas untuk menjamin jalan masuknya udara ke
paru secara normal sehingga menjamin kecukupan oksigenase tubuh
3. Pemeriksaan Jalan Napas :
L = Look/Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga,
warna mukosa/kulit dan kesadaran
L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan
F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi
penolong
4. Tindakan
 Membuka jalan nafas dengan proteksi cervikal
 Chin Lift maneuver (tindakan mengangkat dagu)
 Jaw thrust maneuver (tindakan mengangkat sudut rahang bawah)
 Head Tilt maneuver (tindakan menekan dahi)
 Ingat, Pada pasien dengan dugaan cedera leher dan kepala, hanya dilakukan
maneuver jaw thrust dengan hati-hati dan mencegah gerakan leher.
 Untuk memeriksa jalan nafas terutama di daerah mulut, dapat dilakukan teknik
Cross Finger yaitu dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk yang
disilangkan dan menekan gigi atas dan bawah.
 Bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing dalam rongga mulut
dilakukan pembersihan manual dengan sapuan jari.
 Kegagalan membuka nafas dengan cara ini perlu dipikirkan hal lain yaitu
adanya sumbatan jalan nafas di daerah faring atau adanya henti nafas (apnea)
 Bila hal ini terjadi pada penderita tidak sadar, lakukan peniupan udara melalui
mulut, bila dada tidak mengembang, maka kemungkinan ada sumbatan pada
jalan nafas dan dilakukan maneuver Heimlich.

5. Tanda-tanda adanya sumbatan (ditandai adanya suara nafas tambahan) :


 Mendengkur (snoring), berasal dari sumbatan pangkal lidah. Cara mengatasi :
chin lift, jaw thrust, pemasangan pipa orofaring/nasofaring, pemasangan pipa
endotrakeal.
 Berkumur (gargling), penyebab : ada cairan di daerah hipofaring. Cara
mengatasi : finger sweep, pengisapan/suction.
 Stridor (crowing), sumbatan di plika vokalis. Cara mengatasi : cricotirotomi,
trakeostomi.
 Membersihkan jalan nafas
Sapuan jari (finger sweep)
Dilakukan bila jalan nafas tersumbat karena adanya benda asing pada rongga
mulut belakang atau hipofaring seperti gumpalan darah, muntahan, benda
asing lainnya sehingga hembusan nafas hilang.

12
Cara melakukannya :
Miringkan kepala pasien (kecuali pada dugaan fraktur tulang leher) kemudian
buka mulut dengan jaw thrust dan tekan dagu ke bawah bila otot rahang lemas
(maneuver emaresi)
Gunakan 2 jari (jari telunjuk dan jari tengah) yang bersih atau dibungkus
dengan sarung tangan/kassa/kain untuk membersihkan rongga mulut dengan
gerakan menyapu.

 Mengatasi sumbatan nafas parsial


- Dapat digunakan teknik manual thrust
- Abdominal thrust
- Chest thrust
- Back blow
 Jika sumbatan tidak teratasi, maka penderita akan :
- Gelisah oleh karena hipoksia
- Gerak otot nafas tambahan (retraksi sela iga, tracheal tug)
- Gerak dada dan perut paradoksal
- Sianosis
- Kelelahan dan meninggal
 Prioritas utama dalam manajemen jalan nafas adalah JALAN NAFAS
BEBAS!
Pasien sadar, ajak bicara. Bicara jelas dan lancar berarti jalan nafas bebas
Beri oksigen bila ada 6 liter/menit
Jaga tulang leher : baringkan penderita di tempat datar, wajah ke depan,
posisi leher netral
Nilai apakah ada suara nafas tambahan.Lakukan teknik chin lift atau jaw
thrust untuk membuka jalan nafas. Ingat tempatkan korban pada tempat
yang datar. Kepala dan leher korban jangan terganjal.

 Chin Lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah ke depan
Caranya : gunakan jari tengah dan telunjuk untuk memegang tulang dagu
pasien kemudian angkat.

 Head Tilt
Dlilakukan bila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien, Ingat! Tidak boleh
dilakukan pada pasien dugaan fraktur servikal.
Caranya : letakkan satu telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah
sehingga kepala menjadi tengadah dan penyangga leher tegang dan
lidahpun terangkat ke depan.

 Jaw thrust
Caranya : dorong sudut rahang kiri dan kanan ke arah depan sehingga
barisan gigi bawah berada di depan barisan gigi atas.

13
Mengatasi sumbatan parsial/sebagian. Digunakan untuk membebaskan
sumbatan dari benda padat.

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich)


Dapat dilakukan dalam posisi berdiri dan terlentang.
Caranya berikan hentakan mendadak pada ulu hati (daerah subdiafragma –
abdomen).

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi berdiri atau duduk


Caranya : penolong harus berdiri di belakang korban, lingkari pinggang
korban dengan kedua lengan penolong, kemudian kepalkan satu tangan
dan letakkan sisi jempol tangan kepalan pada perut korban, sedikit di atas
pusar dan di bawah ujung tulang sternum. Pegang erat kepalan tangan
dengan tangan lainnya. Tekan kepalan tangan ke perut dengan hentakan
yang cepat ke atas. Setiap hentakan harus terpisah dan gerakan yang jelas.

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada posisi tergeletak (tidak


sadar)
Caranya : korban harus diletakkan pada posisi terlentang dengan muka
ke atas. Penolong berlutut di sisi paha korban. Letakkan salah satu
tangan pada perut korban di garis tengah sedikit di atas pusar dan jauh
di bawah ujung tulang sternum, tangan kedua diletakkan di atas tangan
pertama. Penolong menekan ke arah perut dengan hentakan yang cepat
ke arah atas.
Berdasarkan ILCOR yang terbaru, cara abdominal thrust pada posisi
terbaring tidak dianjurkan, yang dianjurkan adalah langsung melakukan
Resusitasi Jantung Paru (RJP).

 Abdominal Thrust (Manuver Heimlich) pada yang dilakukan sendiri


Pertolongan terhadap diri sendiri jika mengalami obstruksi jalan napas.
Caranya : kepalkan sebuah tangan, letakkan sisi ibu jari pada perut di
atas pusar dan di bawah ujung tulang sternum, genggam kepala itu
dengan kuat, beri tekanan ke atas kea rah diafragma dengan gerakan
yang cepat, jika tidk berhasil dapat dilakukan tindakan dengan
menekan perut pada tepi meja atau belakang kursi.

 Back Blow (untuk bayi)


Bila penderita sadar dapat batuk keras, observasi ketat. Bila nafas tidak
efektif atau berhenti, lakukan back blow 5 kali (hentakan keras pada
punggung korban di titik silang garis antar belikat dengan tulang
punggung/vertebrae)

 Chest Thrust (untuk bayi, anak yang gemuk dan wanita hamil)
Bila penderita sadar, lakukan chest thrust 5 kali (tekan tulang dada
dengan jari telunjuk atau jari tengah kira-kira satu jari di bawah garis
imajinasi antara kedua putting susu pasien). Bila penderita sadar,
tidurkan terlentang, lakukan chest thrust, tarik lidah apakah ada benda
asing, beri nafas buatan.

14
2.5 STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR PADA AIRWAY MANAGEMENT
1. PENGERTIAN
Prosedur yang dilkukan adalah memberikan serangkaian rencana berurutan
(algoritma) untuk digunakan ketika intubasi trakea gagal dan dirancang untuk
memprioritaskan oksigenasi sambil membatasi jumlah intervensi jalan nafas untuk
meminimalkan trauma dan komplikasi.
2. TUJUAN
Tujuan pedoman ini adalah : 1. Membebaskan jalan nafas dan mempertahankan
kepatenannya 2. Memberikan respon (alur) terstruktur untuk masalah klinis yang
berpotensi mengancam jiwa 3. Memudahkan pengambilan keputusan saat akan
dilakukan anastesi, mengurangi jeda saat akan membebaskan jalan nafas, memberikan
kepastian kapan Supraglottic Airway Device (SAD) dipergunakan. 3. INDIKASI
PLAN A : 1. memaksimalkan kemungkinan keberhasilan atau kegagalan intubasi
pada upaya pertama 2. membatasi jumlah dan durasi upaya laringoskopi untuk
mencegah trauma di saluran napas dan perkembangan neuromuskuler menjadi CICO
memfasilitasi situasi.Blok ventilasi masker wajah dan intubasi trakea.
PLAN B :
PLAN C : 1. Ventilasi yang efektif belum ditetapkan setelah upaya penyisipan tiga
SAD.
PLAN D : 1. muncul ketika upaya untuk mengelola jalan nafas oleh intubasi trakea,
ventilasi masker wajah, dan SAD telah gagal.
4. KONTRAINDIKASI
PLAN A : 1. intubasi trakea berpotensi menyebabkan trauma.
PLAN B :
PLAN C : 1. Tidak menjamin kepatenan jalan napas bagian atas dapat dikelola
PLAN D : 1. Kerusakan otak dan hipoksia akan terjadi jika situasinya tidak cepat
diselesaikan.

4. PROSEDUR
PLAN A : Ventilasi masker dan intubasi trakea 1. Memposisikan pasien sniffing
(fleksi leher bawah dan kepala di ekstensikan) memaksimalkan peluang keberhasilan
laringoskopi dan intubasi trakea untuk membuka jalan nafas 2. Teknik preoksigenasi
dan apnoeic untuk mempertahankan oksigenasi. 3. Mengalirkan oksigen 100% ke
dalam sistem pernapasan 4. Pentingnya blok neuromuskuler ditekankan Jika intubasi
sulit, upaya lebih lanjut tidak boleh dilanjutkan tanpa blok neuromuskuler penuh.
Blok neuromuskuler menghapus refleks laring, meningkatkan kepatuhan dada, dan
memfasilitasi ventilasi masker wajah. 5. Ventilasi masker dengan 100% oksigen harus
dimulai sesegera mungkin setelah induksi anestesi. Jika menemui kesulitan, posisi
jalan harus dioptimalkan dan pengaturan jalan seperti dagu atau dorong rahang . 6.
Pilihan laringoskop memengaruhi kemungkinan intubasi trakea yang berhasil. 7.
Pemilihan tabung trakea Tabung trakea harus dipilih sesuai dengan sifat prosedur
pembedahan, tetapi karakteristiknya dapat memengaruhi kemudahan integrasi 8.
Laringoskopi Upaya untuk menentukan diagnosis yang tepat adalah dengan
memasukkan presentasi mikroskop umum ke dalam keseharian masyarakat. 9.
Manipulasi laring eksternal diterapkan dengan tangan kanan atau belakang, ke atas,
dan tekanan ke belakang (BURP) anestesi pada kartilago tiroid yang diterapkan oleh
asisten dapat meningkatkan pandangan di laringoskopi 10. Penggunaan bougie
( kawat untuk intubate) atau stylet Thegumelasticbougie adalah digunakan dengan
baik untuk memfasilitasi intubasi trakea ketika grade 2 atau 3 pandangan laring
terlihat selama directary laryngoscopy 11. Intubasi dan konfirmasi trakea Pada

15
penyatuan otak yang telah tercapai, penempatan yang benar tabung dengan trakea
harus diselesaikan. Harus mencakup rafinasi visual bahwa kabel dimasukkan dengan
kabel suara, ekspansi dada bilateral, dan auskultasi dan kapnografi. Kapnografi
( monitoring ventilasi )harus tersedia di setiap lokasi di mana pasien mungkin
memerlukan anestesi. Tidak adanya CO2 yang dihembuskan menunjukkan kegagalan
untuk ventilasi paru-paru 5

2.6 Video Airway breating


https://youtu.be/aQKYlxdHtCY
https://youtu.be/0G_QIGTjtPA
https://youtu.be/e5IkYeDk1Vs

16
BAB 3

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Airway merupakan komponen yang penting dari sistem pernapasan adalah hidung
dan mulut, faring, epiglotis, trakea, laring, bronkus dan paru. Breathing (Bernapas)
adalah usaha seseorang secara tidak sadar/otomatis untuk melakukan pernafasan.
Tindakan ini merupakan salah satu dari prosedur resusitasi jantung paru (RJP).

Kondisi kekurangan oksigen merupakan penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini
dapat diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun bersifat sekunder akibat
dari gangguan sistem tubuh yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga memerlukan pertolongan segera.
Apabila terjadi kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan otak
permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan kematian. Oleh karena itu pengkajian
pernafasan pada penderita gawat darurat penting dilakukan secara efektif dan efisien.

3.2 Saran
Setelah membaca makalah ini semoga pembaca memahami isi makalah yang telah
disusun meskipun kami menyadari makalah ini kurang dari sempurna. Oleh karena itu
kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang dapat membantu
menyempurnakan makalah yang selanjutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

American Society of Anesthesiologists, 2013. Practice Guidelines for Management of the

Difficult Airway-An Updated Report by the American Society of Anesthesiologists

Task Force on Management of the Difficult Airway. Jurnal American Society of

Anesthesiologists vol.118 no.2.

https://gustinerz.com/pengkajian-primary-survey-pada-pasien-trauma-atau-tidak-sadar/
https://gustinerz.com/pengkajian-primary-survey-pada-pasien-trauma-atau-tidak-sadar/

Latief SA, Suryadi KA, Dachlan MR. Ilmu dasar Anestesi in Petunjuk Praktis Anestesiologi
2nd ed. Jakarta: FKUI; 2009

Prasenohadi. 2010. Manajemen Jalan Napas; Pulmonologi Intervensi dan Gawat Darurat
Napas. Jakarta: FK UI.

Purwadianto, Agus, dkk, 2000. Kegawatdaruratan Medik. Jakarta: Binarupa Aksara

Pusponegoro, Aryono D. 2018. Basic Trauma & Cardiac Life Support. Jakarta: Yayasan
Ambulans Gawat Darurat 118
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/08/Keperawatan-GAdar-
dan-MAnajemen-Bencana-Komprehensif.pdf

18
19
20

Anda mungkin juga menyukai