Anda di halaman 1dari 12

KEPUTUSAN

DIREKTUR RSIA RESTU BUNDA


NOMOR: ............................................
TENTANG
PEMBERLAKUAN PANDUAN PERLINDUNGAN PASIEN TERHADAP
KEKERASAN FISIK
DI LINGKUNGAN RSIA RESTU BUNDA BANDAR LAMPUNG

DIREKTUR RSIA RESTU BUNDA BANDAR LAMPUNG

Menimbang : a. bahwa dalam upaya memberikan perlindungan terhadap


situasi yang dapat menimbulkan kekerasan fisik tertiadap
pasien di Iingkungan RSIA Restu Bunda, maka di
pandang perlu untuk membuat kebijakan tentang
panduan perlindungan pasien terhadap kekerasan fisik di
Iingkungan RSIA Restu Bunda;
b. bahwa untuk maksud sebagaimana tersebut diatas, maka
perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur RSIA Restu
Bunda.
Mengingat : 1. Undang — Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 125);
2. Undang — Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 Nornor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
3. Undang — Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5072);
4. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 40 Tahun
2001 tentang Pedoman Kelembagaan dan Pengelolaan
Rumah Sakit Daerah;
5. Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia
Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pedoman Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Daerah;
6. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1226 / Menkes / SK / XII I 2009 tentang Pedoman
Penatalaksanaan Pelayanan Terpadu Korban Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Anak di Rumah Sakit;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
012 Tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN

Menetapkan :
Pertama : Keputusan Direktur RSIA Restu Bunda tentang Perlindungan
Pasien Terhadap Kekerasan Fisik di Iingkungan RSIA Restu
Bunda;
Kedua : Pedindungan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik RSIA Restu
Bunda
sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan ini;
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan Perlindungan
Pasien Terhadap Kekerasan Fisik di Iingkungan RSIA Restu
Bunda dilaksanakan oleh Wakil Direktur Pelayanan Medik
dan Keperawatan RSIA Restu Bunda;
Keempat : Keputusan mi berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
disampaikan kepada pihak yang terkait untuk diketahu, dan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab;
Kelima : Apabila di kemudian han ternyata terdapat kekeliruan dalam
Keputusan mi, maka akan dilakukan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di :Bandar Lampung


Pada tanggal :
DIREKTUR RSIA Restu Bunda

dr. H. Ruskandi M, Sp.A

Tembusan:
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa


karena dengan rahmat dan karunia-Nya buku Panduan Meminta Pendapat
Lain ( Second Opinion ) RSIA Restu Bunda dapat terselesaikan. Buku mi
merupakan panduan yang memuat tentang tata laksana dan ruang Iingkup
tentang pemberian pendapat medis yang diberikan oleh dokter lain terhadap
suatu diagnosa atau terapi maupun rekomendasi medis lain terhadap
penyakit yang diderita pasien di lingkungan RSIA Restu Bunda, dalam
rangka meningkatkan pelayanan dan mengoptimalkan pelaksanaan tugas
dan fungsi serta dalam rangka mendukung visi RSIA Restu Bunda yaitu
“Menjadikan rumah sakit ibu dan anak Restu bunda terbaik di Bandar
Lampung”

Demi kesempurnaan isi buku, maka kami sangat mengharap


masukan dan saran perbaikan untuk pencapaian hasil yang lebih baik di
tahun yang akan datang. Semoga buku Panduan Meminta Pendapat Lain
(Second Opinion) RSIA Restu Bunda ini dapat bermanfaat bagi kita semua,

BandarLampung, ..........................
KETUA POKJA HAK PASIEN DAN
KELUARGA

..................................................
DAFTAR ISI

Sambutan Direktur .............................................................................. i

Kata Pengantar...................................................................................... ii

Daftar Isi............................................................................................... iii

A. Definisi.............................................................................................. 1

B. RuangLingkup.................................................................................. 1

C. TataLaksana .................................................................................... 3

D. Dokumentasi.................................................................................... 4

E. Referensi........................................................................................... 4
PANDUAN
PERLINDUNGAN PRIVASI PASIEN

A. DEFINISI
1. Kekerasan Fisik adalah ekspresi dan seseorang baik yang
dilakukan secara fisik yang mencerminkan tindakan agresif dan
penyerangan pada kebebasan atau martabat seseorang. Kekerasan
fisik dapat dilakukan oleh perorangan atau sekelompok orang.
2. Pertindunyan Pasien Terhadap Kekerasan Fisik adalah suatu
upaya rumah sakit untuk melindungi pasien dan kekerasan fisik
oleh pengunjung, pasien lain atau staf rumah sakit.
3. Bayi Baru Lahir (Neonatus) adalah bayi dalam kurun waktu satu
jam pertama kelahiran.
4. Bayi yang Lahir Normal adalah bayi yang lahir dengan umur
kehamilan 37 minggu sam pai 42 minggu dan berat lahir 2500
gram sampai 4000 gram.
5. Anak—anak adalah masa yang dimulai dan periode bayi sampai
masa pubertas yaitu
13-14 tahun.
6. Lansia (Lanjut Usia) adalah periode dalam kehidupan yang
ditandai dengan menurunnya kemampuan fisik dan psikologis.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menggolongkan lanjut usia
menjadi 4 yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75—90 tahun dan
usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.
7. Orang dengan Gangguan Jiwa adalah orang yang mengalami
suatu perubahan pada fungsi kejiwaani. Keadaan ml ditandai
dengan adanya gangguan pada fungsi jiwa, yang menimbulkan
penderitaan pada individu dan atau hambatan dalam
melaksanakan peran sosial.
8. Perempuan adalah seorang manusia yang mempunyai vagina.
dapat menstruasi, hamil, melahirkan dan menyusui anak.
9. Kekerasan pada Perempuan adalah segala bentuk kekerasan
berbasis jender yang berakibat menyakiti secara fisik, seksual,
mental atau penderitaan terhadap perempuan.
10. Koma dalam istilah kedokteran adalah suatu kondisi tidak sadar
yang sangat dalam, sehingga tidak membenikan respon atas
rangsangan rasa sakit atau rangsangan cahaya.
11. Pasien Koma adalah pasien yang tidak dapat dibangunkan, tidak
memberikan respon normal terhadap nasa sakit atau rangsangan
cahaya, tidak memiliki siklus tidur-bangun, dan tidak dapat
melakukan tindakan sukarela. Koma dapat timbul karena
berbagai kondisi, termasuk keracunan. keabnormalan metabolik,
penyakit sistem saraf pusat, serta luka neorologis akut seperti
stroke dan hipoksia, gegar otak karena kecelakaan berat terkena
kepala dan terjadi pendarahan di dalam tempurung kepala. Koma
juga dapat secara sengaja ditimbulkan oleh agen farmasentika
untuk mempertahankan fungsi otak setelah timbulnya trauma
otaklain.

B. RUANG LINGKUP
Kekerasan Fisik Di Rumah Sakit Dapat Dialami Oleh:
1. Bayi baru lahir (Neonatus) dan Anak—Anak
Kekerasan terhadap bayi meliputi semua bentuk tindakan
perlakuan menyakitkan secara fisik. pelayanan medis yang tidak
standar seperti inkubator yang tidak layak pakai, penculikan. bayi
tertukar dan penelantaran bayi.
Menurut data dan Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Kasus penculikan bayi menujukkan peningkatan dan 72 kasus di
tahun 2011 menjadi 102 di tahun 2012, diantaranya 25% terjadi
di rumah sakit, rumah bersalin, dan puskesmas.
2. Kekerasan pada anak (child abuse) di rumah sakit adalah
perlakuan kasar yang dapat menimbulkan penderitaan,
kesengsaraan, penganiayaan fisik, seksual, penelantaran (ditinggal
oleh orang tuanya di rumah sakit), maupun emosional, yang
diperoleh dan orang dewasa yang ada di Iingkungan rumah sakit.
Hal tersebut mungkin dilakukan oleh orang tuanya sendiri, pasien
lain atau pengunjung atau oleh staf rumah sakit. Terjadinya
kekerasan fisik adalah dengan penggunaan kekuasaan atau
otoritasnya, terhadap anak yang tidak berdaya yang seharusnya
diberikan perlindungan.
3. Lanjut Usia (Larisia)
Dalam kehidupan sosial. kita mengenal adanya kelompok rentan,
yaitu semua orang yang menghadapi hambatan atau keterbatasan
dalam menikmati standar kehidupan yang layak bagi
kemanusiaan dan berlaku umum bagi suatu masyarakat yang
berperadaban. Salah satu contoh kelompok rentan tersebut adalah
orang-orang lansia. Ternyata, walau sudah memiliki keterbatasan,
lansia juga rentan terhadap kekerasan, Menurut statistik, lebih
dan dua juta lansia mengalami kekerasan setiap tahunnya.
Kekerasan pada lansia adalah suatu kondisi ketika seorang lansia
mengalami kekerasan oleh orang lain. Dalam banyak kasus,
kekerasan fisik datang dan orango rang yang mereka percayai.
Karenanya, mencegah kekerasan pada lansia dan meningkatkan
kesadaran akan hal in menjadi suatu tugas yang sulit. Statistik
dan Dinas Pelayanan di New Zealand menunjukkanbahwa
kebanyakan, orang-orang yang melakukan kekerasan terhadap
lansia, merupakan anggota keluarga atau orang yang berada pada
posisi yang mereka percayai, seperti : pasangan hidup, anak,
menantu, saudara, cucu, ataupun perawat.
Kekerasan fisik pada lansia di rumah sakit, yaitu bias berupa
perkosaan, pemukulan, dipermalukan / diancam seperti anak
kecil, diabaikan I diterlantarkan, atau mendapatkan perawatan
yang tidak standar.
4. Kekerasan pada Perempuan
Kekerasan di rumah sakit dapat berupa perkosaan, yaitu
hubungan seksual yang dilakukan seseorang atau lebih tanpa
persetujuan korbannya. Namun perkosaan tidak semata-mata
sebuah serangan seksual akibat pelampiasan dan rasa marah,
bisa juga disebabkan karena godaan yang timbul sesaat seperti
melihat bagian tubuh pasien wanita yang tidak ditutupi pakaian
atau selimut, mengintip pasien pada saat mandi dan sebagainya.
5. Orang dengan gangguan jiwa
Pasien dengan gangguan jiwa terkadang tidak bisa mengendalikan
perilakunya, sehingga pasien tersebut perlu dilakukan tindakan
pembatasan gerak (restraint) atau menempatkan pasien di kamar
isolasi.
Tindakan mi bertujuan agar pasien dibatasi pergerakannya karena
dapat mencederai orang lain atau dicederai orang lain. Bila
tindakan isolasi tidak bermanfaat dan perilaku pasien tetap
berbahaya, berpotensi melukai din sendiri atau orang lain maka
alternatif lain adalah dengan melakukan pengekangan I
pengikatan fisik (restraint). Kekerasan fisik pada pasien jiwa yang
dilakukan restrain di rumah sakit, bisa disebabkan oleh tindakan
restrain yang tidak sesuai prosedur, atau menggunakan pengikat
yang tidak standar. Selain itu pasien jiwa yang dilakukan restrain
mudah menerima kekerasan fisik, baik dan pengunjurig lain,
sesama pasien jiwa, maupun oleh tenaga medis. Hal mi
disebabkan oleh karena kondisi pasien yang “terikat sehingga
mudah mendapatkan serangan.
6. Pasien koma
Kekerasan fisik bagi pasien yang koma di rumah sakit, bisa
disebabkan oleh pembenian asuhan medis yang tidak standar,
penelaritaran oleh perawat, diperlakukan secara kasar oleh tenaga
kesehatan yang bertugas sampai pada menghentikan bantuan
hidup dasar pada pasien tanpa persetujuan keluarga I wali.

C. TATALAKSANA
1. Cara RSIA Restu Bunda melindungi pasien & keluarganya dan
kekerasan fisik terutama
pada pasien yang tidak mampu melindungi dirinya seperti bayi,
anaka nak, manula, perempuan. pasien jiwa, pasien koma.
penyandang cacat dan lain sebagainya.
a. Pengawasan terhadap lokasi pelayanan yang terpencil dan
terisolasi, seperti pada:
 Kamar Bersalin,
 Instalasi Bedah Sentral.
b. Pengawasan ketat terhadap wang perawatan bayi dan anak—
anak untuk mencegah penculikan dan perdagangan pada bayi
dan anak-aniak, seperti pada:
 Ruang 11 (Perinatologi);
 Ruang 7 Anak (Irna IV);
c. Penariganan pada bayi / anak yang ditinggalkan oleh orang
tuanya di ruang penitipan bayi di Ruang 11 Iantai 2.
d. Semua pengunjung / tamu yang bertemu Direktur RSIA estu
Bunda di daftar dan dicatat serta diberi identitas khusus yang
dikeluarkan oleh Petugas Keamanan Banpol.
e. Pengunjung yang mencurigakan diperiksa dan diinvestigasi
oleh Petugas Keamanan I Banpol.
f. Semua pengunjung diluar jam kunjungan rumah sakit, baik
diluar jam kantor, diluar jam pelayanan didaftar dan dicatat
oleh Petugas Keamanan I Banpol.
g. Kekerasan pada lansia, dapat dicegah dengan beberapa
tindakan preventif, antara lain, menyediakan kamar mandi
khusus, loket khusus.
h. Membatasi jumlah pasien yang masuk ke ruang perawatan
dengan menerapkan ketentuan hanya mereka yang
menggunakan ID Card yang boleh memasuki wang perawatan.
i. Pada ruang perawatan wanita, pendamping pasien harus
berjenis kelamin wanita
j. Melindungi pasien dengari 3 (tiga) kode darurat non medis
sebagai berikut :

N KETERANGA RESPON
KODE RESPON PRIMER
O N SEKUNDER
1. CODE BLACK Situasi Lindungi / Berusaha
berbahaya pertahankan mengurangi tingkat
berhubunga diri sendiri resiko / bahaya
n dengan dan hubungi dengan memantau
kejahatan pusat ketat daerah /
Gangguan yyang komando ruang perawatan
Keaamanan
mengancam untuk yang terpencil.
fisik, baik mengaktifka
dengan n Code
senjata Black
maupun
tidak dengan
senjata
2. CODE PINK Bayi / anak  Lakukan Segera lakukan
hilang / pemeriksa pemeriksaan pada
diculik dari an berkala seluruh area rumah
rumah sakit pada sakit. Jika sasaran
ruang bayi terlihat jangan
Penculikan Bayi
/ anak dihentikan sendiri,
/ Anak
 Monitor hubungi pusat
seluruh komando keamanan
ruangan / banpol dan
dengan laporkan hasil
CCTV temuan.
 Awasi
ketat
pintu
keluar
terhadap
seluruh
orang
yang akan
meninggal
kan
rumah
sakit
dengan
anak /
bayi
3. CODE YELLOW Adanya Segera ke  Melaporkan ke
informasi lokasi koordinator
ancaman tempat keadaan darurat
bom lewat barang yang gedung dan
telpon atau dicurigai keamanan
sms sebagai bom  Konsultasi
Ancaman Bom
diletakkan. dengan kepolisian
Jangan setempat
disentuh  Mempertimbangk
serta isolasi an untuk
area / benda mengevakuasi
yang penghuni gedung.
dicurigai .
Melaporkan
kepada pos
sekuriti
untuk
menghiduka
n Yellow
Code.

4. Cara RSIA Restu Bunda melindungi pasien dan kesalahan asuhan


rnedis dan keperawatan.
 Memberikan asuhan medis sesuai panduan praktek klinis dan
clinical pathway.
 Mengupayakan sarana prasarana yang aman untuk asuhan medik
dan keperawatan.
 Melakukan sosialisasi kepada semua tenaga kesehatan yang
bertugas.

D. DOKUMENTASI
1. Prosedur Perlindungan Terhadap Ancaman.
2. Prosedur Pernantauan Terhadap Lingkungan Terpencil.
3. Prosedur Perlindungan Terhadap Penculikan Bayi dan Anak
.

Anda mungkin juga menyukai