Filsafat matematika telah lahir dalam bentuk awal sejak ribuan tahun yang lalu.
Perkembangan yang penting diwakili oleh Pythagoras dan para pengikutnya, yang
berkeyakinan bahwa bilangan adalah yang paling bertanggung jawab dalam mengatur alam
semesta, “Numbers rules the universe” (bilangan memerintah/mengatur alam semesta).
1) Platonisme
Pandangan Plato terhadap matematika bahwa objek matematika bersifat abstrak dan tidak
memiliki hubungan realitas atau asal usul sehingga bersifat abadi dan tak berubah.
Penggunaan nama Plato karena pandangan ini mirip dengan pandangan Plato dalam
bukunya Theory of Form.
Masalah dari aliran ini antara lain tidak dapat menjawab pertanyaan: tepatnya, di mana dan
bagaimana objek matematika itu ada, dan bagaimana cara kita mengetahui keberadaannya?
2) Formalisme
landasan matematika tidak diterima oleh beberapa ahli.Keberatan bermula ketika Godel
membuktikan bahwa kita tidak mungkin dapat membuat suatu sistem lengkap yang
konsisten dalam dirinya sendiri. Pernyataan ini terkenal dengan sebutan Teorema
3) Logisisme
Dua ahli matematika sekaligus ahli filsafat dari Inggris menjadi pioner aliran atau
landasan matematika ini yaitu Bertrand Russell (1872-1970) dan Alfred North Whitehead
diterima oleh kaum formalis namun mereka tidak percaya bahwa matematika dapat
diturunkan dari logika saja. Sementara menurut kaum logisisme, matematika itu tidak lain
adalah logika. Menurut istilah mereka, matematika itu masa dewasa dari logika.Keberatan
utama terhadap aliran ini muncul dari adanya paradoks-paradoks logika (seperti
paradoks teori himpunan pada aliran formalisme) yang tidak dapat diselesaikan oleh
4) Intuisionisme
Pioner aliran ini adalah Luitzen Egbertus Jan Brouwer (1881-1966) seorang
ditemukan melalui pengamatan terhadap alam, tetapi mereka ditemukan dalam pikiran
Mengikuti pendapat dari Lakatos (dalam Herman, 1990) terdapat dua kelompok besar
filsafat matematika: the absolutist philosophy of mathematics (filsafat matematika yang
absolut) dan the fallibilist philosophy of mathematics (filsafat matematika yang boleh salah -
tidak absolut). Menurut Lakatos, yang termasuk ke dalam the absolutist philosophy of
mathematics adalah aliran Platonisme, Logisisme, Intuisionisme, dan Formalisme.
Berikut ini implikasi kedua filsafat matematika itu dalam kurikulum pendidikan matematika.
Bagi filsafat matematika absolut, pengetahuan matematika atau objek matematika “terlepas”
dari dunia nyata, dan memiliki kedudukan yangbebas dari masyarakat.
Mengutip Paul Ernest dari berbagai pendapat ahli, berikut ini beberapa karakteristik
kurikulum matematika yang menganut filsafat matematika absolut.
a. Kurikulum diorganisasi berdasarkan konten matematika (content-centered).
b. Guru berperan sebagai “penceramah” untuk membantu siswa memahami,
menghubungkan ide, dan konsep. Guru sebagai sumber utama dan pengetahuannya tak
terbantahkan.
c. Terdapat kurikulum pokok (standar) yang menjadi model dalam pengembangan
kurikulum. Bagi filsafat ini, objek matematika “ditemukan” dan statis berdasarkan
kurikulum.
d. Belajar melalui abstraksi, menghubungkan ide-ide dan konsep-konsep matematika tanpa
ada bagian yang real.
e. Matematika dilihat sebagai disiplin ilmu yang terisolasi dan diskrit dan dalam
hubungannya dengan kurikulum matematika diperlakukan secara terpisah dan tidak ada
integrasi materi.
Jadi, secara umum, filsafat matematika absolut fokus pada konten matematika, bukan pada
“proses” atau “bagaimana berpikir matematis”.
Mengutip Paul Ernest dari berbagai pendapat ahli, berikut ini beberapa karakteristik
kurikulum matematika yang menganut filsafat matematika non-absolut.
a. Peserta didik dibebaskan dari pembelajaran tradisional yang menekankan pada belajar
menghafal, pengulangan latihan (drill), dan bergantung pada buku teks (text book
authority).
b. Belajar dilakukan dengan cara aktivitas yang melibatkan pemecahan masalah di mana
kompetensi yang diperoleh memungkinkan diterapkan pada situasi dan objek yang lain.
c. Peran guru adalah membantu peserta didik mengidentifikasi masalah mereka dan
mencari solusi masalah.
d. Pembelajaran bersifat student-centered berbeda dengan filsafat tradisional.
e. Belajar merupakan bagian integral dari kehidupan dan bukan rencana untuk kehidupan
masa depan.
f. Kurikulum bersifat problem-centered yang membantu peserta didik mengembangkan
keterampilan bagaimana berpikir.
DISCLAIMER