Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH BISNIS INTERNASIONAL

“PERANAN BUDAYA DALAM BISNIS INTERNATIONAL”

Disusun oleh: Kelompok 1

1. Tirsa Armalia Nafi (1903020212)


2. Agustina H. I. Mau (1903020041)
3. Maria V. E Eluama (1903020205)

JURUSAN ILMU ADMINISTRASI BISNIS


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS NUSA CENDANA
KUPANG
2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran budaya dalam
Bisnis Internasional”.
Tujuan kami menulis materi tersebut adalah memenuhi tugas dan agar menjadikan
mahasiswa mengerti tentang Peran budaya dalam Bisnis Internasional.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Khususnya kami ucapkan kepada ibu Emilie Gie,
SE, MA selaku dosen mata kuliah Bisnis Internasional, yang telah memberi tugas makalah
ini sehingga sangat memberi kami pelajaran akan hal-hal yang baru buat kami dalam
penyusunan sebuah makalah. Juga kami ucapkan kepada orang tua dan teman-teman kami
yang senantiasa mendukung dan memotivasi kami, serta memberi masukan-masukan yang
sangat berguna dalam penyelesaian tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Tentu tidak lain
adalah diakibatkan keterbatasan ilmu yang kami miliki. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang berguna bagi penyempurnaan makalah ini untuk masa
yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan kita
semua

Kupang, Agustus 2021

Kelompok 1

ii
DAFTAR ISI
Halaman

Lembar Judul Tugas……………………………………………………………………. i


Kata Pengantar…………………………………………………………………………. ii

Daftar Isi………………………………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1

A. Latar Belakang…………………………………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….. 1

C. Perumusan Masalah……………………………………………………………… 1

BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………...... 2

A. Karakteristik Budaya…………………………………………………………….. 2

B. Unsur Budaya…………………………………………………………………..... 3

C. Pendekatan Konteks rendah-Konteks Tinggi Hall………………………………… 18

D. Pendekatan Klaster Budaya……………………………………………………….. 19

E. Lima Dimensi Hofstede…………………………………………………………… 19

F. Manajemen Internasional dan Perbedaan Budaya………………………………… 22

BAB III PENUTUP……………………………………………………………………… 23

A. Kesimpulan……………………………………………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tantangan utama dalam melakukan bisnis internasional adalah untuk menyesuaikan


secara efektif pada perbedaan budaya, seperti penyesuaian membutuhkan pemahaman dari
keragaman budaya, persepsi, klise dan nilai. Dalam beberapa tahun belakangan ini, penelitian
menghubungkan antara dimensi kebudayaan dan perilaku-perilaku dan penelitian telah
terbukti berguna dalam penyediaan profil integrative dari budaya internasional.
Kebudayaan sendiri memiliki artian menurut E.B. Taylor(1974) bahwa arti kebudayaan
adalah suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan, kepercayaan, seni,
kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan kebiasaan lainnya yang dipelajari
oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan bisnis internasional memiliki artian
Menurut Ball, McCulloch, Frantz, Geringer, Minor (2006), Bisnis Internasional adalah bisnis
yang kegiatannya melampaui batas negara.
Dalam kenyataanya budaya sangat berpengaruh terhadap kelancaran dalam dunia bisnis
baik dalam perkembangna dalam bisnis skala nasional maupun skala internasional. Sesuatu
hal baru yang tidak sesuai dengan kebudayaan suatu bangsa akan sulit diterima atau
berkembang didalam Negara tersebut.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Budaya dalam Lingkup Bisnis Internasional?
2. Beberapa Karakteristik Kebudayaan?
3. Apa saja Unsur- unsur kebudayaan?
4. Bagaimana Manajemen Internasional dan Perbedaan Budaya?

C. Tujuan Perumusan Masalah


1. Mengetahui dan memahami Pengertian Budaya dalam Lingkup Bisnis Internasional
2. Mengetahui dan memahami Karakteristik dari Kebudayaan
3. Mengetahui dan memahami Unsur- unsur dari kebudayaan
4. Mengetahui dan memahami mengenai Manajemen Internasional dan Perbedaan Budaya

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Karakteristik Budaya

Bisnis, seperti halnya aktivitas manusia lainnya, dilakukan dalam konteks masyarakat.
Budaya (culture) adalah kumpulan nilai, keyakinan, perilaku, adat kebiasaan dan sikap yang
membedakan satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Budaya suatu masyarakat
menentukan aturan yang mengatur bagaimana perusahaan beroperasi dalam masyarakat.
Beberapa karakteristik budaya berikut ini layak untuk diperhatikan karena relevansinya
terhadap bisnis internasional.

 Budaya mencerminkan perilaku yang dipelajari yang disebarkan dari satu anggota
masyarakat kepada anggota masyarakat lainnya. Beberapa unsur budaya ditularkan
secara antar generasi, seperti ketika orang tua mengajarkan anak – anak mereka tata
krama makan di meja makan. Unsur–unsur lainnya ditularkan secara intragenerasi,
seperti ketika senior mendidik mahasiswa baru mengenai tradisi sekolah.
 Unsur – unsur budaya yang saling berkaitan. Sebagai contoh, masyarakat Jepang yang
hierarkis dan berorientasi pada kelompok menekan keselarasan dan kesetiaan, yang
secara historis diterjemahkan ke dalam pekerjaan seumur hidup dan perpindahan kerja
yang minimal.
 Oleh karena budaya merupakan perilaku yang dipelajari, maka budaya merupakan suatu
yang bersifat adaptif, yaitu, budaya dapat berubah sebagai respons terhadap kekuatan
eksternal yang mempengaruhi masyarakat. Sebagai contoh, Perang Dunia II, Jerman
dibagi menjadi Jerman Baratyang berorientasi pasar bebas dan Jerman Timur yang
dikendalikan oleh komunis. Meskipun mereka memiliki warisan yang sama, selama
berabad – abad, pembagian ini menciptakan perbedaan budaya besar antara Ossis
(Jerman Timur) dan Wessis (Jerman Barat). Perbedaan ini diakibatkan oleh adaptasi
budaya Jerman Timur yang didikte oleh ideologi komunis mengenai sikap terhadap
pekerjaan, pengambilan risiko, dan keadilan sistem imbalan.
 Budaya adalah sesuatu yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat dan
mendefinisikan kenaggotaan dalam masyarakat. Individu yang mempunyai budaya yang
sama merupakan anggota sebuah masyarakat, mereka yang tidak berada diluar
perbatasan masyarakat tersebut.
2
B. Unsur Budaya

Unsur dasar dari budaya adalah struktur sosial, bahasa, komunikasi, agama serta nilai dan
sikap. Interaksi dari unsur – unsur ini mempengaruhi lingkungan lokal tempat bisnis
internasional beroperasi. Unsur – unsur ini juga mempengaruhi kemampuan negara untuk
merespons situasi yang berubah.

GAMBAR 2.1

Unsur – Unsur Budaya


Bahasa
Komunikasi
Struktur Sosial

Budaya
Nilai dan Sikap
Agama
Struktur Sosial

Dasar dari setiap masyarakat adalah struktur sosialnya, kerangka keseluruhan yang
menentukan peran individu dalam masyarakat, stratifikasi masyarakat, dan mobilitas individu
dalam masyarakat.

INDIVIDUAL, KELUARGA DAN KELOMPOK Semua masyarakat manusia melibatkan


individu yang tinggal dalam unit keluarga dan bekerja dengan satu sama lainnya dalam
kelompok. Namun, masyarakat berbeda dalam cara mereka mendefinisikan keluarga dan
dalam kepentingan relatif yang mereka berikan pada peran individu dalam kelompok.
Pandangan Amerika terhadap ikatan dan tanggung jawabkeluarga berfokus pada keluarga inti
(ayah, ibu dan anak – anak). Dalam budaya lainnya keluarga besar lebih penting. Sikap sosial
yang berbeda ini tercermin dalam pentingnya keluarga bagi bisnis. Di Amerika Serikat,
perusahaan tidak menyukai nepotisme, dan kompetisi seseorang yang menikah dengan anak
perempuan atasan secara rutin dipertanyakan rekan kerjanya. Namun, perusahaan milik Arab,
ikatan keluarga sangat penting, dan memperkerjakan keluarga merupakan praktik yang dapat
diterima dan lazim.

3
Budaya juga berbeda dalam pentingnya individu secara relatif terhadap kelompok.
Budaya AS sebagai contoh, mempromosikan individualisme. Sekolah – sekolah berusaha
untuk meningkatkan kepercayaan diri setiap anak dan mendorong masing – masingnya untuk
mengembangkan bakat individual. Oleh karena rasa hormat terhadap otoritas dan tanggung
jawab individual sangat kuat di AS, anak – anak dilatih untuk percaya bahwa nasib mereka
berada ditangan mereka sendiri. Sebaliknya, dalam masyarakat yang terfokus pada kelompok
seperti Jepang, anak – anak diajarkan bahwa peran mereka adalah untuk melayani kelompok.
Sifat – sifat baik seperti kesatuan, kesetiaan dan keselarasan sangat dihargai dalam
masyarakat seperti ini. Karakteristik seperti ini sering kali lebih penting dalam keputusan
perekrutan dibandingkan pencapaian atas kemampuan pribadi.

STRATIFIKASI SOSIAL Masyarakat berbeda dalam tingkat stratifikasi sosial (social


stratification). Semua masyarakat mengategorikan orang hingga tingkat tertentu atas dasar
kelahiran, pekerjaan, pencapaian, pendidikan atau atribut – atribut lainnya. Namun,
pentingnya kategori ini dalam mendefinisikan bagaimana seorang individu berinteraksi
dengan satu sama lain di dalam dan antar – kelompok ini bervariasi antarmasyarakat. Di
Eropa abad pertengahan, sebagai contoh, peran dan tanggung jawab petani, perajin, pedagang
dan bangsawan secara teliti digariskan oleh adat istiadat dan hukum. Struktur kelas di Inggris
dan sistem kasta di India memberikan contoh yang lebih baru tehadap fenomena yang sama,
dimana posisi sosial seseorang dapat mempengaruhi banyak segi dari hubungan seseorang
dengan orang lain.

Korporasi multinasional (MNC) yang beroperasi dalam masyarakat yang sangat


bertingkat seringkali harus menyesuaikan prosedur perekrutan dan promosi mereka untuk
mempertimbangkan perbedaan kelas atau klan antara pengawas dan pekerja. Mempekerjakan
anggota suatu kelompok untuk melakukan pekerjaan yang secara tradisional dilakukan oleh
anggota kelompok lain dapat menurunkan moral dan produktivitas di tempat kerja.

MOBILITAS SOSIAL (social mobility) adalah kemampuan individu untuk bergerak


dari satu strata masyarakat ke strata masyarakat lain. Mobilitas sosial cenderung lebih tinggi
dalam masyarakat yang kurang bertingkat. Mobilitas sosial (atau tiadanya mobilitas sosial)
sering mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap faktor – faktor seperti relasi
tenaga kerja, formasi modal manusia, pengambilan risiko dan kewiraswastaan. Di Inggris
sampai saat ini, pemuda kelas pekerja putus sekolah, karena percaya bahwa peran mereka
4
dalam masyarakat telah ditentukan dan dengan demikian investasi dalam pendidikan adalah
buang – buang waktu. Namun, dalam masyarakat dengan mobilitas sosial yang tinggi, seperti
AS, Singapura, dan Kanada, individu lebih bersedia untuk mengejar pendidikan yang lebih
tinggi atau untuk melakukan aktivitas kewiraswastaan, karena mengetahui bahwa jika mereka
berhasil, mereka dan keluarganya bebas untuk meningkat dalam masyarakat

Bahasa

Bahasa adalah hal utama yang menggambarkan kelompok budaya karena merupakan
sarana penting dimana anggota masyarakat berkomunikasi satu sama lain. Para ahli telah
mengidentifikasi sekitar 3000 bahasa berbeda dan sebanyak 10.000 dialek berbeda di seluruh
dunia

Bahasa mengatur cara anggota masyarakat berpikir mengenai dunia. Bahasa menyaring
pengamatan dan persepsi sehingga mempengaruhi pesan tak terduga yang dikirim ktika dua
individu mencoba untuk berkomunikasi. Selain membentuk presepsi seseorang terhadap
dunia, bahasa memberikan petunjuk penting mengenai nilai budaya masyarakat dan
membantu akulturasi. Keberadaan lebih dari satu kelompok bahasa merupakan sinyal penting
mengenai keragaman populasi sebuah negara dan menyatakan bahwa di sana mungkin juga
terdapat perbedaan dalam penghasilan, nilai budaya, pencapaian pendidikan. Secara umum,
negara yang didominasi oleh satu kelompok bahasa cenderung mempunyai masyarakat yang
homogen, di mana negara mengidentifikasikan masyarakat. Negara dengan kelompok bahasa
multipel cenderung heterogen, dengan bahasa yang menyediakan sarana penting untuk
mengidentifikasi perbedaan budaya dalam negara.

Pelaku bisnis yang cerdas beroperasi dalam masyarakat yang heterogen dengan
mengadaptasikan praktik pemasaran dan bisnis mereka sepanjang garis linguistik untuk
memasukkan perbedaan budaya di antara pelangan prospektif mereka. Sebagai contoh,
periset pasar menemukan bahwa orang Kanada berbahasa Inggris lebih menyukai sabun yang
menjanjikan kebersihan, sementara orang Kanada berbahasa Prancis lebih menyukai sabun
yang berbau menyenangkan atau manis. Jadi iklan Irish Spring Soap dan Gamble untuk
Kanada yang berbahasa Inggris menekankan nilai deodoran sabun tersebut, sementara iklan
berbahasa Prancisnya berfokus pada aroma sabun yang menyenangkan. Biasanya,
pengiklanan harus mencari media – surat kabar, radio, televisi kabel dan majalah yang

5
memungkinkan mereka menyesuaikan pesan pemasaran mereka kepada kelompok linguistik
individual.

BAHASA SEBAGAI KOMPETITIF Ikatan linguistik sering kali menciptakan


keunggulan kompetitif karena kemampuan untu berkomunikasi adalah sangat penting dalam
melakukan transaksi bisnis. Perniagaan antara Australia, Kanada, selandia Baru, inggris dan
Amerika serikat difasilitasi oleh persamaan mereka dalam penggunaan bahasa Inggris.
Sebagai contoh, ketika Giro Sport Design, sebuah produsen helm sepeda yang berbasis di
California, memutuskan untuk membuat produknya di Eropa daripada mengekspor dari
Amerika serikat, perusahaan tersebut memberi tahu konsutan lokasi mereka untuk mencari
lokasi pabrik di negara berbahasa Inggris. Perusahaan tersebut menempatkan fasilitas
produksi Eropanya di Irlandia, di mana mereka menikmati banyak pasokan tenaga kerja
berbahasa Inggris terlatih, insentif pengembangan ekonomi dan manfaat pajak.
LINGUA FRANCA Untuk melakukan bisnis, pelaku bisnis internasioanl harus dapat
berkomunikasi. Sebagai akibat dari dominasi ekonomi dan militer Inggris pada abad
kesembilan belas dan dominasi AS sejak Perang Dunia II, bahasa Inggris telah muncul
sebagai bahasa utama, atau lingua franca, dari bisnis internasional. Sebagian besar murid
sekolah umum di Eropa dan Jepang pelajari bahasa Inggris selama bertahun – tahun.
Beberapa negara yang mempunyai kelompok linguistik lebih dari satu, seperti India dan
Singapura, telah mengadopsi bahasa Inggris sebagai bahasa resmi untuk memfasilitasi
komunikasi di antara kelompok yang berbeda. Demikian juga, perusahaanmengan manajer
dari banyak negara berbeda dapat menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa resmi
perusahaan. Sebagai contoh, Philips, MNC elektronik yang berbasis di Belanda, telah
menggunakan bahasa Inggris untuk komunikasi antar-perusahaan sejak 1983.

Namun, penggunaan bahasa Inggris sebagai lingua franca tidak menghilangkan semua
kesalahpahaman lintas budaya. Di beberapa budaya – Inggris, Denmark, dan AS, sebagai
contoh – humor yang menertawakan diri sendiri sering digunakan untuk menunjukkan bahwa
si pembicara tidak sombong atau arogan, sementara budaya lainnya, seperti Prancis dan
Jerman, hal ini dapat mengesankan ketidakseriusan. Perbedaan budaya juga dapat
mempengaruhi interpretasi atas arti kata – kata umum. Seorang eksekutif AS dapat
mengatakan bahwa ia “ingin” sesuatu diselesaikan pada hari Kamis mendatang. Seorang
kolega di AS akan mengterpretasikannya bahwa hari Kamis adalah tenggat waktunya,
6
sementara seorang kolega di Thailand dapat memandangnya sebagai preferensi bukan
permintaan.

PETA 2.1 Bahasa –Bahasa Dunia

Bahasa Utama
A = Arab S = Skandinavia P = Martinique
C = Dialek Cina Spn = Spanyol I = Mauritius
Ing = Inggris T = Turki I = Trinidad & Tobago
P = Prancis L = Lainnya I = Kepulauan Virgin
J = Jerman I = Bahama L= Andora
H = Hindi I = Barbados J= Liechtenstein
Por = Portugal L = Brunei J/P= Luksemburg
Monako
R = Rusia dan Stavik lainnya I = Jamaika
PETA 2.2

7
Warisan Kolonial Afrika

8
Dominasi bahasa Inggris tampaknya memberikan keuntungan dalam perniagaan
Internasional kepada mereka yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu,
khususnya ketika transaksinya dilakukan di Kanada, Inggris atau Amerika Serikat. Namun,
ketidakmampuan penutur asli bahasa Inggris untuk menguasai bahasa kedua menempatkan
mereka dan perusahaan mereka pada posisi yang dirugikan ketika bernegosiasi atau
beroperasi di wilayah asing. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu Lionel Train
Company memindahkan fasilitas manufakturnya ke Meksiko untuk memanfaatkan tenaga
kerja yang lebih rendah, tetapi mereka tidak dapat menemukan manajer bilingual yang
mencukupi untuk menjalankan pabrik tersebut. Akibatnya, perusahaan tersebut akhirnya
menutup pabriknya dan memindahkan operasinya kembali ke Amerika Serikat.

Oleh karena bahasa berfungsi sebagai jendela dari budaya suatu masyarakat, banyak ahli
bisnis internasional berargumen bahwa mahasiswa harus memaparkanya dalam bahasa asing,
bahkan sekalipun bahasa mereka tidak mampu menguasainya. Meskipun penguasaan yang
terbaik, bahkan tingkat pelatihan bahasa yang sederhana harus akan memberi mahasiswa
petunjuk mengenai norma dan sikap budaya yang terbukti berguna dalam bahasa
internasional.

PENERJEMAHAN Tentu saja, beberapa perbedaan linguistik dapat diatasi melalui


penerjemahan. Namun, prosesnya membutuhkan lebih dari sekedar mengganti kata – kata
dari satu bahasa menjadi kata – kata dalam bahasa lain. Penerjemah harus sensitif terhadap
kehalusan konotasi kata – kata dan berfokus untuk menerjemahkan gagasan, bukan kata –
kata itu sendiri. Terlalu sering, masalah penerjemahan menciptakan bencana pemasaran.
Salah satu kasus klasiknya adalah penerjemahan awal atas “Finger Lickin’ Good” dari KFC
ke dalam bahasa Cina yang hasilnya adalah “Makanlah Jari Anda” yang jauh dari menggugah
selera. Hal serupa, penerjemahan awal terhadap Jolly Green Giant dari Pullsbury untuk pasar
Arab Saudi adalah “Raksasa Hijau Yang Menakutkan” – citra yang berbeda dari yang
diinginkan perusahaan (meskipun mungkin masih mendorong anaka – anak untuk memakan
kacang mereka).

Perusahaan dapat mengurangi kemungkinan mereka dari mengirimkan pesan yang salah
kepada pelanggan dengan menggunakan sebuah teknik yang dikenal dengan penerjemahan

8
kembali. Dengan penerjemah kembali (back translasion), seseorang menerjemahkan suatu
dokumen, kemudian orang kedua menerjemahkan versi terjemahan tersebut kembali ke
bahasa aslinya. Teknik ini memberikan perbandingan bahwa pesan yang dimaksudkan benar
– benar tersampaikan, oleh karena itu dapat menghindarkan kesalahan komunikasi.

MENGATAKAN TIDAK Kesulitan budaya lainnya yang dihadapi pelaku bisnis


internasional adalah bahwa kata – kata mungkin mempunyai arti berbeda bagi orang dengan
latar belakang budaya yang beragam. Orang Amerika Utara biasanya menerjemahkan kata
Spanyol manana secara harfiahyang berarti “besok”, tetapi di beberapa bagian Amerika
Latin. Kata – kata tersebut berarti “lain hati – tidak hari ini”.

Bahkan penggunaan ya dan tidak berbeda lintas budaya. Dalam negosiasi kontrak, pelaku
bisnis Jepang sering menggunakan ya yang berarti “Ya, saya mengerti apa yang dikatakan”.
Negosiator asing terkadang berasumsi bahwa rekan – rekan mereka dari Jepang mengatakan
ya yang berarti “Ya, saya sependapat dengan Anda” dan mereka kecewa ketika orang Jepang
tersebut kemudian tidak menerima kontrak yang oleh orang asing tersebut dianggap telah
disepakati. Kesalahpahaman dapat dipersulit karena mengatakan “tidak” secara langsung
dianggap tidak sopan di Jepang, Cina, India dan Timur Tengah. Dalam budaya seperti ini,
negosiator yang merasa sebuah proposal tidak dapat diterima, agar sopan, menyatakan bahwa
proposal tersebut “menghadirkan banyak kesulitan” atau perlu “dipelajari lebih lanjut”.

Komunikasi

Berkomunikasi lintas batas budaya, baik secara verbal maupun nonverbal, adalah
keterampilan yang sangat penting bagi manager internasional. Meskipun komunikasi sering
menjadi salah antar orang-orang yang mempunyai budaya yang sama, kemungkinan
miskomunikasi akan meningkat serta substansial ketika orang-orang yang berasal dari
budaya berbeda. Dalam kasus serupa, si pengirim mengodekan pesan dengan menggunakan
filter budaya mereka dan si penerima mendekodekan pesan yang sama dengan menggunakan
filter mereka. Hasil dari penggunaan filter budaya yang berbeda sering kali berupa
kesalahpahaman yang membutuhkan biaya mahal untuk dipecahkan. Sebagai contoh, kontrak
antara Boeing dan sebuah perusahaan pemasok Jepang yang menentukan bahwa panel badan
pesawat terbang Boeing 767 harus memiliki “lapisan akhir seperti cermin (mirror finish)”.
Biaya tenaga kerja untuk bagian tersebut lebih tinggi dari yang diperkirakan karena pemasok

9
Jepang tersebut memoles dan memoles kembali panel tersebut untuk mendapatkan
penyelesaian yang diinginkan menurut mereka, sementara yang diinginkan oleh Boeing
hanyalah permukaan yang mengkilap.

Komunikasi Non Verbal

Anggota suatu masyarakat berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan lebih dari
sekedar kata-kata. Bahkan, beberapa periset menyakini bahwa 80 % hingga 90 % dari semua
informasi yang disampaikan di antara anggota suatu budaya dengan cara selain menggunakan
Bahasa. Komunikasi non verbal ini meliputi ekspresi wajah, gerakan tangan, intonasi, kontak
mata posisi tubuh, dan postur tubuh. Di Amerika Serikat, sebagai contoh pelaku bisnis sering
memberi salamkepada kolega, pelanggan, atau pemasok dengan jabatsn tangan. Di Brasil,
pelukan, tepukan dibahu, dan ciuman di pipi, serta jabatan tangan, dapat diterima, tergantung
pada gender, lamanya hubungan, dan tingkat kepercayaan di antara kedua individu tersebut.
Meskipun sebagian besar anggota suatu masyarakat dengan cepat memahami bentuk
komunikasi nonverbal yang lazim dalam masyarakat mereka, pihak luar mungkin merasa
komunikasi nonverbal tersebut sulit dipahami.
Oleh karena perbedaan budaya, bentuk komunikasi nonverbal sering kali dapat
menimbulkan kesalahpahaman. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, orang-orang yang
mendiskusikan bisnis di sebuah pesta biasanya berdiri dengan jarak 20 inci dari satu sama lain.
Di Arab Saudi, jarak percakapan normalnya adalah 9 hingga 10 inci. Seorang pembisnis AS
yang bercakap-cakap dengan rekannya di Saudi di sebuah pesta akan merespons usaha sopan
santun si orang Saudi untuk mendekat dengan secara sopan menjauh. Masing-masing
bertindak secara sopan dalam konteks budayanya sendiri dan menghina orang lain dalam
konteks budaya orang tersebut.
Perbedaan dalam arti gerakan tangan dan ekspresi wajah juga terdapat di antara budaya
yang berbeda. Menganggukan kepala seseorangberarti “ya” di Amerika Serikat, tetapi berarti
“tidak” di Bulgaria. Menyentuhkan ibu jari dan jari telunjuk untuk membentuk lingkaran
sembari meluruskan ketiga jari lainnya adalah sinyal untuk “oke” di Amerika Serikat; tetapi,
tanda ini menyimbolkan uang kepada orang Jepang, Kesia-siaan kepada orang Prancis,
Homoseksual laki-laki kepada orang Malta, dan kekasaran di banyak bagian Eropa Timur.
Tidak perlu dikatakan lagi, pelaku bisnis international harus menghindari membuat gerakan
dibudaya asing kecuali mereka merasa yakin akan arti gerakan tersebut dalam budaya itu.
10
Bahkan, sikap diam mempunyai arti. Orang-orang Amerika Serikat cenderung tidak
menyukai keheningan pada pertemuan atau dalam percakapan pribadi, Karen amenyakini
bahwa keheningan mencerminkan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau berempati. Di
Jepang sikap diam dapat mengindikasikan bahwa individu tersebut sedang berfikir atau bahwa
percakapan lebih jauh akan tidak harmonis. Para negosiater AS sering kali menyalahpahami
sikap diam dari rekan mereka di Jepang dan menawarkan kelonggaran kontrak ketika tidak
dibutuhkan, hanya untuk mengakhiri keheningan dalam diskusi. Sikap diam juga
memengaruhi gaya manajemen. Di Amerika Serikat manager yang baik bertugas memecahkan
masalah, jadi manager AS sering berusaha untuk mendominasi diskusi kelompok untuk
memberikan tanda kompetensi dan kemampuan kepemimpinan mereka. Di Jepang manager
yang baik bertugas mendorong bawahan mereka untuk mencari solusi yang dapat diterima
oleh semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, seorang Manager Jepang akan
mendemonstrasikan kepemimpinan dengan sikap diam, dengan demikian akan mendorong
partisipasi penuh oleh bawahan yang mengadiri pertemuan dan mempromosikan mufakat
kelompok.
Pemberian Hadiah dan Keramahtamahan

Pemberian hadiah dan keramahtamahan adalah sarana penting untuk berkomunikasi


dalam berbagai budaya bisnis. Etiket bisnis Jepang membutuhkan keramahtamahan yang
penuh perhatian. Acara makan resmi dan hiburan setelah jam kerja berguna untuk
membangun ikatan personal dan keharmonisan kelompok diantara para peserta. Ikatan
personal ini dapat diperkuat dengan pertukaran hadiah, yang bervariasi menurut kesempatan
dan status dari si pemberi dan si penerima. Namun, hadiah bisnis harus dibuka secara pribadi
agar tidak menyebabkan pemberi kehilangan muka karena hadiah tersebut terlalu mahal atau
terlalu murah terhadap hadiah yang diberikan sebagai balasannya. Oleh karena aturan untuk
memberikan hadiah dapat cukup rumit, bahkan bagi penduduk asli Jepang, tersedia buku
etiket yang merinci hadiah yang layak untuk setiap keadaan.

Adat kebiasaan keramahtamahan juga berbeda. Ketika memanjakan klien, eksekutif AS


yang mengajak makan siang sering kali mencari meja yang paling menyolok di sebuah
restoran mewah sebagai cara untuk mengomunikasikan status dan kekuatan mereka. Namun
di CIna, acara seperti ini biasanya bertempat di sebuah ruang makan khusus restoran mahal.
Keinginan untuk “melihat dan dilihat” dari eksekutif AS adalah kebalikan dari keinginan
11
eksekutif Cina untuk mendapatkan privasi.

Norma keramahtamahan bahkan mempengaruhi cara berita buruk disampaikan dalam


berbagai budaya. Di Amerika Serikat berita buruk biasanya diberikan segera setelah
diketahui. Di Korea berita buruk disampaikan di akhir hari sehingga tidak akan merusak
seluruh hari penerima berita. Lebih lajut, agar tidak menganggu hubungan personal, berita
buruk hanya diisyaratkan saja. Di Jepang berita buruk akan dikomunikasikan secara informal
dari anggota junior sebuah tim negosiasi kepada anggota junior dari tim yang lain. Bahkan
yang lebih baik lagi, pihak ketiga dapat digunakan untuk mengirimkan pesan untuk
mempertahankan keselarasan dalam kelompok.

Agama

Agama adalah aspek penting dari sebagian besar masyarakat. Agama mempengaruhi cara
anggota masyarakat dalam berhubungan dengan satu sama lain dan dengan pihak luar.
Sekitar 84 % dari 6,9 milyar penduduk dunia mengklaim beberapa afiliasi keagamaan.
Agama membentuk sikap dari penganutnya terhadap kerja, konsumsi, tanggung jawab
social, dan perencanaan untuk masa depan. Sosiolog Max Weber,sebagai contoh, telah
menghubungkan meningkatnya kapitalisme di Eropa Barat dengan Etika Protestan (protestant
ethic), yang menekankan kerja keras, kesederhanaan, dan pencapaian individual sebagai cara
untuk memuliakan tuhan. Etika Protestan menghargai tingkat hubungan tinggi, terus-menerus
berjuang untuk efisiensi, dan investasi kembali terhadap laba untuk meningkatkan
produktivitas di masa depan, yang semuanya dibutuhkan untuk berfungsinya ekonomi
kapitalis secara lancar.

Sebaliknya, Hinduisme menekankan pencapaian spiritual daripada keberhasilan ekonomi.


Tujuan seorang yang beragama Hindu adalah untuk mencapai persatuan dengan Brahma, roh
universal, dengan menjalani kehidupan yang semakin mengarah ke pertapaan dan kemurnian
saat kepemilikan materi dapat menunda perjalanan spiritual seseorang. Jadi, Hinduisme
memberikan secara terus-menerus mengejar produktivitas dan efisiensi yang lebih tinggi.

Agama Islam, meskipun mendukung kapitalisme, memberikan penekanan yang lebih besar
pada kewajiban individu terhadap masyarakat. Menurut agama Islam, laba yang didapatkan
dari transaksi bisnisyang adil adalah sesuatu yang dibenarkan, tetapi laba perusahaan tidak
dapat dihasilkan dari eksploitasi atau penipuan, misalnya dan semua Muslim diharapkan
12
untuk berlaku dermawan, adil dan rendah hati dalam berhubungan dengan orang lain.

Agama mempengaruhi lingkungan bisnis dengan cara penting lainnya. Sering kali agama
memberikan batasan pada peran individu dalam masyarakat. Sebagai contoh, system kasta
dari Hinduisme secara tradisional telah membatasi pekerjaan yang dapat dilakukan seorang
individu, sehingga mempengaruhi pasar tenaga kerja dan menutup kesempatan bisnis. Negara
yang didominasi oleh penganut agama islam yang taat seperti Arab Saudi, membatasi
kesempatan kerja bagi wanita , dengan keyakinan bahwa kontak mereka dengan laki-laki
dewasa harus dibatasi pada saudara. Agama juga dapat mempengaruhi bagaimana produk di
jual. Di Nigaria, periklanan didaerah selatan yang didominasi agama Kristen dapat
menampilkan wanita menarik yang mengucapkan kata-kata yang berarti ganda, mengikuti
ajaran tua Madison Avenue bahwa “ seks dapat menjual” sedangkan di daerah utara yang
didominasi Muslim pendekatan itu tidak bermanfaat.

PETA 2.3 Agama-agama besar di Dunia

13
Agama juga mempengaruhi jenis produk yang dapat dibeli konsumen serta pola
musiman konsumsi. Di sebagian besar negara Kristen sebagai contoh, musim natal mewakili
waktu penting untuk memberikan hadiah, tetapi sedikit bisnis yang dilakukan pada hari Natal
itu sendiri. Meskipun konsumsi meledak selama liburan Natal, produksi menurun siring
karyawan mengambil cuti untuk mengunjungi teman dan keluarga.
Dampak agama pada bisnis internasional bervariasi dari satu negara ke negara lain,
tergantung pada system hukum negara tersebut, homogenitas keyakinan agamanya, dan
toleransinya terhadap pandangan agama lain. Pertimbangkan Arab Saudi, tempat dari kota
suci Mekkah, dima seluruh umat mslim diharapkan untuk naik haji suatu saat dalam
kehidupan mereka. Ajaran Quran membentuk dasar dari hokum teokratis negara ini, dan 99%
dari Populasi Saudi adalah muslim. Terdapat tekanan politik yang kuat dari dalam negara
tersebut untuk mempertahankan tradisi keagamaannya. Mustahil untuk melebih-lebihkan
pentingnya pelaku bisnis asing untuk memahami prinsip-prinsip islam dalam penerapannya
pada ekspor, produksi, pemasaran atau pembiayaan barang di Pasar Saudi.

Namun, di banyak negara lain agama meskipun penting, tidak merasuki setiap segi
kehidupan. Sebagai contoh, di banyak negara Amerika Selatan sebagian besar populasinya
beragama Katolik Roma. Namun, agama lainnya juga dipraktikkan dan toleransi terhadap
agama-agama tersebut tinggi. Gereja Katolik merupakan pilar penting dari masyarakat ini,
tetapi hanya salah satu dari banyak instansi yang memengaruhi dan membentuk kehidupan
sehari-hari warganya.

Ironisnya, negara-negara yang ditandai oleh keragaman agama dapat memberikan


tantangan yang bahkan lebih besar. Perusahaan yang beroperasi di kota cosmopolitan London
dan New York seperti Barclays Bank, Hoffmann-LaRoche dan IBM, harus mengakomodasi
mempertimbangkan perbedaan dalam hari libur agama, larangan makanan atau adat
kebiasaan, dan hari Sabat. Perusahaan yang gagal menyesuaikan diri terhadap kebutuhan-
kebutuhan ini dapat menderita ketidakhadiran, moral yang rendah, dan hilangnya penjualan.

Nilai dan Sikap

Budaya juga mempengaruhi nilai dan sikap anggota- anggota suatu masyarakat. Nilai
adalah prinsip dan standar yang diterima anggota- anggota tersebut; sikap terdiri atas
tindakan, perasaan, dan pemikiran yang dihasilkan nilai- nilai tersebut. Nilai- nilai budaya

14
sering berasal dari kepercayaan yang sangat mendalam tentang kedudukan individu dalam
hubungan dengan Yang Ilahi, keluarga, dan hierarki sosial. Sikap budaya terhadap faktor-
faktor seperti waktu, umur, pendidikan, dan status mencerminkan nilai- nilai ini dan pada
gilirannya membentuk perilaku dan kesempatan yang tersedia bagi bisnis- bisnis
internasional dalam suatu negara tertentu.

Waktu

Sikap terhadap waktu berbea secara dramatis di seluruh budaya. Dalam budaya NAglo-
Saxon, sikap yang berlaku adalah “Waktu adalah uang”. Waktu yang mewakili kesempatan
untuk memproduksi lebih banyak dan meningkatkan pendapatan seseorang, jadi waktu tidak
boleh disia-siakan. Sikap ini yang mendasari etika Protestan, yang mendorong orang untuk
memperbaiki posisi mereka dalam hidup melalui kerja keras, dan keyakinan puritan bahwa
“tangan yang menganggur adalah tempat kerja iblis”. Sebagai akibtanya, para pelaku bisnis
Amerika dan Kanada mengharapkan pertemuan dimulai tepat waktu , dan membuat
seseorang menunggu dianggap sangat tidak sopan.
Namun, dalam budaya Amerika Latin, jarang ada peserta yang merasa aneh jika suatu
pertemuan dimulai 45 menit setelah waktu yang di janjikan. Dalam budaya Arab, pertemuan
tidak hanya dimulai lebih lambat dari waktu yang ditentukan, tetapi mungkin juga terganggu
oleh keluarga dan teman yang masuk untuk bersenda gurau.
Usia

Perbedaan budaya yang penting ada dalam sikap terhadap usia. Kemudaan dianggap
sebagai sesuatu yang baik di Amerika Serikat. Banyak perusahaan AS mancurahkan banyak
waktu dan energy untuk mencari “pekerja jalur cepat” muda dan memberi mereka tugas yang
berat dan penting,seperti menegosiasikan join venture dengan mitra international. Namun
dalam budaya Asia dan Arab, usia adalah sesuatu yang dihormati dan reputasi seorang
manajer dikaitkan dengan usia. Perbedaan budaya ini dapat menimbulkan permasalahan.
Sebagai contoh, banyak perusahaan asing salah mengirim eksekutif muda jalur cepat untuk
bernegosiasi dengan pemerintah Cina. Meski demikian, orang-orang Cina ini, lebih memilih
untuk berurusan dengan anggota perusahaan yang lebih tua dan lebih senior, dan karenanya
dapat tersinggung oleh pendekatan ini.

15
Dalam budaya perusahaan Jepang, usia dan peringkat sngat berkaitan, tetapi manajer
senior (definisnya adalah lebih tua) tidak akan memberikan persetujuan terhadap suatu
proyek sebelum mereka mendapatkan mufakat daripada manajer junior.

Pendidikan

Sistem formal pendidikan negeri dan swasta sebuah negara adalah penyiar dan refleksi
penting dari Nilai-nilai budaya dari masyarakatnya. Misalnya, sekolah dasar dan menegah di
AS menekankan para individu dan menekankan pengembangan kemandirian, kreativitas, dan
harga diri. Amerika Serikat membanggakan dirinya untuk memberikan akses luas terhadap
pendidikan tinggi. Universitas riset, perguruan tinggi seni liberal, dan perguruan tinggi
komunitas hidup berdampingan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mahasiswa dengan
pendapatan dan talenta intelektual yang berbeda. Sebaliknya, Inggris dengan bercermin pada
system kelasnya di masa lalu, secara historis telah memberikan pendidikan elit kepada
jumlah mahasiswa yang relative kecil. Jerman mempunyai program magang yang maju yang
melatih generasi baru dan ahli mesin yang terampil untuk sector manufakturnya. System
pendidikan Jepang dan Prancis mempunyai focus yang berbeda. Sekolah dasar dan menenagh
di negara tersebut berkonsentrasi untuk menyiapkan murid untuk mengikuti ujian masuk
perguruan tinggi nasional. Murid yang bernilai tinggi dapat memasuki Universitas prestisius
yang berjumlah sedikit seperti Universitas Tokyo atau Universitas Kyoto di Jepang dan lima
grandes ‘ecoles di Prancis yang hampir manjamin penempatan lulusan mereka di pekerjaan
perusahaan dan pemerintah yang paling penting dalam masyarakat mereka.
Status

Cara untuk mendapatkan status juga bervariasi di berbagai budaya. Di sejumlah


masyarakat, status diwariskan dari kekayaan atau peringkat leluhur seseorang. Pada
masyarakat yang lain, status yang di dapatkan oleh individu melalui prestasi pribadi atau
prestasi professional. Di beberapa negara Eropa, sebagai contoh, kebangsawanan akan
memberikan status yang lebih tinggi dibandingkan prestasi pribadi, dan orang yang mewarisi
kekayaannya memandnag rendah kepada orang kaya baru. Namun, di Amerika Serikat,
wiraswasta yang bekerja keras sangat dihormati, dan anak-anak mereka sering kali
diremehkan jika mereka gagal menandingi pencapaian orang tuanya.

16
Di Jepang, status seseorang tergantung pada status kelompok di mana Ia berada. Jadi
pelaku bisnis Jepang sering memperkenalkan diri mereka dengan menyebutkan tidak hanya
nama mereka, tetapi juga afiliasi perusahaan mereka. Pendidikan di Universitas elit seperti
Universitas Tokyo atau pekerjaan di organisasi elit seperti Toyota Motor Corporation atau
Kementrian Keuangan memberikan status tinggi dalam masyarakat Jepang.

Di India status dipengaruhi oleh kasta seseorang. System kasta membagi masyarakat ke
dalam beragam kelompok yang meliputi Brahmana (pendeta dan intelektual), Kesatria
(prajurit dan pemimpin politik), Waisya (pelaku bisnis), Sudra (Petani dan pekerja), dan Dalit
(yang tidak tersentuh) yang melakukan pekerjaan yang paling kotor dan paling tidak
menyenangkan.

Lihat Hutannya, Bukan Pohonnya

Berbagai unsur budaya nasional mempengaruhi perilaku dan ekspetasi manajer dan karyawan
di tempat kerja. Para pelaku bisnis internasional, yang menghadapi tantangan untuk
mengelola dan memotivasi karyawan dengan latar belakang budaya yang berbeda, perlu
memahami unsur-unsur budaya ini jika mereka ingin menjadi manajer yang efektif. Namun,
bagi mahasiswa pemula dalam bisnis internasional, diskusi mengenai unsur-unsur budaya ini
dapat membingungkan. Selain itu, banyak mahasiswa dan pelaku bisnis menjadi panik karena
berpikir harus mengingat banyak sekali aturan “orang Prancis melakukan ini, Orang Saudi
melakukan itu,” dan seterusnya. Untungnya, banyak cendekiawan telah berusaha mengerti
berbagai unsur budaya ini. Usaha mereka telah membuatnya lebih mudah bagi manager
internasional untuk memahami gambaran besar dari budaya suatu negara dan bagaimana
budaya tersebut mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengelola perusahaan mereka.
Dalam bagian ini, kita menghadirkan karya dari berbagai cendekiawan ini.

17
C. Pendekatan Konteks Rendah-Konteks Tinggi Hall

Salah satu cara yang berguna untuk mencirikan perbedaan dalam budaya adalah
pendekatan konteks rendah-konteks tinggi yang dikembangkan oleh Edward dan Mildred
Hall. Dalam budaya konteks rendah (low-context culture), kata-kata yang digunakan oleh
pembicara secara eksplisit menyampaikan pesan pembicara kepada pendengar. Negara-
negara Anglo-Saxon, seperti Kanada, Inggris dan Amerika Serikat dan negara-negara
Jermanik merupakan contoh dari budaya konteks rendah. Dalam budaya konteks tinggi
(high-context culture), konteks dimana percakapan terjadi sama pentingnya dengan kata-kata
yang diucapkan, dan petunjuk budaya adalah sesuatu yang penting dalam memahami apa
yang dikomunikasikan. Contohnya adalah negara-negara Arab dan Jepang.

Perilaku bisnis dalam budaya konteks tinggi serng berbeda dengan budaya konteks
rendah. Sebagai contoh, periklanan Jerman biasanya berorientasi fakta. Sementara periklanan
Jepang biasanya berorientasi emosi. Budaya konteks tinggi menempatkan nilai yang lebih
tinggi pada hubungan interpersonal dalam memutuskan untuk memasuki sebuah perjanjian
bisnis. Dalam budaya seperti ini, pertemuan awal sering diadakan untuk menentukan apakah
pihak-pihak yang terlibat dapat saling mempercayai dan bekerja sama dengan nyaman.
Budaya konteks rendah menempatkan kepentingan lebih besar pada persyaratan tertentu dari
suatu transaksi. Dalam budaya konteks rendah seperti Kanada, Inggris dan Amerika Serika,
pengacara sering hadir dalam negosiasi untuk memastikan bahwa kepentingan klien mereka
dilindungi. Sebaliknya, dalam budaya konteks tinggi seperti Arab Saudi, Jepang dan Mesir,
kehadiran pengacara, khususnya pada pertemuan awal dari para peserta, akan dipandang
sebagai ketidakpercayaan. Oleh karena budaya ini menghargai hubungan jangka panjang,
maka asumsi oleh mitra potensial adalah bahwa seseorang yang tidak dipercaya dapat
menjadi dasar yang cukup kuat untuk mengakhiri negoisasi.
Contoh Budaya Konteks Rendah dan Tinggi

Budaya Konteks Rendah Budaya Konteks Tinggi


Jerman Cina
Swiss Korea
Austria Jepang
Skandinavia Vietnam
AS/ Kanada Arab
Inggris Yunani
Australia Spanyol
18
D. Pendekatan Klaster Budaya
Pendekatan klaster budaya adalah teknik lainnya untuk mengklasifikasi dan memahami
budaya nasional. Terdapat kemiripan diantara banyak budaya, sehingga mengurangi beberapa
kebutuhan untuk menyesuaikan praktik bisnis untuk memenuhi permintaan budaya lokal.
Para antropolog, sosiolog, dan sarjana bisnis internasional telah menganalisis fakto – faktor
tersebut seperti kepuasan kerja, peran kerja, dan relasi kerja interpersonal dalam usaha untuk
mengidentifikasi klaster negara yang mempunyai kesamaan niai – nilai budaya yang dapat
mempengaruhi praktik bisnis. Klaster budaya (cultural cluster) terdiri dari negara – negara
yang mempunyai banyak kesamaan budaya, meskipun tetap ada perbedaan. Banyak klaster
didasarkan pada kesamaan bahasa, seperti tampak dalam klaster Anglo, Jermanik, Amerika
Latin dan Timur Tengah (kecuali Turki) dan hingga tingkat tertentu, klaster Nordik dan
Amerika Latin.

Banyak bisis internasional secara insting meggunakan pendekatan klaster budaya dalam
merumuskan strategi internasionalisasi mereka. Usaha ekspor pertama perusahaan AS sering
berfokus pada Kanaada dan Inggris. Perusahaan Hong Kong dan Taiwan telah berhasil dalam
mengeksploitasi pasar Cina. Hal serupa, benyak perusahaan Spanyol di Amerika.

E. Lima dimensi Hofstede

a) Orientasi sosial

Orientasi sosial adalah keyakinan seseorang tentang relative pentingnya individu dan
kelompoknya. Kedua titik ekstrim orientasi sosial adalah individualisme dan kolektivisme.
Individualisme adalah keyakinan budaya bahwa orang tersebut harus didahulukan. Nilai-nilai
utama orang-orang individualistik adalah tingkat harga diri yang tinggi (self respect) dan
kemerdekaan. Orang-orang ini sering menempatkan kepentingan karirnya di atas kebaikan
organisasinya dan mereka cenderung menilai keputusan-keputusan dari sisi bagaimana
keputusan itu mempengaruhi mereka sebagai individu. Kolektivisme adalah pandangan
bahwa kelompok didahulukan. Masyarakat yang cenderung bersifat kolektifistik biasanya
dicirikan jaringan sosial yang ditetapkan dengan jelas, termasuk keluarga besar, suku, dan
rekan kerja.

19
b) Orientais kekuasaan

Orientasi kekuasaan merujuk pada keyakinan bahwa orang dalam suatu budaya memiliki
pandangan tentang kewajaran kekuasaan dan perbedaan wewenang dalam berbagai hierarki
seperti organisasi bisnis. Bentuk ekstrim dimensi orientasi kekuasaan adalah rasa hormat
terhadap kekuasaan (power respect) dan toleransi kekuasaan (power tolerance). Rasa hormat
terhadap kekuasaan ini berarti bahwa masyarakat dalam suatu budaya cenderung menerima
kekuasaan dan wewenang atasannya semata-mata berdasarkan kedudukan atasan tersebut
dalam hierarki itu. Sebaliknya orang-orang dalam budaya yang bercirikan toleransi
kekuasaan memberikan peran penting yang jauh lebih kecil terhadap kedudukan seseorang
dalam hierarki tersebut.

c) Orientasi ketidakpastian

Orientasi ketidakpastian adalah perasaan yang dimiliki seseorang tentang situasi yang
tidak pasti atau ambigu. Bentuk-bentuk ekstrim dimensi ini adalah penerimaan ketidakpastian
(uncertainty acceptance) dirangsang oleh perubahan dan berkembang dari peluang-peluang
baru. Ambiguitas dipandang sebagi suatu konteks dimana individu dapat tumbuh,
berkembang dan menghasilkan kesempatan-kesempatan baru. Dalam budaya ini kepaastian
mengandung pengertian keadaan monoton, rutinitas dan struktur yang terlalu memaksa.
Sebaliknya orang-orang dari budaya yang bercirikan penghindaran ketidakpastian tidak
menyukai ambiguitas dan sedapat mungkin akan menghindarinya. Ambiguitas dan perubahan
dipandang sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Orang-orang ini cenderung menyukai cara-
cara yang terstruktur, rutin dan bahkan birokratis dalam menjalankan sesuatu
d) Orientasi sasaran
Orientasi sasaran adalah sikap dimana orang termotivasi untuk bekerja karena jenis
sasaran yang berbeda. Salah satu bentuk ekstrim dalam orientasi sasaran adalah perilaku
sasaran agresif (aggressive goal behavior). Orang-orang yang menunjukkan perilaku sasaran
agresif cenderung memberikan nilai yang tinggi pada kepunyaan materi, uang dan ketegasan.
Pada bentuk ekstrim lain orang yang menganut perilaku sasaran pasif (passive goal behavior)
memberikan nilai yang lebih tinggi pada hubungan sosial, kualitas hidup, dan perhatian
kepada orang lain. Budaya yang menghargai perilaku sasaran yang agresif juga cenderung
menentukan peran-peran berdasarkan gender yang agak kaku, sementara budaya menekankan
perilaku sasaran pasif tidak demikian.
20
e) Orientasi waktu

Orientasi waktu adalah sejauh mana anggota-anggota suatu budaya menganut pandangan
jangka pendek versus jangka panjang terhadap pekerjaan, kehidupan, dan aspek-aspek
masyarakat lainnya.

Individualisme ORIENTASI SOSIAL Kolektivisme


Kepentingan-kepentingan Relatif pentingnya kepentingan- Kepentingan-kepentingan
individu didahulukan kepentingan individu vs. kelompok didahulukan
kepentingan kelompok

Hormat terhadap Kekuasaan ORIENTASI KEKUASAAN Toleransi Kekuasaan


Kekuasaan melekat dalam posisi Kepatutan kekuasaan/wewenang Individu menilai kekuasaan dari
seseorang dalam suatu hierarki dalam organisasi segi persepsi tentang keadilannya
atau kepentingan-kepentingan
pribadinya sendiri

Penerimaan Ketidak pastian ORIENTASI Penghindaran Ketidak pastian


Tanggapan positif terhadap KETIDAKPASTIAN Lebih menyukai struktur dan
perubahan dan kesempatan- Tanggapan emosional terhadap rutinitas yang konsisten
kesempatan baru ketidak pastian dan perubahan

Perilaku Agresif ORIENTASI SASARAN Perilaku Sasaran Pasif


Menghargai pemilikan materi, Apa yang memotivasi orang Menghargai relevansisosial,
uang, dan ketegasan untuk mencapai tujuan yang kualitas hidup, dan kesejahteraan
berbeda orang lain

Pandangan Jangka Panjang ORIENTASI WAKTU Pandangan Jangka Pendek


Menjunjung tinggi dedikasi, Sejauh mana anggota-anggota Menjunjung tinggi tradisi,
kerja keras, dan sikap hemat suatu budaya mempunyai kewajiban-kewajiban sosial
pandangan jangka panjang atau
jangka pendek terhadap
pekerjaan dan kehidupan

21
F. Manajemen Internasional dan Perbedaan Budaya
Memahami Budaya Baru

Ketika berhadapan dengan budaya baru, banyak pebisnis internasiona lmelakukan


kesalahan dengan mengandalkan criteria acuan pribadi (self-reference criterion), yaitu
penggunaan tanpa sadar budaya sendiri seseorang untuk membantu menilai lingkungan-
lingkungan baru.Pelaku bisnis internasional yang berhasil yang bepergian keluar negeri harus
ingat bahwa mereka adalah orang asing dan harus mencoba bersikap sesuai dengan aturan-
aturan budaya yang berlaku. Ada sejumlah cara untuk memperoleh pengetahuan tentang
budaya-budaya lain guna mencapai kecakapan lintas budaya (cross cultural literacy).

Kecakapan lintas budaya adalah langkah pertama dalam akulturasi, yaitu proses di mana
orang- orang bukanhanya memahami budaya asing, namun juga mengubah dan
menyesuaikan perilaku mereka guna menjadikannya lebih sesuai dengan budayatersebut.
Akulturasi sangat berperan penting bagi manajer Negara pendatang yang sering berinteraksi
dengan penduduk negara tujuan. Misalnya, manajer pabrik dari negaraasa lataudirektur
pemasaran yang bekerja di Negara asing pada anak perusahaan di luar negeri.

22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Pengertian dari kebudayaan itu sendiri merupakan sesuatu unsur-unsur dari masyarakat
yang melekat sejak dahulu kala dan erat kaitanya dengan berdirinya sebuah bangsa atau
negara. Setiap negara memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda baik dalam hal agama,
kepercayaan, ras, suku, bahasa dan norma sosial.

Kebudayaan juga memiliki beberapa elemen-elemen penting yang memilik erat kaitanya
dengan pola perilaku masyarakat di sebuah negara yang dapat mempengaruhi kegiatan bisnis
pelaku bisnis yang berselaka internasional.

Beberapa pendekatan sosial budaya yang menjadi pedoman bagi pelaku bisnis untuk
masuk dalam kegiatan ekonomi negara tertentu untuk dapat menyelaraskan kepentingan
perusahaan dengan sumberdaya yang ada pada negara tersebut mengacu pada perfektif
pandangan sosial untuk membuka pasar yang ada tampa adanya kesenjangan terhadap
pemrintah dan masyarakat di negara itu sendiri.

Banyak sekali aspek-aspek dalam kebudayaan yang akan mempengaruhi perusahaan


untuk mencapai keefektifan dan keefisiensian perusahaan maka perusahaan khususnya
lingkup manajemen perusahaan sangat perlu memahami pengaruh aspek-aspek budaya
tersebut.

Kegiatan bisnis internasional sangat terpengaruh pada budaya-budaya lokal khususnya


perusahaan multinasional maka sangat diperlukan strategi yang efektif dalam fungsi
bisnisnya semisal dalam proses promosi, manajemen sumberdaya manusia, produksi, dan
dalam bidang keuangan.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ricky W. Griffin dan Michael W. Pustay. 2015. Bisnis Internasional. Sebuah Prespektif
Manajerial. Edisi 8. Penerbit Pearson dan Salemba Empat. Jakarta

https://id.scribd.com/document/420296009/Peran-Budaya-Dalam-Bisnis-Internasional

24

Anda mungkin juga menyukai