1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat
dan hidayahnya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Peran budaya dalam
Bisnis Internasional”.
Tujuan kami menulis materi tersebut adalah memenuhi tugas dan agar menjadikan
mahasiswa mengerti tentang Peran budaya dalam Bisnis Internasional.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami
dalam menyelesaikan tugas makalah ini. Khususnya kami ucapkan kepada ibu Emilie Gie,
SE, MA selaku dosen mata kuliah Bisnis Internasional, yang telah memberi tugas makalah
ini sehingga sangat memberi kami pelajaran akan hal-hal yang baru buat kami dalam
penyusunan sebuah makalah. Juga kami ucapkan kepada orang tua dan teman-teman kami
yang senantiasa mendukung dan memotivasi kami, serta memberi masukan-masukan yang
sangat berguna dalam penyelesaian tugas makalah ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Tentu tidak lain
adalah diakibatkan keterbatasan ilmu yang kami miliki. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang berguna bagi penyempurnaan makalah ini untuk masa
yang akan datang. Semoga makalah ini bermanfaat bagi penambahan ilmu pengetahuan kita
semua
Kelompok 1
ii
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN……………………………………………………………… 1
A. Latar Belakang…………………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah……………………………………………………………….. 1
C. Perumusan Masalah……………………………………………………………… 1
BAB II PEMBAHASAN……………………………………………………………...... 2
A. Karakteristik Budaya…………………………………………………………….. 2
B. Unsur Budaya…………………………………………………………………..... 3
A. Kesimpulan……………………………………………………………………….. 23
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………. 24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Budaya dalam Lingkup Bisnis Internasional?
2. Beberapa Karakteristik Kebudayaan?
3. Apa saja Unsur- unsur kebudayaan?
4. Bagaimana Manajemen Internasional dan Perbedaan Budaya?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Karakteristik Budaya
Bisnis, seperti halnya aktivitas manusia lainnya, dilakukan dalam konteks masyarakat.
Budaya (culture) adalah kumpulan nilai, keyakinan, perilaku, adat kebiasaan dan sikap yang
membedakan satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Budaya suatu masyarakat
menentukan aturan yang mengatur bagaimana perusahaan beroperasi dalam masyarakat.
Beberapa karakteristik budaya berikut ini layak untuk diperhatikan karena relevansinya
terhadap bisnis internasional.
Budaya mencerminkan perilaku yang dipelajari yang disebarkan dari satu anggota
masyarakat kepada anggota masyarakat lainnya. Beberapa unsur budaya ditularkan
secara antar generasi, seperti ketika orang tua mengajarkan anak – anak mereka tata
krama makan di meja makan. Unsur–unsur lainnya ditularkan secara intragenerasi,
seperti ketika senior mendidik mahasiswa baru mengenai tradisi sekolah.
Unsur – unsur budaya yang saling berkaitan. Sebagai contoh, masyarakat Jepang yang
hierarkis dan berorientasi pada kelompok menekan keselarasan dan kesetiaan, yang
secara historis diterjemahkan ke dalam pekerjaan seumur hidup dan perpindahan kerja
yang minimal.
Oleh karena budaya merupakan perilaku yang dipelajari, maka budaya merupakan suatu
yang bersifat adaptif, yaitu, budaya dapat berubah sebagai respons terhadap kekuatan
eksternal yang mempengaruhi masyarakat. Sebagai contoh, Perang Dunia II, Jerman
dibagi menjadi Jerman Baratyang berorientasi pasar bebas dan Jerman Timur yang
dikendalikan oleh komunis. Meskipun mereka memiliki warisan yang sama, selama
berabad – abad, pembagian ini menciptakan perbedaan budaya besar antara Ossis
(Jerman Timur) dan Wessis (Jerman Barat). Perbedaan ini diakibatkan oleh adaptasi
budaya Jerman Timur yang didikte oleh ideologi komunis mengenai sikap terhadap
pekerjaan, pengambilan risiko, dan keadilan sistem imbalan.
Budaya adalah sesuatu yang dimiliki bersama oleh anggota masyarakat dan
mendefinisikan kenaggotaan dalam masyarakat. Individu yang mempunyai budaya yang
sama merupakan anggota sebuah masyarakat, mereka yang tidak berada diluar
perbatasan masyarakat tersebut.
2
B. Unsur Budaya
Unsur dasar dari budaya adalah struktur sosial, bahasa, komunikasi, agama serta nilai dan
sikap. Interaksi dari unsur – unsur ini mempengaruhi lingkungan lokal tempat bisnis
internasional beroperasi. Unsur – unsur ini juga mempengaruhi kemampuan negara untuk
merespons situasi yang berubah.
GAMBAR 2.1
Budaya
Nilai dan Sikap
Agama
Struktur Sosial
Dasar dari setiap masyarakat adalah struktur sosialnya, kerangka keseluruhan yang
menentukan peran individu dalam masyarakat, stratifikasi masyarakat, dan mobilitas individu
dalam masyarakat.
3
Budaya juga berbeda dalam pentingnya individu secara relatif terhadap kelompok.
Budaya AS sebagai contoh, mempromosikan individualisme. Sekolah – sekolah berusaha
untuk meningkatkan kepercayaan diri setiap anak dan mendorong masing – masingnya untuk
mengembangkan bakat individual. Oleh karena rasa hormat terhadap otoritas dan tanggung
jawab individual sangat kuat di AS, anak – anak dilatih untuk percaya bahwa nasib mereka
berada ditangan mereka sendiri. Sebaliknya, dalam masyarakat yang terfokus pada kelompok
seperti Jepang, anak – anak diajarkan bahwa peran mereka adalah untuk melayani kelompok.
Sifat – sifat baik seperti kesatuan, kesetiaan dan keselarasan sangat dihargai dalam
masyarakat seperti ini. Karakteristik seperti ini sering kali lebih penting dalam keputusan
perekrutan dibandingkan pencapaian atas kemampuan pribadi.
Bahasa
Bahasa adalah hal utama yang menggambarkan kelompok budaya karena merupakan
sarana penting dimana anggota masyarakat berkomunikasi satu sama lain. Para ahli telah
mengidentifikasi sekitar 3000 bahasa berbeda dan sebanyak 10.000 dialek berbeda di seluruh
dunia
Bahasa mengatur cara anggota masyarakat berpikir mengenai dunia. Bahasa menyaring
pengamatan dan persepsi sehingga mempengaruhi pesan tak terduga yang dikirim ktika dua
individu mencoba untuk berkomunikasi. Selain membentuk presepsi seseorang terhadap
dunia, bahasa memberikan petunjuk penting mengenai nilai budaya masyarakat dan
membantu akulturasi. Keberadaan lebih dari satu kelompok bahasa merupakan sinyal penting
mengenai keragaman populasi sebuah negara dan menyatakan bahwa di sana mungkin juga
terdapat perbedaan dalam penghasilan, nilai budaya, pencapaian pendidikan. Secara umum,
negara yang didominasi oleh satu kelompok bahasa cenderung mempunyai masyarakat yang
homogen, di mana negara mengidentifikasikan masyarakat. Negara dengan kelompok bahasa
multipel cenderung heterogen, dengan bahasa yang menyediakan sarana penting untuk
mengidentifikasi perbedaan budaya dalam negara.
Pelaku bisnis yang cerdas beroperasi dalam masyarakat yang heterogen dengan
mengadaptasikan praktik pemasaran dan bisnis mereka sepanjang garis linguistik untuk
memasukkan perbedaan budaya di antara pelangan prospektif mereka. Sebagai contoh,
periset pasar menemukan bahwa orang Kanada berbahasa Inggris lebih menyukai sabun yang
menjanjikan kebersihan, sementara orang Kanada berbahasa Prancis lebih menyukai sabun
yang berbau menyenangkan atau manis. Jadi iklan Irish Spring Soap dan Gamble untuk
Kanada yang berbahasa Inggris menekankan nilai deodoran sabun tersebut, sementara iklan
berbahasa Prancisnya berfokus pada aroma sabun yang menyenangkan. Biasanya,
pengiklanan harus mencari media – surat kabar, radio, televisi kabel dan majalah yang
5
memungkinkan mereka menyesuaikan pesan pemasaran mereka kepada kelompok linguistik
individual.
Namun, penggunaan bahasa Inggris sebagai lingua franca tidak menghilangkan semua
kesalahpahaman lintas budaya. Di beberapa budaya – Inggris, Denmark, dan AS, sebagai
contoh – humor yang menertawakan diri sendiri sering digunakan untuk menunjukkan bahwa
si pembicara tidak sombong atau arogan, sementara budaya lainnya, seperti Prancis dan
Jerman, hal ini dapat mengesankan ketidakseriusan. Perbedaan budaya juga dapat
mempengaruhi interpretasi atas arti kata – kata umum. Seorang eksekutif AS dapat
mengatakan bahwa ia “ingin” sesuatu diselesaikan pada hari Kamis mendatang. Seorang
kolega di AS akan mengterpretasikannya bahwa hari Kamis adalah tenggat waktunya,
6
sementara seorang kolega di Thailand dapat memandangnya sebagai preferensi bukan
permintaan.
Bahasa Utama
A = Arab S = Skandinavia P = Martinique
C = Dialek Cina Spn = Spanyol I = Mauritius
Ing = Inggris T = Turki I = Trinidad & Tobago
P = Prancis L = Lainnya I = Kepulauan Virgin
J = Jerman I = Bahama L= Andora
H = Hindi I = Barbados J= Liechtenstein
Por = Portugal L = Brunei J/P= Luksemburg
Monako
R = Rusia dan Stavik lainnya I = Jamaika
PETA 2.2
7
Warisan Kolonial Afrika
8
Dominasi bahasa Inggris tampaknya memberikan keuntungan dalam perniagaan
Internasional kepada mereka yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu,
khususnya ketika transaksinya dilakukan di Kanada, Inggris atau Amerika Serikat. Namun,
ketidakmampuan penutur asli bahasa Inggris untuk menguasai bahasa kedua menempatkan
mereka dan perusahaan mereka pada posisi yang dirugikan ketika bernegosiasi atau
beroperasi di wilayah asing. Sebagai contoh, beberapa tahun yang lalu Lionel Train
Company memindahkan fasilitas manufakturnya ke Meksiko untuk memanfaatkan tenaga
kerja yang lebih rendah, tetapi mereka tidak dapat menemukan manajer bilingual yang
mencukupi untuk menjalankan pabrik tersebut. Akibatnya, perusahaan tersebut akhirnya
menutup pabriknya dan memindahkan operasinya kembali ke Amerika Serikat.
Oleh karena bahasa berfungsi sebagai jendela dari budaya suatu masyarakat, banyak ahli
bisnis internasional berargumen bahwa mahasiswa harus memaparkanya dalam bahasa asing,
bahkan sekalipun bahasa mereka tidak mampu menguasainya. Meskipun penguasaan yang
terbaik, bahkan tingkat pelatihan bahasa yang sederhana harus akan memberi mahasiswa
petunjuk mengenai norma dan sikap budaya yang terbukti berguna dalam bahasa
internasional.
Perusahaan dapat mengurangi kemungkinan mereka dari mengirimkan pesan yang salah
kepada pelanggan dengan menggunakan sebuah teknik yang dikenal dengan penerjemahan
8
kembali. Dengan penerjemah kembali (back translasion), seseorang menerjemahkan suatu
dokumen, kemudian orang kedua menerjemahkan versi terjemahan tersebut kembali ke
bahasa aslinya. Teknik ini memberikan perbandingan bahwa pesan yang dimaksudkan benar
– benar tersampaikan, oleh karena itu dapat menghindarkan kesalahan komunikasi.
Bahkan penggunaan ya dan tidak berbeda lintas budaya. Dalam negosiasi kontrak, pelaku
bisnis Jepang sering menggunakan ya yang berarti “Ya, saya mengerti apa yang dikatakan”.
Negosiator asing terkadang berasumsi bahwa rekan – rekan mereka dari Jepang mengatakan
ya yang berarti “Ya, saya sependapat dengan Anda” dan mereka kecewa ketika orang Jepang
tersebut kemudian tidak menerima kontrak yang oleh orang asing tersebut dianggap telah
disepakati. Kesalahpahaman dapat dipersulit karena mengatakan “tidak” secara langsung
dianggap tidak sopan di Jepang, Cina, India dan Timur Tengah. Dalam budaya seperti ini,
negosiator yang merasa sebuah proposal tidak dapat diterima, agar sopan, menyatakan bahwa
proposal tersebut “menghadirkan banyak kesulitan” atau perlu “dipelajari lebih lanjut”.
Komunikasi
Berkomunikasi lintas batas budaya, baik secara verbal maupun nonverbal, adalah
keterampilan yang sangat penting bagi manager internasional. Meskipun komunikasi sering
menjadi salah antar orang-orang yang mempunyai budaya yang sama, kemungkinan
miskomunikasi akan meningkat serta substansial ketika orang-orang yang berasal dari
budaya berbeda. Dalam kasus serupa, si pengirim mengodekan pesan dengan menggunakan
filter budaya mereka dan si penerima mendekodekan pesan yang sama dengan menggunakan
filter mereka. Hasil dari penggunaan filter budaya yang berbeda sering kali berupa
kesalahpahaman yang membutuhkan biaya mahal untuk dipecahkan. Sebagai contoh, kontrak
antara Boeing dan sebuah perusahaan pemasok Jepang yang menentukan bahwa panel badan
pesawat terbang Boeing 767 harus memiliki “lapisan akhir seperti cermin (mirror finish)”.
Biaya tenaga kerja untuk bagian tersebut lebih tinggi dari yang diperkirakan karena pemasok
9
Jepang tersebut memoles dan memoles kembali panel tersebut untuk mendapatkan
penyelesaian yang diinginkan menurut mereka, sementara yang diinginkan oleh Boeing
hanyalah permukaan yang mengkilap.
Anggota suatu masyarakat berkomunikasi satu sama lain dengan menggunakan lebih dari
sekedar kata-kata. Bahkan, beberapa periset menyakini bahwa 80 % hingga 90 % dari semua
informasi yang disampaikan di antara anggota suatu budaya dengan cara selain menggunakan
Bahasa. Komunikasi non verbal ini meliputi ekspresi wajah, gerakan tangan, intonasi, kontak
mata posisi tubuh, dan postur tubuh. Di Amerika Serikat, sebagai contoh pelaku bisnis sering
memberi salamkepada kolega, pelanggan, atau pemasok dengan jabatsn tangan. Di Brasil,
pelukan, tepukan dibahu, dan ciuman di pipi, serta jabatan tangan, dapat diterima, tergantung
pada gender, lamanya hubungan, dan tingkat kepercayaan di antara kedua individu tersebut.
Meskipun sebagian besar anggota suatu masyarakat dengan cepat memahami bentuk
komunikasi nonverbal yang lazim dalam masyarakat mereka, pihak luar mungkin merasa
komunikasi nonverbal tersebut sulit dipahami.
Oleh karena perbedaan budaya, bentuk komunikasi nonverbal sering kali dapat
menimbulkan kesalahpahaman. Sebagai contoh, di Amerika Serikat, orang-orang yang
mendiskusikan bisnis di sebuah pesta biasanya berdiri dengan jarak 20 inci dari satu sama lain.
Di Arab Saudi, jarak percakapan normalnya adalah 9 hingga 10 inci. Seorang pembisnis AS
yang bercakap-cakap dengan rekannya di Saudi di sebuah pesta akan merespons usaha sopan
santun si orang Saudi untuk mendekat dengan secara sopan menjauh. Masing-masing
bertindak secara sopan dalam konteks budayanya sendiri dan menghina orang lain dalam
konteks budaya orang tersebut.
Perbedaan dalam arti gerakan tangan dan ekspresi wajah juga terdapat di antara budaya
yang berbeda. Menganggukan kepala seseorangberarti “ya” di Amerika Serikat, tetapi berarti
“tidak” di Bulgaria. Menyentuhkan ibu jari dan jari telunjuk untuk membentuk lingkaran
sembari meluruskan ketiga jari lainnya adalah sinyal untuk “oke” di Amerika Serikat; tetapi,
tanda ini menyimbolkan uang kepada orang Jepang, Kesia-siaan kepada orang Prancis,
Homoseksual laki-laki kepada orang Malta, dan kekasaran di banyak bagian Eropa Timur.
Tidak perlu dikatakan lagi, pelaku bisnis international harus menghindari membuat gerakan
dibudaya asing kecuali mereka merasa yakin akan arti gerakan tersebut dalam budaya itu.
10
Bahkan, sikap diam mempunyai arti. Orang-orang Amerika Serikat cenderung tidak
menyukai keheningan pada pertemuan atau dalam percakapan pribadi, Karen amenyakini
bahwa keheningan mencerminkan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau berempati. Di
Jepang sikap diam dapat mengindikasikan bahwa individu tersebut sedang berfikir atau bahwa
percakapan lebih jauh akan tidak harmonis. Para negosiater AS sering kali menyalahpahami
sikap diam dari rekan mereka di Jepang dan menawarkan kelonggaran kontrak ketika tidak
dibutuhkan, hanya untuk mengakhiri keheningan dalam diskusi. Sikap diam juga
memengaruhi gaya manajemen. Di Amerika Serikat manager yang baik bertugas memecahkan
masalah, jadi manager AS sering berusaha untuk mendominasi diskusi kelompok untuk
memberikan tanda kompetensi dan kemampuan kepemimpinan mereka. Di Jepang manager
yang baik bertugas mendorong bawahan mereka untuk mencari solusi yang dapat diterima
oleh semua pihak yang terlibat. Oleh karena itu, seorang Manager Jepang akan
mendemonstrasikan kepemimpinan dengan sikap diam, dengan demikian akan mendorong
partisipasi penuh oleh bawahan yang mengadiri pertemuan dan mempromosikan mufakat
kelompok.
Pemberian Hadiah dan Keramahtamahan
Agama
Agama adalah aspek penting dari sebagian besar masyarakat. Agama mempengaruhi cara
anggota masyarakat dalam berhubungan dengan satu sama lain dan dengan pihak luar.
Sekitar 84 % dari 6,9 milyar penduduk dunia mengklaim beberapa afiliasi keagamaan.
Agama membentuk sikap dari penganutnya terhadap kerja, konsumsi, tanggung jawab
social, dan perencanaan untuk masa depan. Sosiolog Max Weber,sebagai contoh, telah
menghubungkan meningkatnya kapitalisme di Eropa Barat dengan Etika Protestan (protestant
ethic), yang menekankan kerja keras, kesederhanaan, dan pencapaian individual sebagai cara
untuk memuliakan tuhan. Etika Protestan menghargai tingkat hubungan tinggi, terus-menerus
berjuang untuk efisiensi, dan investasi kembali terhadap laba untuk meningkatkan
produktivitas di masa depan, yang semuanya dibutuhkan untuk berfungsinya ekonomi
kapitalis secara lancar.
Agama Islam, meskipun mendukung kapitalisme, memberikan penekanan yang lebih besar
pada kewajiban individu terhadap masyarakat. Menurut agama Islam, laba yang didapatkan
dari transaksi bisnisyang adil adalah sesuatu yang dibenarkan, tetapi laba perusahaan tidak
dapat dihasilkan dari eksploitasi atau penipuan, misalnya dan semua Muslim diharapkan
12
untuk berlaku dermawan, adil dan rendah hati dalam berhubungan dengan orang lain.
Agama mempengaruhi lingkungan bisnis dengan cara penting lainnya. Sering kali agama
memberikan batasan pada peran individu dalam masyarakat. Sebagai contoh, system kasta
dari Hinduisme secara tradisional telah membatasi pekerjaan yang dapat dilakukan seorang
individu, sehingga mempengaruhi pasar tenaga kerja dan menutup kesempatan bisnis. Negara
yang didominasi oleh penganut agama islam yang taat seperti Arab Saudi, membatasi
kesempatan kerja bagi wanita , dengan keyakinan bahwa kontak mereka dengan laki-laki
dewasa harus dibatasi pada saudara. Agama juga dapat mempengaruhi bagaimana produk di
jual. Di Nigaria, periklanan didaerah selatan yang didominasi agama Kristen dapat
menampilkan wanita menarik yang mengucapkan kata-kata yang berarti ganda, mengikuti
ajaran tua Madison Avenue bahwa “ seks dapat menjual” sedangkan di daerah utara yang
didominasi Muslim pendekatan itu tidak bermanfaat.
13
Agama juga mempengaruhi jenis produk yang dapat dibeli konsumen serta pola
musiman konsumsi. Di sebagian besar negara Kristen sebagai contoh, musim natal mewakili
waktu penting untuk memberikan hadiah, tetapi sedikit bisnis yang dilakukan pada hari Natal
itu sendiri. Meskipun konsumsi meledak selama liburan Natal, produksi menurun siring
karyawan mengambil cuti untuk mengunjungi teman dan keluarga.
Dampak agama pada bisnis internasional bervariasi dari satu negara ke negara lain,
tergantung pada system hukum negara tersebut, homogenitas keyakinan agamanya, dan
toleransinya terhadap pandangan agama lain. Pertimbangkan Arab Saudi, tempat dari kota
suci Mekkah, dima seluruh umat mslim diharapkan untuk naik haji suatu saat dalam
kehidupan mereka. Ajaran Quran membentuk dasar dari hokum teokratis negara ini, dan 99%
dari Populasi Saudi adalah muslim. Terdapat tekanan politik yang kuat dari dalam negara
tersebut untuk mempertahankan tradisi keagamaannya. Mustahil untuk melebih-lebihkan
pentingnya pelaku bisnis asing untuk memahami prinsip-prinsip islam dalam penerapannya
pada ekspor, produksi, pemasaran atau pembiayaan barang di Pasar Saudi.
Namun, di banyak negara lain agama meskipun penting, tidak merasuki setiap segi
kehidupan. Sebagai contoh, di banyak negara Amerika Selatan sebagian besar populasinya
beragama Katolik Roma. Namun, agama lainnya juga dipraktikkan dan toleransi terhadap
agama-agama tersebut tinggi. Gereja Katolik merupakan pilar penting dari masyarakat ini,
tetapi hanya salah satu dari banyak instansi yang memengaruhi dan membentuk kehidupan
sehari-hari warganya.
Budaya juga mempengaruhi nilai dan sikap anggota- anggota suatu masyarakat. Nilai
adalah prinsip dan standar yang diterima anggota- anggota tersebut; sikap terdiri atas
tindakan, perasaan, dan pemikiran yang dihasilkan nilai- nilai tersebut. Nilai- nilai budaya
14
sering berasal dari kepercayaan yang sangat mendalam tentang kedudukan individu dalam
hubungan dengan Yang Ilahi, keluarga, dan hierarki sosial. Sikap budaya terhadap faktor-
faktor seperti waktu, umur, pendidikan, dan status mencerminkan nilai- nilai ini dan pada
gilirannya membentuk perilaku dan kesempatan yang tersedia bagi bisnis- bisnis
internasional dalam suatu negara tertentu.
Waktu
Sikap terhadap waktu berbea secara dramatis di seluruh budaya. Dalam budaya NAglo-
Saxon, sikap yang berlaku adalah “Waktu adalah uang”. Waktu yang mewakili kesempatan
untuk memproduksi lebih banyak dan meningkatkan pendapatan seseorang, jadi waktu tidak
boleh disia-siakan. Sikap ini yang mendasari etika Protestan, yang mendorong orang untuk
memperbaiki posisi mereka dalam hidup melalui kerja keras, dan keyakinan puritan bahwa
“tangan yang menganggur adalah tempat kerja iblis”. Sebagai akibtanya, para pelaku bisnis
Amerika dan Kanada mengharapkan pertemuan dimulai tepat waktu , dan membuat
seseorang menunggu dianggap sangat tidak sopan.
Namun, dalam budaya Amerika Latin, jarang ada peserta yang merasa aneh jika suatu
pertemuan dimulai 45 menit setelah waktu yang di janjikan. Dalam budaya Arab, pertemuan
tidak hanya dimulai lebih lambat dari waktu yang ditentukan, tetapi mungkin juga terganggu
oleh keluarga dan teman yang masuk untuk bersenda gurau.
Usia
Perbedaan budaya yang penting ada dalam sikap terhadap usia. Kemudaan dianggap
sebagai sesuatu yang baik di Amerika Serikat. Banyak perusahaan AS mancurahkan banyak
waktu dan energy untuk mencari “pekerja jalur cepat” muda dan memberi mereka tugas yang
berat dan penting,seperti menegosiasikan join venture dengan mitra international. Namun
dalam budaya Asia dan Arab, usia adalah sesuatu yang dihormati dan reputasi seorang
manajer dikaitkan dengan usia. Perbedaan budaya ini dapat menimbulkan permasalahan.
Sebagai contoh, banyak perusahaan asing salah mengirim eksekutif muda jalur cepat untuk
bernegosiasi dengan pemerintah Cina. Meski demikian, orang-orang Cina ini, lebih memilih
untuk berurusan dengan anggota perusahaan yang lebih tua dan lebih senior, dan karenanya
dapat tersinggung oleh pendekatan ini.
15
Dalam budaya perusahaan Jepang, usia dan peringkat sngat berkaitan, tetapi manajer
senior (definisnya adalah lebih tua) tidak akan memberikan persetujuan terhadap suatu
proyek sebelum mereka mendapatkan mufakat daripada manajer junior.
Pendidikan
Sistem formal pendidikan negeri dan swasta sebuah negara adalah penyiar dan refleksi
penting dari Nilai-nilai budaya dari masyarakatnya. Misalnya, sekolah dasar dan menegah di
AS menekankan para individu dan menekankan pengembangan kemandirian, kreativitas, dan
harga diri. Amerika Serikat membanggakan dirinya untuk memberikan akses luas terhadap
pendidikan tinggi. Universitas riset, perguruan tinggi seni liberal, dan perguruan tinggi
komunitas hidup berdampingan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan mahasiswa dengan
pendapatan dan talenta intelektual yang berbeda. Sebaliknya, Inggris dengan bercermin pada
system kelasnya di masa lalu, secara historis telah memberikan pendidikan elit kepada
jumlah mahasiswa yang relative kecil. Jerman mempunyai program magang yang maju yang
melatih generasi baru dan ahli mesin yang terampil untuk sector manufakturnya. System
pendidikan Jepang dan Prancis mempunyai focus yang berbeda. Sekolah dasar dan menenagh
di negara tersebut berkonsentrasi untuk menyiapkan murid untuk mengikuti ujian masuk
perguruan tinggi nasional. Murid yang bernilai tinggi dapat memasuki Universitas prestisius
yang berjumlah sedikit seperti Universitas Tokyo atau Universitas Kyoto di Jepang dan lima
grandes ‘ecoles di Prancis yang hampir manjamin penempatan lulusan mereka di pekerjaan
perusahaan dan pemerintah yang paling penting dalam masyarakat mereka.
Status
16
Di Jepang, status seseorang tergantung pada status kelompok di mana Ia berada. Jadi
pelaku bisnis Jepang sering memperkenalkan diri mereka dengan menyebutkan tidak hanya
nama mereka, tetapi juga afiliasi perusahaan mereka. Pendidikan di Universitas elit seperti
Universitas Tokyo atau pekerjaan di organisasi elit seperti Toyota Motor Corporation atau
Kementrian Keuangan memberikan status tinggi dalam masyarakat Jepang.
Di India status dipengaruhi oleh kasta seseorang. System kasta membagi masyarakat ke
dalam beragam kelompok yang meliputi Brahmana (pendeta dan intelektual), Kesatria
(prajurit dan pemimpin politik), Waisya (pelaku bisnis), Sudra (Petani dan pekerja), dan Dalit
(yang tidak tersentuh) yang melakukan pekerjaan yang paling kotor dan paling tidak
menyenangkan.
Berbagai unsur budaya nasional mempengaruhi perilaku dan ekspetasi manajer dan karyawan
di tempat kerja. Para pelaku bisnis internasional, yang menghadapi tantangan untuk
mengelola dan memotivasi karyawan dengan latar belakang budaya yang berbeda, perlu
memahami unsur-unsur budaya ini jika mereka ingin menjadi manajer yang efektif. Namun,
bagi mahasiswa pemula dalam bisnis internasional, diskusi mengenai unsur-unsur budaya ini
dapat membingungkan. Selain itu, banyak mahasiswa dan pelaku bisnis menjadi panik karena
berpikir harus mengingat banyak sekali aturan “orang Prancis melakukan ini, Orang Saudi
melakukan itu,” dan seterusnya. Untungnya, banyak cendekiawan telah berusaha mengerti
berbagai unsur budaya ini. Usaha mereka telah membuatnya lebih mudah bagi manager
internasional untuk memahami gambaran besar dari budaya suatu negara dan bagaimana
budaya tersebut mempengaruhi kemampuan mereka untuk mengelola perusahaan mereka.
Dalam bagian ini, kita menghadirkan karya dari berbagai cendekiawan ini.
17
C. Pendekatan Konteks Rendah-Konteks Tinggi Hall
Salah satu cara yang berguna untuk mencirikan perbedaan dalam budaya adalah
pendekatan konteks rendah-konteks tinggi yang dikembangkan oleh Edward dan Mildred
Hall. Dalam budaya konteks rendah (low-context culture), kata-kata yang digunakan oleh
pembicara secara eksplisit menyampaikan pesan pembicara kepada pendengar. Negara-
negara Anglo-Saxon, seperti Kanada, Inggris dan Amerika Serikat dan negara-negara
Jermanik merupakan contoh dari budaya konteks rendah. Dalam budaya konteks tinggi
(high-context culture), konteks dimana percakapan terjadi sama pentingnya dengan kata-kata
yang diucapkan, dan petunjuk budaya adalah sesuatu yang penting dalam memahami apa
yang dikomunikasikan. Contohnya adalah negara-negara Arab dan Jepang.
Perilaku bisnis dalam budaya konteks tinggi serng berbeda dengan budaya konteks
rendah. Sebagai contoh, periklanan Jerman biasanya berorientasi fakta. Sementara periklanan
Jepang biasanya berorientasi emosi. Budaya konteks tinggi menempatkan nilai yang lebih
tinggi pada hubungan interpersonal dalam memutuskan untuk memasuki sebuah perjanjian
bisnis. Dalam budaya seperti ini, pertemuan awal sering diadakan untuk menentukan apakah
pihak-pihak yang terlibat dapat saling mempercayai dan bekerja sama dengan nyaman.
Budaya konteks rendah menempatkan kepentingan lebih besar pada persyaratan tertentu dari
suatu transaksi. Dalam budaya konteks rendah seperti Kanada, Inggris dan Amerika Serika,
pengacara sering hadir dalam negosiasi untuk memastikan bahwa kepentingan klien mereka
dilindungi. Sebaliknya, dalam budaya konteks tinggi seperti Arab Saudi, Jepang dan Mesir,
kehadiran pengacara, khususnya pada pertemuan awal dari para peserta, akan dipandang
sebagai ketidakpercayaan. Oleh karena budaya ini menghargai hubungan jangka panjang,
maka asumsi oleh mitra potensial adalah bahwa seseorang yang tidak dipercaya dapat
menjadi dasar yang cukup kuat untuk mengakhiri negoisasi.
Contoh Budaya Konteks Rendah dan Tinggi
Banyak bisis internasional secara insting meggunakan pendekatan klaster budaya dalam
merumuskan strategi internasionalisasi mereka. Usaha ekspor pertama perusahaan AS sering
berfokus pada Kanaada dan Inggris. Perusahaan Hong Kong dan Taiwan telah berhasil dalam
mengeksploitasi pasar Cina. Hal serupa, benyak perusahaan Spanyol di Amerika.
a) Orientasi sosial
Orientasi sosial adalah keyakinan seseorang tentang relative pentingnya individu dan
kelompoknya. Kedua titik ekstrim orientasi sosial adalah individualisme dan kolektivisme.
Individualisme adalah keyakinan budaya bahwa orang tersebut harus didahulukan. Nilai-nilai
utama orang-orang individualistik adalah tingkat harga diri yang tinggi (self respect) dan
kemerdekaan. Orang-orang ini sering menempatkan kepentingan karirnya di atas kebaikan
organisasinya dan mereka cenderung menilai keputusan-keputusan dari sisi bagaimana
keputusan itu mempengaruhi mereka sebagai individu. Kolektivisme adalah pandangan
bahwa kelompok didahulukan. Masyarakat yang cenderung bersifat kolektifistik biasanya
dicirikan jaringan sosial yang ditetapkan dengan jelas, termasuk keluarga besar, suku, dan
rekan kerja.
19
b) Orientais kekuasaan
Orientasi kekuasaan merujuk pada keyakinan bahwa orang dalam suatu budaya memiliki
pandangan tentang kewajaran kekuasaan dan perbedaan wewenang dalam berbagai hierarki
seperti organisasi bisnis. Bentuk ekstrim dimensi orientasi kekuasaan adalah rasa hormat
terhadap kekuasaan (power respect) dan toleransi kekuasaan (power tolerance). Rasa hormat
terhadap kekuasaan ini berarti bahwa masyarakat dalam suatu budaya cenderung menerima
kekuasaan dan wewenang atasannya semata-mata berdasarkan kedudukan atasan tersebut
dalam hierarki itu. Sebaliknya orang-orang dalam budaya yang bercirikan toleransi
kekuasaan memberikan peran penting yang jauh lebih kecil terhadap kedudukan seseorang
dalam hierarki tersebut.
c) Orientasi ketidakpastian
Orientasi ketidakpastian adalah perasaan yang dimiliki seseorang tentang situasi yang
tidak pasti atau ambigu. Bentuk-bentuk ekstrim dimensi ini adalah penerimaan ketidakpastian
(uncertainty acceptance) dirangsang oleh perubahan dan berkembang dari peluang-peluang
baru. Ambiguitas dipandang sebagi suatu konteks dimana individu dapat tumbuh,
berkembang dan menghasilkan kesempatan-kesempatan baru. Dalam budaya ini kepaastian
mengandung pengertian keadaan monoton, rutinitas dan struktur yang terlalu memaksa.
Sebaliknya orang-orang dari budaya yang bercirikan penghindaran ketidakpastian tidak
menyukai ambiguitas dan sedapat mungkin akan menghindarinya. Ambiguitas dan perubahan
dipandang sebagai sesuatu yang tidak diinginkan. Orang-orang ini cenderung menyukai cara-
cara yang terstruktur, rutin dan bahkan birokratis dalam menjalankan sesuatu
d) Orientasi sasaran
Orientasi sasaran adalah sikap dimana orang termotivasi untuk bekerja karena jenis
sasaran yang berbeda. Salah satu bentuk ekstrim dalam orientasi sasaran adalah perilaku
sasaran agresif (aggressive goal behavior). Orang-orang yang menunjukkan perilaku sasaran
agresif cenderung memberikan nilai yang tinggi pada kepunyaan materi, uang dan ketegasan.
Pada bentuk ekstrim lain orang yang menganut perilaku sasaran pasif (passive goal behavior)
memberikan nilai yang lebih tinggi pada hubungan sosial, kualitas hidup, dan perhatian
kepada orang lain. Budaya yang menghargai perilaku sasaran yang agresif juga cenderung
menentukan peran-peran berdasarkan gender yang agak kaku, sementara budaya menekankan
perilaku sasaran pasif tidak demikian.
20
e) Orientasi waktu
Orientasi waktu adalah sejauh mana anggota-anggota suatu budaya menganut pandangan
jangka pendek versus jangka panjang terhadap pekerjaan, kehidupan, dan aspek-aspek
masyarakat lainnya.
21
F. Manajemen Internasional dan Perbedaan Budaya
Memahami Budaya Baru
Kecakapan lintas budaya adalah langkah pertama dalam akulturasi, yaitu proses di mana
orang- orang bukanhanya memahami budaya asing, namun juga mengubah dan
menyesuaikan perilaku mereka guna menjadikannya lebih sesuai dengan budayatersebut.
Akulturasi sangat berperan penting bagi manajer Negara pendatang yang sering berinteraksi
dengan penduduk negara tujuan. Misalnya, manajer pabrik dari negaraasa lataudirektur
pemasaran yang bekerja di Negara asing pada anak perusahaan di luar negeri.
22
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian dari kebudayaan itu sendiri merupakan sesuatu unsur-unsur dari masyarakat
yang melekat sejak dahulu kala dan erat kaitanya dengan berdirinya sebuah bangsa atau
negara. Setiap negara memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda baik dalam hal agama,
kepercayaan, ras, suku, bahasa dan norma sosial.
Kebudayaan juga memiliki beberapa elemen-elemen penting yang memilik erat kaitanya
dengan pola perilaku masyarakat di sebuah negara yang dapat mempengaruhi kegiatan bisnis
pelaku bisnis yang berselaka internasional.
Beberapa pendekatan sosial budaya yang menjadi pedoman bagi pelaku bisnis untuk
masuk dalam kegiatan ekonomi negara tertentu untuk dapat menyelaraskan kepentingan
perusahaan dengan sumberdaya yang ada pada negara tersebut mengacu pada perfektif
pandangan sosial untuk membuka pasar yang ada tampa adanya kesenjangan terhadap
pemrintah dan masyarakat di negara itu sendiri.
23
DAFTAR PUSTAKA
Ricky W. Griffin dan Michael W. Pustay. 2015. Bisnis Internasional. Sebuah Prespektif
Manajerial. Edisi 8. Penerbit Pearson dan Salemba Empat. Jakarta
https://id.scribd.com/document/420296009/Peran-Budaya-Dalam-Bisnis-Internasional
24