Anda di halaman 1dari 14

KARAKTERISTIK TERIPANG PASIR (Holothuria scabra) DAN PEMANFAATANNYA

SEBAGAI BAHAN BAKU HASIL PERIKANAN

1. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki luas wilayah 5,9 juta m2 yang sebagian besarnya merupakan wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil dengan luas Zona Ekonomi Eklusif 2,7 juta m 2 , menjadikan
Indonesia sebagai negara kepualauan tropis terbesar yang telah diakui secara internasional
(UNCLOS 1082). Wilayah pesisir, pulau-pulau kecil dan lautannya menyimpan berbagai macam
potensi sumber daya alam yang sangat melimpah serta belum dimanfaatkan secara optimal
(Lasabuda, 2013). Komoditas teripang pasir (Holothuria scabra) merupakan salah satu potensi
dalam bidang perikanan hasil laut di Indonesia, karena memiliki berbagai macam manfaat
manfaat. Menurut Hartati sebagai Peneliti Pusat Riset Perikanan BRSDM KP (2021),
menerangkan bahwa teripang memiliki nilai ekonimis tinggi yang bernutrisi dengan berbagai
macam kandungan bioaktif dan colagen yang menungjang pada bidang farmaseutikal.
Teripang pasir atau H. scabra merupakan salah satu jenis avertebrata laut tropis yang
dapat ditemukan pada perairan dangkal. Jenis ini, kebanyakan tergantung pada ekosistem yang
kaya akan nutrien dan detritus seperti pada ekosistem terumbu karang dan ekosistem padang
lamun.Secara umum H. scabra tersebar luas di perairan hangat Indo-Pasifik, Perairan Australia
hingga perairan barat pesisir pantai Afrika. Di Indonesia sebaran populasi H. scabra dapat
ditemukan pada perairan Nusa tenggara Timur, Kalimatan Tengah, Tanjung Pinang, Lombok
Timur, Maliku Tenggara, Sulawesi selatan, dan Bali Barat (Hair, et al. 2022; BPSPL, 2021
Sembiring, et al. 2022).
Sebaran populasi teripang pasir H. scabra di Indonesia yang luas, menjadikan peluang
untuk lebih mengoptimalkan potensi perekonomian. Brown et al. (2010) menyatakan bahwa
Indonesia merupakan pengekspor komoditi teripang pasir H. scabra terbesar dari 38 negara di
dunia. Teripang yang biasanya untuk tujuan ekspor kebanyakan dalam bentuk olahan atau yang
setengah jadi; teripang kering atau teripang asap (Setyastuti et al., 2019). Penelitian yang
dilakukan oleh Nurjanah et al. (2008) mengkaji pemanfaatan bioaktif teripang pasir H. scabra
sebagai aprosidiaka alami, hal tersebut memberikan pengaruh yang sangat positif untuk upaya
peningkatan nilai tambah potensi ekonomi komoditas teripang pasir H. scabra.
Pemasaran teripang pasir di dalam maupun luar negeri cukup potensial. Namun
konsumen yang menjadi sasaran utama dari komoditas ini kebanyakan dari kalangan menengah
keatas. Olahan teripang yang sering ditemui di pasaran berupa teripang kering atau dalam bentuk
olahan lainnya. Teripang pasir yang didapatkan berasal dari alam, Martoyo et al. (2006)
mengemukakan bahwa salah satu faktor untuk menjaga dan melestarikan sumberdaya hayati laut
yakni dengan melalui usaha budidaya. Ateripang pasir yang berasal dari budi daya dinilai dapat
menjaga sumber hayati laut guna pengolahannya dalam bidang perikanan berkelanjutan.

2. Morfologi dan Anatomi Teripang Pasir (H. scabra)


Di berbagai daerah teripang memiliki banyak sebutan seperti; Gamat oleh orang
Melayu,Brunok oleh orang Sabah, Teripang oleh orang Indonesia dan Hoisam oleh orang
Tionghoa (Kamarudin et al., 2015). Teripang merupakan Invertebrata laut atau hewan laut yang
tidak memiliki tulang belakang, sehingga bertekstur lunak, hal ini menjadi suatu cirri khas unik
yang tersendiri (Charles Darwin, 2006). Teripang memiliki berbagai macam jenis yang
sebarannya sangat luas, namun tidak semuanya memiliki nilai ekonomis penting. Menurut
Martoyo et al. (2006) salah satu jenis teripang yang memiliki nilai ekonomis penting dan yang
biasa dikonsumsi berasal pada spesies Holothuria scabra dan secara garis besar dapat di
klasifikasikan sebagai berikut.

Filum : Echinodermata
Sub-filum : Echinozoa
Kelas : Holothuroidea
Sub-kelas : Aspidochirotacea
Ordo : Aspidochirotda
Famili : Holothuriidae
Marga : Holothuria
Spesies : Holothuria scabra

Gambar 1. Morfologi Teripang Pasir (H. scabra)


Sumber : Karnila et al. (2011).

Secara morfologi teripang pasir (H. scabra) memiliki bentuk bulat memanjang.
Berwarnna agak kuning keputihan pada bagian inferior sedangkan pada bagiaan punggung atau
posterior berwarna abu-abu kehitaman dengan corak bergaris melintang berwarna hitam.
Seluruh bagian tubuh luar dari teripang ini terasa sangat kasar jika diraba (Martoyo et al., 2006).
Serta memiliki corak berupa titik berwana hitam, putih maupun abu-abu pada permukaan
kulitnya. Panjang rata-rata teripang berkisar antara 20-35 cm dengan berat 200-350 gram per
ekor Karnila et al. (2011).
Teripang adalah biota avertevrata [1]
Gambar 2. Anatomi Teripang Teripang Pasir (H. scabra)
Sumber : Karnila et al. (2011).

Anatomi tubuh teripang pasir (Gambar 2) terdiri dari 4 bagian utama yaitu kulit, daging,
gonad dan jeroan. Bagian daging merupakan bagian dari tubuh teripang yang sangat tebal dan
ditutupi oleh lapisan kulit yang keras dan kasar. Warna dari gonat H. scabra dapat dibedakan
berdasar jenis kelamin yakni warna putih untuk teripang jantan dan gonad berwarna kuning
untuk betina. Jeroan pada H. scabra terdiri atas saluran pencernaan berupa saluran usus,
lambung dan saluran lainnya yang banyak mengandung air dan pasir (Karnila et al., 2011). Hal
tersebut sesuai dengan pernyataan dari Aziz (1997) yang mengemukakan bahwa detritus dan
komponen organik di dalam pasir merupakan makanan utama bagi teripang.

3. Komponen Biokimia Teripang Pasir (H. scabra)


Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Karnila beserta tim penelitiannya (2011)
dalam menganalisis kandungan senyawa kimia (kandungan proksimat) terhadap teripang pasir
(H. scabra) yang masih segar menunjukkan kadar protein 9,94%. Kandungan protein teripang
pasir (H. scabra) meningkat ketika dilakukan propes pengeringan yakni dengan nilai 79,59%
(Herliany et al., 2016). Kandungan protein yang cukup tinggi ini menunjukkan bahwa
teripang memiliki nilai gizi yang baik. Hal ini menjadikan teripang pasir (H. scabra) layak
sebagai bahan pangan alternativ bahan pangan fungsional karena memiliki nilai gizi yang baik.
Hasil analisis kimia (proksimat) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil analisis kimia (proksimat) daging teripang pasir


No Nilai (%) Teripang Segar Nilai (%) Teripang Kering
Parameter Standar (%)*
. (Karnila et al., 2011) (Herliany et al., 2016)
1. Kadar Air 87,03 7,3 Maks. 20
2. Kadar Abu 1,86 9,8 Min. 7
3. Kadar Protein 9,94 79,59 -
* Standar Nasional Indonesia (SNI) teripang kering (SPI-kan/02/29/1987) sesuai dengan Surat
Keputusan Menteri Pertanian No.701/Kpts/TP.830/10/1987 tentang Penetapan Standar Mutu
Hasil Perikanan.

Tabel 1 menunjukkan bahwaa teripang kering memiliki kandungan protein yang lebih tinggi
dari pada teripang segar, serta memenuhi standar yang ditetapkan untuk jenis produk dari
teripang kering melalui SPI-kan/02/29/1987. Hal tersebut menunjukkan bahwa teripang yang
telah diolah dengan cara dikeringkan memiliki kualitas yang baik. Kadar air dapat
mempengaruhi tekstur suatu produk, menurut SNI 01-2346-2006 tekstur produk teripang kering
yang diinginkan keras padat, kompak dan liat dengan nilai organoleptik 9. Apabila terlalu
banyak kandungan airnya maka akan mempengaruhi kualitas tekstur dari produk tersebut
menjadi lembek, dan tidak kompak sehingga berdampak pada permintaan konsumen.
Kandungan nutrisi yang tinggi pada teripang pasir (H. scabra) diyakini memiliki berbagai
manfaat untuk kesehatan. Berbagai penelitian menyebutkan bahwa teripang pasir (H. scabra)
sangat berpotensi untuk membantu mempercepat penyembuhan luka, pelindung syaraf,
antitumor, antikoagulan, antimikroba, dan antioksidan. Teripang pasir (H. scabra) sebagai
spesies yang sangat mudah dimpai di daerah pesisir telah terbukti tidak memiliki zat beracun
sehingga sangat aman untuk dikonsumsi atau dijadikan bahan baku obat (Ansharullah et al.,
2022). Bioaktivitas Teripang Pasir (H. scabra) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Bioaktivitas Teripang Pasir (H. scabra)


No
Nama Senyawa Aktivitas Referensi
.
Ekstrak Holothuria scabra
Friedelin
1. antioksidan (Nobsathian et al., 2017)
3-Hydroxybenzaldehyde
4-Hydroxybenzaldehyde
2. fucosylated chondroitin sulfate (HsG) antikoagulan (Yang et al., 2018)
3. Saponin antimikroba (Savarino et al., 2022)
Holothurin-A
4. Holothurin-B Anti kanker (Wargasetia et al., 2020)
Holothurin-B3

4. Ketersediaan Teripang Pasir (H. scabra)


Teripang pasir (H. scabra) merupakan salah satu jenis teripang yang memiliki sebaran
spesies yang sangat luas dan hamper ditemukan di setiap pesisir Indonesia. Penelitian yang
dilakukan oleh Sembiring et al. (2022) mengenai sebaran populasi H. scabra berdasar genetiknya
dapat ditemukan pada perairan Nusa tenggara Timur, Kalimatan Tengah, Tanjung Pinang,
Lombok Timur, Maliku Tenggara, Sulawesi selatan, dan Bali Barat (Gambar 3). Hal tersebut
diperkuat oleh pernyataan dari Winanda et al. (2022) yang mengemukakan bahwa faktor
pendukung hidupnya biota laut adalah dengan kondisi habitat yang masih baik, sehingga
memiliki potensi sumber daya alam pesisir yang tinggi.
Gambar 3. Lokasi sebaran jenis teripang pasir (H. scabra) (Sembiring et al., 2022)

Kondisi perairan yang sehat merupakan faktor terpenting untuk kelestarian biota laut.
Termasuk pada teripang jenis teripang pasir atau yang biasa disebut dengan H. scabra. Berbagai
macam ekosistem seperti padang lamun, terumbu karang, maupun perairan area terbuka lainnya
merupakan habitat utamanya. Teripang ini berperan dalam keseimbangan ekosistem perairan
“keystone species”. Dari segi ekologi, teripang merupakan deposit feeder atau pemakan
sedimen. Berdasarkan kebiasan makan ini teripang seperti memakan sisa-sisa bahan organik,
bakteri, dan mikroalga yang terkandung dalam subtrat sebagai makanan utamanya memberi
manfaat pada lingkungan karena dapat mencegah penimbunan komponen tersebut (Afwan,
2020).
Teripang pasir (H. scabra) sebagai salah satu komoditas perikanan yang memiliki nilai
ekonomi penting. Penelitian tang dilakukan oleh Lambu (2019), mendapati bahwa ketersediaan
teripang pasir (H. scabra) di alam relative lebih rendah karena merupakan jenis yang paling
banyak dicari oleh nelayan yang disebabkan maraknya eksploitasi. Salah satu upaya untuk
menjaga dan meningkatkan produksi dari komoditas ini yakni dengan cara budidaya. Usaha
pembenihan dan pembesaran teripang pasir sangat diperlukan sejalan dengan perkembangan
ilmu pengengetahuan dan teknologi pada bidang perikanan yang berkelanjutan. Melalui
serangkaian penelitian yang dilakukan oleh Distanaya (2021) tentang kelayakan lokasi untuk
budidaya teripang pasir dipengaruhi oleh parameter lingkungan salah satunya tingkat populasi
padang lamun 59,44%±18,22% hingga 76,11%±27,37% yang cocok untuk yang cocok untuk
usaha budidaya teripang pasir. Selain itu jalur lalulintas perairan juga mempengaruhi dari usaha
budidaya ini.
Gambar 4. Pengembangan teknologi pembenihan teripang pasir (H. scabra) di hatchery.
(Sumber : Antaranews.com)

Balai Besar Riset Budidaya Laut dan Penyuluhan Perikanan (BBRBLPP) Gondol-Bali,
salah satu Unit Pelaksana Teknis BRSDM, melalui serangkaian penelitian yang telah dilakukan,
berhasil mengembangkan teknologi pembenihan teripang pasir (H. scabra) di hatcheri. Benih
tersebut selanjutnya dipindahkan di bak beton untuk di budidayakan, di tambak menggunakan
hapa, dan di laut dengan menggunakan metode pembudidayaan kurung tancap. Keberhasilah
tersebut memberikan peluang perkembangan usaha budidaya teripang serta dapat meningkatkan
taraf perekonomian masyarakat sekitar. Teripang pasir tersebut terbukti memiliki kandungan
nutrisi yang sama dengan teripang yang bersumber dari alam (Dondi, 2021).

5. Potensi Pasar Teripang Pasir (H. scabra)


Selama tiga tahun (2016-2018), Pusat Penelitin Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan survey dan penelitian di berbagai wilayah
Indonesia tentang populasi teripang di alam. Peneliti P2O LIPI, Ana Setyastuti menjelaskan
terdapat 3 tingkatan kasifikasi harga terhadap teripang kering. Harga teripang pada nelayan dan
pengepul termasuk dalam tingkat pertama “Murah” dengan kisaran harga jual Rp 10.000-
250.000/kg. Jenis teripang yang harga jual pada kisaran Rp 251.000-500.000/kg termasuk pada
tingkat “sedang”. Serta tingkatan yang ketiga adalah teripang “Mahal” dengan harga jual lebih
dari Rp.500.000/kg.
Gambar 5. Volume dan nilai ekspor teripang, 2014-2019 (Badan Pusat Statistik, 2019)

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Gambar 5, eskpor per April 2019
mencapai 429.525 kilogram dengan nilai US$3.981.312. Teripang yang diekspor terdiri dari
teripang hidup, teripang segar amupun berbagai macam olahan teripang. Selama lima tahun
terakhir ekspor teripang mengalami fluktuasi. Ekspor tertinggi terjadi pada tahun 2016 di mana
volume ekspor mencapai 1.395.828 kilogramdengan nilai sebesar US$6.745.334.

6. Pemanfaatan Teripang Pasir (H. Scabra) Sebagai Bahan Baku Hasil Perikanan
Sebelumnya telah dibahas tentang kandungan senyawa bioaktif pada teripang pasir (H.
Scabra) serta manfaatnya. Potensi untuk pemanfaatan teripang pasir (H. Scabra) sangatlah luas
untuk dikembangkan dalam berbagai bidang seperti pada bidang kesehatan, kosmetika maupun
pangan fungsional. Berbagai macan produk inovasi tinggi berbahan dasar teripang pasir (H.
Scabra) juga telah banyak dijumpai dipasaran. namun dari banyaknya berbagai jenis produk
tersebut belum terstandarkan dan memiliki izin edar dari pihak pemerintah daerah maupun pusat.
Salah satu permasalahan yang sering dijumpai dilapangan dalam pengembangan produk
berbahan dasar teripang ini yaitu ketersediaan bahan baku yang diperlukan oleh pihak industri.
Bahan baku yang didapatkan umumnya berasal dari alam dengan aturan dan pengawasan yang
ketat selain melalui budidaya.

6.1 Pemanfaatan Teripang Pasir (H. Scabra) Sebagai Pangan Fungsional


Sumber daya perikana yang kaya akan nutrisi seperti teripang pasir (H. scabra) dapat
dijadikan sebagai bahan pangan fungsional. Produk-produk yang biasa dijumpai seperti
minuman dan makan tidak lepas dari industri olahan makanan. Beragam inovasi telah
dikembangkan untuk meningkatkan nilai gizi serta nilai jual dari produk olahan makanan
tersebut. salah satunya yakni formulasi olahan minuman dan makanan fungsional berbahan baku
teripang pasir (H. scabra). Elfath et al., (2020) telah meneliti ninuman fungsional berbahan dasar
teripang pasir (H. scabra) dengan komponen kandungan gizi kadar protein 5,06%. Selain itu
penelitian yang dilakukan oleh Latief dan timnya (2018) mengemukakan bahwa teripang (H.
scabra) memiliki prospek menjadi salah satu sumber makanan paling bergizi karena memiliki
kandungan nutrisi yang lengkap.

Gambar 6. Minuman fungsional teripang


(sumber : Putri et al., 2019)

Untuk menghitung angka kecukupan gizi terhitung dari kecukupan kandungan protein yang
memenuhi energi, apabila keduanya terpenuhi maka kecukupan gizi yang bersifat umum lainnya
telah terpenuhi atau atau sekurang kurangnya tidak terlalu sukar untuk memenuhi kebutuhan
angka kecukupan gizi (Muchtadi, 2009).

Secara singkat pemanfaatan teripang pasir (H. scabra) sebagai bahan baku hasil
perikanan dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Diagram proses pemanfaatan teripang pasir H. scabra

Langkah-langkah yang diperlukan untuk menjawab tantangan dalam pengembangan dan


pemanfaatan teripang pasir H. scabra meliputi optimasi proses penanganan pasca panen
optimasi ekstraksi, standarisasi formulasi ujikhasiat dan uji keamanan serta regulasi yang
mendukung. Hal yang sangat dibutuhkan dalam proses pemasaran yakni registrasi produk dan
proses bisnis yang kondusif sehingga menghasilkan produk inovasi yang bermutu tinggi.
7. Penutup
Teripang pasir H. scabra merupakan avertebrata laut yang bernutrisi tinggi dan memilki
senyawa bioaktif yang dapat dikembangkan dalam berbagai macam produk inovasi dengan nilai
ekonomi yang tinggi. Suplai bahan baku menjadi salah satu titik kritis untuk
mengkomersialisasikan produk tersebut. Jika bahan baku dapat dilakukan secara kontinyu
melalui usaha budidaya ataupun penangkapan di alam secara lestari., maka proses industrialisasi
dapat dilakukan. Keberhasilan dalam komersialisasi dapat dijadikan tren dan model terbaru bagi
teripang jenis serupa ataupun organisme lainnya.
DAFTAR PUSTAKA

Lasabuda, R. (2013). Pembangunan wilayah pesisir dan lautan dalam perspektif Negara
Kepulauan Republik Indonesia. Jurnal ilmiah platax, 1(2), 92-101.
Hartati, S. T. (2021). Kampung Teripang Sebagai Upaya Peningkatan Kesejahteraan Nelayan Di
Taman Nasional Karimunjawa. Peneliti Pusat Riset Perikanan, BRSDM KP. Kementrian
Kelautan dan Perikanan. https://kkp.go.id/brsdm/pusriskan/artikel/35333-kampung-
teripang-sebagai-upaya-peningkatan-kesejahteraan-nelayan-di-taman-nasional-
karimunjawa.
Hair, C., Militz, T. A., Daniels, N., & Southgate, P. C. (2022). Performance of a trial sea ranch
for the commercial sea cucumber, Holothuria scabra, in Papua New Guinea. Aquaculture,
547, 737500.
BPSPL [Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut Padang]. (2021) “ Teripang,” Diakses
pada https://kkp.go.id/djprl/bpsplpadang/page/319- teripang [ 25 Maret 2021].
Sembiring, S. B. M., Hutapea, J. H., Pratiwi, R., & Hadisusanto, S. (2022, February). The
genetic variation analysis of sandfish (Holothuria scabra) population using simple
sequence repeats (SSR). In IOP Conference Series: Earth and Environmental Science
(Vol. 976, No. 1, p. 012003). IOP Publishing.
Brown, E. O., Perez, M. L., Garces, L. R., Ragaza, R. J., Bassig, R. A. dan Zagaroza, E. C.
(2010). “ Value Chain Analysis for Sea Cucumber in Philippines. Studies and Reviews
2120, “ The WorldFish Center, Penang, Malaysia, hal. 44.
Setyastuti, A., Wirawati, I., Permadi, S. dan Vimono, I. B. (2019). Teripang Indonesia: Jenis,
Sebaran, dan Status Nilai Ekonomi. PT. Media Sains Nasional: Bogor.
Nurjanah, S. (2008). Identifikasi steroid teripang pasir (Holothuria scarbra) dan bioassay produk
teripang sebagai sumber aprodisiaka alami dalam uapya peningkatan nilai tambah teripang.
Kamarudin, K.R., Usup, G., Hashim, R. and Rehan, M.M. (2015). Sea Cucumber
Echinodermata: Holothuroidea) species richness at selected localities in Malaysia.
Pertanika Journal of Tropical Agricultural Science, 38(1): 7-32.
Karnila, R., Astawan, M., Sukarno, S., & Wresdiyati, T. (2011). Analisis kandungan nutrisi
daging dan tepung teripang pasir (Holothuria scabra J.) segar. Berkala Perikanan Terubuk,
39(2).
Winanda, M., Idiawati, N., & Nurdiansyah, S. I. (2022). Kepadatan dan Pola Distribusi Teripang
(Holothuroidea) di Teluk Cina Pulau Lemukutan. Jurnal Laut Khatulistiwa, 5(1), 1-9.
Aziz, A. 1997. Status penelitian teripang komersial di Indonesia. Oseana, 22(1), 9-19.
Afwan. (2020). Teripang. Balai Pengolahan SD Pesisir & Laut Padang. Direktorat Jendral
Pengelolaan Ruang Laut. Kementrian Kelautan dan Perikanan.
Lumbu ATF. (2019). Komunitas Teripang di Kawasan Pantai Desa Bahoi Kecamatan Likupang
Barat Kabupaten Minahasa Utara. Skripsi. FPIK. Unsrat. Manado. 65 hal.
Distanaya, N. (2021). STUDI KESESUAIAN LAHAN BUDIDAYA TERIPANG PASIR
(Holothuria scabra) MELALUI PENDEKATAN SPASIAL MULTI KRITERIA ANALISIS
(SMCA) DI TELUK DESA SUMBERKIMA, BALI (Doctoral dissertation, Universitas
Brawijaya).
Dondi. (2021). Riset Budidaya Teripang Pasir untuk Cegah Kepunahan. Siaran Pers Kementrian
Kelautan dan Perikanan. No : SP.97/SJ.5/I/2021.
Badan Pusat Statistik. (2019). Volume dan Nilai Ekspor Teripang 2014-2019.
Herliany, N. E., Nofridiansyah, E., & Sasongko, B. (2016). Studi pengolahan teripang kering.
Jurnal Enggano, 1(2), 11-19.
(SNI) Standar Nasional Indonesia 01-2356-1991. Penentuan Kadar Air. Jakarta : Dewan
Standarisasi Nasional.
(SNI) Standar Nasional Indonesia 01-2354-1991. Penentuan Kadar Abu. Jakarta : Dewan
Standarisasi Nasional.
(SNI) Standar Nasional Indonesia 01-2365-1991. Penentuan Kadar Protein. Jakarta :Dewan
Standarisasi Nasional.
Ansharullah, A., Patadjai, A. B., Asranudin, A., & Tamrin, T. (2022, January). Preparation of
Sea Cucumber (Holothuria scabra) Powder: Effect of Pre-treatment on Its Nutritional,
Antioxidant Activity and Morphological Characteristics. In International Conference on
Tropical Agrifood, Feed and Fuel (ICTAFF 2021) (pp. 98-102). Atlantis Press.
Nobsathian S, Tuchinda P, Sobhon P, Tinikul Y, Poljaroen J, Tinikul R, Sroyraya S, Poomton T
and Chaichotranunt S . (2017). An antioxidant activity of the whole body of Holothuria
scabra. Chem. Biol. Technol. Agric. 4 4.
Yang, L., Wang, Y., Yang, S., & Lv, Z. (2018). Separation, purification, structures and
anticoagulant activities of fucosylated chondroitin sulfates from Holothuria scabra.
International journal of biological macromolecules, 108, 710-718.
Savarino, P., Colson, E., Caulier, G., Eeckhaut, I., Flammang, P., & Gerbaux, P. (2022).
Microwave-Assisted Desulfation of the Hemolytic Saponins Extracted from Holothuria
scabra Viscera. Molecules, 27(2), 537.
Wargasetia, T. L., Ratnawati, H., & Widodo, N. (2020, April). Anticancer potential of holothurin
A, holothurin B, and holothurin B3 from the sea cucumber Holothuria scabra. In AIP
Conference Proceedings (Vol. 2231, No. 1, p. 040084). AIP Publishing LLC.
Sugama K, Giri I.N.A., dan Zairin M. (2019). Aspek Biologi dan Budidaya Teripang Pasir (H.
scabra). AMAFRAD Press.
Elfath, N. A., Putri, R. M. S., & Apriandi, A. (2020). MINUMAN FUNGSIONAL TERIPANG
PASIR (Holothuria scabra) DAN TERIPANG HITAM (Holothuriaatra). Marinade, 3(01),
47-58.
Putri, R. M. S., Apriandi, A., & Suhandana, M. (2019). SOSIALISASI PENGOLAHAN
MINUMAN FUNGSIONAL DARI TERIPANG DENGAN MENERAPKAN
TEKNOLOGI THERMAL DI KAMPUNG MADUNG KELURAHAN KAMPUNG
BUGIS KOTA TANJUNGPINANG PROVINSI KEPULAUAN RIAU. Journal of
Maritime Empowerment, 2(1), 27-34.
Muchtadi, D. (2009). Pengantar Ilmu Gizi.Alfabeta. Bandung.
GLOSARIUM

Anatomi : Cabang dari biologi yang mempelajari susunan tubuh makhluk hidup.
Tropis : Wilayah dengan dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan
Morfologi : Struktur dan bentuk
Habitat : Tempat makhluk hidup tinggal dan berkembang biak
Ekspor : Sebuah kegiatan transportasi barang atau komoditas dari suatu negara
ke negara lainnya
Budidaya : Usaha yg bermanfaat dan memberi hasil
Inovasi : Penemuan baru yang berbeda dari yang sudah ada dan sudah dikenal
DAFTAR RIWAYAT PENULIS

Penulis atau yang akrab dikenal dengan nama lain Kadek Siwi memiliki nama asli Olga

Galih Rakha Siwi lahir pada Tanggal02 Juni 1995 di Kota Semarang Provinsi Jawa Tengah.

Penulis adalah anak ketiga dariempat bersaudara dari pasangan Supriyadi dan Ni Purwanti.

Penulis memulai Pendidikan Dasar di SD Muhammadiyah 13 Semarang pada tahun 2002 dan

menamatkan pendidikannya pada tahun 2008, selanjutnya Penulis melanjutkan pendidikannya

pada Sekolah Menengah Tingkat Pertama di SMP Negeri 7 Semarang dan menamatkannya pada

tahun 2011. Selanjutnya pada Tahun 2011 melanjutkan pendidikannya di SMK-N Perkapalan

Negeri 10 Semarang dan menamatkannya pada tahun 2014. Pada Tahun 2014, penulis

melanjutkan pendidikan di Universitas Halu Oleo, melalui jalur Seleksi Nasional Masuk

Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan diterima sebagai mahasiswa Jurusan Ilmu Kelautan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, UniversitasHalu Oleo. Pada tahun 2021penulis

melanjutkan studi Magister pada Teknologi hasil Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai